Akolit merupakan panggilan pelayanan. Namun pertama-tama harus disadari bahwa akolit merupakan anggota umat beriman. Dalam persekutuan liturgis tersebut ia merupakan bagian dari umat Allah. Ia harus hadir sebagai umat dengan tujuan utama merayakan peristiwa keselamatan dalam liturgi. Bersama dengan umat Allah, seorang akolit dipanggil untuk melaksanakan tugas pelayanan khusus yakni mendampingi pemimpin perayaan pada saat-saat tertentu demi memperlancar tugas pemimpin. Dengan demikian secara tidak langsung akolit melayani juga umat yang datang untuk merayakan liturgi di bawah pimpinan selebran utama. Seluruh pelayanan akolit harus menjadi doa, bukan semata-mata satu pelayanan teknis.
Dalam liturgi Gereja, kita mengenal macam-macam pelayan khusus. Ada pelayan yang menjalankan tugasnya berdasarkan tahbisan seperti diakon, imam, uskup, paus. Tetapi ada juga pelayan tak tertahbis. Pelayan tak tertahbis mengemban tugas khusus berdasarkan imamat rajawi yang mereka terima pada saat pembaptisan. Pelayan tak tertahbis itu antara lain pemimpin koor, pembawa bahan persembahan, akolit, dan lektor.
Inti dari seluruh perayaan liturgi adalah menghadirkan misteri keselamatan. Seluruh umat Allah merayakan misteri keselamatan. Dalam perayaan tersebut, semua tugas pelayanan membantu mengarahkan perhatian umat kepada inti misteri keselamatan. Dengan pelayanan para akolit serta pelayan liturgi lainnya, diharapkan umat menghayati atau mengalami inti misteri yang dirayakan. Pusat perhatian harus diberikan kepada inti misteri. Hendaknya akolit menarik perhatian umat kepada inti misteri bukan kepada dirinya sendiri. Ia mesti berusaha agar umat dapat lebih bersatu dengan inti misteri yang sedang dirayakan. Oleh karena itu seluruh sikap atau gerak-gerik dan perhatian dari akolit harus diarahkan atau dipusatkan kepada inti misteri itu. Seperti semua pelayan liturgi lain, seorang akolit harus ikhlas, jujur, wajar. Ia harus mampu mengungkapkan misteri Allah dengan anugerah-Nya dan keterbukaan manusia terhadap misteri itu. Penampilan yang jujur dan ikhlas perlu sekali. Ia harus memelihara dan menjaga seluruh gestikulasi yang berhubungan erat dengan mata, wajah, tangan, kaki. Dengan kata lain ia harus memelihara disiplin tubuhnya dan tentu saja disiplin hati. Tubuh dan hati yang punya disiplin akan jauh lebih mudah mengarah kepada sumber keutuhan dan disiplin itu sendiri yaitu Tuhan. Dengan cara itu ia menarik perhatian umat kepada inti misteri perayaan, kepada Tuhan dan karya-karya-Nya yang agung.
Berdasarkan pemahaman ini, dapat dilihat bahwa pelayanan seorang akolit memiliki tiga dimensi. Pertama, dengan pelayanannya seorang akolit membantu menghadirkan misteri keselamatan yang datang dari Allah. Di sini seorang akolit melayani Allah. Kedua, seorang akolit pun melayani umat dalam arti membantu mengarahkan perhatian umat kepada inti misteri keselamatan. Ketiga, secara teknis seorang akolit melayani imam atau diakon, yang bersama-sama bertugas untuk melayani Allah dan umat Allah.
Pelaksanaan Tugas Akolit
Peran akolit yang mendapat perhatian kita di sini adalah fungsi teknisnya untuk membantu imam ataupun diakon. Walaupun dikatakan bahwa ini fungsi teknis, pelaksanaan fungsi inilah yang merangkum ketiga dimensi dari fungsi seorang akolit. Melalui pelayanannya kepada imam atau diakon, seorang akolit melayani kehadiran Allah dan juga melayani umat dalam memberikan tanggapan terhadap sapaan Allah. Dengan menjalankan sebaik-baiknya tugas pelayanan yang sifatnya teknis itu, ia mengarahkan seluruh perhatian kepada inti misteri yang dirayakan. Seluruh sikap gerak geriknya mesti mengarah pada inti misteri dan menarik perhatian umat ke sana. Fungsi akolit tak terlaksana bila dengan gerak geriknya ia menarik perhatian umat kepada dirinya atau kepada hal lain. Dalam hal ini akolit harus memiliki disiplin diri: disiplin hati dan budi, disiplin gerak, disiplin mata.
Akolit sesuai dengan fungsinya selalu bersama pemimpin liturgi. Ia melayani pemimpin liturgi mulai dari sakristi hingga kembali ke sakristi. Ia melayani pemimpin upacara supaya pemimpin liturgi itu dapat menjalankan fungsinya dengan baik dan lancar.
Berikut ini diuraikan tugas-tugas akolit menurut tahap-tahap perayaan liturgi khususnya Ekaristi. Agar memudahkannya, tahapan ini dibedakan ke dalam Ritus Pembuka, Liturgi Sabda, Persiapan Persembahan, Doa Syukur Agung, Komuni, dan Ritus Penutup.
Ritus Pembuka:
Ritus Pembuka dimulai dari sakristi dan diteruskan dengan perarakan menuju ke altar sementara koor atau umat menyanyikan Lagu Pembuka.
Tugas akolit di sini adalah sebagai berikut:
- Berjalan bersama imam, berarak bersama mendahului imam. Dengan seluruh sikapnya akolit turut membantu menyiapkan seluruh umat mengambil bagian dalam perayaan sambil mewartakan bahwa Tuhan sedang mendatangi umat-Nya dan mau tinggal di tengah mereka. Para akolit membawa serta sejumlah peralatan liturgis yang secara simbolis mengungkapkan penghormatan kepada Tuhan yang datang ke tengah umat. Peralatan peralatan itu antara lain (khususnya dalam perayaan meriah):
- Api dalam stribul (wiruk) dan kemenyan untuk pedupaan.
- Salib yang diapit lilin-lilin bernyala.
- Bejana dengan air berkat dan alat percik
- Lonceng, bila perlu, untuk memberi tanda bahwa perayaan akan segera dimulai.
- Tongkat kegembalaan dan mitra uskup (dalam perayaan meriah yang dipimpin Uskup).
- Di depan altar akolit bersama pemimpin memberi hormat kepada Allah yang hadir di dalam tempat ibadah. Sesudahnya akolit meletakkan peralatan liturgis di tempatnya yang tepat. Misalnya, lilin dapat diletakkan di dekat atau di atas altar, salib dapat dipancangkan di sebelah kiri altar (terutama kalau tak ada salib besar yang menghadap umat) atau dibawa ke sakristi. Pembawa pedupaan mendekati altar dan melayani imam untuk mendupai altar dan salib. Sementara itu akolit yang lain berdiri di tempat yang telah disediakan. Kalau pernyataan tobat dibuat dengan percikan air berkat, akolit atau putra-putri altar membantu membawa air berkat sambil menghantar imam untuk mereciki umat.
- Akolit dapat melayani imam dengan memegang buku misa di dekat kursi imam agar dapat dibaca oleh pemimpin dengan mudah dan dengan sikap tangan yang sesuai. Akolit dapat juga membantu imam atau diakon untuk mempersiapkan buku misa di altar.
Liturgi Sabda:
- Pada waktu Mazmur tanggapan hampir selesai dibawakan, akolit mengambil pedupaan untuk dibakar oleh imam.
- Bila ada perarakan Kitab Suci, pembawa pedupaan dan lilin mengambil bagian dalam perarakan itu. Tempat mereka ada di depan perarakan .
- Akolit pembawa lilin mendekati mimbar sabda lalu berdiri di sampingnya.
- Di depan mimbar Sabda pembawa pedupaan melayani diakon atau imam untuk mendupai buku bacaan Injil (Evangeliarium).
- Setelah bacaan Injil, para akolit meletakkan peralatan liturgi di tempatnya dan kembali ke tempat duduk masing-masing.
Persiapan Persembahan dan Doa Syukur Agung (DSA)
Pada waktu persiapan persembahan dan DSA tugas dari para akolit adalah:
- Menghantar wakil-wakil umat yang membawa bahan-bahan persembahan ke altar.
- Menyiapkan stribul (wiruk) dan kemenyan.
- Membantu imam menyiapkan altar.
- Menyiapkan altar ( kalau tidak ada diakon, dan kalau mendapat persetujuan dari imam, jadi harus ada konsultasi lebih dulu dengan imam): menghamparkan kain corporale di tengah altar dan meletakkan di atas kain korporale peralatan-peralatan Ekaristi seperti piala dengan pala (penutup piala), patena dengan hosti besar, sibori dengan hosti kecil di dalamnya, kain purifikator (kain pembersih piala).
- Melayani pemimpin untuk mencuci tangan dengan membawa air dan kain lavabo (untuk mengeringkan tangan yang basah). Bila ada pendupaan, ritus cuci tangan ini dibuat sesudah pendupaan. Ketika mengambil pedupaan akolit tunduk di depan altar. Api dalam stribul (wiruk) harus sedang membara agar mudah terjadi pembakaran kemenyan bila dicampur dalam api yang akan menghasilkan kepulan asap dan bau harum mewangi. Hendaknya kemenyan tidak dicampur dengan tepung lilin atau bahan lain yang mengurangkan atau menghilangkan keharumannya.
- Membantu imam dalam pendupaan, mendupai imam pemimpin (lalu konselebran kalau ada) dan mendupai umat. Sebelum pendupaan para konselebran dan umat baiklah diberi tanda supaya mereka berdiri dan menundukkan kepala lalu akolit mendupai mereka. Pendupaan dibuat 3 x 3.
- Membunyikan lonceng kecil atau alat bunyian lain (sesuai kebiasaan setempat) pada saat awal epiklesis, awal kisah institusi dan sesudah kata-kata konsekrasi.
- Membuat pendupaan di depan altar pada saat hosti dan anggur yang kudus dihunjukkan.
Komuni
- Akolit dapat juga menjalankan fungsi pelayanan komunio (membagi komunio). Akolit dengan tugas khusus ini disebut “pelayan komuni tak lazim”.
- Bila disetujui oleh imam akolit dapat membersihkan dan merapihkan perlengkapan misa sesudah komunio di altar atau di meja credens.
- Memberikan komuni pada orang sakit yang bisa dilakukan sesudah misa.
Ritus Penutup
- Memberikan penghormatan di depan altar.
- Mengantar imam kembali ke sakristi.
Salam damai Kristus,
Sebelumnya saya berterima kasih atas penjelasan romo Boli di atas. Saya ingin bertanya seputar pakaian misdinar.
Di paroki kami, misdinar mengenakan jubah merah lalu diatasnya dikenakan superpli, kira-kira apakah pakaian misdinar yang kami kenakan itu pantas atau tidak secara liturgi?
Saya juga pernah menemukan artikel yang mengatakan bahwa beberapa abad dahulu bahkan sampai sekarang, pakaian misdinar yang dikenakan di sejumlah negara seperti Italia bahkan Vatikan adalah jubah hitam/jubah merah bahkan artikel tersebut mengatakan jubah ungu karena merupakan seragam keuskupan lalu diatas jubah itu dikenakan superpli dan di artikel itu dikatakan itu adalah pakaian msdinar yang legitim. Apakah boleh jika misdinar di paroki kami mengikuti hal seperti itu?
Apakah pengenaan jubah hitam / merah lalu mengenakan superpli boleh dikenakan oleh misdinar perempuan karena di paroki kami memberlakukan misdinar pria maupun perempuan?
Sekian saja pertanyaan dari saya, saya berharap pertanyaan ini dapat dijawab segera karena kami akan segera membuat pakaian misdinar. Mohon maaf jika banyak sekali yang saya tanyakan.
TERIMA KASIH..
Salam, Simson Ericson
Maaf atas keterlambatan kami dalam menanggapi pertanyaan anda. Sambil menunggu jawaban dari Rm. Boli Ujan, SVD., ini adalah jawaban dari kami. Apabila jawaban dari Rm. Boli nanti berbeda dari jawaban kami, utamakan jawaban Rm. Boli.
Merujuk pada sumber yang dapat dipercaya, Tradisi Katolik, Superpli dapat dikenakan bersama jubah dan dapat dikenakan oleh pelayan-pelayan liturgi, termasuk misdinar. pakaian misdinar yang anda deskripsikan memang adalah pakaian misdinar yang legitim dan dapat diterapkan pada paroki anda, seturut izin romo paroki bersangkutan. Kombinasi superpli dan jubah juga dapat dikenakan oleh misdinar perempuan. Keterangan lebih lanjut dapat dibaca dalam situs yang kami rujuk. Demikian jawaban kami. Semoga berguna.
Pax Christi,
Ioannes
Pastor Boli.
Celinne mau tanya, Akolit itu bedanya apa sama Magister Ceremoniarum?
Terima Kasih.
Salam Jessica,
Akolit membantu imam pemimpin perayaan dan diakon dengan melaksanakan tugas pelayanan: bisa sebagai misdinar, bisa juga membantu melayani komuni sebagai pelayan komuni tak lazim. Magister Ceremoniarum bertugas mengatur atau memandu petugas/pelayan-pelayan dalam perayaan liturgi, jadi dialah yang mengatur lalulintas dalam perayaan demi kelancaran pelaksanaannya.
Salam dan doa. Gbu.
Rm Boli
Waah.. saya jadi bangga karena pernah jadi misdinar waktu SD/SMP dulu. Tahun ’80-an di Bogor misdinar memang kecil-kecil. Tapi kami sering mendapat tugas tambahan membantu imam membagikan hosti kalau tidak ada suster atau frater yang bisa dimintai pertolongan.
Sekarang anak saya sudah mulai juga jadi misdinar, semoga semakin banyak anak yang mau ikut melayani di gereja sebagai misdinar atau lektor. Juga semoga dengan demikian semakin banyak juga yang terpanggil untuk menjadi imam atau bruder atau suster.
Format yg dipakai gereja katolik mengingatkan kembali pd format perjanjian lama, dimana Romo sbg imam Harun, pembagi komuni sbg anak2 Harun, para misdinar sbg suku Lewi yg sdg bertugas. Hanya pendapat pribadi ,bukan untuk diperdebatkan ya.
[dari katolisitas: Bagaimana dengan format Perjamuan Terakhir? Apakah juga mengingatkan Anda tentang hal ini?]
Kalau dari isi, ya sudah pasti mengingatkan pada malam perjamuan terakhir. Jadi cocok dgn dua situasi dlm perjanjian baru & lama scr simultan.
[dari katolisitas: Benar sekali. Gambaran tentang Perjamuan Kudus ada di dalam Perjanjian Lama, digenapi dalam Perjamuan Kudus yang dilakukan oleh Yesus Kristus, dan diteruskan sampai akhir zaman dalam setiap perayaan Ekaristi]
mat siang romo ….salam kenalllll. sebagai umat katolik sya mau tanya sedikit tentang pemberian komuni….apakah seorang suster dapat membagikan komuni? sedangkan yang saya dengar katanya unutk membagi komuni harus di tahbis! terimakasih atas bantuannya……
[Dari Katolisitas: Seorang Suster/ Biarawati ataupun awam yang tidak tertahbis, dapat menjalankan tugas untuk membagikan Komuni, sepanjang diberi wewenang untuk itu. Istilahnya, mereka ini adalah petugas/ pelayan pembagi Komuni tak lazim/ Extra-ordinary minister of Holy Communion (seharusnya bukan disebut prodiakon). Mereka ini dilantik oleh Bapa Uskup, tapi tidak ditahbiskan. Mereka bertugas untuk membantu Romo Paroki untuk membagikan Komuni kudus, jika diperlukan].
Rm Boli yang terkasih,
Hari Minggu, 19 Mei, nanti kita merayakan Pentekosta (Turunnya Roh Kudus atas para murid). Oleh karena itu, hari Sabtu (18 Mei) merupakan hari terakhir novena Roh Kudus. Kebiasaan di paroki kami, misa hari Sabtu adalah juga misa hari Minggu. Jadi, hari Sabtu nanti (18 Mei) adalah juga misa Hari Raya Pentakosta.
Apakah boleh pada misa hari Sabtu itu kita menggabungkan dengan novena Roh Kudus hari terakhir? Mohon tanggapannya.
Sekian dan terima kasih!
Salam Brian,
Maaf jika saya baru sempat membalas, semoga tetap berguna untuk kesempatan berikutnya. Misa pada Sabtu adalah vigili Pentekosta, jadi doa-doa novenanya bisa dibuat sebelum Misa. Baik juga kalau novena pada hari terakhir (Sabtu) dibuat pada pagi hari.
Salam dan doa. Gbu.
Rm Boli.
Terima kasih romo atas jawabannya. Ada satu informasi yang baru saya dapatkan: Vigili Pentakosta.
Namun sayangnya, di paroki saya sulit melaksanakan hal itu, karena selamanya novenanya dilaksanakan pada sore hari (18.30), yang juga merupakan jadwal misa hari minggu khusus hari sabtu sore. Untuk dipindahkan ke pagi hari jelas umat sama sekali tidak bisa karena kesibukan kerja dan lainnya.
Karena itulah, solusinya novena hari terakhir digabungkan dengan misa pentakosta. Namun, saya merasa sedikit agak aneh.
Salam Brian,
Dalam situasi khusus seperti ini, sebaiknya diumumkan kepada seluruh umat bahwa sebelum dimulai misa Sabtu sore menjelang Pentekosta, dbuat doa novena bersama sekitar setengah jam lalu dirayakan misa Pentekosta.
Salam dan doa. Gbu.
Rm Boli.
Terima kasih
Rm. Boli yang terkasih,
Tolong koreksi pendapat saya ini.
Setelah saya membaca artikel di atas, saya bisa ambil kesimpulan bahwa akolit dengan misdinar (atau putra-putri altar atau ajudan) sama sekaligus berbeda. Setiap misdinar adalah akolit, tapi tidak semua akolit itu misdinar. Karena akolit itu cakupannya lebih luas dari misdinar. Akolit itu mencakup juga pro-diakon (pelayan pembagi komuni).
Sekian dan terima kasih
[Dari Katolisitas: Ya, pengertian Anda benar]
Salam Brian,
Anda benar: setiap misdinar adalah akolit, tetapi tidak semua akolit adalah misdinar, karena akolit juga meliputi pelayan komuni tak lazim. Hendaknya kita hindarkan pemakaian istilah prodiakon dan lebih baik pakai asisten imam/pastoral, juga sebaiknya kita hindarkan pemakaian istilah “pelayan komuni” saja dan pakai “pelayan komuni tak lazim” karena “pelayan komuni” biasanya dipakai untuk pelayan komuni yang lazim berkat tahbisannya sebagai diakon/imam/uskup.
Tks dan doa. Gbu.
P.Bernardus Boli Ujan, SVD.
Terima kasih romo. Semakin jelas.
Saya mau menanyakan masalah baju misdinar di mana sekarang banyak, menurut saya, aneh atau tidak lazim. Karena pada masa saya menjadi misdinar, baik selama menjadi anggota maupun sebagai pengurus dan pelatih, baju misdinar hanya jubah merah atau abu-abu dengan superpli tetapi sekarang warna jubah menyesuaikan warna liturgi atau menyesuaikan kasula Romo, belum lagi ada yang memakai mozzeta (mirip dengan mozzeta). Di mana jubah baju misdinar paroki satu dengan yang lainnya tidak seragam, apakah ini diperbolehkan sebagai bagian dari Inkulturisasi, kenapa tidak diseragamkan seperti baju misdinar di Roma/Vatikan (jubah hitam dengan slip colar/roman colar dan superpli) termasuk tata gerak padahal kita Katolik Roma di mana kita harus berkiblat ke Vatican dalam hal apapun dan misdinar penerus dari tugas akolit, itu adalah pakaian Liturgi untuk misdinar dalam melaksanakan tugas pelayanan di Altar selaku penerus akolit ? Apakah yang menjadi patokan bagi warna jubah misdinar ? apakah jubah misdinar seperti yang dipakai para misdinar di Roma/Vatican dengan segala atributnya walaupun mereka bukan klerus/diakon tertahbis ataukah menyesuaikan selera penyumbang atau Dewan Paroki atau Romo Paroki ataukah pembina/pendamping/pembimbing misdinar ? Mohon penjelasan dan alangkah baiknya kalau jubah misdinar atau pakaian liturgi misdinar dapat diseragamkan seperti pakaian liturgi para tertahbis serta adanya aturan baku sehingga tidak satu paroki dengan paroki yang lain berbeda, terima kasih berkah dalem Gusti
Salam Heru,
Dalam Pedoman Umum Misaale Romawi no. 339 sebagai rujukan terakhir (tahun 2000 dan 2002) tertulis: “Akolit, lektor, dan pelayan awam lain boleh mengenakan alba atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup untuk wilayah gerejawi yang bersangkutan.” Sejauh saya tahu, KWI belum menentukan bentuk dan warna busana akolit, lektor, dan pelayan awam lain yang berlaku untuk seluruh wilayah gerejani di Indonesia. Kalau ada yang tahu bisa membetulkannya. Oleh karena itu, menurut dugaan saya, keuskupan atau paroki setempat mengikuti kebiasaan yang ada, atau meniru kebiasaan di wilayah Konferensi Waligereja lain walaupun bisa saja Konferensi Waligereja yang lain itu belum mengesahkan bentuk-warna seperti itu. Terima kasih.
Salam dan doa. Gbu.
Rm Boli Ujan, SVD.
Halo Heru,
Info saja untuk di Australia, Akolit cukup mengenakan alba, singel, dan kalung salib. Kalau misdinar tidak menggunakan kalung salib. Itu aturan resmi dari Konferensi Uskup. Tetapi ada catatan kalau paroki mau menambahkan pernak pernik selama itu tidak membingungkan misalnya akolit dikira diakon kan repot nanti. Masalah warna tali singel juga boleh ganti sesuai dengan warna liturgi.
Untuk di Indonesia saya sendiri kurang paham karena saya tidak pernah ada Akolit di paroki – paroki.
Sekalian saya juga mau tanya ke Romo Boli, apakah Lektor di Indonesia juga dilantik oleh Uskup? Karena di paroki saya di Jakarta nampaknya setiap orang yang baca bacaan langsung disebut Lektor. Saya baru ngeh bahwa Lektor merupakan office tersendiri dan pelantikannya pun tidak bisa bersamaan dengan pelantikan Akolit.
Salam,
Edwin ST
Salam Edwin,
Lektor dilantik oleh Uskup setempat atau oleh imam/pastor yang diberi wewenang oleh Uskup. Dalam situasi khusus, bila tidak ada lektor yang sudah dilantik, imam dapat meminta seorang lain yang tidak/belum dilantik tetapi sanggup melaksanakan tugas lektor untuk membacakan Sabda Tuhan pada kesempatan khusus itu. Sangat diharapkan agar para lektor disiapkan dan dilantik, dan setelah dilantik dapat melaksanakan tugas dengan setia dan mantap.
Salam dan doa.
Rm Boli.
Syallom,
Saya tinggal di Paroki Santo Yusup Ambarawa, KAS. Dari teman yang tinggal di Jakarta saya mengenal pertama kali istilah akolit. Tapi menurut teman saya tersebut akolit adalah sebutan yang benar untuk pro-diakon sementara prodiakon adalah istilah yang salah kaprah. Tapi dari membaca artikel di atas saya saya kok menyimpulkan kalau akolit itu adalah misdinar (sesuai dengan judul artikel). Apakah kesimpulan saya ini salah?
Oh ya….di mana saya dapat mempelajari tentang prodiakon, apakah pernah diulas di katolisitas?
Terima kasih atas perhatiannya!
Wasalam,
Protasius Margo Juwito.
Salam Protasius,
dalam keseluruhan artikel sebenarnya terlukis rincian tugas dari akolit, yang sebagiannya dilakukan oleh misdinar atau putra-putri altar atau ajuda dan sebagian tugas lain dilaksanakan oleh pelayan komuni tak lazim (yang sebaiknya tidak disebut prodiakon) atau asisten imam atau asisten pastoral. Jadi istilah akolit adalah istilah umum yang meliputi misdinar dan pelayan komuni tak lazim.
Tks dan doa. Gbu.
Rm B.Boli.
Salam Romo,
Kadang umat menjadi sering rancu dengan istilah diakon dan prodiakon. Ini mungkin disebabkan diakon sendiri sangat jarang dijumpai (tidak sebanyak prodiakon), jadi diakon dan prodiakon diangap sama saja. Seumur-umur saya baru menjumpai 1 orang diakon tertahbis di salah satu paroki. Beliau ini kelihatannya merupakan calon imam.
Untuk istilah prodiakon sendiri, jika saya tidak keliru hanya dikenal di Indonesia. Sedangkan untuk istilah tepatnya adalah Extraordinary Ministry of the Holy Communion (pelayan luar biasa dari komuni kudus), sering disingkat dg EMHC. Untuk menghilangkan kerancuan, apakah tidak sebaiknya penyebutan yang terakhir ini yang dibiasakan dalam penggunaannya? Cuma penyebutannya lebih susah karena cukup panjang.
Ryan
[dari katolisitas: Jangan menggunakan istilah prodiakon, namun pelayan tak lazim – lihat Redemptionis Sakramentum 151]
Terima Kasih Tim Katolisitas, kalau memang moderator tidak bisa menayangkan komentar saya: bisa reply saja di email:spunkbobz@myopera.com
masih bingung… kalau bisa, dijelaskan tata-cara/sikap misdinar dalam perayaan Ekaristi yang resmi. mulai dari ritus pembuka, Liturgi sabda, perayaan Ekaristi, sampai penutup.
terlebih khusus penggunaan bunyi-bunyian. lonceng kecil/gong, dan kapan-kapan saja membunyikannya.
[pertanyaan berikut ini digabungkan:]
jujur sendiri saya masih merasa bingung, penjelasan tentang bunyi-bunyian lonceng kecil,
seperti contoh: dalam perarakan masuk, sebelum perarakan atau saat perarakan atau saat selesai Hormat, baru lonceng itu dibunyikan?
jadi untuk misa biasa, kadang saya merasa aneh (terganggu) dengan begitu banyak bunyi-bunyian pada saat misa, jadi menurut hemat saya, fokusnya terhadap bunyi-bunyian itu (maksudnya kapan saja dibunyikan).
oh iya sebagai info saya pendamping misdinar di Paroki St. Paulus Tello – KAMS. dan saya mengharapkan bantuan Romo, terima kasih
Salam Kasih Kristus Tuhan.
Salam Yulianus,
pertanyaan tentang lonceng kecil itu, tak ada rubrik khusus tentang hal itu pada awal perarakan atau sementara perarakan berlangsung, tetapi menurut kebiasaan, untuk menjadi tanda yang mempersiapkan umat dan semua petugas liturgi bahwa perarakan akan segera dimulai, sebaiknya dibunyikan oleh akolit atau oleh koster/sakristan pada awal perarakan masuk. Ada kebiasaan di tempat lain yang memungkinkan akolit membunyikan lonceng kecil selama perarakan, katanya sebagai tanda “raya-meriah” yang mengiringi masuknya atau lewatnya Tuhan yang datang mengunjungi umat-Nya dalam diri pemimpin tertahbis.
Di tempat lain tak ada kebiasaan membunyikan lonceng kecil selama perarakan masuk karena dirasa agak mengganggu bunyi alat musik yang mengiringi nyanyian perarakan masuk. Tetapi sekali lagi tak ada dalam rubrik TPE, jadi buatlah menurut kebiasaan, dan tidak usah bingung kalau melihat ada kebiasaan berbeda di tempat lain. Dalam hal ini Gereja tidak membuat rubrik khusus, sehingga para petugas bisa lebih fleksibel sambil memperhatikan kebiasaan dan rasa religius umat setempat. Untuk membunyikan lonceng kecil di tengah perayaan Ekaristi, lihat saja rubrik yang sudah ada (agak berbeda berdasarkan kebiasaan setempat dan keputusan pimpinan Gereja setempat). Juga dalam hal ini tidak usah bingung karena tidak menyangkut hal yang pokok-prinsipil, yang berarti kalau tidak dibuat bukanlah sebuah pelanggaran. Ini perlu dijelaskan kepada para akolit agar tidak menjadi skrupel menjalankan tugas.
Salam dan doa. Gbu.
Rm B.Boli Ujan, SVD.
Terima Kasih atas penjelasannya,
ada tidak buku panduan yang resmi (sesuai dengan TPE) tentang tata cara dan sikap akolit ini?
terima kasih sebelumnya
Salam Yulianus,
buku panduan resmi ada dalam PEDOMAN UMUM MISALE ROMAWI tahun 2000 (direvisi sedikit pada 2002) yang diindonnesiakan oleh Komisi Liturgi KWI dan diterbitkan Penerbit Nusa Indah Ende, Flores 2002. Petunjuk pelaksanaan tentang tugas akolit dan lektor dalam TPE (dalam bahasa Indonesia tahun 2005, terutama buku imam) disesuaikan dengan atau berdasarkan PEDOMAN UMUM MISALE ROMAWI itu yang adalah pedoman resmi, bukan sebaliknya pedoman resmi itu sesuai dengan TPE. Bahan untuk buku kecil yang saya tulis tentang Lektor dan Akolit itu mengacu pada TPE dan PEDOMAN UMUM MISALE ROMAWI disertai satu dua penjelasan dan refleksi untuk semakin memahami tugas mereka, rencana akan diterbitkan (hendak diusulkan ke) Penerbit Ledalero, Maumere Flores. Mohon doa supaya bisa diterima Penerbit Ledalero untuk diterbitkan. Terima kasih banyak.
Doa dan Gbu.
Rm B.Boli Ujan, SVD.
Di tempat saya, saya menemukan adanya perbedaan tata cara petugas misdinar antara pusat paroki dengan stasi. Ada keinginan saya untuk menyeragamkannya, tapi saya sendiri tidak terlalu paham mana yang benar: pusat paroki atau stasi. Apakah katolisitas punya/tahu judul buku tentang tugas-tugas misdinar yang dapat saya beli?
Terima kasih!
[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas, silakan klik]
Comments are closed.