Pengantar dari Editor:

Tidak sering dalam keseharian, kita mengetahui mengenai pelayanan pastoral untuk orang sakit, walaupun sesama yang sakit selalu saja ada di sekitar kita dalam kehidupan kita sehari-hari. Terima kasih Romo Andi Suparman, MI, yang telah berkenan berbagi suka duka pengalamannya melayani aneka kebutuhan pastoral dan pendampingan pasien serta keluarganya di Rumah Sakit Umum Daerah Maumere, Flores. Sebagai imam muda yang baru sepuluh bulan ditahbiskan, Romo Andi bergumul dengan tantangan pelayanannya yang memerlukan kesungguhan, kerendahan hati, ketegaran, kesetiaan, dan iman. Kisah yang dituturkannya di bawah ini tak pelak lagi menyaksikan kepada kita semua, betapa indah karunia penyelenggaraan Allah, yang selalu menyediakan semua yang diperlukan oleh anak-anak-Nya, baik dalam suka maupun duka, dalam sehat maupun sakit. Terpujilah Allah yang senantiasa memelihara dan menyelenggarakan hidup yang berkelimpahan rahmat bagi semua yang selalu mengandalkan Dia.

Dan oleh sebab kamu telah tahan uji dalam pelayanan itu, mereka memuliakan Allah karena ketaatan kamu dalam pengakuan akan Injil Kristus dan karena kemurahan hatimu dalam membagikan segala sesuatu dengan mereka dan dengan semua orang,  sedangkan di dalam doa mereka, mereka juga merindukan kamu oleh karena kasih karunia Allah yang melimpah di atas kamu.  Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu! (2 Kor 9 : 13 -15)

Duniaku di sekitar rumah sakit

Hari pertama saya masuk pelayanan di rumah sakit setelah absen beberapa minggu untuk mengikuti kegiatan di luar Flores, sungguh mengharukan. Pagi itu, badanku masih terasa capai, karena perjalanan yang cukup melelahkan dari Jakarta di hari sebelumnya. Apalagi penundaan pesawat dari Bali ke Maumere yang tidak jelas penyebabnya, membuatku merasa gerah dan bertambah lelah. Setiba di rumah, masih ada banyak hal yang harus kubereskan, padahal hari sudah malam.

Tetapi pagi itu saya merasa ada dorongan dari dalam untuk tetap pergi mengunjungi pasien di rumah sakit. Apalagi kurang lebih sebulan saya tidak berjumpa dengan mereka. Biasanya selalu ada semangat baru yang kuterima selepas kunjungan harian di rumah sakit. Senyum tawa kebahagiaan pasien yang kudampingi di tengah penderitaannya karena sakit, selalu saja memberikan semangat dan kekuatan baru kepadaku.

Para rekan kerjaku, para staf dan pelayan medis rumah sakit, memberikan banyak ucapan kepadaku, seperti  ‘selamat datang’, ’selamat berjumpa kembali’, ‘sudah lama tidak ketemu’, dan tentunya, ‘mana oleh-oleh dari luar Flores’. Demikian juga para pasien dan keluarga pasien yang sering keluar-masuk rumah sakit, yang sudah kujumpai sebelumnya, memberikan ucapan  yang sama. Semuanya itu tentunya mengungkapkan arti kehadiranku di tengah-tengah mereka. Ada kebahagiaan tersendiri yang kurasakan saat menerima ucapan-ucapan kegembiraan mereka. Sambutan hangat mereka membuatku selalu merasa, bahwa kehadiranku berarti bagi mereka. Walaupun aku menyadari bahwa seringkali aku tidak memberikan apa-apa kepada mereka sesuai dengan kebutuhan mereka, seperti materi, uang, dll.

Kegiatan harianku berkisar sekitar kebutuhan orang sakit. Aku selalu hadir di tengah-tengah mereka, memberikan apa yang bisa kuberi dan kumiliki, seperti mendoakan, melayani Sakramen Orang Sakit, rekonsiliasi dan Ekaristi, memberikan konseling, menghibur yang bersusah. Selebihnya hanyalah menghadirkan diri secara utuh di tengah-tengah mereka, walaupun hanya menjadi pendengar setia terhadap berbagai masalah dan persoalan yang mereka hadapi atau alami.

Aku hanyalah seorang pelayan Tuhan yang biasa, yang memberikan pelayanan pastoral terhadap orang sakit, keluarga orang sakit, para dokter dan perawat, dan siapa saja yang kujumpai di rumah sakit, yang membutuhkan pelayananku. Aku tahu, bahwa aku bukanlah siapa-siapa yang mempunyai segudang ilmu tentang kesehatan atau spiritualitas. Apalagi aku masih terlalu muda dalam kehidupan imamat (baru 10 bulan). Walaupun pengalamanku dengan orang sakit dari berbagai latar belakang, jenis penyakit, dan penderitaan sudah tidak sedikit lagi sejak aku menjalankan tahap pembinaanku di Filipina sejak tahun 2000, namun hal itu tidak pernah membuatku merasa cukup dan puas untuk menimba pengalaman baru demi memperkaya pelayananku di rumah sakit.  Sumber pengetahuanku  yang paling berarti ialah dari pengalaman pertemuan dan interaksi dengan orang-orang yang kulayani. Pengalaman itu tetap menjadi guru terbaik bagiku. Apa yang kuperoleh dari buku-buku, dari kegiatan-kegiatan rohani, seringkali hanya melengkapi dan memperkuat apa yang kualami di tempat pelayanan. Sungguh, pengalaman masih merupakan guru yang terbaik.

 

Pagi yang berahmat

Pagi itu cukup berbeda dengan hari-hari lainnya. Orang pertama yang kujumpai di lorong rumah sakit adalah bekas pasien yang kulayani, yang kini sudah sembuh. Begitu banyak pasien yang telah kulayani setiap  hari, dan aku mengakui bahwa aku merasa sulit untuk mengingat mereka satu persatu serta jenis penderitaan yang mereka derita. Kecuali kalau kejadiannya sangat unik, baru bisa kuingat terus menerus. Itupun kalau sering bertemu. Tetapi yang pasti bahwa selama berada bersama mereka di kamar pasien atau di mana saja dalam pelayanan, saya sungguh bersatu dengan mereka secara fisik, mental, dan spiritual.

Saya tidak ingat lagi apa jenis penyakit ibu ini. Tetapi dia sempat dirawat di rumah sakit bersama anaknya yang masih duduk di sekolah dasar ketika saya bertemu dan melayani dia. Seperti biasanya saya mendoakan semua pasien yang saya layani di tempat tidur mereka. Banyak juga yang merasa tidak cukup kalau hanya berdoa dan diberkati, tetapi juga meminta diberkatkan air dan garam untuk konsumsinya selama sakit. Demikian juga ibu ini, selain meminta doa, dia juga meminta diberikan air dan garam. Semuanya itu kulakukan dengan iman dan harapan yang teguh bahwa Tuhan akan memberikan apa yang terbaik bagi mereka dan mengabulkan segala doa dan harapan hati mereka.

Ketika kami bertemu di lorong rumah sakit, dia menyapaku dengan semangat. Ada perasaan bahagia dan senang terpancar di wajahnya. “Selamat pagi Romo. Anakku sudah sembuh dan sekarang sudah masuk sekolah lagi. Aku juga sudah sehat; sekarang sudah masuk kerja lagi,” katanya dengan gembira. Serentak, pikiranku mencoba mengingat kembali siapa sesungguhnya ibu ini. Dan akhirnya aku bisa ingat kembali bahwa dia dan juga anaknya pernah aku kunjungi dan doakan sewaktu mereka dirawat di rumah sakit sebelumnya. “Terimakasih untuk doa-doanya bagi kami. Tuhan mendengarkan doa-doa kami dan juga doa-doa Romo bagi kami,” lanjutnya.

“Oh ok, Bu. Bersyukurlah kepada Tuhan untuk kesembuhannya,” jawabku kepadanya. Saat itu juga hatiku berdebar-debar penuh kegembiraan. “Siapakah aku ini sampai dia harus berterima kasih kepadaku?  Bukankah Tuhan yang sudah membuat semuanya indah baginya?” kataku dalam hati. “Tetapi itu karena doa Romo juga untuk kami”, lanjutnya.

Tak lama kemudian, dia memintaku untuk memberkati rosario besar yang telah disiapkannya setelah sembuh dan menantiku untuk memberkatinya. Aku merasa aneh, mengapa harus menungguku, karena masih banyak romo lain selama aku di luar daerah.  “Aku sudah lama mempersiapkan rosario ini untuk diberkati oleh Romo. Aku mau menggantungkan rosario besar ini di pintu masuk rumah kami, supaya selalu dilindungi oleh Tuhan”, katanya. Aku merasa tersanjung ketika mendengarkan perkataannya, dan hanya bisa tersenyum. Lalu meyakinkan dia, akan melayani permintaannya andaikan dia bawa rosarionya ke rumah sakit. “Ok Romo, aku akan bawa esok. Aku yakin sekali pada keampuhan doa Romo, makanya aku menunggu sampai Romo tiba” katanya lagi.  Aku hanya tersenyum, lalu berpamitan untuk  melanjutkan kunjunganku ke kamar pasien.

Pagi itu merupakan suatu pagi yang berahmat bagiku. Tak pernah kuduga bahwa aku harus menerima kabar sukacita itu dari mantan pasien yang kulayani. Tubuhku yang letih serentak dikuatkan kembali, dan semangat baru muncul dalam diriku untuk melanjutkan kegiatanku hari itu di rumah sakit.

Keesokan harinya, aku menemuinya lagi untuk memenuhi janjiku. Benar memang, dibawanya rosario besar dari kayu, yang panjangnya kurang lebih 1 meter. Kuberkati rosarionya sambil lalu berjanji akan terus mendoakan dia dan keluarganya agar selalu diberkati Tuhan. Betapa besar kegembiraan yang terpancar di wajahnya usai pemberkatan itu. Tentu semua harapan dan impiannya terpenuhi setelah lama menunggu sampai aku tiba di rumah sakit lagi.

Kesembuhan datangnya dari Tuhan

Tentunya ini bukanlah pengalaman pertama yang kualami di mana seseorang memperolah rahmat kesembuhan dari penyakitnya. Sewaktu aku di Filipina, di beberapa rumah sakit yang kulayani, ada juga yang sembuh dari penyakitnya setelah kami berdoa bersama. Demikian juga di rumah sakit yang kulayani sekarang. Ada banyak kisah penyembuhan yang kualami. Ada yang sembuh secara fisik, ada yang sembuh secara psikologis, dan juga secara spiritual. Pengalaman – pengalaman itu tentunya adalah karya agung Tuhan. Kesembuhan itu datangnya dari Tuhan. Aku atau siapapun juga, hanyalah perantara atau medium untuk terjadinya rahmat penyembuhan itu. Kuingat Rasul Petrus bersaksi dalam Kis 3 : 16 Dan karena kepercayaan dalam Nama Yesus, maka Nama itu telah menguatkan orang yang kamu lihat dan kamu kenal ini; dan kepercayaan itu telah memberi kesembuhan kepada orang ini di depan kamu semua.

Aku selalu mengatakan kepada pasienku bahwa rahmat kesembuhan itu berasal dari Tuhan, dan sesungguhnya Tuhan ada dan berdiam di dalam hati setiap orang. Karena itu, rahmat kesembuhan itu seharusnya datang dari dalam diri setiap orang, bukan dari luar. Apa yang datang dari luar, seperti sentuhan, kata-kata hiburan, doa-doa, perawatan, dll,  hanyalah melengkapi dan memfasilitasi proses terjadinya rahmat penyembuhan di dalam diri pasien.

Karena itu, untuk memperoleh kesembuhan, seorang pasien harus mampu menciptakan kondisi bathin yang aman dan damai, serta membangkitkan semangat dan kekuatan, a fighting spirit, dari dalam dirinya untuk bisa bangun dan keluar dari penderitaan, baik fisik maupun psikologis, yang sedang dideritanya. Sebab di dalam diri setiap orang ada kekuatan yang memampukan tubuhnya untuk bekerja memulihkan dirinya sendiri. Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Kemampuan tubuh itu bisa bekerja dengan efektif kalau ada aspek–aspek lain yang mendukung, seperti kondisi psikologis/emosional, spiritual, bathin, dan juga sosialnya. Kondisi emosional yang selalu diliputi stress, bathin yang tidak tenang, kehidupan sosial yang tidak mendukung dan juga kehidupan rohani yang lumpuh, membuat kemampuan tubuh untuk menyembuhkan dirinya terhambat. Sebaliknya, kondisi emosional, bathin, spiritual, dan sosial yang stabil akan mendukung tubuh manusia untuk bekerja secara sempurna dan mampu memperbaiki dirinya sendiri.

Di samping itu, pengalaman saya sendiri mengatakan bahwa keyakinan pasien itu sendiri juga sangat penting, yaitu Tuhan bisa membantu dia dengan segala cara yang paling tepat, terutama lewat apapun bantuan, apakah pengobatan, therapy, doa, dll, yang diberikan kepadanya;  bahwa dia bisa disembuhkan dari penderitaannya melalui berbagai bantuan yang diberikan kepadanya. Sebab kayakinan itu akan membantu cara tubuhnya bekerja. Hanya Tuhan yang bisa menyembuhkan manusia dari penderitaannya, dari penyakitnya. Hal-hal lain hanyalah perantara atau sarana, yang dalam mata iman, adalah bagaimana Tuhan bekerja dalam diri pasien.

Hal itu sajalah yang saya bantu terhadap pasien dalam pelayanan saya di rumah sakit. Saya hanyalah manusia biasa, yang membantu pasien untuk mencapai kestabilan aspek-aspek dalam dirinya. Kerjasama dan keterbukaan pasien terhadap dirinya ditambah bantuan yang kuberikan, sangatlah berguna dan efektif demi tercapainya kesembuhan dirinya.

Pengalaman akan rahmat kesembuhan yang diperoleh ibu tadi bersama anak-anaknya, dan juga orang orang lain dalam pelayananku, merupakan bentuk nyata rahmat Tuhan dalam hidup mereka. Rahmat itu datangnya dari Tuhan. Kebanyakan mereka berterimakasih kepadaku setelah disembuhkan, tetapi aku selalu menasehati mereka untuk bersyukurlah kepada Tuhan, sebab rahmat itu datang dari Tuhan, bukan daripadaku.  Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu (2 Kor 9 :10)

Tuhan yang kelihatan

Namun aku harus jujur, bahwa kebahagiaan mereka adalah kekuatanku. Kalau aku mencoba menoleh ke belakang dan mengingat kembali semua liku-liku perjalanan panggilanku ini, aku jujur mengatakan bahwa melayani orang sakit itu sangat susah dan melelahkan. Apa yang orang sering katakan “burn out”, adalah sebuah kenyataan. Pelayan orang sakit mudah sekali mengalami burn out, seperti capai, lelah, bosan, dan patah semangat. Karena hampir setiap hari kita berhadapan dengan penderitaan, dan seringkali penderitaan di  rumah sakit berakir dengan kematian. Dan karena itu seringkali pelayan orang sakit merasa bahwa semua perjuangan dan kerja kerasnya tidak membawa hasil. Kalau hasilnya tidak bisa tercapai, apalah gunanya melanjutkan pelayanan itu?

Bergelut dengan pengalaman ini, aku dihadapkan dengan pertanyaan dasar yang selalu melintasi bathin sejak awal mengikuti panggilan Tuhan untuk menjadi imam pelayan orang sakit:  Mengapa saya berada di sini, di dalam pelayanan ini? Semua jawabanku bisa disatukan dalam satu jawaban utama: semuanya kerana Tuhan. Tuhan yang memanggil aku dan Dia juga yang telah menetapkan aku. Dia juga telah mempersiapkan dan membuat segala sesuatu baik bagiku. Sebab sebagaimanapun susahnya jalan ini, aku selalu memperoleh kekuatan baru dalam kelemahanku dan penghiburan dalam kesusahan. Tuhan tahu apa yang kubutuhkan, dan Dia menyediakannya bagiku kalau memang itu diperlukan sekali, melalui banyak pihak di sekelilingku. Ya TUHAN, Engkau akan menyediakan damai sejahtera bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami. (Yes 26 : 12)

Aku dipanggil untuk melayani DIA melalui saudara-saudariku yang sakit. Apapun yang kulakukan untuk mereka, aku melakukannya untuk Tuhan. Mereka adalah Tuhan yang kelihatan bagiku. Dan sesungguhnya, pada penghakiman terakhir, inilah yang dikatakan Tuhan kepada mereka yang berhak masuk ke dalam Kerajaan Allah, “Sebab ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. “ (Mat 25 : 36). Maka melayani Tuhan yang kelihatan di dalam diri sesama yang sakit dan menderita, sesungguhnya adalah panggilan bagi masing-masing dari kita.

Bagaimana aku menjaga diri sendiri

Karya pelayananku cukup menguras emosi dan menuntut ketegaran mental dalam menghadapi pasien yang sakit, seringkali tidak hanya jasmaninya tetapi juga mental spiritualnya. Tak jarang kami berhadapan dengan keluarga pasien yang juga mengalami kelelahan fisik dan mental. Kami juga harus tegar saat mendampingi pasien yang sedang di ambang ajal. Aku wajib menjaga kestabilan dan kesehatan mentalku sendiri agar Tuhan dapat terus memakai aku dengan optimal. Aku mencoba untuk tidak membawa pengalamanku dengan orang sakit di dalam rumah sakit bersamaku. Apapun yang kualami di ruang pasien, sedapat mungkin kulupakan atau kuhilangkan dari bayanganku kalau aku keluar dari rumah sakit. Ini caraku untuk mengurangi negative energy yang terpancar dari  pasien ketika mendengarkan masalah mereka. Salah satu efek negatif dari pelayanan kami ini adalah pengalaman terbawa emosi dengan orang sakit. Saking terbawa emosi dengan penderitaan mereka, diri kita juga bisa sampai berpikir aneh-aneh dan tidak bisa tidur. Maka cara untuk menjaga diri ialah dengan melupakan apa saja yang dialami di tempat pelayanan dan menghirup udara baru di luar yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan orang yang kami layani. Itu sebabnya aku tidak ingat lagi penyakit ibu tadi. Aku sengaja melupakannya sejak awal, sehingga aku tiidak bisa ingat secara detail sakit ibu itu dan anaknya.

 

Tak henti mensyukuri penyelenggaraan Allah dalam karya pelayananku

Pengalaman kesembuhan yang ibu tadi ungkapakan sungguh merupakan sumber kekuatan bagiku. Sebab di tengah kesulitan menjalani pelayanan ini, ungkapan kebahagiaannya memberikan kekuatan baru kepadaku, untuk melanjutkan pelayanan yang telah kumulai sejak lama. Aku merasa bahwa Tuhan telah memakai aku sebagai sarana untuk menyembuhkan ibu itu. Bukan aku yang menyembuhkan dia, tetapi Tuhan menggunakan aku agar ibu itu menerima rahmat penyembuhan. Sehingga sekecil apapun yang telah kulakukan terhadap ibu itu dan anaknya, karena datang dari hati yang ikhlas dan iman, harap dan kasih yang tulus, itu sangat berarti baginya dan bagiku juga. Kehadiranku tetaplah berarti bagi Tuhan dan bagi kebahagiaan ibu dan anaknya itu. Sadar akan arti kehadiranku, aku semakin dikuatkan untuk melangkah maju dalam pelayananku, kendatipun berbagai tantangan yang kuhadapi. Hanya kepada Tuhan aku mengadu. Sungguh Tuhan telah menggunakan dia untuk menguatkan aku dalam panggilanku. Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. (2 Kor 9 : 8)

July 17, 2011

Romo Andi Suparman, MI

Refleksi setelah Misa Pesta St. Kamilus dan penyembuhan orang sakit

di Rumah Sakit Dr. T.C. Hiller, Maumere.

6 COMMENTS

  1. “………’Senja hari ketika aku pulang kerja. Kubaca artikel”Kebahagiaanmu adalah kekuatanku” merupakan referensi motivasi batinku yang sangat menyentuh. Semua ini mengingatkan saya dalam pelayanan saya dalam aktifitas sehari hari dalam aku bekerja.
    “………’Adalah benar saya bukan hamba Tuhan atau semacam bakti sosial, namun saya bekerja di bidang kesehatan secara profesional.Saya bekerja dengan banyak tuntutan dan ketetapan dengan banyak kode etik. Meski kadang kami bekerja dengan hati kecut {maaf} karena terlalu merasa berbeban berat dalam banyaknya tuntutan kerja. Maka kadang saya menjadi munafik. Karena setelah sekian jam dalam bekerja melayani pasien, terkadang sering mendapat respon yang impati. Saya maklum barangkali mereka juga mengalami tekanan mis segi keuangan. Segi pekerjaan. Segi sosial. Segi kesembuhan sehubungan dengan penyakitnya. Ini semua memicu keluarga kadang berbicara tidak begitu simpati. Dalam saat yang sama saya juga mengalami krisis batin yaitu bekerja dengan hati kecut / cemberut. Sementara saya harus bekerja profesional. Terimakasih refleksinya menambah wawasan dalam bekerja secara profesional. Memang saya berusaha iklas dalam menjalani profesi saya. Karena ada kalanya saya menemukan salah satu di antara pasien yang sangat bahagia ketika mengalami kesembuhan total. Tidak dipungkiri pula ada pasien yang sudah divonis dokter bahwa tidak ada harapan, namun mereka menerima dengan iklas akan semua itu. Dalam kondisi seperti itu hati saya mengalami kebahagiaan yang sangat luar biasa. Meski hanya menemani dia berbincang atau mengajak berbagi cerita, kadang harus banyak mendengar pula. Bagi saya “SENYUMKU ADALAH OBAT”. Banyak pasien hanya dengan pelayan yang penuh senyum dan keiklasan mempercepat kesembuhan pasien. Maka saya sering minta Tuhan dalam doa, untuk diberi senyuman yang iklas ,agar ketika hatiku kehabisan senyum tidak menjadi tawar atau kecut . Hanya dengan senyum saja yang bisa saya tawarkan karena kerja bagiku adalah mencari nafkah. Sedangkan senyum keiklasan itu yang utama dalam bekerja adalah AnugerahNya, karena itu saya terima dengan gratis dari Tuhan. Romo …makasih ya untuk semua share ini. Salam dan Doa”

    [dari Katolisitas: terima kasih Yuni untuk sharing Anda yang indah dan tulus dalam merawat orang-orang sakit yang dipercayakan Tuhan kepada Anda. Bahwa iman dan kasih Anda sendiri bertumbuh melalui penderitaan sesama yang sedang menderita sakit penyakit dan bagaimana Tuhan bekerja dan berkarya secara nyata di dalam penderitaan mereka, termasuk melalui Anda. Semoga kesaksian Anda, Rm Andi, dan para pembaca yang lain, terus memberikan semangat dan harapan bagi orang-orang yang sakit dan orang-orang yang memberikan hidupnya untuk merawat orang sakit, karena Tuhan Allah sungguh hadir dan bekerja dengan indah di sana dan menyalurkan rahmat keselamatanNya yang kekal bagi manusia]

    • Mantapp desales….. Semoga pengalamanmu menjadi pemicu semangat bagi yg lain jg… Berdoalah dan teruslah berdoa…..

  2. Sharing yang sangat indah, terima kasih Romo Andi. Renungan ini mengingatkan kami bahwa kita bergaul dgn Tuhan tidak selalu dalam peristiwa2 ajaib dan heboh, justru dalam kesetiaan kita menjalani tugas2 dalam hidup sehari-hari, lewat orang2 yang kita layani dan jumpai sehari-hari, Tuhan menyapa kita.
    Selamat bertugas ya Romo, umat sangat membutuhkan Anda, terutama di hadapan nilai2 sekular dan hedonistik zaman sekarang ini. Kehadiran Romo sungguh menjadi kesaksian iman yg berarti bagi umat.

    Semoga Tuhan selalu memberkati. Amen

    • Terimakasih fxe,
      Doakan juga semua org yang telah dipanggil Tuhan untuk melayani sesama yaaa… Agar mereka pun turut dikuatkan dan diteguhkan olehNya….
      Salam dan doaku…:)

Comments are closed.