Tentang teks syahadat yang digunakan oleh Gereja Katolik, Katekismus mengajarkan:

KGK 186    Sejak awal, Gereja apostolik sudah mengungkapkan dan meneruskan imannya dalam rumus-rumus yang singkat dan baku untuk semua (Rm 10:9; 1 Kor 15:3-5). Tetapi dengan segera Gereja juga hendak memasukkan inti sari dari imannya dalam ringkasan yang organis dan tersusun, yang dimaksudkan terutama untuk calon Pembaptisan:

“Bukan kesewenang-wenangan manusiawi telah menyusun ringkasan iman ini, melainkan ajaran-ajaran terpenting dari seluruh Kitab Suci dihimpun di dalamnya, menjadi ajaran iman yang satu-satunya. Bagaikan biji sesawi membawa banyak cabang dalam sebuah biji kecil, demikianlah ringkasan iman ini mencakup dalam kata-kata yang sedikit semua pengetahuan dari Perjanjian Lama dan Baru” (Sirilus d. Yerusalem, catech. ill. 5,12).

KGK 187    Ringkasan-ringkasan iman ini dinamakan “pengakuan iman” karena mereka meringkaskan iman yang diakui umat Kristen. Orang menamakannya juga “Credo”, karena dalam bahasa Latin mereka biasanya mulai dengan kata “Credo” [Aku percaya]. Nama lain ialah “Simbola iman”.

KGK 190    Dengan demikian, simbolon mempunyai tiga bagian pokok: “Dalam bagian pertama dibicarakan tentang Pribadi pertama dalam Allah dan tentang karya penciptaan yang mengagumkan; dalam bagian kedua tentang Pribadi kedua dan tentang rahasia penebusan manusia; dalam bagian ketiga tentang Pribadi ketiga, pangkal dan sumber pengudusan kita” (Catech. R. 1,1,4). Itulah “ketiga bagian pokok dari meterai [Pembaptisan] kita” (Ireneus, dem. 100).

KGK 192    Sesuai dengan kebutuhan aneka ragam zaman timbullah dalam peredaran zaman banyak pengakuan atau simbola iman. Simbola beberapa Gereja apostolik tua (Bdk. DS 1-64., “Quicumque” Bdk. DS 75-76) yang disebut simbolon Atanasian, pengakuan iman dari konsili dan sinode tertentu (Bdk. S. d. Toledo: DS 525-541; Konsili Lateran IV: DS 800- 802; Konsili Lyon II: DS 851-861; Konsili Trente: DS 1862-1870). atau Paus tertentu, umpamanya “Fides Damasi” (Bdk. DS 71-72). dan “Credo Umat Allah” (SFP) dari Paus Paulus VI 1968.

KGK 193    Tidak satu pun pengakuan dari berbagai zaman dalam kehidupan Gereja dapat dipandang sebagai kedaluwarsa atau tidak bernilai. Semuanya mencakup iman segala zaman secara singkat dan membantu kita sekarang untuk menangkapnya dan mengertinya dengan lebih dalam.Dua pengakuan mendapat tempat yang sangat khusus dalam kehidupan Gereja:

KGK 194    Syahadat apostolik, yang dinamakan demikian karena dengan alasan kuat ia dipandang sebagai rangkuman setia dari iman para Rasul. Itulah pengakuan Pembaptisan lama dalam Gereja Roma. Karena itu ia mempunyai otoritas tinggi: “Itulah simbolum yang dijaga Gereja Roma, di mana Petrus, yang pertama di antara para Rasul, mempunyai takhtanya dan ke mana ia membawa ajaran iman para Rasul itu” (Ambrosius, symb. 7).

KGK 195    Juga apa yang dinamakan Syahadat Nicea-Konstantinopel mempunyai otoritas besar karena ia dihasilkan oleh kedua konsili ekumenis yang pertama (325 dan 381) dan sampai hari ini merupakan milik bersama semua Gereja besar di Timur dan di Barat.

KGK 196    Penjelasan kita mengenai iman akan mengikuti pengakuan iman apostolik, yang boleh dikatakan merupakan “Katekismus Romawi tertua”. Namun penjelasan itu akan dilengkapi dengan selalu menunjuk kepada pengakuan iman Nisea-Konstantinopel yang sering lebih rinci dan lebih dalam.

Dengan demikian, dari adanya beberapa teks syahadat, terdapat dua teks yang paling umum digunakan dalam Gereja Katolik, yaitu syahadat para rasul dan syahadat Nicea- Konstantinopel. Kedua teks itu merupakan teks yang diturunkan oleh para rasul sebagaimana diajarkan oleh para Bapa Gereja sebagai penerus para rasul. Istilah Gereja yang “satu, kudus, katolik dan apostolik” berasal dari pernyataan syahadat Nicea- Konstantinopel.

Sebenarnya kedua syahadat yang digunakan oleh Gereja Katolik maupun oleh gereja-gereja non- Katolik berasal dari sumber yang sama, yaitu syahadat para rasul. Adanya perbedaan teks syahadat antara yang digunakan di gereja-gereja non Katolik dan yang digunakan oleh Gereja Katolik itu disebabkan karena perbedaan terjemahan, namun juga perbedaan terbesar ada pada pemahaman akan istilah Gereja yang “katolik” (universal) yang disebut sebagai “am” oleh gereja- gereja yang non- Katolik, dan juga, tentang gereja ‘apostolik’ sebagaimana disebut dalam syahadat Nicea. Tentang arti gereja yang katolik menurut Gereja Katolik, silakan klik di sini. Sedangkan ‘apostolik’ maksudnya adalah Gereja yang mengajarkan ajaran yang lengkap dari para rasul dan mempunyai jalur kepemimpinan dari para rasul. Pemahaman ini pertama-tama berasal dari pengajaran St. Irenaeus (abad ke- 2) dan St Agustinus (abad ke-4), yaitu:

St.Irenaues:
“Karena itu , penting untuk menaati para presbiter (imam) yang ada di dalam Gereja- [yaitu] mereka yang, seperti telah saya tunjukkan,  mempunyai suksesi dari para rasul, yaitu mereka yang, bersama dengan suksesi episkopat, telah menerima karunia kebenaran tertentu, sesuai dengan kehendak Bapa. Tetapi [adalah juga penting] untuk mewaspadai orang- orang lain yang meninggalkan suksesi apostolik yang asli, dan mendirikan perkumpulan sendiri di tempat manapun.” (Against Heresies, Bk 4, ch. 26)

St. Agustinus:
“… Kamu mengatakan hal yang pandai, ketika kamu mengurutkan asal usul nama Katolik, tidak dari keanggotaannya yang universal di seluruh dunia, seperti seolah kita mengandalkan arti dari kata itu untuk membuktikan bahwa Gereja tersebar di seluruh dunia; tetapi dari penerapan semua perintah Tuhan dan semua sakramen, atas apa yang dijanjikan oleh Tuhan, dan atas begitu banyak pemakluman kebenaran itu sendiri. …Gereja disebut Katolik, juga karena Gereja mengajarkan seluruh kebenaran dan bahkan ada beberapa serpihan kebenaran ini yang terdapat di beberapa ajaran sesat.” (Letters- to Vincent – ca. 408]

Ajaran dari Bapa Gereja ini nampaknya tidak dijadikan referensi oleh gereja- gereja yang memisahkan diri dari Gereja Katolik, sehingga memang terdapat pemahaman yang berbeda tentang Gereja yang ‘katolik dan apostolik’ tersebut, antara yang dipahami oleh Gereja Katolik dan oleh gereja- gereja non- Katolik, sehingga ini tercermin juga pada teks syahadat mereka.

3 COMMENTS

  1. Shalom,

    Kenapa pda saat kita mengucapkan ” yg dkandung oleh Roh Kudus, dilhirkan oleh Perawn Maria” kita dwajibkn menunduk? bhkan pda hri Natal bersujud?
    Trimakasih, Jesus bless!

    [Dari Katolisitas: Sebab saat itu kita mengenangkan peristiwa Inkarnasi Sang Putera Allah menjadi manusia, yang mengawali perwujudan rencana Allah untuk menyelamatkan manusia yang kemudian mencapai puncaknya dalam sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke Surga. Pada hari Natal, kita bahkan bersujud pada saat frasa itu didaraskan, untuk mengingatkan bahwa pada hari itu, secara istimewa kita mengenangkan saat yang sangat penting itu bagi keselamatan kita manusia.]

  2. shalom,
    di gereja protestan juga ada doa aku percaya, manakah yg secara sejarah ‘lebih benar/duluan’?

    • Shalom Devi,

      Pertama-tama, baiklah diketahui bahwa Gereja Katolik mengakui adanya dua jenis Credo/Syahadat yaitu Syahadat para Rasul, dan Syahadat Nicea, yang sering dikenal dengan sebutan Syahadat Panjang.

      1. Syahadat Para Rasul

      Banyak orang meyakini bahwa Syahadat para Rasul berasal dari para Rasul dan dan diajarkan sendiri oleh para Rasul. Namun sejujurnya, kita tidak dapat menemukan rumusan baku syahadat Para Rasul yang tertulis di abad pertama, walaupun setiap ajaran yang tercantum dalam Syahadat tersebut dapat ditelusuri sampai pada zaman Para Rasul, sebab ajaran yang tercantum dalam Syahadat mengambil dasar dari Injil dan pengajaran para Rasul dalam Kitab Perjanjian Baru. Namun demikian, walaupun belum ada rumusan Syahadat yang seragam sebelum Konsili Nicea di abad ke-4 (325), di abad ke 2 dan 3 sudah ditemukan banyak rumusan Syahadat dari ekstrak pengajaran St. Irenaeus dan Tertullian dalam De Virginibus Velandis, Against Praxeas 2, De Praescriptione, tentang The Old Roman Creed (di abad ke-2); dan tulisan Hyppolytus, (di awal abad ke-3), dalam Interrogatory Creed of Hippolytus. Di abad-abad berikutnya, rumusan Syahadat para Rasul ini dilengkapi oleh Gereja dan rumusan yang kita kenal sekarang berasal dari rumusan syahadat yang telah dikenal sebelum tahun 700-an.

      2. Syahadat Nicea- Konstantinopel

      Rumusan Syahadat ini berasal dari hasil kedua konsili ekumenis (Gereja Barat dan Timur) yaitu konsili Nicea- Konstantinopel (325-381), dan sampai saat ini menjadi milik bersama Gereja Barat dan Timur.

      Maka pernyataan, “Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik” secara resmi berasal dari konsili tersebut, yang dihadiri oleh para Uskup, sebagai penerus para rasul Kristus. Pernyataan ini juga diakui oleh sebagian gereja Protestan yang mengucapkan syahadat, namun mereka mengartikan berbeda kata “katolik” tersebut, yang tidak dikaitkan dengan Gereja Katolik. Kadang, untuk menghindari salah interpretasi, ada gereja-gereja yang mengganti kata itu menjadi gereja yang “am” atau gereja Kristen (holy Christian Church). Kita ketahui adanya perbedaan Syahadat ini setelah adanya reformasi Protestan di abad ke-16.

      Selanjutnya tentang topik ini, silakan membaca artikel di atas, silakan klik.

      Gereja Katolik menerima isi Syahadat, baik bentuknya maupun maknanya, sebagai pengajaran yang diajarkan secara otoritatif oleh Gereja yang selalu mengajar dalam tuntunan Roh Kudus. Maka tidak menjadi masalah bagi umat Katolik untuk menerima fakta bahwa memang teks syahadat mengalami pertumbuhan, sebelum menjadi teks yang baku seperti sekarang. Namun umat Kristen non-Katolik yang tidak mempunyai pemahaman yang sama akan peran Gereja yang diberi kuasa untuk menjelaskan ajaran Kristus dan para Rasul, dapat saja tidak sependapat dengan apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik. Bukan bagian kami di Katolisitas untuk mencari titik temu dari perbedaan ini, namun adalah bagian kami untuk menyampaikan pandangan yang diajarkan oleh Gereja Katolik, tentang syahadat pengakuan iman ini.

      Semoga ulasan ini berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

Comments are closed.