Ada sejumlah orang menilai Tuhan tidak adil, karena walaupun Ia sudah tahu bahwa sejumlah manusia akan masuk neraka, namun Ia tetap menciptakan mereka juga. Benarkah demikian? Berikut ini adalah lima prinsip yang mendasari ajaran Gereja Katolik, yang tidak mempertentangkan tentang pengetahuan Tuhan dengan kenyataan bahwa sejumlah orang akan memilih untuk masuk neraka, dan kebijaksanaan Allah yang mengizinkan hal itu terjadi. Dengan kata lain, meskipun Tuhan mengetahui bahwa sejumlah manusia akan masuk neraka, namun Ia tetap menciptakan mereka juga, karena:
1. “Bonum diffusivum sui” (Kebaikan itu menyebar)
Kebaikan itu mempunyai sifat menyebar dengan sendirinya. Allah mengasihi manusia tanpa pandang bulu (lih. Kis 10:34). Allah yang mempunyai kebaikan yang sempurna, dengan suka rela menyampaikan kebaikan-Nya dengan menciptakan alam semesta, yang mencapai puncaknya pada manusia yang diciptakan-Nya menurut rupa dan gambar-Nya. Artinya manusia diciptakan sebagai mahluk yang mempunyai akal budi dan kehendak bebas, seperti diri Allah sendiri. Sebagai akibat dari kehendak bebas ini manusia memang dapat memilih untuk menolak Allah, namun dari pihak Allah, Ia tidak pernah menolak manusia. Ia tetap baik kepada semua orang. Itulah sebabnya, dikatakan bahwa, “…. Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” (Mat 5:45)
Tuhan tidak menggantungkan kebahagiaan-Nya dari manusia. Apakah manusia itu akan menerima-Nya atau menolak-Nya, tidak mengubah kesempurnaan-Nya. Sebab Allah menciptakan manusia menurut kerelaan hati-Nya, tak ada yang memaksa, dan bukan karena Ia kekurangan apa-apa. Rasul Paulus berkata, “Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.” (Kis 17:24-25)
2. Tuhan telah memberikan rahmat yang cukup kepada semua manusia untuk dapat diselamatkan.
Rasul Paulus mengajarkan bahwa Allah menghendaki, “supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1 Tim 2:4). Demikian pula, Rasul Petrus mengajarkan bahwa Tuhan, “menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Ptr 3:9). Maka, Gereja Katolik mengajarkan bahwa sesuai dengan kehendak-Nya itu, Allah memberikan rahmat yang cukup kepada semua orang agar dapat diselamatkan. “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu”…. (2 Kor 12:9). Allah memberikan rahmat-Nya ini kepada semua orang, namun agar dapat terwujudnya keselamatan itu, manusia harus turut bekerjasama dengan rahmat Allah itu. St. Agustinus mengatakan demikian, “God who created you without you cannot save you without you” atau terjemahannya, “Tuhan yang telah menciptakanmu tanpa-mu, tidak dapat menyelamatkanmu tanpa-mu.” (Sermon 169, 11,13).
Dengan prinsip ini, maka Gereja Katolik tidak mengajarkan bahwa sejak awal mula Tuhan sudah secara aktif ataupun berinisiatif memasukkan sejumlah orang ke neraka, dan sejumlah lagi ke Surga, sebagaimana dikenal dengan istilah “double predestination“, yang umum diyakini oleh sejumlah denominasi Kristen non- Katolik.
Dari pihak Allah, Allah telah mengutus Yesus Kristus Putera-Nya untuk menebus dosa umat manusia, dan menghantar manusia agar dapat selamat dan memperoleh kehidupan yang kekal (lih Yoh 3:16). Kini tergantung dari pihak manusia, apakah ia mau menerima rahmat Allah ini dengan mengimani Kristus, dan melaksanakan semua perintah-Nya, atau tidak.
3. Mengetahui tidak sama dengan menyebabkan, “knowing is not the same as causing“.
Selanjutnya, perlu diketahui bahwa Tuhan tetap setia kepada manusia, meskipun manusia tidak setia kepada-Nya, sebab Ia tak dapat menentang hakekat Diri-Nya sendiri sebagai Allah yang setia (lih. 2 Tim 2:13). Tuhan akan tetap setia dalam bersikap adil dan berbelas kasih, meskipun sejumlah manusia menyalahgunakannya ataupun menentang-Nya. Maka Tuhan dapat mengetahui bahwa sejumlah orang akan menyalahgunakan kehendak bebas mereka, bahkan di saat yang paling genting dalam hidup mereka; namun demikian Allah akan tetap setia terhadap rencana-Nya untuk memberikan rahmat kasih karunia dan pemulihan terhadap dosa-dosa, bahkan meskipun Ia telah mengetahui bahwa orang-orang tersebut tidak akan menggunakannya.
Jadi harus dibedakan di sini: mengetahui tidak sama dengan menyebabkan. Tuhan sudah tahu bahwa sejumlah orang akan tidak bekerjasama dengan rahmat-Nya, namun bukan Ia yang menyebabkan mereka memutuskan demikian. Dengan kata lain, dalam setiap tindakan penyelamatan terdapat dua hal, yaitu: rahmat Allah dan kerjasama dari pihak manusia. Demikian pula dalam setiap perbuatan dosa terdapat dua hal: bantuan Tuhan bagi kita agar kita tidak melakukan dosa, dan juga, kekerasan hati kita menolak bantuan Tuhan itu. Dengan demikian, Tuhan tidak bertanggungjawab atas dosa-dosa yang kita perbuat, meskipun Ia telah mengetahuinya.
4. Tuhan memperlakukan manusia dengan hormat, dengan memberikan tanggungjawab moral kepadanya.
Tuhan tidak memperlakukan manusia seperti robot, yang dipaksa-Nya harus tunduk kepada semua kehendak-Nya. Namun Tuhan memperlakukan kita manusia dengan hormat -Ia menghormati martabat manusia- dengan memberikan kepada kita manusia tanggungjawab moral. Sebagai akibatnya, Allah juga memberikan konsekuensi kepada kita jika kita gagal melaksanakan tanggungjawab itu. Tuhan tetap memperlakukan manusia dengan layak, bahkan meskipun Ia telah mengetahui bahwa mereka akan menyalahgunakan kehendak bebas yang Tuhan berikan kepada mereka.
Maka hidup ini memang menyerupai arena pertandingan, di mana kita manusia secara nyata diuji. Allah memberikan ujian yang nyata ini, sebab adalah baik bagi kita untuk turut mengusahakan keselamatan itu. Rasul Paulus berkata, “tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar… ” (Flp 2:12). Maka Allah menghendaki agar kita setia dan bekerjasama dengan rahmat-Nya untuk mengerjakan keselamatan kita, agar lulus dalam ujian hidup dan memperoleh mahkota kehidupan (lih. 1 Kor 9:25; Yak 1:12; Why 2:10). Namun jika hidup ini merupakan ujian yang sungguh, bukan hanya rekaan, maka harus diterima bahwa sejumlah orang akan bekerjasama dengan Allah dan memenangkannya, namun sejumlah yang lain tidak. Tuhan yang Maha Tahu, mengetahui semuanya itu, namun ini tidak menjadikan ujian itu tidak ada artinya. Tujuan dari ujian dalam hidup ini adalah untuk mewujudkan kemungkinan kerjasama kita yang sejati dengan Tuhan, untuk mencapai kehidupan kekal di Surga.
5. Ada elemen misteri dalam rencana Tuhan sehingga kita manusia tak mampu menyelami sepenuhnya pemikiran Tuhan.
Namun pada akhirnya, memang harus diakui bahwa ada elemen misteri dalam rencana Tuhan sehingga kita manusia tidak dapat sepenuhnya memahami-Nya. Nabi Yesaya berkata, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu. (Yes 55:8-9)
Maka mungkin saja kita sekarang belum sepenuhnya memahami mengapa Tuhan menciptakan dunia dengan segala isinya, termasuk mereka yang akan menolak Dia. Baru pada saat kelak kita memandang Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya di surga, kita akan memperoleh pengetahuan yang sempurna akan Dia (lih. 1 Yoh 3:2) dan segala penggenapan rencana-Nya. Dalam keterbatasan kita kita tidak bisa menilai dan menghakimi Tuhan, tentang keputusan Tuhan menciptakan umat manusia seperti sekarang ini; sebab apa yang kita ketahui tentang Allah sangatlah terbatas, sedangkan pengetahuan Allah itu sungguh tak terbatas. Allah mengetahui segala sesuatu dengan sempurna, termasuk alasan mengapa Ia menciptakan dunia sebagaimana adanya sekarang.