Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengakui bahwa di hampir semua keuskupan di Indonesia telah ada Pembaruan Karismatik Katolik (PKK). Maka sudah menjadi tugas para Uskup untuk membimbing dan mengarahkan PKK demi kesatuan, persaudaraan dan kesepahaman seluruh umat. Hal inilah yang melatarbelakangi dikeluarkannya dokumen KWI tentang PKK, sebagaimana yang akan kami bahas di sini, yaitu: 1) Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993; 2) Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995. Beberapa butir arahan dari KWI yang dapat kami sarikan, adalah agar PKK:

1. Bertumbuh dalam kesatuan dengan seluruh Gereja Katolik

Penekanan tentang kesatuan jelas sekali disampaikan oleh kedua dokumen yang dikeluarkan KWI tersebut tentang PKK. Dasarnya tentu adalah ajaran iman kita, bahwa Roh Kudus adalah Roh pemersatu yang telah dan senantiasa menyertai Gereja Katolik sepanjang sejarah. Adanya kebhinekaan harus dijadikan kesempatan untuk saling menghargai dan saling memahami sebagai saudara-saudara dalam satu keluarga besar, yang mempunyai satu Bapa, satu Tuhan, satu Roh ((lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 4, lih. juga Ef 4:3-6)).

a. PKK ada dalam kesatuan dengan sejarah pembaruan dalam Gereja Katolik

Perlu untuk disadari bahwa pembaruan di dalam Gereja bukan hanya baru pernah terjadi di zaman sekarang ini oleh gerakan Karismatik. Sejak zaman para Rasul, kita melihat bagaimana Gereja tidak membeku dalam kebiasaan lama (lih. Kis 15) atas gerakan Roh Kudus yang melaksanakan pembaruan oleh kasih karunia Allah. ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 8)) Pembaruan juga terjadi di abad ke-3 oleh St. Antonius dari Mesir yang kemudian dianggap sebagai Bapa pelindung kehidupan monastik/ biarawan; dan di abad ke-5/6 oleh St. Benediktus yang mendirikan banyak biara yang membangun peradaban di Eropa, yang dengan demikian membawa pengaruh memajukan Gereja dan dunia. Semangat Benediktin ini dilanjutkan oleh St. Bernardus di abad ke-11/12 sehingga ajaran iman Kristiani semakin tertanam di dalam kehidupan masyarakat pada masa itu. Di Abad Pertengahan kita mengenal banyak tokoh orang kudus yang membangun Gereja dengan pembaruan yang mereka ajarkan, seperti St. Dominikus, St. Fransiskus dan St. Klara dari Asisi, dan St. Thomas Aquinas. Demikian pula, setelah Martin Luther memisahkan diri dari Gereja Katolik di abad ke-16, Gereja Katolik mengenal beberapa orang kudus yang justru membangun jemaat dari dalam, seperti St. Ignatius dari Loyola, St. Theresia dari Avila, St. Yohanes dari Salib, yang diikuti oleh para pendiri tarekat di abad ke 19.  Semua ini menunjukkan karya Roh Kudus yang selalu memperbarui Gereja. Di abad ke-20 ini pembaruan banyak melibatkan kaum awam yang melakukan gerakan untuk membangun spiritualitas awam, untuk pembaruan iman. PKK yang lahir dan tumbuh dalam arus pembaruan ini, tak terlepas dari pembaruan yang terus terjadi di dalam sejarah Gereja. Pembaruan ini bertujuan untuk menjadikan iman sebagai sesuatu yang relevan dalam hidup, dan bahwa iman itu dapat menyentuh lubuk hati manusia.

b. PKK adalah salah satu gerakan gerejawi dalam Gereja Katolik

Sejalan dengan pengakuan dari Tahta Suci akan keberadaan gerakan Karismatik Katolik, maka para Uskup di Indonesia juga mengakui bahwa PKK adalah “salah satu dari sekian banyak upaya dan bentuk dalam Gereja” ((Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 18)) yang mewujudkan tersentuhnya hati manusia oleh kekuatan Roh Kudus. Sebagaimana gerakan lainnya dalam Gereja, PKK juga menerima tuntutan untuk memadukan diri dalam kebersamaan seluruh Umat Allah. ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 19)) Sebab karunia Roh Kudus sifatnya mempersatukan dan bukan malah memisahkan PKK dengan Gereja, ataupun menjadikannya sebagai kelompok yang tertutup bagi kalangannya sendiri.

Dengan demikian, diperlukan komunikasi dan kerjasama antara PKK dengan badan-badan pembaruan yang lain, seperti Kelompok Pembaruan Hidup Kristiani, Legio Mariae, Marriage Encounter, Couples for Christ, dsb. ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 48)) Kerjasama ini dapat dipakai sebagai kesempatan untuk saling belajar, dan saling memperkaya satu sama lain.

c. PKK perlu untuk terlibat dalam pembangunan jemaat yang lebih luas

KWI mengajak agar para aktivis PKK juga turut terlibat dalam pembangunan jemaat yang lebih luas. ((Lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 24)). Artinya diperlukan kesediaan anggota PKK ini untuk juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan di lingkungan, wilayah dan paroki. Dengan demikian kelompok PKK tidak hanya menjadi kelompok yang tertutup dan eksklusif, namun kelompok yang berbaur dengan komunitas lainnya di paroki. Maka walaupun ada dari sejumlah persekutuan doa (PDKK) yang mempunyai kelompok basis yaitu terdiri dari kelompok-kelompok kecil anggotanya- namun dihimbau agar jangan sampai hal ini memisahkan mereka dari kegiatan umat basis di paroki, ataupun kelompok gerejawi lainnya.

BPN (Badan Pelayanan Nasional) melalui Badan Pelayanan Regional maupun Keuskupan, “perlu mengarahkan semua persekutuan doa untuk memadukan kegiatan mereka dengan arah Gereja yang lebih luas…. ” ((Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 27)). Dengan demikian PKK tidah menjadi gerakan yang berdiri sendiri dalam Gereja Katolik, namun menjadi gerakan yang tumbuh, berkembang, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan Gereja Katolik.

d. Para pemimpin PKK agar memelihara ketaatan kepada Pimpinan Gereja

Selanjutnya, KWI mengingatkaan agar PKK “memelihara persatuan lahir batin dalam kesetiaan dewasa dengan Pimpinan Gereja setempat” ((Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 24)), yaitu pastor paroki, bapa Uskup dalam kesatuan dengan Bapa Paus. Adalah suatu rahmat Allah yang patut disyukuri bahwa Gereja Katolik mempunyai para pemimpin yang terhubung dengan para Rasul melalui tahbisan suci. Roh Kudus yang sama telah membimbing mereka, bahkan secara terus menerus sampai 2000 tahun. Oleh karena itu, sudah sepantasnya, bahwa pembaruan yang otentik dari PKK juga menjaga kesatuan dengan para pemimpin Gereja yang sama-sama dibimbing oleh Roh Kudus yang satu dan sama itu.

Di saat yang sama, KWI juga mengingatkan para imam untuk memberikan bimbingan pastoral kepada seluruh umat, termasuk PKK, walaupun ia sendiri tidak merasa terpanggil untuk bergabung dengan PKK. KWI mengingatkan imam “agar menjauhi sikap menolak mentah-mentah atau memusuhi PKK.” ((Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 27)). Oknum atau kelompok yang ‘sulit’ sekalipun tidak dapat menjadi dalih untuk diabaikan, sebab para imam dipanggil untuk menjadi gembala yang menyelamatkan semua umat. ((Ibid.))

2. Menghadirkan kasih Allah di dunia

Di tengah dunia kita yang kini makin sekular, konsumtif, materialistik, PKK dalam kesatuan dengan Gereja dipanggil untuk menghadirkan kasih Allah. ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 11, 12)). Kasih Allah ini perlu diwujud-nyatakan misalnya dengan kepedulian dan perhatian dengan sesama yang sedang berduka, yang sakit, yang kehilangan tempat tinggal, dan dalam mengusahakan kesatuan kasih di antara sesama anggota Kristus. Maka persekutuan doa karismatik selayaknya menjadi keluarga umat beriman yang penuh kasih satu sama lain, saling pengertian dan saling menguatkan. Persekutuan kasih ini hendaknya dibawa juga ke lingkungan paroki, dan bahkan ke masyarakat sekitar, sebagai tanda akan hadirnya Roh Allah yang memperbarui hidup.

Maka pelayanan doa syafaat, memberikan konsultasi, kunjungan kepada yang sakit ataupun bakti sosial dst, semuanya ini menjadi kesatuan yang tak terpisahkan dari pembaruan diri oleh Roh Kudus. Sebab Roh Kudus adalah Roh kasih Allah, sehingga pembaruan oleh Roh Kudus selayaknya menghasilkan kasih yang mempersatukan sebagai buahnya. Oleh karena itu, kesatuan kasih dalam keluarga, antara sesama anggota dalam komunitas, antara sesama komunitas gerejawi dalam paroki, maupun dengan masyarakat yang lebih luas menjadi salah tujuan utama kegiatan PKK.

Selanjutnya KWI memberikan petunjuk untuk memeriksa, sejauh mana kita didorong oleh Roh Kudus yang sejati, yaitu “bagaimana kita bersikap kepada kepentingan umat dan masyarakat yang lebih luas.” ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 56)) Singkatnya, sejauh mana kita sudah berbuat kasih. Atau dengan kata lain, sejauh mana kita telah mencerminkan buah-buah Roh Kudus (Gal 5:22-23) dalam kehidupan keseharian kita. ((Lih. Ibid., 32, dan Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 27.))

3. Pembaharuan diri sebagai murid Kristus dalam kerendahan hati

Pengalaman kasih Allah yang telah dialami oleh setiap anggota PKK, merupakan pengalaman yang mengubah dan memperbarui hidup sampai ke inti diri. ((Lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 9)) Pembaruan diri adalah penting, namun perlu disadari bahwa pembaruan ini merupakan suatu proses yang panjang dan karenanya perlu dijalani dengan semangat kerendahan hati. KWI mengingatkan, bahwa “karunia fisik ataupun kejiwaan apapun tidak berarti jika tidak dirangkum dalam kerendahan hati dan kasih Kristus, serta berguna bagi umat.” ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 32))

a. PKK bukan satu-satunya cara pembaruan Gereja

Kerendahan hati ini ditunjukkan dengan kesediaan untuk menerima bahwa PKK bukan satu-satunya cara pembaruan Gereja, ((lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 7)) dan dengan demikian menganggap bahwa orang yang belum mengikuti PKK adalah orang yang belum dipenuhi dengan Roh Kudus. Pemahaman ini keliru, sebab setiap orang yang sudah menerima sakramen Baptis, ia telah menerima Roh Kudus ((lih. KGK 1215, 1266, 1279)) dan menerima ketujuh karunia Roh Kudus (lih. Yes 11:2-3). Bahwa oleh pencurahan Roh Kudus dalam PKK maka rahmat Baptisan itu disegarkan kembali, itu benar, tetapi tidak mengubah kenyataan bahwa semua orang yang telah dibaptis telah menerima Roh Kudus. Melalui Baptisan itulah mereka memasuki pintu gerbang kehidupan kekal, karena kehidupan ilahi yang dikaruniakan oleh Roh Kudus yang adalah Roh Allah sendiri.

Secara lebih spesifik, KWI mengingatkan agar jangan PKK berpendapat seakan-akan PKK saja-lah yang terbaik bagi umat Katolik. Atau kemudian menganggap bahwa cara berdoa dalam Roh sebagai cara berdoa yang terbaik. Terhadap kecenderungan ini KWI mengatakan, “Marilah kita setia kepada Roh….. sehingga Roh sajalah satu-satunya yang mutlak, bukannya cara berdoa kita. Janganlah kita berpendapat, seakan-akan cara pembaruan kita sajalah yang menyelamatkan umat. Tidak seyogyanya kita memiliki kesombongan rohani…. seperti umat Korintus yang ditegur Paulus.” (lih. 1 Kor 3:4). ((Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 33))

b. PKK agar memiliki kerendahan hati untuk menafsirkan Kitab Suci dalam terang ajaran Gereja Katolik

Salah satu buah dari pencurahan Roh Kudus adalah kerinduan untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci. Maka kecintaan terhadap Sabda Tuhan dalam Kitab Suci memang merupakan salah satu ciri-ciri PKK. Namun perlu disadari bahwa untuk menginterpretasikan Kitab Suci secara benar, diperlukan bimbingan Gereja, sebab kepada Gereja-lah, Allah memberikan Sabda-Nya. KWI mengingatkan agar kita tidak “mencupliki ayat-ayat yang sesuai dengan kebutuhan kita tanpa memperhitungkan konteks yang lebih luas” ((lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 35)) dan karena itu mengartikannya hanya semata sesuai dengan keinginan kita, tanpa mempelajari makna yang lebih dalam yang terkandung di dalamnya, dalam hubungannya dengan keseluruhan isi Kitab Suci. Oleh karena itu kesediaan untuk mempelajari ajaran Gereja menjadi sangat penting.

c. PKK tidak berarti menjamin seseorang pasti sudah di puncak kekudusan

Pencurahan Roh Kudus yang dialami dalam Seminar Hidup dalam Roh Kudus, hendaknya tidak dianggap sebagai segala-galanya, yang sudah menghantar kepada puncak kekudusan. ((Lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 15)). Sebab kekudusan merupakan proses yang harus terus diusahakan. Para anggota PKK tetap harus bertumbuh dalam pengenalan akan Allah dan dalam menghadirkan Kristus Sang Pengudus dalam hidup dan perbuatan sehari-hari. Caranya adalah: dengan terus mengusahakan saat teduh setiap hari, dengan mengambil bagian dalam sakramen-sakramen Gereja, bertumbuh dalam komunitas dan pelayanan kepada sesama yang menderita ataupun yang membutuhkan bantuan. KWI mengingatkan kita bahwa jalan kekudusan itu merupakan jalan yang panjang, ((Ibid., 15)) yang senantiasa harus diusahakan. Sebab kekudusan itu berhubungan dengan kesediaan kita untuk menghadirkan Kristus di dalam pikiran, perkataan dan perbuatan kita dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan proses yang melibatkan jatuh bangunnya kita sebagai murid Kristus, dan kesediaan untuk “terus menerus mengarahkan diri kepada Tuhan dengan sikap pertobatan tanpa henti”. ((Lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 37,38.))

4. Mengikuti teladan Bunda Maria

Teladan pemuridan ini secara sempurna kita temui di dalam diri Bunda Maria. Diperlukan kerendahan hati dari kita semua untuk mengakui bahwa betapapun intens pengalaman rohani kita oleh pencurahan Roh Kudus, tidaklah akan dapat dibandingkan dengan kesatuan Bunda Maria dengan Roh Kudus. Bunda Maria telah dinaungi oleh Roh Kudus, sehingga Kristus, Putera Allah dapat menjelma menjadi manusia di dalam rahimnya. Jika pengalaman pencurahan Roh Kudus yang mungkin dialami dalam sekian menit dalam SHDR dapat dianggap sebagai pengalaman rohani yang menakjubkan, bagaimana mungkin itu dapat dibandingkan apalagi disejajarkan dengan pengalaman Bunda Maria, yang mengandung Sang Putera Allah di dalam rahimnya selama 9 bulan, dan hidup bersama dengan Kristus di bawah satu atap selama 30 tahun? Bahkan sejak di kandungan ibunya, St. Anna, Bunda Maria sudah dikuduskan Allah dan tidak bernoda dosa, dan dengan demikian menunjukkan kesatuannya dengan Roh Kudus. Bunda Maria yang dalam keadaan erat bersatu dengan Tuhan-pun tetap menyebut dirinya sebagai “hamba Tuhan” (Luk 1:38), memberikan teladan kerendahan hati, bahwa seberapapun dekatnya kita dengan Kristus Tuhan kita; Ia tetaplah Tuhan kita, dan kita ini adalah ciptaan-Nya.

Itulah sebabnya tak berlebihan jika KWI mengingatkan kepada kita bahwa “Bunda Maria adalah manusia pertama yang secara mendasar adalah ‘orang yang berkarisma’ (lih. Luk 1:28). ((Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 6)) Dengan demikian, tepatlah jika PKK “menemukan teladan dan pembimbing surgawinya dalam diri Santa Perawan Maria.” ((Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 24)). Jika PKK ingin semakin erat bersatu dengan Roh Kudus, maka tak ada teladan yang lebih tepat untuk dicontoh daripada Bunda Maria.

5. Jangan mengejar karunia- karunia

Roh Kudus memberikan karunia pada tiap-tiap orang demi kepentingan bersama, ((lih. 1 Kor 12:7; lih. Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 12)) artinya untuk membangun jemaat (lih. 1 Kor 12:8-10). Karunia-karunia yang disebutkan oleh Rasul Paulus dalam suratnya itu adalah karunia-karunia karismatis. Karena karunia itu sifatnya adalah pemberian yang cuma-cuma, maka tidak dapat dikejar ataupun direbut. ((Lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 16)) Karunia bahasa lidah, yang umum dicurahkan dalam SHDR merupakan suatu cara berdoa dengan bahasa cinta ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 29)), entah itu doa pujian atau permohonan. Betapapun indahnya cara berdoa ini, namun tidak untuk dimutlakkan bagi semua umat. Sebab yang mutlak adalah Roh Kudusnya, dan bukan cara berdoanya. ((Lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 33)) Selanjutnya KWI menghimbau agar penggunaan ‘bahasa Roh’ ini dilakukan secara bijaksana. ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 29))

Karunia selanjutnya adalah karunia nubuat, “yang biasanya merupakan hiburan untuk meneguhkan atau mendorong orang lebih berbakti dalam jemaat” ((Lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 16)). Karunia nubuat memerlukan tafsir dari orang yang mempunyai karunia discernment, yaitu dapat memilah-milah jenis pengaruh Roh dan akibat-akibatnya. Di sini penting peran pemimpin doa yang bijak agar dapat menyampaikan kepada umat yang bersekutu dalam doa tersebut, entah itu penghiburan, peneguhan, ataupun dorongan ke arah yang baik. Nubuat yang sejati mengungkapkan kehendak Allah “pada saat dan tempat tertentu dan perlu selalu diuji oleh umat, melalui orang yang bertanggung jawab. Pada kasus- kasus tertentu karunia ini malah perlu diuji oleh Uskup.” ((Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 28)).

Karunia penyembuhan yang sering menonjol dalam PKK harus diarahkan tidak semata-mata kepada penyembuhan jasmani dan rohani, tetapi kepada penyadaran akan karya Roh Kudus dan kehadiran Kerajaan Allah. ((Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 30)) Selanjutnya perlu disadari bahwa dalam Gereja Katolik penyembuhan yang otentik adalah penyembuhan yang menyeluruh bagi hubungan manusia dengan Tuhan, dan ini terungkap dengan lengkap dalam sakramen-sakramen, terutama sakramen Tobat dan sakramen Pengurapan Orang Sakit. Maka PKK diundang untuk turut menghidupkan kembali perayaan-perayaan kedua sakramen tersebut. Sedangkan sakramen Ekaristi, yang adalah perayaan kurban Kristus di salib demi penebusan kita dan persatuan kita dengan Dia dan dengan sesama, adalah perayaan penyembuhan yang paling utama. Jika dihayati dengan sungguh maka perayaan ini dapat membawa ketenangan hati, kesembuhan rohani dan pemulihan hubungan dengan sesama, ((Ibid.)) sebab kita diarahkan untuk menyadari bahwa Allah memilih jalan Salib untuk menyembuhkan dan memulihkan hubungan antara Allah dan manusia. Maka kitapun diajak untuk dengan tabah memikul penderitaan yang Tuhan izinkan terjadi dalam kehidupan kita, dan menyatukannya dengan penderitaan Kristus, demi keselamatan diri kita sendiri maupun sesama. Dengan cara inilah kita mengambil bagian dalam Salib Kristus, agar dapat mengambil bagian pula dalam Kebangkitan-Nya. Maka Gereja Katolik tidak menekankan hanya kebangkitan dan kemenangan tanpa Salib, sebab Kristus sendiri menunjukkan bahwa Ia memilih Salib untuk sampai kepada kemuliaan-Nya (lih. Ibr 2:10).

KWI mengingatkan kita juga agar tidak terpaku kepada karunia-karunia karismatik yang mencolok, seperti karunia berbahasa Roh dan bernubuat; tetapi kepada buah-buah Roh yang nampak sederhana tetapi penting, yaitu pengendalian diri, kesetiaan, yang nyata dalam disiplin dan ketekunan, dan kebijaksanaan. ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 32)). Tuhan berbicara kepada umat-Nya melalui banyak cara dan membagi-bagikan karunia-Nya seturut kehendak-Nya. Dengan demikian, kita terhindar dari sikap mendesak-desak Tuhan untuk melakukan mukjizat ataupun membagikan karunia-Nya dengan cara yang kita inginkan. ((Ibid.)) Kita perlu menyadari bahwa Allah-lah Sang pemberi karunia, dan karunia karismatik Roh Kudus itu diberikan untuk membangun jemaat (1 Kor 14:12). Maka karunia itu bukan keistimewaan dan teknik tertentu untuk berdoa ataupun melayani umat, namun merupakan cara mewujudkan iman Kristiani. Sebab segala karunia tidaklah berarti jika tidak dibarengi oleh iman, pengharapan dan kasih (lih. 1 Kor 13:4-7).

6. PKK agar setia bertumbuh dalam ajaran iman Katolik

Ada pepatah: “Rumput tetangga nampak lebih hijau daripada rumput dalam halaman rumah sendiri”. Agaknya kita perlu merenungkan juga betapa pepatah ini menjadi relevan bagi umat Katolik yang kerap kurang menghargai warisan iman Gerejanya sendiri. Semoga hal ini tidak terjadi di kalangan PKK.

PKK dapat membuka kesempatan bagi banyak umat Katolik untuk berjumpa dengan umat Kristen non-Katolik. Pertemuan ini dapat membuka kepada dialog yang membangun iman atas dasar saling menghormati. Namun demikian, hal persekutuan ekumenis ini juga perlu diwaspadai, sebab jika tidak diimbangi dengan pemahaman ajaran iman Katolik yang baik, maka dapat terjadi, pihak Katolik itulah yang menjadi terpengaruh, meragukan ajaran imannya, dan bahkan mulai meninggalkan kehidupan sakramental Katoliknya. Ini berlawanan dengan arahan KWI tentang ekumene, yang mengatakan demikian:

“…. ekumene tidak dapat disamaratakan dengan asal berdoa bersama dan menerima apa-apa saja yang dilakukan oleh umat atau gereja lain. Ekumene yang baik memiliki tolok ukur sebagai berikut: pesertanya saling menghargai, memiliki sikap tahu diri yang sehat, serta mengenal tradisi maupun ajaran gerejanya masing-masing. Ekumene dan Pembaruan Karismatik dapat didukung kalau sekaligus mendorong meningkatkan pengetahuan dan pengamalan kebiasaan, maupun prinsip ajaran serta hidup sakramental Katolik.” ((Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 50))

Oleh karena itu KWI menghimbau agar Badan-badan Pelayanan perlu menjaga dan melindungi anggota PKK, terutama mereka yang baru menjadi Katolik, agar tidak mengikuti persekutuan doa ekumenik ((lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 39)), agar terhindar dari kebingungan ataupun keraguan akan iman Katolik.

Maka berikut ini adalah beberapa prinsip yang dapat diterapkan agar PKK dapat menjadi ‘semakin Katolik’:

a. Bersikaplah bijak terhadap ajaran-ajaran non-Katolik.

Kita kerap mendengar bahwa kerabat ataupun sahabat-sahabat kita -yang karena pengaruh persekutuan doa ekumenis- malah meninggalkan penghormatan kepada Bunda Maria dan para orang kudus, dan kurang menghargai sakramen-sakramen Gereja; karena mereka menganggap bahwa semua itu adalah aturan manusia, merupakan ajaran tambahan dari Gereja dan tidak sesuai dengan Kitab Suci. KWI menyadari adanya fenomena ini, bahwa keterlibatan anggota PKK dalam persekutuan ekumenis berpotensi membawa pemisahan, terutama jika memutlakkan Kitab Suci sebagai satu-satunya sumber ajaran iman. ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 29)) Karena perbedaan yang mendasar ini, maka KWI pun mengingatkan agar jangan meminta seorang yang non-Katolik untuk mengajar dalam persekutuan doa umat Katolik ((Lih. Surat Gembala mengenai PKK: Aneka Karunia, Satu Roh, 1993, 30)), karena mau tidak mau, hal ini akan mewarnai pengajarannya yang dapat mempengaruhi penghayatan umat Katolik yang mendengarkannya. Konsekuensi logisnya adalah, bahwa para pengajar Katolik dalam PKK juga selayaknya tidak menimba pengetahuan di luar Gereja Katolik, karena berpotensi memasukkan juga ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran iman Katolik. Maka kesetiaan untuk bertumbuh dalam iman Katolik ini ditunjukkan salah satunya dengan tidak mengadopsi ajaran ataupun tradisi non-Katolik untuk diterapkan di dalam PKK.

Sebaliknya, PKK, terutama para pemimpin dan pewartanya, memiliki tugas untuk semakin ‘mengisi pundi-pundi rohaninya’ dengan pemahaman dan penghayatan akan ajaran iman Katolik. Sebab dalam Gereja Katolik yang telah berdiri selama 2000 tahun, telah tersimpan banyak harta rohani yang dipercayakan kepadanya oleh tuntunan Roh Kudus. Maka sesungguhnya para anggota PKK tidak perlu mencari jauh-jauh untuk menimba pengetahuan ajaran iman di persekutuan-persekutuan doa non- Katolik, karena hal ini sedikit banyak akan berpotensi mengaburkan penghayatan imannya sendiri sebagai seorang Katolik. Kita semua, terutama para pewarta Katolik, perlu mempelajari dan menghayati ajaran Gereja Katolik, agar apa yang diwartakannya tidak berseberangan dengan ajaran Katolik itu sendiri. Beberapa topik krusial yang perlu diwaspadai, contohnya adalah sumber ajaran iman hanya Kitab Suci saja, hanya iman saja yang perlu untuk keselamatan, teologi kemakmuran (asal ikut Tuhan pasti diberkati secara jasmani), berbagai klaim wahyu pribadi, akhir zaman, paham bahwa semua Gereja sama saja, bahwa semua orang berdosa, maka tak ada orang kudus, dan tak ada yang istimewa dari Bunda Maria, tak ada gunanya mendoakan jiwa-jiwa orang meninggal dst. Jika kita merasa bahwa kita kurang memahami tentang ajaran- ajaran ini, sudah seharusnya kita mencari tahu penjelasan dasar-dasarnya dari Gereja Katolik tentang hal ini, dan bukannya menerima begitu saja pemahaman pribadi. Perlu kembali kita ingat di sini bahwa Tuhan Yesus menjamin kuasa mengajar yang tidak mungkin salah, kepada Rasul Petrus, para rasul lainnya dan penerus mereka (lih. Mat 16:18-19, 18:18, 28:19-20), namun tidak kepada semua individu. Hal ini seharusnya menumbuhkan kerendahan hati di setiap umat Katolik untuk tidak menempatkan pemahaman pribadinya di atas ajaran Gereja.

b. Galilah kekayaan iman Katolik dalam Gereja Katolik

“Pewartaan dalam Gereja Katolik bukanlah pewartaan pendapat sendiri melainkan pewartaan Sabda Allah, seperti yang diakui dan diajarkan oleh Gereja Semesta.” ((Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 28)). Sudah saatnya para anggota PKK, terutama para pewartanya, mempelajari dan mendalami ajaran Gereja Katolik, agar yang diwartakan bukan pemahaman pribadi, melainkan ajaran Gereja. Ungkapan pewarta seperti, “Roh Kudus berbicara kepada saya demikian….. ” sejujurnya agak problematik, terutama jika kemudian yang disampaikan malah bertentangan dengan yang diajarkan oleh Gereja yang jelas-jelas sudah dibimbing oleh Roh Kudus selama 2000 tahun. Diperlukan kerendahan hati, terutama dari pihak pewarta, untuk menerima bahwa Roh Kudus juga ‘berbicara’ kepada kita melalui ajaran Gereja untuk menjelaskan Sabda Allah. Hal ini telah teruji selama 2000 tahun mempersatukan Gereja.

Adalah sesuatu yang menjadi ajakan atau bahkan anjuran bagi kita semua umat Katolik, termasuk anggota PKK, untuk mau membaca Katekismus Gereja Katolik atau Kompendium Katekismus Gereja Katolik. Kini bahkan Penerbit Kanisius sudah menerbitkan terjemahan UCat– Katekismus untuk kaum muda. Semoga kehausan kita akan pemahaman Sabda Allah membawa kita untuk mau mempelajari bagaimana Gereja memahami dan mengajarkannya, agar hidup kita semakin dipimpin oleh Sabda Allah itu sebagaimana dikehendaki oleh-Nya.

Demikianlah, pendalaman akan Sabda Allah yang diwartakan Gereja, akan menghantar pada pemahaman bahwa penghormatan kepada Bunda Maria dan para kudus, serta ajaran mengenai sakramen-sakramen Gereja justru merupakan pelaksanaan secara lengkap ajaran Kristus, dan mempunyai dasarnya dari Sabda Tuhan dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci para Rasul. Sebab Tradisi Suci ada lebih dulu dari Kitab Suci dan Kitab Suci itu lahir dari Tradisi Suci. Karena keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu dari Allah, maka Tradisi Suci dan Kitab Suci tak dapat dipisahkan.

Menyadari akan begitu pentingnya peran pewarta dalam PKK, maka KWI mendukung keinginan Badan Pelayan Nasional, Badan Pelayanan Regional dan Badan Pelayanan Keuskupan, untuk menciptakan kader-kader untuk mewartakan Sabda Tuhan secara benar. KWI mendukung keinginan untuk meningkatkan kemampuan para pewarta, entah melalui sekolah pewarta, kerjasama dengan Lembaga Pendidikan Imam, Lembaga Pendidikan Kateketik, dan berbagai pakar, untuk maksud tersebut. ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 46)). Para Moderator mempunyai tugas untuk mengusahakan agar program-program pendidikan peserta maupun pewarta, benar-benar sesuai dengan kebutuhan umat dan selaras dengan ajaran Gereja, sebab pewartaan Gereja adalah pewartaan Sabda Tuhan. ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 41))

c. Jangan mengambil tradisi non-Katolik

Kita memang perlu mengakui, bahwa ada banyak lagu-lagu rohani Kristen non- Katolik yang indah yang dapat membantu untuk mengarahkan ataupun mengangkat hati untuk berdoa. Tentu jika liriknya sesuai dengan ungkapan iman kita, maka lagu-lagu ini dapat dipergunakan dalam persekutuan. Namun, perlu juga diperhatikan, terutama oleh para pemimpin PDKK, agar “tidak mudah mengambil alih kebiasaan dan lagu-lagu yang berasal dari tradisi dan teologi yang tidak sesuai dengan khasanah Gereja Katolik” ((Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 39)). Adalah penting disadari bahwa tidak semua lirik lagu-lagu rohani tersebut sesuai dengan ajaran Gereja Katolik.

Contoh sederhana, misalnya lagu ini:

Abba, kupanggil Engkau ya Bapa
Kau layakkan aku jadi anak-Mu,
memanggil-Mu, Yesus….

Lagu ini enak didengar, namun secara teologis liriknya agak rancu. Sebab kita memanggil Allah Bapa sebagai ‘Bapa’ (sebagaimana dalam doa Bapa Kami), dan Putera-Nya Yesus, sebagai Yesus, dan kita tidak mengacaukan antara kedua-Nya. Kedua Pribadi Allah tersebut tidak sama, walaupun hakekat Keduanya satu dan sama. Jika kita menganggap lagu pujian sebagai doa dan ungkapan iman kita, maka kita perlu memilih lagu dengan lirik yang sesuai, agar menambah pemahaman akan iman kita sendiri.

d. Tumbuhkan penghargaan terhadap sakramen-sakramen dan devosi.

KWI juga menghimbau agar dalam usaha pembinaan iman bagi anggota PKK dipadukan dengan penerimaan sakramen-sakramen. ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 39)) Ini penting, sebab kita sebagai umat Katolik selayaknya menyadari bahwa peran persekutuan tidak dapat menggantikan peran sakramen-sakramen Gereja. Penghayatan akan hidup dalam Roh Kudus selayaknya mendorong kita untuk lebih menghayati sakramen-sakramen, yang melaluinya kita menerima rahmat Allah, yang turun atas kita, karena kuasa Roh Kudus. Terutama di sini adalah sakramen Ekaristi dan sakramen Tobat. ((Ibid., 30))

Demikian pula, peran persekutuan tidak dapat menghilangkan pentingnya doa-doa pribadi dan devosi, termasuk di sini adalah devosi kepada Bunda Maria. Sebab melalui devosi kepada Bunda Maria yang memberi teladan yang sempurna tentang hidup dalam pimpinan Roh Kudus, kita dapat semakin bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Bunda Maria. Maka devosi kepada Bunda Maria perlu semakin dipupuk dengan kasih sejati, dengan cara yang tepat ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 24)), supaya dalam bimbingan Bunda Maria, setiap anggota PKK dapat menghasilkan buah-buah Roh Kudus di dalam hidup sehari-hari.

7. Penutup: Roh Kudus adalah Roh Persatuan

Akhirnya mari senantiasa menyadari bahwa Roh Kudus, yaitu Roh yang senantiasa memperbarui Gereja, adalah Roh Persatuan. ((Lih. Pedoman PKK: Pembaruan Hidup Kristiani sebagai Karisma Roh, 1995, 59)) Maka, segala gerakan pembaruan dalam Gereja selayaknya mempererat persatuan sesama anggota Gereja, dan bukan sebaliknya. Dengan demikian, terpenuhilah apa yang ditulis dalam surat Rasul Paulus tentang karunia-karunia Roh Kudus, yaitu bahwa yang terbesar dari semua karunia tersebut adalah kasih (lih. 1Kor 13:1-13), yaitu kasih yang mempersatukan.

Mari memohon dukungan doa Bunda Maria, Bunda yang selalu menyertai Gereja yang hidup dalam bimbingan Roh Kudus, agar kita semua dapat bertumbuh dalam kasih dalam peziarahan hidup kita, menuju Allah Bapa, dalam kesatuan dengan Kristus dan Roh Kudus.

20 COMMENTS

  1. Dear Katolisitas,

    apakah KKR Katolik (KRK) hanya untuk umat Katolik?
    Bagaimana untuk bisa umat Kristen denominasi lain bisa tertarik untuk datang pada KRK,
    tanpa harus membahas dogma ?

    Terima kasih,
    Robert

    • Shalom Roberts,

      KRK (Kebangunan Rohani Katolik) memang biasanya dihadiri oleh umat Katolik. Namun tentu saja tidak menutup kemungkinan bahwa agama lain dapat menghadiri KRK. Karena acara ini adalah adalah bernafaskan Katolik, tentu saja bukanlah hal aneh, kalau juga dibahas hal-hal yang menyangkut pengajaran Gereja Katolik. Jadi, Anda sebelum Anda datang, silakan mengetahui tentang topik yang dibicarakan. Dan kalau Anda ingin berdiskusi tentang dogma, Anda juga dapat melakukannya di katolisitas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. Sayang sekali moderator disini tidak melihat akibat yang ditimbulkan oleh PDKK ini, mungkin beliau ini adalah salah satu anggotanya yang secara sembrono dan mati-matian membela PDKK.

    [Dari Katolisitas: Kami di Katolisitas tidak membela siapa-siapa, kami hanya menyampaikan apa yang disampaikan oleh Magisterium Gereja Katolik, dalam hal ini oleh KWI, tentang arahan terhadap Gerakan Karismatik Katolik. Kami menyadari bahwa ada sisi positif dan sisi negatif yang ditimbulkan oleh gerakan ini, sebagaimana pernah kami ulas di artikel ini, silakan klik. Mungkin Anda belum pernah membacanya, sehingga Anda mengambil kesimpulan sedemikian terhadap kami.]

    Secara legalitas ya memang boleh, tapi apa Paus bisa tahu akibatnya, mana ada laporan yang sampai ke Paus yang jelek-jelek. Saya sendiri adalah bekas pengikut karismatik di tahun 80 an masih awal. Saya juga yang dengan susah payah menarik keluar orang tua dari PDKK karena sudah terkontaminasi oleh protestanisme, ini tidak gampang. Om saya saya dengar juga sudah keluar, ini kelas berat, tapi syukur kepada Allah dia bisa lepas, pandangannya sudah parah karena menjadi materialis, idolanya adalah bo sanchez yang kaya raya, akhirnya ada anaknya yang masuk protestan.
    Ini baru kisah keluarga saya, belum lagi yang lain, anda tidak sadar karena mungkin anda adalah pengikut setia PDKK, harus diakui PDKK banyak duit karena para boss suka sekali dengan PDKK yang gegap gempita dan penuh percaya diri jika tampil dimuka umat, dapat tepuk tangan dsb, berlawanan dengan semangat kemiskinan dan pertobatan dari ajaran yang benar Gereja Katolik.

    semoga tersadarkan. May Lord open your heart.

    [Dari Katolisitas: Kalau Anda melihat hal-hal yang buruk karena PDKK, silakan Anda sampaikan kepada pihak KWI ataupun keuskupan, atau silakan juga mengisi di twitter Vatikan. Kami percaya Paus tidak hanya menerima informasi yang baik-baik saja tentang suatu gerakan gerejawi, termasuk PDKK ini. Maka sampaikan saja uneg-uneg Anda. Kami di Katolisitas tidak mempunyai wewenang apapun sehubungan dengan PDKK di Indonesia, apalagi di dunia. Kami hanya menyampaikan fakta, bahwa 1) memang ada efek positif dan efek negatif dari keberadaan PDKK ini; 2) pihak otoritas Gereja Katolik di Indonesia mengacu kepada sikap Vatikan, berusaha mengarahkan PDKK agar berkembang dalam kesatuan arah dan ajaran Gereja Katolik, agar dapat diperoleh manfaat yang positif bagi perkembangan Gereja]

  3. Dear team katolisitas,

    Ada pendapat sbb:
    1. Misa novis ordo = misa protestan.
    2. Karismatik Katolik itu sesat meskipun Gereja saat ini tidak melarang keberadaannya.

    Dua pendapat tersebut disampaikan oleh org Katolik sendiri yg katanya didukung oleh Romo pembimbingnya.
    Bagaimana menurut team katolisitas?

    Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

    [Dari Katolisitas: Sebagai anggota Gereja Katolik, baik umat maupun imam, seharusnya mempunyai ketaatan kepada apa yang telah diputuskan ataupun diarahkan oleh Magisterium Gereja Katolik. Gerakan Karismatik Katolik diterima oleh Magisterium sebagai salah satu gerakan gerejawi. Silakan membaca artikel di atas, silakan klik. Tentang apa yang dikatakan para Paus tentang Gerakan Karismatik Katolik, klik di sini. Tentang Apakah Gerakan Karismatik Katolik itu sesat?, klik di sini.]

    Salam,
    Jakobus Wiguna.

    • Dear team katolisitas,

      Terima kasih atas tanggapannya. Berarti saya paham sekarang, kalau ada pastor/imam Katolik yg mengatakan bahwa karismatik Katolik itu sesat, berarti beliau tidak perlu didengarkan karena tidak sesuai dengan Gereja.

      Saya pribadi paham bila ketidak sukaan seseorang itu atas dasar gaya/syle berdoa/bernyanyi, dan memang tidak ada yg mengharuskan umat Katolik HARUS SUKA (gaya) dan HARUS IKUT kegiatan karismatik Katolik….tapi ketika dia/situs web/bahkan ada pastor Katolik mengatakan bahwa karismatik Katolik itu sesat, itu tuduhan serius kepada Magisterium.

      Terima kasih atas perhatiannya.

      [Dari Katolisitas: Dapat terjadi seseorang mengatakan demikian karena belum pernah membaca apa yang telah dikatakan oleh Magisterium tentang hal ini. Umumnya jika seseorang sudah membaca, dan jika ia mempunyai ketaatan kepada Magisterium, maka ia tidak akan berkata demikian.]

      • Dalam komentar anda yang ini:
        “Terima kasih atas tanggapannya. Berarti saya paham sekarang, kalau ada pastor/imam Katolik yg mengatakan bahwa karismatik Katolik itu sesat, berarti beliau tidak perlu didengarkan karena tidak sesuai dengan Gereja.”
        saya melihat ada semacam arogansi pribadi anda karena menganggap tak perlu mendengarkan kata-kata seorang imam.

        Saya tak mengatakan bahwa semua imam itu pasti benar dalam semua perkataannya… seperti halnya prinsip Infallibilitas juga tak memosisikan Paus ataupun uskup-uskup selalu benar dalam semua hal karena tentu tak ada seorangpun di antara kita yang ahli dalam semua hal.

        Namun menuliskan pendapat anda yang tak menyetujui pendapat ekstrem seorang imam (jika memang benar beliau menyatakan seperti yang anda nyatakan) dengan pernyataan “tak perlu didengarkan” itu terdengar amat tendensius dan seolah tak menganggap penting beliau,

        Sorry to say, tapi menurut saya sikap anda dan sikap imam itu sepertinya sama-sama tidak “charitable”

    • @Jakobus Wiguna;
      Sejujurnya, saya pernah membaca polemik atau perdebatan anda di suatu grup dalam sebuah social media tentang pro-kontra PDPKK.
      Dan saya mendapat kesan bahwa baik anda maupun yang bersangkutan sepertinya telah terjebak ke dalam ekstremitas dalam menyikapi soal PDPKK. Di satu sisi anda terkesan amat membela PDPKK dengan sikap Indifferentisme tanpa mau memahami posisi “lawan” diskusi anda (silakan koreksi jika saya salah menangkap kesan sikap anda).
      Tapi harus saya tegaskan pula bahwa amat disayangkan ada sebagian orang seperti lawan diskusi anda yang menggeneralisasi seolah semua PDPKK salah dan seolah semua pengajar PDPKK menyesatkan.
      Dan yang lebih disayangkan lagi adalah mereka secara gegabah mengaitkan antara PDPKK dengan Novus Ordo yang sama-sama dituduhkan sebagai “buah busuk Konsili Vatika II”… Bahkan sebagian dari mereka yg menentang legalitas Misa Novus Ordo itu menganggap diri mereka “lebih Katholik” daripada yang ikut PDPKK.
      Secara salah pula, orang-orang semacam itu memosisikan diri sebagai Tradisionalis sehingga hal-hal yang terjadi pasca Konsili Vatikan II mereka anggap melenceng.
      Bagi saya, mereka bukanlah Tradisionalis sejati karena mereka tidak dengan ketaatan mengikuti arahan Magisterium Gereja dalam menyikapi PDPKK.
      Menurut saya, orang-orang yang menganggap PDPKK itu mutlak salah telah SAMA-SAMA terjebak ke dalam kesombongan rohani dengan orang-orang yang menganggap bahwa ikut PDPKK itu lebih kudus daripada yang tidak ikut PDPKK .

  4. Syalom,
    Seharusnya kita sama-sama percaya dan mengakui tubuh Kristus, sehingga kita juga dikenal dan di akui oleh Kristus.

    Salam sejahtera selalu,
    Pardohar

  5. Yth Katolisitas,
    Saya seorang awam katolik Indonesia yang berdomisili di Melbourne, Australia. Saya tidak merasa istimewa, tetapi merasa sebagai katolik yang tradisionil. Saya juga tidak mengerti dan tidak mengikuti kegiatan PKK yang mungkin ada di Melbourne. Saya hanya mengamati dari jauh dan mendengar komentar dari orang-orang lain, misalnya,
    – Apakah betul bahwa pengikut PKK ini harus taat kepada pemimpinnya saja. Kebutuhan spiritual hanya boleh bersumber dari kelompoknya saja?
    – Terjadi pengiriman kontribusi / kolekte ke kelompoknya di Indonesia?
    Saya kebetulan pernah terjun menjadi anggauta Parish Pastoral Team di paroki setempat. Saya menyadari betul, tantangan paroki baik dalam bidang liturgi maupun perlayanan kepada orang-orang yang membutuhkan. Donasi uang menjadi sangat penting seperti melayani orang yang disable, tuna wisma ,membantu paroki yang miskin termasuk misionaris. Saya sedih melihat banyak orang migran Indonesia yang tidak mau peduli lagi dengan paroki setempat, tetapi hanya mengacu kepada kelompoknya di Indonesia.
    Saya juga kebetulan pernah kursus teologi. Saya sangat bangga dan berterima kasih kepada dosen-dosennya. Mereka berhasil menjadikan siswa-siswanya,dewasa, rendah hati dan independent. Sang dosen tidak membuat murid-muridnya terus tergantung dari gurunya, tetapi percaya diri dalam mengarungi kehidupan spiritualnya masing masing.
    Saya tidak mengerti kalau ada umat Indonesia yang menetap di luar negeri, menginginkan guru spiritualnya untuk ‘melayani’ mereka sampai datang dari Indonesia. Apakah gereja Katolik tidak apostolik lagi? Tiap negara pengajarannya berbeda satu sama lain; atau ada perasaan superiority complex?
    Saya sedih dan prihatin kalau pertanyaan saya diatas betul terjadi.
    Semoga saja concern saya hanya rumor dan informasi yang diterima salah.
    Salam, Ben.

    • Shalom Benjamin,

      Setiap umat Katolik mempunyai kewajiban untuk taat kepada otoritas Gereja Katolik, yaitu Gereja lokal tempat di mana ia berdomisili, yang menjadi bagian dari Gereja universal, yang dipimpin oleh Paus. Nah, maka ketaatan yang disyaratkan ini adalah ketaatan kepada hirarki Gereja (Paus, Uskup, imam, diakon tertahbis). Jika pemimpin PKK ini taat kepada hirarki Gereja, maka ketaatan umat kepada pimpinan PKK ini juga sejalan dengan ketaatan kepada hirarki. Oleh karena itu penting bagi pemimpin PKK untuk berada dalam ketaatan dan kesatuan dengan hirarki.

      Sejauh yang saya ketahui tidak ada keharusan bagi suatu komunitas PKK di luar negeri untuk memberi kontribusi kepada kelompok PKK di Indonesia. Jika itu dilakukan, sifatnya sukarela, dan tidak mengikat dengan jumlah tertentu.

      Anda benar, bahwa sebaiknya meskipun umat Indonesia yang tinggal di luar negeri ingin berkomunitas dengan sesama umat dari Indonesia, tentu itu boleh saja, namun jangan sampai mengabaikan interaksi dengan komunitas Katolik setempat. Ajaran Gereja Katolik di mana-mana sama, pegangannya ya Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium, atau yang secara sintesis ditemukan dalam Katekismus.

      Sejauh yang saya ketahui, jika umat Indonesia ingin mendatangkan pembicara dari Indonesia, itu antara lain karena masalah bahasa. Mereka ingin memperoleh pengajaran iman dalam bahasa yang mereka pahami sepenuhnya. Karena dari pengalaman saya tinggal di luar negeri (3 tahun di Filipina, 3 tahun di Singapura dan 4 tahun di Amerika), memang ada sejumlah orang dari generasi yang lebih tua, lebih ‘familiar’ dengan bahasa Indonesia, daripada dengan bahasa Inggris, walaupun tinggal di negara yang menggunakan bahasa Inggris. Jadi sejauh yang saya ketahui, nampaknya bukan problem superiority complex.

      Maka, mari janganlah terlalu berprasangka negatif. Jika Anda mengenal orang-orangnya, silakan saja Anda sampaikan concern Anda dengan motivasi kasih, sebab berbaur dengan komunitas setempat itu juga sangat membangun iman kita. Sejujurnya komunitas setempat juga akan senang jika ada orang-orang Indonesia yang terlibat, sebab umumnya membawa warna dan suasana yang posistif bagi mereka juga. Dari apa yang saya alami, saya menjumpai orang- orang Indonesia yang tinggal di luar negeri juga aktif di kegiatan komunitas lokal/ paroki setempat, disukai di paroki tersebut, karena membawa suasana keakraban.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Terima kasih atas komentar yang simpatik dari ibu Ingrid. Saya setuju dengan ibu, soal bahasa untuk generasi tua. Tapi untuk yang relatif muda, tentu hal ini mungkin tidak terjadi. Yang juga ingin saya kemukakan adalah perubahan sikap dari ingin dilayani menjadi yang melayani. Banyak umat begitu ‘malas’ untuk meningkatkan kehidupan spiritualnya, sampai sampai untuk injilpun ingin dibacakan oleh orang lain. Padahal ‘ladang-Nya’ ada di depan mata, di sekitar kita sendiri. Sebaiknya kita berhati-hati jangan sampai terperosok, menjadikan kegiatan spiritual hanya untuk pen-citraan (imaging) diri sendiri saja, tetapi betul-betul sebuah pelayanan yang sejati.
        Salam dan hormat,
        Ben

        [Dari Katolisitas: Terima kasih atas masukan Anda. Semoga dapat menginspirasikan para pembaca Katolik yang kebetulan tinggal di luar negeri, agar juga aktif terlibat dalam komunitas lokal (paroki tempat mereka berdomisili) dan agar mempunyai semangat melayani dan bukan dilayani]

  6. maaf saya sebelumnya pernah mengikuti retret yg d adakan oleh kharismatik.akan tetapi dalam retret tersebut,sangat kental sekali dengan cara kebaktian umat kristen.d situ saya kurang bisa menerima acara tersebut.karna dalam hati saya ada lain dalam retret tersebut.lalu apakah saya berdosa apabila dalam mengikuti retret tersebut saya benar2 kurang bisa menghayati nya.karna tidak seperti biasa nya dalam retret katolik

    • Shalom Rocky,
      Pertama-tama perlu diluruskan di sini, bahwa Gereja Katolik itu juga Kristen, malah Kristen dalam arti yang sepenuhnya, karena mengajarkan keseluruhan ajaran Kristus. Silakan membaca di artikel ini, silakan klik. Mungkin maksud Anda adalah, bahwa retret yang Anda ikuti itu mempunyai kemiripan dengan kebaktian Kristen non-Katolik. Tentang hal ini, saya tidak dapat terlalu jauh berkomentar, sebab saya tidak mengikuti retret itu, maka dapat terjadi itu memang kesan Anda, yang belum tentu sama dengan kesan seluruh peserta retret tersebut. Namun demikian, sebagaimana disampaikan di atas, gerakan Karismatik merupakan salah satu dari sekian banyak gerakan gerejawi lainnya dalam Gereja Katolik, sehingga jika Anda tidak dapat berdoa dengan cara mereka berdoa, maka tentu Anda dapat memilih cara berdoa yang lain secara Katolik, yang lebih pas buat Anda. Silakan untuk selanjutnya Anda mengikuti retret yang tidak diadakan oleh kelompok karismatik. Anda tidak berdosa atau bersalah dalam hal ini. Cara berdoa secara karismatik itu hanya salah satu cara berdoa dalam Gereja Katolik, dan bukan sesuatu yang mutlak harus diikuti oleh semua umat Katolik. Jika Anda lebih suka berdoa dengan tenang dan kontemplatif, itu juga baik, bahkan sangat baik. Sejujurnya, jika suatu kelompok karismatik Katolik ingin menjadi semakin Katolik, sudah selayaknya mereka memasukkan juga unsur meditatif/ hening dalam persekutuan doa mereka.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • “maaf saya sebelumnya pernah mengikuti retret yg d adakan oleh kharismatik.akan tetapi dalam retret tersebut,sangat kental sekali dengan cara kebaktian umat kristen.”

      Saudara Rocky, sebaiknya kita mulai meninggalkan kebiasaan untuk membedakan antara Katolik dan Kristen seperti kedua istilah itu bertentangan.
      Maksud saya begini, sering ada kerancuan dalam penyebutan yang mempertentangkan antara Katholik dan Kristen, seperti Gereja Katholik itu bukan Kristen.

      Penyebutan yang benar adalah, Gereja itu ya Katholik dan sekaligus Kristen.
      Kristen berasal dari istilah Christian yang berarti Pengikut Kristus. Dan Katholik tentulah Pengikut Kristus karena didirikan langsung oleh Kristus Yesus di atas Petrus, dan Gereja Kristus yang Satu inilah yang memiliki karakter Universal (Katholiki).

  7. Semoga Gerakan Karismatik di Gereja Katolik, dapat mengikuti arahan yang benar seturut arahan KWI dan menggali deposit iman Gereja Katolik yang begitu kaya.
    Cukup banyak oknum yang membuat saya kecewa dengan Gerakan Karismatik, seperti yang dijelaskan di artikel ini dan hal lainnya (penolakan devosi Bunda Maria, Persekutuan Doa menggantikan Perayaan Ekaristi, pembaptisan ulang dengan Roh, Sola Scriptura, Sola Fide, pengucapan penerimaan Tuhan Yesus sebagai juru selamat pribadi yang seolah-olah menggantikan pembaptisan, rasa superioritas Gerakan Karismatik).
    Sehingga mereka ini Katolik, tetapi ajaran yang mereka anut adalah Protestanisme aliran Pentakostal.
    Semoga dengan adanya arahan melalui artikel ini membuat Gerakan Karismatik sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, khususnya untuk semakin mencintai Ekaristi, dan Gerakan Karismatik bukan menjadi duri dalam daging lagi.

    • Bro, kekecewaan atau kepahitan itu dapat kita temukan dalam semua kelompok.
      Bahkan kepahitan juga bisa kita jumpai pada pribadi…
      Namun tentu sikap yang lebih bijak jika kita mengalami kekecewaan justru bukan dengan menjauhi.
      Tuhan kita Yesus Kristus tentu beberapa kali kecewa dengan Santo Petrus yang pernah menarik-Nya ke pinggir saat Tuhan menubuatkan kesengsaraan-Nya, yang tertidur saat diajak menemani-Nya berdoa di Taman Zaitun, bahkan menyangkal-Nya sampai 3 kali. Tentu dalam kemanusiaan-Nya Yesus Kristus kecewa dengan Petrus dan para murid, tapi Dia tak menjauhi atau meninggalkan.

      Adalah fakta bahwa ada banyak orang dalam PDPKK yang mengecewakan; namun fakta juga bahwa tak sedikit orang-orang yang mengaku sebagai Tradisionalis ternyata juga bisa mengecewakan.
      Saat Papa Emeritus Benedict XVI memberikan panggilan pulang kepada orang-orang di SSPX dan mereka menolak mentah-mentah panggilan pulang Papa Ben, tentu saya yakin ada kekecewaan yang timbul.

      Jadi, kepahitan dan kekecewaan itu ada di mana-mana…
      Tinggal sekarang bagaimana kita mau menyikapinya…. Apakah kita mau menyikapi dengan bijak atau malah sama-sama terjebak dalam egosentrisme….

      God Bless you and see you again in BB chat

  8. Artikel yang sungguh hebat.
    Kalimat kalimat dan pilihan kata dari KWI sungguh bijak namun juga tegas.
    Saya paling suka terutama poin 4 (mengikuti teladan Bunda Maria). Jadi sadar bahwa kita tidak boleh sombong karena Bunda Maria sendiri yang penuh dengan Roh Kudus, tanpa dosa, mengandung dari Roh kudus, rahimnya didiami Yang Maha Kudus selama 9 bulan lebih, hidup serumah dengan yang Maha kudus selama 30 tahun, namun Maria tetap rendah hati.
    terima kasih atas artikel yang bagus ini.

  9. Dear Katolisitas… saya ingin bertanya..
    saya awam katolik.. saat ini saya barusaja mengikuti persekutuan karismatik diwilayah keuskupan gereja saya, yakni pendalaman kitab suci dan evangelisasi bernama KEP dan juga ada pendalaman kitab suci dan evangelisasi untuk dewasa bernama SEP, dimana itu adalah buah devisi dari pihak karismatik gereja dan dilihat secara ardas dan ajaran dalam buku penunjangnya memang tidak bertolak belakang dengan ajaran gereja katolik..

    namun,saya ingin bertanya beberapa hal terkait tata laksana misa KEP saya, karena saya sendiri masih bingung. kenapa tata laksana misanya bisa berbeda sekali dengan tahap ekaristi dengan gereja katolik umumnya.. malah lebih mirip misa dari gereja sebelah, yang saya tanyakan:

    1. apakah boleh menyanyikan lagu ekaristi gereja dengan mengambil lagu dari puji syukur dalam misa Karismatik ?? karena selama di KEP sendiri yg saya tahu malah menyanyikan lagu2 yg asing buat saya sebagai umat katolik dan yang saya tahu itu adalah lagu2 dari gereja sebelah..
    contoh: lagu bapa sentuh hatiku dan allah peduli dari maria shandi

    2. apakah boleh melakukan ekaristi dan perjamuan suci selama misa di Karismatik dengan mendatangkan romo dari gereja paroki ?

    3. dalam misa karismatik biasanya ada lantunan tentang bahasa roh.. saya sendiri tidak mengerti apa maksudnya.. dan menurut tim katolisitas apakah hal tersebut juga diajarkan dalam gereja katolik.. karena menurut hemat saya.. romo2 yg dalam gereja tidak pernah ekaristi dengan menggunakan bahasa2 roh yg sangat asing di telinga saya tsb..??

    terima kasih.. syalom

    • Shalom Yosef,

      1. Apakah boleh menyanyikan lagu Ekaristi dengan mengambil lagu dari Puji Syukur dalam Misa Karismatik?

      Tentu saja boleh. Sesungguhnya lagu- lagu dari buku Puji Syukur adalah lagu-lagu liturgis, maka lagu-lagu tersebut malah adalah lagu-lagu yang lebih sesuai untuk dinyanyikan dalam perayaan Ekaristi, daripada lagu-lagu pop rohani. Jika kita mengikuti ketentuan liturgis, malah seharusnya lagu-lagu pop rohani itulah yang sebaiknya tidak dinyanyikan pada saat perayaan liturgis. Lagu-lagu pop rohani tersebut lebih cocock untuk dinyanyikan dalam pertemuan persekutuan doa. Tentang hal ini, silakan membaca di artikel ini, silakan klik.

      Maka, silakan menyanyikan lagu dari Puji Syukur, mungkin dengan cara menyanyikan ataupun dengan arransemen yang lebih menarik dan hidup, sehingga Misa Karismatik tersebut tetaplah bernuansa Karismatik, tetapi juga tetap Katolik.

      Selanjutnya tentang Misa yang diadakan untuk kelompok Karismatik, pernah ditanggapi oleh Rm. Boli Ujan, SVD, sebagai berikut, silakan klik

      2. Apakah boleh melakukan Ekaristi dan perjamuan suci selama misa di Karismatik dengan mendatangkan romo dari gereja paroki?

      Mari kita pahami di sini, bahwa perayaan Ekaristi adalah perayaan perjamuan suci. Maka mari jangan memisahkan antara keduanya.

      Selanjutnya, kita ketahui bahwa perayaan Ekaristi hanya dapat dipersembahkan oleh imam/ romo, baik itu romo dari keuskupan/ KWI ataupun romo Paroki. Jika imam yang mempersembahkan perayaan Ekaristi itu dari luar paroki, maka beliau perlu meminta izin kepada romo paroki untuk mempersembahkan Misa di paroki tersebut. Sedangkan kalau romo yang mempersembahkan Misa itu adalah romo paroki itu sendiri, tentu itu sudah menjadi bagian dari tugasnya sebagai imam di paroki tersebut.

      Jadi, menjawab pertanyaan Anda, maka apakah boleh meminta Romo paroki untuk memimpin Misa Karismatik yang diadakan di parokinya, tentu saja boleh. Walaupun Romo tersebut mungkin tidak aktif dalam kegiatan Karismatik, tetapi oleh rahmat Baptisan, Krisma, dan khususnya Tahbisan suci yang diterimanya, ia sesungguhnya adalah seseorang yang karismatik. Dan sebagai seorang imam yang sah, ia dapat memimpin perayaan Ekaristi, yang pada dasarnya sama saja, walaupun diadakan oleh kelompok umat yang berbeda- beda.

      3. Bahasa roh di Misa Karismatik?

      Jika kita mengikuti ketentuan liturgi, memang sebaiknya tidak melantunkan bahasa roh di dalam perayaan Ekaristi kudus.

      Selanjutnya, silakan membaca tanggapan kami kepada pertanyaan serupa, klik di sini.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  10. Artikel ini amat membantu pemahaman umat tentang PKK. Mungkin ada juga umat2 yang masih ragu tentang PKK terutama sekali umat2 yang ragu kepada para religius yang terbuka kepada karya PKK.. Para Suster Putri Karmel & para Frater CSE adalah salah satu kongregasi religius yang juga amat terbuka dengan spiritualitas PKK ini. Namun, para religius kongregasi tersebut selalu mengingatkan umat untuk menggali kekayaan Gereja Katolik dan tidak hanya mengejar karunia-karunia tetapi terus taat sepenuhnya kepada iman Katolik.

Comments are closed.