Kita memperingati Hari Raya Tritunggal Mahakudus satu minggu setelah Hari Raya Pentekosta, yang mana tahun ini jatuh pada tanggal 4 Juni. Pengakuan iman Tritunggal sendiri nampak dalam keseharian tata gerak kita, yakni ketika kita membuat tanda salib. Sesungguhnya ketika kita membuat tanda salib, kita sedang mengungkapkan misteri iman kita yang terdalam, suatu misteri sentral kehidupan batin ilahi kita (KGK 234). Merupakan misteri bukan karena ia tidak dapat dimengerti sama sekali, melainkan karena doktrin ini menjelaskan ada batas pengertian yang tidak dapat kita langkahi sebagai manusia. Misteri Tritunggal membawa kita untuk menerima wahyu Allah, bahwa Allah itu Esa dalam substansi, dan sekaligus tiga dalam Pribadi. Menolak untuk mempercayai doktrin ini karena keterbatasan kodrati, sama halnya seperti orang buta yang mengatakan tidak ada matahari karena ia tidak dapat melihatnya.
Tritunggal Dalam Alkitab
Walaupun kata Tritunggal sendiri tidak muncul secara eksplisit dalam Alkitab, tetapi penggambaran Tritunggal sangatlah jelas sejak Perjanjian Lama. Marilah kita melihat pada kisah penciptaan (Kej 1:1-3). Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah: “Jadilah terang.” -> Ada Allah, ada Roh-Nya, dan ada Firman-Nya. Para Bapa Gereja memahami kisah penciptaan sebagai karya Tritunggal. St. Irenaeus (115-202): “Sebab bersama Allah Bapa selalu hadir Sabda dan kebijaksanaan-Nya, yaitu Putera-Nya dan Roh Kudus-Nya, yang dengan-Nya dan di dalam-Nya … menciptakan segala sesuatu, yang kepadaNya Ia bersabda, “Marilah menciptakan manusia sesuai dengan gambaran Kita.” (St. Irenaeus, Against Heresy, Bk. 4, Chap.20, Ibid., 148))
Sementara St. Fulgentius Ruspe mengutip Kej 1:26: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita”. Kata gambar bukan gambar-gambar, menunjukkan bahwa kodrat-Nya adalah satu. Tetapi kata Kita menunjukkan bukan satu Pribadi-Nya (Ancient Church Fathers Commentary on Scripture).
Penggambaran Tritunggal dalam Perjanjian Baru terlihat dari beberapa peristiwa seperti saat Yesus dibaptis (Mat 3:16 ; Mrk 1:9-11 ; Luk 3:21-22), transfigurasi Yesus (Mat 17:1-11 ; Mrk 9:2-8 ; Luk 9:34-35), rumusan Pembaptisan yang diberikan Yesus (Mat 28:19), serta rumusan Tritunggal yang diberikan para Rasul (2 Kor 13:13 ; 1 Ptr 1:2). Jika Perjanjian Lama berfokus adalah pada Allah Bapa, maka Perjanjian Baru berfokus pada Allah Putera. Ini adalah cara Allah menyatakan diri-Nya secara bertahap. Adalah berbahaya untuk menyatakan Allah Putera ketika Allah Bapa belum dipahami. Dan berbahaya untuk menyatakan Allah Roh ketika Allah Bapa dan Allah Putera belum dipahami – St. Gregorius Nazianzus, The Fifth Theological Oration.
Dalam perkembangannya, muncul bidaah-bidaah yang memberi pengertian menyimpang tentang Tritunggal; contoh Sabellianisme (oleh Sabellius dan Praxeas tahun 215) yang beranggapan bahwa Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus hanyalah cara Allah memanifestasikan Diri-Nya, sehingga hanya ada satu Pribadi. Dengan demikian Sabelius menyatakan bahwa Pribadi yang wafat disalib sekaligus adalah Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus. Saat itulah Bapa Gereja Tertulianus menggunakan kata Tritunggal secara resmi. Bidaah lainnya adalah Arianisme, diajarkan oleh Imam Arius (250-336) bahwa hanya Allah Bapa yang sungguh-sungguh Allah, sementara yang lain hanyalah ciptaan. Kaisar Konstantin melalui Konsili Nicea tahun 325 kemudian menyatakan Arianisme sebagai ajaran sesat, dan merumuskan Syahadat Nicea yang menyatakan kesetaraan Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus.
Satu Substansi, Tiga Pribadi (Una Substantia, Tres Personae)
Apakah substansi dan apakah pribadi?
Mudahnya substansi digunakan untuk menjawab pertanyaan apa.
Tanya “Apakah kamu?”
Jawab “Saya manusia”
Sementara pribadi digunakan untuk menjawab pertanyaan siapa
Tanya “Siapakah kamu?”
Jawab “Saya Chieko”
Ayah saya memperanakkan saya, kami sama-sama mempunyai kodrat manusia. Ketika ayah saya meninggal, saya tidak ikut meninggal, sebab kami terdiri dari dua kodrat manusia yang terpisah. Tidak demikian halnya dengan substansi/ hakekat/ kodrat Allah. Substansi Allah hanya satu. Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa (Ul 6:4). Allah adalah Esa menurut kodrat, substansi, dan hakikat” (Catech.R. 1,2,2) KGK 200.
Tetapi Allah yang esa ini bukanlah Allah yang terisolasi/ sendirian. Allah dalam Dirinya sendiri sempurna dan bahagia tanpa batas, demikian KGK mengawali tentang Allah (KGK 1). Jika ada satu masa sebelum dunia diciptakan, dan Allah sendirian, maka Allah bukanlah Allah yang berbahagia. Kebahagiaan yang sempurna datang karena mengasihi dan dikasihi. “Bonum Diffusivum Sui” kodrat kasih adalah untuk dibagikan (St. Bonaventura). Suatu relasi substansial dimana ada yang memberi, yang menerima, dan yang diberikan. Allah mencipta dari ketiadaan, maka tidak ada sesuatu pun di luar Allah, selain yang ada di dalam Allah sendiri. Allah Bapa memperanakkan Allah Putera, lalu Allah Bapa dan Allah Putera menghembuskan Roh Kudus. Ini semua terjadi dalam kekekalan (praeksistensi). Inilah tiga Pribadi Allah.
Ketiga Pribadi bukan berarti ada tiga Allah, tetapi ketiga Pribadi ini memiliki satu substansi yang sama “Bahwa ada dua allah dan dua Tuhan adalah pernyataan yang tidak akan keluar dari mulut kami; bukan seolah Bapa dan Putera bukan Tuhan, ataupun Roh Kudus bukan Tuhan (Tertulianus, Against Praxeas 13:6 [A.D. 216]). Bukan pula masing-masing Pribadi hanya sepertiga Allah, melainkan sungguh Allah sepenuhnya dan seluruhnya (KGK 253, 255). “Mereka itu satu, bukan seperti sesuatu yang dibagi menjadi dua bagian … tetapi kodrat/ hakekat mereka adalah satu ((St. Athanasius, Four Discourses Against the Arians, n. 3:3, in NPNF, 4:395).
Kodrat yang satu membuat Tritunggal memiliki kegiatan yang satu dan sama (KGK 258). Apa yang diketahui dan diinginkan oleh Allah Bapa, juga diketahui dan diinginkan oleh Allah Putera dan Allah Roh Kudus. Apa yang dimiliki oleh Bapa, juga dimiliki oleh Anak. Masing-masing Pribadi memiliki wajah/ kekhususannya sendiri-sendiri. Perbedaan tiap Pribadi terletak dalam hubungan asalnya/ origin (KGK 252): “Bapa yang melahirkan, dan Putera yang dilahirkan dan Roh Kudus yang dihembuskan” (K. Lateran IV 1215: DS 804. KGK 254). Dalam buku On the Trinity (Book XV, ch. 3) St. Agustinus menggambarkan Tritunggal sebagai: pribadi yang mengasihi, pribadi yang dikasihi dan kasih itu sendiri.
Pribadi Pertama – Allah Bapa
Dalam pribadi saya terdapat kata-kata dan jiwa rohani saya. Ketiga ini adalah kesatuan yang tidak terpisahkan. Demikianlah halnya Allah. Tidak pernah Allah Bapa terpisah dari kata-kata (Firman/ Putera) dan RohNya. Allah yang Esa bukanlah ilah yang bisa tidak bisa berkata-kata, juga bukan ilah mati yang tidak memiliki roh dalam dirinya.
Beberapa karakteristik Allah Bapa:
1. Allah Bapa tidak berasal
Berkaca dari prinsip pergerakan dan sebab akibat, ada sebab utama yang tidak disebabkan oleh yang lain. Sebab utama ini adalah Allah Bapa (St. Thomas Aquinas, Summa Theologica, I, q.2., a.3). Ketika berfirman kepada Musa, Allah Bapa menyatakan Diri-Nya sebagai: “AKU ADALAH AKU” (Kel 3:14), bahwa Ia adalah Pribadi yang tidak terbatas oleh waktu dan tidak tergantung siapapun/ apapun.
2. Kitab Suci menyebut Pribadi pertama sebagai Allah Bapa.
Dalam Perjanjian Lama, Bangsa Israel telah mengenali Allah sbg Bapa (Ul 32:6 Mal 2:10; Kel 4:22 ; 2 Sam 7:14). Dalam Perjanjian Baru, Yesus sendiri menegaskan bagaimana Ia menyebut Allah sebagai Bapa (Mat 5:48, Mrk 11:25 ; Luk 10:21 ; Yoh 20:21) dan terutama dalam doa Bapa kami.
3. Karya penciptaan diatributkan secara khusus kepada Allah Bapa.
Syahadat Nicea menyebut demikian:
Bapa yang mahakuasa
pencipta langit dan bumi,
dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan.
Allah mencipta bukan atas keharusan, ataupun demi memenuhi suatu kebutuhan, tetapi murni dari kebaikan-Nya sendiri, yaitu, karena itu adalah baik.” (St. Augustine, The City of God, Bk 11, Ch.24). Paus Fransiskus menyatakan bahwa kegiatan Allah adalah mengasihi. “Sebelum menciptakan apapun, Allah mengasihi. Itulah yang dilakukan oleh Allah: Allah sedang mengasihi. Allah selalu mengasihi. Allah adalah kasih- Deus Caritas Est” (Dear Pope Francis, Loyola Press, 2016).
Pribadi Kedua – Allah Putera
Kata-kata saya selalu dalam kesatuan dengan diri saya. Ketika saya berkata, maka kata itu keluar dan nyata bagi orang lain. Apa bedanya dengan kata-kata Allah? Bedanya kata-kata saya tidak mempunyai kuasa adikodrati. Sementara Firman Allah, yang selalu dalam kesatuan dengan Allah, memiliki kuasa adikodrati untuk mencipta. Segala karya penciptaan merupakan karya bersama Allah tritunggal, tidak ada sesuatupun tercipta tanpa didahului dengan “Berfirmanlah Allah” (Kej 1).
Beberapa karakteristik Allah Putera
1. Berasal dari Allah Bapa
Bidaah Arianisme menggunakan ayat Amsal 8:22 untuk menunjukkan bahwa Allah Putera tidak setara dengan Allah, sebab Ia adalah ciptaan. Kata yang digunakan untuk ‘menciptakan’ adalah Cana (Ibrani) yang artinya melahirkan/ memperanakkan. Maka memperanakkan disini berarti berbagi kodrat yang sama. Tertulianus menyatakan bahwa dalam nama Putera sudah tercakup nama baru Bapa (KGK 2779).
Syahadat Nicea menyebut demikian:
Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad, Allah dari Allah
Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar
Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa;
segala sesuatu dijadikan oleh-Nya.
2. Kitab Suci menyebut Pribadi kedua sebagai Firman dan Yesus Kristus.
a. Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah (Yoh 1:1). Kalimat Firman itu adalah Allah mengacu bahwa Firman itu memiliki substansi yang sama dengan Allah. Sementara kata bersama-sama dengan Allah, menunjuk pada Pribadi diluar Allah Bapa.
Firman itu telah menjadi manusia (ay. 14) menunjuk pada Inkarnasi Allah menjadi manusia (bdk Ibr 1:2). Dengan demikian, ada dua kodrat yang menyatu sempurna dalam Pribadi yang kedua, yaitu kodrat Allah dan kodrat manusia.
b. Inkarnasi ini terwujud dalam Pribadi Yesus Kristus.
Yesus sendiri mengatakan bahwa “sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” (Yoh 8:58). Kalimat Yesus ini mengacu pada pengungkapan jati diri Allah Bapa kepada Musa dalam Kel 3:14 “I am Who am”, mengacu pada frase Yahweh bahwa Ia adalah Allah.
3. Karya penebusan diatributkan secara khusus kepada Allah Putera.
Yang Ilahi itu mempesona sekaligus menakutkan (tremendum et fascinosum). Maka Allah menjadi manusia, agar manusia dapat melihat tanda dan sarana keselamatan Allah (KGK 515). Kemanusiaan Yesus yang kudus adalah jalan masuk menuju Bapa (KGK 2664, 2777: Rm 8:15).
KetaatanNya kepada Bapa, bahkan sampai mati di kayu salib, menjadikan Yesus Kristus Pribadi yang dikasihi Bapa . WafatNya demi keselamatan manusia, membuktikan kasihNya yang sempurna kepada Bapa dan manusia (Flp 2:8 ; Ibr 10:7 ; Luk 22:42). Dan sebagai ucapan syukur atas penebusan ini, di Malam Paskah umat manusia menyanyikan: ‘O, felix culpa, kesalahan yang membahagiakan, yang telah memperoleh bagi kita seorang Penebus yang begitu besar’
Pribadi Ketiga – Allah Roh Kudus
Jiwa rohani saya memungkinkan saya untuk mengasihi. Ketika saya mengasihi, maka perasaan itu nyata adanya, walaupun itu tidak kasat mata. Demikianlah kasih yang sempurna antara Allah Bapa dan Allah Putera menghembuskan Pribadi yang ketiga, yaitu kasih.
Beberapa karakteristik Allah Roh Kudus
1. Berasal dari Allah Bapa dan Allah Putera (KGK 246, 248)
Roh Kudus berasal dari Allah Bapa dan Allah Putera. Tetapi bukan dari perkawinan seperti yang kita kenal di dunia, sebab Allah adalah Roh, dan Roh tidak kawin ataupun dikawinkan. (Yoh 4:24 ; Mrk 12:25).
Syahadat Nicea menyebutnya demikian:
Ia berasal dari Bapa dan Putra,
yang serta Bapa dan Putra,
disembah dan dimuliakan;
2. Kitab Suci menyebut Pribadi ketiga sebagai Roh Kudus
Ketika Allah Putera kembali kepada Allah Bapa, Ia tidak meninggalkan kita sebagai yatim piatu (Yoh 14:18). Melainkan Ia memberikan kepada kita penolong yang lain/ parakletos.
3. Karya pengudusan diatributkan secara khusus kepada Allah Roh Kudus.
Roh Kudus hadir dalam pembaptisan kita (KGK2782), melimpahi dengan rahmat (Yoh 16:8-11; 13-15), membantu dalam doa (Rm 8:26), menginsafkan kita dari dosa (1 Kor 6:19 ; Rm 8:14-17). sehingga kita dapat menjadi anak Allah (Gal 4:7).
Demikianlah Ketiga-Nya adalah Satu,
Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu (1 Yoh 5:7). Misteri Tritunggal adalah misteri yang tidak dapat dipahami sepenuhnya. St. Agustinus bahkan mengatakan, “Kalau engkau memahami-Nya, Ia bukan lagi Allah”. (St. Agustinus, sermon. 52, 6, 16, KGK 230). Tetapi daripada mempertanyakan mengapa 1+1+1=1, bukankah lebih tepat 1x1x1=1? Sebab dari satu kodrat, muncul tiga Pribadi yang sehakekat.
Ditulis: Chieko
Sumber:
1. Katekismus Gereja Katolik
2. Pokok Penting Pemikiran Tertulianus Sebagai Khasanah Baru Bagi Perkembangan Ajaran Tritunggal
3. Trinitas: Satu Tuhan dalam Tiga Pribadi
4. 4th Lenten Homily 2012
5. Mengapa Harus Ada Tiga Pribadi di Dalam Trinitas
6. Allah Tritunggal
7. Allah Pencipta Langit dan Bumi