Home Blog Page 171

Apakah Kitab Suci terkorupsi?

4

Pertanyaan:

dari fb Answering Christanity (Indonesia)

Pertanyaan KHUSUS untuk Kristiani.

PERTANYAAN PERTAMA
Dengan demikian GENAPLAH firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: “Mereka menerima tiga puluh uang
perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku di antara orang Israel,
(Matius pasal 27 ayat 9)
● Tidak ada satu pun ayat yg menuliskan hal seperti itu di kitab (nabi) Yeremia. Tidak ada jg satu ayat pun yg
bahkan hanya mendekati hal yg disebutkan di atas dalam keseluruhan kitab (nabi) Yeremia !!

⇛ membawa kita ke pertanyaan, apakah Injil Matius terinspirasi oleh Tuhan, atau kitab (nabi) Yeremia
terkorupsi ?

PERTANYAAN KEDUA

Seperti ada TERTULIS dalam kitab nabi Yesaya: “Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan
mempersiapkan jalan bagi-Mu;
(Markus pasal 1 ayat 2)

● Tidak ada satu pun ayat seperti tersebut di atas dalam kitab nabi Yesaya !!

⇛ membawa kita ke pertanyaan, apakah Injil Markus terinspirasi oleh Tuhan, atau kitab (nabi) Yesaya
ter korupsi ?

PERTANYAAN KETIGA 14 Maka Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, 15 dan tinggal di sana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh
nabi: “Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.”
(Matius pasal 2 ayat 14 dan 15)

● Kebetulan, ayat ini memang ada, tapi itu akan membawa kita semua ke pemikiran kalau Matius (org yg
diperkirakan menulis Injil ini) adalah seorang yg bebal, atau paling tidak membuat kita berpikir kalau Yesus
adalah seorang yg tidak bisa dipercaya, karena Hosea (di mana ayat ini berada) diceritakan sebagai anak-anak Israel yg bebal dan Pengeluaran. 1 Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Ku panggil anak-Ku itu.
2 Makin Kupanggil mereka, makin pergi mereka itu dari hadapan-Ku; mereka mempersembahkan korban kepada
para Baal, dan membakar korban kepada patung-patung. (Hosea 11:1-2)

⇛ membawa kita ke pertanyaan, apakah Injil Matius terinspirasi oleh Tuhan, atau Yesus (menurut Alkitab
sendiri) adalah org yg bebal ?

PERTANYAAN KEEMPAT Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang DIKATAKAN oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran- aliran air hidup.”
(Yohanes pasal 7 ayat 38)

● Boleh beri tahu kami semua yg ada di sini, di bagian Kitab Suci (Alkitab PL tentunya bukan ?) sebelah mana yg
mengatakan hal seperti di atas ?

⇛ membawa kita ke pertanyaan, apakah Yesus (menurut Alkitab) adalah seorang pembohong, atau Alkitab yg terkorupsi ?

Ini saya copy dari facebook answering christanity indonesia..
Delove

Jawaban:

Shalom Delove,

Pertama- tama, harap dipahami terlebih dahulu, bahwa tidak semua referensi ayat-ayat Perjanjian Lama yang tertulis dalam Perjanjian Baru merupakan pengutipan yang persis sama, namun yang terpenting adalah maksudnya dari ayat-ayat tersebut  mengacu kepada hal yang sama/ serupa.

Mari kita melihat satu persatu keberatan tersebut:

1. Mat 27:9

“Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: “Mereka menerima tiga puluh uang perak, yaitu harga yang ditetapkan untuk seorang menurut penilaian yang berlaku di antara orang Israel…..” (Mat 27:9)

Keberatan: Tidak ada satu pun ayat yang menuliskan hal seperti itu di kitab (nabi) Yeremia. Tidak ada juga satu ayat pun yang
bahkan hanya mendekati hal yang disebutkan di atas dalam keseluruhan kitab (nabi) Yeremia !!

Tanggapan kami:

Memang ayat tersebut tidak secara langsung dikutip dari tulisan nabi Yeremia, namun secara prinsip ditulis oleh Nabi Yeremia. Ayat Mat 27:9 sebenarnya mengutip kitab Zakharia yang digabungkan dengan apa yang tertulis dalam kitab Yeremia, yaitu demikian:

“Lalu aku berkata kepada mereka: “Jika itu kamu anggap baik, berikanlah upahku, dan jika tidak, biarkanlah!” Maka mereka membayar upahku dengan menimbang tiga puluh uang perak. Tetapi berfirmanlah TUHAN kepadaku: “Serahkanlah itu kepada penuang logam!” nilai tinggi yang ditaksir mereka bagiku. Lalu aku mengambil ketiga puluh uang perak itu dan menyerahkannya kepada penuang logam di rumah TUHAN.” (Zak 11:12-13)

Ayat ini digabungkan dengan gagasan pembelian ladang/ sebidang tanah, seperti yang tertulis dalam kitab Yeremia, yaitu Yer 32: 6-15. Ayat-ayat ini dan bahwa Nabi Yeremia berbicara tentang tukang periuk (lih. Yer 18:2-, Yer 19:1-) yang hidup di wilayah Hakeldama, dan ia menyebutkan bahwa tempat Tukang Periuk tersebut “tidak akan disebut lagi Tofet dan Lembah Ben-Hinom tetapi Lembah Pembunuhan” (lih. Yer 19:6); dan ini tergenapi dengan harga tanah Tukang Periuk yang dibayar oleh Yudas, yang akhirnya menjadi tempat di mana ia wafat bunuh diri, sehingga sampai sekarang disebut sebagai Tanah Darah (lih. Mat 27:8). Ini menjelaskan mengapa keseluruhan teks dapat diperkirakan sebagai nubuat Nabi Yeremia yang tergenapi.

2. Mrk 1:2

“Seperti ada tertulis dalam kitab nabi Yesaya: “Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu; ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya”… (Mrk 1:2-3)

Keberatan: Tidak ada satu pun ayat seperti tersebut di atas dalam kitab nabi Yesaya !!

Tanggapan kami:

Ayat acuan yang dimaksud adalah Yes 40:3, yang mengatakan:

“Ada suara yang berseru-seru: “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita!” (Yes 40:3)

3. Mat 2:14-15

“Maka Yusufpun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: “Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.” (Mat 2:14-15)

Keberatan: Kebetulan, ayat ini memang ada, tapi itu akan membawa kita semua ke pemikiran kalau Matius (org yg
diperkirakan menulis Injil ini) adalah seorang yg bebal, atau paling tidak membuat kita berpikir kalau Yesus
adalah seorang yg tidak bisa dipercaya, karena Hosea (di mana ayat ini berada) diceritakan sebagai anak-anak Israel yg bebal dan Pengeluaran. 1 Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Ku panggil anak-Ku itu.
2 Makin Kupanggil mereka, makin pergi mereka itu dari hadapan-Ku; mereka mempersembahkan korban kepada
para Baal, dan membakar korban kepada patung-patung. (Hosea 11:1-2)

⇛ membawa kita ke pertanyaan, apakah Injil Matius terinspirasi oleh Tuhan, atau Yesus (menurut Alkitab
sendiri) adalah orang yang bebal?

Tanggapan kami:

Mat 2:15 mengacu kepada dua ayat dalam Perjanjian Lama, yaitu Bil 23:22 dan Hos 11:1. Kitab Bilangan mengatakan, “Allah, yang membawa mereka [bangsa Israel] keluar dari Mesir, adalah bagi mereka seperti tanduk kekuatan lembu hutan …”. Dan Kitab Hosea, “Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir Kupanggil anak-Ku itu.” (Hos 11:1).

Sebelum kita memahami kaitan antara ayat- ayat ini, perlu dipahami terlebih dahulu, prinsip dasar yang dipegang Gereja dalam menginterpretasikan Kitab Suci; yaitu bahwa ayat- ayat Perjanjian Lama dibaca dalam terang Perjanjian Baru dan sebaliknya, sebab “Perjanjian Baru terselubung dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Lama tersingkap dalam Perjanjian Baru” (KGK, 129). Artinya kita tidak dapat mengartikan ayat- ayat Perjanjian Lama terpisah dari penggenapannya dalam Perjanjian Baru, yang maksudnya adalah memperbaiki ataupun menyempurnakan apa yang ada di Perjanjian Lama (itulah sebabnya disebut sebagai Perjanjian ‘Baru’)

Maka, jika dikatakan bahwa Yesus adalah Adam yang baru (lih. Rom 5:12-21), bukan berarti Yesus persis sama dengan Adam dan jatuh dalam dosa seperti Adam; namun justru sebaliknya, merupakan kebalikan 180 derajat dengan Adam (manusia pertama) itu. “…. Adam, yang adalah gambaran Dia [Kristus] yang akan datang. Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang [Adam] semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus.” (Rom 5:14-15). Di sini Yesus diperbandingkan dengan Adam, dan menjadi Adam yang “baru”, karena dengan penjelmaan-Nya menjadi manusia, Ia mengambil juga kodrat manusia, artinya, sebagai keturunan Adam. Namun, meskipun Kristus menjadi sama dengan manusia (walaupun Ia juga tetap adalah Allah), Ia berbeda dengan manusia dalam satu hal ini: yaitu bahwa Ia tidak berdosa (lih. Ibr 4:15).

Dengan prinsip yang sama Yesus disebut sebagai Israel yang baru, sebab dalam Perjanjian Lama Allah menyebut Israel sebagai anak-Nya yang sulung, “Beginilah firman TUHAN: Israel ialah anak-Ku, anak-Ku yang sulung…” (Kel 4:22), atau “Kasihanilah umat yang disebut menurut nama-Mu, yaitu Israel yang telah Kausamakan dengan anak sulung.” (Sir 36:11). Namun dalam Perjanjian Baru, Allah menyebutkan bahwa Kristus, adalah Anak-Nya yang Tunggal, yang sulung dari segala ciptaan, demikian:

“Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Ialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.” (Kol 1:15-20)

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16)

Dengan demikian, tidak menjadi masalah bahwa dalam Hos 11:1-2 disebutkan bahwa pada awalnya Israel dikasihi Allah dan dipanggil-Nya dari Mesir, namun kemudian Israel menyimpang, menjadi tidak taat karena menyembah Baal. Ini adalah gambaran Israel dalam Perjanjian Lama. Namun Kristus sebagai Israel yang baru sebagai penggenapannya, merupakan kebalikan dari Israel pada Perjanjian Lama. Kristus sebagai Putera Allah yang menjelma, malah taat sampai akhir kepada kehendak Allah Bapa, sehingga rela wafat disalibkan untuk menebus dosa manusia.

“[Kristus] yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:6-11)

“… [Kristus] yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita.” (Gal 1:4)

4. Yoh 7:38

“Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.” (Yoh 7:38)

Keberatan: Boleh beri tahu kami semua yang ada di sini, di bagian Kitab Suci (Alkitab PL tentunya bukan?) sebelah mana yang
mengatakan hal seperti di atas?

Tanggapan kami:

Liturgi Perayaan Pesta Tabernakel yang melatarbelakangi teks, mencakup doa- doa untuk datangnya air hujan, ritus yang memperingati mukjizat air di zaman Nabi Musa (lih. Kel 17:1-7, sebagaimana dikutip di 1 Kor 10:4) dan bacaan- bacaan perikop Perjanjian Lama yang menubuatkan adanya air kehidupan yang terus memancar dari Yerusalem/ bait Allah (lih. Zak 14:8; Yeh 47:1-) Kristus sendiri adalah Putera Allah; dan barang siapa yang percaya kepada-Nya dan dibaptis, akan menerima Roh Kudus (Kis 2:38). Dengan menerima Roh Kudus, maka setiap orang yang percaya menjadi bait Allah, karena Roh Allah diam di dalamnya (lih. 1Kor 3:16; 6:19). Dengan demikian apa yang dituliskan dalam Perjanjian Lama, yaitu bahwa bait Allah akan mengalirkan aliran air hidup, digenapi di dalam diri mereka yang percaya kepada Kristus, [karena mereka telah menjadi bait Allah yang hidup], sebagaimana tertulis dalam Yoh 7:38.

Kesimpulan:

Demikianlah tanggapan kami akan beberapa keberatan di atas. Harus diakui, bahwa jika seseorang membaca Kitab Suci dengan praduga terlebih dahulu bahwa Kitab Suci itu keliru/ bohong/ dikorupsi, maka yang dicarinya hanya semacam celah-celah untuk mendukung dugaannya tersebut. Akan sulit baginya untuk sungguh memahami Kitab suci. Namun, jika seseorang dengan tulus mempelajari Kitab Suci, dan dengan rendah hati mau menerima penjelasan dari Gereja yang kepadanya Kitab Suci ini diberikan, maka kebenaran Kitab Suci akan dengan sendirinya nampak di hadapannya. Kitab Suci, sebagai Sabda Allah, tidak mungkin salah atau bohong ataupun terkorupsi, seperti dituduhkan sekelompok orang. Hanya saja, memang tidak mudah untuk memahami makna keseluruhan Kitab Suci. Itulah sebabnya sikap kerendahan hati sangatlah diperlukan bagi siapapun yang ingin mempelajari dan memahami Kitab Suci. Karena itu, untuk memahami Kitab Suci kita membutuhkan tuntunan Roh Kudus dan Gereja-Nya, karena di dalamnya Roh Kudus sudah secara nyata bekerja selama 2000 tahun, untuk membimbingnya melestarikan ajaran yang sesuai dengan Sabda Tuhan sejak zaman para rasul sampai sekarang.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Mrk 8:31-38: Menyangkal diri, memikul salib

2

31 “Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka, bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.

32 Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang. Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia.

33 Maka berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus, kata-Nya: “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”

34 Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.

35 Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.

36 Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya.

37 Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?

38 Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus.”

ay.31-33 Penderitaan menghantar kepada keselamatan

Yesus memberitahu murid- murid-Nya tentang penderitaan dan wafat-Nya yang akan dialaminya. Saat itu murid-murid tidak memahaminya bahwa Yesus akan mendapat perlakuan sedemikian oleh tua-tua, imam kepala dan para ahli Taurat. Rasul Petrus menyuarakan protesnya, namun perkataannya ini malah dikecam oleh Yesus, sebab Ia ingin menegaskan bahwa misi-Nya bersifat spiritual/ rohani, dan bukan duniawi menurut pemikiran manusia. Misi Kristus adalah misi Allah, yaitu bahwa Yesus harus menyelamatkan manusia melalui penderitaan dan kematian. Demikianlah, bagi kita juga, penderitaan jika dipersatukan dengan Kristus dapat menjadi sarana yang menghantar kita kepada keselamatan.

ay.34 Memikul salib untuk mencapai kehidupan kekal

Dengan menunjuk kepada diri-Nya sendiri, yaitu bahwa pelaksanaan misi-Nya membawa-Nya kepada salib, Yesus mengajarkan bahwa kita para pengikut-Nya juga harus melalui jalan yang sama. Hidup sebagai seorang Kristen, dengan segala tuntutannya, merupakan sebuah salib yang harus dipikul, untuk mengikuti Kristus.

Kristus tidak mengajarkan jalan pintas berupa euforia sesaat, atau dedikasi yang hanya sesekali atau setengah- setengah, tetapi Ia menghendaki komitmen total seumur hidup -yang melibatkan penyangkalan diri- dengan ketaatan dan kesetiaan terhadap kehendak Allah, sebagaimana dicontohkan-Nya. Sebab tujuan yang ditentukan-Nya bagi manusia adalah kehidupan kekal. Maka kehidupan di dunia yang sementara ini harus dinilai dalam terang kehidupan kekal tersebut. Apa yang kita lakukan di dunia ini harusnya membantu mengarahkan kita kepada kehidupan kekal, dan bukan sebaliknya.

ay.35 Kehilangan kehidupan duniawi

“Nyawa” dalam terjemahan Vulgate adalah kata yang berarti ‘jiwa’. Di ayat ini jiwa/nyawa artinya sama dengan hidup. Kata ‘hidup’ dapat mengacu kepada hidup di dunia dan hidup kekal. Di sini Yesus mengajarkan bahwa walaupun kematian dapat mengakhiri hidup di dunia, namun Ia dapat mengubah kematian menjadi kehidupan kekal.

Dengan demikian, maksud-Nya adalah: barangsiapa yang mengutamakan hidup duniawi, ia akan kehilangan hidup surgawi, namun barangsiapa kehilangan hidup duniawi demi Tuhan Yesus dan Injil, ia akan memperoleh hidup surgawi. Apakah artinya ‘mengutamakan hidup duniawi’? Artinya: membiarkan hidup dipimpin oleh keinginan daging, keinginan mata dan keangkuhan hidup (lih. 1 Yoh 2:16). Maka kehilangan hidup duniawi artinya adalah penyangkalan diri terhadap ketiga kecenderungan ini; dan hidup macam ini adalah hidup memikul salib, sambil selalu memikirkan hal- hal surgawi daripada yang duniawi (lih. Kol 3:1-2)

ay.36-37 Teladan Kristus

Yesus menjanjikan kehidupan kekal kepada mereka yang dengan rela hati mau melepaskan kehidupan duniawi. Ia sendiri memberikan teladan, dengan menyerahkan nyawa-Nya, sebagaimana Gembala yang baik berkorban demi menyelamatkan domba-dombanya. “Tak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabat-Nya” (Yoh 15:13).

ay.38 Jangan malu mengakui Kristus

Setiap manusia akhirnya akan diadili oleh Kristus. Ia adalah Hakim yang akan mengadili semua orang yang hidup dan yang mati (Mat 16:27). Keputusan akhir ini akan tergantung dari sejauh mana seseorang mengasihi Tuhan dan sesama demi kasihnya kepada Tuhan. Pada hari penghakiman itu, Kristus akan mengenali siapa yang setia dan siapa yang tidak setia, yaitu mereka yang malu untuk mengikuti teladan Kristus karena takut akan arus dunia, mereka yang gagal untuk hidup sesuai dengan imannya. Kita umat Kristen tidak boleh malu mengakui Injil (Rom 1:16), dan kita tidak boleh terbawa oleh arus dunia. Kita malah harus memberi pengaruh yang baik untuk mengubah dunia, tentu dengan bantuan rahmat Tuhan.

Selanjutnya tentang memikul salib (menurut Injil Matius), silakan klik di sini.

 

Mengapa Komuni satu rupa, mengapa dua rupa?

5

Kristus yang kita rayakan dalam Ekaristi adalah Kristus yang telah bangkit dan telah mengatasi maut. Dengan demikian, penghadiran kembali kurban Kristus yang satu dan sama itu, tidaklah dengan cara yang sama, seperti halnya di saat sengsara-Nya di salib, saat seolah tubuh-Nya terpisah dari darah-Nya pada saat menderita di salib sebelum wafat dan kebangkitan-Nya. Namun kini Kristus telah bangkit dan mengatasi maut. Kuasa Roh Kudus yang membangkitkan-Nya dan menghadirkan kembali misteri Paska Kristus itu, menghadirkan kepenuhan Kristus dalam rupa roti dan anggur. Maka, pemberian Komuni dalam bentuk satu rupa (hosti saja atau anggur saja) telah mengandung keseluruhan Kristus  tubuh, darah, jiwa dan ke-Allahan-Nya (lih. Katekismus Gereja Katolik, 1413). Jadi Komuni dapat diberikan dalam  rupa hosti saja. Alasan kedua bahwa Komuni diberikan dalam satu rupa adalah alasan pastoral, sebab jika umat yang hadir banyak maka dimungkinkan adanya sisa anggur (yang telah dikonsekrasikan menjadi darah Yesus) dan akan menyulitkan imam yang mempersembahkan Misa, karena darah Kristus itu tidak boleh dibuang, namun harus diminumnya jika tersisa. Alasan lain adalah Komuni dalam dua rupa juga tak mudah disyaratkan bagi seluruh Gereja karena akan menyulitkan bagi paroki-paroki yang terpencil, yang sulit untuk mendapatkan anggur untuk keperluan Misa tersebut.

Namun demikian, sesekali dalam setahun, tetap dapat diadakan Komuni dalam dua rupa, karena memang dalam bentuk dua rupa penggambaran kurban Tubuh dan Darah Kristus menjadi lebih penuh (lih. KGK 1390).

KGK 1390    Karena Kristus hadir secara sakramental dalam setiap rupa itu [dalam rupa roti saja, atau anggur saja], maka seluruh buah rahmat Ekaristi dapat diterima, walaupun komuni hanya diterima dalam rupa Roti saja. Karena alasan-alasan pastoral, maka cara menerima komuni inilah yang paling biasa di dalam ritus Latin. Tetapi “arti perlambangan komuni dinyatakan secara lebih penuh, apabila ia diberikan dalam dua rupa. Dalam bentuk ini lambang perjamuan Ekaristi dinyatakan atas cara yang lebih sempurna” (IGMR 240). Di dalam ritus Gereja-gereja Timur cara menerima komuni macam inilah yang biasa dipergunakan.

Bagi negara- negara penghasil anggur, seperti di Eropa, Amerika, dan Australia, adalah cukup umum bahwa setiap Minggunya mereka mengadakan Komuni dalam dua rupa. Hanya di Asia, dan mungkin juga negara- negara di Afrika Komuni dua rupa tidak umum dilakukan, kemungkinan berkaitan dengan alasan pastoral sebagaimana disebutkan di atas. Namun demikian, yang terpenting adalah Komuni satu rupa tidak mengubah maknanya, sebab kita tetap menerima kepenuhan Kristus.

Selanjutnya tentang Mengapa Komuni satu rupa maknanya sama dengan Komuni dua rupa, silakan klik di sini.

 

Apakah Injil dipalsukan Paulus?

13

Mungkin kita sering mendengar tuduhan dari saudara kita non-Kristen yang mengatakan bahwa Injil telah dipalsukan. Pertama-tama, jika kita mendengar ada tuduhan-tuduhan seperti itu, janganlah kita terlalu cepat emosi namun sebaliknya juga jangan mudah goyah. Silakan tanyakan sumbernya dari mana rumor itu berasal, dan silakan pula mempelajari dari fakta yang obyektif yang dapat kita peroleh mengenai Kitab Suci (dalam hal ini Injil yang menjadi bagian dari Kitab Perjanjian Baru), sehingga kita dapat semakin memahami duduk masalahnya.

Mari bersama kita melihat fakta-fakta obyektif yang mendukung ke-aslian Injil tersebut:

1. Kesaksian para Bapa Gereja mengenai penulisan kitab Injil memberikan kredibilitas atas ke-otentikan Injil. Menurut kesaksian St. Irenaeus (180 AD), yang menjadi murid dari St. Polycarpus, yang adalah murid Rasul Yohanes, dan murid St. Ignatius Martir yang adalah murid langsung dari Rasul Petrus dan Rasul Yohanes. Dengan demikian, kesaksian St. Irenaeus menjadi sangat penting tentang para penulis Injil. Dalam bukunya yang terkenal Against the Heresies, Buku III, bab 1,1 ia menggarisbawahi asal usul apostolik dari kitab Injil,

“Kita telah mengetahui bukan dari siapapun tentang rencana keselamatan kita kecuali dari mereka yang melaluinya Injil telah diturunkan kepada kita, yang pada suatu saat mereka ajarkan di hadapan publik, dan yang kemudian, sesuai dengan kehendak Tuhan, diturunkan kepada kita di dalam Kitab Suci, untuk menjadi dasar dan tonggak dari iman kita…. Sebab setelah Tuhan kita bangkit dari mati [para rasul] diberikan kuasa dari atas, ketika Roh Kudus turun [atas mereka] dan dipenuhi oleh semua karunia-Nya, dan mempunyai pengetahuan yang sempurna: mereka berangkat menuju ujung-ujung bumi, mengajarkan kabar gembira yang diberikan oleh Tuhan kepada kita…. Matius... menuliskan Injil untuk diterbitkan di antara orang Yahudi di dalam bahasa mereka, sementara Petrus dan Paulus berkhotbah dan mendirikan Gereja di Roma…. Markus, murid dan penerjemah Petrus, juga memmeneruskan kepada kita secara tertulis, apa yang biasanya dikhotbahkan oleh Petrus. Dan Lukas, rekan sekerja Paulus, juga menyusun Injil yang biasanya dikhotbahkan Paulus. Selanjutnya, Yohanes, murid Tuhan Yesus ….juga menyusun Injil ketika tinggal di Efesus, Asia Minor.”

Hal serupa dituliskan juga oleh Origen (185-254) tentang asal usul Injil, dalam In Matthew. I apud Eusebius, His eccl 6.25.3-6:

“[Injil] yang pertama dituliskan oleh Matius, yang adalah seorang publikan tetapi kemudian menjadi rasul Yesus Kristus, yang menerbitkannya untuk umat Yahudi, dituliskan dalam bahasa Ibrani. [Injil] kedua oleh Markus, yang disusun di bawah bimbingan St. Petrus, yang telah mengangkatnya sebagai anak… (1 Pet 5:13). Dan ketiga, menurut Lukas, yang menyusunnya untuk umat non-Yahudi, Injil yang dibawakan oleh Rasul Paulus; dan setelah semuanya itu, [Injil] menurut Yohanes.

Dari kesaksian para Bapa Gereja, yaitu Papias, St. Irenaeus, Origen, Eusebius dan St. Jerome, kita mengetahui bahwa St. Matius menuliskan Injilnya untuk umat Yahudi agar mereka dapat bertobat dan mempercayai Kristus sebagai Anak Daud yang telah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Para ahli sejarah seperti Eusebius, Theophylact, Euthymius dan Nicephorus memperkirakan bahwa  Injil pertama ini dituliskan sekitar 8-15 tahun setelah kenaikan Kristus ke surga (antara 38-45 AD).

Berikutnya Injil dituliskan oleh Markus dan Lukas yang diperkirakan dituliskan pada jangka waktu yang hampir sama (64-67) dan Yohanes (90-100), dan dari ketiga penulis ini yang memiliki hubungan dengan Rasul Paulus adalah Lukas. Namun demikian, tidak dapat dikatakan bahwa Paulus memalsukan Injil, karena:

1) Banyaknya saksi yang telah menerima pengajaran dari Injil lainnya (Matius dan Markus), sehingga apa yang dituliskan dalam Injil Lukas (rekan kerja Paulus) justru malah dapat dicek kebenarannya.

2) Sebab, kalau benar dipalsukan, pasti akan ada bukti tertulis juga yang menolak pemalsuan tersebut, mengingat para saksi mata yang menerima pengajaran Yesus maupun para rasul masih hidup. Namun fakta sejarah menunjukkan tak ada satupun tulisan pada jaman itu yang menentang kebenaran Injil, terutama tentang ke-Allahan Yesus dan mukjizat kebangkitan-Nya dari mati. Protes atau ketidakpercayaan akan ke-Allahan dan kebangkitan Yesus baru timbul pada abad-abad berikutnya, yang terkenal misalnya Arianism pada sekitar tahun 320, pada saat generasi para saksi hidup kebangkitan Yesus yang terdiri lebih dari 500 orang itu sudah tidak ada yang hidup. Atau bahkan tulisan jaman sekarang yang menentang kebangkitan Kristus; alibinya hanya berdasarkan hipotesa, karena terpisah jauh [dan tak terseberangi] dengan para saksi dan keadaan yang sesungguhnya.

Suatu kenyataan bahwa suatu legenda tidak mungkin ditulis pada saat saksi mata masih hidup, karena mereka yang menjadi saksi akan dengan mudah mengkoreksi dan menyampaikan hal yang sesungguhnya. Maka Rasul Paulus juga tidak mungkin mengubah isi Injil, karena masih banyaknya saksi hidup tentang pemberitaan Injil tersebut, seperti dikatakannya sendiri dalam 1 Kor 15:6. Justru, karena Injil ini dituliskan oleh orang-orang yang berbeda, di tempat berbeda, namun secara garis besar menceritakan hal yang sama tentang Kristus dan ajaran-Nya, maka kita dapat melihat karya Roh Kudus yang memimpin mereka dalam menuliskan wahyu ilahi tersebut.

2) Sekarang, mari kita melihat, apakah Injil dalam kitab Perjanjian Baru tersebut adalah sungguh dari Allah atau hanya rekayasa manusia.

Pertama, bagaimana kita melihat suatu karya tulis merupakan dokumen sejarah yang otentik?
a. Kita harus menemukan jangka waktu dari ketika kejadian itu ada/ ketika karya itu dituliskan sampai ketika manuskrip pertama ditemukan. Semakin pendek jangka waktunya, maka semakin sedikit kemungkinan kesalahan dan korupsi dari kisah kejadian yang sesungguhnya oleh kesalahan penulisan.

b. Kita harus menemukan berapa banyak manuskrip original yang ada. Semakin banyak manuskrip yang ada tentang kisah kejadian yang sama, terutama jika dilakukan pada waktu yang sama, tetapi pada lokasi yang berbeda, maka akan menambah nilai integritas dan ke-otentikan dokumen.

Sekarang mari kita lihat melihat fakta karya tulis yang penting dalam literatur sejarah:

Karya tulis Kapan ditulis Copy pertama Jangka waktu Jumlah copy
Herodotus 488-428 BC 900 AD 1,300 8
Thucydides 100 AD 1100 1,000 20
Caesar’s Gallic War 58-50 BC 900 AD 950 9-10
Roman History 59 BC-17 AD 900 AD 900 20
Homer (Iliad) 900 BC 400 BC 500 643
Injil dan PB 38-100 AD 130 AD 30-50 5000 ++ Yunani
10,000 Latin, 9,300 bhs lain

Maka kita melihat bahwa dokumen tentang sejarah Romawi ditemukan sekitar 900 tahun atau hampir 1 millenium setelah kejadian terjadi, dan hanya ada 20 copy yang masih eksis. Sedangkan, manuskrip Injil ditemukan sekitar 30 tahun setelah kejadian, dan bahwa terdapat 5000 manuskrip asli dalam bahasa Yunani (dan sekitar 20,000 non-Yunani) yang eksis. Kitab Injil dan Perjanjian Baru yang asli seluruhnya dituliskan dalam bahasa Yunani, karena bahasa Yunani pada saat itu merupakan bahasa yang umum dipakai, bahkan oleh kaum Yahudi. Banyaknya manuskrip Yunani yang asli tersebut dapat membantu mengidentifikasi adanya kelainan teks dan dengan demikian dapat diketahui teks aslinya. Banyaknya teks asli Perjanjian Baru juga tidak mendukung perkiraan bahwa teks tersebut dipalsukan. Dengan melihat tabel di atas, secara obyektif kita melihat bahwa karya tulis sejarah Romawi bahkan terlihat sangat ‘minim’ jika dibandingkan dengan Injil, dari segi ke-otentikannya, akurasi dan integritasnya. Padahal orang jaman sekarang tidak mempunyai kesulitan untuk menerima sejarah Romawi tersebut sebagai kebenaran. Suatu permenungan adalah bagaimana Injil yang secara obyektif lebih ‘meyakinkan’ keasliannya dibandingkan sejaran Romawi malah mengundang perdebatan.

Keaslian Injil  juga kita ketahui dari tulisan Bapa Gereja, seperti St. Klemens (95) sudah mengutip ayat-ayat Injil, berarti pada saat itu Injil sudah dituliskan, demikian pula Kisah para rasul, Roma, 1 Korintus, Efesus, Titus, Ibrani dan 1 Petrus. Demikian St. Ignatius (115) telah mengutip ayat Injil Matius, Yohanes, Roma, 1dan 2 Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, 1 & 2 Timotius dan Titus.

Dari banyaknya manuskrip asli tersebut, maka memang banyak orang menyangka bahwa akan terdapat banyak perbedaan-perbedaan teks. Namun ternyata, fakta menunjukkan tidak demikian. Tingkat kesesuaian manuskrip Perjanjian Baru adalah 99.5 % (dibandingkan dengan Iliad 95%). Kebanyakan perbedaan adalah dari segi ejaan dan urutan kata. Tidak ada perbedaan yang menyangkut doktrin yang penting yang dapat mengubah doktrin Kristiani.

3) Sebenarnya, tuduhan Rasul Paulus yang memalsukan Injil adalah spekulasi kaum skeptik jaman sekarang, seperti Bart Erhman dalam bukunya Misquoting Jesus,  atau para tokoh liberal dalam the Jesus Seminar, dan mungkin juga kaum skeptik lainnya yang tidak mempercayai keliahian pesan Injil.  Namun sesungguhnya jika mereka mau melihat kepada fakta objektif tentang keberadaan lebih dari 5000 teks asli Yunani Perjanjian Baru, maka sudah selayaknya mereka dapat melihat, bahwa sesungguhnya tidak benar bahwa  Injil  tidak mempunyai teks asli dan hanya merupakan buatan orang-orang tertentu dan merupakan hasil ‘copy’ dari ‘copy’ yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Meskipun memang terdapat perbedaan teks karena faktor penyalinan yang dilakukan oleh para rahib pada jaman itu, namun perbedaan itu tidak mengandung perubahan ataupun penambahan pernyataan doktrinal. Kanon Kitab Perjanjian Baru (termasuk Injil) telah diterima oleh jemaat awal, yang nyata sejak abad awal abad ke-2. Dan penerimaan secara berkesinambungan pada abad-abad sesudahnya sendiri merupakan bukti yang tak terhapuskan tentang keaslian Injil. Hal ini tidak bisa dihapuskan oleh pandangan seseorang atau sekelompok orang yang ingin membatalkan keseluruhan fakta sejarah, tanpa melihat dengan obyektif betapa kuatnya fakta yang sudah ada tersebut.

4) Ada juga orang-orang yang membandingkan Injil dengan suatu karya tulis lainnya yang dituliskan oleh seorang penulis pada suatu waktu tertentu, atau karya tulis yang pernah mengalami suatu standarisasi. Namun, kita ketahui Injil tidak disusun oleh satu orang, dan tidak ada proses standarisasi yang dibuat oleh satu orang yang dapat dikatakan sebagai penulis ataupun penyalin utama Alkitab. Hal ini seharusnya malah menambah kredibilitas Alkitab, karena meskipun melibatkan jangka waktu ribuan tahun dan banyak orang untuk menuliskannya (tentu atas ilham Roh Kudus) namun dapat menyampaikan isi yang kurang lebih sama, saling mendukung dan melengkapi, dengan tingkat akurasi yang masih tetap sangat tinggi. Sedangkan, jika suatu karya tulis merupakan karya satu orang pada suatu saat tertentu, atau pernah distandarkan oleh satu orang, maka tidak ada yang mengherankan jika karya tersebut konsisten, dan tidak mengandung kesalahan.

Alkitab sendiri yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Baru melibatkan sekitar 2000 tahun penyusunan. Sebelum penemuan penemuan Dead Sea Scroll (1947-1956), teks Perjanjian Lama yang tertua adalah teks Masoretik yang disusun sekitar tahun 800, sedangkan teks Septuagint (terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama) dibuat sekitar abad ke-2 sebelum Masehi. Maka perbandingan antara teks-teks ini yang berselang antara 800-1000 tahun malah memberikan fakta yang sangat kuat, karena ternyata teks-teks tersebut 95% identik, dan hanya mempunyai variasi yang minor, dan hanya sedikit ketidakcocokan. Sedangkan ke-otentikan Perjanjian Baru dapat dilihat jika dibandingkan dengan karya tulis bersejarah lainnya pada jaman itu, seperti terlihat dalam tabel di atas.

Tentang injil Thomas

5

Baru-baru ini diberitakan bahwa pada tahun 1946 ditemukan injil Thomas bersama dengan tulisan-tulisan yang lain, di desa Nag Hammadi, Mesir, sehingga banyak orang mempertanyakannya: Apakah benar Rasul Thomas-lah yang menuliskan injil itu dan mengapa tulisan itu tidak termasuk di dalam kanon Kitab Suci.

Berikut ini adalah keterangan yang kami sarikan dari berbagai sumber, terutama dari Catholic Answers, silakan klik di sini; dan klik di sini dan dari New Advent Encyclopedia, klik di sini:

Injil Thomas adalah tulisan yang disusun anggota sekte Gnostik, kemungkinan di  abad ke-2, atau abad ke-3. Itulah sebabnya tulisan ini tidak termasuk di dalam kanon Kitab Suci, sebab tulisan itu tidak otentik, karena tidak sungguh ditulis oleh Rasul Thomas, sebab tulisan itu baru disusun satu sampai dua abad setelah ia wafat. Apa yang disebut injil Thomas itu sebenarnya merupakan koleksi 114 macam perkataan yang ‘konon’ dikatakan oleh Yesus. Seperempat dari perkataan ini sama dengan perkataan yang dituliskan di dalam Injil kanonik, sebagian lagi mirip dengan yang ditulis dalam Injil kanonik, hanya sudah diadaptasi untuk kepentingan ajaran Gnostik, dan sebagian lagi sepenuhnya mengandung ajaran Gnostik. Maka tak heran, ajaran injil Thomas ini tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran keempat Injil kanonik.

Walaupun dikatakan ditulis oleh Rasul Thomas, namun fakta sejarah tidak mendukung pandangan ini, karena:

1) Sebagian besar perkataan-perkataan tersebut -baik dari segi gaya bahasa maupun ajarannya- tidak menggambarkan kemiripan dengan perkataan ajaran seorang guru Yahudi di tahun 30-an. Perkataan tersebut jauh berbeda dengan perkataan Yesus yang ditulis pada keempat Injil kanonik.

2) Tulisan- tulisan para Bapa Gereja menentang injil Thomas ini, dan mengecamnya sebagai ajaran sesat:

a. St. Hippolytus (155-235) menyebutkan bahwa injil ini digunakan oleh sebuah sekte Gnostik di Syria, yang bernama Naasenes.
b. Origen (184-254) menyatakan bahwa injil ini adalah tulisan yang mengajarkan ajaran sesat.
c. St. Sirilus dari Yerusalem (313-386) mengatakan bahwa injil ini ditulis oleh kaum Manichaeans yaitu para pengikut Mani yang mengajarkan ajaran sesat di abad ke-3 -jadi jelas bukan berasal dari Rasul Thomas.
d. Eusebius (263-339) menolak injil ini karena sesat /heretik dan palsu.

Jimmy Akin, seorang apologist Katolik, menuliskan bahwa karena injil Thomas ini palsu, maka tak heran bahwa sebagian ajaran yang dituliskan di injil tersebut tidak sesuai dengan ajaran Kristus dan para rasul. Sebagai contohnya, Akin mengutip perkataan terakhir di injil tersebut, yang mengatakan: “Simon Petrus berkata kepada mereka, “Biarlah Maria meninggalkan kita, sebab para perempuan tidak layak hidup.” Yesus berkata, “Lihat, Aku akan membimbingnya untuk membuatnya menjadi laki-laki, sehingga ia juga dapat menjadi roh yang hidup seperti yang ada pada kamu para laki-laki. Sebab setiap perempuan yang membuat diri mereka laki-laki akan masuk ke dalam Kerajaan Surga” (injil Thomas 114). Ini adalah perkataan yang ngawur. Yesus selalu menghormati perempuan sebagai perempuan, tanpa harus menjadikan dirinya laki-laki. Sebab Tuhan menciptakan manusia “laki-laki dan perempuan” (Mat 19:4; Kej 1:27). Dengan demikian, apakah seseorang itu laki-laki atau perempuan tidaklah menjadi masalah di dalam keselamatan. Rasul Paulus mengajarkan, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Gal 3:28)

Dengan adanya ajaran-ajaran yang ‘asing’ macam ini, tidaklah dapat dikatakan bahwa injil Thomas ditulis atas inspirasi Roh Kudus. Sebab tidak mungkin Roh Kudus yang sama -yang telah membimbing para penulis Injil kanonik dan Kitab suci secara keseluruhan- dapat memberikan inspirasi yang berbeda kepada si penyusun injil Thomas ini, untuk menuliskan ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Kristiani.

Bahwa belakangan ini ada film Stigmata yang menyinggung soal injil Thomas, ini adalah semacam konspirasi dari pihak pembuat film untuk menampilkan potret yang sinis dan negatif terhadap Gereja Katolik. Namun sayangnya, penampilan potret semacam ini malah menunjukkan kenaif-an sang pembuat film yang tidak dapat membedakan antara ajaran sesat dan penipuan. Seorang kritikus film yang bernama Roger Ebert berkomentar demikian, “Stigmata mungkin adalah film yang ter-aneh (terlucu) yang pernah dibuat tentang agama Katolik dari sudut pandang teologi …. Film ini, yang memuat teologi yang absurd/ ngawur, mempunyai keberanian yang tak tahu malu untuk mengakhiri [filmnya] dengan kartu-kartu faktual, bahwa ‘injil Thomas’ yang dikatakan sebagai perkataan-perkataan Yesus, telah dikecam oleh Vatikan di tahun 1945 sebagai sebuah ‘ajaran sesat’…. Ini menunjukkan bahwa si pembuat film mempunyai pengertian yang sangat minim tentang perbedaan antara sebuah ajaran sesat dan sebuah pemalsuan.”

Akhirnya, klaim bahwa Vatikan menolaknya di tahun 1945 adalah klaim yang tidak jelas sumbernya, sebab nampaknya tidak ada dokumen yang dikeluarkan oleh Tahta Suci di tahun 1945 yang mengatakan demikian. Penolakan injil Thomas sudah lama diajarkan oleh para Bapa Gereja di abad ke- 2 sampai ke-4, dan bukan baru pada tahun 1945. Penolakan tersebut memang salah satunya disebabkan karena injil itu mengajarkan ajaran sesat Gnostik, tetapi terlebih dari itu, karena tulisan itu adalah tulisan yang palsu, dan tidak disusun oleh Rasul Thomas. Di atas semua itu, patutlah dipertanyakan, mengapa dalam tulisan injil Thomas tersebut, puncak rencana keselamatan Allah yang menjadi inti pewartaan Kabar Gembira (Injil) yaitu: sengsara, wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke surga – demi menebus dosa umat manusia, tidak dijabarkan? [Bandingkanlah dengan penjabaran tentang hal ini dalam keempat Injil kanonik]. Bagaimanakah suatu tulisan dapat disebut sebagai Injil, kalau inti pewartaan Injil malah tidak disebutkan? Bahkan untuk alasan ini saja, tak mengherankan bahwa Magisterium Gereja Katolik tidak memasukkan tulisan ini ke dalam Injil kanonik dan kanon Kitab Suci. Berbahagialah kita sebagai Gereja Katolik, yang mempunyai Magisterium yang dipimpin oleh Roh Kudus dalam menentukan kitab-kitab mana yang sungguh diinspirasikan oleh Roh Kudus, sehingga kita dapat yakin bahwa apa yang telah ditentukan di dalam kanon Kitab Suci, sungguh-sungguh berasal dari Tuhan, dan bukan ajaran buatan manusia apalagi merupakan pemalsuan.

 

Bagaimana Kita Dapat Mengenal Tuhan?

2

Konsili Vatikan II, berdasarkan Kitab Suci, mengajarkan kepada kita, bahwa kita mengenal Tuhan melalui pewahyuan akan diri-Nya, yang kepenuhannya ada di dalam Kristus:

“Dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya Allah berkenan mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya (lih. Ef 1:9); berkat rahasia itu manusia dapat menghadap Bapa melalui Kristus, Sabda yang menjadi daging, dalam Roh Kudus, dan ikut serta dalam kodrat ilahi (lih. Ef 2:18 ; 2Ptr1:4)…..melalui wahyu itu, kebenaran yang sedalam-dalamnya tentang Allah dan keselamatan manusia nampak bagi kita di dalam Kristus, yang sekaligus adalah Pengantara dan kepenuhan seluruh wahyu.” (Konsili Vatikan II, tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum (DV) 2)

1. Keberadaan Allah dapat dikenal melalui karya-karya ciptaan-Nya.

Oleh wahyu Allah ini, dikatakan bahwa di dalam Kristus Sang Sabda, Allah menciptakan segala sesuatu. Maka Allah dapat diketahui keberadaan-Nya melalui karya- karya ciptaan-Nya. Konsili Vatikan II mengajarkan demikian:

“Allah, yang menciptakan segala sesuatu melalui sabda-Nya (lih. Yoh 1:3), serta melestarikannya, dalam makhluk-makhluk ciptaan senantiasa memberikan kesaksian tentang diri-Nya kepada manusia (lih. Rom 1:19-20)….” (DV 3)

Selanjutnya Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia pertama. Setelah mereka jatuh dalam dosa, Allah tak henti- hentinya menjaga dan memelihara umat manusia. Ia memanggil Abraham, para patriarkh, Musa dan para nabi, mengajarkan hal pengetahuan tentang diri-Nya sebagai Allah yang satu, yang hidup dan sejati, dan mengajarkan manusia agar menantikan Sang Penyelamat; dan dengan demikian mempersiapkan umat manusia untuk menerima Injil, selama berabad-abad. (lih. DV 3)

2. Secara istimewa Allah dikenal melalui Putera-Nya, Yesus Kristus.

“Setelah berulang kali dan dengan berbagai cara Allah bersabda dengan perantaraan para Nabi, “…akhirnya pada zaman akhir ini Ia telah bersabda kepada kita dengan perantaraan Putera-Nya” (Ibr 1:1-2). Sebab Ia mengutus Putera-Nya, yakni Sang Sabda yang kekal, yang menyinari semua orang, supaya Ia tinggal di tengah umat manusia dan menceritakan kepada mereka hidup Allah yang terdalam (lih. Yoh 1:1-18)…. Ia [Yesus] “menyampaikan sabda Allah” (Yoh3:34), dan menyelesaikan karya penyelamatan, yang diserahkan oleh Bapa kepada-Nya (lih. Yoh 5:36 ; Yoh 17:4). Barang siapa melihat Dia, melihat Bapa juga (lih. Yoh 14:9). Oleh karena itu, Yesus menyempurnakan wahyu dengan menggenapinya melalui segenap karya-Nya yang membuat-Nya hadir dan menyatakan diri-Nya sendiri: melalui sabda maupun perbuatan-Nya, dengan tanda-tanda serta mukjizat-mukjizat-Nya, namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut, dan akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran. Ia meneguhkan dengan kesaksian ilahi, bahwa Allah menyertai kita, untuk membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut, dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal.” (DV 4)

3. Yesus Kristus memerintahkan para rasul untuk meneruskan Injil yang diwahyukan Allah kepada semua bangsa.

“Dalam kebaikan-Nya Allah telah menetapkan, bahwa apa yang diwahyukan-Nya demi keselamatan semua bangsa, harus tetap utuh untuk selamanya dan diteruskan kepada segala keturunannya. Maka Kristus Tuhan, yang di dalam-Nya kepenuhan seluruh wahyu Allah yang Mahatinggi digenapi (lih. 2Kor1:20; 2Kor3:13; 2Kor4:6), memerintahkan kepada para Rasul, supaya Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui para Nabi dan dipenuhi oleh-Nya serta dimaklumkan-Nya dengan mulut-nya sendiri, mereka wartakan pada semua orang, sebagai sumber segala kebenaran yang menyelamatkan serta sumber ajaran kesusilaan dan untuk membagikan kurnia-kurnia ilahi kepada mereka….” (DV 7)

4. Para rasul melaksanakan perintah Kristus untuk mewartakan Injil baik secara lisan [Tradisi Suci] maupun tertulis [Kitab Suci].

“Perintah itu dilaksanakan dengan setia oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan meneruskan entah apa yang telah mereka terima dari mulut, pergaulan dan karya Kristus sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari. Perintah Tuhan dijalankan pula oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga telah menuliskan amanat keselamatan.” (DV 7)

5. Para rasul mengajar umat beriman agar berpegang teguh kepada ajaran mereka yang lisan [Tradisi Suci] maupun tertulis [Kitab Suci] dan meninggalkan uskup-uskup sebagai pengganti mereka untuk mengajar [Magisterium]

“Maka para Rasul, seraya meneruskan apa yang telah mereka terima sendiri, mengingatkan kaum beriman, supaya mereka berpegang teguh pada ajaran-ajaran warisan, yang telah mereka terima entah secara lisan entah secara tertulis (lih. 2Tes2:15), dan supaya mereka berjuang untuk membela iman yang sekali untuk selamanya diteruskan kepada mereka (lih. Yud 1:3).” (DV 8)

“Adapun supaya Injil senantiasa terpelihara secara utuh dan hidup dalam Gereja, para Rasul meninggalkan Uskup-uskup sebagai pengganti mereka, yang “mereka serahi kedudukan mereka untuk mengajar“. Maka dari itu Tradisi suci dan Kitab suci perjanjian Lama maupun Baru bagaikan cermin bagi Gereja yang mengembara di dunia, untuk memandang Allah yang menganugerahinya segala sesuatu, hingga tiba saatnya Gereja dihantar untuk menghadap Allah tatap muka, sebagaimana ada-Nya (lih. 1Yoh3:2).” (DV 7)

6. Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium [Wewenang mengajar Gereja] merupakan tiga pilar yang olehnya Gereja memperoleh Sabda Allah yang seutuhnya.

“Jadi Tradisi suci dan Kitab suci berhubungan erat sekali dan berpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama. Sebab Kitab suci itu pembicaraan Allah sejauh itu termaktub [disampaikan secara tertulis] di bawah ilham Roh ilahi. Sedangkan oleh Tradisi suci, Sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia. Dengan demikian Gereja menimba kepastian tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab suci. Maka dari itu keduanya (baik Tradisi suci maupun Kitab suci) harus diterima dan dihormati dengan cita-rasa kesalehan dan hormat yang sama.” (DV 9)

Tradisi suci dan Kitab suci merupakan satu perbendaharaan keramat Sabda Allah yang dipercayakan kepada Gereja….. Adapun tugas untuk menafsirkan secara otentik Sabda Allah yang tertulis dan diturunkan itu dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup, yang kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus. Wewenang Mengajar itu tidak berada di atas sabda Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan hanya mengajarkan apa yang diturunkan saja, sejauh sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh Kudus didengarkannya dengan khidmat, dipeliharanya dengan suci dan diterangkannya dengan setia; dan itu semua diambilnya dari satu perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani sebagai hal-hal yang diwahyukan oleh Allah.” (DV 10)

“Maka jelaslah Tradisi suci, Kitab suci dan Wewenang Mengajar Gereja, menurut rencana Allah yang mahabijaksana, saling berhubungan dan berpadu sedemikian rupa, sehingga yang satu tidak dapat ada tanpa kedua lainnya, dan semuanya bersama-sama, masing-masing dengan caranya sendiri, di bawah gerakan satu Roh Kudus, membantu secara berdaya guna bagi keselamatan jiwa-jiwa.” (DV 10)

7. Kesimpulan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kita dapat mengenal Allah terutama melalui wahyu Allah sendiri, yang secara sempurna digenapi di dalam diri Kristus. Di dalam Kristus-lah, Kabar Gembira (Injil) Sabda Allah ini dinyatakan dalam kepenuhannya. Kristus memerintahkan kepada para rasul agar Injil diteruskan secara penuh kepada semua orang; dan ini dilaksanakan oleh para rasul dengan memberikan ajaran lisan (yang disebut Tradisi Suci) dan ajaran tertulis (yang disebut Kitab Suci). Para rasul kemudian menunjuk para penerus mereka untuk melaksanakan Wewenang mengajar Gereja (Magisterium), yang bertugas untuk menafsirkan Sabda Allah itu, baik yang lisan maupun yang tertulis. Dengan demikian, untuk mengenal Allah, kita dapat memulainya dengan mempelajari Sabda-Nya yang disampaikan di dalam Kitab Suci, Tradisi Suci, dan Magisterium Gereja. Selanjutnya memang kita dipanggil untuk melaksanakan Sabda-Nya di dalam hidup kita, dan hal ini menjadi tanda bahwa kita mengenal dan mengasihi Allah (lih. 1Yoh 2:4-5).

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab