Pertanyaan:
Tujuan Menghalalkan Cara:
Kisah Yusuf dan saudara-saudaranya yang dibaca selama misa harian dalam Minggu Biasa XIV (Tahun A/1) menunjukkan bahwa penjualan Yusuf akibat kebencian saudara-saudaranya membawa hikmat di kemudian hari. Ketika terjadi paceklik di Israel, keluarga besar Yakub justru diselamatkan oleh Yusuf.
Dari kisah di atas , dapatkah disimpulkan bahwa cara yang tidak benar dan amoral justru direstui Tuhan untuk kepentingan yang lebih luas di masa mendatang? Kalau demikian halnya, kisah Yusuf ini dapat dijadikan dasar justifikasi bagi prinsip tujuan menghalalkan segala macam cara.
Jawaban:
Shalom Herman Jay,
Nampaknya cara berpikir sedemikian kurang tepat. Bukan Allah yang ‘merestui’ cara yang tidak benar, tetapi bahwa meskipun manusia jatuh ke dalam dosa dan melakukan perbuatan/ cara- cara yang tidak baik sekalipun, namun Tuhan tetap dapat mendatangkan kebaikan di balik semuanya itu. Sebab Tuhan memberikan kehendak bebas kepada manusia, sehingga manusia dapat, dengan keputusannya sendiri memilih untuk melakukan hal- hal yang tidak baik, seperti yang terjadi pada saudara- saudara Yusuf, yang menjual Yusuf kepada para saudagar- saudagar Midian yang membawanya ke Mesir. Dalam Kitab Suci tidak dikatakan bahwa Tuhanlah yang menyuruh para saudara Yusuf untuk menjual Yusuf ke Mesir. Tetapi Tuhan, oleh karena ke-MahaTahu-annya, sudah mengetahui bahwa kelak para saudara Yusuf akan melakukan hal itu oleh karena iri hati; dan meskipun demikian, Tuhan tetap dapat mempergunakan keadaan yang tidak benar itu untuk menjadi bagian dari rencana-Nya mendatangkan kebaikan bagi orang- orang pilihan-Nya. Yaitu pertama- tama kepada Yusuf (yang mengasihi Tuhan, terbukti dengan kehidupannya yang ‘lurus’ di hadapan Tuhan- lih. Kej 39), Yakub yang kepadanya Tuhan telah berjanji akan memberkati keturunannya (lih. Kej 28:15); dan kepada saudara- saudara Yusuf. Dengan demikian, dipenuhilah ayat Rom 8:28, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.”
Ketika Yusuf berkata, “Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir” (Kej 45:8); Yusuf menjelaskan bahwa segala sesuatunya merupakan bagian dari rencana Allah [dengan pengertian seperti yang dijabarkan di atas]. Melalui peristiwa tersebut kita ketahui bahwa dalam keadaan apapun Tuhan dapat menunjukkan kerahiman-Nya kepada manusia.
Berikut ini adalah penjelasan dari The Navarre Bible, tentang perikop Kej 45 tersebut:
“Kemurahan hati Firaun juga adalah tanda kerahiman Tuhan, namun kerahiman Tuhan yang terbesar dinyatakan adalah bahwa Yakub, dapat menemukan anaknya yang dipikirnya telah hilang (lih. ay. 28)
Selain menunjukkan tentang kerahiman Tuhan, kisah Yusuf juga menunjukkan kebesaran jiwa dari Yusuf yang tidak menyimpan dendam, mengarahkan segala tindakannya untuk memperoleh kembali saudara- saudaranya, memimpin mereka sedikit demi sedikit agar bertobat dari dosa yang mereka perbuat, mengampuni mereka sejak awal, dan memperlakukan mereka sebagai saudara. Sikap Yusuf menjadi teladan bagi kita …. pengampunan harus selalu ada di dalam hubungan kita dengan sesama.” (The Navarre Bible, Pentateuch, p. 210)
Paus Yohanes Paulus II yang Terberkati, juga menuliskan tentang pentingnya pengampunan yang menjadi inti pesan Injil, dalam kehidupan kita. “Pengampunan menunjukkan adanya di dunia ini, kasih yang lebih berkuasa daripada dosa. Pengampunan juga adalah keadaan yang mendasar bagi rekonsiliasi, tidak saja di dalam hubungan antara Tuhan dan manusia, tetapi juga di antara manusia dengan manusia yang lain.” (Paus Yohanes Paulus II, Dives in misericordia 14)
Dengan demikian, kisah Yusuf sesungguhnya bukan kisah ‘Tujuan Menghalalkan Cara’, namun adalah kisah nyata tentang Belas Kasih Allah dalam sejarah umat manusia, di mana Allah tetap dapat menjadikan keadaan yang buruk sekalipun akibat dosa manusia, untuk menyatakan kerahiman-Nya kepada umat manusia; dan agar manusia belajar untuk mengampuni satu sama lain, sama seperti Allah telah mengampuni kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Tujuan Menghalalkan Cara:
Kisah Yusuf dan saudara-saudaranya yang dibaca selama misa harian dalam Minggu Biasa XIV (Tahun A/1) menunjukkan bahwa penjualan Yusuf akibat kebencian saudara-saudaranya membawa hikmat di kemudian hari . Ketika terjadi paceklik di Israel, keluarga besar Yakub justru diselamatkan oleh Yusuf.
Dari kisah di atas , dapatkah disimpulkan bahwa cara yang tidak benar dan amoral justru direstui Tuhan untuk kepentingan yang lebih luas di masa mendatang? Kalau demikian halnya, kisah Yusuf ini dapat dijadikan dasar justifikasi bagi prinsip tujuan menghalalkan segala macam cara.
[Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.