Pertanyaan:
aku mau tanya tugas agama katolik di sini: ajaran imannya bagaima? bagaiman sikapnya dengan orang lain? bentuk dialog yang dia bangun? dasar imannya? – Sam
Jawaban:
Shalom Sam,
Terima kasih atas pertanyaan-pertanyaannya yang bagus. Pertanyaannya singkat, namun sebenarnya jawabannya bisa panjang sekali, sebab setiap pertanyaan dapat diuraikan menjadi beberapa artikel. Namun karena keterbatasan waktu, saya akan mencoba menjawab dengan singkat:
Tiga pertanyaan saya kelompokkan menjadi satu, yaitu: Apakah dasar iman, ajaran iman, dan tugas dari Gereja Katolik.
- Untuk tahu apakah dasar iman, ajaran, dan tugas dari Gereja Katolik, kita harus tahu terlebih dahulu apakah sebenarnya hakekat dari Gereja. Dalam katolisitas.org, kami baru menulis sekitar 6 artikel, yang dapat dibaca di sini. Namun secara singkat dapat dikatakan apa yang seharusnya orang Katolik percayai tentang Gereja Katolik: Kita meyakini bahwa Gereja Katolik adalah Gereja yang direncanakan oleh Tuhan Allah, didirikan oleh Yesus Kristus Putera-Nya, dan dikuduskan terus menerus oleh Roh Kudus, dengan empat tanda, yaitu: satu, kudus, katolik, dan apostolik. Dan sesuai dengan amanat Yesus sendiri, Gereja Katolik menjadi “sakramen keselamatan” bagi seluruh bangsa. Setiap anggota Gereja telah dibekali dengan Roh Kristus yang memampukannya untuk hidup kudus sehingga ia dapat diselamatkan dan memperoleh kehidupan kekal.
- Ada tiga pilar kebenaran di dalam Gereja Katolik, yang terdiri dari: Sacred Scripture (Kitab Suci), Sacred Tradition (Tradisi Suci), Sacred Magisterium (Magisterium Gereja). Karena Tradisi Suci dan Kitab Suci berasal dari sumber yang sama (Dei Verbum/DV, 9), dan dipercayakan kepada Gereja, maka Gereja harus menjaganya dan menginterpretasikannya agar sesuai dengan apa yang diberikan oleh Kristus sendiri. Ketiga hal ini tidak bertentangan dan tidak dapat berdiri sendiri. Untuk keterangan lebih lengkap, baca di sini. Dan kalau mau ditanya apakah yang dipercayai oleh orang Katolik adalah seperti yang kita ucapkan setiap hari minggu dalam doa “Aku Percaya”.
- Apakah yang diajarkan oleh Gereja Katolik dapat dilihat di dalam Katekismus Gereja Katolik, yang terdiri dari empat pilar, yaitu:
- Aku Percaya (apakah yang dipercayai atau diimani oleh Gereja)
- Sakramen (bagaimana untuk merayakan apa yang kita percayai)
- Ajaran bagaimana untuk Hidup dalam Kristus atau Moral (bagaimana hidup sesuai dengan apa yang dipercayai)
- Doa (bagaimana untuk mendapatkan kekuatan dalam menjalankan ajaran Allah serta bagaimana untuk mendapatkan relasi pribadi dengan Allah). Jadi dari empat pilar ini, kita melihat adanya dimensi vertikal dan horisontal, dimensi pribadi dan komunitas.
- Karena Gereja menjadi sakramen keselamatan bagi seluruh bangsa, maka Gereja (setiap anggota gereja termasuk di dalamnya), harus secara aktif berkarya dalam dunia ini, sehingga mengantar setiap orang dalam Kehidupan Kekal, yaitu di Surga. Untuk ini, secara pribadi, sebagai anggota Gereja, masing-masing dari kita harus berjuang untuk hidup kudus, yang terwujud dalam kasih kepada Allah dan Sesama. Dengan kekudusan yang terpancar dari setiap anggota Gereja, maka Gereja menjadi pancaran kasih Kristus sendiri, sehingga orang-orang yang belum mengenal Kristus, dapat tertarik untuk menjadi bagian dari Gereja.
- Dapat disimpulkan juga bahwa tugas dari Gereja adalah melanjutkan karya Kristus di dunia ini sebagai Raja, Nabi, dan Imam. Dan setiap anggota Gereja juga mempunyai hak dan kewajiban untuk menjalankan tiga misi ini.
Pertanyaan group ke dua adalah, bagaimana sikapnya dengan orang lain dan bagaimana bentuk dialog yang dibangun?
- Sikap Gereja Katolik dan juga setiap anggota Gereja terhadap orang lain adalah sama seperti sikap Kristus terhadap orang lain, yaitu kasih. Sikap kasih inilah yang dituntut dari setiap anggota Gereja, sehingga masing-masing dari kita akan menjadi saksi yang hidup. Tanpa kesaksian yang baik, maka semua kebenaran hanyalah menjadi teori belaka tanpa ada realitasnya. Setiap anggota Gereja dipanggil untuk menjadi kudus. Namun sikap kasih ini tidak berarti mengorbankan kebenaran. Jadi Gereja tetap mewartakan kebenaran yang sama, seperti yang diwartakan oleh Kristus, walaupun berbeda dengan apa yang dipercayai oleh agama atau kepercayaan yang lain. Mewartakan kebenaran adalah salah satu bentuk dari kasih.
- Bentuk dialog dapat berdasarkan seperti yang dijabarkan oleh Paus Paulus VI dalam Ensiklik “Ecclesiam Suam (ES)”, dimana digambarkan seperti lingkaran-lingkaran yang punya satu titik pusat. Paus Paulus VI membaginya menjadi:
- Lingkaran yang terluar adalah dialog dengan dunia, dimana dunia mempunyai nilai-nilai yang berbeda dengan nilai-nilai kekristenan. Dunia ini juga termasuk di dalamnya adalah atheis. Percaya akan kasih Allah yang menjangkau semua orang, Gereja mempunyai pengharapan yang besar, agar suatu saat mereka juga akan masuk dalam Gereja Katolik. Untuk ini, Gereja Katolik harus secara aktif bekerjaasama dengan mereka untuk perdamaian dunia (ES, 106).
- Lingkaran yang lebih dalam adalah dialog dengan orang yang mempunyai kepercayaan akan Tuhan yang Satu, termasuk di dalamnya adalah agama Yahudi dan agama Islam. Dalam diskusi ini, Gereja harus secara terbuka menyatakan kebenaran bahwa agama Kristen satu-satunya agama yang benar (ES, 107). Tentu saja pernyataan ini harus dilakukan dengan penuh hormat dan semangat kasih. Ini adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban akan iman kita (1 Pet 3:15). Menutupi kebenaran bukanlah satu perbuatan kasih.
- Lingkaran yang lebih dalam lagi adalah dialog dengan agama Kristen, non Katolik, yang percaya akan Yesus Kristus sebagai Tuhan, namun tidak mengakui akan Gereja Katolk sebagai Gereja yang didirikan oleh Kristus sendiri. Disini, kita harus juga menekankan hal-hal yang menyatukan, namun dengan juga menekankan akan otoritas Paus yang diberikan oleh Kristus sendiri. (Mat 16:16-19).
- Akhirnya, lingkaran yang terdalam adalah dialog dalam Gereja Katolik sendiri, yang percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik. Dialog ini diharapkan dapat saling menguatkan dan membawa setiap anggota Gereja menuju hidup yang lebih kudus (ES, 113).
- Hubungan antara Gereja Katolik dengan agama lain juga dijabarkan dalam Katekismus Gereja Katolik 839-845.
Jadi kesimpulannya, setiap anggota Gereja harus menyadari hakekat Gereja, apa yang dipercayai, bagaimana merayakan apa yang dipercayai, hidup menurut apa yang dipercayai, dan berdoa yang menguatkan umat untuk hidup sesuai dengan apa yang dipercayai dan mempunyai relasi pribadi dengan Allah. Dengan ini, Gereja menjadi pancaran terang Kristus. Dan ini dapat disingkat lagi dalam satu kata “KEKUDUSAN“, yang terwujud dalam kasih terhadap Tuhan dan sesama (lihat artikel: Apa itu kekudusan? dan Semua orang dipanggil untuk hidup kudus)
Maka, mari kita bersama-sama untuk menjadi saksi Kristus yang baik dan mewartakan kebenaran Kristus dan Tubuh-Nya, yaitu Gereja Katolik, yang satu, kudus, katolik, dan apostolik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – https://katolisitas.org
Saya pernah dengar sesama orang Katolik yang mengatakan bahwa: Yesus mendirikan Gereja bukan agama. Ketika itu saya tidak terlalu memikirkannya jadi tidak langsung bertanya. Tetapi, apakah agama Katolik sebagai expresi iman seperti yang diatur dalam kitab kanonik? Bagaimana memahaminya, mohon dijelaskan.
Salam dalam kasih Yesus Kristus.
Shalom Febu,
Memang benar bahwa Kristus mendirikan Gereja, dan Gereja itu adalah Gereja Katolik. Dalam Gereja inilah maka terjadi persatuan antara Kristus dengan umat Allah. Di satu sisi, persatuan dengan Kristus juga mensyaratkan umat Allah yang tergabung dalam Gereja ini untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Kristus, yang terwujud dalam ketaatan iman, bagaimana merayakan iman, dan juga bagaimana menghidupi iman.
Di satu sisi, agama mengajarkan satu perangkat kepercayaan atau iman dan bagaimana mewujudkan iman atau kepercayaan ini, baik dengan doa, ritual atau liturgi yang mengatur bagaimana untuk menyembah Tuhan yang dipercayai, maupun dengan satu pengajaran moral yang mengatur bagaimana untuk hidup dengan baik sesuai dengan apa yang dipercayai.
Agama Katolik adalah agama yang mengatur semua hal tersebut, yang semuanya bersumber pada wahyu Ilahi, yang dinyatakan dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci dan diteruskan dari zaman ke zaman oleh Magisterium Gereja.
Jadi, dapat dikatakan bahwa Gereja mempunyai pengertian yang lebih luas dari agama. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Terima kasih atas penjelasannya yang singkat namun sangat membantu.
Berkat Tuhan selalu menyertai Katolisitas.org
shalom katolisitas,
saya ingin menanyakan hal yang sepele,
seandainya seorang katholik meminpin suatu pertemuan, dimana pertemuan tersebut mayoritas dihadiri umat agama mayoritas, sedangkan sudah umum kebiasaan di Indonesia bila memulai suatu pertemuan diawali dan diakhiri dengan kalimat arab yang lazim namun saya tidak tahu artinya, apakah baik bila mengikuti kebiasaan tersebut demi menjaga perasaan anggota2nya? baikkah seorang katholik mengikuti acara keagamaan umat mayoritas demi menjaga perasaan orang yang mengundang? sebagai seorang yang bekerja pada instansi pemerintah sering mendapat undangan untuk hadir dalam perayaan umat mayoritas.. tentu sekedar datang dan tidak mengimaninya.
terimakasih jawabannya. Berkah dalem..
Shalom Margaretha,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang pertemuan antar agama. Kalau kita mengerti akan apa yang diucapkan dan tidak bertentangan dengan iman Katolik, sebenarnya tidaklah menjadi masalah untuk menjawabnya. “Assalamu alaikum” adalah merupakan salam yang berarti “damai besertamu” dan kemudian dijawab “Wa alaikum assalaam” yang berarti “dan damai besertamu”. Ini adalah suatu salam damai dalam bahasa Arab. Atau kadang dalam bentuk panjangnya “Assalamu alaikum wa rahmatullah” yang berarti “Semoga damai dan belas kasih Allah besertamu” dan kemudian dijawab “Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh” yang berarti “semoga damai, belas kasih, dan rahmat Allah besertamu”. Oleh karena arti yang begitu positif dan tidak bertentangan dengan iman Katolik, sebenarnya tidaklah menjadi masalah kalau kita juga mengucapkan salam tersebut. Namun, tidak menjadi keharusan bagi kita untuk mengucapkan salam ini pada saat pertemuan, apalagi karena mungkin kita tidak terbiasa untuk mengucapkannya. Kita dapat mengucapkan salam yang lebih netral sifatnya, seperti: selamat pagi, terima kasih, dll.
Kalau kita diundang datang kepada upacara keagamaan, kita harus melihat situasinya. Kalau misalkan ini adalah upacara pesta Idul Fitri maupun pesta-pesta keagamaan yang lain, maka tentu saja kita dapat menghadirinya dan mengucapkan selamat kepada umat dari agama lain. Namun, kalau acara ini adalah mengaji, maka saya pikir kalau mereka tahu bahwa kita mempunyai iman yang berbeda, tentu saja tidak menjadi masalah kalau kita tidak datang. Doa merupakan komunikasi kita dengan Tuhan, dan setiap agama mempunyai ekpresi yang berbeda-beda. Maka, kalau kita mau menghormati agama masing-masing, kita tidak perlu untuk berusaha saling mengunjungi dan berpartisipasi dalam doa dan liturgi dari agama yang berbeda, karena akan membuat seseorang merasa terpaksa. Namun, kalau doa tersebut adalah merupakan doa ekumene, maka kita tentu saja dapat menghadirinya, asalkan doa-doa tersebut tidak dalam bentuk sakramen-sakramen. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
aku mau tanya tugas agama katolik di sini
ajaran imannya bagaima?
bagaiman sikapnya dengan orang lain?
bentuk dialog yang dia bangun?
dasar imannya?
[dari katolisitas: telah dijawab – silakan klik]
Comments are closed.