Pertanyaan:

Saya sudah dikatakan teman evangelisasi Katolik saya sebagai domba yang tersesat, saya dikatakan “jajan’ ke gereja lain dsb.tapi saya tidak gentar. karena saya lebih memilih TAKUT AKAN TUHAN, daripada takut sama manusia.
Jadi sekarang, saya berpindah-pindah Gereja, untuk mencari Gereja yang sungguh2 melakukan perintah2 Allah, bukan yang hanya menjalankan aturan2 yang dibuat oleh manusia. Saya rindu melihat anak-anak Tuhan, kita semua baik Katolik maupun Protestan (denominasi apapun) untuk BERSATU sebagai umat pilihan Allah.

N/B. Saya tidak bermaksud untuk berdebat, tapi cuma ingin meluruskan saja. Marilah kita kembali ke kesederhanaan dan kebenaran Alkitab yang sesungguhnya.
Tuhan Memberkati. – Anna.

Jawaban:

Shalom Anna,

Berikut ini adalah jawaban dari saya untuk point terakhir, yaitu point J, tentang bagaimana sikap orang Katolik terhadap saudara-saudara non Katolik.

  1. Sikap Gereja Katolik dan juga setiap anggota Gereja terhadap orang lain adalah sama seperti sikap Kristus terhadap orang lain, yaitu kasih. Sikap kasih inilah yang dituntut dari setiap anggota Gereja, sehingga masing-masing dari kita akan menjadi saksi yang hidup. Tanpa kesaksian yang baik, maka semua kebenaran hanyalah menjadi teori belaka tanpa ada realitasnya. Setiap anggota Gereja dipanggil untuk menjadi kudus. Namun sikap kasih ini tidak berarti mengorbankan kebenaran. Jadi Gereja tetap mewartakan kebenaran yang sama, seperti yang diwartakan oleh Kristus, walaupun berbeda dengan apa yang dipercayai oleh agama atau kepercayaan yang lain. Mewartakan kebenaran adalah salah satu bentuk dari kasih.
  2. Mari kita melihat pernyataan bahwa Anna adalah domba yang tersesat dan jajan ke gereja lain. Untuk lebih jelasnya mengenai pandangan Gereja Katolik terhadap saudara-saudara yang terpisah dari Gereja Katolik, silakan membaca : Unitatis Redintegratio, terutama no:19 dan seterusnya. Secara prinsip gereja non-Katolik bersatu dalam Gereja Katolik karena Sakramen Baptis, namun tidak menjadi anggota penuh dari Gereja Katolik, dan kehilangan berkat-berkat Sakramen, seperti Ekaristi, Sakramen Tobat, Sakramen Imamat. Jadi apakah Anna domba yang tersesat? Dan perlukah Anna gentar? Mari kita melihatnya.
  3. Adalah suatu fakta bahwa Anna memisahkan diri dari kawanan domba di Gereja Katolik. Pertanyaannya adalah, apakah Anna telah berusaha dengan segenap hati, segenap pikiran, dan segenap kekuatan untuk tahu terlebih dahulu tentang iman Katolik sebelum memutuskan untuk pindah gereja? Kalau jawabannya Anna belum benar-benar mencari tahu, maka ada sesuatu yang salah dalam proses ini. Jangan lupa, bahwa hal ini adalah urusan yang paling penting, karena ini menyangkut keselamatan abadi kita. Jadi silakan Anna merefleksikannya sendiri di dalam doa. Apakah Anna benar-benar mempelajari bahwa aturan, ajaran, dan doktrin dari Gereja Katolik benar-benar hanya karangan manusia belaka? Bagaimana Anna dapat menyimpulkan hal ini? Kami telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjawab keberatan-keberatan Anna di point-point di atas. Apakah Anna masih mempunyai kesimpulan yang sama bahwa Gereja Katolik mengajarkan doktrin yang berasal dari manusia dan bukan dari Allah?
  4. Kalau Anna melihat bahwa pernyataan “domba yang tersesat” terlalu keras, coba bandingkan dengan pernyataan gereja non-Katolik terhadap Gereja Katolik. Sebagian dari mereka melihat dan berpandangan bahwa Katolik bukanlah Kristen, yang tidak mungkin diselamatkan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa yang terberkati Bunda Teresa dari Kalkuta tidak selamat, karena tidak pernah mengaku di depan umum bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat, seperti yang biasanya dilakukan dalam altar call kebaktian gereja Protestan. Atau tuduhan yang lain bahwa Bapa Paus adalah Anti-Kristus. Banyak orang non-Katolik beranggapan bahwa umat Katolik perlu diselamatkan, karena umat Katolik tidak tahu Alkitab dan ajarannya adalah sesat. Apapun alasannya, sesungguhnya dalam perbedaan pendapat, kita dapat mendiskusikannya dengan hormat dan penuh kasih.
  5. Masalahnya bukanlah tidak gentar, dan memilih takut akan Tuhan daripada takut akan manusia. Semua orang Kristen, termasuk Katolik dituntut untuk menjadi martir jika diperlukan (lih Lumen Gentium, nomor 42-50). Namun ketidakgentaran kita dapat ditunjukkan terlebih dahulu dengan benar-benar mendalami iman kita, sehingga pada saatnya nanti kita bertemu dengan Yesus, kita dapat mengatakan “Yesus, saya telah berusaha dalam keterbatasanku namun dengan segenap hati, segenap pikiran, dan segenap kekuatanku, telah berusaha mendalami dan menjalankan apa yang Engkau firmankan. Aku telah berusaha menemukan kebenaran bukan berdasarkan perasaan pribadi, komunitas yang akrab, kotbah yang berkobar-kobar, namun benar-benar dengan tujuan untuk menemukan Engkau sendiri. Aku juga menyembah Engkau dengan cara yang Engkau kehendaki. Aku bergabung dalam Gereja yang Engkau dirikan. Dan aku tidak memilih-milih perintah tertentu, tapi aku berusaha untuk menjalankan semua perintah-Mu” Pernyataan di atas bukan hanya untuk Anna, namun juga berlaku untuk saya sendiri. Apakah kita dapat melihat kepada Yesus, mata dengan mata, dan mengatakan hal tersebut di atas?
  6. Terimakasih untuk mengingatkan kita semua untuk kembali kepada kesederhanaan dan kebenaran Alkitab. Namun, masalahnya adalah bagaimana untuk mengerti (baik sederhana atau sulit) dan menjalankan semua perintah yang dinyatakan oleh Tuhan di dalam Alkitab. Kesederhanaan adalah baik, namun tanpa menjalankan semua perintah Tuhan di dalam Alkitab, kita dapat tersesat. Kebenaran akan terus bertahan, baik itu sederhana atau sulit. Bagi umat Katolik, untuk menjalankan semua yang diperintahkan Tuhan diperlukan tiga pilar kebenaran: Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja.

Kalau sekarang Anna berpindah-pindah gereja, kapan Anna dapat berhenti dan mengatakan kepada diri sendiri “Inilah Gereja yang Yesus dirikan“, dan kemudian Anna beristirahat di dalamnya. Pencarian tanpa henti tidak akan mendatangkan kebahagiaan, karena kebahagiaan hanya tercapai kalau kita menemukannya. Jadi tantangan bagi Anna untuk memutuskan hal ini sebelum Tuhan memanggil Anna. Pertanyaan yang lain adalah bagaimana Anna tahu bahwa gereja tertentu melakukan semua yang diperintahkan Allah? Apakah yang sebenarnya Anna cari? Mungkin jawaban dan banyak pertanyaan di dalam uraian dari point A-J dapat menjadi bahan permenungan bagi Anna. Saya mengusulkan untuk membawa hal ini di dalam doa, atau Anna juga dapat mendiskusikannya dengan orang lain.

Ingrid, Lia, dan saya turut berdoa agar Anna dapat menemukan Gereja yang Yesus dirikan, dalam Gereja Katolik.

Dan mari kita bersama-sama mengasihi Kristus dengan segenap hati, segenap pikiran, dan segenap kekuatan kita. Kita tidak dapat mengasihi Kristus, kepala dari Gereja, secara penuh kalau kita tidak mengasihi Gereja-Nya, tubuh mistis Kristus. Dan Gereja-Nya hanya satu, karena tubuh mistis Kristus hanya satu dan tidak terpecah-pecah.

Kalau ada kata-kata di dalam jawaban dari point A-J yang menyinggung Anna, kami mohon maaf. Hal ini dikarenakan keterbatasan kami dalam memilih kata-kata yang tepat untuk menyampaikan kebenaran. Kami telah mencoba untuk menyampaikan argumentasi berdasarkan kasih. Dan kami juga tahu bahwa Anna juga mempunyai niatan diskusi ini karena terdorong oleh kasih Anna terhadap Kristus. Kita mempunyai kerinduan yang sama untuk melihat Gereja Tuhan bersatu. Terpujilah Kristus….

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

20 COMMENTS

  1. Shalom Pak Stef/Bu Ingrid,

    Saya ingin menanyakan sesuatu yg menurut saya sesuatu yg cukup sensitif, namun saya ingin menyikapinya dengan kedewasaan and akal sehat.

    Di dalam agama2 lain, terdapat pandangan yg berbeda tentang Tuhan Yesus, saya ambil contoh yang paling dekat adalah Islam. Dimana di dalam Al-quran disebutkan bahwa Yesus (Atau Isa dalam bahasa mereka) sebenarnya tidak mati disalibkan, melainkan diangkat ke Sorga, dan yang disalibkan adalah orang lain yang serupa. Saya sebagai orang Katolik mempercayai sepenuh hati seluruh ajaran Gereja Katolik, akan tetapi saya pun percaya saudara2 kita yang muslim juga mempercayai pengajaran agama mereka.
    Pertanyaan saya adalah : karena ini menyangkut hal yg amat fundamental dan mengenai kebenaran, tidaklah mungkin kebenaran itu sendiri mendua (maksudnya dua-duanya adalah benar), dan walaupun saya percaya sepenuh hati bahwa Tuhan Yesus wafat dan disalibkan bagi kita, tetapi menjadi pertanyaan bagi saya pribadi mengapa Tuhan seolah ‘membiarkan’ terjadi ‘kesalahpahaman’ atau ‘perbedaan persepsi’ dalam agama2 di dunia?

    Yang kedua, Gereja ‘mengakui’ bahwa semua agama menyembah Tuhan yang sama dan mengakui kitab2 suci agama lain, namun jika kita kembali pada contoh di atas, Gereja juga tidak mengakui bahwa Yesus tidak disalibkan. Saya pribadi merasa ada ketidaknyambungan disini, atau mungkin karena kekurangpahaman saya
    Mohon bimbingannya

    Terima kasih,
    Martin

    • Shalom Martin,

      Memang di dalam agama lain, dalam hal ini umat Muslim tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Tuhan. Kami telah membahas tentang hal ini dalam berbagai artikel Kristologi ini – silakan klik. Saya percaya, bahwa setiap umat beriman pada akhirnya harus berani untuk mempertanyakan imannya, menggali lebih dalam, sehingga pada akhirnya dia memperoleh satu keyakinan yang kuat bahwa iman yang dia yakini adalah sungguh-sungguh benar dan berasal dari Tuhan. Menjadi iman Gereja bahwa kepenuhan kebenaran ada di dalam Gereja Katolik. Bahwa ada unsur-unsur kebenaran di dalam agama lain, juga diakui oleh Gereja.

      Yang terberkati Paus Paul VI dalam ensikliknya, Ecclesiam Suam membahas bagaimana tingkatan dialog di dalam berbagai situasi, yang digambarkan dengan beberapa lingkaran yang terpusat. Lingkaran paling luar adalah dialog dengan saudara/i yang tidak mengakui Allah yang satu; lingkaran kedua adalah dialog dengan yang mengakui satu Allah – termasuk agama Yahudi dan Islam; lingkaran lebih dalam adalah yang mengakui Yesus Tuhan, namun belum percaya bahwa Yesus mendirikan Gereja Katolik (dalam hal ini adalah Kristen non-Katolik); akhirnya lingkaran yang terdalam adalah berdiskusi dengan sesama umat Katolik. Tidak semua orang dalam kehidupan ini dapat mencapai lingkaran yang terdalam. Dan menjadi tugas kita untuk turut berpartisipasi sehingga semua orang dapat mencapai kepenuhan kebenaran. Menjadi tanggung jawab kita semua untuk dapat menjelaskan dan mempertanggungjawabkan iman kita dengan hormat dan lemah lembut.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. Shalom..
    Tentang Pandangan Gereja Katolik terhadap agama lain, saya setuju bahwa point utamanya adalah pada kasih. Apapun agamanya, jika dia melakukan tindakan kasih maka dia bisa diselamatkan. Dalam hal Sdri Anna,menurut saya Sdri Anna diatas tidak mutlak salah. Dia tahu yang paling utama adalah berbuat kasih. Namun kekurangannya mungkin adalah dia tidak mengasihi Gereja. Dia tidak meyakinkan diri bahwa dengan berkumpul dalam suatu Gereja tertentu dia bisa berbuat kasih dengan lebih terhadap sesama. Menurut saya Sdri Anna mungkin sombong, bahwa dia yakin telah memilih takut akan Tuhan dengan cara hidupnya yang berpindah-pindah Gereja.

    [dari Katolisitas: Mari menghindarkan diri dari sikap menghakimi orang lain. Biarlah Tuhan yang memahami isi hati setiap orang, yang menilainya.]

    Memang seharusnya kita bisa bersatu dengan Protestan sebagai anak-anak Allah. Tapi bukankah yang paling besar adalah kasih, maka yang paling utama yang harus kita lakukan adalah berbuat kasih.

    [Dari Katolisitas: Ya, seharusnya kita semua dapat sampai kepada kesimpulan, bahwa berbuat kasih itu yang terpenting, dan sesungguhnya kasih yang sejati itu mengarah kepada persatuan/ kesatuan. Sebab, Kristus sendiri menghendaki demikian, yaitu kepada para murid-Nya untuk saling mengasihi (Rm 12:10), dan menjadi satu (Yoh 17:20-21). Maka, jika kita sungguh mengasihi Kristus, seharusnya kita juga menghendaki hal yang sama, dan tidak “mengkorting” keinginan Yesus ini dengan mengatakan, yang penting berbuat kasih, tapi tidak usah menghendaki persatuan.]

    Bagaimana jika saya punya penjelasan seperti ini.

    Kasih, Pandangan Gereja Katolik terhadap Agama lain

    “Kasihilah Tuhan, Allahmu , dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”(Markus 12:30-31). Inilah ayat yang menjelaskan hukum yang terutama dalam ajaran kita umat kristiani, ajaran yang juga menjadi identitas bagi umat kristiani. Dalam segala kita diajarkan untuk selalu mengasihi. “Dalam segala hal” yang dimaksudkan inilah adalah memang dalam arti yang sebenarnya, termasuk hal yang mungkin paling sulit ketika Yesus mengajarkan kita untuk mengasihi musuh kita dan berdoa bagi yang menganiaya kita(Matius 5:44).

    Seberapa penting Kasih itu? Alkitab menjelaskan bahwa sekalipun kita punya iman sehingga kita bisa menguasai bahasa termasuk bahasa Malaikat, tapi jika kita tidak memiliki kasih, itu sama saja seperti gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing(1 Korintus 13:1). Sekalipun kita adalah orang beriman dan karunia bernubuat sehingga kita bisa meyakinkan orang agar dia percaya dan beriman pada Tuhan(1 Korintus 14:22,24), tapi jika kita memiliki kasih, itu sama sekali tidak berguna(1 Korintus 13:2). Sekalipun kita mempunyai iman sebesar biji sesawi sehingga kita mampu memindahkan gunung(Lukas 17:6), tapi jika kita tidak memiliki kasih, itu sama sekali tidak berguna(1 Korintus 13:2). Sekalipun kita mau membagi-bagikan kekayaan kita(bersedekah) dan bahkan kita mau menyerahkan tubuh kita untuk dibakar(jadi martir), tapi jika kita memiliki kasih, itu sedikitpun tidak ada faedahnya(1 Korintus 13:3). Juga ketika kita selalu mencari alasan-alasan untuk percaya pada Tuhan, maka kita tidak akan pernah mengenal Allah. Sebab dengan mengasihilah kita akan mengenal Allah(1 Yohannes 4:8). Bahkan karena kasih merupakan hal yang sangat penting, dijelaskan kemudian bahwa Allah adalah Kasih(1 Yohannes 4:8,16).

    Tapi apakah yang dimaksud dengan kasih? “Kasih itu sabar ; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti ; pengetahuan akan lenyap. Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. (1 Korintus 13:4-8)

    Kemudian, apakah kasih yang disebut sebagai identitas Kristen ini hanya diajarkan dalam ajaran Kristiani? Tentu jawabnya tidak, adalah fakta bahwa agama lainpun secara langsung atau tidak langsung mengajarkan kebaikan yang bersesuaian dengan definisi kasih. Hal inilah jugalah yang menentukan bagaimana pandangan gereja Katolik terhadap agama lain. Selain karena kasih, maka seharusnya Gereja Katolik juga mengasihi agama lain, tapi sesuai dengan ayat tadi (1 Yohannes 4:16) dijelaskan, “Allah adalah kasih, dan barang siapa tetap didalam kasih, ia tetap berada dalam Allah dalam dia.” Maka pemeluk agama lain atau bahkan orang atheis sekalipun, jika mereka melakukan tindakan kasih, maka Allah yang dimuliakan orang Kristen ada dalam diri mereka. Gereja Katolik menghormati ajaran agama lain bersesuain karena dalam ajaran mereka juga mengajarkan tentang kasih. Keselamatan(masuk surga) akan ada pada mereka yang melakukan kasih, dan melakukan kasih tidak hanya dalam Gereja Katolik.

    [Dari Katolisitas: Gereja Katolik mengakui apa yang baik yang ada dalam agama-agama lain, namun tetap mengajarkan bahwa kepenuhan kasih hanya ada dalam Gereja Katolik. Silakan klik jawaban ini, dan silakan klik ke link-link yang dijadikan acuan di sana.]

    Tentang agama Kristen, non katolik. Kurangnya kasihlah yang menyebabkan perpecahan dalam Kristen. Para Bapa Gereja terdahulu tidak menghormati Gereja Perdana.

    [Dari Katolisitas: Pernyataan ini agak rancu. Umumnya yang dipahami sebagai para Bapa Gereja, itu adalah para pemimpin Gereja di abad-abad awal, dan mereka itu justru menghormati Gereja Perdana]

    Pada zamannya Bapa Gereja Martin Luther tahu dan sadar fakta bahwa Gereja Katolik salah dalam pelaksanaan ajaran kasih, namun beliau tidak sangat mengasihi Gereja Katolik. Beliau tidak berusaha lebih keras lagi untuk memperbaiki dan membangun Gereja Katolik ke arah yang lebih baik. Beliau menyerah dan akhirnya inilah yang menjadi penyebab perpecahan dalam Gereja dan Gereja Protestanpun tercipta. Saya tidak sedang menyalahkan beliau, beliau sudah tahu dan melakukan hal yang paling penting yaitu mengasihi Tuhan, bahkan beliau lebih tahu hal tersebut dibanding Paus(Pimpinan Gereja Katolik) saat itu.

    [Dari Katolisitas: Ada banyak hal yang terjadi sebelum Martin Luther memisahkan diri. Saya menganjurkan Anda membaca di sini, silakan klik. Nampaknya pernyataan Anda di atas tidak tepat.]

    Seberapa besar kita harus melakukan tindakan kasih? Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih . (1 Korintus 13:13). Ini menunjukkan kerendahhatian yang luar biasa dari Allah, Allah tidak menyebutkan iman yang paling penting namun Allah lebih menyuruh kita untuk melakukan tindakan kasih daripada sekedar beriman kepadaNya. Kita menjadi baik dan disebut anak-anak Allah tidak hanya menjadi umat Gereja Katolik, tapi karena kita melakukan tindakan kasih.

    [Dari Katolisitas: Mari jangan memisahkan iman dari perbuatan, seolah-olah perbuatan kasih dapat ‘membeli’ keselamatan. Iman kristiani tidak mengajarkannya demikian. Kita diselamatkan karena kasih karunia Tuhan oleh iman (Ef 2:8-9) yang bekerja oleh perbuatan kasih (Gal 5:6) Iman tidak terpisahkan dari kasih dan sebaliknya. Kasih yang dapat menghantar kepada keselamatan adalah kasih yang didasari iman. Sebab tanpa iman, tak seorangpun dapat menyenangkan hati Allah (Ibr 11:6) Silakan membaca artikel berikut ini, silakan klik.]

    Dengan definisi seperti ini, maka seharusnya sikap fanatik sangat diperbolehkan dalam Gereja katolik. Karena dengan begini fanatik yang dimaksud tidak hanya sekedar mengimani Yesus adalah Allah yang menjelma menjadi manusia, tapi menjadi fanatik dalam melakukan tindakan kasih. Dan menurut saya fanatik untuk melakukan tindakan kasih merupakan hal yang sangat luar biasa. Hehe

    [Dari Katolisitas: Jika Anda klik di Dictionary.com, maka Anda ketahui arti dari Fanatic adalah: a person with an extreme and uncritical enthusiasm or zeal, as in religion or politics. Nah di sana dikatakan kata “ekstrim/extreme” dan “uncritical” yang menunjukkan kata ini mempunyai konotasi yang negatif. Maka definisi Anda berbeda dengan arti umum dari kata fanatik. Sebab umumnya orang menghubungkan fanatisme ini dengan keyakinan seseorang atas ajaran/paham tertentu, dan bukan dengan perbuatan kasih. Kalau Anda menghubungkan fanatisme dengan perbuatan kasih, ya tentu saja itu baik, tetapi umumnya orang-orang tidak mempunyai pengertian sedemikian.]

    Apakah ada yang salah dengan penjelasaan saya tersebut? Dibagian mana yang saya harus perbaiki? Kalau tidak ada yang salah, biar nanti saya share di facebook saya. hehe

    [dari Katolisitas: Kami sudah memberi masukan. Untuk lain kali Anda bertanggungjawab sendiri untuk memeriksa/ menguji apa yang Anda tulis. Silakan mempelajari iman Katolik Anda dengan benar dari sumber-sumber yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, sebelum Anda menuliskan tulisan Anda tentang ajaran iman Katolik. Mohon maaf kami tidak dapat untuk terus memeriksa semua tulisan Anda sebelum Anda share di FB Anda. Kalau kami harus berbuat demikian kepada Anda dan semua pembaca, maka kami tidak dapat melakukan apapun yang lain. Mohon maaf, dan mohon pengertian Anda.]

    Terima Kasih.
    Mohon tanggapannya.
    Maaf kalimatnya banyak. Hehe
    Tuhan Memberkati. Amin

    • Terimakasih banyak atas penjelasannya.
      Maaf merepotkan.

      Mohon penjelasannya lagi atas beberapa hal yang tidak saya pahami.hehe

      Mengenai hubungan kasih dan iman. Bagaimana hubungan yang sebenarnya dari kedua hal ini? Apakah Kasih yang baik adalah yang juga mengimani Kristus? Apakah kasih tidak ada jika kita tidak mengimani Kristus?
      Tokoh yang melakukan kasih menurut saya adalah Mahatma Gandhi, namun beliau tidak mengimani Kristus, apakah beliau itu juga melakukan kasih? Atau apakah kasih yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi berbeda dengan kasih yang diajarkan oleh Yesus? Apakah hanya orang Kristen yang bisa melakukan kasih?

      Terima Kasih.
      Mohon tanggapannya.
      Tuhan memberkati.

      [dari katolisitas: Silakan melihat link ini – silakan klik, dan tentang eens – silakan klik]

      • Maaf, tapi saya masih kurang memahami hubungan antara iman dan kasih. Pada intinya saya setuju jika iman dan kasih memang bagian yang tidak dipisahkan. Jika kita mengimani Yesus maka kita pasti harus mengasihi. Tapi jika kita melihat 1 Korintus 13:1-3, maka sepertinya iman dan kasih sepertinya merupakan dua bagian yang dapat dipisahkan.

        *Pertanyaan dibawah ini hanya jika Bapak/Ibu tahu tentang “The Secret”.*

        Ini saya pikir contoh orang yang selalu berpengharapan, namun mereka tidak mengimani Yesus, silahkan ada di http://en.wikipedia.org/wiki/The_Secret_%28book%29 , buku ini juga sudah di filmkan http://en.wikipedia.org/wiki/The_Secret_%282006_film%29 . Menurut saya mereka adalah orang yang berpengharapan dengan baik, sehingga mereka mampu mendapatkan hasil dari pengharapan yang mereka sampaikan. Seperti pada Matius 5:45, maka menurut saya merekalah orang yang menikmati matahari sekalipun mereka tidak percaya pada Tuhan. Merekalah yang tau berpengharapan dengan baik dan mereka memperoleh hasilnya sekalipun mereka tidak mengimani Yesus.
        Atau bagaimanakah seharusnya saya menanggapi mereka tersebut?? Saya pikir agak sulit jika kita menyatakan bahwa mereka berbohong.

        Terima kasih.
        Mohon penjelasannya.
        Tuhan mengasihi kita semua.

        • Shalom Donny,

          Adalah penting untuk membaca suatu ayat dalam Kitab Suci dalam kesatuannya dengan ayat-ayat lainnya. Jika kita berpegang pada prinsip ini, maka kita tidak akan mengalami kebingungan akan pemahamannya. Bahwa di 1 Kor 13:1-3 sepertinya ada kesan bahwa iman dan perbuatan dapat dipisahkan, itu adalah karena pada ayat itu justru makna yang disampaikan adalah sebaliknya, yaitu kalau iman dan perbuatan yang seharusnya satu itu dipisahkan, maka akibatnya iman itu tidak ada gunanya, dan tidak dapat menyelamatkan.

          Demikianlah maka Gereja Katolik mengajarkan bahwa iman yang tidak disertai perbuatan kasih kepada Allah dan sesama, tidak dapat menyelamatkan (lih. Yak 2:17,24). Kasih dan iman keduanya satu dan menjadi hal yang esensial untuk keselamatan. St. Agustinus menyatakan, “Di mana tidak ada iman yang benar, maka tidak ada keadilan dan kebenaran, sebab orang yang benar hidup dari imannya. Dan ketika tidak ada kasih, tidak akan ada keadilan, sebab kalau mereka mempunyainya, mereka tidak akan merobek-robek tubuh Kristus, yaitu Gereja.” (De fid. ad Pet. chap. xxxix.)

          Selanjutnya tanggapan tentang film “The Secret”, sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Saya mengerti bahwa iman dan perbuatan kasih harus bersesuaian. Tapi ayat tersebut menjelaskan bahwa sepertinya iman tanpa perbuatan kasih merupakan hal yang mungkin terjadi. Ayat tersebut sepertinya mengajarkan supaya kita tidak seperti itu(beriman namun tidak berbuat baik). Intinya saya melihat ayat tersebut menjelaskan bahwa iman dan perbuatan dapat atau bisa saling terpisah.

            Dengan begini saya melihat bahwa bisa saja orang hidup dalam kasih namun dia tidak beriman pada Kristus. Orang yang berpengharapan dan memperoleh buah dari keberpengharapannya sekalipun mereka tidak beriman pada Kristus(seperti saya jelaskan di komentar sebelumnya).

            Saya tahu itu tidaklah baik, namun pertanyaan saya adalah apakah hal itu memang dimungkinkan untuk saling terpisah?

          • Shalom Donny,

            Sebenarnya memang mungkin dapat saja terjadi ada orang yang mengatakan bahwa ia beriman, namun perbuatannya tidak menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang beriman. Itu memang bisa terjadi, dan hal ini dikecam oleh para Rasul, sebagaimana ditulis dalam surat Yakobus (lih. Yak 2:17,26). Iman macam ini adalah iman yang mati, dan bukanlah iman yang menyelamatkan. Maka kalau Anda tanyakan apakah bisa iman tidak disertai perbuatan, ya bisa saja, tapi bukan iman macam itu yang diajarkan oleh Kristus dan para Rasul.

            Nah, sementara itu perbuatan kasih tanpa iman, juga tidak menyelamatkan. Sebab firman Tuhan mengatakan, “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (Ibr 11:6). Sebab perbuatan kasih yang tidak didasari akan imannya akan keberadaan Allah yang akan menimbang segala perbuatan manusia -memberi upah kepada orang benar dan menghukum yang jahat- maka perbuatan kasih itu tidak dapat menghantar kepada keselamatan. Nah, iman ini memang timbul dari pendengaran oleh firman Kristus (lih. Rm 10:17), dan firman Kristus dalam kepenuhannya ini diteruskan oleh para Rasul (lih. Rm 10:16) dan para penerus mereka, yang dilestarikan dalam Gereja Katolik.

            Demikianlah maka Gereja Katolik perlu untuk keselamatan, sebab melalui Gereja Katoliklah kita menerima wahyu Allah dalam kepenuhan-Nya, termasuk penyaluran segala rahmat-Nya untuk menghantar manusia kepada keselamatan kekal. Jika seorang sudah tahu akan hal ini, namun tetap menolak untuk mengimani Kristus dalam Gereja Katolik, maka ia tak dapat diselamatkan (lih. KGK 846, Lumen Gentium 14). Namun demikian, Gereja Katolik juga mengakui bahwa ada kalanya dapat terjadi seseorang tanpa kesalahannya sendiri, tidak sampai kepada pengetahuan akan Kristus dan Gereja-Nya, untuk dapat menerima wahyu Allah dalam kepenuhannya sebagaimana difirmankan oleh Kristus untuk keselamatan mereka. Jika demikian halnya, maka Gereja mengajarkan bahwa jika orang tersebut dengan tulus mencari Allah dan terus melakukan kehendak-Nya yang mereka kenal menurut suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal. (lih. KGK 847, Lumen Gentium 16).

            Silakan membaca selanjutnya dalam artikel tentang EENS, silakan klik di sini.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Shalom bu Ingrid,

            P’jelasan yg baik skali. Namun sya ingin b’tanya. Sya ad seorang sahabat Kristen Evangelical. Mnurut beliau, yg dmaksudkn dgn Yak 2 itu ialah p’buatan yg ddasari atas iman t’sebut. Dgn kata lain, kita telah dselamatkan mlalui iman atas Kristus Yesus. Maka sterusnya, oleh krana kita tlah dselamat’n inilah maka kita wajib b’buat kbaikan & hidup kudus. Mksudnya, bukan kita perlu b’buat baik utk dselamat’n, tp kita b’buat baik krana kita sdh dselamat’n. Ap pndangan bu Ingrid..?

            1 lg soalan ya? Bgaimana klu skiranya sseorang yg tidak ingin masuk dlm gereja Katolik, adalh dkeranakan beliau kurang setuju dgn gereja yg m’buat patung, b’doa pd bunda Maria, dst… (sya mmahami situasi kita dlm hal ini, krana sdh m’baca & mmahami artikel2 dlm situs ini). Cuma bg ssetengah pihak d klangan saudara kita yg Protestan msh kurang yakin atas p’jelasan kita. Jd adakh mereka ini jg t’masuk dlm umat yg dselamatkan? Mlihat btapa teguh iman mereka kpd Kristus..?

            Mohon p’cerahan..?
            Thanx in advance.
            Salam kasih dlm Kristus

          • Shalom John,

            1. Tentang iman dan perbuatan baik

            Ya, tentu perbuatan baik yang disebut dalam Yak 2 tersebut adalah perbuatan baik yang didasari iman. Gereja Katolik juga tidak mengajarkan bahwa hanya dengan melakukan perbuatan baik tanpa iman, orang dapat diselamatkan.

            Jika Anda tertarik dengan topik ini, silakan membaca artikel tentang topik ini yang sudah pernah ditulis di situs ini, silakan klik di judul-judul berikut:

            Paus Benediktus XVI dan Sola Fide
            Apakah Kaitan antara Iman dan Perbuatan Baik?
            Iman tanpa Perbuatan adalah mati
            Keselamatan dan hubungannya dengan Baptisan

            Silakan juga membaca deklarasi bersama antara Gereja Katolik dan Lutheran tentang topik Justifikasi ini, yang keseluruhannya ada tiga dokumen:

            Deklarasi bersama Lutheran dan Katolik tentang Doktrin Justifikasi
            <,/a>
            Deklarasi Bersama Lutheran dan Katolik tentang Doktrin Justifikasi 25 Juni 1998
            Tanggapan Gereja Katolik terhadap Deklarasi Bersama Gereja Katolik dan Federasi Lutheran Sedunia tentang Doktrin Justifikasi

            2. Tentang adanya patung dalam gereja Katolik

            Harus diakui bahwa untuk sejumlah orang yang dibesarkan dalam lingkungan Kristen non-Katolik, yang sudah sekian tahun mendengarkan pandangan yang begitu anti dengan penggunaan patung ataupun gambar dalam kegiatan ibadah, dapat terjadi itu akan mempengaruhi juga pandangan pribadinya. Namun jika mereka mau secara terbuka mempelajari sejarah Gereja, seharusnya mereka akan secara objektif dapat menerima bahwa visualisasi dengan patung, gambar dan simbol, itu sudah ada sejak Gereja itu sendiri berdiri, di abad pertama, sebagaimana ada dalam katakomba-katakomba/ gereja-gereja bawah tanah.

            Martin Luther sendiri tidak anti dengan gambar dan patung. Luther mengatakan:

            • “Seseorang tidak dapat memahami hal- hal spiritual kecuali jika gambar- gambar dibuat tentang mereka.” (Martin Luther, Weimar edition of Martin Luther’s Works, (translation by William J Cole) 46, p. 308)
            • “Tidak ada yang lain yang dapat disimpulkan dari perkataan: “Jangan kamu mempunyai allah- allah lain di hadapan-Ku”, kecuali apa yang berkaitan dengan berhala. Tetapi gambar- gambar ataupun patung-patung dibuat tanpa berhala, pembuatan benda- benda tersebut tidak dilarang.” (Martin Luther, ibid., 18, p. 69)
            • “Kalau saya telah melukis gambar di dinding dan saya melihatnya tanpa berhala, maka hal itu tidak dilarang bagi saya, dan seharusnya tidak diambil dari saya.” (Martin Luther, ibid., 28, p. 677)

            Jadi bahwa sekarang ada sejumlah umat Kristen non- Katolik yang kemudian begitu curiga dengan penggunaan patung atau gambar, itu sebenarnya menunjukkan ketidaksesuaian pandangannya dengan pandangan pendiri gerejanya sendiri.

            Akhirnya, harus diakui bahwa iman adalah karunia, demikian juga kesediaan untuk menerima kepenuhan warisan iman dari para rasul sejak Gereja perdana. Gereja Katolik memang menerima warisan ini dalam kepenuhannya, termasuk dalam liturginya dan bahkan juga dalam hal tradisi-tradisi yang membantu pertumbuhan iman. Keberadaan patung dan gambar ini sungguh membantu untuk pengajaran iman di masa yang lalu, terutama saat mayoritas orang buta huruf, sampai abad Pertengahan di Eropa, atau bahkan sampai abad ke-18 untuk beberapa bagian benua Afrika dan Asia. Harap diingat bahwa Kitab Suci juga baru dicetak di sekitar abad ke-15. Sebelum masa itu peran gambar dan patung itu sangat besar dalam pendidikan iman umat, terutama bagi anak-anak. Tak heran, bahwa gereja-gereja yang dibangun di masa lalu umumnya mempunyai gambar-gambar ataupun patung-patung, yang maksudnya antara lain untuk mengingatkan umat akan kisah keselamatan Tuhan, terutama dari masa Inkarnasi sampai dengan wafat dan kebangkitan Kristus.

            Mari kita terima bahwa apa yang baik dan membangun iman di masa lalu juga baik dan dapat membangun iman di masa sekarang. Bagaikan kacang yang tidak lupa akan kulitnya, demikianlah Gereja Katolik mengakui besarnya peran penggunaan patung dan gambar untuk mengarahkan hati umat kepada Sang Pencipta. Semua alat bantu itu sungguh bukan saingan Tuhan dan umat Katolik tidak pernah menganggapnya Tuhan. Kalau ada orang yang tetap berkeras menganggapnya demikian, meskipun kita sudah memberikan penjelasan, ya sejujurnya tak banyak yang dapat kita lakukan, selain mendoakannya. Semoga Roh Kudus melembutkan hatinya, untuk dapat melihat fakta yang sesungguhnya. Soal apakah mereka diselamatkan, karena mereka teguh beriman kepada Kristus tetapi menolak Gereja Katolik, tentang hal ini kita serahkan kepada Tuhan saja. Bagian kita adalah kita memberikan pertanggungjawaban iman kita. Namun selanjutnya, biarlah Tuhan melakukan bagian-Nya. Apa yang kita tabur hari ini, mungkin baru menunjukkan hasilnya bertahun- tahun kemudian. Kita tidak mengetahuinya. Namun percayalah, truth speaks for itself, maka orang yang dengan tulus mencari kepenuhan kebenaran, akan memperolehnya, sebab kebenaran itu akan menarik orang itu dengan sendirinya.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. Syalom, Katolisitas..
    Adakah pengajaran Gereja Katolik yang menyatakan kesesatan agama/kepercayaan lain? Jika ada, dimanakah saya dapat temukan pengajaran Gereja Katolik yang menyatakan kesesatan agama/kepercayaan lain?
    Terimakasih

    [dari katolisitas: Point yang harus kita tekankan adalah ada unsur-unsur kebenaran dalam setiap agama, namun kepenuhan kebenaran ada di dalam Gereja Katolik. Tentang hubungan antara Gereja Katolik dengan agama-agama non-Kristen bisa di baca di sini – silakan klik dan agama Kristen secara umum – silakan klik]

    • Tambahan pertanyaan saya diatas yang masih awaiting moderation.

      Bagaimana pandangan Gereja Katolik terhadap agama kristen Protestan? Jika kita mengharapkan Gereja yang satu, maka menurut saya, kesalahan dari Gereja Katolik terdahululah yang menyebabkan perpecahan terjadi. Gereja menolak perbaikan yang diusulkan oleh Martin Luther. Gereja juga yang “mengeluarkan” Martin Luther dari gereja Katolik. Ini berarti kita tidak bisa menyalahkan Martin Luther. Darisini kemudian jika mereka mendirikan Gereja baru yang memang lebih baik daripada Gereja Katolik saat itu, kita tidak dapat menyalahkan mereka. Kesalahan Gerejalah yang tidak merangkul, malah Gereja mengeluarkannya dari Gereja saat itu.

      [Dari Katolisitas: Nampaknya Anda belum membaca sejarah dari sumber yang berimbang, sehingga Anda mempunyai kesimpulan sedemikian. Silakan membaca terlebih dahulu artikel ini, Luther dan ekskomuniksainya, silakan klik. Luther tidak mengusulkan perbaikan. Yang dilakukannya adalah menuliskan 95 theses, yaitu pernyataan yang merupakan pokok ajaran iman. Namun 41 pernyataan dari ke 95 pernyataan ini keliru/ salah, tidak sesuai dengan ajaran Gereja. Lalu Paus X menegurnya.
      Gereja Katolik tidak mengeluarkan/ meng-ekskomunikasi Luther tanpa alasan ataupun tanpa usaha merangkulnya kembali. Usaha-usaha sudah dilakukan, tetapi memang karena satu dan lain hal tidak berhasil. Silakan membaca link tersebut. Kami tidak dapat mengulanginya lagi di sini.]

      Kemudian, salah satu tokoh dari agama yang berasal tidak dari Gereja Katolik yang saya suka adalah Mahatma Gandhi. Tokoh yang luar biasa, beliau sangat paham dan mengerti tentang prinsip cinta kasih. Ketika Yesus menyuruh kita memberikan memberikan pipi kiri ketika seseorang menampar pipi kanan kita, maka beliau tahu bahwa Yesus sedang mengajarkan kasih dengan hal tersebut. Beliau paham kehidupan baik adanya jika ada Tuhan dan Tuhan itu kasih (Where there is love there is life), (Where love is, there God is also.). Beliau paham hanya dengan kasihlah maka dunia akan terhindar dari kebutaan(An eye for an eye only ends up making the whole world blind). Beliau selalu mengasihi(Hate the sin, Love the sinner).

      [Dari Katolisitas: Memang Mahatma Gandhi adalah seorang tokoh yang luar biasa. Mari kita percayakan kepada Tuhan sikap Gandhi ini, mengingat bahwa memang pada kenyataannya ia tertarik kepada ajaran Kristus, namun tersandung oleh sikap umat Kristen yang dulu menjajah India, yang tidak melaksanakan ajaran Kristus, maka ia tidak tertarik untuk menjadi Kristen]

      Menurut saya, kesalahan kita dalam Gereja katoliklah yang menyebabkan perpisahan. Seperti kata Mahatma Gandhi, “I like your Christ, I do not like your Christians. Your Christians are so unlike your Christ.”. Beliau melihat kita tidak terlalu bisa seperti Yesus yang berbuat kasih dengan luar biasa, maka dia tidak terlalu suka kita agama Kristen.

      [Dari Katolisitas: Menurut pengetahuan saya, orang-orang yang disebut dalam biografi/ dalam film Mahatma Gandhi bukan umat umat Katolik namun Kristen Protestan. Walaupun demikian, sekalipun disebutkan umat Katolik di sana yang menjadi sandungan bagi Gandhi, itu adalah kenyataan yang memprihatinkan karena entah umat Katolik atau Protestan, setiap murid Kristus seharusnya melakukan apa yang diajarkan Kristus, terutama ajaran kasih kepada semua orang.]

      Menurut saya seharusnya Gereja katolik harus menghormati tokoh seperti Mahatma Gandhi ini, karena sekalipun dia tidak beragama kristen, beliau telah melakukan kasih dengan luar biasa.(Film Biografi Mahatma Gandhi)

      Apakah kita hanya menyebutkan keselamatan hanya ada pada Gereja Katolik, atau keselamatan hanya ada pada mereka yang melakukan Kasih??

      [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel artikel tentang Keselamatan di situs ini.

      Apakah yang diselamatkan hanya umat Katolik saja dan yang lainnya tidak?
      Siapakah yang dapat diselamatkan?
      Tentang EENS
      Dominus Iesus
      Penjelasan tentang Dominus Iesus

      Silakan selanjutnya menggunakan fasilitas pencarian di sisi kanan homepage. Mohon maaf kami tidak dapat mengulangi lagi semua penjelasan di sini.]

      Saya lebih setuju jika keselamatan ada pada mereka yang melakukan Kasih, apapun agamanya. Dan dalam Gereja Katoliklah kita belajar untuk mengasihi secara maksimal. Dalam Gereja Katolik kita bisa mengasihi gereja yang diusahakan terjaga sejak dari Gereja perdana(Gereja Katolik adalah titisan dari Gereja perdana saat ini), sebagai perkumpulan pertama umat Kristiani. Dalam Gereja Katolik kita belajar mengasihi seperti Yesus yang mengasihi dengan luar biasa, sampai Dia memberikan nyawaNya di kayu salib, buat semua orang yang percaya kepadaNya.
      Terima kasih.

      [Dari Katolisitas: Mohon Anda membaca terlebih dahulu ajaran Gereja Katolik tentang keselamatan, yang sungguh bijaksana, berdasarkan kasih yang merangkul semua orang yang secara tulus beriman, mencari Allah dan melaksanakan kehendak-Nya seturut tuntunan hati nuraninya, namun juga tidak meniadakan peran Kristus yang merupakan satu-satunya jalan kepada Allah Bapa, dan peran Gereja Katolik yang selalu ada dalam kesatuan dengan Kristus Kepalanya. Sebab jika Anda sudah memahami prinsipnya, maka Anda tidak akan menyederhanakannya sampai seolah-olah orang tidak memerlukan Kristus untuk dapat diselamatkan, hanya perlu berbuat kasih. Ini bukan ajaran Gereja Katolik. Karena Anda Katolik, semoga Anda mempunyai keterbukaan hati untuk menerima apakah sebenarnya yang diajarkan oleh Gereja Katolik, dan tidak semata mempertahankan pandangan pribadi Anda yang sejujurnya kurang tepat dan kurang lengkap.].

      Terima kasih.
      Mohon tanggapannya.
      Kasih Tuhan memberkati kita.

  4. Beragama sebagai suatu Anugerah

    Ada bahan pengajaran puluhan tahun lalu dari para pastor yaitu bahwa beragama dan beriman merupakan suatu karunia Allah.
    Dapatkah dikonklusikan bahwa pilihan agama yang berbeda-beda bagi setiap individu memang merupakan karunia Tuhan bagi yang bersangkutan?
    Kalau begitu buat apa berlelah-lelah mewartakan Kabar Gembira , karena keterpilihannya sangat tergantung dari preferensi anugerah yang diberikan Tuhan kepada setiap orang.
    Bukankah saudara -saudara lain mendapat anugerah untuk hidup sebagai orang Muslim, Buddha, Hindu, Agnostis dan sebagainya?

    [Dari Katolisitas: Ya, kesadaran dan pengakuan akan Allah adalah suatu karunia. Gereja Katolik tidak menolak apapun yang baik dalam agama-agama lain. Silakan membaca selengkapnya dalam dokumen Konsili Vatikan II, Nostra Aetate, tentang agama- agama lain, klik di sini

    Sedangkan tentang Agnostism yang merupakan salah satu bentuk atheism, pandangan Gereja adalah seperti yang tertulis dalam dokumen Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes, silakan klik di sini, silakan membaca point 19-21]

  5. Sy sangat terkesan dgn jawaban sdr sblmx. Sy jg sangat bangga sbg org Katolik. Ajaran yg penuh kasih membuat sy bisa diterima di manapun sy berada. Sy menghargai manusia lainnya dgn apapun kepercayaannya. Ajaran kasih dlm Katolik harus kt terapkan di manapun kita berada.

  6. Yth Katolisitas,

    Syalooom…
    Sy ingin tau pandangan Gereja Katolik mengenai keberadaan akhir dari Muhammad Saw, Budha Sidharta Gautama, Kong Hu Cu, Kwan Im, ect di akhirat ?? Dimanakah mereka ^^

    Sy ingin mengurai fakta2 yg baru & aneh bagi saya, yg sy temui belakangan ini sbb :
    – Beberapa wktu lalu sy s4 menonton siaran pagi d TVRI Nasional, acra bert4 d mesjid Istiqlal, ada sesuatu yg baru buat sy yaitu para hadirin d t4 itu memanggil Romo kpd imam mereka. Anehhhhh…
    – Sebutan Pastor yg sdh banyak d gunakan oleh bnyk Protest’n (mmg sih dlm bhsa inggrisnya searti dgn Imam, tp yg jd mslh dulunya bukan pakai Pastor).
    – Di daerah sy Manado, org2 Protestan juga sdh mengikuti tata cara pemberkatan/perutusan kita (di saat penutupan ibadah mereka), pdhl sejak kecil sy tidak pernah mendengar cara pemberkatan mereka sprti itu.

    Nah begitulah kondisi2nya dan tentu sj hal2 tsb terasa janggal bg saya, karena mereka melakukan perubahan yg menyinggung agama lain (mungkin itu hanya sebagian kecil, mohon di share bila msh ada yg lain).

    Utk itu, sy ingin meminta tggpan Romo/Bpk/Ibu pengasuh, bgmn seharusnya sikap kita menanggapi kondisi2 sprti itu ??
    Apkh hal itu dapat dibenarkan karena kita pun berharap semoga mereka lebih dekat kpd Gereja, ataukah sebaliknya ?

    Sebelumnya terima kasih ats tggpan Katolisitas.

    Syalom,
    Antonius – Wenang

    • Shalom Antonius Wenang,
      Sepanjang pengetahuan saya, Gereja Katolik tidak pernah mengeluarkan pernyataan apapun tentang keberadaan akhir dari para pemimpin agama-agama lain. Biarlah kita serahkan hal ini kepada Tuhan Yesus saja yang menjadi Hakim atas orang- orang yang hidup dan yang mati (lih. Kis 10:42).

      Tentang fakta-fakta yang Anda sampaikan itu, marilah kita sikapi dengan sikap yang positif, artinya bahwa saudara- saudari kita yang beragama lain dapat melihat juga kebenaran dan kebaikan yang sudah diterapkan di dalam Gereja Katolik, sehingga mereka juga melaksanakannya. Atau kemungkinan lain adalah hal yang diterapkan itu sebenarnya merupakan kebenaran yang dapat mereka tangkap sendiri oleh tuntunan Roh Kudus, yang juga dapat bekerja di luar batas sakramen dan Gereja. Namun tentu dalam hal istilah-istilah tertentu atau sikap-sikap tertentu, walaupun terlihat dari luar serupa, tetap dapat memberikan makna dan penghayatan yang berbeda. Untuk itu perlulah kita mengetahui apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik, sehingga kita dapat mengetahui dasar- dasarnya bahwa kita melakukan sesuatu (misalnya: mengapa memanggil imam dengan sebutan Romo (bapa) dan imam, mengapa ada perutusan, dst), dan melihat bahwa kepenuhan maknanya digenapi dalam ajaran iman Katolik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  7. Sejujurnya, sebagai seorang Katolik saya juga penganut Katolik liberal. Saya tidak membeda-bedakan antara Protestan dengan Katolik. Saya kerap kecewa jika ada umat dari masing-masing Gereja saling menghina dan menjelek-jelekan satu dengan lainnya.

    Namun sejujurnya saya seperti yang Sdri. Inggrid katakan bahwa “saya belum berusaha dengan segenap hati, segenap pikiran, dan segenap kekuatan untuk tahu terlebih dahulu tentang iman Katolik.”

    Saya tertarik untuk tahu apa maksud dari Tradisi Suci, sejauh mana cakupannya, apakah ini berarti Liturgi, Devosi, Doa-doa, Sakramen, dlsb?

    Saya juga tertarik maksud dan implikasi dari Magisterium Gereja. Menurut hemat saya ini berarti otoritas yang dimiliki Gereja Katolik untuk mengajar. Lalu kemudian jika ada orang yang memiliki penafsiran tersendiri terhadap Kitab Suci, dan hal itu mungkin tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, apakah penafsiran orang tersebut dapat dinyatakan “sesat”?

    Ada satu frasa yang menarik dari jawaban Sdri. Inggrid terhadap Sdri. Anna, demikian bunyinya :

    “Kalau jawabannya Anna belum benar-benar mencari tahu, maka ada sesuatu yang salah dalam proses ini. Jangan lupa, bahwa hal ini adalah urusan yang paling penting, KARENA INI MENYANGKUT KESELAMATAN ABADI KITA.”

    Saya tertarik dengan frasa yang saya ketik dengan huruf balok (ini saya lakukan semata-mata untuk menunjukkan penakanan, bukannya sebagai bentuk protes atau ketersinggungan. Saya tidak menemukan cara untuk memberikan underline atau mem-bold huruf-huruf dalam frasa itu).

    Apakah perpindahan Gereja dari Katolik ke Protestan mempengaruhi “keselamatan abadi kita”? Seperti apa pengaruhnya? Dari “Surga” ke “Neraka” atau dari “Surga yang lebih tinggi” ke “Surga yang lebih rendah”. Maaf jika kata-kata saya terkesan kasar dan vulgar, saya tidak bisa menemukan istilah yang lebih tepat dari apa yang saya utarakan (mungkin karena keterbatasan saya).

    Pertanyaan ini saya anggap penting karena saya menemukan frasa ini di sebuah akun FB :

    [Dari Katolisitas: link kami edit]

    Frasa tersebut adalah :

    [EX-CATHEDRA]

    “Gereja Roma yang Kudus benar-benar mempercayai, meyakini dan menyatakan bahwa mereka yang tidak hidup dalam Gereja Katolik, tidak hanya Kafir, tapi juga penganut Yudaisme, bidat dan skismatik tidak bisa menjadi pengikut serta dalam kehidupan kekal, tapi akan pergi ‘ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya”

    Bersumber dari :

    Paus Eugene IV dan Konsili Florence (A.D. 1438 – 1445)

    Lebih lanjut lagi di akun tersebut disebutkan bahwa yang disebut “menyeleweng” adalah :

    yang termasuk Kafir:
    Islam, etc

    Contoh yang termasuk Bidat:
    Protestan, etc

    Contoh yang termasuk Skismatik:
    Orthodox, etc

    SUMBER: Katekismus Paus St. Pius X

    Saya tertarik dengan istilah “bidat” yang disematkan pada Protestan. Kita tahu bahwa “bidat” berarti sesat. Dan melihat dari pernyataan ini saya merasa stempel “bidat” yang disematkan pada kaum Protestan memiliki kesan “agresif”, bahwa Protestanisme adalah “salah dan layak dihukum”.

    Yang lebih menarik lagi adalah ketika gerakan Protestan mendapat cap “bidat” sedangkan “gerakan” orthodox hanya dicap “skismatik” (berpotensi menimbulkan perpecahan).

    Jadi apakah frasa yang diucapkan Sdri. Inggrid yang berbunyi :

    “KARENA INI MENYANGKUT KESELAMATAN ABADI KITA.”

    memiliki korelasi dengan pernyataan Paus Eugene IV dalam Konsili Florence, bahwa status kaum kafir/ sesat :

    “tidak bisa menjadi pengikut serta dalam kehidupan kekal, tapi akan pergi ‘ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya”

    Kemudian jika saya mencermati tanggapan Sdri. Inggrid berkaitan dengan pandangan Katolik terhadap Buddhisme dan Islam, saya tidak menemukan adanya “ketegasan” mengenai status umat mereka dalam kehidupan kekal nantinya.

    Jawaban atau tanggapan yang Sdri. Inggrid kemukakan hanya bersikap diplomatis. Saya memperhatikan frasa :

    Dalam Buddhisme

    “Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama-agama ini. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya…..”

    Kemudian dalam Islam

    Selain itu mereka mendambakan hari pengadilan, bila Allah akan mengganjar semua orang yang telah bangkit. Maka mereka juga menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa….” (Nostra Aetate, 2)

    Berlanjut kutipan KGK 65 justru menunjukkan sempitnya cakupan keselamatan dalam perspektif Gereja Katolik dengan menyebutkan :

    “Tata penyelamatan Kristen sebagai suatu perjanjian yang baru dan definitif, tidak pernah akan lenyap, dan tidak perlu diharapkan suatu wahyu umum baru, sebelum kedatangan yang jaya Tuhan kita Yesus Kristus”

    Puncak karya keselamatan Allah adalah dalam diri Kristus.

    Frasa “tidak perlu diharapkan suatu wahyu umum baru” menunjukkan tidak adanya otoritas keselamatan dalam pesan Islam, yang mana lahir 6 abad setelah Kristus.

    Kemudian di forum lain, ekaristi.org, seorang moderator menyebutkan dalam Gaudieum Et Spes:

    22. … All this holds true not only for Christians, but for all men of good will in whose hearts grace works in an unseen way.(31) For, since Christ died for all men,(32) and since the ultimate vocation of man is in fact one, and divine, we ought to believe that the Holy Spirit in a manner known only to God “OFFERS TO EVERY MAN THE POSSIBILITY” of being associated with this paschal mystery. …

    Moderator ini menekankan “kemungkinan” (possibility).

    Bahkan dalam komen pribadinya dia, dia menyebutkan :

    “Namun kalau sampai mati si Satanist tidak menanggapi rahmat itu dan BERSATU DENGAN GEREJA KATOLIK, dia tidak akan selamat.”

    Ini link-nya :

    [Dari Katolisitas: link kami edit]

    Jadikah apakah yang Sdri. Inggrid katakan mengenai pemilihan Gereja (atau meninggalkan Gereja Katolik) memiliki pengaruh pada keselamatan abadi kita berkaitan dengan sempitnya cakupan keselamatan menurut Gereja Katolik?

    Pun jika orang Non Katolik diselamatkan itu merupakan “kemungkinan” yang hanya diberikan oleh Allah (terdengar nyaris mustahil), apalagi jika dia tidak bersatu dengan Gereja Katolik.

    Saya belum membaca buku “Crossing the Treshold of Hope”, pertanyaan saya mengenai buku ini sederhana. Apakah yang diucapkan Paus Yohanes Paulus ke-II buku ini, yang merupakan kumpulan wawancara dengannya, bersifat “dogmatik” atau hanya “perspektif pribadinya”? Maksudnya mewakili pandangan Gereja Katolik secara keseluruhan atau sekedar pandangan pribadinya?

    Anehnya saya menemukan akun FB :

    [Dari Katolisitas: Link kami edit]

    yang menolak adanya perubahan dogma dalam Gereja Katolik. Dan sejauh yang saya tahu dia sangat menentang Katolik Liberal atau sikap indifferentsia, yang mana percaya hanya Katolik-lah jalan menuju keselamatan itu, berdasarkan Tradisi Suci yang dipercaya diturunkan Yesus sendiri kepada para Rasul.

    Terima kasih, Tuhan Yesus memberkati.

    • Shalom Simon,

      1. Tentang Tradisi Suci dan Magisterium

      Sesungguhnya sebagai sesama pengikut Kristus dan sesama umat beragama memang kita tidak boleh menghina atau menjelek- jelekkan gereja lain ataupun agama lain. Sepanjang pengetahuan saya, Gereja Katolik tidak pernah menghina atau menjelekkan gereja ataupun agama lain. Yang disampaikannya adalah apa yang memang menjadi pengajaran iman Katolik yang telah ada sejak zaman para rasul dan yang sampai sekarang tetap dilestarikan. Jika ada ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran iman dari para rasul itu, Gereja Katolik kemudian meluruskannya, dengan menegaskan kembali apa yang telah pernah diterimanya dari para pendahulunya yang memegang ajaran para rasul dan para penerus mereka.

      Tentang Tradisi suci, Magisterium dan dogma ajaran iman Katolik yang tidak akan berubah, silakan dibaca di sini:

      Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan bagian ke- 3
      Tanya jawab tentang Tradisi Suci, klik di sini
      Alkitab, Tradisi Suci, Magisterium, penafsiran
      Magisterium, Apakah itu?
      Dogma, Implikasinya, dan Daftar Dogma
      Tentang Tingkatan Pengajaran Magisterium

      Maka jika dikatakan Tradisi Suci, maksudnya adalah Tradisi suci Para Rasul, yaitu ajaran yang mengambil sumber dari pengajaran lisan para rasul yang mereka terima dari Kristus sendiri atau dari isnpirasi Roh Kudus (lih. KGK 76). Tradisi suci (dengan huruf besar) ini berbeda dengan tradisi gerejawi (dengan huruf kecil) yang berupakan bentuk kebiasaan religius tertentu. Katekismus mengajarkan bedanya demikian:

      KGK 83    Tradisi yang kita bicarakan di sini, berasal dari para Rasul, yang meneruskan apa yang mereka ambil dari ajaran dan contoh Yesus dan yang mereka dengar dari Roh Kudus. Generasi Kristen yang pertama ini belum mempunyai Perjanjian Baru yang tertulis, dan Perjanjian Baru itu sendiri memberi kesaksian tentang proses Tradisi yang hidup itu.

      Tradisi [dengan huruf besar] harus dibedakan dengan berbagai tradisi teologis, disipliner, liturgis atau devosi, yang dalam gelindingan waktu terjadi di Gereja-gereja setempat, bersifat lain. Mereka merupakan ungkapan-ungkapan Tradisi besar yang disesuaikan dengan tempat dan zaman yang berbeda-beda. Dalam terang Tradisi utama dan di bawah bimbingan Wewenang Mengajar Gereja, tradisi-tradisi konkret itu dapat dipertahankan, diubah, atau juga dihapus.

      Maka pada dasarnya Tradisi itu adalah ajaran iman dari para rasul, yang diteruskan kepada para penerus mereka. Termasuk dalam Tradisi Suci adalah liturgi dan sakramen sebab liturgi dan sakramen merupakan cara bagaimana kita merayakan iman/ apa yang kita percayai, sebagaimana diajarkan oleh para rasul dan diteruskan secara turun temurun kepada para penerus mereka. Jadi liturgi berhubungan dengan Tradisi Suci, dalam artian bahwa liturgi memuat doa dan tata cara yang merupakan ungkapan iman para rasul (lex orandi lex credendi). Namun demikian, Tradisi Suci tidak sama dengan tradisi liturgis, yaitu kebiasaan- kebiasaan yang dilakukan di dalam liturgi; ataupun tradisi devosi/ doa-doa yang tidak secara langsung merupakan ajaran iman dari para rasul.

      Jika di artikel itu yang ditulis oleh suami saya, Stef, demikian, “Kalau jawabannya Anna belum benar-benar mencari tahu, maka ada sesuatu yang salah dalam proses ini. Jangan lupa, bahwa hal ini adalah urusan yang paling penting, karena ini menyangkut keselamatan abadi kita,” maksudnya adalah, karena pada akhirnya nanti kita harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di hadapan Tuhan Yesus. Maka termasuk di sini adalah perbuatan pindah gereja atau bahkan pindah agama, yang dapat terjadi bukan disebabkan karena pencarian kebenaran sejati, tetapi karena motivasi-motivasi pribadi. Hal ini tentu menjadi cukup serius, sebab Gereja Katolik melalui Konsili Vatikan II mengajarkan demikian,

      “Maka terutama kepada umat beriman Katoliklah Konsili suci mengarahkan perhatiannya. Berdasarkan Kitab suci dan Tradisi, Konsili mengajarkan bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis (lih. Mrk 16:16; Yoh 3:5). Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang-orang melalui baptis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.” (Lumen Gentium 14)

      Tetapi bukan menjadi bagian kita untuk menghakimi apakah seseorang itu “benar- benar tahu” bahwa Gereja Katolik benar- benar perlu untuk keselamatannya. Tentang hal ini, mari kita serahkan kepada Tuhan saja, yang paling mengetahui isi dan kedalaman hati semua orang. Lebih lanjut tentang topik ini, silakan membaca artikel, Apakah yang diselamatkan hanya orang Katolik saja, klik di sini.

      2. Tentang mengartikan EENS

      Banyak orang mengutip perkataan EENS (Extram Ecclesiam Nulla Salus/ Di luar Gereja tidak ada keselamatan) dengan interpretasi yang keliru. Untuk itu mari mengacu kepada Katekismus yang mengajarkan kepada kita bagaimana mengartikannya:

      KGK 846     Bagaimana dapat dimengerti ungkapan ini [EENS] yang sering kali diulangi oleh para bapa Gereja? Kalau dirumuskan secara positif, ia mengatakan bahwa seluruh keselamatan datang dari Kristus sebagai Kepala melalui Gereja, yang adalah Tubuh-Nya:

      “Berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi, konsili mengajarkan, bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam Tubuh-Nya, yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis (lih. Mrk 16:16; Yoh 3:5), Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang melalui baptis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan” (Lumen Gentium 14)

      KGK 847    Penegasan ini tidak berlaku untuk mereka, yang tanpa kesalahan sendiri tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya:
      “Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.” (LG 16) Bdk. DS 3866 – 3872.

      KGK 848    “Meskipun Allah melalui jalan yang diketahui-Nya dapat menghantar manusia, yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil, kepada iman yang merupakan syarat mutlak untuk berkenan kepada-Nya, namun Gereja mempunyai keharusan sekaligus juga hak yang suci, untuk mewartakan Injil” (AG 7) kepada semua manusia.

      Dan juga di sini:

      KGK 1260    “Sebab karena Kristus telah wafat bagi semua orang, dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya satu, yakni bersifat ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua orang, untuk bergabung dengan cara yang diketahui oleh Allah dengan misteri Paska itu” (GS 22, Bdk. LG 16; AG 7). Setiap manusia yang tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pemahamannya akan hal itu, dapat diselamatkan. Dapat diandaikan bahwa orang-orang semacam itu memang menginginkan Pembaptisan, seandainya mereka sadar akan peranannya demi keselamatan.

      Dengan demikian, kata kuncinya adalah apakah orang yang bersangkutan sudah dengan tulus hati mencari Allah dan melaksanakan kehendak-Nya (jadi di sini ia mengimani adanya Allah, dan melakukan perbuatan kasih yang nyata yang mencerminkan imannya itu). Sebab jika hal ini sudah dilakukan, namun bukan karena kesalahannya sendiri ia tidak mengenal Kristus dan Gereja-Nya, maka masih ada kemungkinan baginya untuk memperoleh keselamatan kekal. Namun jika demikian, bukan berarti keselamatannya diperoleh terlepas dari Kristus dan Gereja-Nya. Sebab orang- orang yang mempunyai ketidaktahuan yang tidak terhindarkan (“invincible ignorance“), sebenarnya tetap dapat tergabung dengan Kristus dan Gereja dengan baptism of desire.

      Selanjutnya, tentang Adakah keselamatan di luar Tuhan Yesus/ Gereja Katolik, klik di sini; Tentang hal Invincible ignorance, silakan klik di sini, sedangkan tentang apakah itu baptisan rindu/ baptism of desire, klik di sini dan  klik di sini.

      3. Tentang pernyataan Paus Eugene IV dalam Konsili Florence

      Nah, sekarang tentang pernyataan Paus Eugene IV, di Konsili Florence. Kutipan yang Anda ambil nampaknya tidak lengkap. Kalau kita lihat keseluruhannya, bunyinya demikian:

      It [The Holy Roman Church] firmly believes, professes and preaches that all those who are outside the Catholic Church, not only pagans but also Jews or heretics and schismatics, cannot share in eternal life and will go into the everlasting fire which was prepared for the devil and his angels, unless they are joined to the Church before the end of their lives; that the unity of this ecclesiastical body is of such importance that only for those who abide in it do the Church’s sacraments contribute to salvation and do fasts, almsgiving and other works of piety and practices of the Christian militia produce eternal rewards; and that nobody can be saved, no matter how much he has given away in alms and even if he has shed blood in the name of Christ, unless he has persevered in the bosom and unity of the Catholic Church” (Cantate Domino, 1441)

      Jadi sebenarnya penekanan dari paragraf ini adalah kesatuan dengan tubuh Gereja Katolik, sebab kesatuan ini [yang merupakan tanda dari iman kepada Kristus] menjadikan semua perbuatan baik seseorang menjadi mempunyai nilai keselamatan. Sebab memang tanpa iman, perbuatan baik tidak menyelamatkan. Nah, pengertian ‘kesatuan dengan tubuh Gereja’ ini dapat merupakan kesatuan yang terlihat (melalui sakramen Pembaptisan) maupun dengan kesatuan yang tidak terlihat (melalui Baptisan Rindu).

      Silakan Anda membaca teks keseluruhan Cantate Domino di link ini, silakan klik Di sana Anda dapat membaca, bahwa yang dimaksud dengan para bidat adalah mereka yang tadinya berada dalam kesatuan dengan Gereja Katolik, tetapi yang kemudian memisahkan diri dengan mengajarkan ajaran yang menyimpang. Jadi di dokumen itu tidak disebutkan tentang agama- agama lain seperti Buddhism ataupun Islam. Jadi kalau di akun yang Anda baca menghubungkan pernyataan itu dengan Buddhism dan Islam, itu nampaknya adalah pandangan pribadinya, namun bukan itu yang ditulis di dalam dokumen tersebut. Selanjutnya tentang pengertian bidaah dan skismatik, sudah pernah ditulis di sini, silakan klik; untuk mengetahui mengapa Gereja Katolik tidak menyebut umat Kristen non- Katolik yang sekarang ini sebagai bidat/ heretik.

      Selanjutnya, untuk memahami pernyataan Paus Eugene IV dalam Konsili Florence kita harus mengetahui konteks sejarah pada saat konsili diadakan, yaitu untuk menuliskan dekrit kepada kaum Jacobites (para anggota gereja Koptik yang mau bergabung kembali ke pangkuan Gereja Katolik). Mengingat keadaan spesifik yang melatarbelakangi diadakannya konsili, maka pernyataan Paus Eugene IV tersebut memang tidak ditujukan untuk Gereja universal, walaupun isi ajarannya sendiri bukanlah ajaran baru bagi Gereja universal, namun dengan rumusannya yang tidak persis sama dengan yang dikatakan oleh Paus Eugene IV.

      Berikut ini adalah penjelasan dari Dr. Lawrence Feingold, STL, pembimbing Teologis situs katolisitas (Terjemahannya disampaikan dibawahnya):

      I would say that this statement (and others) from the decree for the Jacobites from the Council of Florence may perhaps not have been intended to be infallible in itself because it is was not addressed to the universal Church. To be infallible, a teaching has to be proposed as binding on the universal Church. However, I think that this teaching, rightly understood, is infallible by being taught by the universal ordinary Magisterium of the Church. (The Council of Florence understood that it was confirming a teaching already infallible.)
      However, this teaching has to be understood according to the mind of the Church as it developed in the history of the Church’s magisterial teaching. This is the principle of the hermeneutics of continuity that Pope Benedict stresses. Development of doctrine occurs by the fact that conditions and qualifications that are implicit in an earlier formulation (such as the Council of Florence) are made explicit over time. Lumen gentium 14 and 16 show us how this statement from the Council of Florence should be understood.

      (Please refer to Lumen Gentium 14)

      All men are called to the Church and all salvation comes from the redemptive sacrifice of Christ made present to us in the Church through her sacraments. This is true above all in the Eucharist, which renews on our altars that one sacrifice from which all grace flows. Although the Church is necessary for salvation, unbelievers are not aware of this, sometimes through no fault of their own. There can still be salvation for those who remain outside the Catholic Church due to invincible ignorance (ignorance through no fault of their own), but not for those who are aware of the obligation but still refuse to enter, through causes such as prejudice, fear of worldly disadvantage or suffering, or ignorance that is culpable for not searching sufficiently for the truth about God.

      Bl. Pius IX teaches that “it is necessary to hold for certain that they who labor in ignorance of the true religion, if this ignorance is invincible, are not stained by any guilt in this matter in the eyes of God. Now, in truth, who would arrogate so much to himself as to mark the limits of such an ignorance, because of the nature and variety of peoples, regions, innate dispositions, and of so many other things?” (Pius IX, Singulari quadam, 1854, Denzinger 1647.)

       (Please refer to Lumen Gentium 16)

      It should be observed that LG states that these people who are in invincible ignorance can only be saved through the aid of God’s grace, from which flow faith, hope, and charity, and perfect contrition for their sins. The number of people who are saved in this way is “known only to God,” as stated in the Creed of the People of God, promulgated by Pope Paul VI in 1968:

      We believe that the Church is necessary for salvation, because Christ, who is the sole mediator and way of salvation, renders Himself present for us in His body which is the Church. But the divine design of salvation embraces all men, and those who without fault on their part do not know the Gospel of Christ and His Church, but seek God sincerely, and under the influence of grace endeavor to do His will as recognized through the promptings of their conscience, they, in a number known only to God, can obtain salvation.

      This doctrine is also implied by Pius XII in Mystici corporis (1943: DS 3821): “They who do not belong to the visible bond of the Catholic Church… [we ask them to] strive to take themselves from that state in which they cannot be sure of their own eternal salvation; for even though they are ordered to the mystical body of the Redeemer by a certain desire and wish of which they are not aware [implicit in the general wish to do what God wills], yet they lack so many and so great heavenly gifts and helps which can be enjoyed only in the Catholic Church.”

      (Please refer to Lumen Gentium 16)

      In other words, the Church specifies that in order to obtain eternal salvation, “it is not always required that he be incorporated into the Church actually as a member, but it is necessary that at least he be united to her by desire and longing.” (Letter of the Holy Office to the Archbishop of Boston, of August 8, 1949)”

      Terjemahannya:

      “Saya mengatakan bahwa pernyataan ini (dan pernyataan lainnya) dari dekrit kepada kaum Jacobites dari Konsili Florence mungkin tidak dimaksudkan menjadi pernyataan yang dengan sendirinya bersifat infallible (tidak mungkin sesat), sebab pernyataan itu tidak ditujukan kepada Gereja universal [silakan klik di sini untuk melihat syarat- syarat infalibilitas bagi suatu pernyataan pengajaran]. Untuk menjadi infallible, sebuah pengajaran harus dinyatakan mengikat bagi Gereja universal (seluruh Gereja). Namun demikian, saya pikir ajaran ini, jika dimengerti dengan benar, adalah infallible, karena telah diajarkan oleh Magisterium ordinari Gereja secara universal. (Konsili Florence memahami bahwa hal itu telah diteguhkan sebagai ajaran yang telah dinyatakan infallible/ tidak mungkin sesat).
      Oleh karena itu, ajaran ini harus dimengerti sesuai dengan pemahaman Gereja, sebagaimana ajaran ini berkembang di dalam sejarah pengajaran Magisterium Gereja. Ini adalah prinsip kesinambungan secara hermenetik yang ditekankan oleh Paus Benediktus. Perkembangan doktrin terjadi dalam kenyataan bahwa kondisi-kondisi dan kualifikasi yang implisit dinyatakan dalam rumusan yang lebih awal (seperti di dalam Konsili Florence) kemudian dinyatakan secara eksplisit dalam kurun waktu selanjutnya. Lumen Gentium 14 dan 16 menunjukkan bagaimana pernyataan dari Konsili Florence ini harus dimengerti.”

      (Silakan membaca Lumen Gentium 14 -lihat lampiran)

      Semua manusia dipanggil kepada Gereja dan keselamatan diperoleh dari kurban penebusan Kristus yang dihadirkan di tengah kita di dalam Gereja melalui sakramen- sakramennya. Ini adalah benar, terutama di dalam Ekaristi, yang memperbaharui kurban yang satu dan sama itu di atas altar, yang daripadanya semua rahmat mengalir. Meskipun Gereja penting untuk keselamatan, orang- orang yang tidak percaya tidak menyadari hal ini, sering kali bukan karena kesalahan mereka sendiri. Masih ada kemungkinan keselamatan bagi mereka yang berada di luar Gereja Katolik karena ketidaktahuan yang tidak terhindarkan (invincible ignorance), namun bagi mereka yang menyadari keharusan ini tetapi tetap menolak untuk bergabung dengannya, melalui sebab- sebab seperti prasangka, takut akan kerugian duniawi ataupun penderitaan, atau ketidaktahuan yang disebabkan karena kesalahan sendiri karena tidak dengan sungguh mencari kebenaran tentang Tuhan.

      Paus Pius IX yang terberkati mengajarkan, “Adalah penting untuk yakin berpegang bahwa mereka yang berusaha hidup baik di dalam ketidaktahuan yang tidak terhindarkan, tidak dinodai oleh kesalahan apapun tentang hal ini di mata Tuhan. Sekarang, di dalam kebenaran, siapa yang tidak akan mengklaim demikian kepada dirinya sendiri untuk menandai batasan- batasan ketidaktahuan semacam ini, karena kodrat dan keberagaman bangsa- bangsa, daerah- daerah, sikap batin yang berbeda- beda dan banyak hal lainnya?” (Pius IX, Singulari quadam, 1854, Denzinger 1647.)

      (Silakan membaca Lumen Gentium 16- lihat lampiran)

      Harus pula dipahami bahwa Lumen Gentium menyatakan bahwa orang- orang yang berada di dalam ketidaktahuan yang tidak terhindarkan ini hanya dapat diselamatkan melalui pertolongan rahmat Tuhan, yang darinya mengalir iman, harapan dan kasih dan pertobatan yang sempurna bagi dosa- dosa mereka. Jumlah mereka yang diselamatkan dengan cara ini “hanya diketahui oleh Tuhan”, sebagaimana dinyatakan di dalam Syahadat Orang beriman, dipromulgasikan oleh Paus Paulus VI di tahun 1968:

      “Kami percaya bahwa Gereja penting bagi keselamatan, sebab Kristus, yang adalah satu- satunya Pengantara dan Jalan keselamatan membuat Diri-Nya hadir bagi kita di dalam Tubuh-Nya yaitu Gereja. Tetapi rencana keselamatan ilahi merangkul semua umat manusia, dan mereka yang tanpa kesalahan mereka, tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya, tetapi mencari Tuhan dengan tulus, dan di bawah pengaruh rahmat berusaha untuk melaksanakan kehendak Tuhan sebagaimana diketahuinya melalui dorongan hati nuraninya, mereka, yang jumlahnya hanya diketahui oleh Tuhan, dapat memperoleh keselamatan.”
       

      Doktrin ini juga dimaksudkan oleh Paus Pius XII di dalam Mystici corporis (1943: DS 3821): “Mereka yang tidak berada dalam ikatan yang kelihatan dengan Gereja Katolik ….. [kami menghimbau kepada mereka untuk] berusaha keras untuk membawa diri mereka dari tingkat di mana mereka tidak dapat dengan yakin akan keselamatan kekal mereka sendiri; sebab meskipun mereka tergabung di dalam tubuh mistik Sang Penebus dengan keinginan dan kerinduan tertentu yang tidak mereka sadari [keinginan umum secara implisit untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki], namun mereka kekurangan banyak hal dan banyak karunia surgawi dan bantuan- bantuan yang dapat diterima di dalam Gereja Katolik.”

      (Lihat KGK 1260: Setiap manusia yang tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pemahamannya akan hal itu, dapat diselamatkan. Dapat diandaikan bahwa orang-orang semacam itu memang menginginkan Pembaptisan, seandainya mereka sadar akan peranannya demi keselamatan.)

      Dengan kata lain, Gereja mengatakan bahwa untuk memperoleh keselamatan kekal, “Tidak selalu disyaratkan bahwa ia harus termasuk di dalam Gereja secara nyata sebagai anggota, tetapi perlu bahwa setidak-tidaknya ia tergabung dengan Gereja dengan keinginan dan kerinduan.” (diterjemahkan dari Letter of the Holy Office to the Archbishop of Boston, of August 8, 1949)

      Demikianlah tanggapan kami atas pertanyaan/ komentar Anda. Semoga Anda dapat melihat bahwa kami di Katolisitas tidak menyampaikan informasi yang menurut pendapat pribadi, namun ajaran yang memang diajarkan oleh Gereja Katolik. Gereja Katolik memang tidak mengubah ajarannya tentang keselamatan, dan bahwa Gereja perlu untuk keselamatan umat manusia dan bahwa di luar Gereja tidak ada keselamatan. Namun untuk mengartikan hal ini kita mengacu kepada penjelasan Gereja, dan bukan atas interpretasi kita sendiri. Semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan Anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      Lampiran:

      Lumen Gentium 14:

      Berdasarkan Kitab suci dan Tradisi, Konsili mengajarkan bahwa Gereja yang sedang mengembara ini perlu untuk keselamatan. Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja. Dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan baptis (lih. Mrk 16:16; Yoh 3:5). Kristus sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang-orang melalui baptis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang, yang benar-benar tahu, bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.

      Dimasukkan sepenuhnya ke dalam serikat Gereja, mereka, yang mempunyai Roh Kristus, menerima baik seluruh tata-susunan Gereja serta semua upaya keselamatan yang diadakan di dalamnya, dan dalam himpunannya yang kelihatan digabungkan dengan Kristus yang membimbingnya melalui Imam Agung dan para uskup, dengan ikatan-ikatan ini, yakni: pengakuan iman, sakramen-sakramen dan kepemimpinan gerejani serta persekutuan. Tetapi tidak diselamatkan orang, yang meskipun termasuk anggota Gereja namun tidak bertambah dalam cinta-kasih; jadi yang “dengan badan” memang berada dalam pangkuan Gereja, melainkan tidak “dengan hatinya”. Pun hendaklah semua putera Gereja menyadari, bahwa mereka menikmati keadaan yang istimewa itu bukan karena jasa-jasa mereka sendiri, melainkan berkat rahmat Kristus yang istimewa pula. Dan bila mereka tidak menanggapi rahmat itu dengan pikiran, perkataan dan perbuatan, mereka bukan saja tidak diselamatkan, malahan akan diadili lebih keras.

      Para calon babtis, yang karena dorongan Roh Kudus dengan jelas meminta supaya dimasukkan kedalam Gereja, karena kemauan itu sendiri sudah tergabung padanya. Bunda Gereja sudah memeluk mereka sebagai putera-puteranya dengan cinta kasih dan perhatiannya.

      Lumen Gentium 16:

      Namun rencana keselamatan juga merangkum mereka, yang mengakui Sang Pencipta; di antara mereka terdapat terutama kaum muslimin, yang menyatakan bahwa mereka berpegang pada iman Abraham, dan bersama kita bersujud menyembah Allah yang tunggal dan maharahim, yang akan menghakimi manusia pada hari kiamat. Pun dari umat lain, yang mencari Allah yang tak mereka kenal dalam bayangan dan gambaran, tidak jauhlah Allah, karena Ia memberi semua kehidupan dan nafas dan segalanya (lih. Kis 17:25-28), dan sebagai Penyelamat menhendaki keselamatan semua orang (lih. 1Tim 2:4). Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal. Penyelenggaraan ilahi juga tidak menolak memberi bantuan yang diperlukan untuk keselamatan kepada mereka, yang tanpa bersalah belum sampai kepada pengetahuan yang jelas tentang Allah, namun berkat rahmat ilahi berusaha menempuh hidup yang benar. Sebab apapun yang baik dan benar, yang terdapat pada mereka, Gereja pandang sebagai persiapan Injil, dan sebagai kurnia Dia, yang menerangi setiap orang, supaya akhirnya memperoleh kehidupan. Tetapi sering orang-orang, karena ditipu oleh si Jahat, jatuh ke dalam pikiran-pikiran yang sesat, yang mengubah kebenaran Allah menjadi dusta, dengan lebih mengabdi kepada ciptaan daripada Sang Pencipta (lih. Rom 1:21 dan 25). Atau mereka hidup dan mati tanpa Allah di dunia ini dan menghadapi bahaya putus asa yang amat berat. Maka dari itu, dengan mengingat perintah Tuhan: “Wartakanlah Injil kepada segala makhluk” (Mrk 16:15), Gereja dengan sungguh-sungguh berusaha mendukung misi-misi, untuk memajukan kemuliaan Allah dan keselamatan semua orang itu.

  8. Shalom Bu Ingrid,

    Terima Kasih atas kesediaan Anda menjelaskan pada saya yang masih dangkal ini.

    Izinkan saya mengajukan satu pertanyaan lagi,

    Bagaimana pandangan ajaran Gereja Katolik tentang Muhammad, Sidharta Gautama dan tokoh dalam agama lain? Apakah ada catatan dalam Gereja mengenai tokoh-tokoh itu?

    Terima Kasih.

    Salam Damai,
    Semoga Kristus menguatkan iman kita.

    • Shalom Monica,

      Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada dokumen ajaran Gereja Katolik yang secara ekplisit menyebutkan tentang Sidharta Gautama maupun Muhammad. Namun tentang Buddhisme dan Islam, [dan agama- agama lain] Konsili Vatikan II, dalam Pernyataan tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama bukan Kristiani, Nostra Aetate, mengatakan:

      “Buddhisme dalam pelbagai alirannya mengakui, bahwa dunia yang serba berubah ini sama sekali tidak mencukupi, dan mengajarkan kepada manusia jalan untuk dengan jiwa penuh bakti dan kepercayaan memperoleh keadaan kebebasan yang sempurna, atau – entah dengan usaha sendiri entah berkat bantuan dari atas – mencapai penerangan yang tertinggi. Demikian pula agama-agama lain, yang terdapat di seluruh dunia, dengan pelbagai cara berusaha menanggapi kegelisahan hati manusia, dengan menunjukkan berbagai jalan, yakni ajaran-ajaran serta kaidah-kaidah hidup maupun upacara-upacara suci. Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci di dalam agama-agama ini. Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan diajarkannya sendiri, tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar Kebenaran, yang menerangi semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni “jalan, kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya…..”

      “Gereja juga menghargai umat Islam, yang menyembah Allah satu-satunya, yang hidup dan berdaulat, penuh belaskasihan dan mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, yang telah bersabda kepada umat manusia. Kaum muslimin berusaha menyerahkan diri dengan segenap hati kepada ketetapan- ketetetapan Allah juga yang bersifat rahasia, seperti dahulu Abraham – iman Islam dengan sukarela mengacu kepadanya – telah menyerahkan diri kepada Allah. Memang mereka tidak mengakui Yesus sebagai Allah, melainkan menghormati-Nya sebagai Nabi. Mereka juga menghormati Maria Bunda-Nya yang tetap perawan, dan pada saat-saat tertentu dengan khidmat berseru kepadanya. Selain itu mereka mendambakan hari pengadilan, bila Allah akan mengganjar semua orang yang telah bangkit. Maka mereka juga menjunjung tinggi kehidupan susila, dan berbakti kepada Allah terutama dalam doa, dengan memberi sedekah dan berpuasa….” (Nostra Aetate, 2)

      Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa sepanjang sejarah manusia, Tuhan berbicara kepada manusia melalui para patriarkh dan para nabi, yang mencapai puncaknya melalui Kristus Sang Putera Allah yang menjelma menjadi manusia, sehingga tidak ada lagi wahyu publik yang baru sesudah Kristus, sampai pada kedatangan-Nya yang kedua di akhir jaman nanti (lih. KGK 65):

      KGK 66    Tata penyelamatan Kristen sebagai suatu perjanjian yang baru dan definitif, tidak pernah akan lenyap, dan tidak perlu diharapkan suatu wahyu umum baru, sebelum kedatangan yang jaya Tuhan kita Yesus Kristus” (Dei Verbum 4). Walaupun wahyu itu sudah selesai, namun isinya sama sekali belum digali seluruhnya; masih merupakan tugas kepercayaan umat Kristen, supaya dalam peredaran zaman lama kelamaan dapat mengerti seluruh artinya.

      KGK 73    Allah mewahyukan Diri secara penuh dengan mengutus Putera-Nya sendiri; di dalam Dia Ia mengadakan perjanjian untuk selama-lamanya. Kristus adalah Sabda Bapa yang definitif, sehingga sesudah Dia tidak akan ada wahyu lain lagi.

      Selanjutnya, tentang topik Buddha, Muhammad dan Yudaisme, silakan anda membaca buku Crossing the Treshold of Hope, yang merupakan kumpulan wawancara Paus Yohanes Paulus II, yang menjawab 20 pertanyaan seorang jurnalis ternama, Vittorio Messori, yang antara lain membahas topik- topik tersebut.

      Demikian yang dapat saya sampaikan untuk menanggapi pertanyaan anda. Semoga berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

Comments are closed.