Berikut ini adalah kesaksian saudari kita, Teresa Sigrit Rahayu Kusumawati, yang akrab dipanggil Sigrit. Sigrit berasal dari keluarga Protestan, dan dari sanalah timbul kerinduan untuk melayani Tuhan. Seiring dengan waktu dan pengalaman bersekolah di sekolah Katolik, Sigrit mengisahkan perjalanan imannya sampai akhirnya ia menjadi seorang Katolik. Berawal dari ketertarikannya pada ketenangan ibadah dalam gereja Katolik, Sigrit kemudian tertarik untuk lebih mempelajari tentang iman Katolik. Ternyata, semakin dipelajari, semakin hatinya menemukan kedamaian dan keutuhan ajaran tentang iman dan kasih yang tak terpisahkan.

Sigrit sekarang menjalani panggilan hidupnya sebagai ibu yang bekerja dari dua orang anak, dan ia melakukan juga tugas-tugas kerasulan dengan keterlibatannya dalam perkumpulan Katolik di tempatnya bekerja. Terima kasih, Sigrit, atas kesaksianmu. Semoga penghayatan imanmu yang tak terpisahkan dari perbuatan kasih mengilhami banyak orang. Sebab benar, sebagai murid Kristus, kita harus mengingat ayat ini:

Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2:17)

Semoga iman yang kita miliki dapat menjadi pedoman yang menuntun hidup dan perbuatan kita, yang tak terpisahkan dari pergaulan, pembicaraan dan kehendak kita, baik di dalam keluarga di rumah, maupun juga di tempat kerja, dan di manapun juga.

Shalom, nama saya Sigrit. Lengkapnya Sigrit Rahayu Kusumawati (banyak yang bilang semakin ke belakang namanya semakin jawa, padahal saya bukan orang Jawa loh). Saya dilahirkan di Denpasar 10 Juni, 28 tahun yang lalu. Papi saya orang Bali asli seorang pekerja keras, dan sangat disiplin. Mami saya orang Finlandia, seorang ibu rumah tangga, seorang pelayan Tuhan yang sejati. Keluarga besar saya di Bali adalah keluarga Kristen Protestan yang giat melayani, bahkan rumah kami di kampung dijadikan gereja. Dari merekalah saya mengenal Kristus, sebagai seorang Protestan. Saya hanya mengetahui sedikit sekali tentang kampung halaman saya, karena setelah saya berumur lima tahun, kami sekeluarga pindah ke Jakarta, awal-awal di Jakarta pun kami harus berpindah-pindah tempat untuk kontrak rumah atau numpang dirumah saudara, sebelum akhirnya setelah saya duduk dikelas 3 SD saya benar-benar merasakan punya rumah sendiri. Tidak banyak kenangan yang saya dapat ingat mengenai masa kecil saya, mungkin karena terlalu sering pindah rumah.

Boleh dikatakan keadaan keluarga saya adalah broken home, karena komunikasi antar keluarga terutama suami istri tidak berjalan sebagaimana mestinya. Broken home bukan karena orang tua bercerai. Saya anak ke dua dari tiga bersaudara. Saya memiliki kakak perempuan dan adik laki-laki. Saya dan Kakak saya berjarak tiga tahun, sedangkan dengan adik saya, emapat tahun. Ada yang khusus dengan adik saya, dia penderita Down Syndrome (mungkin disinilah awal kekecewaan papi terhadap anak harapannya). Mungkin anda beranggapan saya pastilah memiliki panutan seorang kakak perempuan. Namun anda salah besar, karena kakakku adalah seorang pemberontak. Ya, karena pergaulan yang tidak benar dan kurangnya control dari orangtua, dia hamil di luar nikah waktu SMA (saya masih SMP waktu itu). Saking kecewanya, Papi akhirnya memborbardir saya dengan pernyataan yang diulang-ulang seperti ini: “Lihat, kakakmu sudah begitu, dan adikmu sudah tidak mungkin diandalkan, maka kamu harus jadi orang yang berhasil supaya ada yang bisa dibanggakan dari keluarga ini.” Bayangkan, anak ABG 14 tahun sudah didoktrinasi semacam ini. Saya pun tumbuh menjadi orang yang sangat penurut karena takut, seorang yang tidak dapat mengambil keputusan sendiri, seorang pencemas dan pemikir, seorang yang selalu penuh dengan kekhawatiran. Jadilah saya seperti orang yang merasa tidak mempunyai pegangan, tidak memiliki seseorang yang dapat saya andalkan, selain teman-teman saya.

Namun, saya adalah anak yang pintar dan di balik kecemasan saya, saya berpura-pura menjadi seseorang yang sangat ramah, agar orang-orang tidak tahu saya sedang sedih. Ya, seperti memiliki dua kepribadian yang berbeda. Sejak SMP, setiap selesai sekolah saya tidak pernah langsung pulang ke rumah. Saya pasti ke rumah teman sampai sore, dan baru pulang rumah setelah jam enam sore. Saya paling malas ke sekolah minggu karena saya berpikir dari Senin sampai Sabtu saya sudah sekolah, masak hari Minggu saya harus sekolah lagi, kapan liburnya…..? Dengan berbagai alasan saya selalu menolak.

Sampai pada suatu hari saya berkenalan dengan seorang teman baru di SMP saya. Dia yang akhirnya memperkenalkan kembali konsep keTuhanan dan Gereja kepada saya. Saya diajak ke gereja tempat dia biasa kebaktian, sebuah Gereja Pantekosta. Hasilnya luar biasa, saya lama-lama menjadi aktif sekali di sana, malah lebih aktif dari teman saya itu, entah itu merupakan suatu panggilan atau hanya pelarian. Saya menjadi singer, menjadi Guru Sekolah Minggu dan mengajar menari. Hal tersebut berlanjut samapai saya di SMA. Saya aktif di organisasi Kristen di sekolah, termasuk anak yang paling berpengaruh di lingkungan organisasi tersebut, tapi anehnya, cara hidup dan tingkah laku saya sama sekali tidak memcerminkan anak Tuhan. Tetapi toh menurut saya waktu itu, melayani Tuhan dan pergaulan saya adalah dua hal yang sangat berbeda dan keduanya tidak dapat dicampuradukkan.

Menjelang kelas 3 SMA Papi saya bertanya, karena beliau merasa ‘aneh’ melihat saya sangat santai, tidak pernah ikut bimbingan belajar untuk UMPTN. “Sigrit, kamu mau kuliah di mana nanti?” Dengan enteng saya menjawab, “Mau di Tarakanita saja Pi, jurusan sekretaris, biar kuliah tiga tahun saja bisa langsung kerja, jadi Papi ga repot”. Ya, saya sudah menyiapkan semuanya, saya sudah tau saya akan kuliah di Tarakanita. Karena jarak antara kampus dan rumah sangat jauh, maka saya minta masuk asrama. Alasannya,  supaya tidak terlambat kuliah. Padahal ini hanya merupakan salah satu alasan untuk “melarikan diri dari rumah”. Dengan tekad bulat saya tidak ikut UMPTN, saya tidak ikut test masuk perguruan tinggi manapun, kecuali test masuk Tarakanita. Malamnya sesudah selesai test saya berdoa dengan sungguh-sungguh. Sepertinya hanya doa ini yang pernah saya doakan dengan paling sungguh-sungguh masa itu! Tuhan menjawab doa saya, saya lulus dan berhasil masuk asrama.

Di asrama, saya terkaget-kaget dengan sistem pengajaran di sebuah akademi Katolik, luar biasa disiplin dan ketat. Kami semua satu angkatan terdiri dari 600 orang, jadi total di kampus itu ada 1800 orang calon sekretaris yang semuanya perempuan. Hanya segelintir orang yang masuk asrama, hanya 120 orang dari tiga angkatan. Di asrama sendiri tidak ketat, hubungan antar kami dekat sekali seperti kakak-beradik. Namun di sinilah iman Katolik saya bertumbuh. Karena menjadi anak Asrama Mediatrix, saya harus mengikuti semua kegiatan yang diprogramkan termasuk doa malam di kapel.

Saya termasuk anak yang rajin ke kapel. Pertama-tama, saya melihat dan berkata dalam hati, “Cara berdoa orang Katolik aneh sekali, membosankan, begitu hening, tidak ada tepuk-tepuk tangannya, tapi kok pada tahan ya?” Itu anggapan saya pertama kali ikut doa malam. Anehnya lagi ketika saya ikut doa rosario, batin saya berperang… apa saya sudah benar ikut-ikut doa begini, kan ngga boleh menyembah yang lain selain Tuhan, tapi kenapa kita berdoa dengan menyebut nama Maria? Kan dia juga manusia sama seperti kita… Berbulan-bulan hati saya berkecamuk.. tidak tenang, gelisah.

Tetapi pelan-pelan saya penasaran, saya belajar sendiri, saya bertanya dengan teman-teman, dengan pastur, dengan para biarawati yang tinggal di biara belakan kapel, lewat buku dan sebagainya. Saya belajar, bahwa orang-orang Katolik tidak menyembah Maria. Mereka menghormatinya karena Maria adalah Bunda Kristus yang sudah dipersiapkan Allah sejak awal untuk dikuduskan bagi Kristus. Orang Katolik juga menghormati Malaikat dan Orang Kudus karena mereka dekat kepada Allah dan mereka senantiasa berkomunikasi kepada Allah. Sebuah konsep yang sama sekali asing buat saya sebagai seorang Protestan, yang sama sekali tidak pernah mengenal konsep Maria dan orang Kudus, malaikat, dan sebagainya. Yang saya pelajari selama ini di gereja Protestan adalah bahwa Maria adalah manusia biasa yang dipakai Tuhan untuk melahirkan Kristus. “Kita tidak menyembah atau berdoa kepada yang lain selain kepada Kristus saja. Tidak juga berdoa kepada santo/santa karena mereka juga manusia yang pasti ada dosanya,” itu kata Pendeta saya waktu itu. Bagi gereja tempat saya beribadah, menjadi Katolik adalah sesuatu yang murtad dan “haram” karena sudah jelas-jelas menyembah patung. (Setelah saya menjadi Katolik, saya menyadari betapa kelirunya pandangan ini. Orang Katolik tidak berdoa kepada Maria dan orang Kudus, dan juga tidak menyembah patung. Orang Katolik hanya berdoa memohon agar Maria dan para orang kudus itu mendoakan mereka).

Tetapi anehnya, semakin diyakinkan oleh Pendeta saya, saya semakin merasa penasaran ingin tahu lebih banyak lagi tentang kebenaran Gereja Katolik. Saya tidak pernah ke gereja saya lagi sejak tahun kedua saya di Tarakanita. Saya jarang pulang karena situasi di rumah juga sangat tidak nyaman, karena banyak pertengkaran orang tua. Setiap minggu pagi saya selalu antusias untuk ke gereja St. Anna bersama teman-teman saya yang Katolik, walaupun tidak ikut komuni. Saya mendengarkan homili, saya merasakan tenangnya keheningan gereja, saya berdoa minta petunjuk pada Tuhan, saya harus bagaimana. Tuhan tidak langsung menjawab atau memberikan jalan. Menurut saya, Tuhan hanya ingin melihat kesungguhan saya untuk menjadi seorang Katolik.

Selepas kuliah saya belum juga menjadi Katolik, tapi saya dipertemukan Tuhan oleh seorang yang luar biasa yang menunjukkan jalannya kepada saya.  Dia seorang Katolik yang taat. Darinyalah saya belajar berdoa kembali setelah lama sekali tidak berani berdoa karena bingung dan takut salah. Dia meminjamkan buku doa kecil kepada saya, dan berkata, “Buku ini adalah hadiah krisma dari pastur parokiku waktu itu. Isinya banyak doa-doa. Kamu bisa belajar berdoa lagi dari buku ini.” Dia menyarankan kalau saya serius untuk menjadi Katolik lebih baik saya belajar dalam kursus katekumen di gereja.  Akhirnya saya mendaftar kursus di Gereja dekat rumahnya. Ternyata dia yang mengajakku itu akhirnya menjadi suami saya.

Tuhan menjawab doa saya, saat saya minta izin menjadi Katolik kepada Mami saya. Beliau senang sekali, katanya pada calon suami saya waktu itu: “Terimakasih, kamu sudah mengembalikan Sigrit ke jalan Tuhan.” Wow, saya tidak pernah mengira akan semulus ini jalannya. Lain cerita dengan reaksi Pendeta saya. Beliau hanya diam, tapi sejak saat itu, setiap kali bertemu, beliau selalu “menyempatkan diri” untuk mengajak saya kembali ke kebaktian di gerejanya dengan berbagai cara. Sampai-sampai saya merasa kok sepertinya dia berfikir saya dan suami saya adalah orang yang paling berdosa dan paling perlu diselamatkan dari Gereja Katolik.

Teman-teman kantor juga mulai bertanya, kenapa saya berpindah ke Gereja Katolik. Mereka pikir saya ikut-ikutan hanya karena ingin menikah dengan suami saya. Lalu saya bercerita tentang mengapa saya menjadi Katolik, mereka malah berkata, “Kamu kan tahu Gereja Katolik itu kayak apa bobroknya, masak dosa bisa dihapus pake surat?” (Setelah saya menjadi Katolik, saya mengetahui, yang dibicarakan adalah penyimpangan ajaran tentang Indulgensi, yang terjadi di abad ke-16). Saya hanya tersenyum dan berkata, “Memang di jaman dahulu terjadi penyimpangan dalam penerapan ajaran Gereja, walaupun sebenarnya, ajarannya tidak salah. Lagipula,  sekarang sudah tidak ada lagi penyimpangan itu. Dan Bapa Paus bahkan mengakui bahwa hal tersebut adalah kesalahan yang dilakukan oleh putera- puteri Gereja Katolik di masa lalu. Selanjutnya Gereja memperbaiki diri dan bertumbuh dari situ, untuk menjadi Gereja yang lebih baik. Sama seperti kita, Paus-paus terdahulu juga manusia biasa, yang bisa juga berdosa dan melakukan kesalahan, namun jangan lupa, mereka itu sudah dipilih Tuhan untuk menggantikan Rasul Petrus. Maka walaupun mereka dapat melakukan kesalahan sebagai manusia, namun pada waktu melaksanakan wewenang mengajar, mereka tidak dapat salah, karena kuasa Kristus sendiri yang menjamin demikian.” Pertanyaan seperti ini bukan hanya satu atau dua kali. Bahkan ada yang mengajak berdebat, namun saya menolak. Menurut saya percuma saja, maka saya katakan padanya, “Kalau mau cari info lebih lanjut, tanyalah kepada Pastur yang lebih tahu banyak atau baca buku, tapi jangan ajak saya debat, saya tidak mau”.

Saya diterima secara resmi di Gereja Katolik 31 Juli 2004 dengan mengambil nama baptis Theresa (St. Teresa dari Kanak-kanak Yesus) karena saya sebenarnya dibaptis di gereja protestan pada bulan Oktober, bulannya St. Teresa dan saya mau meneladani semangat St. Teresa berkarya bagi Tuhan melalui hal-hal yang kecil, untuk mengasihi Tuhan dan semua orang karena Tuhan mengasihiku.

Yang saya pelajari dari menjadi Katolik adalah menjadi pribadi yang lebih stabil, tidak melayani Tuhan hanya karena pelarian, tetapi karena Tuhan sendiri. Selanjutnya, saya belajar bahwa iman harus nyata dalam perbuatan, dan bukan hanya dalam perkataan saja, agar hidup kita dapat menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Saya menyanggupi panggilan hidup berkeluarga, menjadi istri dan ibu yang bekerja dari dua orang anak, Sebastian 3,5 thn dan Rafael 5 bulan. Saya melayani keluarga untuk Tuhan, dan aktif menjadi pengurus Perkumpulan Katolik di gedung Sentra Mulia tempat saya bekerja.

Saya, suami dan anak pertama kami Sebastian, biasanya mengikuti misa kedua di Gereja kami St. Matius Penginjil Bintaro. Anakku selalu berusaha untuk mengikuti dengan khidmat keseluruhan misa (dengan gaya kanak-kanaknya yang menggemaskan tentunya) dan selalu antusias untuk bersalaman dengan “Opa Pastur-nya” setiap kali habis misa. Pastur Paroki ingat sekali padanya, dan selalu berpesan…, “Jadi Uskup ya kalau sudah besar.” Sebastian tersenyum senang dan saya mengaminkannya. Semoga Tuhan mengijinkan…

26 COMMENTS

  1. Terima kasih bu Sigrit tuk kesaksiannya. Sangat meneguhkan. TUHAN Yesus memberkati ibu sekeluarga.

  2. Bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakasih disertai rasa bangga sebagai manusia biasa. Bersyukur karena begitu besar kasih Tuhan kepada Ibu. Bangga bukan karena jumlah umat Katolik secara statistik bertambah, melainkan karena ibu sungguh menggunakan kebebasan untuk beriman secara sadar.

    M.J. Daeli

  3. Trimakasih kepada Tuhan yang telah membimbing Ibu Sigrit kembali ke rumah HOME SWEET ROME semoga kita selalu dikuatkan dan bisa tetap selalu menjalankan ajaran Tuhan Yesus kepada siapa saja yang kita temui. Amin……………………..

  4. trima kasih bu sigrit…, dengan bersatunya kembali ke pangkuan Gereja, ini baru awal dari sebuah perjalanan panjang dan masih banyak lagi rintangan , godaan di depan kita . Haruslah kita pasrah kan sepenuhnya kepada Yesus yang akan menggembalakan kita , dan berjalan bergandengan tangan saling meneguhkan supaya kita sampai di rumah Bapa.

    Salam Damai

  5. Puji Tuhan aku masih merinding membaca kesaksianmu ,salam untuk keluarga,semoga Tuhan memberkati.

  6. Seperti pada saat kita mengatakan I LOVE U…
    harus disertai dengan perbuatan I LOVE U…..

    kalau cuma kata2 doank mah….ga butuh hati yang full of love…

    YUpz… Bersyukurlah menemukan gereja yang paling kaya ini…

    JBU

  7. Ma Ideth,…cukup kaget melihat artikelmu disini. Dan menjadi kagum membacanya. Teruskan apa yang kau yakini my sista….semoga bisa di contoh oleh miss ‘D” (you know lah). Tuhan Yesus selalu mendampingi kita dan Rok Kudus Nya bekerja dalam diri kita semua. Proficiat !

    GBU

  8. selamat datang dan selamat berjuang… saya senang ibu telah memilih spiritulitas mengerjakan hal-hal kecil dan sederhana… ini kecil dan langka… saya juga mau belajar dari ibu… proficiat bu sigrit

  9. Salam buat ibu Sigrit,

    Saya telah membaca statement ibu yang memaparkan keberadaan ibu semasa ibu masih anak-anak dan kebaktian ibu pada gereja protestan.

    Saya bersyukur sekali karena ibu bisa mendapat terang ilahi dari sang Ilahi yaitu Yesus sendiri lewat Roh Kudusnya. Roh yang diturunkan Oleh Yesus hanya satu Roh, namun bermacam karyanya. Jadi saya pikir Roh Kudus yang diterima oleh orang Katolik adalah Roh yang keluar dari Mulut Allah dan Putra.

    Saya salut atas iman ibu yang konsistent untuk memilih jalan lebih pantas dan benar yang diajarkan Oleh Yesus kepada para Muridnya. Seperti Yesus sendiri memberi kuasa kepada Petrus muridnya untuk mendirikan gereja.

    Gereja lain tidak berlandaskan pada gereja yang didirikan oleh Yesus diatas Batu karang (Petrus) mereka merasa bahwa merekalah yang paling benar, ternyata roh yang mereka terima adalah Roh bisa terpecah-pecah bisa mendirikan gereja lain.

    Oleh karena itu, saya turut berdoa agar iman kita kepada gereja Katolik Roma tidak akan koyak sampai akhir jaman, dan Gereja Katolik tetap Satu-Kudus, Katolik dan Apostilik.

    Seperti Yesus berpesan: aku akan menyertai engkau sampai pada akhir jaman.

    Amin,
    Deo Gratias,

    Aquilino Amaral

    • Saya dulu juga kristen tp akhirnya pindah katolik krn saya nikah dgn istri katolik. Saya berpendapat bahwa masuk kristen tidak masalah , masuk katolik juga tidak masalah asal kita menyembah Kristus sbg Tuhan dan Jurusalamat bukan krn kita jadi katolik / kristen .
      Perkara kalau katolik adl gereja yng Yesus dirikan sedangkan krsiten adl bukan itu semua adl pendapat pribadi yng sungguh tendensius dan memojokkan, apalagi pake ayat , konsili , magisterium , pernyataan dari para bapa gereja , wah…payah…gereja jadi tempat berpolitik bukan untuk membangun rohani dan iman.
      Saya baca sebuah buku , penulis bertanya : mengapa ada banyak gereja & aliran , Tuhan menjawab : tak ada yang salah, itu semua adalah cara mereka untuk datang kepadaKU.
      Mari kita kabarkan INJIL KESELAMATAN kpd mereka yg belum percaya melalui tindakan & perkataan kita…GBU

      • Shalom Budi,

        Sesungguhnya, yang ingin dicapai di sini adalah kita menyampaikan apa yang kita ketahui tentang kebenaran, sesuai dengan yang kita ketahui dari Alkitab dan ajaran para rasul dan Bapa Gereja; karena jika kita sungguh percaya kepada Kristus, maka seharusnya kita mempercayai apa yang diajarkan oleh-Nya dan oleh para rasul, dan para Bapa Gereja yang menghubungkan kita dengan para rasul. Jadi jika kita menyampaikan hal ini, bukan karena pendapat pribadi, namun karena suatu fakta. Bukan untuk memojokkan, bukan untuk memaksa siapapun. Bagi yang terbuka untuk mendengarkan dan mempelajarinya, tentu akan berguna bagi dirinya sendiri; namun jika ada yang menolak, kami juga tidak memaksa, sebab Tuhan Yesus dan para rasul-pun tidak memaksa.

        Prinsipnya di sini, adalah, bahwa Yesus memang menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan tentang kebenaran (1 Tim 2:4); dan karena sebagai umat Katolik kita percaya bahwa kepenuhan kebenaran ada di dalam Gereja Katolik, maka kita sesungguhnya mempunyai tugas untuk mewartakan kebenaran ini. Namun tentu, tidak disertai dengan tindakan tendensius dan memojokkan. Adalah suatu fakta bahwa Tuhan Yesus menidirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus (Mat 16:18) dan memang kepemimpinan Rasul Petrus itu dilanjutkan secara turun temurun sampai sekarang di dalam Gereja Katolik.

        Ya, mari bersama mengabarkan Injil, terutama kepada yang belum percaya kepada Kristus.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

      • Shalom pak Budi Yoga Pramono
        Salam buat pembaca sekalian..

        Saya sangat salud dengan pengakuan bapak yang tulus bahwa dulu Kristen sekarang menjadi Katolik. bagaimanapun juga jika ditelusuri dari hati yang murni, sebaiknya kita mengakui bahwa Gereja Katolik telah mewartakan dan mengajarkan “Kebenaran” sesuai dengan yang telah di ajarkan Kristus..

        Sikap umat Gereja Katolik beribadah.
        Didalam ibadah Gereja Katolik (Misa Kudus) dari awal sebelum ibadah dimulai umat di didik untuk melakukan permenungan secara batin, secara keseluruhan jalannya ibadah diarahkan focus kepada Tuhan kita. Disinilah cerminan sebuah sikap dalam Misa Kudus yang di jalankan serta di taati oleh seluruh umat Katolik.. dengan melalui permenungan, dengan kerendah hati datang dihadapan Tuhan.. masing-masing umat memohon agar supaya senantiasa dituntun dan dibimbing oleh-Nya dengan perantaraan Roh Kudus. (Inilah menjadi salah satu ciri sikap umat Katolik beribadah kepada Tuhan sebagai Sang Pencipta dan Sang Juru Selamat).

        Peran Magisterium
        Gereja dan umat taat dan patuh di dalam menjalankan apa yang telah ditentukan oleh Masgiterium, bukan semata-mata karena tunduk kepada sebuah sistim Kerajaan Roma Katolik (pernyataan ini suatu kesalah pahaman atau memang bersifat menyudutkan Gereja Katolik). Justru peran Masgiterium menjalankan fungsinya agar apa yang telah di ajarkan oleh Kristus 2000 tahun silam tidak punah oleh sejarah perjalanan waktu, dimana Magisterium telah menentukan batas-batas bagi pengikut Yesus yang setia dan mau taat.
        Mengenai pendapat bahwa Gereja Katolik ikut serta dalam berpolitik, satahu saya ini semata-mata hanya menjalankan fungsi sosialnya di dalam memperjuangkan keadilan bagi umat beragama.

        Perjamuan Kudus
        Di dalam sebuah Misa Ekaristi Umat Katolik mengimani Tuhan sendiri telah hadir, sebab Tuhan datang dalam Gereja-Nya bagi umat yang di undang untuk merayakan Perjamuan Kudus, agar seluruh umat Katolik di Kuduskan oleh-Nya. (makna Perjamuan Kudus di Gereja Protestan sangat berbeda, dapat kita lihat dari saat roti dan anggur di edarkan dalam sebuah baki, kemudian dibagi-bagikan sampai perjamuan selesai.. bandingkan nilai Sakral dan Spiritual-nya yang sangat berbeda).

        Disini perlu saya paparkan sebuah kisah nyata bahwa, saya pernah 2 tahun lebih beribadah di sebuah Gereja Protestan (sebab saya beranggapan menyembah Tuhan Yesus yang sama). selama 9 bulan saya mengikuti pengajaran pendalaman iman mereka, dengan di dasari meninjau tiga hal diatas.. bagi saya yang terbiasa dengan menjalani ketaatan kepada ajaran Yesus dan mengimaninya dengan jiwa dan pikirannya yang sehat, selama saya beribadah di Gereja Protestan saya tidak mendapatakan pertumbuhan apa-apa.. justru sebaliknya, makin dalam saya masuk kedalam makin banyak pula pertentangan2 timbul oleh karena pengertian yang berbeda-beda.

        Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah artikel di internet dengan judul “Umat Katolik takut pada pengajaran Protestan” (saya mohon maaf sebab tidak mencatat sumbernya), padahal yang terjadi adalah sebaliknya, apa yang telah anda alami justru membuktikan bahwa sebuah “Kebenaran” yang sifatnya illahi hanya di temukan di dalam Gereja Katolik. Justru umat Protestan-lah sebenarnya tidak berani datang menerima pengajaran Gereja Katolik disebabkan karena: Tidak ingin taat dan tunduk pada subuah sistim pengajaran. sehingga masing-masing dari mereka membuat bermacam-macam statement yang disesuaikan oleh pemikiran masing-masing orang.
        Perlu menjadi perrenungan kita bersama, jika seorang murid (jangan menyebut dirinya sebagai hamba Tuhan) yang tidak mau tunduk kepada sang guru, lalu apa yang akan terjadi pada murid tersebut? Begitu pula dengan seorang anak yang menolak didikan orang tuanya, apa yang akan berakibat pada sang anak?

        Saya kurang setuju dengan pendapat mengatakan: “Tuhan menjawab : tak ada yang salah, itu semua adalah cara mereka untuk datang kepadaKU.” Sebab menjawab sebuah panggilan illahi, peran Roh Kudus sangat nyata. Perintah Tuhan juga sangat jelas bahwa Gereja yang di dirikan oleh Kristus adalah Gereja Katolik dan bukan Gereja-Gereja yang di dirikan oleh kelompok atau orang2 tertentu.

        Mari kita semua menyadari sebuah kenyataan bahwa manusia pada hakekatnya memiliki sifat “angkuh” dengan menolak merendahkan diri datang dihadapan Tuhan serta bersedia bertobat (dalam pemikiran, perkataan dan perbuatan). Saya maumengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh team katolisitas.org di dalam partipasi panggilannya. sehingga semua pihak makin mengenal sebuah arti “Kebenaran” secara rohani. Mudah-mudahan tulisan saya ini bermanfaat bagi mereka yang sedang berada di persimpangan jalan serta lebih meneguhkan Iman Katolik yang telah kita miliki.

        Salam damai Kristus Yesus.
        Felix Sugiharto.

  10. Ibu Sigrit:

    Puji Tuhan! Saya adalah seorang Protestan, berumur 47 tahun, tetapi setelah belajar sendiri selama lebih kurang 4 tahun, saya memutuskan untuk kembali ke gereja semula, gereja perdana, yaitu Gereja Katolik. Semua yang saya terima di Protestan tentang gereja Katolik salah semuanya. Sola fida dan sola scriptura tidak diajarkan di dalam Kitab Suci. Kitab Suci baru menjadi komplit pada akhir abad 3, sedangkan gereja, sebagai lembaga yang melahirkan Kitab Suci, sudah ada sejak abad pertama. Pendeta-pendeta Gereja Protestan tidak pernah mendapatkan pelajaran tentang bapa-bapa gereja. Kita selamat, menurut kitab Yakobus, bukan oleh iman saja, tetapi iman dan perbuatan.

    Pengajaran tentang api penyucian menyempurnakan apa yang saya rasa timpang selama ini. Api penyucian itu ada baik menurut Kitab Suci dan menurut Bapa-bapa gereja. Venerasi kepada Maria adalah suatu keharusan. Kita harus berterima kasih kepada Bunda Maria karena melahirkan dan membesarkan Kristus. Dan di dalam Wahyu 12, Maria adalah wanita yang dimahkotai di sorga dengan matahari, bulan dan bintang.

    Saya merasa penziarahan saya sudah lengkap. Selamat!

    David Jerry

  11. Cerita yang indah dan inspiratif. Sesekali saya berpikir bila orang katolik ingin pindah ataupun tergoda untuk pindah ke agama lain (tentu saja itu adalah hak asasi setiap orang) saya sarankan membaca kisah2 seperti ini sebelum bertindak. Supaya? supaya tidak jadi pindah :)

  12. Dear Sigrit

    Welcome home Sigrit, karena GK adalah Gereja yg didirikan oleh Yesus sendiri, semoga kesaksianmu semakin memperkuat iman saudara saudara kita yg lain.

  13. kak sigrit, trima kasih uda mau menampilkan kisah ini..
    saya sngat senang membaca kisa kak sigrit..
    kisah kak sigrit sudah mengetuk hati saya,,
    dan saya jg akhirny mndapat jwaban atas prtanyaan” yg ada d hati saya slama ini..^^
    trima kasih skali lagi..
    smoga Tuhan memberkati kluarga kakak dlm nm Bapa,Putra,& Roh Kudus..^^

  14. Dulu saya suka dikucilkan sama teman2 yang protestan meraka selalu berkata orang2 katolik menyembah bunda maria.. bukannya Yesus terus memakai rosario kaya sepupu kita, terus mengaku dosa juga dengan pastur kan mereka manusia seperti kita… saya suka kesal kog mereka suka menjelek jelekan agama orang kayanya mereka yang paling benar aja. setelah saya membaca artikel dari sigrit dan penjelasan dari bu indri membuat saya mendapat kebenaran iman katolik saya kembali..
    terima kasih sigrit.. GBU allways

  15. Terima kasih atas komentar teman2 yang menguatkan.. semoga menjadi kekuatan juga bagi mereka yang membutuhkan…

    Teruslah berkarya bagi Tuhan, bila kau tidak bisa berkarya besar, lakukanlah karya-karya kecilmu dengan tulus dan penuh cinta.

    God speed!
    Sigrit

  16. Buat Sigrit….

    sy sgt gembira pabila mbaca kisah sigrit….sy rasa sgt bersyukur pada TUHAN dan terasa semakin dekat dengan BAPA…saya lebih yakin dgn KATOLIK….

    lagi satu kisah Sigrit..hmpir serupa dengan kisah saya….sy harap dapat meneladani kak sigrit …..sebagai seorang Katolik kita kena yakin dan menjadi seorang yangbenar2 katolik bukan hanya pada nama….

    THANKS GOD!!…IM HOME..

  17. Sigrit, saya ucapkan rasa terima kasih saya atas kesaksian yang bagus sekali itu. Iman Katolik saya menjadi ikut dikuatkan dan disegarkan. Selamat. Terima kasih juga pada katolisitas atas kerasulan yang tidak habis-habisnya mengenai iman Katolik yang luhur dan mulia karena membawa kita pada keselamatan yang abadi. Shaloom: Isa Inigo

    • Salam damai sejahtera

      Dear Sigrit

      Jangan lupa didik kedua anak-2mu dengan Firman Tuhan setiap saat , baik kamu sedang duduk atau kamu sedang berdiri, jangan ulangi kesalahan orang tuamu yang hanya mengharapkan kebanggaan dari anak2nya dengan kebanggaan duniawi, tapi melupakan apa yang dikehendaki oleh Bapa Surgawi.

      Salam
      mac

  18. Dear Sigrit,
    Senang membaca kisah perjuangan Sigrit, akhirnya mendapatkan kebenaran, kebahagian dan ketentraman. Semoga semakin mengasihi Tuhan dan sesama dan selalu diteguhkan iman Sigrit sekeluarga agar selalu setia pada Gereja yang didirikan-Nya. (Btw, pada saat Sigrit memberikan komentar di kesaksian kami (Don’t Give Up), kami kira nama Sigrit adalah pria, ternyata kami keliru-maaf ya..).

    • Dear Sigrit,
      “……..Tuhan menjawab doa saya, saat saya minta izin menjadi Katolik kepada Mami saya. Beliau senang sekali, katanya pada calon suami saya waktu itu: “Terimakasih, kamu sudah mengembalikan Sigrit ke jalan Tuhan……”
      Saya meyakini bukan Sigrit saja yang mendapat terang Roh Kudus (Roh Kebenaran), tetapi juga mami-mu.

      Saya meyakini bahwa berada dalam kesatuan dengan Gereja-Nya adalah laksana berada dalam kandang domba-Nya, yang setiap hari dijaga dan digembalakan oleh Yesus sendiri, sehingga tidak akan tersesat.

      Bagi yang berada di luar Gereja-Nya pasti akan tersesat dan akhirnya menemui kebinasaan, kecuali karena ketidak-tahuannya dan bila mereka telah sungguh-sungguh mencari Allah.

      Tugas kita adalah mengabarkan dengan benar siapakah gereja-Nya itu dan apakah yang diajarkannya.

      Semoga kesaksianmu boleh membawa berkat bagi yang lain. Amin.

      De Santo

      • ibu yang di kasihi Tuhan Yesus,,aku terkesan sekali atas kesaksian ibu, betapa mulyanya hati seorang ibu yg begitu gigih walau banyak rintangan menghalangi , ibu perlu di ingat ini tugas ibu semakin berat , mari ibu kita berjalan bersama sama semoga tanggung jawab dan beban yang kita pikul ringan demi untuk memulyakan Tuhan,

Comments are closed.