Pertanyaan:
salam kasih
mengikuti misa lebih dari empat tahun saya memperhatikan dan saya pun melakukannya, mengapa tidak ada satu jemaat pun yang bawa alkitab? apakah jemaat sudah mempercayakan perkatan firman Tuhan kepada magisterium? sehingga tidak perlu bawa alkitab?kenapa kotbah misa selalu membicarakan tentang kasih, tolong menolong atau lebih banyak kepada pemberitaan moral? saya masih beruntung bangun pagi atau malamnya masih membaca alkitab sehingga saya lebih puas.
Riswan Adrian
Jawaban:
Shalom Riswan,
1. Kalau anda mau membawa Kitab Suci ke gereja pada saat Misa Kudus, itu adalah sesuatu yang baik. Silakan anda melakukannya. Kalau di gereja saya, Kitab Suci disediakan di belakang gereja, jadi umat dapat turut ‘meminjam’ dan membacanya, pada saat liturgi Sabda. Tetapi sebenarnya, yang terbaik adalah anda membaca dan merenungkan bacaan Kitab Suci yang akan dibacakan dalam Misa Kudus, sebelum anda mengikuti Misa Kudus. Misalnya, sebelum anda mengikuti Misa hari Minggu anda sudah membaca dan merenungkan bacaan Misa Kudus pada hari Sabtu malam atau dalam doa pribadi anda di pagi hari Minggu sebelum Misa. Ini adalah salah satu cara mempersiapkan diri untuk mengikuti Misa Kudus, supaya anda dapat lebih menghayatinya. Cara membaca dan merenungkan Kitab Suci yang diajarkan oleh Gereja Katolik di antaranya adalah dengan Lectio Divina, seperti yang pernah dituliskan di sini, silakan klik.
Sungguh, jika anda sudah melakukan hal ini, maka pada hari Minggu, walaupun anda tidak membawa Alkitab ke Misa, namun Sabda Tuhan itu sudah meresap di dalam hati anda. Homili yang akan anda terima akan jadi semacam peneguhan atupun tambahan yang memperkaya pemahaman anda akan teks Kitab Suci yang sudah anda renungkan. Tentang langkah selanjutnya untuk mempersiapkan diri sebelum mengikuti Misa Kudus, silakan klik di sini.
Untuk mengetahui bacaan Misa Kudus untuk setiap hari, silakan klik di kalender liturgi. Atau di situs ini, silakan klik.
2. Jadi jika umat Katolik tidak membawa Alkitab pada Misa Kudus, tentu bukan karena Alkitab itu tidak penting bagi umat, ataupun karena firman Tuhan itu hanya untuk Magisterium. Lha, ini pandangan yang keliru. Sebab Gereja Katolik dalam Katekismus mengajarkan:
KGK 133 Gereja “menasihati seluruh umat Kristen dengan sangat, agar melalui pembacaan Kitab Suci Ilahi yang kerap dilakukan, sampai kepada ‘pengenalan Yesus Kristus secara menonjol’ (Flp 3:8). ‘Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus’ (Hieronimus, Is. prol.)” (Dei Verbum 25).
Mungkin terjemahan bahasa Inggrisnya lebih jelas, demikian:
CCC 133 The Church “forcefully and specifically exhorts all the Christian faithful…. to learn ‘the surpassing knowledge of Jesus Christ,’ by frequent reading of the divine Scriptures. ‘Ignorance of the Scriptures is ignorance of Christ’ ” (Dei Verbum 25).
Maka umat diajarkan untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci. Kalau ada orang Katolik yang tidak rajin membaca Kitab Suci, itu adalah kesalahan di pihak orang tersebut; dan bukan karena Gereja Katolik menyetujui demikian. Bahwa kerinduan untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci itu harus ‘digalakkan’ di tengah umat, itu benar. Dan untuk ini perlu didorong juga oleh pastur paroki dan seksi Kitab Suci dan Katekese di paroki maupun wilayah, ataupun kegiatan komunitas yang lain seperti Pendalaman Kitab Suci, Kursus Evangelisasi ataupun Persekutuan Doa.
Jika umat tidak membawa Kitab Suci pada saat Misa, namun ia sudah merenungkannya di rumah, itu malah efeknya terhadap kehidupan kerohanian lebih besar daripada membawa Kitab Suci ke gereja, tapi sebelumnya belum membacanya. Silakan anda terapkan anjuran ini, dan alamilah perbedaannya. Selanjutnya, memang Gereja Katolik menganjurkan agar umat Katolik membaca Kitab Suci dengan terang Roh Kudus yang sama dengan terang Roh Kudus pada saat kitab itu dituliskan, sehingga di sini bimbingan dari Magisterium sangatlah penting; karena Magisterium menjelaskan segala ajaran yang berkaitan dengan iman dan moral sesuai dengan pengajaran para Rasul dan para Bapa Gereja dari abad- abad awal. Ini penting, supaya ajaran Gereja tidak didasari oleh pemahaman pribadi, karena pemahaman pribadi bisa salah atau tidak sesuai dengan maksud Yesus dan para rasul.
Jika anda membaca artikel Romo Wanta tentang homili, maka anda ketahui bahwa memang fokus dari homili adalah mengaitkan pesan Kitab Suci dengan kehidupan sehari- hari. Jadi memang fokus utamanya tentang penerapan hukum kasih. Walau kedengarannya klise, tetapi sejujurnya, meskipun sudah diingatkan terus setiap minggu kita masih sering gagal berbuat kasih (dalam setiap perbuatan dan perkataan kita), apalagi kalau tidak diingatkan.
3. Jadi kalau anda sudah membaca dan merenungkan Kitab Suci tiap pagi dan malam hari, itu adalah sesuatu yang sangat baik. Silakan anda mengajak istri (dan anak anda juga) untuk membaca Alkitab bersama anda. Belilah buku Kitab Suci bergambar untuk anak- anak, dan mulailah membacakan kisah Kitab Suci kepada anak anda sebelum tidur. Kecintaan anak terhadap firman Tuhan dimulai saat masih kecil, dan anda sebagai kepala keluarga dipercaya oleh Tuhan untuk melakukan hal ini. Selanjutnya, laksanakanlah peran anda sebagai ‘imam’ dalam keluarga anda, dengan berdoa bersama dengan istri dan anak anda, minimal satu kali sehari (misal pada malam hari sebelum tidur), namun alangkah baik juga di saat pagi, maupun sebelum dan sesudah makan. Biasakanlah untuk berdoa bersama sebagai keluarga, di samping anda berdoa secara pribadi.
Mother Teresa pernah mengajarkan demikian, “A family who prays together will stay together.” Jadikanlah doa sebagi pondasi dalam kehidupan rohani keluarga anda, maka anda dapat yakin, bahwa walau ada ‘badai’ melanda bahtera rumah tangga, namun anda sekeluarga akan kuat menghadapinya, dan selalu bersatu, karena Tuhan ada di pihak anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Katolisitas,
Saya memakai Alkitab Deuterokanonika terbitan LAI yang diakui oleh LBI.
Saya hampir selalu bawa Alkitab ketika mengikuti Misa harian. Pada waktu Liturgi Sabda, isi Kitab Suci yang dibacakan lektor dan imam memakai buku bacaan Misa, dan saya menyimak sambil membaca juga Alkitab yang saya bawa, ternyata saya mendapati bahwa buku bacaan Misa dan Alkitab saya beda terjemahan. Pada awalnya saya tidak mempermasalahkannya karena saya pikir biar beda kata tapi maksudnya sama. Setelah sekian lama ikut Misa harian, saya menemukan beberapa ayat dengan perbedaan kata yang jika saya tidak mendengarkan bacaan dari buku bacaan Misa, saya bisa menafsirkannya berbeda. Contoh yang paling saya ingat adalah salam dari Malaikat Gabriel kepada Bunda Maria pada Lukas 1:28, di Alkitab yang saya miliki berbunyi “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” Tapi yang saya dengar yang dibacakan Imam seingat saya bunyinya begini, “Salam engkau yang penuh rahmat, Tuhan sertamu, terpujilah engkau di antara wanita.”
Lain halnya ketika bacaan pertama diambil dari Kitab-kitab Deuterokanonika, yang saya dengar dan saya baca hampir tak ada perbedaan kata-kata, dan dapat saya simpulkan bahwa terjemahannya sama.
Terjemahan apa yang dipakai oleh buku bacaan Misa? Apakah ada Alkitab yang terjemahan Bahasa Indonesia-nya sama persis dengan buku bacaan Misa? Saya sudah cari-cari di toko-toko rohani Katolik di tempat saya, yang saya temukan hanyalah Alkitab yang sama dengan milik saya (saya tinggal di Yogyakarta).
Terima kasih atas perhatiannya.
Salam Damai Kristus!
Salam Tegar,
Yang dibaca dalam Misa adalah terjemahan dari buku Lectionarium, sedang buku Kitab Suci dari teks Kitab Suci Vulgata. Dalam buku Lectionarium ada modifikasi teks Kitab Suci sesuai dengan konteks liturgi. Umumnya terjemahan Lectionarium itu kurang harafiah dan lebih mudah dimengerti, ada tambahan teks untuk memperjelas konteks (misalnya: pada waktu itu Yesus bersabda….dll, padahal dalam teks asli Kitab Suci tidak ada penggalan itu, hanya terdapat pada perikop sebelumnya), juga ada lompatan ayat tertentu karena alasan liturgis, sedangkan terjemahan teks Kitab Suci Vulgata lebih harafiah sehingga umumnya lebih sulit dimengerti bila dibacakan. Oleh karena itu dengarkanlah pemakluman Sabda Tuhan itu dari mimbar sabda dengan memasang telinga penuh hormat dan penuh perhatian, dan berhentilah melihat teks Kitab Suci yang ada di tangan, karena akan membingungkan dan menurut tradisi, itu tanda kurang hormat kepada Sabda Tuhan yang sedang dimaklumkan dengan agung. Bila ingin mendengar sambil membaca atau hendak membaca bersama-sama sebagai upaya semakin mencintai dan mendalami Kitab Suci, buatlah itu dalam kegiatan pendalaman Kitab Suci yang diselenggarakan di luar perayaan liturgi.
Doa dan Gbu.
Rm Boli Ujan, SVD.
Oke, terima kasih banyak Romo atas penjelasannya.
Saya akan berhenti membaca teks Kitab Suci di tangan ketika Liturgi Sabda, namun ada yang kurang jelas saya tangkap dari jawaban Romo. Ketika Liturgi Sabda apakah yang dimaksud kurang hormat kepada Sabda Tuhan itu: membaca teks Kitab Suci dari buku Kitab Suci (karena membingungkan akibat beda terjemahan); ataukah juga termasuk (biasanya ketika Misa mingguan) membaca teks Kitab Suci pada lembaran teks Misa yang telah disediakan(yang disalin sama persis dari buku bacaan Misa)?
[Dari Katolisitas: Sebenarnya pada prinsipnya adalah, saat Kitab Suci dibacakan pada Liturgi Sabda, umat mendengarkan. Maka yang terbaik adalah, kita sudah membaca terlebih dahulu teks Kitab Suci bacaan Misa pada hari itu, entah pada pagi hari sebelum mengikuti perayaan Ekaristi, atau semalam sebelumnya. Jadi pada saat teks dibacakan di Misa, kita sudah tidak perlu membaca teks, tetapi mendengarkan dan meresapkannya. Ini adalah sikap penghormatan yang lebih baik terhadap kehadiran Tuhan Yesus di dalam Sabda-Nya yang sedang dibacakan. Silakan membaca artikel Cara mempersiapkan diri menyambut Ekaristi, silakan klik. Untuk mengetahui bacaan harian Misa kudus, silakan membaca buku-buku renungan seperti Ruah, atau silakan masuk ke situs Iman Katolik atau Universalis (dalam bahasa Inggris)]
bgamana anda bisa tahu & mengerti Alkitab, sedangkan membaca pun tidak pernah.
bnyk pesan2 Tuhan yg disampaikan.
gereja aliran Pantekosta Kharismatik diharuskan membawa, itu menandakan bhw kita berusaha utk mengerti & menjalani hidup sesuai dengan Firman Tuhan. memang tdk lah mudah, tp dng kuasa Rohol Kudus tdk ada yg mustahil.
sy jg pernah beberapa kali mendengarkan kotbah pastur di gereja katolik, tp tdk berbobot.
apa karena sy sdh terbiasa mendengarkan Pdt. Nikko Notorahardjo (GBI), yg dipakai Tuhan luar biasa, dan dng urapan dari Rohol Kudus yg dahsyat.
Shalom Joakim,
Terima kasih atas komentarnya. Sebenarnya kalau anda benar-benar mau mencoba mengerti apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik, anda tidak akan memberikan komentar seperti itu. Secara prinsip, dalam kalendar Gereja, ada bacaan mingguan A,B,C dan bacaan harian menggunakan tahun I dan II. Dalam lingkaran 3 tahun kalendar Gereja, maka umat Katolik secara prinsip telah membaca secara keseluruhan Kitab Suci. Umat Katolik diminta untuk membaca bacaan pada hari itu sebelum Misa. Dan pada waktu misa, juga disediakan lembar misa, yang juga memuat bacaan pada hari itu. Pada waktu misa, umat diminta untuk benar-benar mendengarkan, sehingga Sabda Allah yang sebelum dibaca di rumah dapat benar-benar diresapkan dengan lebih baik. Anda dapat bandingkan dengan apa yang dibahas di gereja anda dalam tiga tahun. Kalau anda merasa bahwa kotbah pendeta anda lebih baik dan mereka dipakai Tuhan dengan luar biasa, maka itu adalah hak anda. Menjadi hak kami juga untuk senantiasa setia dengan apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik dan bersyukur atas karunia para pastor yang dengan setia menguraikan Sabda Allah sesuai dengan bacaan dan topik yang diberikan tanpa memilih-milih ayat atas kehendak sendiri.
Saya terus terang tidak tahu, apakah motif dari anda menuliskan komentar-komentar yang, mohon maaf, tidak mempunyai substansi diskusi. Anda telah memberikan komentar-komentar cukup banyak (6-7 komentar) beberapa hari ini, namun saya tidak dapat memasukkannya, karena memang tidak ada argumentasi sama sekali. Kalau anda mau berdiskusi secara serius, maka anda dapat memilih satu topik iman Katolik yang anda pandang salah dan kemudian silakan memberikan argumentasi yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan, sesuai dengan apa yang anda minta, yaitu alkitabiah.
Sebelumnya anda memberikan komentar dengan mana Lucia – dengan gaya penulisan dan warna yang sama dengan komentar di atas. Kemudian anda memakai nama yang lain, yaitu: Joakim, The Kim, Joyce, Jeanny Tan, Maria, Patricia. Semua nama itu memakai alamat e-mail yang sama dan menggunakan IP address yang sama. Kalau anda mau serius berdiskusi, saya akan mencoba menjawab semampu saya, namun kalau hanya memberikan komentar-komentar yang tidak mempunyai argumentasi, mohon maaf kami tidak dapat memasukkkannya di dalam website ini. Dan mohon maaf, kami sungguh mempunyai waktu yang terbatas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke website ini, sehingga kami tidak mempunyai waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Semoga hal ini dapat dimengerti.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Terima kasih banyak Bu inggrid, atas jawaban yang memuaskan…
saya mau tanya lagi tetang malakukan tanda salib di dalam misa.
hal yang sebenar nya membuat tanda salib sewaktu Misa itu
waktu kapan saja sih ? saya selalu memperhatikan orang-orang
mulai masuk gereja, Buat tanda salib, mau duduk sambil berlutut tanda salib,
bahkan sewaktu Romo selesai memberikan Homili Juga tanda salib lagi.
dan mengenai hal itu saya berpikir terlalu boros menggunakan tanda salib.
Ada cerita lagi neh, kebetulan saya saat ini sedang berada di Negri sebrang, waktu itu kami
berdua makan bersama orang pri bumi di sebuah Lestoran, dan kebetulan temen saya itu
juga seorang katolik, ketika saya berdoa sebelum makan saya selalu menggunakan
tanda salib di awal dan di akhir Doa, tetapi saya malah di tertawain oleh teman saya itu,
katanya “tanda salib itu cukup sekali waktu sebelum doa saja”.
mengenai hal ini bagaimana Bu Inggrid ?
Terima kasih sebelum dan sesudah nya
Salam dan Doa
Mike
Mike,
Menurut rubrik dalam Tata Perayaan Ekaristi, tanda salib liturgis dilakukan pada waktu awal sebelum memberi salam liturgis dalam Ritus Pembuka, dan pada Ritus Penutup ketika menerima berkat pengutusan. Jadi pada awal dan akhir Perayaan Ekaristi. Di tengah Perayaan Ekaristi, tanda salib kecil tiga kali (di dahi, bibir, ulu hati) dibuat pada saat awal pemakluman Injil. Sebelum pembaruan Buku Misa menurut Konsili Vatikan II, ada banyak tanda salib yang dibuat selama misa. Ada kesan bahwa banyaknya tanda salib itu membuat orang melakukannya tanpa sadar dan membuat tanda itu kurang berarti. Maka pengurangan dalam Misale Paulus VI dimaksudkan untuk lebih memaknai arti dari tanda itu dan diharapkan agar dilakukan dengan penuh kesadaran. Tanda salib lain yang dibuat dalam perayaan Ekaristi sebenarnya tidak ditulis dalam Buku Misa Paulus VI. Waktu makan sangat baik berdoa dengan tanda salib pada awal dan akhir doa. Tidak ada larangan untuk membuat tanda salib pada akhir doa. Salam dan doa. Terima kasih untuk semuanya.
Rm Boli.
Tambahan dari Ingrid:
Shalom Mike,
Seperti disampaikan oleh Rm. Boli, memang menurut rubrik Tata Perayaan Ekaristi, tanda salib dibuat hanya di awal misa dan di akhir misa, serta sebelum pembacaan Injil suci. Namun tentu tidak dilarang bagi umat untuk membuat tanda salib di luar liturgi, misalnya pada saat memasuki gedung gereja, pada saat mengambil air suci dan mengenakannya di dahi. Pada saat itu tanda salib dibuat untuk mengingatkan bahwa kita memasuki rumah Allah, dan kita diingatkan akan janji baptis kita di dalam nama Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Ataupun juga dalam doa pribadi lainnya di dalam gereja, kita tetap dapat membuat tanda salib; yang terpenting adalah, pada saat membuat tanda salib, seseorang harus sungguh- sungguh menghayati maknanya, dan tidak boleh hanya asal- asalan saja.
Semoga kita dapat semakin menghayati makna tanda salib, sehingga melakukannya dengan sikap hormat dan syukur.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Saya mendapat penjelasan dari Rm Zepto, Pr dari FB Seputar Liturgi dan Perayaan Ekaristi Gereja Katolik : Pola pembacaan Firman dalam Perayaan Ekaristi adalah pola Allah bersabda, bangsa Israel mendengarkan. Maka, kini yang paling penting adalah: ketika Firman di-BACA-kan, umat MENDENGAR-kan, bukan ikut-ikutan membacakannya.
PUMR 29. Bila Alkitab dibacakan dalam gereja, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya, dan Kristus sendiri mewartakan kabar gembira, sebab Ia hadir dalam sabda itu.
Oleh karena itu, pembacaan Sabda Allah merupakan unsur yang sangat penting dalam liturgi. Umat wajib mendengarkannya dengan penuh hormat. Memang, Sabda Allh ditujukan kepada semua orang dari segala zaman dan dapat mereka pahami. Namun sabda itu akan dipahami secara lebih penuh dan lebih berhasil guna bila dijabarkan secara konkret. Ini dilakukan dalam homili, yang merupakan bagian dari perayaan liturgis.
Shalom Chris,
Ya, benar yang anda sampaikan bahwa memang seharusnya pada saat Sabda Tuhan dibacakan, umat mendengarkan. Tetapi, memang kadang untuk sebagian orang, mengikuti dengan turut membaca teks juga dapat membantu, khususnya, jika sound system di gereja kurang baik, atau kalau organ pendengaran kurang berfungsi dengan baik (pada orang- orang tua) dst, sehingga dalam hal ini adanya teks Kitab Suci dapat membantu. Namun idealnya, tentu umat mendengarkan pembacaan Sabda Tuhan itu, dengan sebelumnya sudah membacakan perikop tersebut di rumah, sebelum menghadiri Misa Kudus. Itulah sebabnya umat sebaiknya setiap hari merenungkan bacaan harian Misa Kudus, yang dapat diketahui melalui Kalender Liturgi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam kasih Bu Inggrid, saya juga mau tanya tentang kitab suci. Saya selalu merenungkan kitab suci, tetapi saya selalu membacanya dari kitab suci online atau Alkitab di Hape saya. Maaf karena saya waktu pergi merantau tidak bawa Alkitab versi indonesia. Selain itu saya merasakan lebih praktis dgn media elektronika ini,karena tinggal klik ayatnya saja sudah terbuka. Yang mau saya tanyakan adalah, dengan tidak membaca Alkitab (dalam bentuk buku) apakah hal ini salah ? Karena wkt itu kami pernah di marahi seorang Romo, sewaktu bacaan pertama dan kedua dalam misa, tidak pakai kitab suci melainkan dengan texs misa saja. Sampai di bilang “seperti membaca dongeng atw novel saja kalian” ↲Mohon tanggapan nya Bu Inggrid↲Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan Terima kasih banyak.
Shalom Mike,
Jika anda selalu merenungkan Sabda Tuhan dalam Kitab Suci, itu adalah sesuatu yang baik; walaupun anda membacanya online ataupun lewat telpon genggam. Maka membaca dengan cara ini tidak salah. Namun kalau anda melakukannya dalam Misa Kudus, misalnya pada saat Liturgi Sabda, maka ini mungkin menjadi kurang bijak; karena dapat menarik perhatian, mengganggu konsetrasi ataupun menjadi batu sandungan bagi orang di sekitar anda. Bukan tidak mungkin mereka berpikir anda sedang main game, sehingga di dalam hati mereka bertanya- tanya atau kesal. Rasul Paulus mengingatkan, agar kita harus berusaha untuk tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain (1 Kor 8:9); seperti yang Yesus ajarkan (lih. Mat 17:27).
Jadi supaya tidak menjadi batu sandungan, dan juga supaya lebih baik bagi anda sendiri, sebaiknya anda membaca bacaan Alkitab hari itu terlebih dahulu sebelum ke Misa Kudus, sehingga pada waktu Misa anda hanya mendengarkannya, dan tidak perlu membaca lagi perikop itu dari Hp anda. Selanjutnya, ada baiknya anda tetap memiliki Kitab Suci cetak, sehingga anda dapat memberikan tanda- tanda pada beberapa ayat yang menyentuh hati anda, ataupun menuliskan catatan- catatan di dalamnya; sesuatu yang tidak dapat anda lakukan jika anda hanya membaca secara online di komputer atau Hp.
Saya tidak mengatahui persis kejadiannya, tentang mengapa anda ditegur oleh Romo. Silakan anda introspeksi kembali, apa yang salah sehingga Romo beranggapan bahwa anda ‘seperti membaca dongeng atau novel’? Adakah anda ngobrol, atau tidak dengan sikap hormat/ serius pada saat mengikuti pembacaan Kitab Suci? Lalu tentang membaca teks misa, memang diterapkan di beberapa paroki, walaupun seperti dikatakan oleh Romo Wanta, sebenarnya ini tidak ideal juga, karena kadang malah membelokkan perhatian umat, yang turut sibuk membaca teks, padahal seharusnya duduk tenang mendengarkan dan merenungkan teks yang sedang dibacakan.
Demikian komentar saya, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
salam kasih
mengikuti misa lebih dari empat tahun saya memperhatikan dan saya pun melakukannya, mengapa tidak ada satu jemaat pun yang bawa alkitab? apakah jemaat sudah mempercayakan perkatan firman Tuhan kepada magisterium? sehingga tidak perlu bawa alkitab?kenapa kotbah misa selalu membicarakan tentang kasih, tolong menolong atau lebih banyak kepada pemberitaan moral? saya masih beruntung bangun pagi atau malamnya masih membaca alkitab sehingga saya lebih puas.
[Dari Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.