Pertanyaan:
Shallom bu inggrid dan pak stef,
Berkaitan dengan api penyucian ini, apakah berlaku sebaliknya orang yang sudah meninggal (bukan santo/santa) dan dlm api penyucian bisa mendoakan kita yang masih hidup? terus terang saya bingung karena ada yang bilang leluhur kita menyertai kita. Lebih bingung lagi dengan kebiasaan keluarga suami pada waktu berdoa untuk pindah rumah. Mamanya membuat makanan dan minuman yang ditaruh dengan harapan leluhur atau orang tua atau keluarga yang sudah meninggal datang dan mendoakan/memberkati keluarga saya. Bahkan sepertinya mereka percaya bahwa leluhur dan keluarga yang sudah meninggal itu bisa “membantu” atau ikut campur tangan dalam kehidupan kita yang masih di dunia. Mohon penjelasannya. Terimakasih. Tuhan memberkati, Ririn
Jawaban:
Shalom Ririn,
Sebenarnya, tidak ada pengajaran definitif dari Magisterium Gereja Katolik yang menyebutkan boleh atau tidaknya kita memohon agar jiwa-jiwa yang masih ada di dalam Api Penyucian untuk mendoakan kita. Yang ada, memang adalah kita diperkenankan memohon agar para jiwa orang beriman yang ada di surga untuk mendoakan kita (KGK 956). Gereja memang mengumumkan Para Santa/ Santo sebagai para beriman yang sudah pasti berada di surga setelah melalui proses kanonisasi Gereja. Sedangkan walaupun kita dapat mempunyai pengharapan bahwa kerabat kita yang telah mendahului kita dapat masuk surga, namun sesungguhnya kita tidak dapat mengetahui secara pasti apakah mereka saat ini sudah berada di surga, atau masih berada dalam Api Penyucian.
Namun demikian, jika kita melihat prinsip adanya kesatuan Gereja yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu Gereja yang 1) masih berziarah di dunia, 2)yang sudah jaya di surga, maupun 3) yang masih harus dimurnikan di Api Penyucian, maka, sesungguhnya, kita diikat oleh satu kesatuan (lih. KGK 954, Lumen Gentium 49). Dengan pengertian ini, maka, sebetulnya kita dapat mendoakan para jiwa yang masih dimurnikan di Api Penyucian, dan dapat juga memohon agar mereka mendoakan kita yang masih berziarah di dunia. Praktek mendoakan jiwa para beriman yang masih berada dalam Api Penyucian ini dan memohon agar mereka mendoakan kita, diajarkan oleh beberapa Orang Kudus, diantaranya adalah St. Alfonsus Liguori, St. Katharina dari Siena, dan Padre Pio.
Teks doa devosi kepada jiwa-jiwa yang dalam Api Penyucian, seperti yang diajarkan oleh St. Alfonsus adalah sebagai berikut:
O most sweet Jesus,
through the bloody sweat which Thou didst suffer in the Garden of Gethsemane,
have mercy on these Blessed Souls.
Have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.
O most sweet Jesus,
through the pains which Thou didst suffer during Thy most cruel scourging,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.
O most sweet Jesus,
through the pains which Thou didst suffer in Thy most painful crowning with thorns,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.
O most sweet Jesus,
through the pains which Thou didst suffer in carrying Thy cross to Calvary,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.
O most sweet Jesus,
through the pains which Thou didst suffer during Thy most cruel Crucifixion,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.
O most sweet Jesus,
through the pains which Thou didst suffer in Thy most bitter agony on the Cross,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.
O most sweet Jesus,
through the immense pain which Thou didst suffer in breathing forth Thy Blessed Soul,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.
(State your intention(s) here while recommending yourself to the souls in Purgatory.)
Blessed Souls, I have prayed for thee;
I entreat thee, who are so dear to God,
and who are secure of never losing Him,
to pray for me a miserable sinner,
who is in danger of being damned,
and of losing God forever.
Amen.
Maka dengan prinsip bahwa 1) kita sebagai sesama umat beriman dapat dan bahkan dianjurkan untuk saling mendoakan (1 Tim 2: 1), dan 2) tidak ada sesuatupun yang dapat memisahkan kita umat beriman (baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal) dari kasih Kristus (Rom 8:38). Maka sangatlah masuk akal bahwa kita dapat saling mendoakan dengan sesama umat beriman, tidak hanya antar sesama umat yang masih hidup, namun juga dengan sesama umat beriman yang telah meninggal dunia dalam kondisi rahmat. Memang, mereka yang sudah berada di surga tidak membutuhkan doa-doa kita, namun kita dapat memohon pertolongan mereka untuk mendoakan kita, justru karena persatuan mereka dengan Tuhan. Mereka yang masih di Api Penyucian membutuhkan doa-doa kita, sebab mereka masih dalam proses pemurnian atas cinta diri, sehingga tidak dapat mendoakan diri mereka sendiri. Namun, mereka dapat mendoakan kita yang masih berziarah di dunia ini, terutama jika intensinya adalah untuk pertobatan. Selanjutnya, jika mereka sampai di surga, merekalah yang nantinya akan mendoakan kita, agar kitapun dapat sampai ke surga.
Maka, meskipun kita dapat memohon para beriman yang telah meninggal dunia untuk mendoakan kita, namun yang mengabulkan doa tetap Tuhan saja, dan bukan mereka. Maka menurut saya, sudah terjadi ‘salah kaprah’ jika diadakan persembahan makanan dalam acara sembahyangan kepada arwah leluhur, dan mohon intensi doa yang nadanya seolah-olah mereka itulah yang bisa mengabulkan doa kita. Sebab, persembahan kita hanya ditujukan kepada Tuhan saja, dan yang boleh kita lakukan hanya memohon agar mereka mendoakan kita (itupun dengan catatan kita tahu bahwa leluhur kita adalah orang yang sungguh beriman dan wafat dalam keadaan rahmat). Jadi prinsipnya, sama seperti jika kita mohon kepada sesama umat beriman yang masih hidup untuk mendoakan kita. Jika pihak keluarga ingin mengenang leluhur dengan membuat makanan kesukaan mereka, boleh-boleh saja, tetapi tidak untuk dipersembahkan dalam upacara sembahyangan. Setelah meninggal, mereka baik yang di surga maupun di Api Penyucian tidak lagi mempunyai tubuh yang dapat menikmati makanan.
Semoga ini dapat menjadi masukan bagi Ririn. Ya, memang terdapat tantangan tersendiri jika anda berasal dari keluarga yang masih berpegang pada tradisi leluhur yang demikian. Tetapi jika kita sudah mengikut Kristus, mari kita dengan rela hati mengikuti aturan Kristus. Kita boleh, bahkan harus menghormati dan mendoakan jiwa-jiwa leluhur kita, terutama dengan mempersembahkan ujud Misa Kudus, khususnya pada tgl 1- 8 November, dan kita dapat pula mendoakan doa yang diajarkan oleh St. Alfonsus Liguori, seperti tertulis di atas. Namun selebihnya, mari jangan kita mencampur-adukkan dengan cara penghormatan leluhur yang tidak sesuai dengan tradisi Katolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org
Shalom tim katolisitas, saya ingin bertanya,,,apakah boleh kita mencari petunjuk dengan menggunakan sarana-sarana alam seperti dengan melihat hati babi? di tempat saya hal ini dilakukan untuk meramalkan suatu kejadian yang akan datang, kemudian jika ada ramalan yang tidak baik, misalnya kematian seseorang, maka diadakan upacara adat dengan mengorbankan hewan tertentu, umumnya ayam, sebagai “ganti” dari nyawa manusia yang akan terkena sial tersebut..apakah hal ini sesuai dengan ajaran gereja? ataukah ini hanya suatu bentuk budaya? terima kasih..
[dari Katolisitas: hal-hal yang Anda tanyakan di atas, yang diawali dengan meramalkan kejadian yang akan datang, tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Untuk lebih jelasnya, silakan Anda membaca artikel ini (silakan klik) “Bolehkah ke dukun atau ke paranormal?” ]
syalom,, sebenarny seperti hal melayat org meninggal atau saat hamil harus membawa gunting atau bawang, itu hanya sebuah mitos kepercayaan dr nenek moyang kita.
Karena slm adanya agama dan kitab suci tersebar, org2an sudah memiliki kepercayaan dengan teori2 sperti itu. Kita hidup dlm lingkungan dengan banyak macam kebudayaan dan kepercayaan dr zaman dahulu, yg membuat org2 sll percaya dgn teori2 tsb yg ada turun temurun..
Tapi kita sbagai org yg ber iman, percayalah dengan apa yg telah d ajarkan oleh Yesus. Krn kita d ajarkan untuk tdk percaya dgn takhayul dan hanya percaya DALAM NAMA TUHAN..
Shalom Sendy,
Membawa gunting dan jahe merupakan salah satu bentuk tahayul. Begitu pula beberapa hal yang sering ditemui yaitu setelah melayat harus mengunjungi tempat tertentu misalnya ke restoran agar arwah tidak ikut ke rumah atau buang sial. Adapula keharusan setelah melayat harus langsung mandi dan dilarang masuk kamar tidur dahulu, dengan alasan yg sama seperti diatas.
Hal-hal tersebut menjadi suatu kekuatiran saya pula, karena didengar dari salah satu teman saya yg Katolik.
Alangkah baiknya sebagai orang Katolik, kita menolak semua bentuk tahayul seperti yang kita ucapkan pada pembaptisan yang kita perbaharui tiap Malam Paskah.
Melayat berarti mendoakan dan melakukan penghormatan terakhir. Jika kita melakukan hal tersebut, secara tidak langsung kita menajiskan (ada kesialan) dari orang yang meninggal, dan bertentangan dengan iman Katolik karena dengan kematian kita berharap bahwa yg meninggal akan bersatu dengan Bapa bukan menjadi arwah gentayangan.
Ingatlah Tuhan Yesus mengatasi segala hal, tidak perlu takut dengan cerita tersebut.
Shalom katolisitas.org,
Apakah betul kita yang masih hidup tidak bisa berkontak lagi dengan yang sudah meninggal.. dan dapatkah kita minta arwah saudara kita mendoakan kita di surga sana? kalau kita memohon bantuan para kudus (santo,santa), berarti “dapat”?
Shalom Leonard,
Pertanyaan serupa sudah pernah dibahas di beberapa artikel di bawah ini:
Bolehkah memohon leluhur mendoakan kita?
Bolehkah berkomunikasi dengan jiwa- jiwa di Api Penyucian?
Benarkah kita tak bisa mohon para kudus untuk mendoakan kita?
Apakah mohon doa dari para orang kudus bertentangan dengan firman Tuhan?
Apakah jemaat perdana percaya akan persekutuan para kudus?
Belajar dari St. Thomas Aquinas tentang memohon dukungan doa orang kudus
Silakan anda membaca terlebih dahulu artikel- artikel tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom,
Beberapa waktu belakangan ini, mama dari teman saya wafat dengan tenang dan kembali ke pangkuan Bapa di Surga. Yang ingin saya tanyakan adalah:
1. Apakah yang sebaiknya dilakukan oleh kita ketika melayat seseorang?
2. Bagaimanakah cara memberikan penghormatan yang terbaik kepada mereka yang telah berpulang?
3. Orang tua saya sangat khawatir ketika saya melayat, dan menyarankan saya untuk membawa gunting kecil, jahe, bawang dsb, lalu membuangnya ke perempatan jalan. Saya tahu yang saya lakukan salah, tetapi mendengar cerita dari orang tua saya mengenai pengalaman mereka membuat saya takut. Bagaimanakah yang sebaiknya dilakukan menurut iman Katolik?
Terima Kasih Bpk. Stefanus dan Bu ingrid.
Tuhan Yesus Memberkati,
-Sendy-
Shalom Sendy,
Terima kasih atas pertanyaannya. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:
1. Ketika kita melayat seseorang, maka kita dapat turut mendoakan orang yang meninggal, agar Tuhan memberikan belas kasihan kepadanya, sehingga dia dapat melihat Tuhan dengan muka. Kita juga dapat mendoakan anggota keluarga yang ditinggalkannya, sehingga mereka dapat memperoleh ketabahan dalam menghadapi percobaan ini. Dan terutama, doakan mereka agar dalam percobaan ini, mereka akan semakin dekat dengan Tuhan. Anda juga dapat mendoakan orang-orang yang hadir, sehingga semua orang dapat menyadari bahwa yang paling penting dalam kehidupan ini adalah mempersiapkan diri untuk dapat bertemu dengan Tuhan.
2. Cara memberikan penghormatan, anda dapat berdoa dengan membuat tanda salib dan kemudian berdoa seperti biasa, yang ditutup juga dengan tanda salib. Biasanya hal ini tidak menjadi masalah untuk dilakukan, walaupun yang meninggal mempunyai agama yang berbeda. Saya masih ingat, ketika mertua saya meninggal (beragama Katolik), ada beberapa orang yang beragama Islam mendoakan dengan cara Islam – tentu saja dalam hati mereka dan tidak mengganggu yang lain.
3. Tidak akan terjadi apa-apa pada waktu kita melayat, jadi anda tidak perlu membawa gunting, jahe, bawang, dll. Apapun yang kita lakukan, lakukanlah demi Kristus dan lakukanlah dengan iman, pengharapan dan kasih. Dengan demikian, kita tidak terjebak pada hal-hal tahyul, yang justru bertentangan dengan iman kita.
Semoga penjelasan di atas dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,stef – katolisitas.org
Kutipan ditas
Namun Gereja Katolik oleh kuasa yang diberikan oleh Yesus, dapat menyatakan seseorang sudah masuk surga. Tentu setelah melakukan penyelidikan, dan jika didukung oleh bukti-bukti dan mukjizat-mukjizat yang terjadi melalui perantaraan doa orang kudus itu
Jika Gereja Katolik memang diberikan kuasa oleh Yesus untuk bisa mengetahui seseorang masuk surga atau masuk neraka, maka :
Bagaimana Gereja Katolik menyatakan tentang keberadaan Nabi Muhamad SAW sekarang ini ?
Di Neraka ?
Sebab tidak pernah sekalipun mengalami baptisan, berarti tidak selamat ?????
Di Api Penyucian ?
Sebab masih ada dosa2nya yang harus dibereskan
Di Pangkuan Nabi Ibrahim ?
Sebab menunggu pengadilan tarakhir
Bagaimana Gereja Katolik menyelidikinya ?
Atau Gereja Katolik diberikan kuasa oleh Yesus untuk menyatakan keberadaan seseorang sesudah meninggal hanya khusus untuk para santo/santa atau orang katolik saja ?
H.Mudaya
Shalom Harun Mudaya,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang keberadaan Nabi Muhammad SAW. Gereja Katolik dapat menyatakan seseorang telah berada di Sorga, yaitu pada saat Gereja menyatakan bahwa seseorang menjadi orang kudus (santa/santo). Namun sebaliknya, Gereja Katolik tidak pernah dan tidak akan menyatakan bahwa seseorang pasti berada di neraka. Hal ini disebabkan, bahwa keselamatan adalah suatu proses sampai akhir hayat hidup seseorang. Dan yang mengetahui kondisi pada detik-detik kematian seseorang adalah Tuhan sendiri. Tuhan yang melihat jauh ke dalam hati seseorang, yang tersembunyi sekalipun, karena Dia adalah maha tahu. Oleh karena itu, kalau ditanya dimanakah Nabi Muhammad SAW, saya hanya dapat menjawab tidak tahu.
Untuk pertanyaan bagaimana proses seseorang dinyatakan sebagai orang kudus, dapat dilihat di jawaban ini (silakan klik). Gereja memang hanya menyelidiki proses kanonisasi dari putera/i Gereja. Mungkin setelah Harun melihat prosesnya, maka Harun dapat lebih mengerti tentang hal ini. Setelah membaca link yang saya berikan, silakan bertanya kembali kalau masih ada yang tidak jelas.
Semoga jawaban ini dapat membantu.
Salam damai sejahtera
Sdr Harun Mudaya
Mungkin karena Gereja memang hanya menyelidiki proses kanonisasi dari putera/i Gereja.dan Sdr kita Stefanus Tay, terlalu sibuk menjawab pertanyaan2 saudara2 kita yang lain sehingga dia tidak tahu dimana keberadaan Nabi Muhamad sekarang ini. Untuk itu saya mohon anda bisa memaafkannya.
Tapi saya yakin Sdr Stefanus Tay tahu dimana nabi Muhamad berada sekarang ini,sebab ada tertulis di dalam kitab Injil.
Jikalau Sdr Harun Mudaya percaya bahwa Muhamad adalah seorang nabi bagi orang muslim.
Mungkin ayat berikut ini bisa membantu menjawab pertanyaan saudara.
Matius13:28 Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan SEMUA NABI DI DALAM KERAJAAN ALLAH, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar.
Jadi kalau suatu hari nanti Sdr Harun Mudaya sudah berada di Sorga , jangan kuatir pasti saudara akan menemukan nabi Muhamad ada disana (di dalam Kerajaan Allah).
Tetapi jangan berharap untuk menemukan bidadari yang cantik , sebab di sorga manusia hidup seperti malaikat dan tidak mempunyai naluri sex lagi, jadi tidak ada bidadari yang akan menemani anda disana.
Salam
Mac
Shalom Machmud dan Harun,
1) Gereja memang hanya menyelidiki proses kanonisasi orang kudus dari putera/i Gereja Katolik, karena parameter yang digunakan adalah “iman, pengharapan, dan kasih” beserta dengan kebajikan pokok, seperti: kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan pengendalian diri pada tingkatan yang heroik. Dalam kategori iman, parameter yang digunakan adalah iman Katolik, dimana juga menyangkut ketaatan terhadap pengajaran Magisterium Gereja. Oleh karena itu, tidak mungkin Gereja Katolik dapat melakukan kanonisasi umat dari agama lain. Namun di satu sisi, Gereja Katolik juga tidak pernah dan tidak akan menyatakan bahwa seseorang – baik dari umat Gereja Katolik maupun umat agama lain – pasti masuk neraka.
2) Pada waktu saya menjawab bahwa saya tidak tahu keberadaan Nabi Muhammad, bukan berarti saya tidak tahu jawabannya. Yang saya maksudkan di sini adalah saya tahu jawabannya (atau setidaknya yang saya tahu), bahwa saya tidak tahu keberadaan Nabi Muhammad. Saya menjawab dengan menggunakan pengajaran dari Gereja Katolik. Saya tidak dapat mengatakan bahwa Nabi Muhammad ada di Sorga, karena Gereja Katolik tidak pernah menjadikan Nabi Muhammad sebagai orang kudus. Saya juga tidak dapat mengatakan bahwa Nabi Muhammad ada di neraka, karena Gereja Katolik tidak pernah menyatakan seseorang ada di neraka. Dengan kerendahan hati, saya mohon maaf, kalau jawaban saya menyinggung saudara/i dari Muslim. Namun, berdasarkan ajaran Gereja Katolik, jawaban saya adalah saya tidak tahu keberadaan Nabi Muhammad. Tentu saja bagi yang beragama Islam percaya bahwa Nabi Muhammad telah berada di Sorga. Pada akhirnya, mari kita percayakan hal ini kepada kebijaksanaan Allah.
3) Machmud memberikan argumentasi dari Mt 13:28. Namun yang dimaksud adalah Lk 13:28, yang mengatakan “Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar.” Di ayat Lk 13:28, Abraham dan Ishak dan Yakub mewakili Patriak dan semua nabi adalah mengacu kepada nabi di dalam Perjanjian Lama, dimana secara langsung maupun tidak langsung mereka memberitakan Kristus.
Gereja Katolik mengajarkan “Allah mewahyukan Diri secara penuh dengan mengutus Putera-Nya sendiri; di dalam Dia Ia mengadakan perjanjian untuk selama-lamanya. Kristus adalah Sabda Bapa yang definitif, sehingga sesudah Dia tidak akan ada wahyu lain lagi.” (KGK, 73). Oleh karena itu, tidak ada lagi wahyu Allah yang baru yang diberitakan setelah Kristus, yang berarti telah berakhir dengan kematian rasul Yohanes yang menuliskan Kitab Wahyu. Semua pengajaran dari Gereja Katolik harus bersumber pada Alkitab dan Tradisi Suci, yang mengacu pada Kristus.
Semoga uraian ini dapat membantu. Pada akhirnya perkara seseorang masuk Sorga dan neraka hanya Tuhan saja yang tahu. Gereja Katolik hanya mengumumkan bahwa sebagian putera/i Gereja telah berada di dalam Kerajaan Sorga karena Tuhan sendiri berkenan untuk memberikan manifestasi melalui mukjijat-mukjijat yang menjadi salah satu syarat dalam proses kanonisasi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Salam Sejahtera Dalam Kristus
Admin yang budiman,
Sesuai dengan sahadat agama katholik yang berbunyi: “Dan dari situ dia akan datang untuk mengadili orang yang hidup dan mati”.
Pertanyaan kami adalah sebagai berikut:
1. Mengapa di surat2 kabar pada kolom orbituari disebutkan telah berpulang ke rumah bapa di surga? Padahal kan mereka belum diadili apakah layak atau tidak mendapat tempat di Surga?
2. Mengenai Api pecucian mengapa belum diadili kok sudah dimasukan ke dalam api pencucian? Bagaimana korelasi api pencucian dengan api neraka?
3. Lalu bagaimana Bagaimana dengan Tempat Penantian? Apakah identik dengan Api pencucian? Jadi bila orang katholik menanti hari kiamat / pengadilan harus dibakar dahulu dan terus menerus kah?
4. Mengapa salam orang katholik menggunakan kata Syalom? Bukankah itu adalah Bahasa Ibrani dimana bila didengar oleh saudara2 muslim kita hanya akan mengingatan akan musuh mereka?
Terima kasih atas perhatian dan jawabannya
Tuhan Yesus Memberkati
Shalom Sonny,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang pengadilan orang mati. Berikut ini adalah jawaban atas pertanyaan Sonny.
1) "Mengapa di surat2 kabar pada kolom orbituari disebutkan telah berpulang ke rumah bapa di surga? Padahal kan mereka belum diadili apakah layak atau tidak mendapat tempat di Surga?" Saya pikir orang-orang pernyataan tersebut hanyalah suatu pernyataan untuk bergantung pada belas kasih Allah. Kita memang tahu bahwa semua orang akan diadili sebelum masuk dalam Kerajaan Sorga. Dapatkah kita membayangkan kalau pemberitahuannya berbunyi "Sedang mengalami pengadilan khusus sebelum diputuskan untuk masuk Sorga atau neraka"
2) Pertanyaan tentang Api Penyucian (bukan pencucian – disucikan bukan dicuci): Pada waktu seseorang meninggal, dalam pengadilan khusus akan diputuskan apakah orang tersebut masuk: a) Sorga, 2) Sorga namun melalui Api Penyucian, dan 3) neraka. Orang yang berada di Api Penyucian pasti akan masuk ke Sorga. Silakan melihat pembahasan lengkap tentang Api Penyucian di sini (silakan klik). Gereja Katolik mengajarkan adanya dua macam penghakiman, yaitu penghakiman khusus, segera setelah seseorang wafat, dan pengadilan umum di akhir jaman. Seseorang masuk Api penyucian setelah melalui pengadilan khusus, ia masih dipandang belum siap untuk masuk ke dalam kerajaan surga. Silakan membaca di sini untuk kedua jenis pengadilan ini, silakan klik.
3) Tentang tempat penantian: Pangkuan Abraham/ bosom of Abraham / tempat penantian adalah tempat penantian (bukan surga), atau dikatakan sebagai "the limbo of the just", atau ada yang menyebutnya sebagai "hell" dalam Credo, yang menjadi tempat penantian jiwa-jiwa orang benar yang meninggal sebelum Kristus. "The bosom of Abraham" itu bukan surga, karena menurut Alkitab, Kristus adalah yang Sulung, yang pertama bangkit dari alam maut, maka Ia-lah yang menjadi paling utama dari segala sesuatu, yang pertama kali dapat memimpin manusia ciptaan-Nya [yaitu orang-orang benar] untuk masuk surga, oleh karena korban salib-Nya yang mendamaikan umat manusia dengan Allah (lihat Kol 1:15-20). Jadi pada saat perikop itu diceritakan, neraka dan surga sudah ada, neraka yang dikisahkan itu memang neraka, namun surga, di mana Tuhan Allah bertahta bersama dengan para malaikat-Nya tidak dikisahkan. Yang dijabarkan di sana adalah tempat penantian/ "the bosom of Abraham", sebab pada saat itu Yesus belum turun ke sana untuk membebaskan jiwa-jiwa orang yang meninggal sebelum kebangkitan-Nya, untuk membawa mereka ke surga. Namun demikian, sudah ada jurang yang tak terseberangi antara tempat penantian/ the bosom of Abraham tersebut dengan neraka, karena memang jiwa-jiwa yang ada di tempat penantian tersebut akan beralih ke surga.
Jadi, sebelum hari kiamat (pengadilan umum), maka semua orang akan mengalami pengadilan khusus pada saat manusia meninggal. Bagi yang berada di Api Penyucian, maka mereka dapat diangkat ke Sorga sebelum kiamat atau pada saat pengadilan umum.
4) Shalom adalah dari bahasa Ibrani, yang berarti salam damai. Kita juga sering memakai bahasa Ibrani yang lain, seperti: Alleluia. Shalom adalah pernyataan damai, jadi tidak ada alasan untuk menyinggung seseorang.
Semoga jawaban di atas dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
bu Ingrid;
Bolehkah saya mengatakan dgn tegas: “TIDAK BOLEH berdoa kepada leluhur kita yg sudah meninggal” ?
Karena kita tidak pernah tahu secara objective apakah beliau itu ada di api penyucian, surga, atau bahkan terpisah dari Allah. Maka berdoa kepada mereka mempunyai resiko / unsafe.
Tapi kita senantiasa berharap yang terbaik bagi beliau, maka terhadap leluhur yg sudah meninggal, kita harus tetap “mendoakan mereka”.
Bila tradisi dalam Gereja ada “berdoa kepada arwah-arwah di api penyucian” (spt kutipan di atas),
hal ini benar karena hal ini bermakna objective… dimana arwah kepada siapa kita berdoa secara objective (pasti) sedang ada dalam api penyucian.
Tapi, kita sendiri tidak bisa secara objective tahu ttg keadaan leluhur kita yg meninggal.
dan hanya Gereja yg dapat menyatakan secara definitif dan objective bahwa seseorang sudah di surga.
Agar dengan demikian perbedaan antara ajaran iman dan tradisi-tradisi dari leluhur/orang tua dapat dipertegas. terima kasih , GBU
Shalom Fxe,
Memang benar, kita tidak dapat mengetahui secara obyektif apakah leluhur kita sudah berada di surga, atau masih dimurnikan di Api Penyucian atau malah terpisah dari Allah. Maka, jika kita memandang dari sisi ini, dan jika kita tidak sungguh mengenal kondisi iman leluhur kita, maka sebaiknya kita memang tidak berdoa memohon kepada mereka untuk mendoakan kita.
Namun jika kita mengenal dengan sungguh leluhur kita, misalnya nenek atau kakek kita yang hidupnya benar-benar kudus, penuh iman dan kasih, dan meninggal dunia dalam kondisi rahmat, maka kita dapat mempunyai pengharapan besar bahwa mereka setidak-tidaknya berada di dalam Api Penyucian (atau bahkan mungkin di surga). Dan dalam hal ini Gereja Katolik memperbolehkan kita untuk memohon mereka untuk mendoakan kita, karena pada prinsipnya sebagai kesatuan umat beriman (Gereja) kita dapat saling mendoakan. Namun demikian, hal memohon dukungan doa kepada jiwa-jiwa dalam Api Penyucian ini bukan pengajaran "de fide" yang berstatus credenda atau tenenda, melainkan memang masih mengandung sifat probabilism. Tepatnya, pengajarannya berbunyi demikian, "The souls in Purgatory can intercede for other members of the Mystical Body" (Sent. probabilis). ((see Dr. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, Rockford, Illinois: TAN books and publishers, 1974, p. 323)).
Sent. probabilis maksudnya adalah bahwa para ahli teolog mempunyai pandangan yang berbeda-beda dalam hal ini, sehingga kita sebagai orang beriman masih dapat mempunyai kebebasan, akankah memegang pandangan ini dengan alasan tertentu, ataukah pandangan yang berbeda. Sebagai contoh, St. Thomas Aquinas memang mengatakan bahwa yang dapat mendoakan kita adalah jiwa-jiwa para kudus yang sudah berada di surga, namun tidak jiwa-jiwa yang masih dalam Api Penyucian. Maka, jika kita memegang pada pengajaran St. Thomas Aquinas, maka kalau kita ingin mendapatkan dukungan doa, memang lebih "aman"memohon agar para kudus di surga mendoakan kita, dan bukan kepada leluhur, yang mungkin belum sampai ke surga.
Namun demikian, memang harus dibedakan, bahwa memohon agar para kudus di surga mendoakan kita itu tidak sama dengan kita boleh meminta-minta rejeki kepada mereka. Sebab, yang mengabulkan doa itu hanya Tuhan saja, para kudus itu hanya turut berperan untuk mendoakan kita, dengan maksud utama supaya kitapun akhirnya dapat sampai ke surga, jadi fokus utamanya adalah keselamatan.
Dengan pengertian ini, maka memang saya rasa tidak perlu lagi mengadakan sembahyangan dengan mempersembahkan makanan-makanan, karena tidak sesuai dengan Tradisi Katolik. Yang sesuai dengan Tradisi Katolik adalah terutama mengajukan ujud Misa Kudus demi mendoakan jiwa para kerabat yang telah mendahului kita. Silakan membaca artikel Indulgensi, silakan klik, untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci tentang bagaimana kita dapat mendoakan jiwa-jiwa yang masih berada dalam Api Penyucian.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom bu…
maaf bu, pertanyaan saya ini menyimpang dari pada topik “mohon doa dari para orang kudus”, yang mau saya tanyakan adalah “berdoa di saat kita melayat kerabat yang telah meninggal” sebab kaum protestan berpendapat tidak boleh berdoa di waktu kita sedang melayat (di depan peti jenasah) orang yang telah meninggal, karena kunjungan melayat hanya bertujuan memberikan kekuatan kepada keluarga yang telah di tinggalkan, bahkan mengheningkan cipta, menganggukkan kepala-pun di larang….alasan yang di tekankan adalah perbuatan tsb sama dengan menghormati arwah, bahkan menurut pendapat mereka foto kerabat yang di pasang didepan peti jenasah sudah di tempati oleh roh jahat….??
Nah pertanyan saya adalah:
Bolehkah kita berdoa di depan peti jenasah, jika di bolehkan alasannya apa?
Apa saja yang boleh/tidak boleh di dalam doa kita?
Apa saja yang boleh kita lakukan di dasari oleh iman Katolik yang benar?
sekian pertanyaan saya.
salam. Soegiharto.
Shalom Soegiharto,
1. Gereja Katolik tidak melihat bahwa berdoa di depan peti jenazah sebagai sesuatu yang dilarang. Malah tindakan melayat, mendoakan dan menguburkan orang meninggal dianggap sebagai kebajikan (lih. Tobit 1, 2). Pada saat kita melayat dan kita berdoa di depan peti jenazah kita tidak menyembah orang yang meninggal itu, ataupun arwahnya. Kita hanya menghormatinya, dan penghormatan ini sama sekali berbeda dengan penghormatan kepada Allah. Jika kita anggota keluarga atau anak dari yang meninggal, tentu kita memberikan penghormatan terakhir kepada orang tua kita. Dan penghormatan kepada orang tua, merupakan perintah Allah (perintah ke-4 dalam ke-sepuluh perintah Allah, lih. Kel 20:12). Juga kita menghormati tubuh ciptaan Tuhan, yang walaupun telah meninggal, tetaplah mempunyai martabat sebagai tubuh manusia.
2. Di dalam doa, kita turut mendoakan jiwa orang yang meninggal, agar Tuhan berbelas kasihan kepadanya, dan mengampuni dosa-dosanya. Kita juga dapat memohon kepada Tuhan, jika jiwa orang itu masih perlu dimurnikan dalam Api Penyucian, semoga Tuhan berkenan memberi kekuatan kepadanya, dan semoga Tuhan segera menggabungkannya dengan kebahagiaan surgawi. Jadi doa kita tetap ditujukan kepada Tuhan, dan kita mengakui kebesaran Allah sebagai Penguasa atas hidup semua manusia. Kita turut bersyukur atas rahmat kehidupan yang sudah diberikan kepada orang yang kita doakan itu, dan kenyataan bahwa orang itu telah dipanggil pulang oleh Tuhan, membuka mata kita akan kesementaraan hidup kita di dunia, dan bahwa suatu saat kita-pun akan dipanggil pulang oleh Tuhan.
Maka, dalam doa di depan jenazah, kita tidak berkomunikasi ataupun menyembah jenazah itu. Kita mendoakan yang meninggal, dengan memohon belas kasihan Allah. Kita dapat mengangkat pengharapan bahwa suatu saat kitapun akan dipertemukan kembali dengan saudara/i kita yang telah meninggal dalam Kristus dalam kebahagiaan surgawi.
3. Selanjutnya, kita dapat terus mendoakan jiwa para kerabat kita yang telah meninggal, sebagai tanda kasih kita kepada mereka. Dasarnya adalah, karena kita percaya bahwa persekutuan umat beriman tidak terputus oleh kematian. Maka Gereja Katolik mengajarkan bahwa karena Tubuh Mistik Kristus (Gereja) itu hanya ada satu, maka Gereja mempunyai 3 fase, yaitu yang masih mengembara di dunia, yang sudah jaya di surga, maupun yang masih perlu dimurnikan dalam Api Penyucian (lih. KGK 954). Nah, mendoakan jiwa-jiwa yang masih dalam Api Penyucian adalah suatu kebajikan/ perbuatan kasih, dan Gereja Katolik memberikan indulgensi bagi kita yang melakukannya. Silakan membaca artikel Indulgensi berikut ini, silakan klik untuk mendapatkan pengertian yang benar dan dasar-dasar Alkitab tentang hal ini. Pada saatnya nanti, jika jiwa-jiwa di Api Penyucian yang kita doakan sudah masuk ke surga, maka merekapun akan mendoakan kita untuk sampai ke surga.
Juga, jangan lupa, seberapapun kita mau menghormati jiwa kerabat kita yang telah mendahului kita, tidak boleh kita melakukannya di luar Tradisi Katolik. Dalam Tradisi Gereja Katolik, cara terbaik untuk mendoakan jiwa-jiwa yang sudah mendahuluikita adalah dengan mengajukan ujud doa dalam Misa Kudus.
Pada akhirnya, memang harus diakui bahwa terdapat perbedaan pandangan antara saudara-saudari non- Katolik dengan kita yang Katolik tentang pengertian ‘orang yang meninggal dalam Kristus’. Sebab menurut yang non-Katolik, orang yang meninggal itu adalah orang "mati", sedangkan bagi kita orang Katolik, orang yang meninggal itu hanya mati tubuhnya, sedangkan jiwanya hidup, sehingga orang itu hanya "beralih dari dunia ini ke dunia yang lain." Jadi penekanannya bukan bahwa orang itu "mati", tetapi orang itu "tetap hidup", hanya saja tidak hidup di dunia ini. Silakan membaca jawaban saya di sini, silakan klik, semoga menjadi lebih jelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Maaf ibu Inggrid, saya ingin menanyakan beberapa hal dari umat kristen protestan di daerah saya yang saya rasa agak fanatik dan apakah itu hanya perasaan saya saja atau memang sesuai dan dibenarkan oleh Gereja Katolik:
1. ketika saya dan teman2 saya yang kebetulan katolik mengunjungi nenek teman saya yang sudah meninggal. karna mereka Chinese kong hu cu, mereka menggunakan hio untuk mendoakan yang sudah meninggal tadi. menggunakan lilin merah dan memakai baju putih menurut adat di daerah saya. nah,, temen saya yang Protestan tadi bela2in gak mau datang. dia ilang mereka umat Protestan gak boleh datang di tempat orang meninggal yang notabene menggunakan adat tiong hua yaitu Dupa dan Lilin merah. padahal teman saya sendiri juga Orang tiong hua. Apa mengunjungi mereka memang dosa dan salah ibu??
2. Teman protestan saya berada dalam posisi seperti ini: Suatu hari dia punya uang dan pengen di kasih ke Gereja nya, trus neneknya bilang:”Daripada kamu kasih kesana, mendingan kamu kasih ke nenek, nenek lagi gak punya uang.” Tapi teman saya ngotot buat kasih ke Gereja. Katanya “Saya lebih baik kasih ke Tuhan”. Saya mau tanya apa perbuatan dia benar? Kalau saya dalam posisinya, saya lebih baik kasih ke nenek saya saja. Saya rasa di Gereja kalau saya tidak kasih sekali2 gapapa. Daripada saya kasih, tapi saya tega melihat nenek saya kesusahan karena butuh uang… apa perbuatan saya berdosa ibu karena saya berbuat demikian?
3. Saya pernah denger dari teman protestan juga. Kata mereka bahwa Khatolik kita ini salah. Maria gak mungkin tetap perawan. Bisa saja ketika Yesus udah lahir. Maria (maaf )“melakukan hubungan dengan Yusuf”. Padahal bukankah Salah satu pernyataan dari empat pendiri Protestant mengakui bahwa Maria tetap perawan dan patut kita hormati. Lalu yang salah siapa? Teman saya yang tidak di ajari sama Gereja nya apa pendirinya protestan emank gak ngomong gitu ibu?
4. saya pernah juga belum lama ini di ajak ke Gereja temen mama saya yang kebetulan seorang Protestan dari GBI. saya menolak dan Dia bilang, “ayo ikut Kristen,, Enak loh ikut Yesus..”. Saya mau tanya ibu, emank gimana sih pandangan mereka? Apakah Yesus itu ibarat sebuah makanan sehingga terasa enak buat mereka? Apakah mereka sepercaya itu bahwa ketika ikut Yesus mereka ibaratnya langsung dapet tempat di surga + keselamatan yang eksklusif selama2lamanya tanpa menekankan perbuatan kasih? Kata mereka yang penting rajin ke Gereja, denger ceramah Pendeta dan bayar perpuluhan ajah?
5. saya pernah mendengar kata teman saya. dia beribadah di Gereja. Katanya kalo ada pacar rajin ke Gereja, pelayanan juga. kalo gak ada yah gak pergi. Kalo putus ama pacar juga gak pergi. Trus kalo dapet pacar di Gereja mereka bilang, “Tuhan yag kasih saya jodoh”. Kalo kena putus, “ohh mungkin Tuhan tahu dia emank gak baik buat aku”. Jadi selama ini hampir tiap pemuda di gerejanya pernah ia pacari satu per satu dengan alasan “masih dalam percarian dan Tuhan belum kasih yang cocok.” Maaf sebelumya. Tapi apakah dengan alasan “Tuhan belum kasih yang cocok dan masih dalam pencarian”, perbuatan memacari satu per satu pemuda di gerejanya itu dapat dibenarkan oleh Tuhan? Dan apa pandangan dari ajaran Gereja Khatolik sendiri?
Terima kasih..
Shalom Stefanus,
1. Tentang hio dan makanan sembahyangan, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Silakan pula membaca tanya jawab di bawahnya yang terkait dengan topik tersebut. Sesungguhnya jika anda langsung berdoa dengan tanda salib, maka pada umumnya anda tidak akan disodori hio untuk berdoa di depan jenazah. Mungkin hal inilah yang dapat anda lakukan sebagai seorang Katolik jika menghadiri doa di depan jenazah, jika di sana keluarganya mempunyai kepercayaan untuk mendoakan jenazah dengan menggunakan hio.
Selanjutnya, Gereja Katolik mengajarkan kita untuk mengasihi sesama, termasuk di antaranya mereka yang sudah meninggal dunia. Kunjungan ke tempat pemakaman ataupun mendoakan mereka yang sudah meninggal merupakan bentuk perbuatan kasih kita kepada mereka. Tentang hal ini sudah dibahas di sini, silakan klik.
2. Tentang manakah yang lebih penting, persembahan uang kepada Tuhan ataukah memberi orang tua yang tidak punya uang? Tentang ini mari kita mengacu kepada apa yang diajarkan Yesus dalam Injil Matius, demikian:
Jadi tidak dapat seseorang menelantarkan orang tuanya dengan alasan memberikan persembahan kepada Tuhan. Memang pada kasus yang dikisahkan di sini adalah nenek, dan bukan orang tua langsung (ayah ataupun ibu) namun jika memang ia sedang sungguh berkekurangan/ tidak mempunyai uang, dan tidak ada yang memberinya uang, padahal anda cucunya mempunyai uang, maka menurut ajaran Yesus di atas, maka uang itu seharusnya memang dipergunakan untuk memelihara kesejahteraan sang nenek terlebih dahulu [walau tentu idealnya kedua- duanya, yaitu untuk persembahan dan untuk nenak]. Sebab jika kita malah menjadi tidak peduli kepada orang tua kita sendiri, maka ibadah kita menjadi percuma. Sebab kesempatan memberi persembahan kepada Tuhan masih akan datang, namun kalau sampai kita menelantarkan orang tua, sampai mereka sakit dan apalagi menjadi terlantar dan meninggal dunia tanpa kasih anak- anaknya/ cucunya, maka kesempatan menolong mereka tidak akan datang kedua kalinya. Namun demikian, tidak benar, bahwa demi menyokong orang tua kita sampai tidak memberi persembahan kepada Tuhan. Dalam hal ini perlu digunakan ‘prudence’/ kebijaksanaan untuk menentukan bagiannya masing- masing.
3. Tentang hal Maria yang tetap perawan, silakan klik di judul berikut ini:
Bagaimana mungkin Bunda Maria tetap Perawan?
Bunda Maria tetap perawan, mungkinkah?
Apakah Yesus mempunyai saudara- saudari kandung?
4. Seharusnya jika berpegang pada keseluruhan ajaran Kristus, maka seseorang tidak akan mengajarkan bahwa keselamatan hanya tergantung dari kerajinan datang ke gereja dan membayar perpuluhan. Ada hal- hal lain yang harus ada bersamaan dengan iman kita kepada Kristus, yaitu Baptisan, kekudusan yaitu perbuatan kasih sebagai tanda bukti iman, dan juga pertobatan sejati yang terus menerus. Tentang hal ini, silakan membaca artikel ini:
Sudahkah kita diselamatkan?
Paus Benediktus XVI dan Sola fide
Apa itu kekudusan?
5. Mengikuti pelayanan tergantung pacar dan perbuatan memacari satu per satu pemuda apakah itu dibenarkan?
Nampaknya andapun sudah mengetahui jawabannya. Prinsipnya sederhana: jika kita terlibat dalam kegiatan gereja, motivasi utamanya sebetulnya adalah untuk memuliakan dan bersyukur kepada Tuhan, dan bukan untuk semata- mata mencari teman atau pacar. Jika motivasi pertamanya hanya sekedar mencari teman, tentu dapat terjadi seperti yang anda sebutkan itu. Namun dengan berjalannya waktu, Tuhan juga dapat memurnikan motivasi orang tersebut.
Selanjutnya, tentang ‘memacari’ satu per satu pemuda di gereja, maka perlu diketahui definisinya, apakah ‘memacari’ tersebut? Jika maksudnya pendekatan, untuk menjajaki apakah ada kecocokan, nampaknya tidak menjadi masalah, itu adalah haknya. Namun jika lebih daripada itu, apalagi sampai melakukan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan, maka itu tidak dapat dibenarkan.
Untuk selanjutnya, mohon bertanya sesuai dengan topik yang sedang dibicarakan, agar menjadi lebih terstruktur. Jika perlu, satu surat satu atau dua pertanyaan, agar jangan ‘diborong’ tetapi dengan pertanyaan yang topiknya berbeda- beda. Semoga dapat diterima.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih Ibu, maaf jika saya membahas keluar dari topik, karena saya baru berani mengirimkan komentar karena saya tidak tahu harus memulai dari mana dan sungguh pertanyaan2 di atas sungguh saya butuhkan jawabannya. Sekali lagi terima kasih Ibu atas penjelasannya, mohon maaf sebelumnya. Jbu.
secara Alkitabiah…. tidak ada petunjuk bahwa kita masih bisa berhubungan dengan orang mati, walaupun dia dinyatakan kudus. dan tidak ada yang bisa memastikan seseorang itu sudah berada di surga, kecuali Yesus/Bapa. Dan tidak ada orang mati yang sudah ada di surga, secara pribadi-pribadi. orang suci akan masuk surga pada kedatangan Kristus kali yang ke dua. jangan menyimpang dari Alkitab. Stand for the Bible. Stand for The Truth…
Shalom Ebyeth,
Memang harus diakui terdapat perbedaan pandangan antara pengertian anda dengan ajaran Gereja Katolik. Sebab bagi anda Kitab Suci merupakan satu-satunya sumber diperolehnya Wahyu Ilahi, sedangkan menurut ajaran Gereja Katolik, ada sumber yang lain yaitu Tradisi Suci, yang tak terpisahkan dari Kitab Suci. Tradisi Suci ini juga bersumber pada Kristus dan para rasul, sehingga dengan demikian, Tradisi Suci tidak mungkin bertentangan dengan Kitab Suci. Karena Alkitab sendiri mengatakan bahwa yang menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran adalah Gereja (jemaat, ekklesia) (lihat. 1 Tim 3:15), maka Gereja Katolik mengajarkan pentingnya Tradisi Suci yang berakar dari kehidupan Gereja, sebagai kesatuan dengan Kitab Suci. Perlu kita sadari bersama bahwa Alkitab yang kita peroleh sekarang adalah merupakan hasil kanon yang ditetapkan oleh Gereja Katolik, melalui konsili para uskup Gereja Katolik, yaitu di konsili Hippo (393) dan Carthage (397).
Kedua, terdapat perbedaan pandangan antara Gereja Katolik dengan gereja anda, sebab anda menganggap orang yang sudah meninggal itu sebagai orang ‘mati’, sedangkan menurut Gereja Katolik orang beriman yang meninggal di dalam Kristus sesungguhnya merupakan orang yang ‘hidup’. Tubuhnya memang mati, namun jiwanya tidak mati, namun beralih kepada kehidupan yang lain. Ini semua karena memang Tuhan menciptakan jiwa manusia sebagai sesuatu yang abadi/ immortal. Rasul Paulus mengajarkan kematian sebagai ‘peralihan’ kehidupan, sebab saat "kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal…." (2 Kor 5:1). Dan jika kemah kita di dunia dibongkar, maka kita akan "menghadap tahta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannnya dalam hidupnya, baik atau jahat." (2 Kor 5:10) Dengan demikian, Gereja Katolik mengajarkan adalnya dua macam Pengadilan, yaitu 1) Pengadilan Khusus, yang terjadi sesaaat setelah kematian seseorang di mana ia diadili secara pribadi oleh Yesus, dan 2) Pengadilan Umum, yang terjadi di akhir jaman, yang merupakan pengulangan Pengadilan Khusus di mana pengadilan seseorang dilakukan di hadapan semua ciptaan-Nya. Secara lebih mendetail tentang kedua Pengadilan ini berserta dasar-dasar Alkitabnya, silakan membaca di sini, silakan klik.
Maka, memang benar seseorang tidak bisa memastikan apakah kerabatnya yang sudah meninggal sudah masuk surga atau belum. Namun Gereja Katolik oleh kuasa yang diberikan oleh Yesus, dapat menyatakan seseorang sudah masuk surga. Tentu setelah melakukan penyelidikan, dan jika didukung oleh bukti-bukti dan mukjizat-mukjizat yang terjadi melalui perantaraan doa orang kudus itu. Proses ini dikenal dengan nama beatifikasi dan kanonisasi orang kudus, dan jika lulus, seseorang dapat dinyatakan sebagai kudus, dan diberi gelar Santo atau Santa. Justru karena diperlukannya bukti mukjizat inilah, maka terdapat intervensi Tuhan untuk menyatakannya, sehingga bukan Gereja Katolik yang dapat begitu saja menentukan seseorang menjadi Santo/ Santa. Lebih lanjut tentang proses kanonisasi, dapat dibaca di sini, silakan klik.
Nah, Gereja Katolik mengajarkan bahwa para kudus yang disebut Santa dan Santo ini, jiwanya sudah berada di surga, walaupun tubuh/ jasadnya masih ada di bumi. Baru setelah kebangkitan badan di akhir jaman, tubuh mereka akan bersatu kembali dengan jiwanya, dan akan memasuki kesempurnaan kebahagiaan surgawi, bersama-sama dengan para umat pilihan lainnya. Beberapa dari para orang kudus ini memang tubuhnya masih utuh walaupun sudah bertahun-tahun (bahkan ratusan tahun) meninggal, dan ini juga merupakan salah satu tanda kekudusan mereka, seperti yang dapat dilihat di sini, silakan klik. Dalam menunggu sampai saat kedatangan Yesus yang kedua, orang-orang kudus ini yang memang telah lebih dahulu bersatu dengan Yesus di surga, akan turut mendoakan umat yang masih berziarah di dunia. Mereka inilah seperti tua-tua yang menghantarkan doa-doa mereka di hadapan tahta Allah, seperti yang tampak dalam penglihatan Rasul Yohanes (lih. Why 5:8)
Yes, together we all want to stand for the Truth. Yet, we shall keep in mind the teaching of St. Paul, who says, "…. you may know how one ought to believe in the household of God, which is the Church of the living God, the pillar and bulwark of Truth." (1 Tim 3:15). As we hold the teaching of Scriptures, may we, too, never undermine the teaching of the Church, for both of them come from the same source, namely, the Truth.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shallom
Saya ingin tahu Bagaimana kt tau org yg sudah meninggal itu berada di surga atau api pensucian? Apa dari mimpi yg kt dapat kt bs mengetahui pesan Tuhan? Soalnya saya pernah mendapat mimpi ttg adik saya yg sudah meninggal dia diberi rumah yg besar dan ia amat bahagia..
Apa itu artinya ia bahagia disurga?
Karna sblm saya mendapat mimpi itu saya berdoa pd Tuhan untuk mempertemukan saya dg adik karna saya merindukan adik saya.. Saya masih bingung..
Dan begitu bnyk pertanyaan dlm hidup ini..
Thx bt smua yg dah mau ngedengerin..
Tuhan berkati :-)
Shalom Rani,
Memang kita tidak harus mengakui keterbatasan kita bahwa sulit bagi kita untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang sudah masuk surga ataukah masih berada dalam Api Penyucian. Memang dari yang saya ketahui ada beberapa orang yang memperoleh mimpi bahwa kerabatnya yang telah meninggal telah masuk surga. Apakah ini pasti benar? Sejujurnya, tidak dapat dipastikan 100 %. Jangan lupa, Alkitab juga mengatakan, bahwa mimpi juga disebabkan oleh banyak kesibukan (Pgkh 5:3). Walaupun untuk para nabi dan orang-orang kudus dalam Alkitab sering mereka diberitahukan oleh Tuhan lewat mimpi, namun menurut hemat saya, kita tidak bisa menyatakan bahwa setiap kali kita mimpi itu pasti dari Tuhan.
Maka, jika saya boleh menyarankan, tetaplah berdoa bagi jiwa adik anda. Jika ternyata jiwa adik anda telah sampai di surga, Tuhan akan mengarahkan doa anda kepada jiwa-jiwa lain di Api Penyucian yang tidak pernah menerima doa dari siapapun. Jika ternyata jiwa adik anda masih berada di Api Penyucian, tentu doa anda akan sangat berguna bagi jiwanya. Sebagai sharing saja, papa saya meninggal tahun 2003 yang lalu. Saya juga pernah bermimpi bertemu papa, dan di mimpi itu sayapun merasa ia telah berada di surga. Namun, saya masih berdoa bagi jiwanya dalam doa pribadi maupun dalam misa kudus. Saya masih mendoakan jiwanya pada peringatan hari meninggalnya, maupun pada masa hari arwah (1 s/d 8 November). Karena saya berpikir, itulah hal yang terbaik yang dapat saya lakukan, entah jika papa saya ternyata masih ada dalam Api Penyucian, ataupun jika ia ternyata sudah ada di surga, sebab doa saya ini dapat diarahkan bagi jiwa-jiwa lain yang membutuhkan dukungan doa.
Jangan bingung, Rani. Bagi kita orang percaya, kita selalu mempunyai pengharapan, bahwa suatu saat nanti kita akan dikumpulkan kembali dengan orang-orang yang kita kasihi dan bersama dengan semua orang kudus-Nya, dalam persatuan dengan Kristus Tuhan kita di surga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Menbaca penjelasan bu Ingrid saya jadi teringat ada seorang teman yang mengibaratkan kita umat beriman ini, yang di surga, di api penyucian dan yang masih di dunia adalah anggota Jesus Club dan memiliki kartu platinum, gold dan silver. sungguh club kita ini adalah club yang paling bergengsi. Kartu platinum bagi yang di surga dan yang paling banyak memiliki fasilitas. Pemilik kartu silver adalah kita ini yang di dunia, tentu saja kita masih perlu dukungan pemegang dua kartu keanggotaan yang lain, sebagaimana sebuah club bergengsi. Apa misal seperti ini bisa diterima bu Ingrid , pak Stef. Gbu
Shalom Saulus,
Wah, kelihatannya contohnya cukup kreatif ya, cuma menurut saya ada yang kurang tepat di sini. Sebab, secara prinsip “kenaikan pangkat/ fasilitas” dari kartu silver menuju platinum itu tidak hanya semata-mata karena ‘jasa’ para anggota yang sudah memegang kartu platinum; demikian pula kenaikan dari silver ke gold, tidak semata-mata tergantung dari para pemegang kartu gold. Melainkan, “kenaikan pangkat” dari kartu silver ke platinum pada prinsipnya adalah karena jasa Sang Pemberi Kartu/ Kepala Club itu, yaitu dalam hal ini, Yesus sendiri. Para beriman yang di surga dan yang masih di Api Penyucian dapat mendoakan kita yang masih berziarah di dunia, namun pada dasarnya, jika kita sampai ke surga, itu pertama-tama karena Kristus sendiri yang menyelamatkan kita, walaupun Ia dapat melakukan hal itu juga dengan melibatkan para beriman yang di surga maupun yang di Api Penyucian untuk mendoakan kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam dalam Kasih.
Saya mau bertanya mengenai Orang 2 tercinta yg Tuhan telah panggil : 1) apakah diperbolehkan saya datang kemakam utk mengenang masa hidupnya dan melepas rindu / kangen dan berdoa / mendoakan orang yg saya cintai. 2) apakah diperbolehkan saya mendoakan Teman / Krabat saya Non Katholik ( Muslim ) yg telah meninggal dunia, secara Katholik. Mohon penjelasan dan Terima kasih.
Shalom Kris,
1) Ya, kita boleh datang ke makam untuk mengenang dan mendoakan jiwa orang- orang yang telah mendahului kita. Malah Gereja Katolik mengajarkan agar kita melakukan hal itu terutama pada minggu pertama bulan November (tanggal 1-8). Kita dapat memperoleh Indulgensi, jika kita pada hari yang sama mengikuti Misa Kudus, menerima Sakramen Tobat, dan mendoakan bagi intensi Gereja dan Bapa Suci. Jika anda ingin mengetahui apakah itu indulgensi, silakan klik di sini.
2) Ya, anda boleh saja mendoakan secara Katolik jiwa teman ataupun kerabat yang non- Katolik (Muslim) yang telah meninggal dunia. Kita tidak dapat membatasi belas kasihan Tuhan. Sebab bisa saja, kerabat ataupun teman anda itu tidak mengenal Gereja Katolik karena apa yang disebut sebagai “invincible ignorance” (ketidaktahuan yang tidak terhindari). Lebih lanjut mengenai “invincible ignorance” ini, dapat anda baca di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom bu inggrid dan pak stef,
Berkaitan dengan apir penyucian ini, apakah berlaku sebaliknya orang yang sudah meninggal (bukan santo/santa) dan dlm api penyucian bisa mendoakan kita yang masih hidup? terus terang saya bingung karena ada yang bilang leluhur kita menyertai kita. Lebih bingung lagi dengan kebiasaan keluarga suami pada waktu berdoa untuk pindah rumah. Mamanya membuat makanan dan minuman yang ditaruh dengan harapan leluhur atau orang tua atau keluarga yang sudah meninggal datang dan mendoakan/memberkati keluarga saya. Bahkan sepertinya mereka percaya bahwa leluhur dan keluarga yang sudah meninggal itu bisa “membantu” atau ikut campur tangan dalam kehidupan kita yang masih di dunia. Mohon penjelasannya. Terimakasih.
Tuhan memberkati, Ririn
[Dari Admin Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
sebenarnya yg menjawab itulah yg salah kaprah atas pertanyaan di atas karena dia bertanya BOLEHKAH MEMOHON KEPADA LELUHUR UNTUK MENDOAKAN KITA…(MENDOAKAN DI SINI BERARTI LELUHUR BERDOA KEPADA TUHAN UNTUK ORANG YANG MASIH HIDUP DI DUNIA BUKAN DIA YANG MENGABULKAN. BUKAN BEGITU…? SAYA RASA ITU SAH-SAH SAJA……KENAPA TIDAK
Shalom Rinto,
Saya berpikir tadinya jawaban saya di atas sudah cukup jelas. Prinsipnya memang kita bisa memohon mereka yang sudah mendahului kita dan berpulang ke Rumah Bapa untuk mendoakan kita, namun ada dua hal yang perlu menjadi perhatian, sehingga kita dapat secara meng- generalisasikan dengan mengatakan kita dapat memohon leluhur untuk mendoakan kita. Pertama, sebab kita tidak tahu secara persis apakah leluhur kita itu pasti sudah berada di surga atau di Api Penyucian; sebab hanya di kedua tempat itulah jiwa-jiwa itu dapat mendoakan kita. Sedangkan jiwa- jiwa yang di neraka tidak dapat mendoakan kita. Kedua, seandainya kita yakin mereka sudah berada di surga, maka cara kita memohon dukungan doa mereka tidak dengan mengadakan sembahyangan dengan persembahan/ sajian makanan seperti yang diadakan oleh orang- orang yang menyembah leluhur. Kedua hal inilah yang harus diperhatikan, sehingga tidak dapat dikatakan dengan mudah, bahwa “sah- sah” saja memohon doa kepada para leluhur.
Jika anda merasa ini kurang jelas, silakan anda menyatakan di mana yang kurang jelas sehingga anda mengatakan “salah kaprah”.
Kembali saya mengulangi bahwa prinsip yang dipegang oleh Gereja Katolik adalah 1) kita sebagai sesama umat beriman dapat dan bahkan dianjurkan untuk saling mendoakan (1 Tim 2: 1), dan 2) tidak ada sesuatupun yang dapat memisahkan kita umat beriman (baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal) dari kasih Kristus (Rom 8:38). Maka sangatlah masuk akal bahwa kita dapat saling mendoakan dengan sesama umat beriman, tidak hanya antar sesama umat yang masih hidup, namun juga dengan sesama umat beriman yang telah meninggal dunia dalam kondisi rahmat. Memang, mereka yang sudah berada di surga tidak membutuhkan doa-doa kita, namun kita dapat memohon pertolongan mereka untuk mendoakan kita, justru karena persatuan mereka dengan Tuhan. Mereka yang masih di Api Penyucian membutuhkan doa-doa kita, sebab mereka masih dalam proses pemurnian atas cinta diri, sehingga tidak dapat mendoakan diri mereka sendiri. Namun, mereka dapat mendoakan kita yang masih berziarah di dunia ini, terutama jika intensinya adalah untuk pertobatan. Selanjutnya, jika mereka sampai di surga, merekalah yang nantinya akan mendoakan kita, agar kitapun dapat sampai ke surga.
Selanjutnya yang menjadi perhatian saya di sini adalah karena pertanyaan di atas menyangkut pada mempersembahkan makanan dan minuman yang diletakkan di hadapan leluhur (mungkin maksudnya semacam meja ‘altar’ kecil) seolah menyembayangi mereka dengan cara demikian. Cara inilah yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, karena berkonotasi dengan penyembahan leluhur. Mohon dukungan doa dari para orang kudus (santa santo), dan para beriman lainnya yang sudah mendahului kita- cukup disebutkan di dalam doa pribadi, atas dasar keyakinan kita akan adanya ikatan persekutuan para beriman yang tak terpisah oleh maut. Dalam pandangan kita ke surga setiap kali kita berdoa, kita menyadari bahwa Allah berada di atas puji- pujian para kudus-Nya di surga. Karena permohonan doa dari para kudus selalu ada di dalam hadirat Tuhan, maka kita dapat memohon dukungan doa dari mereka juga.
Demikian semoga dipahami maksudnya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Comments are closed.