Kebangkitan badan meneguhkan pengharapan

Rasul Paulus menuliskan kepada jemaat di Korintus, “Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan” (1Kor 15:13). Dengan kata lain, orang yang tidak percaya akan kebangkitan badan, tidak percaya akan Kristus sendiri yang telah bangkit. Maka, iman akan kebangkitan badan berhubungan erat dengan iman akan Kristus yang bangkit dari antara orang mati. St. Thomas dalam Summa Theology memberikan lima alasan mengapa Kristus bangkit, yaitu: (1) untuk menyatakan keadilan Allah; (2) untuk memperkuat iman kita; (3) untuk memperkuat pengharapan; (4) agar kita dapat hidup dengan baik; (5) untuk menuntaskan karya keselamatan Allah. Keterangan lengkap tentang hal ini dapat dibaca di sini – silakan klik.

Kebangkitan badan yang dimaksud di sini adalah badan yang telah terurai dan hancur akibat kematian akan dibangkitkan pada akhir zaman dan kemudian akan bersatu dengan jiwa masing-masing. Dengan demikian, setiap individu akan kembali mempunyai persatuan antara jiwa dan badan, dan kemudian hidup dalam kekekalan. Bagi yang masuk dalam Kerajaan Sorga akan mengalami kebahagiaan dalam persatuan jiwa dan badan yang telah dimuliakan dan bagi yang masuk dalam neraka akan mendapatkan hukuman dalam persatuan jiwa dan badan. Dengan berpegang teguh pada ajaran tentang kebangkitan badan, kita percaya bahwa ada kehidupan setelah kematian, dan kebahagiaan Sorgawi yang telah dijanjikan oleh Yesus menanti kita di kehidupan mendatang.

Apa gunanya mempercayai ajaran ini?

1. Tidak terpuruk dalam kesedihan akan kematian. Adalah reaksi psikologis yang wajar ketika seseorang menangisi kematian dari orang yang dikasihinya. Namun, jika ia percaya akan kebangkitan badan, ia tidak akan kehilangan harapan akan dapat berkumpul kembali dengan orang-orang yang dikasihinya itu. Rasul Paulus menegaskan hal ini, “Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia.” (1Tes 4:13-14)

2. Mengambil ketakutan akan kematian. Tanpa kepercayaan akan adanya pengharapan yang lain setelah kematian, orang dapat terjebak dalam ketakutan akan kematian. Namun, karena kita percaya akan kehidupan kekal dan kebangkitan badan, kematian mestinya tidak terlalu menakutkan. Dengan kematian dan kebangkitan-Nya, Kristus telah memusnahkan Iblis yang berkuasa atas maut, sehingga Kristus membebaskan kita dari ketakutan terhadap maut (lih. Ibr 2:14-15).

3. Membantu kita untuk hidup lebih baik. Orang yang tidak melihat bahwa apa yang dilakukannya diperhitungkan untuk kekekalan, tidak mempunyai motivasi yang tinggi untuk hidup lebih baik. Namun, jika ia percaya akan kehidupan kekal di masa mendatang, ia akan terdorongi untuk berbuat baik, tahan menghadapi segala tantangan, penderitaan dan ketidakadilan di dunia ini. Rasul Paulus menuliskan, “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia” (1Kor 15:19).

4. Membantu kita untuk menjauhi kejahatan. Dengan percaya akan kehidupan kekal dan kebangkitan badan, kita terdorong untuk menjauhkan diri dari kejahatan, karena tahu bahwa kejahatan dapat mengakibatkan penghukuman di kehidupan mendatang. Rasul Yohanes menulis, “dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.” (Yoh 5:29)

Realitas Kebangkitan Badan

Mereka yang menentang kebangkitan badan sebelum Kristus adalah kaum Saduki (Mat 22:23; Kis 23:8) dan orang-orang pagan (Kis 17:32), kaum Gnostics dan Manichaeans, di zaman Abad Pertengahan, adalah kaum Katharis, dan di zaman modern adalah kaum Materialis dan kaum Rationalis. Namun sebenarnya, kita dapat membuktikan kebangkitan badan baik dengan akal budi – sejauh yang dapat kita terangkan dengan akal budi – maupun dari Wahyu Allah.

Pembuktian dari akal budi

Dalam katekismus Konsili Trente dipaparkan pembuktian dari akal budi. Kebangkitan badan ada karena:
1) Keterpisahan tubuh dan jiwa dalam kematian itu menentang kodrat, sehingga sifatnya sementara.
Kebangkitan badan berkaitan dengan jiwa yang kekal. Ini dikatakan Yesus kepada kaum Saduki (lih. Mat 22:29-30). Jiwa manusia yang kekal ini secara kodrati cenderung untuk bersatu dengan tubuhnya. Jadi, pemisahan antara jiwa dan tubuh yang terjadi dalam kematian, bertentangan dengan kodrat manusia. Apa yang bertentangan dengan kodrat hanya akan bersifat sementara. Jika kodrat jiwa adalah kekal dan tubuh hancur dalam kematian, maka layaklah jika tubuh yang hancur ini kemudian akan dibangkitkan, dipulihkan dan bersatu dengan jiwanya yang kekal.

2) Prinsip keadilan: tubuh dan jiwa layak menerima penghargaan ataupun penghukuman tergantung dari perbuatannya. St. Krisostomus dalam homilinya kepada umat di Antiokia mengajarkan bahwa ketika manusia hidup di dunia, jiwa dan badannya saling bekerjasama ketika berbuat kejahatan maupun kebajikan, sehingga sudah selayaknya penghukuman maupun penghargaan diterima oleh jiwa maupun badan. Namun, banyak orang yang sebelum meninggal dunia tidak mengalami penghukuman terhadap kejahatan yang mereka lakukan ataupun tidak mendapatkan penghargaan dari kebajikan yang mereka lakukan. Oleh karena itu, dalam Pengadilan Terakhir, ketika manusia memperoleh penghargaan maupun penghukuman, jiwa juga akan bersatu dengan tubuh, sehingga yang menerima penghargaan dan penghukuman adalah persatuan jiwa dan tubuh dan bukan hanya jiwa saja. Persatuan ini mensyaratkan kebangkitan badan.

3) Kebangkitan badan juga merupakan efek kesempurnaan dari penebusan Kristus. Kristus telah menebus dunia, karena dengan wafat-Nya, Ia telah menghancurkan kematian, sehingga ada kehidupan di dalam Kristus. Manusia yang kodratnya memiliki jiwa dan tubuh juga akan dibangkitkan sesuai dengan kodratnya, maka ada persatuan kekal antara jiwa dan tubuh. Dan karena Kristus sebagai Kepala Gereja telah bangkit – baik jiwa maupun tubuh-Nya – maka sebagai anggota Gereja, kita semua juga akan mengalami kebangkitan badan untuk bersatu dengan jiwa kita, seperti Kepala kita.

Pembuktian dari Kitab Suci

Di dalam Perjanjian Lama, terlihat adanya perkembangan pandangan tentang kebangkitan badan. Nabi Hosea dan Yehezkiel menggunakan simbol kebangkitan untuk menggambarkan pembebasan Israel atas dosa dan pengasingan (Hos 6:2, 13:14; Yeh 37:1-14). Yesaya mengajarkan kebangkitan badan (Yes 26:19), demikian juga dengan Daniel, yang mengajarkan baik mereka yang baik maupun yang jahat akan bangkit setelah kematian; orang- orang yang baik masuk surga, sedangkan yang jahat dihukum (lih. Dan 12:2). Kitab 2 Makabe juga mengajarkan doktrin kebangkitan orang mati (Mak 7:9,11,14,23,29; 12:43, 14:16).

Yesus menolak pandangan kaum Saduki, “Kamu sesat sebab kamu tidak mengerti Kitab Suci maupun kuasa Allah! Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan melainkan hidup seperti malaikat di surga.” (Mat 22:29-30). Yesus mengajarkan bukan hanya kebangkitan badan bagi orang- orang benar (Luk 14:14) tetapi juga orang- orang jahat, yang akan dimasukkan ke neraka bersama- sama dengan tubuh mereka (Mat 5:29; 10:28; 18:8). “…mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (Yoh 5:29). Kepada mereka yang percaya kepada-Nya, dan yang makan daging-Nya dan minum darah-Nya, Yesus menjanjikan kebangkitan badan pada akhir zaman (Yoh 6:39-; 44,55). Sebab Kristus sendiri adalah “kebangkitan dan hidup” (Yoh 11:25), maka Ia berjanji bahwa orang-orang yang percaya kepada-Nya akan hidup walaupun mereka sudah mati (lih. Yoh 11:26).

Para rasul mengajarkan tentang kebangkitan badan semua orang mati dalam hubungannya dengan kebangkitan Kristus (lih. Kis 5:1; 17:18,32; 24:15,21; 26:23). Rasul Paulus menegur jemaat di Korintus yang menolak kebangkitan badan, dan mengatakan bahwa dasar kebangkitan badan adalah kebangkitan Kristus, “Kristus telah dibangkitkan dari orang mati sebagai yang sulung dari orang- orang yang telah meninggal. Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena satu orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap- tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya…..” (1 Kor 15:20-23). Musuh terakhir yang dibinasakan ialah maut (lih.1 Kor 15:26, 54-55). Maka karena kemenangan Kristus atas maut, kita beroleh kebangkitan badan (lih. Rom 8:11; 2Kor 4:14; Fil 3:21; 1 Tes 4:14,16; Ibr 6:1-20)

Para Bapa Gereja yang diserang oleh banyaknya ajaran sesat, mengajarkan dengan detail tentang kebangkitan badan, seperti yang dilakukan oleh St. Klemens dari Roma, St. Yustinus, Athenagoras, Tertullian, Origen, Methodius, St. Gregorius dari Nissa, St. Agustinus dalam Enchiridion 84-93, De civ. Dei XXII 4-.

Tubuh sebelum dan sesudah kebangkitan

Konsili Lateran ke-4 (1215) mengajarkan: “They will rise with their bodies which they have now.” Terjemahannya: Mereka [semua orang] akan bangkit dengan tubuh yang mereka miliki sekarang.”

Hal ini secara implisit dinyatakan dalam Kitab Suci, yaitu bahwa tubuh ini yang mati dan terdekomposisi, akan bangkit kembali, seperti tertulis dalam 2 Mak 7:11 “…aku berharap akan mendapatkan kembali semuanya [lidah dan tangannya] dari pada-Nya!”, dan dalam 1 Kor 15:53, “Karena yang dapat binasa ini dapat mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati.”

Para Bapa Gereja mengajarkan demikian, “Tubuh ini akan bangkit lagi dan diadili, dan “kita akan menerima penghargaan kita di dalam tubuh ini.” (St. Klemens, 2 Kor 9:1-5) “Kita berharap akan menerima kembali tubuh kita yang mati… dengan percaya bahwa pada Tuhan tidak ada yang mustahil” (St. Yustinus, Apol. 1.18). Dasarnya adalah, karena kebangkitan badan mensyaratkan identitas tubuh sebelum dan sesudah kebangkitan. Hal ini juga diajarkan oleh Methodius, St. Gregorius Nissa, St. Epiphanius (Haer. 64) dan St. Jerome (Adv. Ioannem Hierosolymitanum).

Maka secara umum para Bapa Gereja mengajarkan bahwa tubuh akan bangkit lagi dengan integritas yang lengkap, bebas dari distorsi, dari bentuk yang buruk maupun cacat. St. Thomas Aquinas mengajarkan, “Orang akan bangkit lagi dengan kemungkinan terbesar akan kesempurnaan alami,” sehingga artinya, [tubuh yang bangkit itu] di tahap usia yang dewasa (Summa Theology, Suppl. 81.1). Integritas dari tubuh setelah kebangkitan juga mensyaratkan organ- organ tubuh, dan pembedaan jenis kelamin. Namun demikian fungsi- fungsi vegetatif (makan dan berkembang biak) tidak ada lagi. Sebab dikatakan dalam Mat 22:30, “Mereka akan menjadi seperti malaikat Tuhan di surga.”

Komposisi Tubuh setelah Kebangkitan badan

1. Tubuh orang -orang benar akan diubah seperti tubuh Kristus yang bangkit (Sen. certa)

St. Paulus mengajarkan, “[Yesus Kristus] akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.” (Fil 3:21). “Demikianlah pula halnya dengan kebangkitan orang mati. Ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan. Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan. Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah.” (1 Kor 15:42-44), lihat 1 Kor 15:53.

Berdasarkan ajaran para Rasul, maka para Teolog mengelompokkan empat karunia sehubungan dengan kebangkitan badan orang- orang benar:

a. Tidak dapat menderita (incapability of suffering/ impassibilitas), tidak dapat lagi mengalami sakit ataupun mati. Why 21:4 “Dan Ia [Tuhan] akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau rapat tangis, dan duka cita sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” (lihat juga Why 7:16, Luk 20:36: “Sebab mereka tidak dapat mati lagi”. Alasan mendasar impassibilitas ini adalah karena tubuh tunduk/ taat sempurna kepada jiwa. (Summa Theology, Suppl. 82,1)

b. Subtilitas, yaitu, sebuah kodrat yang rohani/ spiritual. Namun demikian, ini tidak untuk diartikan bahwa tubuh diubah menjadi hakekat spiritual ataupun penghalusan tubuh/ matter menjadi tubuh yang tidak bisa diraba (etheral body), lihat Luk 24:39 [disebutkan bahwa Yesus yang bangkit mempunyai tubuh yang dapat diraba, mempunyai daging dan tulang]. Maka model tubuh spiritual ini adalah tubuh kebangkitan Kristus, yang dapat keluar dari kubur yang tertutup rapat dan yang menembus pintu yang terkunci (Yoh 20:19, 26). Alasan dasar tubuh yang rohani ini adalah kesempurnaan dominasi jiwa yang ter-transfigurasi, terhadap tubuh (Summa Theology, Suppl. 83,1).

C. Agilitas, yaitu kemampuan tubuh untuk mentaati jiwa dengan kemudahan yang sempurna dan gerakan yang cepat. Maka ini bertentangan dengan beratnya tubuh duniawi yang dikondisikan oleh hukum gravitasi. Agilitas ini terjadi pada tubuh Kristus yang secara tiba- tiba hadir di tengah para Rasul-Nya dan yang lenyap dari pandangan mereka juga dengan cepat (Yoh 20:19, 26; Luk 24:31). Alasan dasar agilitas adalah kesempurnaan dominasi jiwa yang ter-transfigurasi, yang telah memindahkan tubuh (Summa Theology, Suppl. 84, 1)

d. Klaritas, bebas dari segala bentuk deformasi, dan diisi oleh keindahan dan terang. Yesus mengatakan, “Pada waktu itu orang- orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka.” (Mat 13:43), lih. Ul 12:3. Model transfigurasi ini adalah Transfigurasi Yesus di gunung Tabor (Mat 17:2), dan setelah kebangkitan-Nya (Kis 9:3). Alasan dasar transfigurasi ini adalah keindahan yang melimpah ruah dari jiwa yang ter-transigurasi ke dalam tubuh. Tingkat transfigurasi tubuh, menurut 1 Kor 15:41-, akan bervariasi tergantung dari tingkat keindahan jiwa, yang sebanding dengan ukuran jasa/ perbuatan kasih yang dilakukannya. (Summa Theology, Suppl. 85, 1)

2. Tubuh orang- orang yang jahat akan bangkit di dalam ketidakbinasaan (incorruptibility and immortality), tetapi mereka tidak mengalami transfigurasi (Sent. certa)

Incorruptibilitas dan immortalitas ini merupakan prasyarat bagi penghukuman abadi bagi tubuh di neraka. (Mat 18:8-). Immortalitas (lih. 1 Kor 15:52-) tidak termasuk perubahan tubuh dan fungsi- fungsi yang berhubungan dengan perubahan tubuh, tetapi pada orang jahat ini, immortalitas tidak berarti bahwa mereka tidak dapat menderita. (Summa Theology, Suppl. 86, 1-3).

Merindukan Kebangkitan Badan

Dalam artikel syahadat “Aku percaya akan kebangkitan badan”, seluruh umat Katolik diajak untuk sekali lagi berfokus pada tujuan akhir, yaitu Sorga. Dengan mengetahui bahwa suatu saat tubuh kita akan dibangkitkan dan bersatu dengan jiwa dan kemudian hidup dalam kekekalan, maka kita akan mengarahkan semua hal di dunia ini untuk mencapai kebahagiaan kekal. Dogma ini dapat membantu kita untuk senantiasa tabah dalam menjalankan kehidupan di dunia ini, bertekun dalam kasih, dan senantiasa berjuang dalam kekudusan, sehingga pada akhirnya, kita akan menjadi manusia baru di dalam Kristus dan hidup bahagia selamanya di Sorga untuk selamanya. Kematian Kristus membuka pintu perdamaian antara kita dengan Allah dan oleh kurban Kristus kita dapat memperoleh keselamatan dan hidup yang kekal.

37 COMMENTS

  1. Dear pak Stef.

    Celinne ingin bertanya.

    Yoh 20:17
    Kata Yesus kepadanya: “Janganlah **engkau memegang Aku**, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.”

    APA maksud dari kalimat Yesus?
    Ini juga…
    “…. bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.”

    Allah-Ku…???

    • Shalom Celinne,

      Dalam Yoh 20:17 Yesus berkata kepada Maria Magdalena “Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.”

      Perkataan “Janganlah engkau memegang Aku” memang mempunyai banyak interpretasi. Salah satunya adalah dari St. Yohaness Krisostomus yang mengatakan agar Maria tidak lagi tergantung kepada Yesus yang Dia kenal sebelumnya, yang senantiasa berada bersama muridnya ketika Dia hidup di dunia ini, melainkan sebagai Kristus yang telah bangkit dan akan naik ke Surga. Inilah yang harus diberitakan kepada para murid.

      Perkataan Bapa-Ku, menyatakan ke-Allahan Kristus dan Bapamu adalah membuat manusia dapat menyebut Allah dengan sebutan Bapa di dalam Kristus. Sedangkan Allah-Ku adalah menyatakan kemanusiaan Kristus. Dengan demikian, kita dapat melihat dua kodrat Kristus, yaitu sungguh Allah dan sungguh manusia. Semoga dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Kak Stef yang terkasih dalam Tuhan.

        Terima Kasih atas responnya.
        St. Yohaness Krisostomus memiliki interpretasi demikian, adakah interpretasi Gereja terhadap ayat ini, sebab St. Yohanes Krisostomus (koreksi jika Celinne salah) tidak mewakili doktrin Gereja. Ini yang pertama, selanjutnya…

        Mengenai kata Bapa-Ku, Celinne dimampukan untuk memahaminya, tolong bantu doakan Celinne yang belum mampu menerima dengan jelas kata “Allah-Ku”; karena sejauh pemahaman Celinne, Yesus itu sungguh Allah sungguh manusia dan tidaklah pernah Yesus berkata-kata dalam sisi (hanya) kemanusiaan saja.
        Kelekatan yang tidak pernah terpisahkan itulah (hypostatis union) yang mengaburkan pemahaman Celinne terhadap kata “itu”

        Semoga kak Steff boleh memahami maksud Celinne.

        Salam dan Doa dalam Minggu Pra Paskah III

        • Shalom Celinne,

          Gereja Katolik tidak memberikan interpretasi definitif terhadap semua ayat di dalam Kitab Suci. Hanya hal-hal yang kritikal dan berpengaruh terhadap doktrin dan dogma, maka Gereja Katolik akan memberikan interpretasi. Jadi, pendapat dari St. Yohanes Krisostomus sesungguhnya adalah begitu baik.

          Selanjutnya, tentang perkataan “Allahku”. Walaupun memang ada hypostatic union antara kodrat manusia dan kodrat Allah di dalam diri Yesus, namun kita juga melihat dalam beberapa kejadian, Yesus mengedepankan kodrat manusia dan dalam beberapa kejadian adalah sebaliknya. Namun, tentu saja kodrat apapun yang dikedepankan tidak menghilangkan hypostatic union ini. Sebagai contoh: Waktu Yesus mengatakan Aku haus, bukan kehendak-Ku melainkan kehendak-Mu yang terjadi, maka kita melihat bahwa Yesus mengedepankan pribadi manusia-Nya. Semoga memperjelas.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  2. syalom bu Inggrid…., dalam pembahasan tentang iman kita akan kebangkitan badan di akhir jaman nanti, mengusik pikiran saya untuk bertanya lebih jauh: lha trus…, bagaimana dengan hidup sebelum kehidupan di dunia ini; apakah sebenarnya kita juga sudah ada sebelum kehidupan di dunia ini? Bagaimana ajaran gereja tentang hidup sebelum kehidupan di dunia ini? mohon pencerahannya ya bu…terima kasih.

    [Dari Katolisitas: Kita manusia memperoleh hidup pada saat konsepsi (bertemunya sel telur dan sperma dalam rahim ibu). Pada saat konsepsi itulah Allah memberikan kehidupan kepada janin, pada saat itulah jiwa kita diciptakan oleh Tuhan. Jadi sebelum konsepsi itu, jiwa kita tidak ada/ belum diciptakan oleh Tuhan.]

  3. Shalom bapak/ibu Tay,

    Saya membaca dari sebuah artikel dari saudara non kristen, dengan memakai surat 1 Korintus 15:42-44 sebagai sanggahan bahwa sesungguhnya Yesus tidak pernah disalib, apalagi wafat di kayu salib karena setelah peristiwa penyaliban, Yesus menemui para murid dengan tubuh alamiah (jasmani)Nya.

    Dijelaskan dalam surat 1 Kor 15 tersebut bahwa yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah (saja). Jadi bagaimana mungkin jika memang Yesus telah wafat dan bangkit bisa menemui para murid dengan tubuh alamiahNya?

    Diperkuat dengan Injil Markus 14:50 yang menjelaskan seakan-akan tidak ada saksi lagi tentang penyaliban Kristus, dan dengan leluasa digantikan oleh orang lain (yudas).

    Bagaimana sebenarnya kita mengartikan surat 1 Kor 15:42-44 ini? Karunia Subtilitas menyebutkan bahwa tubuh rohani terdiri daging dan tulang (?) seperti Kristus bisa menembus ruangan terkunci. Dan hal ini kedengarannya memang tidak masuk akal (bagi manusia), apalagi bagi mereka yang tidak percaya.

    Mohon maaf atas dangkalnya pengetahuan akan iman saya. Terima kasih sebelumnya. Berkah dalem.

    • Shalom Bimomartens,

      Dalam 1 Kor 15:42-44, dijelaskan bahwa walaupun umat beriman telah meninggal – keterpisahan antara tubuh dan jiwa – namun, nanti pada saat kebangkitan badan, maka umat beriman akan mendapatkan tubuhnya kembali. Tubuh yang telah dibangkitkan bukanlah tubuh alamiah yang terdiri dari darah dan daging, melainkan tubuh yang telah diubah (ay.51-52), menjadi rupa sorgawi (ay.49). Seperti apa tubuh sorgawi? Seperti yang ditunjukkan oleh Yesus, yaitu yang walaupun dapat makan dan minum, namun juga tidak terikat oleh tempat dan waktu – termasuk dapat menembus pintu, dll. Dengan kata lain, makan dan minum bukanlah menjadi kebutuhan pokok, yang tanpanya tubuh akan mati. Itulah sebabnya, Sorga di dalam pengertian kekristenan bukanlah merupakan soal makan dan minum, melainkan soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus (lih. Rm 14:17)

      Tentang penyaliban Kristus, Anda dapat melihat tanya jawab ini – silakan klik.Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  4. Salam sejahtera.terima kasih banyak. penjelasannya sangat membantu saya dalam beriman Katolik

  5. Bpk/Ibu yth, stlh penghakiman terakhir, tubuh dan roh akan dibangkitkan. Kata tubuh ini yg agak “mengusik” pikiran kami. Apakah tubuh dlm btk fisik sekarang? Kl ya, bgmn dengan mereka yg cacat fisik sejak lahir lahir? Tks penjelasannya.

    [Dari Katolisitas: silakan membaca artikel di atas, silakan klik. Menurut St. Thomas Aquinas, tubuh orang-orang benar yang dibangkitkan di akhir zaman merupakan tubuh yang sempurna (berarti bebas dari segala cacat/ deformasi), sebagaimana terlihat dalam tubuh Tuhan Yesus saat Transfigurasi atau saat setelah kebangkitan-Nya. Namun jika ada tanda paku pada tangan dan kaki Yesus dan beberapa martir mempertahankan tanda kemartiran mereka, itu disebabkan karena tanda-tanda itu menunjukkan kesempurnaan derajat kasih mereka kepada Allah dan sesama, dan karena itu tetap ada, dan bahkan menjadi kemuliaan bagi mereka.]

  6. Shalom Tim,

    Saya ingin bertanya, Menurut kepada apa yang saya baca di sini, jika pada saat matinya seseorang itu yang di hakimi adalah jiwanya. Soalan saya bagaimana dengan rohnya? Apa yang membezakan jiwa dan roh kita?

    Mohon pencerahan dari tim.
    Linda Maria

    [dari katolisitas: silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik]

    • Shalom Tim,

      Terima kasih Tim atas pencerahannya. Banyak yang saya pelajari dari artikel tersebut.
      Mungkin latarbelakang saya yg dulunya ( non Katolik ) membuatkan saya bertanya akan hal tersebut dan kini saya sudah jelas akan hal itu.

      Salam kasih
      Linda Maria

  7. Tolong tanya mengenai tubuh yang baru itu :
    1. Tubuh orang itu sendiri selama hidupnya yang sudah diperbaharui?
    2. Tubuh baru yang benar benar baru yang Allah berikan ke kita?

    Kalau jawabannya yang no. 1 lalu bagaimana dengan orang meninggal yang dikremasi?

    Thanks
    Albertus

    • Shalom Albertus,

      Tubuh yang bangkit adalah tubuh yang sama ketika kita masih hidup, namun di dalam keadaan yang sempurna dan mulia.

      Maka tidak ada hal yang berbeda antara orang yang wafat dan dikubur dan orang yang dikremasi, dalam hal kebangkitan badan. Karena yang menjadi patokan bukan tubuh orang tersebut pada waktu matinya (yang hancur karena dibakar atau hancur di tanah), namun pada saat orang itu hidup. Tuhan membangkitkan tubuh kita yang sama, namun kemudian memberikan keadaan yang sempurna, seperti halnya yang terjadi pada tubuh Tuhan Yesus yang bangkit dari kematian-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  8. shalom bu inggrid..saya sedikit bingung dengan 1 kor 15:19..Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus,maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia…kenapa disebut orang-orang paling malang..?mohon penjelasannya..terimakasih..

    • Shalom Barry,

      Interpretasi 1 Kor 15:19 harus dilihat kaitannya dengan keseluruhan perikop, yaitu 1 Kor 15:13-23. Berikut ini adalah interpretasi dari A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed. Dom Orchard OSB:

      Rasul Paulus memberikan banyak alasan untuk meyakinkan jemaat tentang kebangkitan:

      1. Jika tidak ada kebangkitan untuk orang- orang lain (yaitu kita semua) maka Kristus tidak akan bangkit: tetapi kebangkitan Kristus (seperti disebutkan dalam ayat 4) telah dinubuatkan dalam Kitab Suci.

      2. Jika Kristus tidak bangkit,… maka imanmu sia- sia, sebab kebangkitan-Nya ini adalah salah satu dari artikel iman kepercayaanmu.

      3. Kami (para rasul) akan dianggap bersalah dan menipu; namun sebaliknya kami meneguhkan doktrin ini dengan banyak mukjizat.

      4. Akibatnya, kamu belum dibebaskan dari dosa- dosamu; kecuali Kristus, oleh kebangkitan-Nya, telah menang atas dosa dan maut.

      5. Tanpa kebangkitan, kita umat Kristen, yang hidup di bawah penyangkalan diri dan penganiayaan, akan menjadi orang- orang yang paling malang di dunia, sebab tidak bahagia di dunia ini maupun di kehidupan yang akan datang, sebab kebahagiaan jiwa mensyaratkan juga kebangkitan badan yang membahagiakan.

      6. Kristus adalah buah sulung, dan yang pertama bangkit dari alam maut: dan dengan menjadi buah sulung, artinya orang- orang lain akan juga bangkit setelah Dia.

      7. Seperti halnya kematian datang karena manusia pertama, (Adam) sehingga Adam yang kedua (Kristus) datang untuk memperbaiki kematian manusia, baik kepada tubuh maupun jiwa. Tanpa kebangkitan-Nya, baik jiwa- jiwa manusia yang telah mati tetap tinggal di dalam dosa asal mereka, dan tubuh- tubuh mereka tidak akan bangkit lagi. (Witham)

      Dengan demikian, ayat 1 Kor 15:19 ini ingin menyampaikan kepada kita bahwa pengharapan kita kepada Kristus tidak boleh terbatas hanya untuk kehidupan di dunia ini, namun harus sampai kepada pengharapan akan kehidupan kekal. Sebab jika tidak ada kehidupan kekal, maka jerih payah kita untuk mengendalikan diri, mengejar kekudusan, mati raga, memikul salib kita di dunia ini nampaknya tidak ada artinya. Padahal segala upaya tersebut adalah tanda kasih kepada Tuhan yang dapat kita lakukan untuk mengikuti teladan Kristus, agar suatu saat nanti, kita didapati-Nya siap sedia untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  9. Dear Stef/Ingrid, saya agak heran kalau orang yang memberi renungan atas kematian seseorang, mengatakan bahwa si A yang baru meninggal ini sudah terlepas dari penderitaan di dunia karena sekarang si A sudah bersama Bapa di surga ? Padahal kita imani bahwa yang meninggal tidak akan langsung masuk ke surga (kecuali yang benar-benar suci hidupnya) tetapi lebih dahulu disucikan/dibersihkan di api pencucuian. Itulah sebabnya kita diminta untuk mendoakan saudara yang telah lebih dahulu berpulang supaya terlepas dari api pencucian, khususnya pada 2 November. Barangkali renungan/doa bagi yang meninggal adalah :” semoga si A yang sudah meninggal ini dengan doa yang kita panjatkan kepada Bapa, secepatnya dibebaskan dari api pencucian dan diangkat kedalam rumah Bapa?”
    Pertanyaan saya : ” para orang kudus dan orang beriman yang telah berada di surga, pada waktu hari kebangkitan apakah juga akan dibangkitkan lagi atau justru hadir untuk menyaksikan Kristus membangkitkan arwah2 yang masih di api pencucian?” Terimakasih,

    Salam,
    Aloysius Sugiarto

    • Shalom Aloysius,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang kebangkitan badan. Memang dalam renungan kematian seseorang, maka pembawa renungan mungkin mengatakan bahwa kita yakin bahwa orang yang meninggal telah berada di Sorga. Namun, kalau yang membawa renungan adalah klerus atau prodiakon, maka mungkin maksudnya adalah yang meninggal akan berada bersama dengan Kristus, walaupun melalui Api Penyucian.

      Kemudian pertanyaan anda tentang orang-orang kudus: Para kudus di Sorga belum menerima Tubuh mereka. Pada saat kedatangan Kristus yang kedua, maka seluruh umat beriman akan menerima tubuh masing-masing yang telah dimuliakan yang akan bersatu dengan jiwa mereka masing-masing. Jadi yang dibangkitkan adalah badan dan bukan arwah, seperti yang kita doakan dalam syahadat para rasul, yang mengatakan “…Aku percaya akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang kudus, persekutuan para kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan, dan kehidupan kekal.” Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1016) menuliskan:

      Oleh kematian, jiwa dipisahkan dari badan; tetapi dalam kebangkitan, Allah akan memberi kehidupan abadi kepada badan yang telah diubah, dengan mempersatukannya kembali dengan jiwa kita. Seperti Kristus telah bangkit dan hidup untuk selamanya, demikian juga kita semua akan bangkit pada hari kiamat.

      Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Shalom Stef,

        Para kudus di Sorga belum menerima Tubuh mereka, lalu “wujud” mereka orang kudus ini di Sorga “seperti” apa? Terima kasih

        Salam kasih dalam Kristus,
        Aloysius HS

        • Shalom Aloysius Sugiarto,
          Sebelum Kebangkitan Badan di akhir jaman, semua jiwa- jiwa orang- orang kudus memang sudah berada Surga, tanpa tubuh mereka. Seperti apakah ‘wujud’ mereka? Saya rasa pertanyaan ini agak sedikit rancu, sebab tanpa tubuh, jiwa tidak mempunyai wujud. Kita sebagai manusia mempunyai wujud, karena selain terdiri dari jiwa, manusia yang hidup mempunyai juga tubuh yang hidup. Pada orang- orang kudus yang sudah mati, maka tubuh dan jiwanya terpisah: artinya tubuhnya mati di dunia, namun jiwanya ada di surga. Maka jiwa- jiwa para kudus yang tanpa tubuh itu kemungkinan menyerupai malaikat yang juga tidak memiliki tubuh.

          Agaknya kita baru dapat mengetahuinya dengan lebih jelas pada saat kebangkitan badan itu terjadi saat semua jiwa bersatu lagi dengan tubuhnya; dan Kristus kemudian menyatakan kepada kita segala sesuatunya dengan sempurna, di mana dikatakan:

          “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1 Kor 2:9)

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Syalom Katolisitas,

      Dari Injil Lukas :

      24:41 Ketika mereka belum percaya karena girangnya dan masih heran, berkatalah Ia kepada mereka, “Apakah kamu punya makanan di sini?”
      24:42 Lalu mereka memberikan kepada-Nya sepotong ikan goreng.
      24:43 Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka.

      Apakah yang dapat kita simpulkan atau kita tafsirkan ingin disampaikan Yesus yang menurut ayat di atas, Yesus “makan” jika dihubungkan dengan tubuh kebangkitan. Sepertinya Yesus masih memerlukan makan.

      Salam,
      Anthonius malau

      • Shalom Anthonius Malau,

        Nampaknya Yesus meminta makan kepada para rasul dan makan di hadapan mereka, agar membuktikan bahwa yang mereka lihat bukanlah hantu seperti sangkaan para murid (lih. Luk 24:37), sebab hantu/ roh tidak mempunyai tubuh dan karena itu tidak bisa makan. Namun demikian bukan berarti bahwa Yesus yang sudah bangkit membutuhkan makanan untuk hidup. Berikut ini adalah penjelasan yang saya kutip dari the Navarre Bible untuk ayat Luk 24:41-43:

        Meskipun tubuh kebangkitan-Nya tidak dapat menderita, sehingga tidak membutuhkan makanan untuk menguatkan tubuh-Nya, Tuhan kita meneguhkan iman para murid-Nya akan kebangkitan-Nya dengan memberikan kepada mereka dua bukti:- mengundang mereka untuk menyentuh-Nya dan makan di hadapan mereka. “Bagi saya sendiri, saya mengetahui dan percaya bahwa Tuhan kita mempunyai tubuh, bahkan setelah Kebangkitan. Dan ketika Ia datang kepada Petrus dan kawan- kawannya, Ia berkata kepada mereka, “Mari, rasakanlah Aku dan lihatlah bahwa Aku bukan hantu/ roh yang tidak bertubuh.” Mereka menyentuh-Nya dan percaya, dan diyakinkan bahwa Ia terdiri dari daging dan roh […]. Lagipula, setelah Kebangkitan, Ia makan dan minum dengan mereka seperti seorang manusia yang terdiri dari daging dan darah, meskipun secara rohani satu dengan Allah Bapa.” (St. Ignatius dari Antiokhia, Letter to the Christians at Smyrna, III, 1-3).

        Kesaksian St. Ignatius ini diberikan untuk meneguhkan iman jemaat awal, yang dilanda oleh ajaran sesat Docetism dan Gnosticsm yang menolak percaya bahwa Kristus sungguh-  sungguh menjelma menjadi manusia yang mempunyai tubuh dan darah, seperti manusia yang normal. Bahkan setelah kebangkitan-Nya, Kristus memperlihatkan Tubuh-Nya, dan justru karena kebangkitan Tubuh-Nya dari kematian, kita mempunyai pengharapan dan iman akan kebangkitan tubuh kita semua, di akhir jaman nanti.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolsitas.org

    • Sedikit tambahan dari saya, dari kata-kata “api pencucian”, kalau saya baca artikel sebelumnya yang benar adalah “penyucian”. Sebab dasar kata pencucian adalah cuci (contoh, mencuci baju) sedangkan “penyucian” adalah suci.
      Mohon koreksi jika saya salah,

      Terimakasih

      [Dari Katolisitas: Ya, Anda benar. Api Penyucian. Namun dalam surat- surat yang masuk dari pembaca, ada banyak yang menyebutkannya sebagai Api Pencucian. Walau mirip bunyi maupun artinya, namun nampaknya tidak sama persis. Sebab Api Penyucian maksudnya adalah proses di mana jiwa-jiwa disucikan, bukan dicuci. Namun umumnya orang yang mengatakan ‘pencucian’ bermaksud mengatakan ‘dicuci’ dari dosa. Sedangkan kata ‘disucikan’ ini berkaitan dengan kata dimurnikan, atau dalam bahasa Inggrisnya, ‘purge’, atau ‘purgatorium’ dalam bahasa Latin. Maka disucikan maksudnya adalah dibersihkan seluruhnya dari dosa. Di sinilah ada sedikit perbedaannya antara disucikan dan dimurnikan. Disucikan, maksudnya dibersihkan seluruhnya dari dosa sehingga suci, sedangkan ungkapan dicuci tidak sepenuhnya berkonotasi dibersihkan seluruhnya sampai suci.]

  10. Shalom, Pak Stef dan Ibu Inggrid, saya ingin penjelasan mengenai ayat (maaf saya tidak ingat persisnya dimana) yang mengatakan bahwa darah dan daging tidakmendapat tempat dalam kerjaan sorga. Jika demikian bagaimana dengan sahadat Iman kita yang mengakui kebangkitan badan.Badan ini nantinya bangkit dimana? Terima kasih atas tanggapanya.

    • Shalom Vendra,

      1Kor 15:50 menuliskan “Saudara-saudara, inilah yang hendak kukatakan kepadamu, yaitu bahwa daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa.” Daging dan darah adalah melambangkan orang-orang yang hidup dalam kedagingan. Kita dapat membandingkannya dengan apa yang dikatakan oleh rasul Paulus kepada umat di Galatia “19 Perbuatan daging telah nyata, yaitu: percabulan, kecemaran, hawa nafsu, 20 penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, 21 kedengkian, kemabukan, pesta pora dan sebagainya. Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu–seperti yang telah kubuat dahulu–bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.” (Gal 5:19-21) Dengan kata lain, dosa tidak mendapat tempat di dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan, kebangkitan badan dalam syahadat iman kita adalah mengacu kepada bersatunya badan kita dengan jiwa kita pada saat nafiri terakhir dibunyikan (lih. 1Kor 15:52). Semoga dapat memperjelas.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  11. Syalom Katolisitas,

    Saya sedang membaca sesuatu, dan ada bagain tertentu yang membuatku teringat pada Tomas yang mencucukkan jarinya pada luka di rusuk Yesus. Kemudian saya teringat lagi pada jawaban bu Ingrid, saya kutipkan sedikit dari bagian :

    2. Tubuh sebelum dan sesudah kebangkitan
    —-Maka secara umum para Bapa Gereja mengajarkan bahwa tubuh akan bangkit lagi dengan integritas yang lengkap, bebas dari distorsi, dari bentuk yang buruk maupun cacat.—-dst

    3. Komposisi Tubuh setelah Kebangkitan badan
    —-d. Klaritas, bebas dari segala bentuk deformasi,— dst

    Pemahaman yang timbul dalam pikiran saya bahwa “tubuh akan bangkit lagi dengan integritas yang lengkap, bebas dari distorsi, dari bentuk yang buruk maupun cacat”, juga “bebas dari segala bentuk deformasi”.

    Apakah luka di tubuh Yesus sesudah bangkit tersebut bukan suatu bentuk “distorsi” atau”deformasi” ? Karena kalau bukan, apakah namanya ?

    Salam kasih,
    Anthonius Malau

    • Shalom Anthonius Malau,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang tubuh yang telah dimuliakan. Secara prinsip, kita tidak tahu secara persis bagaimana tubuh yang telah dimuliakan. Katekismus Gereja Katolik mengatakan “Oleh kematian, jiwa dipisahkan dari badan; tetapi dalam kebangkitan, Allah akan memberi kehidupan abadi kepada badan yang telah diubah, dengan mempersatukannya kembali dengan jiwa kita. Seperti Kristus telah bangkit dan hidup untuk selamanya, demikian juga kita semua akan bangkit pada hari kiamat.” (KGK, 1016). Jadi apakah yang dibangkitkan adalah tubuh rohani atau fana, maka lebih tepatnya adalah “badan yang telah diubah” atau “glorious body“, seperti yang dialami oleh Kristus pada saat kebangkitan-Nya. Dalam kondisi ini, Maria Magdalena tetap mengenali Kristus, namun dalam keadaan yang telah dimuliakan.

      Nah, yang menjadi pertanyaan anda, mengapa Yesus tetap membawa tanda luka-luka Yesus? St. Agustinus pernah menuliskan di salah satu tulisannya (maaf, saya belum sempat mencari sumber persisnya), bahwa “tanda luka martir” tidak hilang, karena itu menyatakan bagaimana seseorang dipermuliakan oleh Tuhan dan mengingatkan semua orang akan kasih dan kemuliaan Allah yang harus dikasihi melebihi segalanya termasuk adalah kehidupan di dunia. Dengan melihat tanda martir ini, maka semua orang dapat bersorak gembira akan kebesaran Allah. Jadi, menurut St. Agustinus, tanda martir ini bukan merupakan suatu cacat, namun suatu tanda kemenangan. Sejauh pengetahuan saya, Gereja tidak pernah mengajarkan hal ini secara definitif. Namun, kita percaya akan kebijaksanaan Allah, yang mengatur segalanya, sehingga tubuh yang telah dimuliakan benar-benar dapat membawa kemuliaan bagi Tuhan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  12. Shaloom,
    Saya memperoleh gambaran yang lebih jelas yang selama ini juga mengganjal dalam diri saya. Dalam penampakan Bunda Maria, selalu dalam kesempurnaan tubuh, tidak pernah terlihat pada usia lanjut/tua, tetapi selalu kelihatan muda. Demikian pula Tuhan Yesus, sebagaimana telah diuraikan.
    Jadi kesempurnaan tubuh pada akhir jaman, apabila kita dibangkitkan olehNya, benar-benar sempurna dan mulia akan seperti malaekat yang tidak terbayangkan saat ini.
    Terima kasih.

    Salam,
    Joseph S.

  13. P’Stef…

    mohon diberi penjelasan tentang perbedaan mendasar Jiwa Dan Roh. Apakah keduanya sama ?
    Setelah kebangkitan nanti, ROH KUDUS yang dianugerahkan kepada kita apakah kembali ke Allah atau menyertai kita ?

    Trims

    • Shalom Nate,

      Terima kasih atas pertanyaannya tentang jiwa dan Roh. Diskusi panjang tentang hal ini dapat anda baca di sini – silakan klik dan jangan lewatkan diskusi dari tanya jawab tersebut di sini – klik ini. Secara prinsip, manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Kalau orang sering menyebut bahwa manusia juga mempunyai roh, sebenarnya roh ini merujuk kepada jiwa yang bersifat spiritual yang berbeda dengan jiwa binatang, yang bukan bersifat spiritual (mempunyai akal budi). Perbedaan ini telah diterangkan dalam artikel ini – silakan klik. Dengan demikian, maka manusia secara unik merupakan perpaduan antara sesuatu yang bersifat material (tubuh) dan sesuatu yang bersifat spiritual (jiwa). Akan sulit membayangkan bahwa manusia mempunyai dua hal yang bersifat spiritual dalam satu tubuh.

      Bagaimana dengan Roh Kudus setelah kebangkitan nanti? Kita tahu bahwa pada saat kita dibaptis dan pada saat kita dalam kondisi rahmat, maka Allah Tritunggal hadir secara khusus dalam diri umat beriman, yaitu dalam “indwelling of the Trinity“, yang memungkinkan manusia menjadi “teman” dengan Tuhan. Dan hubungan teman – yang diartikan sebagai hubungan antar individu yang mempunyai dan mengasihi nilai-nilai yang sama – akan menjadi lebih sempurna pada saat kita berada di dalam Kerajaan Sorga. Dengan demikian indwelling of the Trinity menjadi lebih sempurna, yang juga berarti Roh Kudus tidak akan pernah meninggalkan kita pada saat kita mencapai kebahagiaan sejati. Bahkan kita diubah oleh Allah sedemikian rupa, sehingga kita dapat melihat Tritunggal Maha Kudus sebagaimana adanya Dia, yang hanya mungkin kalau Roh Kudus dan Allah Putera (the Word) memampukan dan membiarkan kita melihat Allah Tritunggal Maha Kudus sebagaimana adanya Dia atau St. Thomas menyebutnya dengan “beatific vision“. Rasul Paulus menegaskan hal ini dalam tulisannya “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1Kor 2:9). Mari kita menjadikan Sorga sebagai tujuan akhir kita.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

      • Pak Stef
        Trimakasih untuk penjelasannya, dan ternyata sudah dibahas panjang lebar seperti di link yang bapak berikan.

        Mohon maaf otak saya agak bebal mau tanya lagi:

        Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa (roh) ini oke saya pahami

        Nah, saat kita menerima sakramen krisma / babtis apakah berarti kita menerima Roh Kudus yang hakekatnya adalah Roh Tritunggal yang “tidak bersatu” dengan kesatuan jiwa & tubuh kita (hanya “hadir & menemani” kitasaja)

        Mohon penjelasannya

        • Shalom Nate,

          Secara prinsip, ketika Tuhan hadir di dalam ciptaan-Nya, maka tetap harus dibedakan yang satu adalah ciptaan dan yang satu adalah Pencipta. Oleh karena itu, kehadiran Roh Kudus di dalam diri kita – sebagai seseorang yang telah dibaptis, menerima Sakramen Krisma, dan dalam kondisi rahmat – tidak mengubah bahwa manusia menjadi seolah-olah “percikan Ilahi“. Yohanes salib mengungkapkan bahwa persatuan manusia dan Allah adalah seumpama kayu yang terbakar oleh api, di mana kayu tetap ada dan api menyala pada kayu tersebut, namun keduanya tidaklah terpisahkan. Pada saat kita mengatakan bahwa Roh Kudus bersatu dengan jiwa kita, maka tanggung jawab siapakah kalau kita berbuat dosa? Oleh karena itu, penting sekali melihat bahwa kita tidak dapat menjadi percikan ilahi, seperti yang dipercayai oleh paham panteisme.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  14. Shalom ,

    Terima kasih ibu Inggrid atas semua penjelasannya mengenai ” Kebangkitan Badan”.
    Sekarang saya jadi mengerti , krn sebelumnya saya pernah mendengar kotbah seorang Pastur yg mana penjelasannya agak membingungkan. Terima kasih

    Tuhan memberkati, Amin

  15. Shalom katolisitas,

    Saya kutip sedikit dari atas :

    “–Pada waktu kedatangan Kristus yang kedua, maka seluruh jiwa-jiwa akan mendapatkan badannya kembali, sehingga terjadi persatuan antara badan dan jiwa, yang membentuk kodrat manusia seutuhnya, dimana setiap individu adalah unik dan berbeda dengan individu yang lain.–”

    Kalau nanti badan dipersatukan dengan jiwa, badan saat yang mana, atau saat berumur berapa ? Karena badan mengalami perubahan dari lahir sampai meninggal. Bagaimana dengan manusia yang meninggal saat bayi ?

    Salam,
    Anthonius Malau

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik, secara khusus kalimat ini: Maka secara umum para Bapa Gereja mengajarkan bahwa tubuh akan bangkit lagi dengan integritas yang lengkap, bebas dari distorsi, dari bentuk yang buruk maupun cacat. St. Thomas Aquinas mengajarkan, “Orang akan bangkit lagi dengan kemungkinan terbesar akan kesempurnaan alami,” sehingga artinya, [tubuh yang bangkit itu] di tahap usia yang dewasa (Summa Theology, Suppl. 81.1)…” ]

    • link nya pada page not found ini,,,,minta tolong dong tim katolisitas untuk memperbaiki link-link yg sangat bermanfaat ini diperbaiki supaya bisa mencerahkan banyak keingintahuan manusia di bumi

      terima kasih

      [Dari Katolisitas: Sudah kami perbaiki. Terima kasih atas masukan Anda.]

Comments are closed.