Saudara-saudari terkasih dalam Kristus,
Pada hari ini, kita diberi kesempatan untuk merenungkan kedalaman kasih dan keadilan Tuhan dalam hidup kita. Seperti yang kita baca dari injil Matius, pesan Tuhan begitu jelas: Dia adalah Tuhan yang penuh kasih, namun juga penuh keadilan. Di dalam Dia, kasih dan keadilanNya selalu sejalan.
Paus Fransiskus, dalam salah satu homilinya, mengingatkan kita bahwa “Hukum Tuhan diberikan agar kita mencintai dengan lebih sempurna, bukan untuk menekan kita.” Ini adalah pengingat bahwa dalam setiap hukum dan perintah Tuhan, inti dari semuanya adalah kasih. Terutama, keserasian sempurna akan keadilan dan kasih Tuhan sangatlah nyata dalam wujud Sakramen Pengakuan Dosa dan Rekonsiliasi. Nah, inilah kuasa yang diberikan oleh Tuhan Yesus sendiri kepada para rasul dalam kuasa mengikat dan melepas di injil Matius. Melalui kuasa Tuhan Yesus sendiri, para rasul dan penerus nya, memiliki kuasa di dalam nama Kristus untuk memberikan pengampunan kepada umat yang datang di dalam pertobatan.
Dalam sakramen ini, kita tidak hanya diberi kesempatan untuk mengakui dosa-dosa kita, tetapi juga untuk merasakan kasih dan pengampunan dari Tuhan. Seperti yang Santo Yohanes Paulus II katakan, “Pengakuan Dosa adalah pertemuan dengan Kasih yang selalu memaafkan.”
Saya pun me-refleksikan kisah pertobatan saya sendiri dan betapa seorang santo dan guru Gereja melalui kesaksian iman nya membimbing dan meyakinkan saya akan kekuatan kasih dan transformasi dari pengakuan dosa yang tulus.
Ketika pertama kali membuka halaman dari “Pengakuan” (Confession) Santo Agustinus, saya tidak menyangka akan dampak mendalam yang akan diberikannya pada perjalanan saya menuju penyembuhan dan pertobatan. Ketika saya menyelami narasi yang dia tuliskan, saya sungguh tersentuh oleh kejujuran di mana Santo Agustinus menggambarkan rinci kehidupannya di masa lalu. Kata-katanya menggambarkan gambaran jelas tentang jiwa yang, meskipun diterpa oleh kesombongan dan kesalahpahaman tentang kasih dan kesucian Tuhan yang sebenarnya, pada akhirnya mampu menemukan kedamaian dalam Tuhan yang selama ini dia salah pahami.
Membaca refleksi pribadi Agustinus, saya merasakan kedalaman pergulatan dan kesalahan yang dia alami, mengingatkan saya pada tembok kesombongan dan ketidaktahuan yang telah saya bangun di sekitar hati saya sendiri. Terinspirasi oleh kerentanannya dan kerendahhatiannya, saya merasa terdorong untuk melakukan pengakuan menyeluruh ( general confession), suatu pengakuan dosa yang membentang dari masa kecil saya yang polos hingga kerumitan masa dewasa saya. Itu adalah tindakan penyerahan total, yang terinspirasi oleh perjalanan transformatif Agustinus.
Ketika saya memulai pengalaman sakramental yang mendalam ini, hati saya bergema dengan pernyataan Santo Agustinus, “Engkau telah menciptakan kami untuk Engkau sendiri, ya Tuhan, dan hati kami akan gelisah sampai mereka beristirahat dalam Engkau.” Dengan rasa percaya yang dalam ini, saya mendekati rahmat Tuhan, percaya bahwa Dia tidak hanya akan menghapus pelanggaran saya tetapi juga menghidupkan kembali kehidupan baru di dalam saya.
Pengakuan secara rutin kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas spiritual saya. Ini bukan tentang kesombongan spiritual atau kewajiban ritualistik, melainkan tentang kedamaian, kekuatan, kebahagiaan, dan penyembuhan yang saya rasakan setelah setiap sakramen rekonsiliasi. Setiap pengakuan menjadi pengingat bahwa, seperti Santo Agustinus, kita semua memiliki potensi untuk diperbarui dan ditransformasi oleh kasih dan rahmat Tuhan yang tak terbatas.
Banyak dari kita mungkin merasa ketakutan dan malu saat mendekati Sakramen Pengakuan Dosa. Namun, kita harus selalu mengingat bahwa Tuhan tidak melihat kita melalui dosa kita. Dia adalah Mesias yang terluka, justru agar Dia dapat menyembuhkan luka dalam diri kita yang disebabkan oleh dosa. Di saat-saat kita merasa telah “baik-baik saja”, marilah kita merenung dan merendahkan hati. Kita harus menyadari betapa miskinnya roh kita di hadapan Tuhan yang sempurna. Sakramen ini tidak hanya menyembuhkan, tetapi juga menguduskan kita.
Selain itu, kita harus menyadari bahwa dosa kita mengaburkan dan menghalangi anugerah Tuhan untuk bersinar dalam hidup kita. Tuhan ingin memberikan lebih banyak lagi anugerah bagi kita, namun Dia tidak bisa ketika anugerah itu dihalangi oleh dosa yang kita enggan untuk mengakui dan serahkan. Sebagai umatNya, kita harus selalu memiliki sikap percaya, berserah, dan mempercayai belas kasih dan kasihNya yang tak berkesudahan.
Oleh karena itu, marilah kita selalu mendekati Sakramen Pengakuan Dosa dan Rekonsiliasi dengan hati yang terbuka dan siap menerima kasih Tuhan. Marilah kita selalu mengingat bahwa kasih adalah inti dari segala ajaran dan perintah Tuhan. Dan di atas segalanya, marilah kita selalu hidup dalam kasih, karena seperti yang dikatakan dalam surat kepada jemaat di Roma, “Kasih adalah penggenapan dari hukum.”
Semoga refleksi hari ini dapat membawa kita semakin dekat dengan hati Tuhan yang penuh kasih dan belas kasih, dan semoga kita selalu membiarkan kasihNya membimbing kita dalam setiap langkah kita.