


Shalom!!
Friday With Benediktus is back again with FRIDAY COMMUNITY
What does it mean by being a “Lighthouse”?
Being a lighthouse means embodying the qualities of a lighthouse: a beacon of hope, guidance, and strength for others, particularly in times of difficulty.
Let’s come together and learn how to be a source of hope and faith for those around us with our guest speakers from Katolisitas.org:
Speakers: Lia, Andrew, Nathan Brownell
Moderator: Katrina Herlambang
Friday, 1 August 2025
19.00
Gereja Regina Caeli, Ruang St. Felix
This session will be conducted in English & Bahasa Indonesia
Come and join us & don’t forget to bring along your friends & family.. See you this friday and God Bless!
Hai, salam Katolisitas! Aku Xenia
Guys, kita tau kalau selingkuh saat menikah itu dosa. Sebab ketika berselingkuh, seseorang tidak lagi menghargai martabat perkawinannya. Tapi, kalo masi pacaran, trus selingkuh, itu dosa ga ya?
Dosa dong! Tapi dosanya bukan adultery (note: adultery = sudah menikah, fornication = belum menikah) . Trus dosanya apa dong?
Ketika kita berpacaran, kita berjanji untuk berkomitmen mengasihi secara ekslusif. Eksklusif berarti khusus untuk kekasih kita saja kita memberikan bentuk cinta yang spesial. Lebih perhatian, lebih banyak menghabiskan waktu bersama, dan menyayangi dengan kasih yang lebih daripada dengan teman-teman yang lain.
Ketika seseorang memberikan kasih yang lebih itu pada orang lain yang bukan pasangannya, maka ia tidak memenuhi janji itu. Nah dosanya terletak di sini, di mana seseorang berbohong pada kekasihnya kalau ia hanya mengasihi kekasihnya secara eksklusif, padahal ada laki-laki atau perempuan lain yang juga ia kasihin dengan cara yang sama. Sang kekasih pun akan tersakiti hatinya karena dibohongi. Dan ketika seseorang menyakiti pasangannya, ia tidak menginginkan yang baik bagi pasangannya. Ini kebalikannya cinta, di mana seseorang menginginkan yang baik untuk orang lain. Nggak ada orang senang diselingkuhi, maka kita jangan melakukannya kepada orang lain, ini kan prinsip keadilan yang diajarkan dalam Mat 7:12.
Emangnya kenapa cuma boleh 1 pasangan aja? Kan masih pacaran. Punya cabang boleh kali ~ Teman-teman, ketika berpacaran juga kita akan berdiskresi mengenai panggilan untuk menikah. Menikah kan sama 1 orang, bukan rame-rame! Ingat, perkawinan Katolik itu monogami! Pacaran itu seperti masa “persiapan” yang melatih kita untuk setia terhadap 1 pasangan. Nah kalau di masa pacaran itu saja orang tidak bisa setia, bagaimana nanti kalau dalam perkawinan? Tapi memang, karena dalam masa pacaran belum ada komitmen untuk seumur hidup, maka kita masih bisa mempertimbangkan, apakah kita akan melanjutkan hubungan ke tahap yang lebih serius atau tidak. Pacaran itu adalah masa untuk menjajaki apakah pacar kita itu benar-benar orang yang tepat untuk menjadi pasangan hidup kita atau bukan.
Dalam proses diskresi itu, hubungan pacaran tersebut dapat dievaluasi terus. Apakah aku dan kekasihku bahagia? Apakah nilai-nilai kami sejalan? Apakah kami saling menguduskan? Penting loh! Sebab ketika menikah nanti, goal perkawinan adalah membawa kalian menjadi orang kudus! Jadi meski hal selingkuh di masa pacaran enggak dibahas di Katekismus, tapi secara prinsip kita tahu bahwa itu tidak boleh dilakukan, karena melawan prinsip kejujuran dan keadilan.
Ingat ya teman-teman! ketika berpacaran, kita mencintai kekasih kita dengan menginginkan yang baik untuknya. Kalau ada masalah, ya jangan selingkuh! Berkomunikasilah dengan baik dan penuh kasih. Kalau dalam dialog untuk mencari solusi itu benar-benar buntu sehingga keduanya harus berpisah, janganlah terlalu sedih! Perpisahan itu wajar dalam berpacaran. God still loves you and He also provides for the broken-hearted! Percayalah, Tuhan akan membukakan jalan lebih baik buat kamu!
Kalian pengen masuk Surga ga? Kalo aku sihh pengen banget, karena Surga itu the perfection of happiness yang bisa kita capai setelah kita meninggal nanti, sesuai dengan rencana Tuhan waktu nyiptain kita, yaitu supaya kita bisa bersatu lagi sama Tuhan, bisa bahagia selama-lamanya sama Tuhan. Tapi kalian pernah wondering ga sih, gimana ya caranya masuk Surga? Nah Kitab Suci ngasih spill nya nih, yaitu untuk bisa masuk Surga atau memandang Allah, kita harus kudus. Sebab dikatakan: “Tanpa kekudusan, tak seorang pun dapat melihat Allah” (Ibr 12:14).
Temen-temen, kita sebenernya punya panutan atau punya senior-senior yang kita percaya udah ada di Surga sekarang ini, yaitu para santo-santa. Dan mereka bisa sampe ke Surga, karena mereka punya suatu hal yang namanya kekudusan itu. Tapi sebenernyaa, kekudusan itu apa sih? Kok kayanya itu sesuatu yang jauh dan susah dicapai ya, apalagi kalo standarnya santo-santa. Jangan berkecil hati temen-temen, karena sebenernya, kekudusan bisa kok dicapai, tentunya terutama dengan bantuan rahmat Tuhan.
Jadi pertama-tama, kekudusan adalah sifat utama Tuhan yang menjadi ciri khasNya, yaitu adalah kasih yang sempurna. Kekudusan dan kasih itu ga terpisahkan, apalagi dalam Tuhan, karen Tuhan adalah Kudus, dituliskan dalam Im 19:2, Lk 1:49, 1Ptr 1:15, dan Tuhan adalah Kasih, dituliskan dalam 1Yoh 4:10,16.
Selain itu, kekudusan, dari asal katanya, juga berarti “dipisahkan”, dan dalam hal ini berarti dipisahkan untuk menjadi milik Tuhan. Jadi orang yang kudus, berarti adalah orang yang dikhususkan hanya untuk Tuhan.
Dan kalo kita liat dari salah satu dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium, kekudusan itu dikehendaki oleh Allah buat kita semua, jadi Allah mau supaya kita hidup kudus, walaupun melalui jalan dan status kehidupan yang beda-beda, ada yang menjadi imam atau biarawan biarawati, tapi orang-orang awam juga dipanggil untuk hidup kudus dengan cara mengasihi Tuhan dan sesama. Ini sesuai sama perintah Tuhan yang utama, dicatat dalam Mat 22:37-39,
“Kasilihah Tuhan, Allahmu, dengan seganap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Nah kalo temen-temen mau hidup yang bahagia, perlu nih kasih yang sempurna ini, yang nyata dengan adanya persekutuan atau persatuan, unity, dengan Tuhan dan sesama. Persatuan dengan Tuhan dan sesama dalam kasih ini tentunya bisa mulai dicapai di dunia, bukan cuma bisa di Surga aja. Gimana caranya mencapai persatuan kasih ini di dunia? St. Theresia Lisieux mengatakan, kekudusan dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana yang dilakukan dengan motif atau alasan kasih yang besar kepada Tuhan, misalnya sebagai seorang anak, temen-temen bikinin teh atau kopi buat orangtua ketika bangun pagi atau mungkin mijetin orangtua ketika mereka pulang kerja, sebagai seorang pelajar, temen-temen belajar dengan sungguh-sungguh dan ngerjain test dengan jujur, atau mungkin sebagai seorang pekerja, temen-temen juga melakukan yang terbaik dalam pekerjaan dan menghibur sesama pekerja yang lagi sedih atau lesu karena dimarahin atasan. Simple-nya, kita sadar akan kehadiran Tuhan dalam diri kita dan dalam diri sesama kita, jadi kita berusaha buat ngelakuin apa yang menyenangkan Tuhan dari perkataan dan perbuatan kita. Dan dari hal-hal kecil ini, kita kaya latihan buat melakukan kehendak Tuhan, yaitu supaya kita menjadi sempurna, sama seperti Bapa di Surga adalah sempurna (Mat 5:48).
Tapi tentunya, jangan lupa temen-temen, kalo kekudusan itu bukan dicapai hanya karena perbuatan kita sendiri, tapi terutama karena rahmat Tuhan. Tuhan udah kasih kita contoh yang luar biasa sempurna dalam kasih dan kekudusan, yaitu dari Pribadi Yesus Kristus yang karena Ia begitu mengasihi Allah Bapa dan kita, Ia mau melakukan perintah BapaNya dan memberikan nyawaNya sendiri buat nebus dosa manusia. Dan juga teladan yang lain adalah dari para orang kudus atau santo-santa, yang terus mengandalkan Tuhan, mengakui dengan rendah hati kalo mereka butuh belas kasihan Tuhan, dan terus mencari pertolongan Tuhan dalam hidup mereka. Salah satu cara yang terutama dan bisa kita lakuin tiap hari dan bahkan sampe hari ini adalah dengan mengikuti perayaan Ekaristi, karena dalam Ekaristi, kita mengalami persatuan dengan Tuhan dan sesama, dan ngasih kita kekuatan untuk berbuat kasih pada Tuhan dan sesama. Nah, kalo kita gagal dalam mengasihi Tuhan dan sesama ini, kita cepet-cepet mengaku dosa dalam sakramen Tobat dan sesudah itu, berjuang untuk nggak ngulangin dosanya lagi.
Nah temen-temen, dalam video ini, kita sama-sama belajar mengenai kekudusan dan gimana untuk hidup kudus atau sempurna dalam kasih pada Tuhan dan sesama, seperti yang dilakukan oleh para orang kudus. Emang sih, memperjuangkan kekudusan, apalagi di dunia sekarang ini, tuh ga gampang, tapi mari kita sama-sama berdoa mohon rahmat Tuhan dan mari berjuang bareng supaya kita bisa mencapai kesempurnaan kasih dan akhirnya bisa bersatu lagi sama Tuhan dan sesama kita di Surga kelak. Sampai ketemu lagi di video lainnya ya teman-teman, terima kasih dan Tuhan memberkati, babaii
Ada yang bertanya: Paus yang terpilih ini adalah pilihan manusia atau pilihan Tuhan? Ingin tahu jawabannya, saksikan terus video ini.
Sebelum seorang Kardinal terpilih menjadi Paus, dunia menanti dengan penuh harap. Para kardinal berkumpul dalam keheningan dan doa, memberikan suara mereka, dan akhirnya—ketika asap putih mengepul dari cerobong Kapel Sistina—Gereja bersukacita: Habemus Papam! “Kita memiliki seorang paus!”
Namun apa yang sebenarnya terjadi dalam momen suci ini? Apakah pemilihan itu semata-mata kegiatan manusiawi ataukah Allah turut campur tangan? Dapatkah kita sungguh percaya bahwa Roh Kudus membimbing pilihan para kardinal? Menurut Santo Thomas Aquinas, jawabannya terletak pada pemahaman yang mendalam tentang hubungan antara penyelenggaraan ilahi dan kebebasan manusia. Allah sungguh mengatur segala sesuatu—termasuk konklaf—namun Ia melakukannya melalui manusia yang bebas memilih.
1. Penyelenggaraan Allah Bekerja Melalui Kebebasan Manusia
Santo Thomas mengajarkan bahwa Allah membimbing dunia melalui penyelenggaraan ilahi—rencana-Nya yang bijaksana dan penuh kasih bagi segala sesuatu. Meski demikian, Allah tidak memaksa segalanya untuk terjadi. Sebaliknya, Ia bekerja melalui ciptaan-Nya, terutama melalui manusia yang menggunakan akal dan kehendaknya secara bebas. Dengan kata lain, kehendak Allah dan kebebasan manusia berjalan bersama. Ini seumpama pintu dengan dua engsel, yang bekerja bersama-sama.
Konklaf adalah contoh yang sangat baik. Para kardinal bebas memilih siapapun yang memenuhi syarat. Mereka berdoa, berdiskusi, dan mempertimbangkan apa yang dibutuhkan Gereja. Namun dalam semua itu, Allah tetap bekerja, dengan lembut membimbing pikiran dan hati mereka. Ia tidak mengambil alih kebebasan mereka—justru memperkuatnya. Seperti yang dikatakan Aquinas,
Allah menggerakkan segala sesuatu sesuai dengan cara keberadaannya.
1Dan karena manusia bersifat rasional dan bebas, Allah bekerja dalam diri mereka dengan menghormati kebebasan itu.
2. Kebijaksanaan dan Bantuan dari Roh Kudus
Para kardinal harus membuat keputusan yang serius dan penuh pertimbangan. Santo Thomas menyebut ini sebagai kebajikan kebijaksanaan praktis (prudensia)—kemampuan untuk mengetahui apa yang benar dan bagaimana melakukannya. Sebuah keputusan yang bijaksana mempertimbangkan kebutuhan Gereja saat ini, kualitas para calon, dan tantangan masa depan.
Namun mereka tidak mengandalkan kebijaksanaan manusia saja. Aquinas juga mengajarkan tentang karunia kebijaksanaan dan karunia nasihat, yang termasuk dalam tujuh karunia Roh Kudus. Karunia kebijaksanaan membuat para kardinal melihat segala sesuatu dengan kacamata Allah. Dan karunia nasihat membuat para kardinal melihat dengan lebih jernih apa yang dikehendaki Allah, terutama dalam situasi yang sulit dan dapat mengambil langkah yang tepat untuk menghadapinya. Dalam konklaf, para kardinal mengandalkan baik pengalaman manusiawi mereka maupun bimbingan ilahi. Ketika mereka mendengarkan dengan sungguh dalam doa dan mencari kebaikan Gereja, pilihan mereka menjadi tindakan yang berasal dari akal sehat dan sekaligus digerakkan oleh rahmat.
3. Allah Bekerja Melalui Pilihan Manusia
Sebagian orang bertanya: jika para kardinal bisa saja membuat kesalahan, bagaimana mungkin Roh Kudus tetap terlibat dalam konklaf? St. Thomas Aquinas membantu kita memahami bahwa kehendak Allah tidak selalu berarti memilih orang yang
sempurna.
Kadang-kadang, bahkan pilihan yang kurang ideal pun dapat menjadi bagian dari rencana Allah yang lebih besar.
Dalam sejarah, tidak semua paus adalah orang suci. Beberapa paus adalah pemimpin yang lemah dan hidupnya tidak sesuai dengan ajaran Kristus. Namun bahkan dalam saat-saat seperti itu, Allah tidak meninggalkan Gereja-Nya. Seperti yang diajarkan Aquinas, Allah dapat membawa kebaikan bahkan dari kesalahan manusia.2Yang terpenting adalah bahwa Gereja tetap berjalan—dan paus, siapapun dia, menjadi bagian dari karya Allah dalam sejarah.
4. Paus Sebagai Tanda Kesatuan
Paus bukan hanya seorang pemimpin—paus adalah tanda nyata dari kesatuan Gereja. Kristus adalah Kepala Gereja yang tak kelihatan, tetapi paus adalah wakil-Nya yang kelihatan di dunia. Tugasnya adalah menjaga iman, memelihara kesatuan, dan membimbing umat Allah.
Karena itu, konklaf bukan sekadar soal memilih seorang pemimpin—tetapi juga tentang menjaga kesatuan Gereja. Paus membantu Gereja tetap satu dalam iman dan misi, bahkan di tengah keberagaman budaya dan bahasa. Dan walaupun keputusan itu datang melalui suara manusia, pada akhirnya Allah sendirilah yang memanggil paus yang baru untuk menjadi penerus Rasul Petrus untuk memimpin Gereja-Nya atas nama Kristus.
5. Momen Misteri dan Rahmat
Konklaf mungkin tampak seperti sebuah peristiwa politis yang tertutup dari luar, tetapi sebenarnya itu adalah momen yang penuh dengan misteri dan rahmat. Allah menggunakan tindakan manusia—diskusi, pertimbangan, dan pemungutan suara—untuk melanjutkan karya-Nya dalam Gereja.
Santo Thomas Aquinas mengingatkan kita bahwa rahmat tidak menghancurkan kodrat manusia, melainkan menyempurnakannya. Dalam konklaf, rahmat menyempurnakan proses manusiawi pemilihan. Hasilnya bukanlah keajaiban yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan kerja sama antara rencana Allah dan tanggung jawab manusia. Ketika Gereja akhirnya mendengar seruan “Habemus Papam”, itu adalah tanda bahwa Allah sekali lagi bekerja melalui tangan manusia untuk membimbing umat-Nya.
Percaya kepada Penyelenggaraan Allah
Pemilihan paus menunjukkan betapa dalamnya Gereja percaya akan karya Roh Kudus. Ini adalah momen di mana Allah dan manusia bertemu—di mana penyelenggaraan ilahi dan kebebasan manusia berpadu. Sebagai umat beriman, kita diajak untuk mendoakan mereka yang memikul tanggung jawab ini, dan untuk percaya bahwa bahkan dalam ketidakpastian, Allah tetap setia kepada Gereja-Nya.
Hikmat Allah melampaui pemahaman kita, namun kasih-Nya tak pernah gagal. Dalam setiap konklaf, Roh Kudus tetap membimbing Gereja-Nya, menjaganya tetap satu, teguh dalam iman, dan terus berjalan dalam pengharapan.
HABEMUS PAPAM!
Doa kami menyertaimu, Paus….