Pendahuluan
Berapa sering kita mendengar saudara kita dari agama Kristen lain yang mengatakan bahwa “Pengakuan dosa adalah cuma karangan Gereja Katolik saja. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan sendiri yang memberikan pengampunan, bukan pastor. Jadi sudah seharusnya kita langsung mengaku dosa langsung kepada Yesus, dan tidak perlu mengakukan dosa di hadapan pastor. Memangnya Kitab Suci mengajarkan pengakuan dosa? Ah, pastor khan cuma orang biasa, kenapa kita musti mengaku dosa di depan pastor?”
Kemudian ada komentar-komentar dari orang Katolik yang mengatakan “Setelah kita mengaku dosa, kita juga berdosa lagi, jadi pengakuan dosa tidak ada gunanya… Saya malu, karena saya kenal sama pastornya. Bagaimana kalau pastornya sampai membocorkan rahasia pengakuan dosa saya?” Kemudian ada lagi yang mengatakan bahwa pengakuan dosa hanya urusan satu kali dalam satu tahun.
Mari kita lihat satu persatu keberatan tersebut di atas berdasarkan Alkitab, Bapa Gereja, dari pengajaran Gereja, dan juga perkembangan Sakramen Pengakuan Dosa. Pada bagian pertama ini, kita akan menelaah terlebih dahulu tentang apa sebenarnya hakekat dari dosa, sehingga kita akan secara lebih jelas menghayati bahwa Sakramen Pengakuan Dosa sungguh merupakan berkat dari Tuhan untuk membantu kita bertumbuh dalam kekudusan.
Apakah ‘dosa’ itu?
Ada begitu banyak definisi tentang dosa. Namun, secara prinsip, dosa dapat dikatakan sebagai suatu keputusan ((Disebut suatu keputusan, karena dosa adalah suatu keputusan yang diambil oleh keinginan atau “the will“. Pikiran dapat saja membayangkan atau mempengaruhi “the will” untuk berbuat dosa. Namun kalau pada akhirnya seseorang mengambil keputusan untuk tidak menuruti pikiran tersebut, maka orang tersebut tidak berbuat dosa.)) dari pilihan ((Dosa adalah suatu pilihan, karena kita mempunyai kehendak bebas atau “free will” untuk memutuskan apakan kita memilih berdosa atau tidak.)) untuk menempatkan apa yang kita pandang lebih utama, lebih baik atau menyenangkan daripada hukum Tuhan(1 Yoh 3:4). Pada saat seseorang menempatkan ciptaan lebih tinggi daripada Penciptanya, maka orang tersebut melakukan dosa (St. Bonaventura).
Katekismus Gereja Katolik (KGK) mendefinisikan bahwa dosa adalah melawan Tuhan (KGK, 1850), namun secara bersamaan melawan akal budi, kebenaran, dan hati nurani yang benar. (KGK, 1849) Sebagai contoh, mari kita melihat dosa menggugurkan kandungan atau aborsi. Di Amerika, setiap 30 detik, ada satu bayi yang digugurkan. Namun, tetap saja ada beberapa negara bagian di Amerika yang melegalisir warganya untuk menggugurkan kandungan.
Dosa adalah melawan akal budi, karena hanya orang yang dapat menggunakan akal budi bertanggung jawab terhadap dosanya. Itulah sebabnya bahwa Sakramen Pengampunan dosa hanya dapat diterimakan kepada orang yang telah dibaptis dan mencapai usia yang dapat berfikir rasional.
Dengan akal budi, seharusnya kita memilih tujuan yang paling akhir, yaitu persatuan dengan Tuhan, namun kita sering dikaburkan dengan oleh pengaruh dunia ini, sehingga akal budi kita lebih banyak dipengaruhi dan didominasi oleh kedagingan atau “sense appetite“. (( Sebelum dosa asal, sense appetite atau keinginan daging tunduk sepenuhnya pada akal budi. Namun setelah dosa asal, semua orang mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa, atau yang disebut concupiscence (lih KGK, 2515).)) St. Paulus mengatakan pemberontakan keinginan daging melawan keinginan roh (lih. Gal 5:16-17,24; Ef 2:3). Secara nalar, kita dapat melihat bahwa menggugurkan kandungan adalah melawan akal budi, karena tidak seharusnya manusia membunuh sesamanya, apalagi anaknya sendiri.
Dosa adalah melawan kebenaran, karena kebenaran hanya ada pada Tuhan. Namun sering kita menganggap kejadian di dunia ini semuanya relatif, atau ibaratnya, tidak putih, tidak hitam, melainkan abu-abu. Karena kecendungan faham relativitas, maka kita tidak tahu lagi mana yang benar dan mana yang salah. Karena beberapa negara bagian di Amerika melegalisir pengguguran kandungan, banyak orang yang mungkin beranggapan bahwa hal ini adalah sesuatu yang wajar, yang menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun kebenaran tidak berpihak kepada mayoritas, yang sering berganti-ganti dari waktu ke waktu. Kebenaran adalah tetap dan tidak berubah, dan kebenaran sejati hanya dapat ditemukan dalam diri Yesus, karena Yesus adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yoh 14:6).
Dosa melawan hati nurani yang benar. Hati nurani yang benar ditekankan oleh KGK, karena jaman sekarang ini, begitu sulit untuk membentuk hati nurani yang benar. Kita perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Kalau kita mau berlaku jujur di dalam bisnis, kita dinasehati “jangan sok jujur”. Kalau di sekolah kita tidak mau nakal dan menyontek, kita akan dibilang “sok alim.” Seolah-olah sesuatu yang seharusnya benar, tidak boleh dipraktekkan. Dengan mentolelir kesalahan-kesalan kecil, maka hati nurani kita yang awalnya benar, yang diciptakan menurut gambaran Allah, menjadi tertutup dengan dosa, sehingga tidak murni lagi. Di sinilah pentingnya kebenaran yang diwartakan oleh Kristus melalui Gereja-Nya, sehingga Gereja dapat menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran (lih 1 Tim 3:15) yang menuntun hati nurani umat-Nya. Seperti yang dilakukan Gereja Katolik di Amerika, mereka berperan aktif untuk menyuarakan kebenaran atau membangkitkan hati nurani yang benar dengan berjuang untuk menghentikan legalisasi aborsi.
Apakah bobot dosa berbeda-beda?
Dalam beberapa kesempatan, saya mendengarkan kotbah, ada yang mengatakan bahwa semua dosa adalah sama. Dosa kecil maupun besar menyedihkan hati Tuhan. Lebih lanjut, mereka mengatakan bahwa Alkitab mengajarkan bahwa semua dosa adalah sama, yaitu dosa berat, dengan upahnya adalah maut, jadi tidak ada istilah dosa ringan (Why 20:14-15; Eze 18:4; Rom 6:23). Jadi ajaran Gereja Katolik yang mengatakan bahwa dosa dibagi menjadi dua: dosa berat dan dosa ringan, dan juga bahwa dosa berat hanya dapat dilepaskan melalui Sakramen Pengakuan Dosa adalah sangat tidak mendasar.
Namun kalau kita teliti lebih mendalam, sesungguhnya pernyataan di atas justru kurang mendasar. Memang semua dosa menyedihkan hati Tuhan, namun Alkitab juga mengatakan bahwa ada dosa yang berat yang mendatangkan maut dan ada dosa ringan yang tidak mendatangkan maut (Lih 1 Yoh 5:16-17). Kita bisa melihat contoh dalam kehidupan sehari-hari, di mana kita akan dapat membedakan tingkatan dosa. Misalkan, dosa membunuh dan dosa ketiduran sewaktu berdoa. Tentu, kita mengetahui bahwa membunuh adalah dosa yang lebih berat daripada ketiduran saat berdoa yang disebabkan oleh tidak-disiplinan dalam meluangkan waktu untuk berdoa.
Dengan dasar inilah, Gereja Katolik mengenal dua macam dosa, yaitu: (1) Dosa berat atau “mortal sin” (KGK, 1856) dan (2) Dosa ringan atau “venial sin” (KGK, 1863)
Kalau dosa berat adalah melawan kasih secara langsung, maka dosa ringan memperlemah kasih. Jadi dosa berat secara langsung menghancurkan kasih di dalam hati manusia, sehingga tidak mungkin Tuhan dapat bertahta di dalam hati manusia. Dosa berat atau ringan tergantung dari sampai seberapa jauh dosa membuat seseorang menyimpang dari tujuan akhir, yaitu Tuhan. Dan persatuan dengan Tuhan hanya dimungkinkan melalui kasih. Jika dosa tertentu membuat seseorang menyimpang terlalu jauh sampai mengaburkan dan berbelok dari tujuan akhir, maka itu adalah dosa berat. ((St. Thomas Aquinas, ST, II-I, q.72, a.5)) Lebih lanjut dalam tulisannya “Commentary on the Sentence I,I,3“, St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa dosa ringan tidak membuat seseorang berpaling dari tujuan akhir atau Tuhan. Digambarkan sebagai seseorang yang berkeliaran, namun tetap menuju tujuan akhir.
Untuk seseorang melakukan dosa berat, ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu: (1) Menyangkut kategori dosa yang tidak ringan, (2) tahu bahwa itu adalah sesuatu yang salah, dan (3) walaupun tahu itu salah, secara sadar memilih melakukan dosa tersebut. Dengan kata lain seseorang menempatkan dan memilih dengan sadar keinginan atau kesenangan pribadi di atas hukum Tuhan.
Apakah efek dari dosa?
Kita melihat bahwa dosa menghancurkan relasi kita dengan Tuhan, yaitu dengan menghancurkan prinsip vital kehidupan kita, yaitu kasih. Seperti 10 perintah Allah, dibagi menjadi dua, yaitu kasih kepada Tuhan dalam perintah 1-3, dan kasih kepada sesama dalam perintah 4-10, maka dosa juga mempunyai dua efek, yaitu: efek vertikal dan efek horisontal. Efek vertikal mempengaruhi hubungan kita dengan Tuhan, sedangkan efek horisontal mempengaruhi hubungan kita dengan sesama. Dapat dikatakan bahwa tidak ada dosa yang bersifat pribadi. Semua dosa kalau kita telusuri akan mempunyai dimensi sosial. Kita lihat saja dari hal yang sederhana, misalkan seorang ayah yang sering marah-marah di rumah akan mempengaruhi seluruh anggota di rumahnya, menyebabkan istri dan anak-anak ketakutan. Yang lebih parah, anak-anak pun dapat tumbuh sebagai pemarah.
Atau contoh yang lain, yaitu dosa manusia pertama, menghasilkan dosa asal, yang menyebabkan terputusnya persatuan antara manusia dengan Tuhan, dan pada saat yang sama membawa dosa asal bagi seluruh umat manusia (Rom 5:12). Sebagai akibat dari dosa Adam (Kej 3:1-6), manusia kehilangan (1) rahmat kekudusan, dan (2) empat berkat “preternatural“, yang terdiri dari a) keabadian atau “immortality“, b) tidak adanya penderitaan, c) pengetahuan akan Tuhan atau “infused knowledge“, dan d) berkat keutuhan (integrity), yaitu harmoni dan tunduknya nafsu dan emosi kedagingan (sense appetite) kepada akal budi (reason). Karena kehilangan berkat-berkat tersebut, maka manusia mempunyai concupiscense (KGK, 2515) atau “the tinder of sin” (KGK, 1264), atau kecenderungan untuk berbuat dosa ((Jacques Dupuis, The Christian Faith: In the Doctrinal Documents of the Catholic Church, 7th ed. (New York: Alba House, 2001), 512, p.203.; KGK, 405.)), di mana manusia harus berjuang terus untuk menundukkan keinginan daging. St. Paulus menyebutnya sebagai nafsu kedagingan yang berlawanan dengan keinginan Roh (Lih Gal 5:16-17, Gal 5:24; Ef 2:3). Manusia tidak dapat melawan semuanya ini tanpa berkat dari Tuhan yang memampukan manusia untuk “berkata tidak” terhadap dosa. Karena dosa pertama dari Adam adalah dosa kesombongan, maka kerendahan hati adalah penawar dari dosa yang memampukan manusia untuk menerima berkat dari Tuhan secara berlimpah. Mari sekarang kita melihat secara lebih jelas proses perkembangan dari dosa.
Bagaimana proses Dosa berkembang?
Pernah saya tidak mengindahkan sakit gigi, karena kadang muncul dan kadang hilang. Namun lama-kelamaan sakitnya bertambah parah, sehingga harus dilakukan operasi. Nah, proses dari dosa sama seperti contoh di atas, mulai dari hal kecil, dipupuk terus-menerus sehingga menjadi besar dan sulit diatasi. Mari kita melihat perkembangan dari dosa: ((Francis Spirago, The Catechism Explained: An Exhaustive Explanation of the Catholic Religion (Tan Books & Publishers, 1994), p. 451-454))
- Tahap 1: Pikiran tentang dosa datang dalam pikiran. Ini bukan dosa, tetapi suatu godaan. Pada tahap ini, penolakan terhadap dosa akan menjadi lebih mudah kalau kita membuang jauh-jauh pemikiran tersebut dengan cara mengalihkannya kepada hal-hal lain, seperti: berdoa, atau pemikiran tentang neraka, dll.
- Tahap 2: Kalau pikiran dosa (godaan) ini tidak segera dibuang jauh-jauh, maka akan menjadi dosa ringan (venial sin). Ini adalah seperti menguyah-nguyah dosa di dalam pikiran. Sama seperti telur yang dierami, yang pada waktunya akan menetas, maka dosa yang terus dituruti di dalam pikiran, hanya menunggu waktu untuk membuahkan dosa (lih Yak 1:15).
- Tahap 3: Tahap ini adalah perkembangan dari pemikiran dosa yang didiamkan atau dinikmati oleh pikiran, kemudian akan membuahkan keinginan untuk berbuat dosa. Di sini bukan hanya pikiran, namun godaan sudah sampai di hati (the will). Yesus mengatakan bahwa orang yang mempunyai keinginan untuk berbuat dosa, sudah berbuat dosa (Mat 5:28).
- Tahap 4: Akhirnya dalam tahap ini, seseorang memutuskan untuk berbuat dosa. Pada tahap ini keinginan untuk berbuat dosa sudah menjadi keputusan untuk berbuat dosa namun masih merupakan dosa yang ada di dalam hati. Ini adalah sama seperti seseorang yang ditawarkan suatu jabatan dengan cara korupsi. Dia mempunyai tiga pilihan: menolak, bernegosiasi, atau mengiyakan. Tahap ini keinginan dan pikiran saling mempengaruhi, namun akhirnya membuahkan kemenangan bagi setan, sehingga seseorang memutuskan untuk berbuat dosa.
- Tahap 5: Pada saat kesempatan untuk berbuat dosa muncul, maka keputusan untuk berbuat dosa yang ada di dalam hati menjadi suatu tindakan nyata. Setelah keputusan untuk berbuat dosa dalam keinginan menjadi kenyataan, maka jiwa seseorang juga telah jatuh ke dalam dosa. Sama seperti air yang menjadi es dan memerlukan panas untuk mencairkannya, maka seseorang masih tetap dalam kondisi berdosa sampai dia bertobat.
- Tahap 6: Perbuatan dosa yang sering diulang akan menjadi kebiasaan berbuat dosa (habit of sin) atau kebiasaan jahat (vice). Dengan pengulangan perbuatan dosa, maka ada suatu tahap kefasihan untuk berbuat jahat dan keinginan hati sudah mempunyai kecenderungan untuk berbuat jahat. Bapa Gereja menghubungkan bahwa tiga kali Yesus membangkitkan orang mati melambangkan Yesus membangkitkan manusia dari dosa di dalam hati, dosa yang dinyatakan dalam perbuatan, dan dosa yang sudah menjadi kebiasaan. Yesus membangkitkan anak perempuan Yairus (Luk 8:49-56) di dalam rumahnya yang melambangkan kebangkitan dari dosa yang masih di dalam hati. Sedangkan kebangkitan anak janda di pintu gerbang (Luk 7:11-16) melambangkan kebangkitan dari dosa yang telah dinyatakan dalam perbuatan. Akhirnya, kebangkitan Lazarus yang telah dikubur (Yoh 11:3-43), melambangkan kebangkitan dari dosa yang sudah menjadi kebiasaan. Untuk membangkitkan Lazarus, Yesus menangis, menyuruh seseorang membuka batu kubur, berseru dengan suara keras, meminta orang untuk membuka kain penutup, dan membiarkan dia pergi. Ini menunjukkan bahwa begitu sulit untuk menghancurkan dan memutuskan ikatan dosa yang sudah menjadi kebiasaan.
- Tahap 7: Perbuatan dosa dan kebisaan untuk berbuat dosa akan disusul dengan dosa yang lain. Karena rahmat Tuhan tidak dapat bertahta lagi dalam hati orang ini dan seseorang tidak dapat melawan dosa tanpa rahmat Tuhan, maka orang ini tidak mempunyai kekuatan untuk keluar dari dosa dan malah berbuat dosa yang lain. Alkitab menyatakan bahwa Tuhan mengeraskan hati Firaun untuk menggambarkan akan kebiasaan berbuat dosa, yang menjadikan Firaun berbuat dosa yang lain secara terus-menerus (Kel 9:12). Rasul Paulus menyatakan bahwa Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas, karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah (Rom 1:28).
- Tahap 8: Pada saat kejahatan benar-benar berakar dalam jiwa seseorang, maka seseorang akan melakukan dosa yang benar-benar jahat sampai pada titik membenci Tuhan. Dengan sadar dan segenap hati dia akan melawan dan menghujat Roh Kudus, dimana merupakan dosa yang tidak terampuni (Mrk 3:29).
Dari tahapan perkembangan dosa, kita akan melihat bahwa dosa adalah sesuatu yang serius, yang kalau kita memandangnya sambil lalu, kita akan terjerumus perlahan-lahan dan jatuh ke dalam jurang kehancuran untuk selamanya. Permasalahannya, pada jaman sekarang ini, kesadaran, kepekaan akan perbuatan dosa dan resikonya semakin lama semakin memudar, sehingga dengan gampangnya seseorang berbuat dosa. Mari sekarang kita perbandingkan antara sesuatu yang bersifat jasmani dan yang rohani.
Jadi apakah Sakramen Pengakuan Dosa?
Selama tinggal di Amerika, saya melihat bahwa orang Amerika begitu memperhatikan kesehatan jasmani. Mereka berdiet, berolahraga secara teratur. Bahkan yang sudah tuapun tidak mau ketinggalan, mereka aktif berolahraga dengan berenang, jalan kaki, dll. Semuanya dilakukan dengan teratur, demi satu tujuan, yaitu agar badan mereka sehat, mungkin ada yang mempunyai tujuan lain agar bentuk lahiriah mereka lebih indah. Data di Amerika menunjukkan bahwa mereka menggunakan 6% dari uang mereka untuk kesehatan jasmani, seperti olahraga, ikut fitness club, dll. ((Lihat data dari The New York Times)) Saya tidak tahu data di Indonesia, namun mungkin datanya hampir sama dengan di Amerika, bahwa begitu banyak orang menggunakan uangnya untuk kesehatan jasmani.
Semua orang begitu peka terhadap kesehatan jasmani dan keindahan tubuh. Namun pertanyaannya adalah mengapa terhadap kesehatan rohani, kita sering kurang peka bahkan kadang kita sering mengacuhkannya? Mungkin kita akan lebih peka terhadap sesuatu yang dapat kita raba dan lihat. Namun kalau kita pikir, kesehatan rohani jauh lebih penting daripada kesehatan jasmani. Ini dapat dibuktikan bahwa Yesus datang ke dunia ini bukan untuk menyembuhkan semua penyakit jasmani, namun Dia datang untuk menyembuhkan penyakit rohani, yaitu dosa.
Nah, dosa adalah suatu penyakit yang begitu berbahaya. Salah satu penyembuhannya adalah dengan menerima sakramen pengakuan dosa. Di dalam Sakramen Pembaptisan, dosa asal dan seluruh dosa yang kita lakukan sebelum kita dibaptis dihapuskan. Namun sebagai manusia, kita dapat jatuh lagi ke dalam dosa setelah pembaptisan, bahkan kita dapat jatuh ke dalam dosa yang berat. Dosa berat yang kita lakukan setelah Pembaptisan hanya dapat diampuni dengan menerima Sakramen Tobat (KGK, 1423) atau Sakramen Pengakuan Dosa (KGK, 1424), atau Sakramen Pengampunan Dosa (KGK, 1424). Di dalam Sakramen inilah, kita juga bertemu dengan Dokter dari segala dokter, yaitu Yesus sendiri yang hadir di dalam diri imam/pastor. Untuk bertemu dengan Yesus di dalam Sakramen Pengampunan, diperlukan kerendahan hati dan penyesalan, sehingga Yesus sendiri akan memulihkan dan menyembuhkan hati kita.
Namun demikian, masih banyak orang yang meragukan tentang Sakramen Tobat yang dapat memberikan kesehatan rohani bagi kita. Silakan membaca bagian-2, yaitu jawaban terhadap keberatan-keberatan tentang Sakramen ini ditinjau dari Alkitab, Bapa Gereja, dan penerapan sakramen ini dalam sejarah Gereja.
https://www.facebook.com/OnlineKatolik/photos/a.235308626488054.66089.200189706666613/861741673844743/?type=1&theater
Saya sebagai seorang katolik tentunya sudah paham dan mengerti pentingnya sakramen pengakuan dosa….
Maka dari itu saya ingin bertanya kepada Bapak Ibu pengelola katolisitas.org….
Katekismus Gereja Katolik
1456 … “Jadi kalau warga beriman Kristen berusaha mengakukan semua dosa yang mereka ingat, mereka tanpa ragu-ragu menyampaikan segala-galanya kepada kerahiman ilahi, agar mereka diampuni. TETAPI SIAPA YANG BERBUAT LAIN DAN DENGAN SENGAJA MENDIAMKAN SESUATU, IA TIDAK MENYAMPAIKAN APA-APA KEPADA KEBAIKAN ILAHI DEMI PENGAMPUNAN OLEH IMAM. ‘Karena kalau orang sakit merasa malu membuka lukanya kepada dokter, maka obat tidak akan menyembuhkan apa yang tidak dikenalnya’ (Hieronimus, Eccl. 10,11)” (Konsili Trente: DS 1680
Saya pernah melakukan hal tersebut, tetapi ketika saya sudah siap saya mengakui dosa saya pada sakramen pengakuan dosa di kemudian hari….
Pertanyaan adalah….
1. Apakah saya harus menyembutkan kembali semua dosa dosa di masa lampau saya walaupun saya pernah menyembutkan dosa saya pada sakramen pengakuan dosa sebelumnya?
2. Apakah berarti saya percuma menerima sakramen pengakuan dosa karena dosa dosanya belum di hapuskan oleh Allah karena saya menyembunyikan dosa saya dihadapan pastur?
mohon jawabannya, terima kasih……
Shalom Krisna,
Secara prinsip, ketika kita mengaku dosa, maka kita harus mempunyai sikap penyesalan, mengakukan dosa dengan jujur, dan mempunyai niat yang tulus untuk memperbaiki diri – sehingga tidak jatuh dalam dosa yang sama lagi. Niatan yang tulus untuk memperbaiki diri bukan bergantung pada kekuatan sendiri, namun terutama bergantung pada rahmat Allah.
Jadi, kalau ada yang telah mengakukan dosa, dan ada satu atau beberapa dosa yang secara sengaja tidak diakukan, maka dia memang menambah dosa, karena pengakuannya sebenarnya tidak didasari kesungguhan untuk mengaku dosa dengan jujur dan tulus yang didasari penyesalan dan pertobatan. Bagaimana untuk memperbaiki hal ini? Silakan mengaku dosa kembali, dengan mengatakan “Dalam pengakuan dosa yang lalu, saya telah dengan sengaja tidak mau mengakukan dosa yang ini, yaitu dosa: [sebutkan dosa yang dengan sengaja disembunyikan]“. Dan dosa-dosa lain, yang saya lakukan selama [sebutkan berapa lama dari terakhir mengaku dosa] adalah berikut ini: [sebutkan dosa yang baru]. Tidak perlu lagi mengakukan dosa yang telah diakukan sebelumnya.
Pengakuan dosa yang telah Anda lakukan tidaklah percuma, karena berkat rahmat Allah, maka Anda telah menerima pengampunan terhadap dosa-dosa yang telah Anda telah akukan. Mari, kita bersama-sama belajar, bagaimana mengaku dosa dengan jujur, tulus, sehingga rahmat pengampunan Allah yang kita terima dari Sakramen Tobat dapat mengalir secara bebas di dalam diri kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom,saya mau tanya mengapa manusia butuh pertobatan sebagai penyembuhan jiwa??
Shalom Fransiska Esty,
Pertobatan merupakan langkah penerimaan bahwa kita telah berdosa di hadapan Tuhan. Hal ini diperlukan, sebab seperti orang yang sakit yang datang kepada dokter dan minta disembuhkan, pertama-tama ia harus mengakui terlebih dahulu bahwa ia sakit. Demikianlah, pertobatan itu seperti halnya mengakui adanya luka/ sakit di jiwa kita, sehingga jika kita mau sembuh, pertama-tama kita harus mengakui adanya sakit itu terlebih dahulu.
Katekismus mengajarkannya demikian:
KGK 1848 Santo Paulus berkata: “Di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia Menjadi berlimpah-limpah”. Tetapi supaya melaksanakan pekerjaannya, rahmat harus membongkar dosa, menobatkan hati kita, dan mengantar kita “dengan perantaraan kasih karunia kepada kehidupan abadi oleh Yesus Kristus, Tuhan kita” (Rm 5:20-21). Seperti seorang dokter memeriksa luka sebelum ia membalutnya, demikian Allah memancarkan sinar terang ke atas dosa oleh Sabda dan oleh Roh-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom tim katolisitas, dari tahapan-tahapan dosa di atas, saya menyimak ada bagian dua yang seperti mengunyah-ngunyah pikiran-pikiran dosa. bagaimanakah agar kita tidak mengunyah-ngunyah dosa?dari pengalaman saya, misalnya saya melihat seorang wanita yang berpakaian tidak sopan dsb, pikiran saya cenderung berpikir tidak murni. pada awalnya saya langsung memotong pemikiran seperti itu. namun kok rasanya pikiran-pikiran ini seperti tertimbun dan lama-kelamaan malah meledak sehingga saya harus terjatuh lagi dalam dosa ketidakmurnian. bagaimanakah caranya untuk mengatasi hal ini?
Shalom Kefas,
Agaknya, resep utama untuk memutuskan segala bentuk keterikatan terhadap dosa bukanlah hal yang baru dan Anda-pun sebenarnya sudah mengetahuinya. Yaitu: doa, permenungan Sabda Tuhan dan penerimaan sakramen-sakramen terutama sakramen Ekaristi dan sakramen Pengakuan dosa secara rutin. Doa yang dimaksud di sini bukan hanya doa 5 menit setiap pagi dan malam, tetapi doa yang sesering mungkin, terutama pada saat godaan itu datang. Juga termasuk dalam doa, adalah permenungan akan sengsara Tuhan Yesus, seperti doa Jalan Salib, agar kita teringat akan penderitaan yang Tuhan Yesus pikul karena segala dosa-dosa kita. Permenungan ini akan mendorong kita untuk tidak mau jatuh pada kesalahan dan dosa yang sama, karena itu artinya kitapun masuk dalam bilangan orang-orang yang mendera dan menyalibkan Tuhan kita.
Pemeriksaan batin yang baik, yang kemudian diikuti oleh sakramen Pengakuan dosa juga adalah obat yang baik untuk melepaskan diri dari keterikatan dosa. Jika konsisten dilakukan, maka kita akan terdorong untuk memperbaiki diri, karena umumnya akan timbul rasa tidak enak di hati, jika harus sering-sering mengaku dosa untuk kesalahan yang sama. Ada banyak kesaksian orang, yang bisa terlepas dari keterikatan dosa, dengan rajin mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan dosa. Walau pada awalnya malu karena setiap minggu mengaku dosa untuk kesalahan yang sama itu, namun setelah beberapa minggu, akhirnya ia sungguh-sungguh dapat terlepas dari ikatan dosa itu. Sakramen Ekaristi juga sangatlah membantu kita dalam perjuangan untuk melawan kebiasaan buruk kita.
Tentu selanjutnya, harus selalu dihindari, segala kemungkinan yang dapat menarik diri sendiri untuk jatuh kepada kelemahan yang sama tersebut. Dan untuk itu memang diperlukan perjuangan dan niat yang teguh.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom terima kasih bu Ingrid untuk jawabannya..
selanjutnya saya ingin bertanya lagi:
1. apakah setelah mengakukan dosa dan memperoleh pengampunan, kemudian melaksanakan penitensi, dosa2 tersebut dilupakan oleh Tuhan dan pada saat kita dihakimi tidak akan diungkit lagi oleh Tuhan Yesus?
2. Bisakah saya mengakui dosa orang lain?karena ada teman saya yang ingin mengaku dosa tapi bukan Katholik?
3. Bagaimana cara untuk mendoakan nenek moyang kita yang telah meninggal sebelum dibabtis (dalam arti masih hidup dalam penyembahan berhala dsb.)?
4, saya merasa malu jika setiap minggu harus mengakui dosa yang sama. Karena kesan saya romo tempat saya mengaku sepertinya mulai tidak sabar dan berpikir saya hanya bermain-main dengan sakramen ini. terkadang sebelum saya sempat mengaku sampai selesai romo sudah memotong pengakuan saya. apakah saya perlu memberi jeda yang lebih panjang? seperti sebulan sekali agar romonya tidak marah?
Terima kasih..salam damai dalam Tuhan Yesus Kristus…
Shalom Kefas,
1. Jika kita telah bertobat, mengakui dosa dalam sakramen Pengakuan dosa, dan melaksanakan penitensinya, maka kita telah diampuni.
St. Paus Pius X, dalam Katekismus-nya tentang sakramen Pengakuan dosa:
19. “Sakramen Pengakuan dosa menyampaikan rahmat pengudusan yang olehnya dosa-dosa berat diampuni dan juga dosa-dosa ringan yang kita akui, dan yang karenanya kita bertobat. Sakramen tersebut mengubah penghukuman/ siksa dosa yang kekal menjadi siksa dosa sementara, yang bahkan darinya ia [sakramen itu] mengampuni lebih kurang menurut sikap batin kita. Sakramen itu menghidupkan kembali jasa-jasa perbuatan baik yang kita lakukan sebelum kita berbuat dosa berat; dan memberikan kepada jiwa kita bantuan pada waktunya melawan kejatuhan kepada dosa lagi, dan memulihkan damai sejahtera dalam hati nurani.” (The sacrament of Penance confers sanctifying grace by which are remitted the mortal sins and also the venial sins which we confess and for which we are sorry; it changes eternal punishment into temporal punishment, of which it even remits more or less according to our dispositions; it revives the merits of the good works done before committing mortal sin; it gives the soul aid in due time against falling into sin again, and it restores peace of conscience.)
22. “Sakramen Pengakuan dosa mempunyai kuasa untuk mengampuni semua dosa, tak peduli berapa banyak dan berapa besar dosa-dosa tersebut, asalkan sakramen tersebut diterima dengan sikap batin yang disyaratkan.”
Dengan demikian dosa-dosa yang sudah diampuni itu tidak akan diungkit lagi oleh Tuhan, namun dari pihak kita, tetap ada konsekuensi yang harus kita tanggung, berupa ‘siksa dosa sementara/ temporal’ yang dapat dipulihkan dengan kita melakukan silih, dengan doa-doa dan perbuatan kasih. Di sinilah perlunya indulgensi, di mana pengertiannya menurut Katekismus Gereja Katolik adalah:
KGK 1471 “Ajaran mengenai indulgensi [penghapusan siksa dosa] dan penggunaannya di dalam Gereja terkait erat sekali dengan daya guna Sakramen Pengakuan.
Apakah Itu Indulgensi ?
“Indulgensi adalah penghapusan siksa-siksa temporal di depan Allah untuk dosa-dosa yang sudah diampuni. Warga beriman Kristen yang benar-benar siap menerimanya, di bawah persyaratan yang ditetapkan dengan jelas, memperolehnya dengan bantuan Gereja, yang sebagai pelayan penebusan membagi-bagikan dan memperuntukkan kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus secara otoritatif”.”Ada indulgensi sebagian atau seluruhnya, bergantung dari apakah ia membebaskan dari siksa dosa temporal itu untuk sebagian atau seluruhnya.” Indulgensi dapat diperuntukkan bagi orang hidup dan orang mati (Paulus VI, Konst. Ap. “Indulgentiarum doctrina” normae 1-3).”
2. Dalam sakramen Pengakuan dosa, yang diakui adalah dosa kita sendiri, bukan dosa orang lain. Untuk dosa orang lain, silakan ia mengakui dosanya sendiri di hadapan Tuhan.
3. Untuk mendoakan jiwa nenek moyang kita, kita dapat memohon belas kasihan Tuhan dalam doa-doa pribadi kita, namun yang terbaik adalah dengan mengajukan ujud doa dalam perayaan Ekaristi (lih. KGK 1032).
4. Tidak perlu merasa malu untuk mengakui dosa yang sama di hadapan pastor/ romo. Namun yang juga penting adalah memohon dengan sungguh kepada Tuhan, agar kita dapat memperoleh tobat yang sejati, agar dapat berjuang sekuat tenaga, untuk tidak jatuh ke dosa yang sama lagi.
Menurut St. Paus Pius X, ada 5 hal yang perlu untuk pengakuan dosa yang baik: 1) Pemeriksaan batin yang baik, 2) duka cita yang mendalam karena telah melawan Tuhan; 3) niat yang kuat agar tidak berdosa lagi; 4) pengakuan akan dosa-dosa kita; 5) melakukan penitensinya.
Jika Anda terus mengulangi dosa yang sama, maka perlu dilihat, adakah yang belum dilakukan dari kelima hal ini? Sudahkah Anda dan saya melakukan hal yang paling mendasar, yaitu dengan tekun dan setia memeriksa batin kita setiap hari? Misalnya pada malam hari? (Silakan klik di sini, untuk contoh doa malam dengan pemeriksaan batin). Pengakuan dosa yang sering seperti 2 minggu sekali atau bahkan seminggu sekali adalah hal yang baik, dan jika dilakukan dengan disposisi batin yang baik, akan melepaskan kita dari ikatan dosa tertentu yang paling sering dilakukan. St. Paus Yohanes Paulus II, dan Mother Teresa mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan sebanyak seminggu sekali, dan lihatlah betapa rahmat Tuhan telah membantu mereka bertumbuh dalam kekudusan dalam hidup mereka.
Maka masalahnya bukan untuk membuat Pengakuan itu lebih jarang, tetapi untuk membuat Pengakuan dosa yang telah dengan rutin dilakukan agar menjadi Pengakuan dosa yang baik, supaya sungguh berdaya guna mengubah kita menjadi orang yang lebih baik. Setiap umat beriman sama-sama berjuang dalam hal ini, dan untuk itu marilah kita saling mendoakan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom katolisitas, Apakah mngucapkn kata – kata sperti ” Astagfirullah” ,” Allahuakbar” dll. apabila dilakukn penilaian dri perspektif Katolik adalah sbuah dosa? Saya sering mngucapkn kata-kata seperti itu krna tersugesti oleh kaum muslim dskitar tmpat tinggal sya. Tlong penjelasannya .
Salam dlm Kristus Yesus.
Shalom Tribarfin,
Silakan membaca artikel di atas, silakan klik, untuk mengetahui tentang definisi dosa; dan tentang relitas dosa dalam hidup manusia, klik di sini. Pendek kata, dosa adalah perbuatan yang melawan akal sehat, melawan hati nurani dan melawan kehendak Allah.
Nah, ungkapan-ungkapan yang Anda sebutkan memang tidak melawan Allah, dan kemungkinan juga umum diucapkan oleh umat Kristen di Arab, sebab mengandung arti yang positif/ tidak menentang Allah. Namun jika diucapkan di sini, memang persoalannya menjadi berbeda, karena ungkapan itu tidak umum diucapkan oleh umat Kristiani di Indonesia, dan bahkan dapat menjadi batu sandungan, terutama kepada saudara-saudari kita yang muslim, yang mungkin kurang berkenan jika ungkapan tersebut diucapkan oleh umat non-muslim. Dalam hal ini, kita harus berpegang kepada ajaran Rasul Paulus, yaitu jangan melakukan sesuatu yang dapat menjadi batu sandungan bagi orang lain, sebab jika kita tetap melakukan itu, artinya kita berdosa (lih. 1 Kor 8:9-12).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Apakah ketika kita mengakukan dosa kita, setelah itu seluruh dosa kita PASTI diampuni atau cuma sekedar harapan? kalau menurut pemahaman saya baca baca di ekaristi.org, dikatakan kita tidak dapat mengetahui secara absolute certainty kalau kita diampuni.
Shalom Sam,
Asalkan seseorang telah melakukan pemeriksaan batin yang baik, dan telah mengakukan semua dosanya dalam sakramen Pengakuan dosa, maka dosanya akan diampuni, oleh karena janji Kristus sendiri terhadap Gereja-Nya. Namun jika ia tidak mengakui semua dosanya, maka dosanya yang masih disembunyikannya itulah yang belum memperoleh pengampunan.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 1456 Pengakuan di depan imam merupakan bagian hakiki dari Sakramen Pengakuan: “Dalam Pengakuan para peniten harus menyampaikan semua dosa berat, yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri secara saksama… juga apabila itu hanya dilakukan secara tersembunyi dan hanya melawan dua perintah terakhir dari sepuluh perintah Allah (Bdk. Kel 20:17; Ul 5:21; Mat 5:28); kadang-kadang dosa ini melukai jiwa lebih berat dan karena itu lebih berbahaya daripada dosa yang dilakukan secara terbuka” (Konsili Trente: DS 1680).
“Jadi kalau warga beriman Kristen berusaha mengakukan semua dosa yang mereka ingat, mereka tanpa ragu-ragu menempatkan segala dosanya di hadapan kerahiman ilahi, agar diampuni. Tetapi siapa yang berbuat lain dan dengan sengaja mendiamkan sesuatu, ia tidak menyampaikan apa-apa kepada kebaikan ilahi demi pengampunan oleh imam. Karena kalau orang sakit merasa malu membuka lukanya kepada dokter, maka obat tidak akan menyembuhkan apa yang tidak dikenalnya (Hieronimus, Eccl. 10,11)” (Konsili Trente: DS 1680).
KGK 1441 Hanya Tuhan dapat mengampuni dosa (Bdk. Mrk 2:7). Karena Yesus itu Putera Allah, Ia mengatakan tentang diri-Nya, “bahwa di dunia Anak Manusia mempunyai kuasa mengampuni dosa” (Mrk 2:10). Ia melaksanakan kuasa ilahi ini: “Dosamu sudah diampuni” (Mrk 2:5; Luk 7:48). Lebih lagi: berkat otoritas ilahi-Nya, Ia memberi kuasa ini kepada manusia (Bdk. Yoh 20:21-23)., supaya mereka pun melaksanakannya atas nama-Nya.
KGK 1444 Tuhan memberi kepada para Rasul kuasa-Nya sendiri untuk mengampuni dosa, Ia juga memberi kepada mereka otoritas untuk mendamaikan para pendosa dengan Gereja. Aspek gerejani dari tugas ini terutama kelihatan dalam perkataan meriah Kristus kepada Simon Petrus: “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan surga; apa yang kau ikat di dunia ini akan terikat di surga, dan apa yang kau lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga” (Mat 16:19). Jelaslah, bahwa “tugas mengikat dan melepaskan, yang diserahkan kepada Petrus, ternyata diberikan juga kepada Dewan para Rasul dalam persekutuan dengan kepalanya Bdk. Mat 18:18; 28:16-20.” (LG 22).
Dengan demikian, kita tidak perlu meragukan apakah kita menerima pengampunan Allah atau tidak jika kita sudah dengan tulus mengakui semua dosa kita di hadapan imam-Nya yang telah diberi kuasa oleh Allah untuk mengampuni dosa-dosa dalam sakramen Pengakuan dosa. Sebab Tuhan pasti memenuhi janji-Nya untuk mengampuni kita umat-Nya, jika kita telah sungguh bertobat. Maka yang tidak pasti bukan pengampunan dari pihak Tuhan, tetapi apakah peniten itu sudah sungguh-sungguh memeriksa batin dan mengakui semua dosanya, termasuk dosa yang tersembunyi. Jika sudah, maka iman kita mengajarkan bahwa ia pasti memperoleh pengampunan dosa dari Allah, melalui sakramen Pengakuan dosa tersebut. Namun jika belum, itulah dosa yang belum diampuni, sebab belum diakui di hadapan Tuhan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Ketika kita mengakukan dosa kita, setelah itu dosa kita benar benar telah dihapuskan. Bagaimana kalau ketika kita mengakukannya, kita tidak benar benar bertobat, atau dengan kata lain pertobatan itu hanya di mulut saja? apakah dosa kita tetap telah dihapuskan?
Shalom Sparx,
Kalau kita mengatakan dalam Pengakuan Dosa bahwa kita menyesal dan berjanji dengan pertolongan Tuhan untuk tidak berbuat dosa, namun dalam hati kita sebenarnya kita tidak sungguh-sungguh menyesal, maka kita telah berbuat dosa baru yang justru malah semakin berat. Kalau ini yang terjadi, sebenarnya kita tidak mendapatkan pengampunan dosa, karena salah satu materi Pengakuan dosa adalah penyesalan. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
syalom katolisitas,,
apakah hanya dengan mengaku dosa dan menyesali dosa, lalu tidak mengulangi kembali perbuatan dosa, kita bisa atau dapat diampuni???
tidak perlu kah kita meminta maaf terlebih dahulu kepada siapa kita telah berbuat dosa?
misal saya berbohong kepada teman, tidak perlukah saya minta maaf terlebih dahulu? atau hanya dengan bertobat kita sudah diampuni??
terimakasih.
[Dari Katolisitas: Tentu sudah seharusnya kita meminta maaf kepada sesama yang kepadanya kita telah berbuat salah, jika memungkinkan -maksudnya orang yang kepadanya kita telah berbuat salah itu masih hidup dan masih bisa dihubungi. Namun persyaratan kita diampuni oleh Tuhan tidak hanya semata tergantung dari kesediaan orang itu untuk mengampuni kita. Seandainya orang itu tidak mengampuni kita sekalipun, Allah tetap mengampuni kita (Ia melepaskan kita dari ikatan dosa tersebutu), asalkan kita sudah sungguh bertobat dan mengakui dosa tersebut di hadapan-Nya dalam sakramen Pengakuan dosa. Juga, kalau misalnya sudah tidak memungkinkan untuk meminta maaf kepada orang tersebut, karena ia sudah meninggal atau sudah pindah entah kemana, maka ikatan dosa kita itu dapat dilepaskan oleh imam yang mendapat kuasa dari Kristus untuk mengampuni dosa umat-Nya.]
Adalah sebuah MAKNA yang sangat VISIONER ! Ketika Santo PETRUS yang dipilih / ditunjuk oleh Allah BAPA, lalu disampaikan oleh Allah PUTERA untuk menjadi BATU KARANG Jemaat didirikan dan diberikan KUNCI SURGA. Betapa tidak, Santo Petrus adalah Sosok Pendosa dan bahkan Penghianat Tuhan Yesus yang nyata dan berulang ulang. Adalah suatu CONTOH untuk Umat yang diharapkan untuk tetap Setia dan Bertobat dalam kehidupan Jemaat Tuhan sampai akhir zaman. Kenapa bukan Santo Yohanes atau Santo lain yang lebih taat dan setia untuk layak ditunjuk / dipilih BAPA lalu disampaikan PUTERA sebagai tempat Tuhan mendirikan Jemaat-Nya dan bahkan diberikan Kunci Surga sebagai peringatan kepada yang tidak mau taat kepada penunjukkan / pilihan Allah BAPA sendiri…?!?
Semoga KUASA PENGAMPUNAN DOSA sesama Manusia hendaknya dipergunakan untuk layak Dosa dapat diampuni. Yang terus menerus sebagai suatu ketaatan yang nyata.
Demi Nama BAPA, dan PUTERA, dan ROH KUDUS. Amin
Shalom Bernabas,
Silakan terlebih dahulu membaca artikel seri tentang Keutamaan Petrus di situs ini:
Keutamaan Petrus (1): Menurut Kitab Suci
Keutamaan Petrus (2): Bukti Sejarah tentang Keberadaan Petrus di Roma
Keutamaan Petrus (3): Tanggapan terhadap Mereka yang Menentang Keberadaan Petrus di Roma
Keutamaan Petrus (4): Menurut Dokumen Awal Gereja
Keutamaan Petrus (5): Dalam Gereja di Lima Abad Pertama
Adalah merupakan kebijaksanaan Tuhan Yesus, bahwa Ia telah menunjuk Rasul Petrus sebagai batu karang, yang atasnya Ia mendirikan Gereja-Nya. Allah yang mengetahui segala sesuatu, mengetahui setiap kelebihan dan kekurangan setiap murid-Nya, dan atas kehendak-Nya ia telah memilih Rasul Petrus sebagai pemimpin para rasul dan pemimpin Gereja-Nya setelah kenaikan-Nya ke Surga. Walaupun Rasul Petrus adalah orang yang tak luput dari kesalahan, namun keutamaannya jika dibandingkan dengan para Rasul lainnya juga sangat nyata, seperti pernah di artikel Keutamaan Petrus (bagian 1) menurut Kitab Suci.
Rasul Petrus memang pernah menyangkal Yesus, namun yang disangkalnya adalah bahwa ia mengenal Yesus (karena takut), namun ia tidak pernah menyangkal bahwa Yesus adalah Mesias, Putera Allah. Nampaknya, walaupun ia pernah menyangkal Yesus, namun Rasul Petrus bertobat, dan Kristus tetap mempercayakan kepadanya tugas untuk memimpin umat-Nya. Ini memberikan pengharapan kepada kita, yang juga kerap dapat jatuh dalam dosa -dan dengan demikian seperti Petrus kitapun menyangkal Yesus- agar kitapun meniru teladannya untuk bertobat, dan kembali menyatakan kasih kita kepada Kristus, sebagaimana dilakukan oleh Rasul Petrus (lih Yoh 21: 15-19). Walaupun kita lemah dan kerap jatuh dalam dosa, namun asalkan kita terus bertobat dan kembali kepada Tuhan, maka Ia berkenan mengampuni kita dan tetap mempercayakan juga tugas-tugas bagi kita sesuai dengan kehendak-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syaloom katolisitas.org,
Kalau boleh saya sharing dan mohon koreksi tentang pandangan saya ini !?
1. Sakramen Pengakuan Dosa adalah ANUGERAH KASIH yang sangat LUAR BIASA yang dijalankan dan dimaknai oleh Gereja Katolik. Betapa tidak, hal ini sesuai dengan Injil Yohanes 20 : 22 – 23
20:22 Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus.
20:23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.”
2. Mengakui DOSA adalah bukan perkara yang MUDAH bagi Manusia, walaupun itu hanya bercanda. Karena Pengakuan Dosa membutuhkan keberanian yang Luar Biasa dan Resiko yang berbahaya kepada orang yang bersangkutan Dosa tersebut, bila tidak dapat menahan diri pada sebuah Pengakuan Dosa.
3. Pengakuan Dosa adalah MUTLAK sebagai syarat untuk PENGAMPUNAN DOSA. Yang mana, hubungan ini sebagai ikatan satu sama lain. Dosa DAPAT DIAMPUNI jika terlebih dahulu MENGAMPUNI DOSA sesama manusia. Jadi Umat Katolik sangat siwajibkan untuk MENGAMPUNI DOSA sesama Manusia……JIKA…Dosanya mohon DIAMPUNI. Dengan kata lain, JANGAN HARAP Dosamu dapat DIAMPUNI oleh Tuhan Yesus, JIKA kamu tidak pernah mengampuni Dosa sesamu Manusia terlebih dahulu. Betapa EGOIS-nya Manusia yang mohon DIAMPUNI, sementara tidak mau / pernah MENGAMPUNI Dosa sesamanya Manusia. Sekaligus menjadikan Tuhan Yesus menjadi TEMPAT SAMPAH DOSA sesama manusia semata. Bukankah Manusia yang berbuat DOSA ? Kenapa Tuhan Yesus yang mesti mengurusi Dosa sesama Manusia yang dengan mudah dapat memberikan PENGAMPUNAN DOSA oleh karena Pemberian ANUGERAH KASIH Mengampuni Dosa sesama manusia oleh Tuhan Yesus secara LANGSUNG dan NYATA ?!?
4. Tuhan Yesus telah memberikan BERKAT KUASA Pengampunan Dosa melalui Allah Roh Kudus yang tidak dapat dipungkiri sebagian Umat Katolik tidak mengunakan Berkat Kuasa ini. Mungkin juga tidak memahami Berkat Kuasa Pengampunan Dosa ini. Apalagi yang tidak memahami ? Justru Cemburu dan Menghujat semata. Apalagi kalau menjadikan TUHAN sebagai TEMPAT SAMPAH DOSA atau percaya HANYA Tuhan yang dapat mengampuni DOSA. Maka SIA SIA lah Berkat Kuasa Pengampunan Dosa yang diberikan Tuhan melalui pemulihan hubungan Tuhan dengan Manusia melalui Pengorbanan Sahabat yang menyerahkan Nyawa-Nya demi sahabat-NYA oleh Tuhan Yesus kita.
5. Jadi dengan Berkat Kuasa Pengampunan Dosa sesama manusia dalam Injil Yohanes 20 : 22 -23 memberikan makna bahwa : Jangankan Romo / Pastor yang dapat KUASA MENGAMPUNI DOSA sesama Manusia, Umat AWAM saja sudah diberikan Kuasa Pengampunan Dosa sejak Tuhan Yesus mengutus Roh Kudus samapai Akhir Zaman. Bahkan menjadi Syarat yang HARUS dilakukan untuk mendapatkan Pengampunan Dosa dari Tuhan sendiri. Seperti dalam Doa Bapa Kami :
“…Ampunilah Dosa kami, seperti kamipun mengampuni Dosa sesama kami….”
Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.
Shalom Bernabas,
Dalam doa Bapa Kami di bagian “Ampunilah kesalahan kami, seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami”, seluruh umat Allah tidak diberikan kuasa untuk mengampuni dosa, namun diminta untuk dapat mengampuni kesalahan sesama. Kalau kita dapat mengampuni, maka masalahnya bukanlah pada diri orang lain, namun pada diri kita yang tidak dapat mengampuni. Namun, pada Yoh 20:21-23, maka kita melihat konteks yang berbeda, yaitu Kristus memberikan kuasa kepada para rasul – yang diteruskan oleh para uskup dibantu para imam – untuk mengampuni dosa orang lain, sehingga diampuni juga di Sorga; dan menyatakan dosa tetap ada, sehingga dosanya tetap ada.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
1. Apakah tidak percaya kepada Tuhan Yesus dan ajaranNya bisa disamakan / dikategorikan dengan menghujat Roh Kudus? Mohon diberi contoh hal – hal yang dikategorikan dengan menghujat Roh Kudus dalam kehidupan sehari – hari.
2. Bagaimanakah pandangan gereja Katolik terhadap kebaikan yang sudah ada pada Manusia sejak manusia itu sendiri diciptakan ? apakah hal tersebut masih dipertahankan sampai sekarang ?
3. Apakah yang dimaksud dengan ada kebenaran ditiap Agama – agama apapun agama tersebut ? apakah hal tersebut bisa mengantar / menuntun Agama selain Kristen kelak bisa masuk dalam kerajaan surga tanpa perantaraan Kristus ?
4. Bagaimanakah pandangan gereja Katolik dengan pandangan seperti ini; Aku tidak mengenal Yesus dan bagi saya Yesus bukan Tuhan, tapi aku mengenal perbuatan- perbutanNya dan aku mencontoh dan melakukan hal tersebut tapi Aku beragama lain (selain Kristen)) ?
Shalom Jery,
1. Tentang dosa menghujat Roh Kudus
Tentang dosa menghujat Roh Kudus, silakan klik di sini. Di sana telah disebutkan pengertiannya dan contoh-contohnya.
2. Tentang kebaikan pada diri manusia
Gereja Katolik mengajarkan bahwa meskipun manusia pertama sudah jatuh dalam dosa, namun manusia tidak menjadi rusak sama sekali sehingga tidak lagi ada kebaikan di dalam diri mereka. Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, maka meskipun dirusak oleh dosa, namun tetaplah itu tidak mengubah kenyataan bahwa manusia diciptakan Allah baik adanya. Oleh karena itu martabat manusia tetap harus dijunjung tinggi. Katekismus mengajarkan:
KGK 405 Walaupun “berada pada setiap orang secara pribadi” (Bdk. Konsili Trente: DS 1513), namun dosa asal tidak mempunyai sifat kesalahan pribadi pada keturunan Adam. Manusia kehilangan kekudusan asli, namun kodrat manusiawi tidak rusak sama sekali, tetapi hanya dilukai dalam kekuatan alaminya. Ia takluk kepada kelemahan pikiran, kesengsaraan dan kekuasaan maut dan condong kepada dosa; kecondongan kepada yang jahat ini dinamakan “concupiscentia”. Karena Pembaptisan memberikan kehidupan rahmat Kristus, ia menghapus dosa asal dan mengarahkan manusia kepada Allah lagi, tetapi akibat-akibat untuk kodrat, yang sudah diperlemah tinggal dalam manusia dan mengharuskan dia untuk berjuang secara rohani.
3. Tentang adanya kebenaran di tiap-tiap agama
Yang dimaksud dengan adanya sinar kebenaran yang ada juga dalam agama- agama lain itu adalah adanya hal-hal yang baik yang diajarkan oleh agama-agama tersebut yang mengatur cara-cara bertindak dan cara hidup (lih. Konsili Vatikan II, Nostra Aetate 2). Dan Gereja menganggap segala hal yang baik dan benar tersebut sebagai persiapan Injil (lih. Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 16) yaitu persiapan bagi mereka untuk dapat menerima kepenuhan kebenaran yang diajarkan oleh Kristus.
Apakah kebenaran yang mereka ketahui itu dapat menghantar kepada keselamatan? Jawabnya tergantung kepada apakah ketidaktahuan mereka akan kebenaran Kristus itu disebabkan karena kesalahan mereka sendiri atau tidak. Konsili Vatikan II mengajarakan, “mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal. Penyelenggaraan ilahi juga tidak menolak memberi bantuan yang diperlukan untuk keselamatan kepada mereka, yang tanpa bersalah belum sampai kepada pengetahuan yang jelas tentang Allah, namun berkat rahmat ilahi berusaha menempuh hidup yang benar…. (Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 16). Namun jika sampai orang tersebut diselamatkan, semua hanya terjadi karena Kristus, satu-satunya Jalan, Kebenaran dan Hidup (Yoh 14:6).
Selanjutnya mengenai ajaran tentang keselamatan, silakan klik di sini.
4. Mengenal dan mencontoh perbuatan Yesus tapi tidak percaya kepada-Nya
Pandangan ini belum secara penuh sesuai dengan Sabda Tuhan tentang keselamatan/ kehidupan kekal (lih. Yoh 3:16,18,36; Yoh 6:40; 1 Yoh 2:23, 1 Yoh 5:10, 13), dan belum menandakan bahwa orang tersebut sungguh mengenal Allah. Sebab demikianlah yang dikatakan dalam Kitab Suci:
“Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya.” (1 Yoh 2:3)
“Dan inilah perintah-Nya itu: supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita.” (1 Yoh 3:23)
“Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran.” (1 Yoh 2:4)
“Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian itu di dalam dirinya; barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang diberikan Allah tentang Anak-Nya. Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup.” (1 Yoh 5:10-12)
Namun kemudian, yang menjadi pertanyaan adalah, apakah orang itu tidak sungguh mengenal Kristus karena kesalahannya sendiri, atau tidak? Sebab jika bukan karena kesalahannya sendiri, maka yang berlaku adalah seperti yang disebutkan dalam Lumen Gentium 16 (lihat point 3). Sedangkan jika ia sudah sungguh-sungguh mengetahui tentang Kristus dan ajaran-Nya namun sengaja, dengan kesadaran penuh menolak-Nya, maka yang berlaku adalah seperti yang disebut dalam Yoh 3:18, “Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.”
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom om Stef,tante Inggrid,romo Santo,& seluruh Tim Katolisitas.
Saya seorang Katolik dan saya sudah berusha mengimani serta mengikuti semua ajaran Katolik sebaik mungkin.tapi ada satu hal yang masih suka menghalangi yaitu rasa penasaran saya (yang suka tiba2 muncul) dengan Masturbasi dan Pornografi.
sebenarnya saya sudah berusaha meniatkan untuk tidak lagi penasaran dengan hal tersebut sejak pengakuan saya yang terkahir kemarin yaitu hari jum’at.sayangnya,apa mungkin karena beban tugas kuliah yang yang sementara saya pikul atau mungkin karena kesengajaan saya sendiri yang mungkin mau mencobai Rahmat Tuhan(walaupun sebenarnya saya tidak mau melakukan itu)
,tepat kemarin sore saya jatuh lagi bahkan sampai 2 kali.
Dan malamnya saya langsung berdoa Rosario untuk memohon agar masih bisa diberikan kesempatan oleh TUHAN untuk menerima sakramen Pengakuan pagi ini.tetapi,ternyata TUHAN berkehendak lain.pada saat saya mau ketemu romonya(romo yang berada d paroki saya),beliau malah kayak menolak sehingga tadi saya cuma bisa berdoa di dalam Gereja dihadapan salib Tuhan dalam keadaan seperti orang terbuang karena seakan2 dicampakkan atau mungkin TUHAN udah gak sayang saya lagi?
(mohon diperhatikan:saya tidak bermaksud mengutuk TUHAN)
dan sekarang saya bingung mau bagaimana lagi?
bahkan fikiran untuk tidak lagi mempercayai Iman Katolik menyerang saya ketika romo yang saya semula harapkan untuk bisa memberikan Sakramen Pengampunan tersebut menolak.
saya juga sempat mendoakan Doa 15 Penderitaan Rahasia TUHAN YESUS KRISTUS yang disebarkan sebelumnya oleh Santa Brigitta dari Swedia (bahkan sampai setiap hari)karena terdapat salah satu Janji TUHAN dimana,
“18.Setiap kali kau mengucapkan doa ini,engkau akan mendapatkan pengampunan 100 hari”
Tapi,saya pun masih bingung dengan hal tersebut.
Mohon petunjuknya om Stef,tante Inggrid,romo Santo dan segenap tim Katolisitas lainnya.
Terima Kasih….
Shalom Orang Berd*sa,
Pertama-tama, marilah kita sadari bahwa jika kita jatuh ke dalam dosa, namun segera menyesalinya, itu adalah karena Roh Kudus yang menyadarkan kita. Untuk itu kita perlu bersyukur, karena Tuhan memampukan hati nurani kita untuk menanggapi rahmat-Nya dengan pertobatan. Nampaknya inilah yang terjadi pada Anda, sehingga Anda berkehendak untuk segera mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa, setelah Anda jatuh ke dalam dosa tersebut. Bahwa kenyataannya niat Anda belum sampai terlaksana, anggaplah itu sebagai kesempatan untuk membuktikan keteguhan niat Anda untuk bertobat, dan keesokan harinya kembali meminta kesediaan Romo untuk memberikan sakramen Pengakuan Dosa. Janganlah berpikiran terlalu negatif, sebab dapat terjadi, Romo terburu-buru setelah Misa pagi karena ada acara lain atau tugas lain. Sudahkah Anda menyatakan keinginan Anda untuk mengaku dosa, atau kesan Romo menolak adalah kesan Anda pribadi sebelum bertanya? Sebab umumnya Romo tidak akan menolak jika ada umat yang mau mengaku dosa, kecuali jika ia memiliki suatu kegiatan/ kepentingan lain yang mendesak.
Jika demikian, silakan Anda melihat jadwal Pengakuan Dosa di paroki Anda, atau menanyakan ke sekretariat, untuk mengatur waktu untuk bertemu dengan Romo untuk sakramen Pengakuan dosa. Anggaplah ini sebagai bagian dari proses pertobatan Anda. Janganlah berpikir bahwa Tuhan menolak atau mencampakkan Anda, sebab Tuhan tidak pernah menolak orang yang sungguh bertobat. Tuhan sendiri menjanjikan akan memberi kelegaan kepada orang yang berbeban berat (lih Mat 11: 28). Tidak ada dosa yang terlalu besar yang tak dapat diampuni oleh Tuhan, asalkan diakui dengan penuh penyesalan. Kasih Tuhan melampaui segala kelemahan dan dosa-dosa kita, janganlah kita meragukan hal ini.
Sedangkan tentang doa St. Brigita, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam sdr. Berd*sa,
Jumat tgl.26 Anda mengaku dosa karena godaan seksual, tgl.29 Anda jatuh ke dosa yg sama. Hari Senin tgl.30 Anda ingin mengaku dosa lagi karena dosa yg sama. Mungkin sebelum tgl.26 Anda sudah mengaku dosa beberapa kali kepada Romo untuk dosa seksual yg sama tsb. Bila demikian, mungkin saja Romo “agak” menghindar sewaktu Anda bertemu tgl.30.
Marilah kita melihat secara positif sikap Romo tsb. Misalnya, pada tgl.30 Anda dapat mengaku dosa, apakah Anda dapat yakin selama 5-hari kedepan tidak jatuh lagi ke godaan seksual yg sama? Mungkin, Romo tsb mengajak Anda menyadari bahwa: Setelah mengaku dosa tidak berarti Anda akan kebal terhadap dosa.
Dalam hidup rohani, marilah kita memusatkan perhatian pada perkembangan relasi pribadi kita dengan Yesus, Tuhan kita. Apakah dari hari ke hari kita semakin mempunyai relasi kasih yg mendalam dengan Tuhan…dan menyadari kehadiran-Nya dalam peristiwa2 hidup kita yg sederhana? Sakramen-sakramen dalam Gereja adalah bantuan Ilahi bagi kita agar kita tumbuh dalam relasi ini.
Perjalanan rohani ibarat Anda mendaki gunung. Bila ada kerikil atau lumpur masuk sepatu Anda, Anda tetaplah berjalan menuju puncak gunung. Tetapi bila kerikil atau lumpur itu sudah benar-benar mengganggu, Anda dapat berhenti sebentar membersihkan sepatu Anda… dan segeralah berjalan kembali! Tetapi, bila setiap ada kerikil atau kotoran masuk sepatu, dan setiap kali itu pula Anda berhenti berjalan dan membersihkan sepatu… Anda tidak akan sampai ke puncak gunung. Energi Anda telanjur habis, dan Anda akan pulang kerumah bukan sebagai penakluk puncak gunung tetapi sebagai tukang bersih sepatu.
Seorang biarawan yg sudah berpuluh tahun memberi nasehat: dalam perjalanan rohani ada TIGA hal penting, yaitu: kesetiaan, kesabaran, keberanian.
Kesetiaan: untuk mengembangkan hidup rohani, kita harus disiplin membuat kebiasaan baik: doa harian rutin pagi-sore-malam, pantang dan puasa di hari tertentu, dll. semuanya dilakukan secara disiplin. “Kebiasaan baik”/ virtue akan menghilangkan “kebiasaan buruk” dgn sendirinya.
Kesabaran: kita harus menerima kenyataan bahwa kita ini rapuh. karena itu kita butuh pertolongan Tuhan. Tidak marah pada diri sendiri, tetapi berserah pada Tuhan. Tuhan dapat menunjukkan kemuliaan-Nya dalam kelemahan kita.
Sekian dulu. Selamat menempuh jalan rohani Anda.
Semoga Tuhan memberkati kita.
Terima Kasih Solusinya,Puji Tuhan beberapa hari yang lalu saya sudah mendapat absolusi. Maksud saya, Absolusi ( Sakramen Pengakuan Dosa )
Tolong Doakan Perjuangan saya supaya jangan saya jatuh lagi.
GOD Bless u all… ^_^
[Dari Katolisitas: Kami turut mendoakan, agar rahmat Allah yang Anda terima dalam sakramen Pengakuan Dosa itu memampukan Anda untuk seterusnya menolak bujukan dosa tersebut.]
Tahap 6: Bapa Gereja menghubungkan bahwa tiga kali Yesus membangkitkan orang mati melambangkan Yesus membangkitkan manusia dari dosa di dalam hati, dosa yang dinyatakan dalam perbuatan, dan dosa yang sudah menjadi kebiasaan.
Yesus membangkitkan anak perempuan Yairus (Luk 8:49-56) di dalam rumahnya yang melambangkan kebangkitan dari dosa yang masih di dalam hati.
Sedangkan kebangkitan anak janda di pintu gerbang (Luk 7:11-16) melambangkan kebangkitan dari dosa yang telah dinyatakan dalam perbuatan.
Akhirnya, kebangkitan Lazarus yang telah dikubur (Yoh 11:3-43), melambangkan kebangkitan dari dosa yang sudah menjadi kebiasaan. Untuk membangkitkan Lazarus, Yesus menangis, menyuruh seseorang membuka batu kubur, berseru dengan suara keras, meminta orang untuk membuka kain penutup, dan membiarkan dia pergi. Ini menunjukkan bahwa begitu sulit untuk menghancurkan dan memutuskan ikatan dosa yang sudah menjadi kebiasaan.
Shalom team katolisitas, saya masih belum paham dengan ilustrasi diatas. Apakah maksudnya : anak Yairus mati karena dosa didalam hati, kemudian anak janda dari kota Nain mati karena dosa yang telah menjadi kebiasaan, dan kematian lazarus karena lazarus memiliki kebiasaan jahat yang mendatangkan maut kepadanya ?
Mohon penjelasannya.
Trims sebelumnya.
Shalom Frans,
Salah satu metode membaca Kitab Suci adalah dengan melihat arti secara spiritual. Kalau kita hubungkan bahwa dosa dapat membawa kematian, maka peristiwa tiga kali Kristus membangkitkan orang mati berbicara juga tentang bagaimana Kristus membantu kita untuk bangkit dari dosa. Kebangkitan yang pertama, terjadi masih di rumah, yang dilambangkan dengan rumah hati kita, sehingga mudah untuk dibangkitkan. Sama seperti dosa yang masih di dalam hati lebih mudah untuk diatasi. Namun kalau sudah sampai menjadi perbuatan (kebangkitan yang kedua – dilambangkan di pintu gerbang) dan telah menjadi kebiasaan (kebangkitan yang kedua – dilambangkan telah berhari-hari mati), maka akan lebih sulit untuk mengatasinya. Dibutuhkan rahmat Allah untuk mengatasi dosa-dosa ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef- katolisitas.org
Shalom Katolisitas.org
Saya bersyukur boleh membaca artikel ini dan sangat berguna sekali bagi kehidupan rohani kita semua, yang saya ingin tanyakan adalah kata ini:
“Dosa berat yang kita lakukan setelah Pembaptisan hanya dapat diampuni dengan menerima Sakramen Tobat (KGK, 1423) atau Sakramen Pengakuan Dosa (KGK, 1424), atau Sakramen Pengampunan Dosa (KGK, 1424).”
dan juga kutipan tentang (habit of sin) atau kebiasaan berbuat dosa, terutama yang saya baca di artikel “Berfantasi sex apakah dosa?” yang dikatakan bahwa dosa dapat dikalahkan dengan kebajikan.
Pertanyaan saya, 1)Apakah seorang yang berdosa berat akan terampuni diluar pengakuan dosa dengan kebajikan yang dia lakukan, contoh dia dalam kecenderungan dosa masturbasi (habit of sin) ,tetapi dia berhasil kita sebut saja dia sudah lepas dan tidak pernah jatuh lagi dalam dosa itu dengan cara-cara kebaikan yang dia lakukan lalu apakah dia terampuni?
terimakasih Katolisistas, Tuhan memberkati
[Dari Katolisitas: Cara yang ketahui Gereja tentang penerimaan rahmat pengampunan Allah sebagaimana dikehendaki oleh Kristus adalah melalui sakramen Pengakuan dosa, berdasarkan Sabda Kristus sendiri di Yoh 20:21-23. Maka Gereja Katolik meneruskan ajaran ini. Jika Anda Katolik, silakan Anda mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan dosa. Cara yang lain, walaupun sepertinya dapat saja dilakukan, namun tidak memberikan jaminan pengampunan dosa, sebagaimana yang dijanjikan oleh Kristus. Sakramen Pengakuan dosa yang mensyaratkan kerendahan hati dan ketaatan (sehingga kita mau menyatakan dosa kita di hadapan Tuhan melalui imam-Nya), adalah cara yang dikehendaki oleh Kristus bagi kita untuk mencabut akar dosa yaitu kesombongan dan ketidaktaatan akan kehendak Tuhan.]
Saya hampir 6 tahun hidup di Seminari menengah dan tinggi, hingga akhirnya saya putuskan untuk mengundurkan diri. Semenjak itulah saya tidak pernah mengaku dosa lagi, saya menganggap bahwa Tuhan yg akan memaafkan saya secara langsung tanpa pengakuan dosa, tp apa yg terjadi, saya semakin semena-mena dlm hidup, toh saya tdk perlu lg mengaku dosa dan Tuhan pasti memaafkan saya. Ketika kita mulai berpikir demikian, kita akan terus-terus terjatuh dlm dosa, menyepelekan atau menggampangkan terhadap dosa itu sendiri. Karena saat kita hanya meminta maaf pada Tuhan, dan tidak mendapatkan penitensi, saya rasa kita gampang sekali untuk kembali jatuh dlm dosa tersebut, rasa penyesalan menjadi kurang, setidaknya demikian yg saya rasakan, padahal sakramen tobat dlm gereja Katolik itu sungguh luar biasa, krn setiap pastor mendapatkan otoritasnya dari Tuhan sendiri utk mengampuni dosa kita. Jamgan pernah menyepelekan Sakramen Tobat.
[Dari Katolisitas: Terima kasih atas sharing Anda ini, semoga menguatkan pemahaman dan penghayatan kita akan sakramen Pengakuan Dosa]
Shalom Om Stef n Tante Inggrid dalam Tuhan Kita Yesus Kristus…
Sebagai orang berdosa,saya hanya mau tahu kira-kira berapa kali waktu yang dibutuhkan untuk kita sebagai manusia-manusia berdosa untuk melakukan Sakramen Pengakuan Dosa?
Itu Saja,
Terima Kasih n Tuhan Yesus Memberkati..
Shalom Richard,
Secara teknis, seharusnya setiap kali, sesudah kita jatuh dalam dosa berat, kita perlu segera mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan dosa. Pengakuan akan dosa berat ini penting, sebab sesungguhnya jika kita belum mengakuinya, kita tidak dapat menerima Komuni kudus. Nah tentang apa itu dosa berat, sudah dijelaskan di artikel di atas, yaitu 1) obyek moralnya berat (artinya memang akibatnya berat/ buruk bagi diri sendiri maupun orang lain), 2) kita sudah tahu bahwa perbuatan itu dosa, 3) namun tetap kita lakukan juga, dengan kehendak bebas kita. Misalnya sudah tahu bahwa menyontek itu dosa, dan akibatnya buruk terhadap diri sendiri dan orang lain, namun tetap dilakukan juga.
Nah, memang tidak ada patokan tertulis, seberapa sering kita perlu mengaku dosa. Ada orang yang mengaku dosa seminggu sekali atau dua minggu sekali, tentu itu baik. Beberapa penulis rohani Katolik menyarankan sebulan sekali kita mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa, namun dapat lebih sering, jika ingin mengalahkan kecenderungan dosa tertentu. Maka Pengakuan Dosa, jika dilakukan dengan baik, akan membantu kita untuk bertumbuh secara rohani. Pengakuan Dosa di sini tidak dilihat sebagai beban dan kewajiban, tetapi sebagai suatu kebutuhan, agar kita dapat bertumbuh untuk menjadi semakin menyerupai Kristus. Mother Teresa dan Paus Yohanes Paulus II mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa seminggu sekali. Jika mereka yang hidupnya sudah sedemikian baik saja mau merendahkan hati untuk mengakui dosa dan kekurangan mereka di hadapan Tuhan, maka selayaknya kitapun bersikap yang sama. Dengan demikian sakramen Pengakuan dosa bukan menjadi sekedar rutinitas menjelang Natal dan Paskah, tetapi menjadi bagian dari kehidupan rohani kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Admin,
Berikut kutipan dr artikel di atas,
Sebagai akibat dari dosa Adam (Kej 3:1-6), manusia kehilangan (1) rahmat kekudusan, dan (2) empat berkat “preternatural“, yang terdiri dari a) keabadian atau “immortality“, b) tidak adanya penderitaan, c) pengetahuan akan Tuhan atau “infused knowledge“, dan d) berkat keutuhan (integrity), yaitu harmoni dan tunduknya nafsu dan emosi kedagingan (sense appetite) kepada akal budi (reason).
Pertanyaan saya, klau mamusia pertama punya
–berkat keutuhan (integrity), yaitu harmoni dan tunduknya nafsu dan emosi kedagingan (sense appetite) kepada akal budi (reason)–
mengapa Hawa masih bisa tergoda dan tunduk pada hawa nafsu/bujukan setan (ular)??
Kan logikanya klau Hawa punya berkat keutuhan (integrity), yaitu harmoni dan tunduknya nafsu dan emosi kedagingan (sense appetite) kepada akal budi (reason) maka Hawa tidak akan/tidak pernah/dan pasti tidak tunduk pada hawa nafsunya (malah sebaliknya hawa nafsunya yg tuduk pd akal budinya) dan tergoda oleh kelicikan setan sbb Hawa punya BERKAT KEUTUHAN dr Tuhan lantas bagaimana mungkin Hawa bisa jatuh ke dlm dosa walaupn sudah punya “berkat keutuhan”.
Mohon pencerahan.
Salam kasih.
Salu
Shalom Salu,
Walaupun manusia pertama mempunyai berkat keutuhan (gift of integrity), namun memang memungkinkan bahwa manusia pertama jatuh ke dalam dosa. Berkat keutuhan berhubungan dengan bagaimana akal budi manusia dapat menguasai secara penuh kedagingan. Namun, dosa manusia pertama bukanlah dosa kedagingan, namun bersifat spiritual – yaitu kesombongan. Kesombongan inilah yang membawa manusia pada kehancuran. Kesombongan ini juga yang menjadi sebab kejatuhan malaikat yang jahat.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Syalome
.
hawa adalah manusia ciptaan tuhan allah yang kekal, yg di buatkalah olehnya (allah) dr tanah liat,dan dengan kuasanyalah jadilah hawa. Dan pada dasarya kenapa hawa begitu tertipudaya oleh setan, karna setan merasa iri kpada tuhan allah atas penciptaanya setan yg dr api sedangkan hawa dr tanah, itu sebabnya hawa di bujukrayu setan dg iming2 kesenangan sesa’at pada hawa yang akhirnya hawa bisa berdosa. Dan pada saat itulah setan berjanji untuk terus mnjerumuskan kaum adam hawa dg iming2 kesenangan duniawi sesaat yg pada akhirya mmbawa kaum hawa pada jurang kenistaan dan berdosa. Mereka (setan) ada dimananana,tangan,telinga,mulut,hidung,mata,bahkan d otak kita yg selalu bepikir kotor dan penuh nafsu birahi,adalah termasuk bujuk rayu setan yang nista,
…satu hal pertanyaan saya tentang tema pengakuan dosa d atas.. “apakah kunci sorga?”
Terimakash. Halemlumpiyah (74/c01<)
Shalom Horey,
Kitab Suci tidak mengajarkan bahwa Allah menciptakan setan dari api. Setan adalah malaikat yang jatuh dalam dosa. Para malaikat itu adalah mahluk rohani yang murni, sehingga tidak terdiri dari suatu materi apapun, termasuk dari api.
Silakan membaca di sini tentang kejatuhan malaikat, silakan klik.
Allah menciptakan manusia terdiri dari tubuh dan jiwa, yang pada mulanya baik dan kudus adanya. Bahwa kemudian manusia pertama jatuh dalam dosa, itu adalah kesalahan manusia sendiri. Karena dosa asal inilah, selanjutnya kita manusia yang adalah keturunan Adam dan Hawa, mempunyai kecenderungan berbuat dosa, walaupun kita sudah dibaptis. Namun demikian, dengan bantuan rahmat Allah, yang secara khusus diterima melalui sakramen-sakramen Gereja, terutama Baptis, Ekaristi dan Pengakuan Dosa, kita dapat menolak dosa, dan hidup menjaga kekudusan, baik tubuh maupun jiwa. Maka tidak dapat dikatakan bahwa semua anggota tubuh kita pasti identik dengan dosa. Ada banyak contoh dari kehidupan para orang kudus (Santo dan Santa) dan terutama contoh dari Kristus sendiri dan juga dari Bunda Maria, yang hidup dalam kekudusan, baik tubuh maupun jiwa. Mereka sungguh menghayati dan menghidupi bahwa tubuh mereka adalah bait Allah yang hidup (lih.1 Kor 3:16, 6:19) yang mereka persembahkan kepada Tuhan sesuai dengan rencana-Nya.
Selanjutnya tentang apakah itu kunci Kerajaan Surga, sudah pernah diulas di artikel ini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
maaf merepotkan dengan pertanyaan saya tapi saya begitu tertararik dengan misteri tuhan dan sangat ingin mengetahuinya.
saya ingin bertanya apakah dosa itu semua sama ataukah ada yang namanya dosa kecil dan dosa besar. contohnya saya mencuri pensil dan saya membunuh orang, apakah di mata tuhan itu sama dan dianggap dosa atau ada keringanan mengenai dosa kecil untuk mencuri dan dosa besar untuk membunuh
[dari katolisitas: Ya, memang ada dosa berat dan dosa ringan. Silakan melihat penjelasan di atas – silakan klik]
Syalom katolisitas.
saya masih belum paham tentang dosa besar dan kecil. Saya coba memahaminya dari artikel diatas bahwa dosa besar dapat merebut persekutuan dengan Allah.
ada beberapa teman yang memegang prinsip bahwa dosa besar dan kecil itu sama saja.
Saya mencoba melihat dari kronologisnya bahwa membiarkan dosa kecil terjadi akan mengakibatkan dosa besar terjadi.
Mohon penjelasanya dari iman katolik, semoga tidak merepotkan.
Terimakasih.
[dari katolisitas: Tentang dosa berat dan dosa ringan, silakan melihat ini – silakan klik, dan perkembangan dosa lihat ini – silakan klik.]
Dear katolisitas,
Anda menulis ini: “Jadi ajaran Gereja Katolik yang mengatakan bahwa dosa dibagi menjadi dua: dosa berat dan dosa ringan, dan juga bahwa dosa berat hanya dapat dilepaskan melalui Sakramen Pengakuan Dosa adalah sangat tidak mendasar.”
Menurut saya ada salah pengetikan yang mendasar di sana.
Melihat penjelasan / paragraf sesudahnya, pernyataan anda di atas (yang saya copas) sangat bertentangan dengan paragraf selanjutnya yang intinya Gereja meyakini ada dosa besar dan dosa kecil.
Seharusnya anda tidak mengetik kata ‘tidak’ pada frase ‘tidak mendasar’.
Tanpa kata ‘tidak’, kalimat utuhnya menjadi: “Jadi ajaran Gereja Katolik yang mengatakan bahwa dosa dibagi menjadi dua: dosa berat dan dosa ringan, dan juga bahwa dosa berat hanya dapat dilepaskan melalui Sakramen Pengakuan Dosa adalah sangat mendasar.”
semoga koreksi saya ini tepat dan dapat diterima dan lalu dibetulkan agar tidak ada kontradiksi dalam penjelasan anda sendiri.
[dari katolisitas: kata “tidak mendasar”, adalah argumentasi yang diberikan oleh pihak non-Katolik.]
halo kak,
aku mau tanya nih.
aku hobi maen game baik di PlayStation atau di Computer.
meski banyak maen game, aku jarang melalaikan tugas dan kewajibanku. menurut aku sih daripada berbuat hal2 negatif lebih baek maen game aja. lebih fun. gitu kak.
apa dosa kalo aku banyak bermaen game? kalo iya, dosa berat atau ringan?
Shalom Andre,
Memang main game di komputer itu mengasyikkan, sehingga dapat terjadi orang yang sering main game dapat kecanduan game. Walaupun dengan main game, seseorang tidak melalaikan tugasnya sebagai pelajar, namun di satu sisi main game yang terlalu banyak dapat menjadi dosa ringan. Hal ini berkaitan dengan pengendalian diri serta kesalahan untuk membuang waktu dengan percuma, yang sebenarnya dapat dimanfaatkan secara lebih berguna, seperti: olahraga, bermain musik, membaca buku yang memberikan pendidikan yang baik – termasuk buku ilmu pengetahuan dan Kitab Suci -, terjun dalam organisasi baik di masyarakat maupun di gereja. Jadi, saya ingin menyarankan agar anda dapat melakukan banyak hal yang lebih berguna daripada main game. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,stef – katolisitas.org
Shalom Andre…^^
saya mau berbagi pengalaman nih..
“Game sebagai hobi”
Dulu saya juga sama seperti Andre, menjadikan main Game sebagai hobi dan banyak main game(sampai2 hafal semua cheat dan triknya, dari PS sampai yang On-Line), dari yang awalnya hanya main game sebentar dan lama kelamaan malah menjadi semakin tak tergantikan posisinya. Lupa makan, minum, orang sekitar, dan yang paling parahnya lagi sampai lupa kalau Tuhan itu Ada, waah..
“Kecanduan game”
Hal ini terjadi secara terus menerus selama 2 tahun.. mulai dari saya kelas 2 SMP sampai dengan kelas 1 SMK, yang membuatnya lebih menyenangkan lagi karena saya selalu dibayarin (ada saja teman yang mau menjadi donatur ketika ingin main game). Dengan demikian ini akan mempercepat proses kecanduan saya terhadap game. Dan benar saja, hampir setiap hari saya pulang larut malam(kurang lebih jam 8, padahal pulang sekolah pada waktu itu sekitar jam 2). Dan hal itu terjadi secara terus menerus. dan selain saya menguasai Cheat dan trik dalam bermain game, saya juga menguasai psikologi yg secara otomatis, (seperti karunia, tp saya rasa itu bukan karunia) saya jadi mengetahui bagaimana ciri2 tertentu / penampilan orang yang suka main game, bagaimana kehidupannya, dan bahkan saya pernah sampai menembus kedalam hatinya untuk melihat bagaimana isinya.
Weleeh…. rasanya seperti tidak ada tempat untuk kegiatan lain, semua full oleh permainan – permainan yang tidak berbuah baik seperti yang Tuhan kehendaki.
“Perubahan itu akhirnya datang”
Dan oleh karena itu saya menjadi sadar.. saat itu saya seperti tersentak dan menjadi hening sejenak, lalu melihat seisi / sekeliling WarGame(Warung game), disana saya merasa amat sedih, melihat sekumpulan orang egois, dimana perhatian.. hati.. dan perasaan ditujukan hanya pada dunia yang tidak real (rasa egois ini didapat karena hanya terfokus pada dunia game yang ada didepannya dan tanpa menghiraukan orang lain dan imbasnya akan terrealisasi di kehidupan nyata), dan saya rasa hati kecil saya mengatakan “ini bukan tempatmu”, lewat peristiwa kecil itu kehidupan saya diubahkan 180 derajat, saya mencoba memperbaiki hidup saya, saya mengumpamakan seperti halnya orang yang lumpuh mencoba untuk berjalan, nampaknya hal ini terdengar mustahil, karena Game sudah mengakar sampai kehati.. namun seperti halnya orang lumpuh yang percaya kepada Yesus dan akhirnya menjadi tahir, dan saya pun mencoba demikian..
dan nampaknya butuh waktu yang tidak singkat bagi saya untuk dapat berubah, lewat perjalanan hidup saya mencoba untuk rendah hati, awalnya Bagi saya tanpa main game ini seperti hidup di padang pasir. But I’ll try..
“Ia senantiasa ADA untuk kita”
Masa – masa perubahan dimulai..
pertama saya harus PERCAYA , Mengijinkan Tuhan supaya dapat berkarya dalam kehidupan kita, lalu mengaku dosa karena sudah menghilangkan Tuhan dari pikiran dan Hati, dan membuat segalanya hanya menurut kepada peraturan hati saya(kebenaran hati yang salah, oleh karena hanya mementingkan penghiburan diri dengan skala yang banyak),
dan saya menjadi seperti dipulihkan kembali, rasanya seperti membuang beban berat yang digendong.. kelegaan itu muncul.. apalagi setelah mengetahui firman pada Injil Matius Bab 28 ayat 20 yang berbunyi “dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
“Perasaan itu muncul lagi”
Akhirnya selang satu minggu semenjak saya sadar, godaan untuk bermain game itu datang lagi, dan saya mencoba melawan ini dengan berdialog dengan diri sendiri, “Hei.. ini keinginan daging, jangan dituruti.. ” dan pencobaan itu semakin kuat dengan adanya donatur.. walaah.. lalu terbersit dalam pikiran saya “wah kesempatan ngga’ dateng 2 kali niih”.. saya mencoba untuk melawan keinginan ini dalam hati, “Heii.. jangan macam2” kata saya untuk menghardik keinginan ini.. dan akhirnya saya mampu menolak dari tawaran teman saya itu dengan baik..
(“Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, dan setelah tumbuh berbuah seratus kali lipat.” Lukas 8 : 8 )
“Kuncinya tidak berkompromi dengan hal semacam itu”
Saya teringat pesan Tuhan Yesus tentang Pohon baik yang menghasilkan Buah yang baik.
“Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik” (Matius 7:17)
Dengan tidak berkompromi dengan hal – hal semacam itu sebenarnya kita sudah menutup rapat2 pintu menuju kedagingan..
Hendaknya kalau bermain game secukupnya saja, hendaknya ada batasan2, dan sebenarnya banyak orang yang salah konsep.. konsep yang salah itu dengan bermain game dalam waktu luang.
Seyogyanya waktu luang yang diberikan oleh Tuhan itu kita gunakan untuk mengasah talenta yang Tuhan berikan.. sama seperti yang Bapak Stef sarankan yakni “olahraga, bermain musik, membaca buku yang memberikan pendidikan yang baik – termasuk buku ilmu pengetahuan dan Kitab Suci -, terjun dalam organisasi baik di masyarakat maupun di gereja” selain itu juga kita dapat membantu mendampingi anak2 sekolah minggu, membaca kisah hidup santo santa, misal kisah hidup santo Yohanes Maria vianey, lalu membaca mengenai Kesaksian Catalina mengenai Misa kudus, Bunda Maria dari Garabandal.. itu lebih baik, dan
itu semua dapat mengasah dan semakin membuat kita semakin berbuah banyak..
tanggapan mengenai tulisan Andre “aku jarang melalaikan tugas dan kewajibanku. menurut aku sih daripada berbuat hal2 negatif lebih baek maen game aja. lebih fun.”
lebih baik lagi kalau “aku jarang melalaikan tugas dan kewajibanku. menurut aku sih daripada berbuat hal2 negatif lebih baek melatih diri supaya menjadi semakin berkenan dihadapanNya . lebih fun” ^^
coba bayangkan kalau banyak waktu luang kita hanya untuk bermain game? waduuh.. bisa2 ketika Tuhan datang dalam kemuliaannya kita masih sibuk dengan hal2 yang bersifat duniawi itu..
jangan sampai deeh..
berikut adalah contoh2 konsekuensi yang dihasilkan Jika bermain game secara berlebihan :
-Sifat Egois (Karena hanya terfokus pada dunianya sendiri)
-Menuju pada gerbang keMurtad’an (karena didalam game sendiri ada unsur2 jahat yang terkandung didalamnya, seperti pengenalan jenis2 Iblis, Iblis yang melawan kehendak Tuhan, saling membunuh, saling mencaci maki, dll. lalu untuk setting dan tema game sendiri disesuaikan supaya manusia jatuh dalam kesenangan dan akhirnya lupa akan semuanya.
-Akan terjadi pembalikan disposisi hati.. yang benar akan menjadi salah dan sebaliknya..
Contoh yang lebih ekstrim :
Seorang pemuda tewas gantung diri karena MAUnya hancur, (MAU adalah robot dalam game yang dalam proses meng-upgrade dibutuhkan uang(asli) yang tidak sedikit) pemuda ini sampai dgn tingkat Red MAU, dan kurang lebih ia berhutang kepada temannya hampir 10 jt rupiah demi upgradenya ini, dan karena ini ia mendapatkan buahnya..
Seorang anak sekitar 4tahun menembak ayahnya tepat dikepala karena ayahnya menolak untuk membelikan Playstation, ini terjadi baru2 ini di Saudi Arabia.. (hal ini juga terjadi karena tidak ada penanaman dan tuntunan katekese yang benar kepada anak)
dan masih banyak lagi yang lainnya.. wuiih..
berikut sharing dari saya, semoga bisa membantu..
Berkah dalem..
[Dari Katolisitas: Terima kasih atas sharing pengalaman Anda]
Fiat Voluntas Tua ^^
Mengapa lebih gampang mengaku dosa di hadapan Tuhan,dan sangat sulit mengaku dosa di depan Pastor, mengapa demikian?
Shalom Yulius,
Memang mengaku dosa kepada Tuhan secara langsung lebih mudah dibandingkan kalau harus mengaku dosa di hadapan pastor. Kalau kita mengaku dosa secara langsung kepada Tuhan, maka tidak ada orang yang mengetahui dosa kita selain Tuhan, yang walaupun kita tidak mengaku, Tuhan juga telah tahu. Sebaliknya mengaku dosa di hadapan pastor butuh keberanian dan kerendahan hati, karena kita harus mengakukan dosa kita di hadapan Tuhan yang diwakili oleh manusia – yaitu seorang Pastor. Namun, kita harus melakukan apa yang memang diperintahkan oleh Kristus. Jadi, kalau Kristus sendiri menginginkan umat Allah mengaku dosa di hadapan pastor (lih. Yoh 20:21-23), maka siapakah kita sehingga kita berani menolak perintah Kristus?
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Saya pernah membaca sejarah pengampunan dosa….
Diceritakan bahwa dahulu pengakuan dosa dilakukan dihadapan umat ( orang banyak ) sehingga umat pengetahui dosa orang tersebut dan sekarang sakramen pengakuan dosa dilakukan secara tertutup…
1.Jika apa yang diceritakan itu benar, apakah itu tidak melanggar hak privasi orang tersebut?
2. Sejak kapan Gereja Katolik melakukan perubahan tata cara pelaksanaan sakramen pengampunan dosa dari yang terbuka menjadi tertutup?
3. Alasan mengapa perubahan itu terjadi?
Thanks……….
Shalom Krisna,
Pada waktu awal, memang pengakuan dosa dilakukan secara terbuka dan kemudian berkembang menjadi tertutup (private). Perkembangan ini dapat anda lihat di link ini – silakan klik. Pengakuan dosa secara tertutup membuat orang semakin berani untuk mengakukan dosanya. Hak privasi seseorang tidaklah dilanggar dengan mengaku dosa secara terbuka, karena tidak ada orang yang memaksa seseorang untuk mengaku dosa.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Saya ingin bertanya…..
Jika ada orang Indonesia yang pergi berlibur ke Korea Selatan, dan dia pergi ke Geraja Katolik di Korea Selatan, dan melakukan sakramen pengakuan dosa, tetapi dia tidak bisa bahasa Korea, dan pasturnya juga tidak bisa bhs Indonesia…
Apakah sakramen pengakuan dosa itu sah, sah dalam arti bahwa dosa orang tersebut sudah dihapuskan meskipun tidak bisa mengerti bahasa Korea?
Thanks……
Salam Krisna,
Yang anda tanyakan adalah soal sah tidaknya pengakuan dosa yang dilakukan kepada pastor yang tidak mengerti bahasa Indonesia. Jawabnya, menurut saya tidak sah, karena tidak ada komunikasi antara peniten dengan pastor. Sakramen pengakuan atau rekonsiliasi memerlukan pemahaman isi dari komunikasi antara peniten dan pemberi kemurahan/pastor. Jika materi pengakuan tidak dimengerti maka pengakuan itu tidak memberikan efek rekonsiliasi, mintalah berkat saja. Lain halnya jika ada penterjemah atau ditulis jika dia mengerti bahasanya. Sebab pastor tidak bisa memberikan nasihat kepada peniten yang tidak dimengerti apa dosanya. Nasihat penting sebelum memberikan absolusi kepada peniten. Tiga unsur Sakramen Pengakuan Dosa adalah: peniten jujur terbuka mengungkapkan dosanya, nasihat kepada peniten, dan doa absolusi kepada peniten atas dosanya oleh imam sebagai in persona Christi capitis et pastoris et ecclesiae.
salam
Rm Wanta
Tambahan dari Ingrid:
Shalom Krisna,
Sebenarnya, pengetahuan akan dosa yang diakui disyaratkan bagi yang mengaku dosa dan imamnya, karena yang terjadi dalam Sakramen Pengakuan Dosa itu adalah seumpama seorang pasien yang sakit rohani datang menghadap kepada dokter. Sang dokter itu harus mengenali/ mengetahui sakit pasien yang datang kepadanya, baru ia dapat mengobati.
Tentang Pengakuan dosa kepada imam, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 1456 Pengakuan di depan imam merupakan bagian hakiki dari Sakramen Pengakuan: “Dalam Pengakuan para peniten harus menyampaikan semua dosa berat, yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri secara saksama… juga apabila itu hanya dilakukan secara tersembunyi dan hanya melawan dua perintah terakhir dari sepuluh perintah Allah (Bdk. Kel 20:17; Ul 5:21; Mat 5:28); kadang-kadang dosa ini melukai jiwa lebih berat dan karena itu lebih berbahaya daripada dosa yang dilakukan secara terbuka” (Konsili Trente: DS 1680).
“Jadi kalau warga beriman Kristen berusaha mengakukan semua dosa yang mereka ingat, mereka tanpa ragu-ragu menyampaikan segala-galanya kepada kerahiman ilahi, agar mereka diampuni. Tetapi siapa yang berbuat lain dan dengan sengaja mendiamkan sesuatu, ia tidak menyampaikan apa-apa kepada kebaikan ilahi demi pengampunan oleh imam. Karena kalau orang sakit merasa malu membuka lukanya kepada dokter, maka obat tidak akan menyembuhkan apa yang tidak dikenalnya (Hieronimus, Eccl. 10,11)” (Konsili Trente: DS 1680).
Jadi jika seorang datang ke Korea, seperti yang Anda tanyakan, dan di sana diadakan Sakramen Pengakuan dosa, namun tidak ada pastor yang memberikan dalam bahasa Indonesia ataupun Inggris, yang dimengerti oleh baik peniten maupun imamnya, maka kemungkinannya adalah sebagai berikut:
1. Tidak mengaku dosa kepada imam Korea itu, namun menunggu sampai ada imam yang dapat berbahasa Inggris atau Indonesia (jika ada). Jika tidak tidak bertemu satu pastor-pun yang dapat berbahasa Indonesia/ Inggris, silakan menunggu sampai selesai liburan dan bersegeralah mengaku dosa di hadapan imam dengan bahasa Indonesia sesampainya di tanah air.
2. Jika ada dorongan yang kuat sekali untuk mengaku dosa di sana (Korea), maka yang dapat dilakukan adalah mengajak seorang penerjemah, yang dapat berbahasa Korea dan Indonesia, namun ia harus terikat juga oleh ketentuan bahwa ia tidak membocorkan rahasia Pengakuan dosa itu. Untuk hal ini, ada dasarnya dari Kitab Hukum Kanonik, demikian:
KHK 990 Tak seorang pun dilarang mengaku dosa lewat penerjemah, dengan menghindari penyalahgunaan dan sandungan, serta dengan tetap berlaku ketentuan Kanon 983 § 2.
KHK 983 § 1 Rahasia sakramental tidak dapat diganggu gugat; karena itu sama sekali tidak dibenarkan bahwa bapa pengakuan dengan kata-kata atau dengan suatu cara lain serta atas dasar apapun mengkhianati peniten sekecil apapun.
§ 2 Terikat kewajiban menyimpan rahasia itu juga penerjemah, jika ada, serta semua orang lain yang dengan cara apapun memperoleh pengetahuan mengenai dosa-dosa dari pengakuan.
3. Namun jika faktanya sudah terjadi, bahwa orang itu sudah mengaku dosa kepada imam Korea yang tidak mengerti bahasa Indonesia, maka nampaknya sakramen tersebut diterimakan tidak sesuai dengan ketentuan, maka tidak sah. Sebaiknya orang itu mengakukan dosanya kembali di Indonesia, di hadapan imam yang mengerti bahasa Indonesia.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan menanggapi pertanyaan Anda. Semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom, Romo..
Diatas disebutkan kalau “Nasihat penting sebelum memberikan absolusi kepada peniten. Tiga unsur Sakramen Pengakuan Dosa adalah: peniten jujur terbuka mengungkapkan dosanya, nasihat kepada peniten, dan doa absolusi kepada peniten atas dosanya oleh imam sebagai in persona Christi capitis et pastoris et ecclesiae.”
Namun kadang-kadang waktu saya mengaku dosa, romo pengakuan langsung memberikan doa2 yang harus saya doakan sebagai penitensi, tanpa ada nasehat. Apakah nasehat itu sifatnya “hanya” penting (kalau mendesak boleh ditiadakan) atau mutlak harus ada?
Terima kasih
Agung yth,
Nasihat penting, agar peniten dapat memperbaiki hidupnya. Jika tidak ada, mungkin karena si peniten mengaku dosa dengan kesalahan yang sangat ringan dan dipertimbangkan cukup dengan doa. Kebijakan ini ada pada pastor ybs. Kadang dosanya tidak terungkap, hanya berupa keluhan dan sebagainya. Semestinya pengakuan dosa tidak dipakai untuk konseling persoalan pribadi, pengakuan dosa ya mengaku dosa saja. Bagi saya nasihat penting, tetapi semua melihat keadaan si peniten dan diserahkan pada pastor pemberi pengakuan dosa.
salam
Rm Wanta
Shalom, Romo
baru-baru ini waktu mengaku dosa, romo yang melayani tidak memakai stola. Hanya jubah putih yang biasa dipakai romo2. Apakah hal ini diperbolehkan?
Kalau harus memakai stola, apakah hanya stola warna tertentu saja? Karena pernah juga suatu saat romo lain yang melayani menggunakan stola batik.
Terima kasih. Tuhan memberkati.
Salam Agung,
Dalam situasi normal, hendaknya diperhatikan agar imam pelayan Sakramen Pengampunan mengenakan stola (biasanya stola berwarna ungu sebagai tanda tobat). Dalam keadaan darurat (bahaya mati) bisa dipakai stola yang ada atau tanpa stola bila tak ada stola, karena dalam situasi darurat itu yang paling penting adalah pengakuan dosa oleh si peniten, lalu penumpangan tangan imam atas peniten diiringi doa absolusi dan berkat pelepasan dosa si peniten.
Salam dan doa. Gbu.
Rm Boli
Itulah sebabnya maka kita HARUS HANYA BERDOA KEPADA TUHAN UNTUK PENGAKUAN DOSA ! Kemanapun kita pergi ke Arab Saudi, Korea, Kubub Utara (tempatnya bangsa Inuit), kr Rusia, kepedalaman Papua .. kita tidak usah pergi kepada “manusia” (hamba Tuhan) untuk MENGAKU DOSA. Cukup berdoa kepada Tuhan yang mengerti semua bahasa2 didunia. Masalah terselesaikan.
Salam Aisha,
Anda mempunyai keberatan mengapa seseorang harus mengaku dosa kepada seorang pastor khan? Saya percaya bahwa kita mendasarkan iman kita bukan menurut apa yang kita pandang baik, namun berdasarkan apa yang diperintahkan oleh Kristus. Coba kita mulai diskusi dari Yoh 20:21-23: “Maka kata Yesus sekali lagi: “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” Bagaimana anda mengartikan ayat-ayat tersebut?
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom pak stef dan aisha.
Mengenai mengakukan dosa kepada pastor (manusia), yg menjadi masalah bukannya sulit meminta waktu atau mendapatkan pastor yg mengerti bahasa kita, tapi bagaimana kita “berani” mengaku dosa yg “menjijikan” kepada sesama manusia. Misalnya mengaku melakukan dosa korupsi, bisa dibayangkan sulitnya mengaku bahwa rumah, mobil, harta diperoleh dari korupsi kepada manusia. Lebih mudah mengaku langsung kepada Tuhan karena tdk ada risiko ketahuan melakukan korupsi oleh org lain, minimal walau hanya pastor yg mendengar, ybs akan merasa malu jika pastor tau bahwa rumahnya hasil korupsi. Misalnya jg, betapa sulitnya mengakukan dosa melakukan aborsi, memaki org tua, melakukan perzinahan, tdk membayar pajak, pelaku tabrak lari, menggosipkan pastor paroki tanpa lihat langsung kejadiannya, dll (contoh yg saya berikan cukup ekstrem dan saya yakin byk org berpendapat hal2 tsb adalah “dosa berat”), dan hal itu cukup diakukan kepada Tuhan langsung dan yakin pengampunan Tuhan sudah terjadi. Saya tdk mengatakan bahwa mengaku dosa langsung kepada Tuhan tdk akan diampuni, tetapi atas dasar iman dan ketaatan kepada Gereja maka sebaiknya tetap mengaku dosa kepada Tuhan lewat pastor, karena itulah ajaranNya. (Sedikit sharing: pengalaman mengaku dosa kepada pastor selalu menegangkan, mendebarkan, lebih mendebarkan daripada org muda menyatakan cinta kepada lawan jenis yg disukainya, butuh waktu dan keberanian ekstra utk mengakui dosa, berhari2 berpikir apa yg mau diakukan, berpikir dosa2 apa yg mau diakukan, berpikir jgn2 kalau pastor tau dosa saya gmn ya, dll, dan menurut pastor yg pernah menerima pengakuan saya, itulah rahmat Tuhan. Jadi, marilah kita takut mengaku dosa tapi tetap maju utk mengaku dosa dgn gentar dan penuh harapan akan rekonsiliasi dgn Tuhan, sungguh itu adalah rahmat) Mohon koreksi pak Stef jika salah.
Terima kasih
Dear team Katolisitas,
1. Menurut Kanon 1388 seorang imam yang membocorkan rahasia pengakuan dosa, maka ia terkena ekskomunikasi ( yang dalam hal ini berarti ia dianggap melakukan kesalahan berat) pertanyaannya mengapa demikian?
2. Mohon dijelaskan istilah macam-macam ekskomunikasi dan orang seperti apakah yang dapat terkena ekskomunikasi ?
Thank’s GBU always
Shalom Dave,
1. Mengapa membocorkan isi pengakuan dosa adalah dosa berat?
Demikian adalah jawaban dari Romo Wanta:
Dave Yth
Perbuatan membocorkan isi pengakuan dosa oleh imam adalah dosa dan kena hukuman otomatis. Mengapa? Karena membocorkan rahasia pengakuan adalah bertentangan dengan kode etik kewajiban seorang imam menyimpan rahasia pengakuan dosa. Hal itu merupakan pelaksanaan kanon 983 paragrap 2: Rahasia sakramental (pengakuan) tidak dapat diganggu gugat. Karena itu sama sekali tidak dibenarkan bahwa bapa pengakuan dengan kata-kata atau dengan cara lain serta atas dasar apapun mengkhianati peniten sekecil apapun. Bapa pengakuan (pastor katolik) terikat kewajiban rahasia pengakuan peniten.
Semoga anda semakin paham.
salam
Rm wanta
2. Tentang ekskomunikasi
Topik tentang ekskomunikasi telah diulas di sini, silakan klik.
KGK 1463 Dosa tertentu yang sangat berat dihukum dengan ekskomunikasi, hukuman Gereja terberat. Ia melarang penerimaan Sakramen-sakramen dan pelaksanaan kegiatan Gereja tertentu. Karena itu pengampunannya, sesuai dengan hukum Gereja, hanya dapat diberikan oleh Paus, Uskup setempat atau oleh seorang imam yang diberi kuasa untuk itu (Bdk. KHK, kann. 1331; 1354-1357,(CCEO, cann. 1431; 1434; 1420). Namun dalam keadaan bahaya kematian, setiap imam, juga apabila ia tidak memiliki wewenang untuk memberi Pengakuan, dapat mengampuni setiap dosa (Bdk. KHK, kan. 976; CCEO, can. 725) dan setiap ekskomunikasi.
Selanjutnya, tentang macam- macam ekskomunikasi dan orang- orang yang melakukan pelanggaran apa yang dapat terkena sangsi ekskomunikasi, silakan anda membaca di link ini, silakan klik. Pada dasarnya, yang dapat terkena sangsi ekskomunikasi adalah orang yang sudah dibaptis secara sah, dan masih hidup; yang melakukan pelanggaran besar/ berat. Pelanggaran- pelanggaran berat yang dimaksud disebutkan dalam artikel di link tersebut.
Mohon maaf, karena terbatasnya waktu dan tenaga kami; dan juga masih banyaknya pertanyaan yang masuk, maka kami belum dapat menerjemahkannya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam,
Sehubungan dengan kerahasiaan pengakuan dosa, saya ingin menanyakan mengenai pemanfaatan isi pengakuan sebagai ilustrasi. Apakah dibenarkan apabila imam memberikan ilustrasi atau contoh kasus kepada seseorang/banyak orang dengan memanfaatkan isi pengakuan, walaupun tidak menyebutkan identitas pengaku sama sekali? Terima kasih.
Pacem,
Ioannes
Ioannes yth,
Tidak diperkenankan seorang imam mengingat dosa orang dan menyampaikan isi dosa pada publik, ada hukumannya. Pada umumnya seorang imam sudah tahu dan lupa akan dosa orang yang datang kepadanya meminta Sakramen Pengakuan Dosa.
salam
Rm Wanta
Salam,
Berarti isi dosa dalam pengakuan dosa tidak boleh dibuka di publik bersama identitas sang pengaku. Akan tetapi, apakah seorang pastor boleh menggunakan dosa seseorang sebagai contoh tanpa menyebutkan identitas sang pengaku? Misalnya, saat seorang pastor memberikan homili mengenai perceraian, ia memberikan ilustrasi bahwa banyak pasangan mengaku dosa pada sang pastor bahwa mereka berselingkuh sehingga memicu keretakan rumah tangga mereka. Namun, pastor tersebut tidak menyebutkan identitas pengaku-pengaku yang bersangkutan. Apakah hal tersebut dibenarkan? Terima kasih.
Pacem,
Ioannes
Shalom Ioannes,
Beberapa sumber dokumen Gereja ini dapat membantu kita bahwa “seal of confession” harus tetap terjaga, termasuk sebenarnya dengan taruhan nyawa dari imam tersebut. Bagi imam yang melanggarnya terkena ekskomunikasi secara otomatis.
Pertanyaannya adalah apakah seorang pastor dapat memberikan contoh dosa-dosa yang dia dengar dari pengakuan dosa untuk memberikan ilustrasi. Secara prinsip, pelanggaran dari seal of confession terjadi, kalau seorang pastor mengungkapkan rahasia dari seseorang yang mengakukan dosanya. Dengan demikian, apapun yang dikatakan oleh pastor secara langsung atau tidak langsung, dengan perkataan atau dengan cara lain, yang mengungkapkan apa yang terjadi di dalam pengakuan dosa tidaklah diperkenankan, terutama yang dapat mengarah kepada waktu, tempat dan orang tertentu (dari komunitas tertentu, dll).
Bagaimana kalau seorang pastor ingin menggunakan contoh-contoh dosa, sehingga umat dapat lebih mengerti. Untuk menghindari seorang pastor menyerempet bahaya mengungkapkan apa yang terjadi dalam Sakramen Tobat, maka akan lebih baik seorang pastor mengatakan seperti ini: “Dari pengalaman menangani anak muda, maka saya mengerti bahwa tantangan terbesar bagi anak-anak muda masa kini adalah untuk menjaga kemurnian, terutama dari pengaruh pornografi.” daripada mengatakan “Banyak anak muda yang mengaku dosa kepada saya mengatakan bahwa mereka sulit menghindari dosa pornografi.” Dari ilustrasi yang diberikan ini, maka kalau seorang imam mengatakan “Dari pengalaman”, maka pendengar tidak dapat menyimpulkan bahwa pengalaman tersebut pasti dari pengakuan dosa, karena juga bisa didapatkan dari pembicaraan, pembinaan, konseling, dll. Dengan cara ini, maka orang yang pernah dan akan mengaku dosa kepada pastor tersebut tidak akan merasa bahwa suatu saat pastor tersebut dapat mengungkapkannya kepada orang lain, walaupun tidak menyebutkan tempat, waktu, maupun nama orangnya. Kedua contoh tersebut tidak melanggar seal of confession, namun contoh pertama adalah lebih bijaksana. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,stef – katolisitas.org
Saya rasa perlu ada juga etika yang sama yang harus dipegang oleh pewarta awam yang menerima konseling dari sesama awam (semacam kerahasiaan dokter-pasien, psikiater-pasien).
Banyak juga konselor awam Katolik yang juga merupakan pewarta firman menggunakan metode yang sama dalam berkotbah (memberi contoh kasus dari hasil konselingnya meskipun tanpa menyebutkan nama). Atau memang sudah ada aturannya untuk hal ini?
Shalom Agung,
Menurut pengetahuan saya, tidak ada salahnya memberikan contoh-contoh dari suatu kasus tanpa menyebutkan nama, jika tujuannya adalah untuk membantu umat yang lain, untuk membangun iman umat, dan tentu untuk memuliakan nama Tuhan. Bukankah ini juga yang dilakukan oleh banyak pengarang dalam hampir semua majalah ataupun buku-buku psikologi yang mengisahkan kisah nyata dalam kehidupan sehari-hari. Biar bagaimanapun contoh-contoh sangat diperlukan, agar memudahkan orang melihat bahwa sabda Tuhan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, walau dalam keadaan yang paling sulit sekalipun; dan sabda Tuhan ini memimpin langkah kita untuk menemukan makna hidup kita yang sesungguhnya.
Maka yang penting adalah jangan sampai menyebutkan detail-detail yang sedemikian, sehingga terlalu menjurus kepada orang yang dimaksud, padahal detail tersebut juga tidak berpengaruh terhadap garis besar topik yang sedang dibicarakan (sebab pada dasarnya yang ingin dikisahkan adalah pengalamannya -dan betapa besar karya/pertolongan Tuhan di dalamnya- dan bukanlah pribadi orang yang terlibat di dalamnya). Maka, dalam hal ini aturan umumnya adalah ‘prudence’/ kebijaksanaan bari pihak sang konselor/ pewarta awam tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Setelah membaca tahapan dosa, saya semakin takut. saya sudah berdosa berat. saya sudah sampai ke tahap 5 menuju 6. Kemarin saya sudah mengaku dosa. hari ini hari yang berat karena saya berhenti total. semoga Tuhan memberikan rahmatNya untuk saya benar-benar bertobat kali ini. Tolong saya, Tuhan…
Shalom Imelda,
Terima kasih atas sharing dan perjuangannya dalam melawan dosa. Satu hal yang perlu ditekankan adalah kita tidak tidak dapat melawan dosa tanpa bekerjasama dengan rahmat Allah. Oleh karena itu, dalam melawan dosa, kita harus bergantung pada rahmat Allah, yang dapat kita terima melalui sakramen-sakramen, termasuk Sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi. Kalau sampai kita jatuh lagi, jangan takut dan malu untuk bangkit kembali, serta menerima Sakramen Tobat, sehingga secara bertahap, dosa yang telah menjadi kebiasaan dapat dipapas perlahan-lahan sehingga akhirnya dapat dihilangkan. Menjadi kebiasaan yang baik juga untuk berdoa secara spontan namun sering dalam keseharian kita, sehingga kita dapat terus menjalankan kegiatan sehari-hari bersama dengan Tuhan. Semoga Tuhan memberkati niat baik anda untuk terus bertumbuh dalam kekudusan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom,
saya masih keliru/binggung apa jenis(contoh2) dosa2 berat dan ringan. Semoga Ibu Ingrid boleh membantu.
Terima kasih.
[Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas, silakan klik, untuk mengetahui prinsip dasar tentang dosa berat dan dosa ringan. Jika ada yang belum jelas silakan bertanya kembali.]
Bu ingrid / pak stef,
Sy ingin bertanya,
1. dosa aja saja yg termasuk dosa berat & dosa apa yg termasuk dlm dosa ringan?
2. Apakah ada perbedaan cara/doa untuk pertobatan dr dosa berat & dosa ringan?
Terima Kasih
[Dari Katolisitas: Mohon membaca artikel di atas, silakan klik, karena di artikel tersebut sudah dibahas tentang pertanyaan anda. Mengenai pertobatannya: rahmat pengampunan atas dosa berat diterima melalui Sakramen Pengakuan Dosa, sedangkan untuk pengampunan dosa ringan dapat melalui perayaan Ekaristi. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa dalam Sakramen Pengakuan, dosa ringan tidak perlu diakui. Seseorang yang mengakui dosanya, baik dosa berat maupun ringan dalam sakramen Pengakuan dosa akan memperoleh rahmat dari Tuhan untuk memperoleh kekuatan untuk menghindari dosa- dosa tersebut. ]
aku ingin bertanya, klo misalkan menanggapi tentang Hujat terhadap Roh Kudus gimana?
Matius 12:31 Sebab itu Aku berkata kepadamu: Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni.
kalau sudah terlanjur menghujat Roh Kudus melakukan pengakuan dosa apakah bisa di ampuni?
terima kasih.
Berkah Dalem.
[dari katolisitas: silakan melihat ini – klik ini dan ini – klik ini]
pagi, maaf saya santo. saya mau tanya, saya baru 2 bln terakhir ini masuk katolik, kalau aku mau melakukan pengakuan dosa dimana ya. akupun mau menjalani hidup yang damai tidak seperti meninggalkan hidup yg penuh dengan dosa ini. terima kasih
Shalom Santo,
Silakan anda menemui pastor paroki di mana anda tinggal, anda dapat membuat janji dengan beliau di sekretariat, atau menemuinya dalam Misa Harian, setelah itu, mungkin anda dapat meminta kepadanya untuk memberikan sakramen Pengampunan dosa. Atau cara lain, silakan mengamati papan pengumuman atau buletin paroki, karena biasanya ada jadwal untuk sakramen Pengakuan dosa, misalnya setiap hari Sabtu sore atau Jumat sore, silakan anda lihat apakah paroki anda mempunyai jadwal tersebut. Jika ada, silakan datang pada waktu pada jadwal tersebut.
Namun yang terpenting sebelum mengaku dosa, lakukanlah dulu pemeriksaan batin yang baik, yang dapat anda baca di sini, silakan klik. Lalu mengaku dosalah di hadapan imam tersebut, anda dapat membaca caranya di artikel tersebut, atau di buku Puji Syukur no. 104, dan doa Tobat pada no. 25, atau 26 atau 224.
Setelah menerima sakramen tersebut, mengucap syukurlah kepada Tuhan atas rahmat pengampunan yang anda terima, dan lakukanlah penitensi yang diberikan pada anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih Inggrid. Saya ingin bertanya mengenai Maria magdalena. Apakah wanita berzinah yg diampuni Jesus dalam injil Johanes dengan maria magdalena yg ada di kaki kayu salib serta yag datang ke kubur Jesus itu sama ?
Tks dan selamat Paskah serta Tuhan memberkati
[Dari Katolisitas: Silakan anda membaca artikel ini, silakan klik]
Salam,
saya mau tanya mulai umur berapa anak diharuskan untuk mengaku dosa?
terimakasih
Tuhan memberkati
christine
Shalom Christine,
Anak dapat mulai mengaku dosa pada saat ia telah memasuki usia akal budi (age of reason) yaitu usia menerima Komuni Pertama.
Silakan membaca selanjutnya di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shallom Ingrid dan tim katolisitas,
Terima kasih sekali lagi atas jawabannya. Sy tidak tahu apa renc Tuhan bagi sy dan seluruh keluarga besar sy, tetapi keadaan kami benar2 amburadul. Sehingga mama saya sering bertanya apakah yg sdh beliau tabur hingga kehidupan anak2nya seperti ini? Beliau sangat tekun berdoa terutama doa rosario dan selalu berusaha hidup baik dan tidak menyakiti hati org lain, hanya kelemahannya sulit mengampuni kalau ada yg menyakiti beliau.
Tapi sy yakin semua rencana Tuhan baik agi semua ciptaanNya
Tuhan memberkati
Shalom Maria,
Memang sebagai manusia, kita tidak dapat memahami secara persis rencana Tuhan di dalam kehidupan kita. Namun ada satu yang dapat kita yakini, yaitu bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, dan bahwa rancangan-Nya adalah yang terbaik bagi kita, walau sekarang belum sepenuhnya kita pahami.
Maka janganlah berputus asa dengan keadaan keluarga besar anda yang menurut anda ‘amburadul‘ ini. Sebab Tuhan belum ‘selesai’ memproses tiap- tiap anggota keluarga anda. Adanya ujian hidup harus kita pandang sebagai kesempatan untuk bertumbuh di dalam iman dan kasih. Maka kemungkinan ujian hidup ini juga bertujuan untuk melembutkan hati mama anda agar memiliki hati yang lebih pengampun kepada orang lain, mengingat bahwa ia sendiri dan anak- anaknya membutuhkan pengampunan dari Tuhan. Sebab jika anak berbuat salah atau sifat dasarnya kurang baik, sedikit banyak itu juga berhubungan dengan pendidikan iman dan pembentukan karakter yang seharusnya dilakukan oleh orang tuanya. Apakah mama sudah menanamkan iman Katolik kepada anak- anak, dan menekankan pentingnya hidup sesuai dengan iman Katolik? Apakah ia cukup mengajarkan tentang ‘takut akan Tuhan’, dan bahwa pada akhirnya kita harus mempertanggung-jawabkan segala perbuatan kita di hadapan Tuhan? Sejauh mana hal ini telah dilakukan oleh mama anda, adalah pertanyaan yang hanya dapat dijawab oleh mama anda. Apapun jawabnya, percayalah bahwa selalu tidak ada kata terlambat untuk bertobat, mengakui kesalahan/ kekurangan kita di hadapan Allah, dan mohon agar Tuhan mengampuni, menyembuhkan luka-luka batin kita, dan memulihkan kita.
Kita harus melihat bahwa hidup ini merupakan kesempatan untuk bertumbuh di dalam kekudusan. Sesekali kita dapat jatuh karena kelemahan kita, tetapi kita harus segera bangkit, bertobat, kembali kepada Tuhan. Semoga lama- kelamaan kita mempunyai kepekaan yang lebih baik, sehingga tidak lagi mengulangi dosa yang sama, dan akan semakin menghindari dosa.
Mungkin ada baiknya anda mendoakan mama anda, dan jika ada kesempatannya, silakan berdoa rosario dengannya. Semoga Tuhan menunjukkan belas kasihan-Nya kepada keluarga besar anda, dan menjadikan segala sesuatunya indah menurut rencana-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom bu Inggrid,
Saya orang yangingin meyakini keyakinan saya pada gereja katholik. Ada pertanyaan yang mungkin juga ditanyakan oleh sebagian kecil umat katholik yang belum memehami benar ajaran gereja. Ini adalah mengenai kewajiban umat katholik mengaku dosa kepada pastor, baik pada masa prapaska maupun pada kesempatan lain, misalnya setelah melakukan dosa besar. Bukan kah setiap awal kita beribadah selalu diawali dengan pengakuan dosa yang diucapkan bersama-sama? Mengapa ada pengakuan dosa ‘khusus’ di hadapan pastor? Pada ayat manakah di Injil yang menyatakan bahwa Yesus memerintahkan kita melakukan pengakuan dosa kepada Tuhan melalui pastor, tidak cukup hanya mengaku dosa secara langsung pada Tuhan? Saya minta maaf kalau pertanyaan ini menyinggung orang lain. Mohon penjelasan. Terima kasih, Tuhan memberkati.
Shalom Mraba,
Gereja Katolik mengajarkan bahwa seseorang memperoleh pengampunan dosa melalui sakramen Pengakuan Dosa, di mana Kristus hadir di dalam diri para imam-Nya untuk memberikan rahmat pengampunan-Nya. Maka jika kita sungguh bertobat, terutama dari dosa berat kita harus mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa. Sebab cara inilah yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus bagi kita untuk memperoleh pengampunan dariNya.
Doa pengakuan dosa, “Saya mengaku kepada Allah yang Maha Kuasa……” yang dilakukan di awal Misa Kudus dan rahmat yang diterima dalam Komuni Kudus hanya menghapuskan dosa- dosa ringan, namun untuk dosa berat umat Katolik harus mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa di hadapan imam.
KGK 1385 Untuk menjawab undangan ini [undangan untuk menyambut Komuni Kudus], kita harus mempersiapkan diri untuk saat yang begitu agung dan kudus. Santo Paulus mengajak supaya mengadakan pemeriksaan batin: “barang siapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barang siapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1Kor 11:27-29) Siapa yang sadar akan sebuah dosa besar, harus menerima Sakramen Pengakuan sebelum ia menerima komuni.
Silakan anda membaca terlebih dahulu artikel seri tentang pengakuan dosa di sini (klik di judul berikut), untuk mengetahui dasar- dasar ajaran tentang hal ini- termasuk dasar dari Kitab Suci:
Masih Perlukah Pengakuan Dosa (bagian 1)
Masih Perlukah Pengakuan Dosa (bagian 2)
Masih Perlukah Pengakuan Dosa (bagian 3)
Masih Perlukah Pengakuan Dosa (bagian 4)
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Inggrid,
Terima kasih buat jawabannya. Suami sy org yg sulit diajak bicara, bahkan kami sdh 10 thn tdk bicara. Kl sy sms jg tdk dibalas atau hanya ‘ya’ atau ‘tidak’ saja. Anak2 juga tidak berani sm papanya krn tergantung secara finansial ( walaupun yg 2 sdh mulai bekerja). Mengenai adik sy dan suaminya , mrk ber @ dalam dosa perselingkuhan masing2 dan setiap diberitahu untuk bertobat jawabannya adl pastor juga berdosa kok, juga pastor kan punya pacar dsb. Artinya kan mrk menolak kerahiman Tuhan ? dan ini kan dosa menghujat Roh Kudus ? Mrk berdua terlebih mengandalkan uang dan rasio untuk penyelesaian masalah2nya. Kadang sy lelah dan bingung melihat situasi keluarga sy. Setelah sy membaca artikel2 di katolisitas, sy semakin tahu dan semakin prihatin . Tmn2 sy juga kl sy beritahu, mengatakan apa yg ditulis itu berlebihan, Tuhan kan ngerti kalau kita lemah. Malah kadang dibuat guyon. Apakah keadaan seperti itu juga berdosa berat ?
Sy ingin sekali sy bisa bertemu di jakarta dengan tim katolisitas.
Sekali lagi terimakasih dan Tuhan memberkati
Shalom Maria,
Agaknya memang pada akhirnya harus diterima, bahwa hal mengubah hati adalah urusan Tuhan. Maka kita memang dapat menyampaikan teguran, jika orang- orang yang kita kasihi menyimpang dari jalan Tuhan, dan kita dapat mendoakan mereka; namun pada akhirnya, Tuhan saja yang dapat mengubah hati mereka.
Bahwa kita manusia yang lemah, itu benar, namun Tuhan menginginkan agar kita terus bertumbuh di dalam iman dan kekudusan, itu juga benar. Karena itu, kita membutuhkan uluran tangan Tuhan dan rahmat-Nya, yang kita peroleh melalui doa, firman-Nya, dan secara khusus dalam sakramen- sakramen-Nya. Maka kerahiman Tuhan jangan dijadikan alasan bagi kita untuk boleh tetap hidup dalam dosa, lantaran kita ‘mengharuskan’ Tuhan untuk mentolerir segala kelemahan kita. Rasul Paulus mengajarkan kepada kita demikian:
“Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya? Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” (Rom 6:1-4)
Rasul Paulus mengajarkan kepada kita, bahwa kasih karunia Allah yang kita terima dalam Baptisan harus mendorong kita untuk terus hidup dalam hidup yang baru bersama Yesus, dan bukan malah tinggal dalam dosa. Jika kita menanggap serius firman Tuhan ini, maka tidak seharusnya kita berbangga akan dosa- dosa kita. Kita harus mengingat bahwa segala dosa dan keinginan daging yang disebutkan dalam Gal 5:19-21 tidak akan membawa kita ke dalam Kerajaan Allah. Maka baiklah kita berjaga- jaga agar jangan sampai jatuh ke dalam dosa- dosa tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Pax Christi,
1. Istri saya mengaku pernah berdosa berat 4 tahun yang lalu, dia tidak menyesal dan tidak mau melakukan pengakuan dosa karena dia keras berpendapat cukup mengaku dosa saja dalam ekaristi (karena sakit hati yang dalam terhadap romo kami yang dahulu memberikan sakramen pernikahan ternyata selama pengabdiannya sebagai imam juga mempunyai istri dan anak). Saya dengan tulus memaafkan dia dan dulu sering mengajak untuk pengakuan dosa tetapi tidak berhasil, sampai sekarang istri saya tetap rajin ke gereja tetapi tidak mau menerima komuni kudus. Setiap kami ke gereja selalu saya doakan semoga Tuhan Yesus mengampuni dan membuka hati istri saya untuk pertobatan serta mau menerima kembali komuni kudus, tetapi belum terwujud juga. Saya teramat sedih menghadapi ini karena anak-anak kami sering bertanya mengapa ibu tidak mau menerima komuni. Bagaimana pendapat Ibu Ingrid, apakah bisa dan boleh saya mewakili istri melakukan pengakuan dosa kepada imam ? Dengan harapan doa saya segera dapat terkabul.
2. Setelah saya membaca artikel ini, saya sungguh malu ternyata sering saya melakukan dosa besar yang dulunya saya anggap perbuatan itu bukan dosa, saya ucapkan terimakasih kepada tim Katolisitas yang telah mengantar saya ke ruang pengakuan dosa. Tetapi terkadang saya tidak sanggup menghadapi cobaan kembali berdosa, apakah mengaku dosa yang sama berulang kali tetap memperoleh rahmat dari Tuhan?
3. Bagaimana ajaran gereja tentang profesi tentara yang harus tunduk pada perintah komandan, dihadapkan pada situasi membunuh atau dibunuh dalam medan perang? Sering timbul pertanyaan kalau membaca sejarah tentang perang posisi tentara punya dua sisi berlawanan sebagai pahlawan dan penjahat sekaligus, contoh Pattimura pahlawan bagi Indonesia tetapi pemberontak bagi pihak Belanda.
Terimakasih Ibu Ingrid dan tim katolisitas, karya anda sungguh telah mengantar saya lebih dekat kepada karya keselamatan Kristus dalam GerejaNya yang kudus. Kasih dan damai Tuhan beserta kita, shalom.
Shalom Thomas,
Terima kasih atas pertanyaannya. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:
1. Tentang tidak mau mengaku dosa
Tentang istri anda yang tidak mau mengaku dosa, maka memang perlu diajak berdiskusi dan terus dibawa dalam doa. Anda dapat mulai berdiskusi dengan istri anda bahwa iman kita akan Sakramen Pengakuan Dosa bukan tergantung dari pastor, namun tergantung dari kebenaran yang diberikan dalam Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Memang pastor yang menikah dapat memberikan batu sandungan, namun sekali lagi iman kita tidak tergantung dari pastor. Oleh karena itu, kalau anda mau, anda dapat mencetak artikel tentang Pengakuan Doa bagian 1-4. Dosa berat yang kita lakukan tidak dapat diampuni dengan mengikuti Sakramen Ekaristi, namun hanya dapat diampuni dalam Sakramen Pengampunan Dosa. Sakramen Ekaristi hanya dapat menghapuskan dosa ringan. Kalau memang dia sungguh berkeras tidak mengaku dosa karena alasan seorang Romo yang menjadi batu sandungan dan bukan karena masalah doktrinal, maka memang jalan terbaik adalah mendoakannya. Kalau memungkinkan ada baiknya kalau anda dan istri dapat mengikuti retret, misal retret di lembah Karmel. Semoga dalam retret tersebut, hati istri anda dapat terbuka. Jangan berputus asa dalam kesulitan ini, namun teruslah menaruh pengharapan di dalam Tuhan. Pengakuan dosa tidak dapat diwakilkan, karena mensyaratkan penyesalan dari yang mengaku dosa.
2. Tentang dosa yang berulang
Kalau kita telah mengaku dosa dan kemudian jatuh ke dalam dosa yang sama lain, maka janganlah berputus asa. Biasa dosa yang terus berulang adalah dosa yang telah menjadi kebiasaan. Karena telah berakar dalam jiwa, maka untuk menghilangkannya perlu waktu. Oleh karena itu, saya menganjurkan untuk mengaku dosa ke pastor yang sama, sehingga dia dapat membantu anda dengan nasihat yang baik. Semakin dia tahu kelemahan anda, maka semakin dia dapat memberikan nasihat yang lebih baik, sama seperti dokter yang tahu penyakit pasiennya dengan baik akan dapat memberikan obat yang lebih baik. Kalau anda terus setia dalam doa dan sakramen, maka lama kelamaan dosa yang telah menjadi kebiasaan akan terkikis sampai akhirnya tercabut akarnya. Tentang perkembangan dosa, anda dapat melihatnya pada artikel di atas di bagian ini – silakan klik.
3. Tentang tentara yang berperang
Dalam tentara yang berperang, memang seorang bawahan wajib untuk mentaati perintah atasannya. Selama perang itu dapat dijustifikasi alasannya dan tidak membunuh membabi buta terutama kepada anggota masyarakat biasa (sipil), maka tentara dapat membela negara dengan konsekuensi membunuh sesama. Untuk itu, silakan melihat prinsip akibat ganda di sini – silakan klik.
Semoga jawaban singkat di atas dan link-link yang diberikan dapat membantu. Akhirnya, mari kita bersama-sama berjuang dalam kekudusan dengan terus bertekun dalam doa, Firman Tuhan dan menerima sakramen-sakramen, terutama dalam Sakramen Tobat dan Sakramen Ekaristi. Kami turut mendoakan agar istri anda dapat menerima kembali sakramen-sakramen. Anda juga dapat mengisi ujud doa di sini – silakan klik, dan akan didoakan oleh Romo Kris dan tim.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Terimakasih Inggrid untuk jawabannya. Sy sudah membawa keinginan sy ttg pengakuan dosa dan bapa pengakuan kepada Tuhan dan sy keliatannya sdh diberi oleh Tuhan. Mdh2an benar. Memang sy senang kalau bisa mengakukan dosa sampai tuntas (kadang sampai 2 jam).
Mengenai anak sy, mereka menganggap sy berlebihan karena kalau memang seperti yg sy katakan, maka org di dunia lebih bnyk yg berdosa drpd yg tdk, apalagi papanya sdh tidak ke ger dan dalam keadaan dosa perselingkuhan. Anak2 sdh dewasa, jadi berat buat sy kalau hrs menegur dgn keras. Sekarang yg no 2 (karena pacarnya muslim), hampir tdk pernak ke ger. Kalau ke ger karena harus mengantar. Setelah sy baca2 artikel di katolisitas, sy jd kurang pas kl minta anak sy yg no 2 untk ke ger dan menerima komuni. Dari kecil, pendidikan rohani anak2 memang hanya dr sy, karena suami sangat tidak percaya (dia katolik jg, tp setelh mau menikah). Menurut suami sy, semua ajaran katolik dan agam2 lain itu hanya untk spy org2 miskin dan frustasi mendapat kekuatan. Bahkan dia mengatakan kalau dia anak ‘setan’. Jadi apakah tindakan sy untuk memberitahu anak2 tentang ayat dr Surat Paulus itu boleh? karena kdg suami sy msh ke ger dgn pacarnya yg jg katolik ? Sy sangat terbeban dengan keselamatan jiwa suami sy jg. Kalau mrk tdk tahu, kalau tdk boleh menerima komuni dlm keadaan dosa berat, apakah jadinya tdk berdosa ? Ini yg diharapkan anak2 sy, mrk bilang papa tdk tahu kok kalau itu dosa. Sekarang sy hanya bs berdoa saja untuk pertobatan anak dan suami sy, juga unt pacarnya. Sy percaya akan kerahiman Tuhan. Satu lagi pertanyaan sy, adik dan ipar sy, jg suami sy melakukan dosa terhadap Roh Kudus, karena menolak kerahiman Tuhan, andai suatu hari mrk sempat bertobat, apakh bs memperoleh pengampunan, karena dosa menghujat Roh Kudus kan dosa yg tdk terampunkan ?
Tks Inggrid , Tuhan memberkati seluruh tim katolisitas dan semua pelayanannya.
Shalom Maria,
1. Terus terang, saya turut prihatin dengan keadaan anda dan suami anda. Memang idealnya, anda perlu memberi tahu kepada suami dan pacarnya itu agar tidak menyambut Komuni [karena kehidupan mereka dalam perselingkuhan tersebut tidak mencerminkan makna persatuan suami istri -seperti persatuan Kristus dan Gereja-Nya- yang dilambangkan oleh Komuni Kudus itu]. Namun saya rasa, diperlukan kebijaksanaan akan bagaimana cara yang bijak untuk memberitahukan hal itu. Kemungkinan harus secara bertahap terlebih dahulu; yaitu untuk membuka mata hati mereka terlebih dahulu bahwa mereka sesungguhnya tidak mempunyai ikatan yang sah di hadapan Tuhan. Mungkin dalam hal ini anak- anak anda yang sudah beranjak dewasa dapat membantu anda. Sebab jika mereka sudah dapat menerima bahwa perbuatan perselingkuhan mereka itu adalah dosa yang tak berkenan di hadapan Tuhan, maka mereka akan lebih mudah untuk menerima, mengapa seharusnya mereka tidak menerima Komuni kudus.
2. Anda mengatakan bahwa adik dan ipar anda melakukan dosa terhadap Roh Kudus, namun kiranya dosa apakah yang dilakukannya sampai anda berpikir demikian? Tentang pengertian dosa menghujat Roh Kudus, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik. Silakan anda lihat, apakah mereka melakukan hal- hal seperti yang disebutkan di sana atau tidak, sebab jika tidak, itu belum tentu dapat dikatagorikan sebagai dosa menghujat Roh Kudus, yang artinya seseorang menolak sendiri pengampunan Tuhan (entah karena tidak mau atau merasa tidak perlu), sehingga ia tidak memperoleh pengampunan itu sendiri.
Jika sebelum wafat mereka sempat bertobat dan mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan, maka Tuhan dapat mengampuni dosa- dosa mereka, karena tiada dosa yang begitu besar yang tidak dapat diampuni oleh Tuhan. Kerahiman Tuhan selalu lebih besar daripada dosa- dosa manusia. Namun masalahnya, seringkali maut datang begitu tiba- tiba tanpa yang bersangkutan sempat bertobat. Inilah yang menjadi keprihatinan kita. Semoga kita semua yang percaya kepada-Nya diberi-Nya rahmat, sehingga kita dapat bertobat sepenuhnya sebelum ajal menjemput kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shallom,
Sy mau bertanya, sy mempunyai anak laki2 yang sdh lama hanya kadang2 ke gereja. Sangat jarang (mungkin karena dia berpacaran dengan seorg muslim, tetapi pacarnya jg tidak menjalankan ibadatnya). Apakah kalau anak sy ini datang ke gereja boleh menerima komuni tanpa sakramen tobat terlebih dulu ? Karena sy tkt dia melakukan dosa sakrilegi. Ataukah lebih baik tidak usah dulu ke gereja sampai benar2 siap untuk bertobat ? Juga kalau anak2 di gereja tidak mengikuti misa dengan baik, apakah boleh menerima komuni ?
Kalau kita dalam kondisi berdosa, dan belum menerima sakramen tobat, apakh lebih baik tidak berdoa, karena doa kita akan sia2?
Saya sebetulnya sangat ingin sesering mungkin menerima sakramen tobat dan ingin mempunyai satu Bapak pengakuan, tetapi kesulitan sy adalah pastor sering sangat sibuk sehingga sy sungkan kalau mau minta pengakuan dosa. Bagaimana solusinya ya ?
Terima kasih dan sy tunggu jawabannya karena hal ini sudah lama mengganggu sy. Tuham memberkati
Maria
Shalom Maria,
Salah satu syarat untuk menerima Komuni adalah kita harus ada dalam kondisi berdamai dengan Tuhan, artinya tidak sedang dalam kondisi berdosa berat, ini disebutkan dalam Katekismus:
Nah, kalau anak anda telah jarang ke gereja, apalagi sudah tidak peduli dengan imannya, dan dia menyadari akan hal itu, dan tetap memutuskan untuk tetap tidak rajin ke gereja, artinya dia ada dalam keadaan tidak berdamai dengan Tuhan. Dengan demikian, seharusnya jika ia ingin menyambut Komuni, dia harus mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa terlebih dahulu. Pergi ke gereja dan mengikuti misa dapat saja dilakukan, tetapi tidak Komuni, karena sesungguhnya ia tidak siap untuk menerima dan bersatu dengan Tuhan Yesus, karena sudah sekian lama ia meninggalkan-Nya.
Kalau anak- anak tidak bersikap baik di gereja, maka anda sebagai ibu mempunyai kewajiban untuk memperingatkan dan mengajarkan sikap yang benar. Jika terlanjur anak sudah menerima Komuni, maka sepulang dari gereja anak- anak wajib diberitahu dan diberi pengertian tentang makna perayaan Ekaristi. Silakan anda membaca artikel- artikel di Katolisitas tentang Ekaristi, klik di sini dan di sini. Lalu, ajak anak anda untuk mengaku dosa dalam sakramen Tobat, dan sebaiknya andapun memberi teladan dengan mengaku dosa juga, supaya pada hari Minggu berikutnya anda sekeluarga dapat kembali menerima Komuni dengan disposisi hati yang lebih baik. Silakan membaca di sini untuk cara mempersiapkan diri menyambut Ekaristi, klik di sini
Kita boleh berdoa kapan saja, baik pada saat kita tahu kita baru saja jatuh dalam dosa, atau ketika kita sedang ‘baik- baik’ saja. Namun tentu saja, jika kita jatuh dalam dosa, kita harus segera bertobat, apalagi jika dosa itu dosa berat, karena dosa berat memisahkan kita dari Allah. Tentu kita tidak ingin memisahkan diri dengan Allah bukan? Maka jika Roh Kudus sudah menyatakan kepada kita dosa kita, maka secepatnyalah kita mengaku di hadapan Tuhan, baik di dalam doa pribadi, maupun segeralah menemui pastor untuk menerima rahmat pengampunan dalam sakramen Tobat/ Pengakuan Dosa.
Ya, adalah suatu tantangan bagi kita semua, baik kaum awam maupun pastor untuk memberikan komitmen terhadap Sakramen Pengakuan Dosa ini. Adalah suatu niatan yang baik dari pihak anda untuk mau mengaku dosa secara teratur dan mempunyai satu bapa Pengakuan. Silakan anda membawa permohonan ini kepada Tuhan, dan mohon agar dibukakan jalan bagi anda untuk menemukan pastor pembimbing rohani bagi anda. Jangan anda malu untuk bertanya kepada pastor paroki anda/ teman pastor anda, sebab seharusnya pastor yang baik akan ber-rela hati bahkan akan bersuka cita jika melihat umatnya ada yang mempunyai sikap seperti anda, yang serius ingin bertumbuh dalam iman dan kekudusan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Hi,
saya dapat renungan ini dari spiritual running partner saya, kebetulan diya kristen, dan kami sedang memperdepatkan ttg satu renungan di bawah ini:
Be Christ-Conscious
Ephesians 1:7
7In Him we have redemption through His blood, the forgiveness of sins, according to the riches of His grace
Have you ever woken up in the morning and said, “Today, I will not sin.” And as you leave your house, you say, “I must be careful not to fall into sin today. I don’t want to sin. I will not sin!” My friend, when you do this, you are no longer Christ-conscious but sin-conscious, even though you have not sinned yet.
Men, have you ever caught yourself thinking, “I don’t want to look at any woman in case I lust”? You are being sin-conscious when you think like that. And sooner or later, you will lust in your heart. You may not sin outwardly, but you will sin inwardly.
Have you also tried confessing every sin? I have! As a teenager, when a bad thought came, I would quickly say, “I’m sorry, Lord. Forgive me for this thought in Jesus’ name.” Then, another thought would come and I would quickly say, “Forgive me, Lord, for that thought in Jesus’ name.” Then, if I happen to doubt His forgiveness, I would confess my unbelief and ask for forgiveness: “Forgive me, Lord, for doubting You.” Before I knew it, I was oppressed in my mind and so sin-conscious instead of Christ-conscious!
My friend, when you fall into sin, God wants you to be Christ-conscious. This means that when you have missed it, God wants you to be conscious that in Christ, you have forgiveness of sins through His blood. God wants you to be conscious that Christ was wounded and bruised for your sins, and that the chastisement for your peace was upon Him. (Isaiah 53:5)
When you are Christ-conscious, you will have peace with God through our Lord Jesus Christ. (Romans 5:1) You will know that you are the righteousness of God in Christ because He who knew no sin was made sin for you. (2 Corinthians 5:21) He took your sin and now you have His righteousness.
So when you fall, don’t be conscious of your failure and feel bad or condemned. Instead, be conscious of who you are in Christ, pick yourself up, dust yourself off and continue your walk with God!
saya pengen tau dari sudut pandang katolik bagaimana ttg renungan ini, karena kita masih harus pengakuan dosa dan kalo untuk menyembah Tuhan biasa kita harus mengakui segala kesalahan kita baru kita layal untuk menyembah, karena kalo dilihat2 dari perjanjian baru kayaknya Tuhan tidak menyebutkan kalo kita harus mengakui dosa, karena kita sudah dibebaskan dan di tebus oleh Yesus.
mohon bantuannya,
Gbless
Shalom Nadia,
Terima kasih kiriman renungannya. Berikut ini adalah tanggapan saya akan renungan tersebut:
1. Menjadi suatu kenyataan bahwa, walaupun kita telah ditebus oleh Kristus, namun kita masih berbuat dosa. Bahkan rasul Yohanes mengatakan “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.” (1Yoh 1:8). Jadi, dengan rendah hati, kita mengakui bahwa diri kita adalah pendosa. Dan hanya rahmat Allah sajalah yang dapat mengubah kita, sehingga kita dapat hidup kudus. Kekudusan adalah mengasihi Allah dan mengasihi sesama atas dasar kasih kita kepada Tuhan. Dan manifestasi dari kasih kita kepada Allah adalah kalau kita melaksanakan perintah-perintah-Nya (lih. 1Yoh 5:3) – yang berarti berusaha untuk tidak jatuh ke dalam dosa, karena perintah Allah adalah agar kita dapat bertumbuh dalam kekudusan.
2. Bagaimana kita dapat bertumbuh dalam kekudusan? Kita bergantung pada rahmat Allah dan terus-menerus bekerja sama dengan rahmat Allah, yang dapat memampukan kita untuk berkata tidak terhadap dosa. Rahmat Allah ini mengalir dari peristiwa Paskah Kristus. Gereja Katolik mengajarkan bahwa rahmat yang mengalir dari misteri Paskah Kristus adalah begitu luar biasa, sehingga dapat mengubah kita dari dalam. Perubahan dari dalam ini semakin memurnikan kasih kita kepada Kristus, yang secara otomatis akan membuka kesadaran kita bahwa kita harus menjauhi dosa, bukan hanya demi terhindar dari hukuman dosa, namun terutama karena kita mengasihi Kristus, yang terlebih dahulu mengasihi kita. Jadi, kalau kita berdosa, sudah selayaknya kita merasa sedih dan bukan seperti yang dikatakan dalam renungan “So when you fall, don’t be conscious of your failure and feel bad or condemned. Instead, be conscious of who you are in Christ, pick yourself up, dust yourself off and continue your walk with God!” Bagaimana menerangkan pertobatan Petrus, di mana setelah dia menyadari bahwa dia telah berdosa dengan menyangkal Yesus, maka dia pergi keluar dan menangis dengan sedihnya (lih. Mt 26:75)? Apakah dalam kondisi seperti ini, Petrus tidak perlu merasa susah dan sedih dan harus bersikap biasa saja? Kesedihan yang dipicu karena telah menyedihkan Kristus adalah sesuatu yang baik dan perlu sebagai suatu pertobatan, yang menjadi kekuatan untuk bangkit lagi dan berjalan dalam jalan Tuhan. Kita dapat melihat contoh yang lain, seperti: pertobatan Daud, yang berpuasa dan menangis. Tentu saja, pertobatan sejati tidak membawa pada keputusasaan, karena keputusasaan berfokus pada diri sendiri dan bukan pada Kristus.
Pada saat kita berdosa dan kemudian kita merasa tidak apa-apa, karena berfikir bahwa Kristus telah menebus dosa kita, maka sebenarnya kita membohongi diri kita sendiri. Kita mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa Tuhan adalah maha kasih, yang tidak pernah menghukum dosa-dosa kita. Dan hal ini dapat membawa seseorang kepada dosa “presumption“, yang merupakan salah satu manifestasi dari dosa menghujat Roh Kudus. Silakan membaca tentang dosa menghujat Roh Kudus di sini – silakan klik. Hakekat Tuhan adalah bukan hanya maha kasih, namun juga maha adil. Terlalu menekankan keadilan Tuhan dan melupakan kasih Tuhan, akan membawa seseorang kepada keputusasaan – seperti yang terjadi pada Yudas. Namun, terlalu menekankan kasih Tuhan serta melupakan keadilan Tuhan, dapat menyesatkan seseorang kepada dosa presumption, yang juga dapat berakibat fatal. Merasa diri telah dibenarkan oleh Allah, tanpa mau memperbaiki dosa-dosa yang diperbuatnya adalah suatu kebohongan. Kita memang dibenarkan oleh Allah hanya karena rahmat (grace). Dan rahmat Allah ini begitu penuh kuasa, sehingga kalau kita bekerja sama dengan rahmat Allah, maka rahmat Allah mengubah kita dari dalam, sehingga memampukan kita untuk terus bertumbuh dalam kekudusan. Semoga jawaban ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom katolisitas, bu Nadia dan pembaca.
Terima kasih atas renungan kiriman rekan bu Nadia berikut tanggapan pak Tay. Saya jadi teringat akan sabda Tuhan Jesus dan membuka-buka lagi ayat dlm Mat. 7:21-23. [PeringatanNya sangat lugas dan telak sekali!].
Shalom.
shaloom Pak Stef,
Ayah dan ibu saya sudah berpisa lebih dari 12 tahun yang,, mereka telah menerima sakramen pernikahan, mama sudah punya suami yang baru dan anak mereka sudah 4 orang !!. Bagaimana caranya agar bapa bisa bercerai secara baik- baik karna saya ingin bapa bisa menerima Kembali sakramen Ekaristi !!
Boni Yth
Bapa bisa bercerai secara sipil sedangkan secara Gerejawi tidak bisa karena sakramen (apakah sama sama katolik?). Apa yang dipersatukan oleh Allah tidak bisa diputuskan oleh manusia. Mama hidup dalam dosa karena masih ada ikatan perkawinan hidup bersama orang lain, tidak bisa menerima komuni. Ayah jika tidak hidup bersama dengan wanita lain dan tetap setia dengan hidup sendiri bisa komuni kudus, asal pengakuan dosa terlebih dahulu, menghadap pastor paroki anda.
salam
Rm Wanta
TERIMAKASIH ATAS JAWABANYA,,, SAYA SUNGGUH LEGA MEMBACA JAWABAN ROMO, HANYA SAJA APAKAH SELAMA 10 BERPISAH ITU TIDAK DAPAT DILAKUKAN PERCERAIAN SECARA GEREJAWI, DAN HARUSKAH BAPA SAYA TERUS SENDIRI TANPA ADA YANG MENDAMPING?
[dari katolisitas: mohon untuk tidak menuliskan pesan dengan huruf besar semua, karena dalam internet artinya berteriak.]
Boni Yth
Perceraian secara Gerejawi tidak ada yang ada adalah pernyataan pembatalan perkawinan oleh pihak Tribunal Gerejawi. Hidup sendiri adalah konsekuensi dari peristiwa yang dialami. Begitulah ajaran Gereja Katolik dalam perkawinan prinsip unitas dan tak terputuskan tetap harus dihormati.
salam
Rm wanta
Dear Ibu Ingrid
Saya hanya curhat bu
Di masa Advent ini, kita sbg umat Katolik seharusnya & wajib untuk menerima Sakramen Tobat/Pengakuan dosa, tetapi ada teman2 katolik saya di kantor mengatakan kpd saya “saya mah langsung aja minta ampun ke Tuhan Yesus” jadi gak perlu pengakuan…saya sedih & heran kok bisa ia berkata seperti itu? Gejala atau fenomena apa yg sdg terjadi dlm Gereja Katolik. Mohon pencerahannya bu
Joseph
Shalom Joseph,
Ya, kita layak merasa prihatin dengan jawaban yang diberikan oleh teman- teman Katolik anda. Besar kemungkinan mereka sudah lama tidak mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa, entah karena tidak memahami maknanya, atau karena tidak mau/ enggan mengaku dosa kepada Allah di hadapan imamNya. Silakan jika anda pikir berguna, untuk meneruskan artikel seri tentang pengakuan dosa di situs ini (silakan klik di judul berikut, terutama bagian 2 dan 3):
Masih Perlukah Pengakuan Dosa, bagian 1
Masih Perlukah Pengakuan Dosa, bagian 2
Masih Perlukah Pengakuan Dosa, bagian 3
Masih Perlukah Pengakuan Dosa, bagian 4
Sungguh disayangkan jika ada umat Katolik yang tidak memahami ataupun tidak mau mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan Dosa. Padahal melaluinya, kita menerima rahmat pengampunan Allah; dan jika kita terima secara teratur maka rahmat Allah tersebut berangsur- angsur mengubah kita menjadi lebih baik, karena kita dimampukan untuk meninggalkan kebiasaan buruk/ kelemahan kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Joseph,
Terima kasih atas sharingnya. Memang terlihat lebih gampang untuk mengatakan “minta ampun langsung kepada Tuhan“. Namun, masalahnya bukan pada lebih gampang mana, namun mana yang benar. Fenomena yang anda sebutkan, yang melanda sebagian umat Katolik adalah karena ketidaktahuan akan iman Katolik secara benar, namun pada saat yang bersamaan terjadi karena ketidakperdulian serta kecenderungan untuk mengambil sesuatu yang terlihat enak dan gampang untuk diri sendiri. Sebagai umat Katolik, kita percaya bahwa Yesus sendiri yang menginstitusikan Sakramen Tobat. Konsekuensinya adalah kita harus melakukan apa yang diperintahkan oleh Yesus, termasuk adalah mengaku dosa lewat Sakramen Tobat, yang dilayani oleh para imam tertahbis. Mari kita mensyukuri rahmat Allah yang di dalam kebijaksanaan-Nya telah memberikan Sakramen Tobat sebagai cara untuk memberikan pengampunan dan dapat mengantar umat Allah kepada kekudusan, seperti yang telah terbukti dalam sejarah Gereja.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Salam buat tim Katolisitas,
Terima kasih buat informasinya, saya punya sebuah pertanyaan yang menyangkut hal pengakuan dosa:
1. Apakah semua dosa ( venial and mortal sins ) harus di akui kepada imam dalam sakramen pengakuan dosa?
2. Jika hanya ada venial sins, apakah kita boleh mengungkapkan Mea Culpa ganti sakramen pengakuan dosa atau bagaimana?
3. Apakah dosa dosa berat yang harus di akui kepada uskup kerana sebelumnya saya mendapat tahu bahawa dosa aborsi hanya boleh diakui kepada uskup oleh kerana imam paroki tidak diberikan kuasa untuk mendengarkan pengakuan dosa tersebut. Apakah ada dosa dosa lain yang serupa dengan dosa aborsi yang harus di akui hanya kepada uskup.
Sekali lagi saya mohon maaf andai pertanyaan saya ini tidak berada di tempat yang sepatutnya.
Salam kasih
Linda Miriam
Shalom Linda Miriam,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang pengakuan dosa. Saya menyarankan agar anda dapat membaca rangkaian artikel tentang pengakuan dosa (bagian 1, 2, 3, 4). Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:
1. Dosa berat (mortal sin) hanya dapat diampuni dengan mengakukan dosa di hadapan iman dalam Sakramen Tobat atau dalam penyesalan sempurna – penyesalan karena menyedihkan hati Allah (filial fear) dan bukan karena takut hukuman (servile fear) yang dibarengi dengan niatan mengaku dosa secepat mungkin jika kondisi memungkinkan. Sedangkan dosa ringan (venial sin) dapat diampuni dengan menerima Sakramen Ekaristi maupun dengan menerima Sakramen Tobat. Menjadi suatu kebiasaan yang baik, jika kita mengakukan dosa ringan dan bukan hanya dosa berat dalam Pengakuan Dosa, sehingga kita memperoleh rahmat Allah agar tidak terjatuh ke dalam dosa berat.
2. Dosa ringan dapat diampuni dengan menerima Sakramen Ekaristi.
3. Pengampunan terhadap beberapa dosa berat ada yang hanya diperuntukkan untuk uskup, seperti: dosa aborsi, membunuh, dll. Namun, uskup dapat memberikan kuasa ini kepada para pastor. Biasanya kalau seorang pastor tidak diberikan kuasa untuk mengampuni beberapa dosa berat, maka dia akan meminta kepada orang yang mengaku dosa untuk mengaku dosa lagi kepada uskup.
Semoga jawaban singkat ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Bapak Stef,
Terima kasih atas jawaban yang bapak berikan. Ini dapat saya jadikan pedoman dalam menjalani hidup rohani sebagai Katolik yang taat.
Linda Miriam
Shalom pak Stef,
Saya tertarik dengan jawaban pak Stef di atas, yaitu
“2. Dosa ringan dapat diampuni dengan menerima Sakramen Ekaristi.”
Dalam 3 minggu terakhir paroki kami sedang mengadakan pendalaman iman tentang Ekaristi. Kebetulan topik pembekalan semalam dari KGK 1391 – 1396 mengenai buah-buah Ekaristi.
Dalam artiket KGK 1393 tentang Komuni memisahkan kita dari dosa, ada pertanyaan dari beberapa peserta tentang bagian tobal dalam liturgi Ekaristi.
Ada perdebatan dimana satu pihak menyatakan/percaya kalau tobat dalam Ekaristi itu tidak mengampuni dosa2 kita. Dilain pihak percaya kalau absolusi yang diberikan oleh imam pada saat tobat bisa mengampuni dosa2 ringan seperti jawaban pak Stef.
Alasan yang percaya kalau tobal dalam perayaan Ekaristi tidak untuk mengampuni dosa2 baik dosa ringan apalagi berat adalah mengacu pada PUMR nomor 51, saya kutip:
“51. Kemudian, imam mengajak umat untuk menyatakan tobat. Sesudah hening sejenak, seluruh umat menyatakan tobat dengan rumus pengakuan umum. Sesudah itu, imam memberikan absolusi. Tetapi absolusi ini tidak memiliki kuasa pengampunan seperti absolusi dalam Sakramen Tobat.”
Saya jadi bingung, mana yang benar dan mohon pencerahannya dan referensi2 pendukungnya.
Terima kasih banyak.
Salam damai Kristus,
Eddy
Shalom Eddy Susanto,
Sepertinya penjelasan Katekismus sudah sangat jelas dalam hal ini, yaitu bahwa sakramen Ekaristi menghapus dosa ringan, namun tidak untuk penghapusan/ pengampunan dosa berat:
KGK 1394 Seperti halnya makanan jasmani perlu untuk mengembalikan lagi kekuatan yang sudah terpakai, demikianlah Ekaristi memperkuat cinta yang terancam menjadi lumpuh dalam kehidupan sehari-hari. Cinta yang dihidupkan kembali ini menghapus dosa ringan (Bdk. Konsili Trente: DS 1638). Kalau Kristus menyerahkan Diri kepada kita, Ia menghidupkan cinta kita dan memberi kita kekuatan, supaya memutuskan hubungan dengan kecenderungan yang tidak teratur kepada makhluk-makhluk dan membuat kita berakar di dalam Dia.
“Karena Kristus telah wafat untuk kita karena cinta, maka setiap kali kita merayakan peringatan akan kematian-Nya, kita mohon pada saat persembahan, agar cinta itu diberi kepada kita oleh kedatangan Roh Kudus. Kita mohon dengan rendah hati, supaya berkat cinta, yang dengannya Kristus rela wafat untuk kita, kita pun setelah menerima rahmat Roh Kudus, memandang dunia sebagai disalibkan untuk kita dan kita sebagai disalibkan untuk dunia…. Marilah kita, karena kita telah menerima cinta itu secara cuma-cuma, mati untuk dosa dan hidup untuk Allah” (Fulgensius dari Ruspe, Fab. 28,16-19).
KGK 1395 Oleh cinta yang disulut Ekaristi di dalam kita, ia menjauhkan kita dari dosa berat pada masa mendatang. Semakin kita ambil bagian dalam hidup Kristus dan semakin kita bergerak maju dalam persahabatan dengan-Nya, semakin kurang pula bahaya bahwa kita memisahkan diri dari-Nya oleh dosa besar. Tetapi bukan Ekaristi, melainkan Sakramen pengampunan ditetapkan untuk mengampuni dosa berat. Ekaristi adalah Sakramen bagi mereka, yang hidup dalam persekutuan penuh dengan Gereja.
Dalam artian inilah kita membedakan maksud absolusi yang diberikan dalam sakramen Ekaristi dengan absolusi dalam sakramen Tobat/ Pengakuan dosa (lih. PUMR 51). Yang dalam sakramen Ekaristi adalah absolusi untuk dosa-dosa ringan, sedangkan dalam sakramen Pengakuan dosa adalah absolusi semua dosa, baik dosa berat maupun ringan (lih. KGK 1456 dan KGK 1458). Itulah sebabnya seseorang yang dalam keadaan berdosa berat, walaupun ia sudah menyesal, namun belum mengaku dosa dalam sakramen Pengakuan dosa, tidak diperkenankan menerima Komuni Kudus:
KGK 1457 Gereja menuntut bahwa tiap warga beriman yang sudah mencapai usia mampu untuk membeda-bedakan, mengakukan dosa berat yang ia sadari paling kurang satu kali dalam satu tahun (Bdk. CIC, can. 989; DS 1683; 1708). Siapa yang tahu bahwa ia telah melakukan dosa berat, tidak boleh menerima komuni kudus, juga apabila ia merasakan penyesalan mendalam, sebelum ia menerima absolusi sakramental (Bdk. Konsili Trente: DS 1647; 1661), kecuali ada alasan kuat untuk menerima komuni, dan kalau tidak mungkin baginya untuk mengakukan dosa (Bdk. CIC, can. 916; CCEO, can. 711). Anak-anak harus mengaku sebelum mereka menerima komuni kudus untuk pertama kalinya (Bdk. CIC, can. 914).
KGK 1385 Untuk menjawab undangan ini, kita harus mempersiapkan diri untuk saat yang begitu agung dan kudus. Santo Paulus mengajak supaya mengadakan pemeriksaan batin: “barang siapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. Karena barang siapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya” (1 Kor 11:27-29) Siapa yang sadar akan sebuah dosa besar, harus menerima Sakramen Pengakuan sebelum ia menerima komuni.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom..
maaf klo pertanyaan saya juauh mundur kebelakang,
knp Gereja kt melarang org yg berdosa berat menyambut komuni kerena akn menambah dosanya lg?
bukankah Yesus mengorbankan Diri-Nya utk org2 berdosa?
bukankah pd malam Perjamuan terakhir Yesus memperlakukan yudas sama dgn Murid2 yg lain nya, padahal Yesus sudah tw bahwa yudas akn menyerahkanNya dan bkn itu saja jauh sebelumnya pun Yesus dan murid2 yg lainnya tw klo yudas adalah bendahara yg korup, tp Yesus ttp memperlakukan yudas sama dgn murid2 yg lain krn Yesus datang utk semua org termasuk jg org berdosa,
terimakasih
GBu
Shalom Edi,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang dosa berat dalam hubungannya dengan komuni. Katekismus Gereja Katolik 1415 mengatakan “Siapa yang hendak menerima Kristus dalam komuni Ekaristi, harus berada dalam keadaan rahmat. Kalau seorang sadar bahwa ia melakukan dosa berat, ia tidak boleh menerima Ekaristi tanpa sebelumnya menerima pengampunan di dalam Sakramen Pengakuan.” Hal ini sesuai dengan apa yang dituliskan oleh Rasul Paulus “27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. 28 Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. 29 Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya.” (1Kor 11:27-29)
Yesus memang datang dan mati untuk semua orang di dunia ini, termasuk adalah untuk orang berdosa. Memang Yudas turut serta dalam Perjamuan Suci secara fisik, namun dia tidak menerima Yesus di dalam hatinya, yang pada akhirnya mendatangkan maut. Namun, seperti yang dipertingatkan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, yang dalam keadaan yang tidak layak (berdosa berat) tidak boleh menyambut Yesus dalam Ekaristi, maka peringatan ini juga berlaku untuk kita semua. Dalam Sakramen Ekaristi, kita bersatu dengan Kristus, baik secara fisik, maupun secara spiritual dan juga dalam seluruh keberadaan kita.
Karena dosa berat adalah perbuatan dosa yang mempunyai bobot atau perkara berat, yang dilakukan secara sadar, maka orang yang berdosa berat telah memisahkan diri dengan Tuhan, dan juga menghancurkan kasih kepada Tuhan. Jadi, untuk dapat bersatu dengan Tuhan dalam Sakramen Ekaristi, sakramen kasih, maka seseorang harus terlebih dahulu memperbaiki hubungannya dengan Kristus, yaitu dalam Sakramen Tobat. Semoga keterangan ini dapat menjawab pertanyaan anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Terima kasih Bapak- Ibu, saya senang sekali ibu menjawab pertanyaan saya, salam… Tuhan berserta kita.
Syaloom Pak Stef,
Kemarin saya ada pembicaraan sedikit dengan Katekis saya ttg Sakramen Tobat ini.
Dan kebetulan pertanyaannya mirip seperti yang ditanyakan Edi.
1.Kalau seseorang yang melakukan dosa yang tidak pantas mengambil komuni tetapi dia sadar dan ingin (rindu) menyambut komuni itu, kenapa tidak boleh? Tuhan kan datang untuk orang berdosa. Dan dibilang sekarang sedang dibicarakan masalah tersebut. Di ayat ini
27 Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. 28 Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu. 29 Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya.
Sepertinya bukan ttg karena kita melakukan dosa berat tetapi karena dia tidak mengakui Tubuh Tuhan.
Seakan-akan menempatkan Sakramen Tobat lebih tinggi dari Sakramen Ekaristi.
2.Pada Yoh 20:21-23:
21) Maka kata Yesus sekali lagi: “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” 22)Dan sesudah berkata demikian, Ia menghembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. 23)Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.”
Kalau gereja Non-Katolik mengajarkan otoritas itu bukan hanya kepada imam saja tetapi pada kita semua, contoh kesaksian:
” ada seorang suami brengsek yang suka selingkuh, mabuk2an, marah2. Istrinya tidak tahan dan selalu sedih. Setiap kali suami ini sering merasa menyesal dan mau berubah tapi tidak pernah bisa berubah, masih saja main perempuan, diskotik. Mantan istrinya selalu mendoakan dia supaya berubah, dan mau kembali asal mantan suaminya minta maaf dan berubah, suatu hari dia mungkin mimpi atau mendengar Tuhan bicara untuk ampuni dahulu jangan maunya dia yg minta ampun, karena Tuhan yang mengampuni manusia dulu, bukan manusia minta ampun baru diampuni. Jadi akhirnya dia datang ke mantan suaminya dan mengampuni semua dosa suaminya terhadap dia. Dan akhirnya suaminya menyesal dan minta maaf dan dia bilang sekarang tb2 kebiasaan2 yg dulu suka main ce dan segala itu kaya hilang. ”
Pertanyaannya kalau saya mengaku kepada Tuhan saja dan orang yang saya sakiti saja. Tidak perlu sakramen itu? Bagaimana tanggapan Gereja Katolik?
[dari katolisitas: silakan melihat di artikel selanjutnya – silakan klik]
terima kasih bu inggrid, saya akan segera membuat janji dengan romo, dan menjadi manusia baru…. Tuhan Yesus memberkati…..
Shalom,
Bagaimana bisa “mengampuni” ataupun “menahan” dosa seseorang, (Yoh 20:22-23)
jika “Imam” tidak “sebelumnya mendengar” pengakuan dosa seseorang itu !
Masalahnya, para pengikut Kristus (Kristen, baik yang Katolik maupun yang Protestan),
mau atau tidak melakukan “yang diperintahkan Yesus Kristus” itu .
Percaya atau tidak adanya perintah demikian itu.
Percaya atau tidak bahwa “Imam” (katolik) menerima kuasa untuk mengampuni ataupun menahan.
Tafsir terhadap maaksud perintah itu ternyata berbeda sih, antara yang butuh Sakramen Tobat dengan beliau-beliau yang tidak membutuhkan nya.
berkah dalem…
saya adalah manusia berdosa, hidup dengan dosa dan bergaul dengan dosa, cukup lama saya hidup dengan keadaan ini, sampai suatu saat saya dipertemukan dengan seorang pendoa dan saya di doakan dan dia bilang dosa saya telah diampuni, dan saya sangat yakin, saya diajari untuk hidup takut akan Tuhan, hidup dengan kasih….. sampai sekarang pun saya masih belajar untuk hidup benar, karena cukup berat bagi saya dan terlalu banyak godaan, yang ingin saya tanyakan adalah, apakah masih perlu saya melakukan sakramen tobat setelah saya mengakui dosa saya pada pendoa tersebut dan saya yakin dosa saya telah diampuni…??
terimakasih atas jawabannya dan mohon dukungan doa untuk hidup dalam kasih Allah…
berkah dalem..
Shalom Danang,
Jawabnya adalah, ya. Jika anda Katolik, dan ingin mengikuti sepenuhnya akan apa yang dikehendaki oleh Yesus, agar anda sungguh menerima rahmat pengampunan Allah, silakan anda menemui pastor paroki anda untuk menerima sakramen Tobat. Setidaknya, ada empat alasan yang penting, tentang mengapa kita perlu mengaku dosa dalam Sakramen Tobat, walaupun sudah mengaku dosa secara pribadi dalam doa kita setiap hari:
1. Tuhan Yesus memberikan kuasa untuk mengikat dan melepaskan kepada para rasul dan penerus mereka (Mat 16:18; 18:18). ‘Mengikat dan melepaskan’ di sini adalah kuasa untuk mengajar hal iman dan moral yang mengikat umat beriman ataupun untuk melepaskan seseorang dari ikatan dosanya, ataupun untuk menyatakan dosanya tetap ada, seperti yang dikatakan Yesus dalam Yoh 20:22-23. Maka untuk mentaati kehendak Yesus ini, kita mengaku dosa di hadapan imam-Nya, yang adalah para penerus Rasul.
2. Dosa masing- masing dari kita mempunyai dimensi sosial. Artinya, dosa kita tidak hanya merusak hubungan kita dengan Tuhan, tetapi juga merusak hubungan kita dengan sesama. Kita melukai Tubuh Kristus dengan dosa kita, karena dengan melakukan dosa, kita dapat menjadi batu sandungan bagi orang lain; kita melukai ‘kekudusan’ Gereja yang didirikan Kristus. Oleh karena itu, kita perlu mengakui dosa kita, dan berdamai kembali dengan Kristus dalam kesatuan dengan Tubuh-Nya yaitu Gereja.
3. Maka dengan menyadari kedua hal di atas, maka rahmat yang diterima melalui sakramen Pengakuan dosa dapat sungguh memberikan damai sejahtera kepada kita. Kita tidak lagi resah, akan “apakah Tuhan sudah sungguh- sungguh mengampuni saya?” Sebab kita dapat yakin bahwa kita telah menerima pengampunan Tuhan, karena memang kita telah melakukan apa yang dikendaki Allah bagi kita untuk menyatakan pertobatan kita.
4. Mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa, menjadikan kita lebih rendah hati; berani mengakui kesalahan kita di hadapan orang lain. Kerendahan hati seperti ini dibutuhkan untuk pertumbuhan rohani kita; sebab kerendahan hari adalah antidote/ obat penawar dari dosa manusia yang utama dan pertama yaitu kesombongan: merasa diri sudah baik, tidak mau taat pada perintah Tuhan atau merasa tidak perlu mengaku dosa. Jika kita mengaku dosa secara teratur dalam sakramen Tobat, seperti sebulan sekali, maka Tuhan akan membantu kita untuk bertumbuh secara rohani dalam mengalahkan dosa/ kelemahan kita yang paling sering kita lakukan.
Jadi, Danang, jika saya boleh menyarankan, silakan anda membuat janji dengan pastor Paroki, untuk menerima Sakramen Pengakuan Dosa. Sebelum mengaku dosa, periksalah batin anda seperti telah dipaparkan dalam artikel ini, silakan klik. Setelah itu, mengaku dosalah dengan kerendahan hati di hadapan imam-Nya, di mana Kristus sendiri hadir di dalam diri imam-Nya itu; dan alamilah rahmat Pengampunan Allah yang tidak pernah anda alami sebelumnya. Di dalam Sakramen Pengakuan dosa inilah dipenuhi ayat Kitab Suci, “Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.” (Yoh 8:36). Sebab yang melepaskan anda dari semua ikatan dosa anda adalah Kristus sendiri; ini tidak tergantung dari perasaan anda; tetapi sesuai dengan kehendak Kristus yang memang memakai perantaraan para imam-Nya untuk menyampaikan rahmat Allah yang sangat mengagumkan ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Benarkah Yesus hadir di dalam sakramen tobat (pengakuan dosa) melalui peribadi imam/pastor?
Bagaimanakah ianya berlaku?
Shalom Lucius,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang Sakramen Tobat. Pada saat menerimakan Sakramen Tobat, maka pastor bertindak atas nama Kristus (persona Chisti capitis). Dan hal ini berdasarkan akan perintah Kristus sendiri yang mengatakan:
Untuk keterangan lebih lanjut tentang hal ini, silakan membaca bagian 2 dari artikel pengakuan dosa di sini (silakan klik). Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan
stef – katolisitas.org
Shalom pak stef,
Pada artikel di atas tertulis bahwa sakramen pembaptisan menghapus dosa asal dan dosa yang dibawa sebelum lahir.
Namun saya juga pernah mendengar bahwa sakramen pengakuan dosa hanya menghapus dosa asal.
Sehingga sebelum menerima sakramen krisma, kita diwajibkan menerima sakramen tobat dahulu untuk mengakui dosa-dosa (terutama yang berat) yang dilakukan sebelum dibaptis.
Mana yang betul?
Terima Kasih.
GBU
Shalom Santiago,
Terima kasih atas pertanyaannya. Sakramen Baptis memang menghapus dosa asal dan juga dosa yang dilakukan oleh pribadi sebelum dibaptis, sehingga manusia tidak mengalami siksa-siksa dosa. Hal ini ditegaskan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK, 1263) yang mengatakan:
“Oleh Pembaptisan diampunilah semua dosa, dosa asal, dan semua dosa pribadi serta siksa-siksa dosa (Bdk. DS 1316.). Di dalam mereka yang dilahirkan kembali, tidak tersisa apa pun yang dapat menghalang-halangi mereka untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Baik dosa Adam maupun dosa pribadi demikian pula akibat-akibat dosa, yang terparah darinya adalah pemisahan dari Allah, semuanya tidak ada lagi.“
Sakramen Pengakuan Dosa tidak menghapuskan dosa asal, namun mengampuni dosa-dosa (ringan maupun berat). Silakan membaca artikel tentang Sakrament Tobat (bagian 1, 2, 3, 4). Dosa asal hanya dapat diampuni dengan Sakramen Baptis. Silakan membaca lebih lanjut tentang Sakramen Baptis di sini (Silakan klik), dan Sakramen Penguatan di sini (Silakan klik). Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom pak Stefannus,
terima kasih atas jawabannya.
Ada pertanyaan lagi. Bila saya pernah melakukan dosa berat sebelum dibaptis namun sudah bertobat bahkan sebelum dibaptis, haruskah itu diakukan juga waktu sakramen tobat? Atau tidak perlu lagi, karena sudah dihapus waktu pembaptisan?
Salam damai.
Shalom Santiago,
Terima kasih atas pertanyaannya. Kalau anda telah dibaptis, maka dosa asal (original sin) dan dosa-dosa pribadi, termasuk dosa berat anda telah diampuni. Oleh karena itu, menurut pengajaran Gereja, anda tidak perlu lagi untuk mengakukan dosa-dosa berat yang dilakukan sebelum anda menerima Sakramen Baptis. Namun, kalau anda mau, anda dapat melakulan “general confession” sekali dalam setahun. Dalam general confession ini, anda dapat mengakukan semua dosa-dosa anda yang pernah anda ingat, termasuk dosa-dosa sebelum menerima Sakramen Baptis. Para santa-santo menganjurkan hal ini, sehingga kita akan semakin menyadari akan belas kasih Tuhan dan menyadari bahwa kita adalah pendosa, yang tidak dapat berbuat apa-apa tanpa bantuan rahmat Allah. Dengan kerendahan hati ini, kita akan semakin tumbuh secara spiritual dan rahmat Allah akan semakin mengalir dengan bebas dalam kehidupan kita. yang pada akhirnya akan memampukan kita untuk dapat berjuang dalam kekudusan. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
syloom pak stef, teman-teman saya ketika mereka menerima hosti mereka sering tertawa bahkan ada juga yang mengeluarkan kata-kata kotor serta bergurau saat sambut apakah itu merupakan dosa “sakrelegio”
Shalom Boni Asa,
Terima kasih atas pertanyaannya. Dosa sakrilege adalah "Sakrilegi dilakukan seorang yang menajiskan atau tidak menghormati Sakramen-sakramen atau tindakan liturgi yang lain, pribadi, benda, atau tempat yang telah ditahbiskan kepada Allah. Sakrilegi itu lalu merupakan dosa berat khusus, apabila itu ditujukan kepada Ekaristi, karena di dalam Sakramen ini, Tubuh Kristus hadir secara substansial (Bdk. CIC, cann. 1367; 1376.)" (Katekismus Gereja Katolik / KGK, 2120). Dengan demikian, kalau anda ceritakan benar, maka teman anda berdosa sakrilegi, dan harus segera mengaku dosa di depan pastor. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom Bu ingrid/Pak Stef,
Bisa tidak diperjelas lagi yang Tahap ke 6, saya tak mengerti.. maksud Yesus dari membangkitkan orang-orang itu sprti di atas dikatakan itu membangkitkan manusia dari dosa di dalam hati, dosa yang dinyatakan dalam perbuatan, dan dosa yang sudah menjadi kebiasaan. Apakah maksudnya orang-orang yang mati itu telah berbuat dosa dalam kriteria-kriteria tsb?
Salam damai Kristus,
Leon
Shalom Leon,
Yang saya maksud dalam point 6 di atas adalah bagaimana untuk menyembuhkan beberapa tingkatan dosa, yang dianalogikan seperti Yesus membangkitkan orang mati. Yesus dapat menyembuhkan beberapa tingkatan dosa manusia, seperti: 1) dosa yang terjadi di dalam hati, yang dilambangkan dengan Yesus membangkitkan anak Yairus, yang terjadi di dalam rumahnya, 2) dosa yang telah berbuah dalam perbuatan, yang dilambangkan dengan Yesus yang membangkitkan anak janda di pintu gerbang, 3) dosa yang terus-menerus dilakukan, sehingga menjadi suatu kebiasaan, yang dilambangkan dengan Yesus membangkitkan Lazarus. Dari contoh ini, kita melihat bahwa semakin kita lebih sensitif terhadap bahaya dosa, maka seseorang akan lebih cepat menyadari dosanya, bertobat, memperoleh pengampunan dari Allah. Kuncinya adalah, kita tidak ingin membiarkan suatu dosa yang bermula dari dalam hati, sampai menjadi suatu dosa yang membuahkan perbuatan, dan kemudian menjadi suatu kebiasaan. Kalau suatu dosa telah menjadi kebiasaan, maka dosa ini akan sulit untuk diatasi. Kita dapat melihat apa kebiasaan dosa kita dengan mengamati dosa yang terus-menerus kita akukan dalam Sakramen Tobat. Hanya rahmat Allah dan pertobatan hati yang benar-benar, yang dapat menyembuhkan seseorang dari dosa yang telah menjadi kebiasaan (habitual sin).
Mari kita bersama-sama mohon rahmat Tuhan, agar kita diberikan kerendahan hati untuk menyadari dosa-dosa kita, sehingga kehidupan kita dapat terus bergantung pada rahmat Allah.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Syalom……..
Terima Kasih Pak.SteV atas jawabannya….
Jawabannya sangat jelas dan spesifik…..juga membantu saya menghayati iman saya kepada Yesus Kristus
Tapi saya mau tanya, kenapa ya komentar saya terhadap terhadap tulisan Pak.Stev tentang Yudas Iskariot dihapus ya???? Trima Kasih….
Tuhan memberkati Web Katolisitas ini….Amin…Amin…Amin…….
Shalom Michael,
Terima kasih atas dukungannya untuk katolisitas.org. Komentar Michael tentang Yudas Iskariot bukan dihapus, namun belum ditampilkan, karena saya belum sempat menjawab. Ada begitu banyak pertanyaan yang masuk, sehingga saya harus menjawab pertanyaan yang datang sebelum pertanyaan dan komentar Michael. Jadi, mohon kesabarannya ya. Mohon doanya agar ingrid dan saya dapat menulis dan menjawab pertanyaan dengan baik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
TERPUJILAH DIA YG MAHA BIJAKSANA….SELAMA LAMANYA….. AMIN….AMIN….AMIN…..
Berikut ini saya menjelaskan bahwa tulisan saya yg mengambil ilustrasi PENGATURAN KELAHIRAN MELALUI KONDOM…..(di bawah ini) saya nyatakan TIDAK BERLAKU di weB ini…..karena setelah membaca artikel HUMANE VITAE….saya sangat…sangat dan sangat menyadari bahwa saya telah KELIRU BESAR!!!
TUHAN AMPUNI SAYA……SAYA TELAH KELIRU………
Dan memang benar bahwa Humane Vutae itu Benar!!!!
inilah cara mengatur kelahiran yang sesuai dng yang Kehendak Allah…..dan melalui cara ini..Allah menjamin bahwa Perkawinan umat Katolik akan LANGGENG sampai maut menjemput. Karena suami maupun istri akan semakin menyayangi satu sama lain. Dan kwalitas kasih suami istri ini akan semakin dimurnikan oleh Kasih Allah itu sendiri setiap hari……ya benar…SETIAP HARI!!! sehingga samakin serupa dng Kasih Allah yang sempurna.
Shalom Michael,
Terima kasih atas keterbukaan Michael dalam menerima ajaran Humanae Vitae. Menjadi tantangan bagi semua pasangan Katolik untuk benar-benar dapat menerapkan apa yang diajarkan oleh Gereja, sehingga perkawinan dapat benar-benar menguduskan satu sama lain dan pasangan juga dapat menjadi rekan sekerja Allah.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Terpujilah nama Tuhan……..Raja semsta alam………..Amin.
Syalom…….
Berikut ini saya mengutip :
” Yudas memilih bagi dirinya sendiri bahwa dosanya tidak terampuni dan dia menolak kasih dan pengampunan Allah, yang dibuktikannya dengan menggantung dirinya sendiri” (Mt 27:5).
TANGGA[PAN :
Tidak berarti dng Yudas gantung diri maka dikatakan dia menolak uluran Kasih Allah….yg lebih tepat adalah dia gantung diri karena merasa sangat bersalah yg begitu dalam……sehingga ia merasa tidak layak lagi mendapat belas kasihan Tuhan. Apakah seseorang yg karena keterbatasan pemahamannya akan misteri Kasih Allah sehingga Ia merasa tidak layak menerima uluran Tangan Kasih Allah itu dikatakan berdosa melawan Roh Kudus???? SAYA RASA TIDAK DEMIKIAN. Karena sebelum Yudas gantung diri, ia sudah menyadari kedosaannya. Dan penyadaran ini membawa dia pada rasa penyesalan. Rasa penyesalan inilah yang merupakan benih pertobatan yg mulai tumbuh dalam hatinya. Dan benih-2 pertobatan itu ditumbuhkan oleh Allah sendiri dan itu merupakan anugerah belas kasihan Allah kepda Yudas. Dan Yudas menanggapi anugerah itu. Buktinya ia menyadari akan kedosaannya dan menyesal atas perbuatannya. Dan penyadaran ini berkembang menghasilkan buah-buah pertobatan yaitu ia membenci perbuatan dosanya. Dan menurut saya, karena hal ini (ia membenci perbuatan dosanya) maka Allah mengampuni dosa Yudas. Karena tidak ada orang yg menyesali perbuatan dosanya disisi lain mencintai perbuatan dosanya. Secara otomatis akan terjadi pemilihan salah satunya. Jasi saat seseorang menyesali perbuatan dosanya maka secara otomatis ia juga membenci perbuatan dosanya. Dan karena ia membenci perbuatan dosanya maka sama halnya dng dia membeci dosa itu sendiri dan tidak mau bersekutu dng dosa. Ini selaras dng hakekat Allah diamana Ia adalah Kudus maka tidak ada toleransi terhadap segala macam dosa. Dan karena selaras dng hakekat Allah, apa alasannya sehingga Allah mengulur-ulur waktu untuk memberi rahmat pengampunan kepada Yudas supaya ia bisa diselamatkan dan bersatu dng Allah di sorga???
Peristiwa Yudas mengingatkan kepada kita pada peristiwa seorang penjahat yg disalibkan bersama Yesus. Kenapa Yesus berani menjamin bahwa saat ini juga ia sudah bersama-sama dng Yesus di Firdaus??? Itu karena penjahat itu menyesali perbuatan-perbuatan dosanya….dan penyesalan itu merupakan salah satu bentuk dati pertobatan. Tetapi karena si penjahat itu hanya melakukan dosa-dosa yg tidak berat maka ia berani memohon kepada Yesus untuk mengingat akan dia saat Yesus datang kembali sebagai Raja.
Keadaan kedosaan penjahat ini sangat berbeda dng keadaan kedosaan Yudas. Yudas merasa sebagai orang yg paling berdosa di muka bumi ini. Ia merasa sebelum dan sesudahnya tidak ada orang yg pernah melakukan dosa yg sekeji ini. Dosa menghianati Sang Juru Selamat, yang adalah Tuhan sendiri. Apalagi ditambah dng perkataan Yesus ”….. celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” (Mt 26:24). Coba bayangkan kalau anda berada pada posisi Yudas….Apakah Anda sempat berpikir waras??? Bayangkan perasaan bersalah yg dihadapi oleh Yudas saat itu……mungkin dia berpikir bahwa saat ini seluruh manusia yg pernah hidup di bumi atau yg hidup akan datang….pasti mengutuk dia habis-habisan…..bagaimana mungkin ia bisa berpikir jernih???? Hanya rahmat Allah-lah yg memampukan ia bisa berpikir jernih!!! Tetapi saat itu Allah tidak mencurahkan rahmat pemahaman akan Luasnya Kasih Allah itu kepada Yudas….kenapa demikian??? Itu misteri Allah.
Tetapi yang pasti adalah Allah sudah mengampuni dosa Yudas sebelum ia mengantungkan dirinya. Ingat Firman Tuhan “Walaupun dosamu merah seperti kirmisi….akan menjadi putih seperti salju….dan meskipun meranya seperti kain kesumba….akan menjadi putih seperti bulu domba…” demikianlah Firman Tuhan.
Peristiwa Yudas mengantungkan diri itu adalah persoalan lain. Ia menggantung dirinya bukan karena dosa menghianati Yesus….sebab saat ia menyesali perbuatan dosanya, di saat itu pula Rahmat Pengampunan Allah turun atas dirinya. Dan karena rahmat ini, Yudas memperoleh pengampunan dari Allah. Jadi dosanya sudah diampuni oleh Allah sebelum ia gantung diri. Sedangkan perstiwa ia gantung diri itu terjadi karena keterbatasan pemahamannya akan Luasnya Samudra Kasih Allah yg tiada berbatas. Karena keterbatasan pemahamannya ini maka dia dihantui oleh perasaan bersalah yg mendalam. Dan ini merupakan efek yg ditinggalkan oleh dosa itu sendiri. Efek akibat dosa itu berbeda dng dosa itu sendiri.
Ibarat sebuah lencana kaisar yg melambangkan hadirnya kaisar. Walaupun kaisarnya tidak hadir saat itu, tetapi jika seseorang menunjukkan lencana kaisar maka seolah-olah kaisar hadir saat itu. Jadi walaupun dosanya sudah dihapuskan tetapi efek akibat dosa yg ditinggalkan masih bisa mempengaruhi orang tersebut. Efek ini bisa timbul karena orang tersebut tidak begitu yakin bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosanya. Ketidakyakinan ini bukan disebabkan oleh karena kemauannya sendiri tetapi oleh karena keterbatasan pemahamannya sendiri. Dan ini tetap dikategorikan sebagai dosa, yaitu dosa karena ketidakpahaman manusia. Tetapi dosa ini bukanlah dosa berat yg menyebabkan maut. Dosa ini hanyalah dosa ringan yg dapat diampuni oleh Allah melalui doa-doa kita umat beriman. Sehinga saya yakin saat ini bahwa, Yudas sedang berada di purgatorium diamana menjalani pemurnian jiwanya dari dosa yg dikakukan selama masa hidupnya, terutama dosa gantung diri karena ketidak-pahamnya akan Luasnya Kasih Allah yg Tidak Bertepi.
Shalom Michel,
Terima kasih atas tanggapannya tentang Yudas Iskariot. Berikut ini adalah tanggapan saya:
1) Seperti yang saya katakan di jawaban saya sebelumnya:
a) Apa yang kita pikirkan memang dapat berasal dari Tuhan, dari setan, maupun dari diri sendiri. Namun, apa yang kita putuskan adalah melibatkan keputusan bebas dari kita sendiri. Oleh karena itu, memang sebuah dosa dapat dipengaruhi oleh setan, namun pada akhirnya yang membuat keputusan adalah kita sendiri. Dan kita percaya bahwa rahmat yang diberikan oleh Tuhan cukup untuk membuat kita hidup dalam kekudusan. Oleh karena itu, dosa yang kita perbuat adalah kesalahan kita dan harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, walaupun ada kondisi-kondisi yang mungkin mengarahkan kita untuk berbuat dosa.
b) Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi sebelum Yudas meninggal atau beberapa detik sebelum dia meninggal, apakah dia benar-benar mempunyai penyesalan sempurna atau tidak, yang menentukan apakah dia masuk ke Sorga atau neraka. Namun dari apa yang dikatakan oleh Yesus “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” (Mt 26:24), maka akan sulit untuk berargumentasi bahwa Yudas ada di Sorga, walaupun kita juga tidak dapat menentukan secara pasti bahwa Yudas ada di neraka. Dari dasar ayat tersebut dan pengertian dosa menghujat Roh Kudus, maka kita tidak dapat mengatakan bahwa dosa yang dilakukan oleh Yudas adalah dosa ringan. Dosa yang dilakukan oleh Yudas adalah berat.
c) Menyadari kesalahan memang merupakan benih pertobatan, seperti yang telah dikatakan oleh Michael. Dan ini adalah kerja dari Roh Kudus, yang menyadarkan orang akan dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Namun, penyadaran kesalahan yang berakhir pada keputusasaan bukanlah kerja dari Roh Kudus, karena Roh Kudus menuntun seseorang kepada Kristus. Keputusasaan adalah kerja dari setan. Seseorang dapat saja menyesali perbuatannya karena akibat yang ditimbulkan, namun tidak membawa seseorang pada pertobatan yang benar. Bandingkan dengan pertobatan Petrus, yang menyangkal Yesus tiga kali, namun membawanya pada pertobatan yang benar. Bandingkan dengan cerita pertobatan anak yang hilang, yang menyesali dosanya dan akhirnya kembali ke rumah Bapa. Oleh karena itu, penyesalan yang berakhir pada keputusasaan, fokus utamanya adalah diri sendiri dan bukan Allah. Dalam pertobatan yang sempurna, fokus utamanya adalah Allah dan bukan diri sendiri. Jadi, menggunakan argumentasi Michael, maka Yudas yang membenci dosanya, telah membuat dosa baru yang lebih parah, yaitu dosa keputusasaan. Inilah salah satu manifestasi dari dosa menghujat Roh Kudus, karena keputusasaan menolak kasih Kristus, yaitu dengan berfikir bahwa dosanya lebih besar daripada kasih Kristus.
2) Kalau kita membandingkan dengan pertobatan dari penjahat yang disalibkan bersama-sama dengan Yesus, maka berbeda dengan apa yang dialami oleh Yudas. Penjahat tersebut percaya akan belas kasih Allah, sehingga dia menaruh pengharapan besar akan belas kasih Allah. Sebaliknya, Yudas, yang menyesali dosanya, tidak berlanjut pada pertobatan yang benar. Kita harus yakin bahwa Tuhan memberikan rahmat yang cukup bagi semua orang untuk masuk dalam pertobatan yang benar. Tanpa berpegang pada kebenaran ini, maka kita akan menyalahkan setan, dan lebih parah lagi menyalahkan Tuhan. Sekali lagi, untuk menyatakan bahwa Allah pasti mengampuni dosa Yudas adalah sebuah argumentasi yang perlu dipertanyakan. Bagaimana kita dapat mengatakan bahwa dosa Yudas pasti diampuni, kalau Yesus sendiri mengatakan “Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” (Mt 26:24)
Saya ingin menegaskan sekali lagi, bahwa menyadari kesalahan saja tidak cukup untuk mendapatkan pengampunan. Menyadari kesalahan adalah tahap awal dan tidaklah komplit dalam proses pertobatan. Pertobatan yang benar adalah seperti yang ditunjukkan oleh anak yang hilang. Silakan melihat artikel tentang hal ini di sini (silakan klik). Dan rasul Paulus menegaskan “Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian.” (2 Kor 7:10). Dan inilah yang dialami oleh Yudas, yaitu dukacita dari dunia ini yang menghasilkan kematian.
Semoga uraian di atas dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Syalom……tuhan memberkati Kita semua…………
Saya mengutip tulisan berikut ini :
(2) Namun dosa Yudas Iskariot dapat juga dikategorikan sebagai dosa melawan Roh Kudus. Salah satu manifestasi dari dosa ini adalah dosa keputusasaan (despair). Walaupun Yudas Iskariot menyesali dosanya (Mt 27:3), namun dia berfikir bahwa dosanya lebih besar daripada kasih Allah.
“……..namun dia berfikir bahwa dosanya lebih besar daripada kasih Allah”.
TANGGAPAN : Itu kan pikiran Yudas saja….belum tentu pikirannya benar…karena setan bisa membuat orang merasa bersalah walaupun pada kenyataannya ia tidak berbuat dosa atau dosanya sudah diampuni OLEH Tuhan jika ia tidak memahami secara mendalam Belas Kasih Tuhan kepada orang berdosa…..Dan kita tidak bisa men-just bersalah sepenuhnya kepada Yudas atas ketidak-pahamnya akan Misteri Kasih Allah itu. Bukan berarti Yudas tidak berdosa akan tindakan gantung diri itu…tetap Yudas berdosa tetapi dosanya relatif ringan….
Shalom Michael,
Terima kasih atas tanggapannya tentang Yudas Iskariot. Michael melihat bahwa pernyataan saya “……..namun dia berfikir bahwa dosanya lebih besar daripada kasih Allah” adalah tidak tepat. Dan kemudian Michael memberikan tanggapan "Itu kan pikiran Yudas saja….belum tentu pikirannya benar…karena setan bisa membuat orang merasa bersalah walaupun pada kenyataannya ia tidak berbuat dosa atau dosanya sudah diampuni OLEH Tuhan jika ia tidak memahami secara mendalam Belas Kasih Tuhan kepada orang berdosa…..Dan kita tidak bisa men-just bersalah sepenuhnya kepada Yudas atas ketidak-pahamnya akan Misteri Kasih Allah itu. Bukan berarti Yudas tidak berdosa akan tindakan gantung diri itu…tetap Yudas berdosa tetapi dosanya relatif ringan…."
a) Apa yang kita pikirkan memang dapat berasal dari Tuhan, dari setan, maupun dari diri sendiri. Namun, apa yang kita putuskan adalah melibatkan keputusan bebas dari kita sendiri. Oleh karena itu, memang sebuah dosa dapat dipengaruhi oleh setan, namun pada akhirnya yang membuat keputusan adalah kita sendiri. Dan kita percaya bahwa rahmat yang diberikan oleh Tuhan cukup untuk membuat kita hidup dalam kekudusan. Oleh karena itu, dosa yang kita perbuat adalah kesalahan kita dan harus kita pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, walaupun ada kondisi-kondisi yang mungkin mengarahkan kita untuk berbuat dosa.
b) Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi sebelum Yudas meninggal atau beberapa detik sebelum dia meninggal, apakah dia benar-benar mempunyai penyesalan sempurna atau tidak, yang menentukan apakah dia masuk ke Sorga atau neraka. Namun dari apa yang dikatakan oleh Yesus "Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan." (Mt 26:24), maka akan sulit untuk berargumentasi bahwa Yudas ada di Sorga, walaupun kita juga tidak dapat menentukan secara pasti bahwa Yudas ada di neraka. Dari dasar ayat tersebut dan pengertian dosa menghujat Roh Kudus, maka kita tidak dapat mengatakan bahwa dosa yang dilakukan oleh Yudas adalah dosa ringan. Dosa yang dilakukan oleh Yudas adalah berat.
Semoga keterangan tambahan ini dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Syalom……..Tuhan Yesus memberkati orang yg membaca tulisan ini…….
Berikut ini saya mengutip kalimat yg ditulis oleh Pak.Stevanus…..
“Kebenaran adalah tetap dan tidak berubah, dan kebenaran sejati hanya dapat ditemukan dalam diri Yesus, karena Yesus adalah Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yoh 14:6).”
COMENTAR :
Permasalahnya karena setiap manusia berusaha menginterpretasikan kebenaran itu….dan karena pemahaman akan kebenaran itu berbeda-beda maka terjadilah berbagai macam versi interpretasi dari kebenaran itu. Terus kalau terjadi seperti ini…..pertanyaan selanjutnya interpretasi mana yg paling benar??? Masing-masing manusia meng-claim bahwa interpretasinya yg paling benar. Benar menurut apa??? Tentunya berbagai macam standard yg dipakai. Terus standard mana yg paling mulia dan utama??? Orang beriman mengatakan “Standard moral yg utama dan pertama” …..OK standard moral yg utama….tetapi bagaimana implementasinya dilapangan??? Sebab apa yg disepakati boleh sama tetapi implementasinya bias berlainan. Bahkan tidak jarang bertentangan satu sama lain.
Sebagai contoh : Gereja Katolik melarang penggunaan kondom untuk mencegah kelahiran sebab itu adalah tindakan dosa. Tetapi permasalahannya,
– apakah Gereja Katolik bertanggung jawab jika terjadi ledakan penduduk akibat tidak menggunakan kondom???
– apakah Gereja bertanggung jawab terhadap ketersediaan makanan yg cukup,??
– tersedianya lapangan pekerjaan yg memberikan upah yg memadai untuk para orang tua dari lusinan akan yg dilahirkan dalam keluarganya???
– bagaimana dng pendidikan anak-anak??? Apakah mereka bisa mencapai tingkat pendikan yg memadai??? Saya yakin akan sulit menjamin kesejahteraan dari keluarga yg melahirkan satu bayi baru setiap tahunnya. Coba bayangkan…bagaimana caranya sepasang orang tua menjamin kesejahteraan jika sepasang orangtua tsb dianugerahi 10-15 orang anak….????
Bukankah jika ledakan penduduk tidak terkendali maka terjadilah kelaparan di sana-sini sebab persediaan bahan makanan menjadi habis. Dan akibat dari kelaparan itu maka angka kriminalitas meroket…..apakah ini bukan kejahatan di mata Tuhan juga??? Sehingga para negarawan berpendapat bahwa Gereja Katolik mengijinkan banyak kejahatan timbul karena melarang pemakaian kondom untuk mengatur kehamilan….
Tetapi apakah tanggapan Gereja Katolik??? Tuhan bertanggung jawab setiap bayi yang dilahirkan di muka bumi ini. Ia akan menjamin hidupnya. Ia akan menjamin makanan dan minumannya. Lihat…burung-burung di udara….mereka tidak menanam di saat musim tanam. Tetapi Tuhan menyediakan tuaian di saat musim tuai. Bagaimanakah kamu hai manusia??? Bukankan kamu lebih berharga daripada burung-burung di udara??? Janganlah khawarit akan apapun juga.
Tetapi jangan lupa juga….kita ini adalah rekan sekerja Tuhan dalam menciptakan dunia ini. Dia yg begitu agung, melengkapi kita dng akal budi sehingga kita dapat mengatur kelangsungan kehidupan kita sendiri dan kehidupan banyak orang. Oleh karena itu, maka manusia menggunakan akal budinya untuk memecahkan persoalan “Bagaimana caranya membatasi kelahiran???” Maka lahirlah kondom……
Shalom Michael Angello,
Terima kasih atas tanggapannya tentang “kebenaran”. Untuk menjawab pertanyaan ini, maka kita harus mengetahui definisi kebenaran. Kebenaran dapat didefinisikan sebagai persetujuan apa yang yang ada di dalam pikiran dengan kenyataan. Sebagai contoh: adalah benar, kalau kita berfikir bahwa balon merah, dan kenyataannya memang kita melihat balon tersebut berwarna merah. Kalau kita berfikir bahwa balon itu biru, maka kita tidak mempunyai kebenaran, karena apa yang kita pikirkan berbeda dengan apa yang terjadi. Untuk mengatakan bahwa semua orang dapat mempunyai kebenaran, walaupun berfikir dan berkata bahwa balon tersebut hijau, putih, kuning, dll., adalah mendefinisikan kebenaran sebagai sesuatu yang bersifat relatif.
Kebenaran lebih tinggi dari kita sendiri, karena kebenaran adalah tetap. Kebenaran tidak perduli kita setuju atau tidak setuju dengan kebenaran tersebut. Sebagai umat Katolik, kita percaya apa yang dikatakan oleh Kristus, bahwa Kebenaran adalah Kristus sendiri (lih. Yoh 16:6). Dan kebenaran ini akan membebaskan (lih. Yoh 8:32). Dan akhirnya, kita juga harus percaya bahwa Gereja Katolik adalah tiang, penopang, dan dasar kebenaran (lih. 1 Ti 3:15). Kalau Gereja sebagai tiang, penopang, dan dasar kebenaran, maka kita tidak dapat memilih-milih doktrin dan dogma yang diajarkan oleh Gereja. Kalau kita memilih-milih doktrin dan dogma sesuai dengan pemikiran kita, maka kita tidak mempunyai iman yang supernatural, karena iman kita bergantung pada pemikiran kita sendiri. Tentu saja untuk menerapkan kebenaran, kita juga harus melihat budaya, dan juga harus sensitif terhadap orang-orang di sekitar kita. Oleh karena itu, kita harus mohon kepada Tuhan agar diberi karunia kebijaksanaan (dalam hal ini prudence), sehingga kita dapat menerapkan kebenaran dengan bijaksana, sehingga pada akhirnya orang-orang dapat melihat dan menemukan Kebenaran, yaitu Kristus.
Mari kita melihat contoh yang dikemukakan oleh Michael, yaitu bahwa Gereja Katolik melarang umatnya untuk menggunakan kontrasepsi. Untuk menjawab pertanyaan ini, silakan membaca artikel “Humanae Vitae itu benar” (silakan klik). Dan setelah membaca hal tersebut, maka kita dapat mendiskusikannya lebih lanjut. Namun intinya adalah Gereja ingin agar kita harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah, bukan Allah yang mengikuti kemauan kita.
a) Untuk mengatakan bahwa penduduk dunia telah terlalu banyak adalah informasi yang salah. Sebagai gambaran, seluruh penduduk dunia dapat ditempatkan di Texas – USA. Luas Texas adalah 696,241 km2 dan penduduk dunia adalah 6,7 milyar. Jadi kalau seluruh penduduk dunia ditempatkan di Texas, maka setiap orang mendapatkan lebih dari 100 m2. Kalau dalam keluarga ada empat anggota, maka keluarga tersebut menempati rumah sebesar 400 m2, yang berarti, cukup luas – sekitar 15 m x 27 m. Bandingkan dengan perumahan sederhana di Indonesia yang jauh lebih kecil.
b) Untuk mengatakan bahwa tidak tersedia makanan bagi manusia di seluruh dunia adalah tidak benar. Kemiskinan disebabkan karena dosa ketamakan. Kalau saja yang kaya mau berbagi kepada yang miskin, sebenarnya tidak ada kemiskinan di dunia ini.
c) Cobalah untuk melihat data kelahiran penduduk. Lebih dari 70 negara (data tahun 2007) mempunyai tingkat kelahiran penduduk kurang dari 2, seperti: Singapore: 1.07; Jepang: 1.23; Kanada: 1.61. Dan tanpa imigran, maka negara-negara tersebut penduduknya akan terus berkurang dan pada akhirnya akan mengalami permasalahan besar. Tingkat kelahiran seluruh dunia adalah 2.59 di tahun 2007, menurun dibandingkan 2.8 di tahun 2002, dan 5.0 di tahun 1965. Coba juga untuk melihat bahwa yang tidak mau memakai kontrasepsi bukan hanya orang-orang miskin, namun juga orang-orang kaya. Coba bandingkan berapa anak dalam keluarga di desa dan keluarga di kota yang lebih kaya. Coba bandingkan dengan Singapore yang mempunyai tingkat kelahiran penduduk 1.07, sehingga pemerintah Singapore memberikan banyak kemudahan kepada pasangan yang mempunyai anak. Kalau tingkat kelahiran ini terus menurun, maka negara-negara tersebut akan menghadapi bahaya yang besar.
d) Kalau begitu, bagaimana tanggapan Gereja Katolik? Gereja Katolik memberikan jalan keluar, yaitu dengan KB alamiah. KB alamiah ini adalah sebagai bentuk kebijaksanaan di dalam pelaksanaan tanpa mengorbankan kebenaran, sehingga manusia menjadi rekan sekerja Tuhan yang sebenarnya. Dengan memakai kontrasepsi, manusia menjadi tuan bagi dirinya sendiri dan mendepak Tuhan dalam proses penciptaan manusia baru. Apakah ini yang disebut sebagai rekan sekerja?
e) Kalau kita mau menjadi rekan sekerja Allah yang benar-benar, pakailah metode KB alamiah dan bukan memakai kondom atau alat kontrasepsi lainnya, sehingga manusia tetap terbuka terhadap kelahiran dan pada saat yang bersamaan bertanggungjawab terhadap kehidupannya.
Semoga uraian di atas dapat membantu. Mari kita benar-benar menjadi rekan sekerja Allah (lih. 1 Kor 3:9) dalam hal apapun.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Mengenai ajaran predestinasi tadi,sebenarnya ajaran ini berbicara tentang apa? Kalau tidak salah predestinasi ini adalah paham calvinisme(saya dapat dari pelajaran di sekolah saya yang beraliran protestan),apa predestinasi juga merupakan bagian dari ajaran katolik?? Terima kasih.
Shalom Andry,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang predestination. Predestination merupakan topik yang tidak gampang dan memerlukan pembahasan secara mendalam, yang mungkin suatu saat dapat ditulis dalam artikel tersendiri.
Predestination berhubungan dengan konsep Tuhan yang maha tahu, yang tahu bahwa sebagian orang akan masuk Sorga, dan sebagian akan masuk neraka (hal ke dua ini disebut divine reprobation). Yang menjadi permasalahan di sini adalah: apakah Tuhan secara aktif memilih sebagian orang masuk Sorga dan sebagian orang masuk neraka. Secara sederhana dapat dipaparkan bahwa Calvin mengatakan bahwa Tuhan secara aktif menentukan bahwa sebagian orang masuk Sorga dan sebagian orang masuk neraka. Dan inilah yang bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik.
a) Gereja Katolik percaya bahwa Tuhan menginginkan semua manusia masuk dalam Kerajaan Sorga. Dikatakan “3 Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, 4 yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1 Tim 2:3-4) dan “9 Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.” (2 Pet 3:9).
b) Namun, Tuhan adalah maha tahu, yang berarti Tuhan tahu siapa saja yang masuk Sorga dan siapa saja yang masuk neraka. Kalau seseorang masuk neraka, bukan berarti bahwa Tuhan telah mentakdirkan seseorang untuk masuk neraka, dalam pengertian bahwa Tuhan secara aktif membuat seseorang berdosa dan masuk ke dalam neraka. Tidak mungkin Tuhan secara aktif membuat seseorang berbuat dosa, karena ini bertentangan dengan hakikat Tuhan yang adalah kudus. Namun di dalam kebijaksanaan-Nya, Dia telah melihat dan memperhitungkan dosa-dosa yang diperbuat oleh seseorang (karena Tuhan maha tahu), sehingga orang tersebut masuk dalam neraka.
Jadi, pada dasarnya Tuhan menginginkan semua orang masuk ke dalam Kerajaan Sorga, namun Tuhan juga menghormati kehendak bebas manusia untuk menerima kasih Tuhan atau menolak kasih Tuhan. Karena Tuhan maha tahu, maka Dia tahu sebagian orang masuk Sorga dan sebagaian orang masuk neraka. Namun, Tuhan tidak akan pernah secara aktif membuat orang masuk neraka. St. Agustinus mengatakan “Tuhan adalah baik, Tuhan adalah adil … Dia dapat menyelamatkan seseorang tanpa [ia melakukan] perbuatan-perbuatan baik, karena Dia [Tuhan] adalah baik; Namun Dia tidak dapat menghukum seseorang tanpa [ia melakukan] perbuatan-perbuatan jahat, karena Dia adalah adil” (Contra Jul. III, 18, 35). jadi, Tuhan tidak mungkin Tuhan secara aktif membuat seseorang berbuat jahat dan kemudian menghukumnya, karena ini bertentangan dengan keadilan Tuhan.
Semoga uraian singkat di atas dapat menjawab pertanyaan yang sulit ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Yth Katolisitas,
Saya ingin bertanya lagi bagaimana dgn Yudas Iskariot yg menghianati Yesus? Ini termasuk dosa menghujat Roh kudus ataukah dosa melawan Anak Allah?
Apakah Yudas Iskariot diampuni? Bukankah pada akhirnya Dia menyesali perbuatannya? Tetapi mengapa ada tertulis:
“akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.”
Terima kasih.
Shalom Chris,
Terima kasih atas pertanyaan tentang apakah dosa Yudas Iskariot termasuk dosa melawan Anak Allah atau menghujat Roh Kudus. Pertama kembali saya ingin mengegaskan kembali bahwa semua dosa pada dasarnya adalah melawan Allah. "Appropriation" (saya tidak tahu terjemahan bahasa Indonesia secara tepat, mungkin dapat diterjemahkan: penguntukan) hanyalah cara untuk membantu kita menangkap dengan lebih jelas misteri Tritunggal Maha Kudus.
Jadi secara umum, maka dapat dikatakan Yudas Iskariot berdosa terhadap Allah dan tentu terhadap Yesus. Perbuatannya mengkhianati Yesus dan menyerahkan Yesus sehingga Ia disalibkan, adalah sungguh dosa melawan Anak Allah. Sekarang mari kita lihat dalam konteks "appropriation".
1) Yudas Iskariot melakukan dosa melawan Anak Allah. Seandainya dia tidak tahu bahwa Yesus Anak Allah dan dia melakukan pengkhianatan karena "ignorance" (ketidaktahuan) saja, Yudas sudah berdosa melawan Yesus yang adalah Sang Kebijaksanaan. Apalagi kenyataannya, Yudas mengetahui siapa Yesus itu, karena ia adalah seorang dari para rasul, yang setiap hari berkumpul dengan Yesus.
2) Namun dosa Yudas Iskariot dapat juga dikategorikan sebagai dosa melawan Roh Kudus. Salah satu manifestasi dari dosa ini adalah dosa keputusasaan (despair). Walaupun Yudas Iskariot menyesali dosanya (Mt 27:3), namun dia berfikir bahwa dosanya lebih besar daripada kasih Allah. Yudas memilih bagi dirinya sendiri bahwa dosanya tidak terampuni dan dia menolak kasih dan pengampunan Allah, yang dibuktikannya dengan menggantung dirinya sendiri (Mt 27:5). Oleh karena itu, tepatlah apa yang dikatakan oleh Yesus "Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan." (Mt 26:24).
Semoga keterangan tersebut dapat menjawab pertanyaan Chris.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom Pak Stefanus,
Membaca pertanyaan dan jawaban bapak perihal Yudas Iskariot, timbul pertanyaan dalam benak saya bahwa “Bukankah itu KEHENDAK (RENCANA) ALLAH supaya semua itu terjadi?” Seandainya Yudas Iskariot tidak menghianati Yesus, bukankah kisah pengorbanan Yesus di kayu Salib sampai pada kebangkitan-Nya tidak terjadi? Hitung-2 Yudas Iskariot berjasa juga dhonk? (maaf ini pikiran konyol saya,hahaha).
Salam dalam kasih Kristus.
Simon
Shalom Simon,
Terima kasih atas pertanyaan tentang apakah Yudas berjasa dalam karya keselamatan Kristus. Berikut ini adalah jawaban yang pernah dituliskan sebelumnya.
1) Pertama kita harus mengeri konsep tentang Antecedent will dan Consequent will.
a) Antecedent Will: Kehendak Allah yang universal terhadap semua manusia, yaitu agar semua manusia di selamatkan. Inilah yang dikenal dengan ajaran ‘predestination’, yaitu bahwa Allah menghendaki semua manusia diselamatkan dan memiliki pengetahuan akan kebenaran (lih. 1Tim 2:4).
b) Consequent Will: Kehendak Allah yang melibatkan pihak kehendak bebas manusia; sehingga meskipun Allah menghendaki semua manusia diselamatkan, namun karena Allah menghormati keputusan kehendak bebas manusia yang menolak-Nya, maka tidak semua dari yang ditentukan Allah sejak semula untuk diselamatkan, dapat diselamatkan.
Dengan prinsip yang sama, maka bukan Tuhan yang menghendaki kejahatan terjadi, sebab yang terjadi sesungguhnya manusia dengan kehendak bebasnya yang berbuat jahat. Dalam hal ini, Tuhan mengizinkan hal kejahatan itu terjadi, karena Ia menghormati kehendak bebas manusia yang diciptakan-Nya. Inilah yang dikenal sebagai penderitaan yang disebabkan oleh dosa manusia.
Dengan pengertian tersebut di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa menjadi kehendak Allah bahwa semua orang, termasuk Yudas untuk bekerja sama dengan rahmat Tuhan, sehingga semuanya mencapai kebahagiaan di Surga. Namun karena Allah menghargai kehendak bebas manusia, dalam hal ini Yudas, maka Yudas sebenarnya memilih bagiannya sendiri untuk berbuat dosa yang mendatangkan maut. Jadi, Allah tidak pernah secara aktif (positif) menyebabkan orang lain untuk berbuat dosa; namun karena Yesus Maha Tahu, maka sejak semula, Yesus telah mengetahui bahwa Yudas akan menyerahkan Diri-Nya untuk disalibkan, walaupun keputusan untuk menyerahkan Yesus adalah keputusan Yudas sendiri.
2) Untuk mengatakan bahwa Yudas Iskariot berjasa dalam terjadinya penyelamatan Tuhan, maka sama saja dengan mengatakan bahwa Setan yang membuat Adam dan Hawa berdosa juga berjasa, karena dengan itu Yesus turun ke dunia dan menunjukkan kepada umat manusia tentang kasih Allah yang tak terbatas. Tentu saja kita tidak bisa berkata bahwa tanpa Yudas tidak ada keselamatan, karena Tuhan juga dapat menggunakan cara yang lain. Dalam artian, tanpa penghianatan Yudas, orang Farisi juga tetap dapat menangkap Yesus dan berusaha untuk membunuhnya, seperti yang diceritakan dalam beberapa kejadian di Injil (Yoh 5:18; Yoh 7:1).
3) Mungkin pernyataan yang lebih baik adalah "Tuhan dapat mendatangkan sesuatu yang baik dari sesuatu yang buruk untuk menyatakan kemuliaan-Nya". Keburukan dosa yang terekpresi lewat setan yang menggoda Adam dan Hawa, mendatangkan rencana Tuhan yang paling indah, yaitu misteri inkarnasi. Keburukan dosa Petrus yang menyangkal Yesus tiga kali (Mat 26:69-75) mendatangkan kekuatan bagi Petrus untuk mengemban amanat yang diberikan oleh Yesus untuk menggembalakan domba-Nya (Yoh 21:15-17). Dan keburukan dosa yang dilakukan oleh Yudas membuka mata hati manusia akan suatu bahaya dosa keputusasaan, dosa yang tidak terampuni.
Semoga keterangan di atas dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Ytk Bp. Stefanus Tay,
Luar biasa penjelasannya. Terima kasih banyak atas pencerahannya.
Doa saya untuk katolisitas.org semoga eksis terus dan diberkati oleh Allah Bapa yang ada di Surga sehingga semakin hari semakin banyak orang Katolik yang dibukakan hati dan dicerahkan pemahamannya tentang Iman Katolik yang sesungguhnya.
Salam Damai,
Simon
Yang dipenuhi rahmat Bpk Stefanus,
Suatu pencerahan kepada kami akan pemikiran mengenai Yudas Iskariot tersebut dan karya keselamatan oleh Tuhan Yesus Kristus.
Semoga web site Katolisitas.org ini tetap eksis agar semakin banyak umat katolik yang menjadi lebih teguh imannya. Tuhan memberkati selalu.
Shalom,
Mariano
saya bersukur sekali degan kehadiran web ini tentunya bisa saling menguatkan iman kita.khususnya bagi kaum muda yang sedang diperantauan,yg diluar negri sebagai pekerja atau tki seperti saya. yang haus akan sapaan rohani,dimana butuh kekuatan untuk saling menguatkan iman kita.semoga web ini jaya terus….sehingga bisa memberikan nuangsa baru untuk pertubuan dan kekuatan iman kita. lewat dunia maya.khususnya bagi rekan2 yg ada diperantauan yg sedang mabuk dgan dunia maya.yg membutuhkan kekuatan iman dan yang haus akan sapaan rohani. TRIMAKASIH KATOLISITAS.TUHAN MEMBERKATIIII
Comments are closed.