Home Blog Page 172

Aku Percaya akan Yesus Kristus, Putera Allah yang Tunggal

46

Pribadi kedua dari Allah Trinitas [yaitu Putera Allah] adalah Pribadi yang lahir dari Allah Bapa. Ia setara dengan Allah Bapa. Sang Putera Allah menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan kita. Iman kepada-Nya adalah jalan ke Surga.

 

I. Dasar Kitab Suci

  • Kej 3:15– Tuhan menjanjikan seorang Penyelamat, yang akan lahir dari “perempuan itu”, yang akan mengalahkan Iblis.
  • Kej 22:1-12– Abraham mempersembahkan anaknya Ishak kepada Tuhan.
  • Yes 53: 1-11– Yesaya bernubuat akan Hamba Tuhan yang menderita yang akan menanggung dosa-dosa manusia dan menjadi pendoa syafaat bagi kita.
  • Mat 1:18-23– Yesus dikandung oleh Maria oleh kuasa Roh Kudus untuk menyelamatkan kita; dan Ia [ Yesus] adalah Imanuel: Tuhan beserta kita
  • Mat 16:13-17– Yesus adalah Sang Mesias dan Putera Allah.
  • Luk 1:26-36– Yesus dikandung oleh Perawan Maria dan adalah Sang Putera Allah.
  • Yoh 1:1-14– Sabda Tuhan, Tuhan yang ada sejak awal mula yang melalui-Nya segala sesuatu telah diciptakan, telah datang ke dunia untuk memberi kehidupan. Ia adalah Terang dunia; dan Ia menjelma menjadi manusia
  • Yoh 3:16-17– Karena kasih, Allah mengutus Putera-Nya untuk menyelamatkan dunia dan untuk memberikan kehidupan kekal
  • Yoh 4:42– Yesus adalah Sang Penyelamat dunia
  • Yoh 8:28– Yesus ada sebelum Abraham, dan Ia adalah juga yang bersabda, “Aku adalah Aku.”
  • Yoh 20:24-29– Yesus, yang sungguh manusia, yang telah wafat dan bangkit dari mati adalah Tuhan dan Allah.
  • Kis 4:12– Keselamatan datang hanya melalui Yesus Kristus Tuhan kita.
  • Flp2:6-11– Tuhan menjelma menjadi manusia; pada nama Yesus semua lutut bertelut.
  • Rom 8:14-17– Melalui Roh Kudus, Tuhan mengangkat kita menjadi anak- anak-Nya di dalam Kristus.

II. Dasar dari Katekismus Gereja Katolik

  • KGK 260– Tuhan menghendaki agar kita mengambil bagian di dalam hidup ilahi-Nya; Ia mengasihi kita dan ingin bersama- sama dengan kita.
  • KGK 422-424– Allah Bapa mengutus Putera-Nya untuk menjadi manusia seperti kita.
  • KGK 425-429– Yesus, Putera Allah dan sungguh manusia, adalah pusat iman kita, dan inti ajaran Gereja.
  • KGK 430-435– Yesus menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita dan Ia harus dimuliakan dan disembah.
  • KGK 436-440– Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, Ia Yang Diurapi, yang Kerajaan-Nya kekal tidak akan berakhir.
  • KGK 441-451– Yesus adalah Putera Allah dan Tuhan.
  • KGK 461-464– Putera Allah mengambil rupa manusia dan Ia adalah sungguh Allah dan sungguh Manusia.
  • KGK 516– Keseluruhan hidup Kristus adalah Wahyu yang dengannya Ia menyatakan kasih Allah.
  • KGK 519-560– Semua misteri kehidupan Kristus adalah demi kita dan demi keselamatan kita.
  • KGK 601-603– Kristus menanggung dosa-dosa kita sehingga kita dapat diselamatkan dan dosa-dosa kita diampuni.

III. Dasar dari Bapa Gereja

  • St. Yustinus Martir (103-165) – “… dan karena Ia [Putera] lahir dari Bapa karena kehendak-Nya; seperti halnya yang kita lihat terjadi di antara kita: sebab ketika kita mengeluarkan suatu perkataan, kita melahirkan perkataan itu, … tanpa mengurangi perkataan itu yang tetap berada di dalam kita…. seperti juga terjadi pada api, yang tidak berkurang ketika ia menyalakan benda yang lain, tetapi tetap sama, dan apa yang dinyalakan oleh api itu sepertinya ada/ terjadi dari dirinya sendiri, tidak mengurangi apa yang daripadanya ia dinyalakan.” (St. Justin Martyr, Dialogue with Trypho, ch. 61)
  • St. Dionisius dari Aleksandria (248-265) – “Adalah pasti, tidak ada saat di mana Tuhan bukanlah Allah Bapa…. [Putera] yang adalah cahaya dari Terang yang kekal, Ia sendiri juga adalah kekekalan yang absolut…. Oleh karena Bapa adalah kekal, maka Putera juga adalah kekal. Terang dari Terang. Sebab di mana ada yang melahirkan di sana ada yang dilahirkan. Dan jika tidak ada yang dilahirkan, bagaimana dan karena apa Ia dapat menjadi yang melahirkan? Tetapi keduanya ada dan selalu ada.” (St. Dionysius of Alexandria, Elenchus and Apology, Bk. I)
  • St. Athanasius (296-373) – “… Tetapi Putera Allah, karena bukan mahluk ciptaan, tetapi Anak Bapa, selalu ada; sebab selama Bapa ada, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan hakekat-Nya juga harus ada; dan ini adalah Sabda-Nya dan Kebijaksanaan-Nya…. (St. Athanasius, Four Discourses Against the Arians, no. 1:29)”… Karena itu, Putera Allah bukan mahluk ciptaan. Sebab jika Ia adalah ciptaan, Ia tidak akan mengatakan, “Ia melahirkan Aku,” Sebab ciptaan adalah dari luar dan merupakan karya Sang Pencipta; tetapi Anak adalah bukan dari luar tetapi dari Allah Bapa, dan sesuai dengan hakekat-Nya.” (St. Athanasius, Four Discourses Against the Arians, no. 2:56)
  • St. Ambrosius (337-397) – Selanjutnya, agar tak seorangpun jatuh dalam kesesatan, biarlah seseorang memperhatikan tanda-tanda yang diberitahukan kepada kita oleh Kitab Suci, di mana kita dapat mengetahui tentang Sang Putera Allah. Ia disebut sebagai Sang Sabda (Firman), Putera, Kekuatan Allah, Kebijaksanaan Allah…. Ia adalah Sang Putera karena lahir dari Bapa, disebut sebagai Sang Sabda karena Ia satu dengan Bapa, satu di dalam kekekalan, satu di dalam keilahian…. ” (St. Ambrose, To Gratian on the Christian Faith, Bk. I, ch.2)
  • St. Yohanes Krisostomus (347-407) – “Barangsiapa melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh 14:9), sabda Yesus. Jika Ia mempunyai hakekat yang berbeda dengan hakekat Bapa, Ia tidak akan mengatakan demikian…. ” (St. John Chrysostom, Homilies on St. John, no. 74:1)
  • St. Agustinus (354-430) – “… Tetapi Ia [Allah Bapa] tidak pernah ada tanpa Putera, sebab Putera-Nya adalah kebijaksanaan-Nya, cahaya dari sang Terang kekal. Karena itu, Allah Bapa melahirkan dalam kekekalan dan Allah Putera dilahirkan dalam kekekalan.” (St. Augustine, Letters, no. 238) “Seperti, kenyataannya, kamu mengandung di dalam hatimu perkataan yang kamu katakan dan seperti perkataan itu ada bersama dengan kamu,…. demikianlah Tuhan memberikan Sabda-Nya, yaitu, melahirkan Sang Putera. Dan kamu, sungguh melahirkan perkataan di dalam hatimu menurut waktu; sedangkan Tuhan yang mengatasi waktu, melahirkan Sang Putera yang dengan-Nya Ia menciptakan segala waktu.” (St. Augustine, On the Gospel of St. John, Tr 14:7) “Tetapi jika Putera dikatakan sebagai diutus oleh Allah Bapa… ini tidak menghindari kita untuk mempercayai bahwa Putera Allah adalah setara dan sehakekat dan sama-sama kekal dengan Allah Bapa, namun harus diutus sebagai Putera oleh Allah Bapa. Tidak berarti yang satu lebih besar dari yang lainnya, tetapi karena yang satu adalah Bapa dan yang lain adalah Putera; yang satu adalah yang melahirkan, yang lain adalah yang dilahirkan…” (St. Augustine, On the Trinity, Bk 4, Ch.20)

IV. Kristus adalah pusat karya keselamatan dan katekese

Setelah kita membahas tentang Allah Bapa, beserta dengan semua sifat-sifat-Nya, serta kodrat dan pribadi dalam Tritunggal Maha Kudus, maka pada topik berikut ini dan beberapa topik ke depan, kita akan berfokus pada pribadi ke-dua Trinitas, yaitu Yesus Kristus, sungguh Allah dan sungguh manusia. Rencana keselamatan Allah berpusat dan mencapai puncaknya dalam diri Yesus Kristus. Kesempurnaan rancangan keselamatan Allah telah dinyatakan kepada manusia mulai dari Perjanjian Lama, yaitu sejak manusia pertama jatuh ke dalam dosa, kemudian dilanjutkan dengan nubuat yang dilakukan oleh para nabi, yang kemudian memuncak dalam diri Kristus, sampai pada Gereja-Nya. Dengan demikian menjadi tugas bagi Gereja untuk terus mewartakan Kristus ke seluruh dunia sampai akhir zaman, sehingga seluruh lidah mengaku bahwa Kristus adalah Tuhan (lih. Flp 2:11).

V. Tentang nama Yesus Kristus

Malaikat Gabriel meminta agar Maria memberi nama anak yang dikandungnya dari Roh Kudus, dengan nama Yesus (lih. Luk 1:31), yang berarti “Allah membebaskan”. Inilah tujuan utama dari Inkarnasi, yaitu membebaskan manusia dari belenggu dosa (lih. Mat 1:21). Dengan membebaskan manusia dari belenggu dosa dalam nama-Nya sendiri, maka Yesus sesungguhnya telah membuktikan bahwa Dia adalah Allah, karena hanya Allah-lah yang dapat mengampuni manusia dari dosa (lih. Mrk 2:7). Dengan demikian, Yesus sesungguhnya adalah nama ilahi, satu-satunya nama yang dapat membawa keselamatan (lih. Kis 4:12, KGK, 432). Dengan kodrat-Nya sebagai manusia, maka Yesus mewakili seluruh umat manusia dalam mempersembahkan kurban kepada Allah; dan dengan kodrat-Nya sebagai Allah, maka pengorbanan-Nya mempunyai nilai yang tak terbatas, yang dapat menyenangkan hati Allah Bapa, sehingga hubungan manusia dengan Allah dapat terjalin kembali. Rasul Paulus menegaskan bahwa dalam kodrat manusia-Nya ada “Allah yang mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus” (2Kor 5:19). Nama ‘Kristus’ berasal dari bahasa Ibrani, yang berarti “Mesias” atau “Yang diurapi”. Dalam tradisi Perjanjian Lama, setiap perutusan, baik sebagai raja (lih. 1Sam 9:16; 10:1; 16:1,12-13; 1Raj 1:39), imam (lih. Kel 29:7; Im 8:12), nabi (1Raj 19:16) didahului dengan pengurapan. Sudah selayaknya, Yesus yang mengemban tugas terbesar dalam karya keselamatan Allah, serta yang mendirikan Kerajaan-Nya secara definitif dan yang menjalankan tugas sebagai imam, nabi dan raja, mengambil nama Kristus- ‘Yang Diurapi’. St. Irenaeus mengajarkankan, bahwa nama Kristus mengandung dimensi Trinitas, yaitu: Ia (Bapa) yang mengurapi, Ia (Putera) yang diurapi, dan Urapan itu sendiri (Roh Kudus). ((lih. KGK 438, yang mengutip St. Ireneus, haer. 3,18,3))

VI. Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal

Sejak awal mula, pengakuan akan Kristus sebagai Anak Allah adalah pusat iman para rasul yang menjadi pondasi Gereja; dan tentang hal ini Rasul Petruslah yang pertama kali mengatakannya, saat ia mengakui bahwa Yesus adalah “Kristus, Anak Allah yang hidup.” Pengakuan iman Petrus ini merupakan pernyataan yang diwahyukan Allah, sehingga Kristus mengatakan, “bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga” (Mat 16:17). Rasul Tomas, juga mengenali Kristus sebagai Tuhan, saat ia mengatakan, “Ya Tuhanku dan Allahku (Yoh 20:28), setelah ia melihat Kristus yang bangkit dari kematian-Nya dan hadir di tengah para Rasul. Demikian juga, Rasul Paulus juga mengatakan, “Ia [Kristus] adalah Anak Allah.” (Kis 9:20). Para Rasul mengakui bahwa mereka “telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.” (Yoh 1:14).

Selain pernyataan para Rasul, Kristus sendiri menyatakan bahwa Ia adalah Putera Allah (lih. KGK 443):

1) Yesus menyatakan Diri sebagai “Anak/ Putera” yang mengenal Bapa (Bdk. Mat 11:27; 21:37-38)

2) Kristus sendiri menunjukkan perbedaan antara keputeraan-Nya dari keputeraan  para murid-Nya, karena Ia tidak pernah mengatakan, “Bapa kita/ Bapa kami” (Bdk. Mat 5:48, 6:8; 7:21; Luk 11:13), kecuali untuk menugaskan mereka: “kamu harus berdoa demikian: Bapa kami” (Mat 6:9). Ya, Ia menyatakan perbedaan dengan jelas: “Bapa-Ku dan Bapamu” (Yoh 20:17).

3)Ketika para pendakwa-Nya bertanya, “Jadi Engkau Putera Allah?”,  Yesus mengatakan, “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah” (Luk 22:70, bdk. Mat 26:64; Mrk 14:61).

4)Injil yang adalah Firman Allah yaitu Kristus sendiri, mengatakan bahwa Kristus adalah Anak Allah yang Tunggal (lih. Yoh 3:16; 10:36).

Pernyataan bahwa Kristus adalah “Putera Allah yang Tunggal” dinyatakan oleh Allah Bapa sendiri, dan hal ini dicatat di dalam Injil di dalam dua kali kesempatan; yaitu saat Pembaptisan dan Transfigurasi. Pada dua kejadian itu, Allah Bapa mengatakan bahwa Yesus adalah “Anak-Ku yang Kukasihi” (Mat 3:17; 17:5).

Kitab Injil juga mengatakan bahwa kepala pasukan yang menyalibkan Yesus mengakui bahwa Ia yang wafat sedemikian di hadapannya adalah Anak Allah, dengan mengatakan , “Sungguh orang ini adalah Anak Allah” (Mrk 15:39). Bahkan Iblispun mengakui bahwa Kristus adalah Anak Allah (lih. Mat 8:28-34; Mrk 5:1-20; Luk 8:26-39).

Maka Katekismus mengajarkan bahwa sebutan “Anak Allah” menyatakan hubungan yang unik dan kekal antara Yesus Kristus dan Allah Bapa-Nya: Ia adalah Putera Allah yang Tunggal dari Allah Bapa (lih. Yoh 1:14,18; 3:16,18). Ia adalah Tuhan sendiri (lih. Yoh 1:1). Untuk menjadi seorang Kristen, kita harus percaya bahwa Yesus Kristus adalah Putera Allah (lih. Kis 8:37; 1 Yoh 2:23) (KGK 454), dan dengan demikian Kristus adalah Allah.

VII. Mengapa kita mempercayai bahwa Yesus adalah Tuhan?

Ada banyak umat non- Kristen mempertanyakan bagaimana mungkin Yesus yang adalah manusia pada saat yang bersamaan mempunyai kodrat Tuhan. Kita dapat membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan dengan menggunakan argumentasi: (1) Yesus adalah pribadi ke-dua dari Trinitas; (2) Yesus adalah Tuhan – dibuktikan dengan menggunakan empat pilihan; (3) Pembuktian dari seorang rabi Yahudi; (4) Pembuktian dari Gamaliel – dari Kisah Para rasul; (5) Yesus adalah Tuhan – melalui “Motif yang meyakinkan / Motive of credibility“; (6) Kesaksian dari Perjanjian Lama; (7) Kesaksian Injil Sinoptik – dari Allah Bapa; (8) Kesaksian Injil Sinoptik – dari Yesus; (9) Kesaksian Injil Yohanes; (10) Kesaksian dari surat-surat Rasul Paulus.

1. Yesus adalah pribadi ke-dua dari Trinitas

Argumen dari prinsip kesempurnaan mahluk berakal budi

Yesus Kristus hanya dapat dijelaskan dalam hubungan-Nya dengan Allah, yaitu Allah yang mempunyai tiga Pribadi. Allah adalah Pribadi yang Maha Sempurna, sedangkan manusia disebut sempurna karena turut mengambil bagian di dalam kesempurnaan Allah. Kesempurnaan manusia disebabkan karena manusia adalah mahluk pribadi atau “personal being,” yang mempunyai kemampuan untuk mengasihi, memberikan dirinya kepada orang lain, dan juga mempunyai kemampuan untuk bersekutu dengan sesama. Kalau hal ini benar untuk kita manusia di tingkat kodrati, maka di tingkat adikodrati, terdapat juga kebenaran yang sama di tingkatan yang paling sempurna. Dengan demikian, Tuhan tidak mungkin adalah Tuhan yang sendirian, namun “keluarga Tuhan”, di mana keberadaan-Nya, kasih-Nya, dan kemampuan-Nya untuk bersekutu dapat terwujud dengan sempurna.

Argumen dari definisi kasih

Kasih tidak mungkin berdiri sendiri, sebab kasih selalu melibatkan dua pihak, yaitu pihak yang mengasihi dan pihak yang dikasihi. Sebagai contoh, kasih suami istri barulah lengkap jika suami-istri “saling” mengasihi. Karena Tuhan adalah kasih yang paling sempurna, maka tidak mungkin Ia tidak mempunyai seseorang yang dapat menjadi saluran kasih-Nya dan juga dapat membalas kasih-Nya dengan derajat yang sama dan sempurna. Jadi Tuhan itu harus satu, namun Ia bukan Tuhan yang terisolasi sendirian. Orang mungkin berargumentasi, bahwa Tuhan bisa saja satu dan Ia dapat menyalurkan kasih-Nya dan menerima balasan kasih dari manusia. Namun, hal ini tidaklah mungkin; karena Tuhan tidak mungkin tergantung dari manusia yang kasihnya tidaklah berarti dibandingkan dengan kasih Tuhan sendiri. Dengan demikian, sangatlah logis, kalau Tuhan mempunyai “kehidupan di dalam diri-Nya/ interior life,” di mana Ia dapat memberikan cinta-Nya dengan sempurna. Di  dalam kehidupan Diri-Nya inilah ada Yesus Kristus, Allah Putera, yang mempunyai derajat kasih yang sama dengan Allah Bapa. Kegiatan dari Allah Bapa dan Allah Putera adalah mengasihi secara kekal, sempurna, dan tak terbatas, dan buah dari kasih timbal balik ini adalah Roh Kudus. Inilah sebabnya, Pentakosta (diutusnya Roh Kudus) terjadi setelah Yesus wafat, bangkit dan naik ke surga. Allah Bapa mengasihi Putera-Nya, dan Putera-Nya menunjukkan kasih-Nya dengan sempurna di kayu salib. Buah dari pertukaran dan kasih yang mengorbankan diri inilah yang menghasilkan Roh Kudus. Dalam syahadat iman yang panjang (syahadat Nicea), terdapat pernyataan “….Aku percaya akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan; Ia berasal dari Bapa dan Putera….” Dengan kematian Yesus di kayu salib, Allah menunjukkan akan adanya bukti kasih yang sempurna, yaitu pemberian diri-Nya. Paus Yohanes Paulus II menekankan bahwa kasih yang sempurna adalah kasih yang dapat memberikan diri sendiri kepada orang lain. Dengan demikian, adalah “sesuai atau fitting” bahwa Tuhan, melalui Putera-Nya menjadi contoh yang sempurna tentang bagaimana menerapkan kasih. Hal ini juga membuktikan bahwa Tuhan bukanlah Allah yang sendirian. ((Paus Yohanes Paulus II, Encyclical Letter on The Redeemer Of Man: Redemptor Hominis, 10))

2. Yesus adalah Tuhan – dibuktikan melalui empat pilihan

Salah satu cara untuk membuktikan ke-Allahan Yesus adalah dengan meninjau empat pilihan pandangan sehingga akhirnya kita dapat menentukan pilihan secara logis. Ketiga pilihan pandangan ini disarikan dari pembuktian menurut C.S. Lewis dalam bukunya “Mere Christianity“, ((C. S. Lewis, Mere Christianity (Harper One: 2001), p.52)) Dalam buku tersebut, C.S. Lewis mengatakan bahwa tidaklah mungkin bagi seseorang untuk menjadi Kristen dan menerima semua ajaran moral dari Yesus, tanpa mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan, sebab dasar kekristenan adalah pengakuan iman akan Yesus Tuhan. Maksud pembuktian ini adalah untuk memberikan penjelasan kepada orang-orang – termasuk yang bukan Kristen – yang mungkin berkata, “Saya percaya kepada Yesus hanya sebagai nabi, atau orang yang baik, atau sebagai guru moral yang besar, namun saya tidak mau mempercayai Yesus sebagai Tuhan.” Padahal, percaya kepada Yesus tidak bisa setengah-setengah. Mari kita lihat penjabaran C.S. Lewis ini, yang mungkin dalam terjemahan bahasa Indonesia terkesan sembrono, namun penjabaran ini dibuat agar kita dapat memilih pilihan pandangan yang paling logis: bahwa Yesus adalah sungguh-sungguh Tuhan.

Pilihan 1 – Yesus adalah sungguh Tuhan Allah yang menjelma menjadi manusia

Di dalam sejarah manusia, tidak ada manusia yang pernah mengaku dirinya sebagai Tuhan, dan juga mempunyai kemampuan dan kuasa Tuhan. Para nabi dari berbagai agama tidak pernah mengaku bahwa mereka adalah satu (hypostatic union) dengan Tuhan seperti yang dikatakan dan ditunjukkan oleh Yesus sendiri. Juga dapat dibuktikan bahwa di masa hidupnya, Yesus melakukan sesuatu yang hanya dapat dilakukan oleh Tuhan, sebagai contoh: 1) Yesus mengampuni dosa manusia, seperti yang ditunjukkan dalam cerita penyembuhan orang yang lumpuh (Mat 9:2-8), 2) Yesus menempatkan diri sebagai Pemberi dan Penentu hukum moral, seperti yang ditunjukkan dalam khotbah di bukit (Mat 5:27-28), 3) Yesus juga memberikan peneguhan bahwa Ia dan Allah adalah satu (Yoh 10:30), 4) Yesus juga mengatakan bahwa segala kuasa di bumi dan di surga diberikan kepada-Nya (Mat 28:18); 5) Yesus melakukan banyak mukjizat, dan mukjizat yang terbesar adalah Ia dapat bangkit dari mati (Kis 10:41; 2 Tim 2:8).

Pilihan 2 – Yesus adalah seorang yang tidak dapat menggunakan akal sehat (‘madman’)

Pilihan ini terdengar ngawur, tetapi C.S Lewis menggunakan istilah demikian untuk menggambarkan keadaan yang bertolak belakang dengan pilihan yang pertama. Kalau yang dikatakan Yesus tidak benar, maka pilihannya adalah Ia tidak waras. Namun di dalam Kitab Suci tidak pernah ada yang mengindikasikan bahwa Yesus adalah seseorang yang tidak dapat menggunakan akal sehat. Adalah sangat tidak mungkin, kalau para rasul, para santa dan santo mau mengorbankan nyawa mereka untuk seseorang yang tidak waras. Jadi pilihan ini sebetulnya sangatlah tidak mungkin.

Pilihan 3 – Yesus adalah seorang yang lebih buruk dari itu (something worse)

Kalau Dia mengaku bahwa diri-Nya adalah Tuhan – padahal bukan – maka dapat disimpulkan bahwa Dia adalah seseorang yang jahat. Namun untuk mengambil kesimpulan bahwa Yesus adalah seorang yang jahat juga adalah tidak mungkin, karena semua yang dilakukan Kristus adalah hal- hal yang baik, dan ajaran moral yang disampaikan kepada manusia adalah begitu sempurna dan tidak ada duanya dibandingkan dengan ajaran agama manapun. Mahatma Gandhi-pun begitu mengagumi Yesus, terutama ajaran-Nya tentang khotbah di bukit. Jadi pilihan ini juga tidak mungkin.

Pilihan 4 – Cerita tentang Yesus adalah kebohongan belaka

Ada beberapa pandangan dari agama lain yang mengatakan bahwa Yesus dijadikan Tuhan oleh manusia – yaitu oleh para murid dan pengikut-Nya, terutama di Konsili Niceae (325). Pandangan ini sesungguhnya merupakan pandangan sekelompok orang di abad- abad ini, yang bermaksud memisahkan antara Yesus menurut sejarah (Jesus of History) dan Kristus menurut iman (Christ of faith), seolah keduanya tidak sama. Namun pandangan ini sangatlah tidak mendasar, sebab tidak sesuai dengan pernyataan para murid Kristus yang menjadi para saksi langsung akan kehidupan Kristus, penderitaan, wafat, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga. Padahal adalah lebih logis jika kita mempercayai kesaksian mereka yang hidup pada zaman Kristus; daripada perkiraan mereka yang hidup berabad- abad sesudah zaman Yesus. Pernyataan para murid, termasuk St. Paulus, dibuat sekitar beberapa tahun setelah Yesus wafat, sehingga dapatlah diyakini kebenarannya. [Bayangkan kalau misalkan ada banyak tulisan bahwa di Jakarta tidak pernah terjadi banjir. Dan berita ini terus diberitakan di dalam koran, televisi, dll. Tentu saja ini berita yang tidak benar, dan orang-orang yang mengalami kebanjiran akan protes dan membuat surat pernyataan, demo, yang menyatakan bahwa pemberitaan itu tidak benar]. Nyatanya, pernyataan bahwa Yesus adalah Tuhan, yang disaksikan oleh banyak orang – yang mengalami kehidupan Yesus – tidak mengundang protes pada masa itu. Sejarah tidak menemukan tulisan asli abad awal yang menyanggah tentang kebangkitan Kristus. Jadi, kesimpulannya: Yesus sungguh bangkit; dan kebangkitan-Nya adalah sesuatu yang nyata dan bukan karangan para murid-Nya. Jadi kemungkinan bahwa Yesus adalah kebohongan belaka, juga sangatlah tidak mungkin. Kalau pilihan yang ke- 2,3, dan 4 adalah tidak mungkin, maka hanya pilihan yang pertama saja yang mungkin, yaitu “Yesus adalah sungguh Tuhan Allah yang menjelma menjadi manusia.”

3. Pembuktian indah dari seorang kepala Rabi Yahudi yang menjadi Katolik

Pembuktian yang indah tentang ke-Tuhan-an Yesus ditulis di dalam buku autobiografi Eugenio Zolli, kepala rabi Yahudi pada masa Perang Dunia ke-2. Zolli kemudian menjadi Katolik pada tahun 1945. Di Polandia, dia sering mengunjungi rumah teman sekolahnya yang bernama Stanislaus, yang beragama Katolik. Di dinding rumah itu tergantung salib kayu yang sederhana. Eugenio mengatakan dalam bukunya:

“Sering – aku tidak tahu kenapa – aku akan menatap salib itu dan memandang cukup lama pada “seseorang” yang tergantung di salib itu. Sejujurnya, permenungan ini selalu diikuti oleh gejolak di dalam jiwaku. Mengapa orang ini disalibkan? Aku bertanya kepada diriku sendiri. Apakah dia orang jahat? …. Mengapa banyak orang mengikuti dia, kalau dia jahat dan mengapa temanku dan ibunya yang juga mengikuti dia adalah orang-orang yang baik? Bagaimana bahwa Stanislaus dan ibunya begitu baik dan mereka menyembah dia yang disalibkan ini? Dia tidak mengeluh, dia tidak melawan. Di wajah-nya tidak ada ekspresi kebencian ataupun kemarahan….Tidak. Dia, Yesus, orang itu – sekarang menjadi “Dia” untukku dengan huruf besar “D.” Dia tidak jahat. Dia tidak mungkin jahat…. Satu hal yang kutahu dengan pasti: “Dia sungguh baik“. ((Eugenio Zolli, Before the Dawn (New York: Sheed and Ward, 1954) p.24-25))

4. Pembuktian Gamaliel, dari Kisah Para Rasul.

Di Kisah Para Rasul (Kis 5:26-42), Gamaliel, seorang ahli taurat yang sangat dihormati, menasihati orang banyak agar mempertimbangkan perbuatan terhadap pengikut Yesus (Petrus dan rasul-rasul lainnya). Sebab, di waktu yang lalu, setelah kematian Teudas yang mengaku sebagai orang yang istimewa, 400 pengikutnya tercerai berai dan kemudian lenyap. Jadi jika perbuatan para murid Kristus hanya berasal dari manusia, mereka pasti akan lenyap dengan sendirinya. Namun jika dari Allah, semua itu tidak dapat dilawan. Kenyataan bahwa sampai sekarang, setelah 2000 tahun dari kejadian itu, para pengikut Kristus masih bertahan di dalam Gereja Katolik, membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan, dan ajaran-Nya adalah dari Allah.

5. Yesus adalah Tuhan – melalui “Motif yang meyakinkan / Motive of credibility”

Motif 1: Nubuat

Motif pertama adalah nubuat. Artinya kedatangan Kristus telah diberitakan sebelumnya yaitu beribu-ribu tahun sebelum kedatangan-Nya, melalui masa persiapan yang panjang. Kita bisa melihat bahwa Tuhan mempersiapkan perjanjian yang mengarah kepada Inkarnasi Yesus Kristus. Perjanjian Allah dengan manusia dimulai dari: 1) Adam dan Hawa (tingkatan pribadi), 2) Nabi Nuh (tingkatan keluarga), 3) Abraham (pada tingkatan suku), 4) Israel (pada tingkatan bangsa); 5) dan kemudian mencapai puncaknya dengan kedatangan Yesus yang mengikat perjanjian Allah dengan seluruh bangsa manusia. Jadi, bangsa Yahudi menjadi bukti persiapan kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini. Adalah sangat logis, kalau kedatangan Yesus untuk misi keselamatan seluruh umat manusia dipersiapkan dengan matang, dan dengan tanda-tanda, sehingga orang tidak sampai salah mengerti. Kita bisa mengambil contoh demikian: Kalau beberapa orang di tingkat direktur pabrik mobil Toyota mengatakan bahwa 20 tahun lagi – semua produk mobil Toyota tidak akan menggunakan bensin, namun menggunakan tenaga surya, dan mobil tersebut dapat bergerak dengan kecepatan 200 km/jam, ditambah dengan kemampuan yang lain – maka kita akan percaya, karena yang mengatakan adalah para pembuat mobil tersebut. Kita dapat menerapkan prinsip ini kepada hal persiapan kedatangan Yesus ke dunia ini, yang sudah diberitakan beribu-ribu tahun sebelumnya. Kitab Yesaya yang ditulis sekitar 700 tahun sebelum kedatangan Yesus Kristus, dapat secara persis menggambarkan tentang Kristus yang menderita (lih. Yes 53). Nabi Yesaya dapat menggambarkan secara persis apa yang akan dialami oleh Kristus, karena ia mendapatkan pengetahuan dari Tuhan sendiri. Bahwa di dalam sejarah, semua nubuat itu terpenuhi di dalam diri Yesus, menjadi bukti akan kebenaran bahwa yang dinubuatkan adalah benar, yaitu: Yesus sungguh- sungguh datang dari Allah dan Yesus adalah Allah. Allah memberitahukan kepada manusia tentang Mesias jauh-jauh hari sebelumnya, sehingga pada saat penggenapannya, manusia dapat mengenali Mesias yang dijanjikan. Inilah yang membedakan antara Yesus dengan tokoh-tokoh dalam agama yang lain. Tokoh-tokoh dalam agama lain tidak pernah dinubuatkan sebelumnya, namun Yesus telah dinubuatkan secara konsisten oleh para nabi dalam kurun waktu lebih dari 1500 tahun.

Motif 2 – Mukjizat

Motif ke-2 adalah mukjizat. Dari Kitab Suci kita mengetahui bahwa Yesus melakukan banyak sekali mukjizat, yang membuktikan bahwa Dia adalah sungguh Putera Allah. Bermacam mukjizat sekaligus juga memberikan konfirmasi akan kebenaran semua ajaran-Nya. Yesus menyembuhkan orang buta (Mat 9:27-31), orang bisu (Mat 9:32-35), orang tuli (Mk 7:31-37), orang lumpuh (Mat 9:1-8), bahkan membangkitkan orang mati (Yoh 11:1-46). Yesus juga mengatakan, “…. tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (Yoh 10:37-38). Di atas semua itu, mukjizat terpenting adalah kebangkitan Kristus (Mat 28:1-10; Mar 16:1-20; Luk 24:1-53; Yoh 20:1-29, 21:1-19; Kis 1:3; 1 Kor 15:17; 1 Kor 15:5-8). Mungkin ada banyak orang yang dapat melakukan mukjizat dan menyembuhkan penyakit-penyakit, tapi mereka sendiri pada akhirnya akan wafat dan tidak dapat bangkit dengan kekuatan sendiri. Namun Yesus menunjukkan bahwa Ia mempunyai kuasa atas segalanya, termasuk kematian. Hanya Tuhanlah yang dapat melakukan hal ini.

Motif 3 – Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus

Keberadaan Gereja Katolik, Gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus sendiri, menjadi bukti akan janji-Nya sebagai Allah untuk melindungi Gereja-Nya yang didirikan-Nya di atas Rasul Petrus, sampai akhir zaman (lih. Mat 16:18, Mat 28:19-20). Maka perlindungan sampai akhir ini dijanjikan oleh Kristus, sejak kepemimpinan Rasul Petrus, sampai kepada para penerusnya sampai kedatangan-Nya kembali di akhir zaman kelak. Sudah ada begitu banyak percobaan yang dialami oleh Gereja Katolik, baik dari dalam maupun dari luar Gereja, namun sesuai dengan janji Kristus, Gereja Katolik tetap bertahan dalam mengajarkan kebenaran yang penuh, dan Gereja ini ditandai dengan ciri-ciri: satu, kudus, katolik, dan apostolik.

6. Kesaksian dari Perjanjian Lama

Perjanjian Lama memberikan gambaran akan ke-Allahan dari Sang Mesias. Penyelamat ini akan mengemban tugas sebagai nabi (Ul 18:15-18), sebagai imam (Mzm 110:4), sebagai seorang penggembala (Yeh 34:23-31), sebagai raja dan Tuhan (Mzm 3; 44; 109; Zak 9:9), sebagai hamba yang menderita (Yes 53), dan sebagai Anak Allah (Mzm 3:7; bdk Ibr 1:5). Hal ini kemudian diperkuat dengan karakter-karakter Allah dalam diri Mesias, seperti Emanuel / Tuhan beserta kita (Yes 7:14; Yes 8:8). Nabi Yesaya menegaskan hal ini dengan menyebutkan beberapa gelar, seperti: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai (Yes 9:6).

7. Kesaksian dari Injil Sinoptik – dari Allah Bapa

Dalam baptisan di sungai Yordan, Allah Bapa memberikan kesaksian akan Yesus sebagai Sang Mesias, sebagai Anak Allah (Mat 3:17; Mrk 1:11; Luk 3:22; Yoh 1:34). Kesaksian ini diberikan kepada Yohanes Pembaptis, nabi terakhir sebelum Kristus. Kesaksian yang sama dari Allah Bapa diberikan lagi kepada Rasul Petrus, Yohanes dan Yakobus di gunung Tabor dalam peristiwa transfigurasi, yang mengatakan, “Inilah Anak yang Kukasihi (Beloved Son), kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” (Mat 17:5; Mrk 9:7; Luk 9:35; bdk. 2Pet 1:17). Istilah dalam Kitab Suci “Beloved Son” sama dengan “Anak Tunggal” (lih. Kej 22:2, 12, 16; Mrk 12:6).

8. Kesaksian dari Injil Sinoptik – dari Yesus

a. Yesus mengatasi semua ciptaan

Yesus mengajarkan bahwa Ia melebihi semua ciptaan, baik manusia maupun malaikat:
1). Ia mengatasi para nabi dan raja- raja di zaman Perjanjian Lama, seperti Nabi Yunus dan Salomo (Mat 12:41- Luk 11:31-), Nabi Musa dan Elia (Mt 17:3; Mrk 9:4; Luk 9:30), Raja Daud yang memanggilnya sebagai Tuhannya (Mat 22:43-; Mrk 12:36-; Luk 20:42-).
2). Para malaikat adalah pelayan-Nya. Para malaikat melayani Dia (Mat 4:11; Mrk 1:13; Luk 4:13); Ia hanya perlu meminta kepada Bapa dan Ia akan mengirim lebih daripada dua belas pasukan malaikat (Mat 26:53). Para malaikat akan menyertai Yesus pada kedatangan-Nya yang kedua (Mat 16:27, 25:31; Mrk 18:38; Luk 9:26), untuk memisahkan orang- orang yang berdosa dan orang- orang benar dalam Pengadilan Terakhir (Mat 13:41, 24:31; Mrk 13:27).  Kitab Suci memang mengatakan bahwa Yesus mengatasi manusia dan para malaikat (Mat 24:36; Mrk 13:32).

b. Yesus sama dengan Tuhan

Yesus menyatakan diri-Nya dengan ungkapan yang di dalam Perjanjian Lama ditujukan bagi Allah, dan dengan demikian menyatakan kesamaan-Nya dengan Allah:
1). Sebagaimana Yahwe, Yesus mengutus para nabi, orang-orang bijaksana dan ahli-ahli taurat (Mat 23:34; Luk 11:49) dan memberikan kepada mereka janji penyertaan-Nya (Luk 21:15; lih. Kej 4:15).
2). Sebagaimana Yahwe, Yesus adalah Tuhan Perjanjian Lama, di dalam kuasa-Nya yang sempurna, Ia menggenapi dan mengubah ketentuan- ketentuan tertentu dari Perjanjian Lama (lih. Mat 5:21- ).
3). Yesus juga adalah Tuhan atas hari Sabat (Mat 12:8; Mrk 2:28; Luk 6:5).
4). Sebagaimana Yahwe, Yesus membuat perjanjian dengan umat manusia (Mat 26:28; Mrk 14:24; Luk 22:20). Sebagaimana Israel adalah kaum pilihan Yahwe, demikianlah para murid Kristus adalah kaum pilihan-Nya (Mat 16:18).

c. Yesus memberikan tuntutan Ilahi kepada manusia

Yesus menetapkan kewajiban kepada para murid-Nya, sebagaimana Tuhan menetapkan kewajiban kepada manusia; tentang kepercayaan kepada-Nya dan tentang derajat kasih yang tertinggi agar diberikan kepada-Nya:
1). Yesus mengecam kurangnya iman di Israel dan memuji para bangsa lain yang siap untuk percaya (Mat 8:10-12; 15:28);
2). Ia memberi penghargaan kepada orang yang beriman (Mat 8:13; 9:2; 22:29; 15:28; Mrk 10:52; Luk 7:50;17:19) dan mengingatkan agar jangan sampai menjadi kurang percaya (Mat 16:8;17:20; 21:21; Mrk 4:40).
3). Yesus menyatakan bahwa Diri-Nya sendiri adalah isi dan tujuan iman, “…barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku, Anak Manusia juga akan malu karena orang itu, apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan-Nya dan dalam kemuliaan Bapa dan malaikat-malaikat kudus.” (Luk 9:26)
4). Yesus menuntut agar para murid-Nya mengasihi Dia dengan kasih yang melampaui kasih duniawi. “Siapa yang mengasihi bapa dan ibunya lebih dari mengasihi Aku, ia tidak layak untuk Aku” (Mat 10:37).
5). Yesus menuntut agar manusia menyerahkan hidupnya demi Dia (lih. Mat 10:39; Luk 17:33).

d. Yesus sadar akan kuasa-Nya

Yesus menyadari akan kuasa-Nya yang melampaui kuasa manusia, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi.” (Mat 28:18)
1). Yesus menggunakan kuasanya untuk melakukan mukjizat-mukjizat, dan memberikan kuasa kepada para murid-Nya untuk melakukan mukjizat di dalam nama-Nya (Mat 10:1, 8; Mrk 3:15; 6:7; Luk 9:1,10,17).
2). Yesus juga mengklaim kekuatan untuk mengampuni dosa yang dimiliki hanya oleh Tuhan saja (Mat 9:2,6; Mrk 2:5; Luk 5:20; 7:48).
3). Ia memberikan kuasa kepada para murid-Nya untuk mengampuni dosa (Mat 16:19, 18:18; Yoh 20:23).
4). Dengan menyerahkan nyawa-Nya, Ia menyadari bahwa Ia dapat menebus dosa umat manusia (lih, Mat 20:28; 26:28).
5). Yesus menyatakan bahwa Ia akan menjadi Hakim atas dunia, yang dinyatakan di dalam Perjanjian Lama hanya akan dilakukan oleh Yahwe sendiri (lih. Mzm 50:1-6; 96:12-; 98:9; Zak 14:5). Yesus akan mengadili manusia sesuai dengan perbuatannya (Mat 16:27), bahkan sampai perkataan yang sia- sia (Mat 12:36). Keputusan-Nya final dan akan dilaksanakan segera (Mat 25:46). Penghakiman ini mensyaratkan Hakim atas dunia yang mengatasi kodrat semua mahluk ciptaan Allah.

e. Kesadaran Yesus sebagai Anak Allah

1). Klaim Yesus sebagai Anak Allah Yesus dengan jelas membedakan antara hubungan-Nya dengan Allah Bapa dan hubungan para murid-Nya dengan Allah Bapa. Ia mengatakan tentang hubungan-Nya dengan Allah Bapa sebagai “Bapa-Ku”, sedangkan Ia mengatakan hubungan para murid-Nya dengan Allah Bapa sebagai “Bapamu”. Ia tidak pernah menyatukan diri-Nya dengan para murid dan menyebut “Bapa kita”. Doa Bapa Kami bukanlah merupakan doa-Nya sendiri, tetapi doa para murid Nya (Mat 6:9).
2). Pernyataan pertama tentang Diri-Nya sebagai Anak Allah adalah saat Yesus diketemukan di Bait Allah.
Pertama kali Yesus menyatakan Diri-Nya sebagai Anak Allah dinyatakan saat Ia diketemukan kembali di Bait Allah, saat Ia berumur 12 tahun (lih. Luk 2:49). Dengan demikian, Ia menyatakan kepada Bunda Maria dan St. Yusuf bahwa hubungan-Nya sebagai anak dan orang tua secara manusiawi berada di bawah hubungan-Nya secara ilahi dengan Allah Bapa. 
3). Pernyataan Yesus sebagaimana direkam di Injil.
“Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” (Mat 11:27, Luk 10:22, Yoh 10:22) Dari ayat-ayat ini Yesus jelas mengatakan bahwa Ia telah menerima dari Allah Bapa kepenuhan kebenaran Wahyu dan kepenuhan kuasa ilahi untuk menggenapi misi-Nya dan menunjukkan Diri-Nya mengatasi semua nabi di Perjanjian Lama.
4). Yesus mengklaim diri-Nya sebagai Mesias Anak Allah di hadapan Mahkamah Agama. Ketika ditanya oleh Kayafas Imam Agung tentang apakah Ia adalah Anak Allah, Yesus menjawab, “Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.” (Mat 26:64). Kata Yesus, “Akulah Dia” (Mrk 14:62). Kesetaraan-Nya dengan Allah Bapa tercermin dalam perkataan Yesus tersebut (lih. Mzm 110:1; Dan 7:13). Dengan perkataan Yesus tersebut Mahkamah menilai bahwa Yesus telah menghujat Allah sehingga layak dihukum mati. Sebab yang dipermasalahkan di sini bukan klaim Yesus sebagai Mesias tetapi klaim Yesus sebagai Tuhan.
5). Perumpamaan tentang penggarap kebun anggur yang jahat.
Dalam perumpamaan itu (Mat 21:33-; Luk 9:20-) dikisahkan bahwa setelah mengirimkan utusan- utusan yang semuanya dibunuh oleh para penggarap itu, akhirnya pemilik kebun anggur mengirimkan putera tunggalnya. Namun akhirnya ia juga dibunuh oleh para penggarap itu.

9. Kesaksian dari Injil Yohanes

Injil Yohanes, menampilkan Yesus dari sisi yang berbeda dibandingkan dengan injil sinoptik. Injil Yohanes memberikan kesaksian yang lebih mendalam akan Yesus Kristus yang adalah Anak Allah, seperti yang dituliskan-nya, “…tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” (Yoh 20:31). Pembukaan Injil Yohanes, mengajarkan bahwa Sang Sabda sudah ada sebelum segala abad, Ia bersama-sama dengan Allah, dan Sang Sabda itu adalah Allah sendiri, seperti yang tertulis, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” (Yoh 1:1) Sang Sabda yang menjadi manusia ini adalah Yesus (Yoh 1:14), yang digambarkan sehakekat dengan Bapa, dan Yesus sendiri adalah Terang (Yoh 1:4-5), yang memberikan keselamatan bagi seluruh umat manusia.

a. Yesus adalah Anak Allah

Dalam Injil Yohanes, Yesus sering memanggil Allah Bapa sebagai “Bapa-Ku” atau “Bapa” dan memanggil Diri sendiri sebagai “Anak”. Yesus secara jelas membedakan antara Dia sebagai Putera Allah dan para murid sebagai anak-anak Allah. Kita dapat melihat ekspresi ini, di ayat Yoh 20:17: “Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.”

b. Yesus telah ada bersama-sama dengan Allah

Injil Yohanes mengatakan bahwa Yesus diutus oleh Bapa (Yoh 5:23, 37; 6:38-44; 7:28-33), dan Dia [Yesus] datang dari Sorga (Yoh 3:13; 6:38,51) atau dari atas (Yoh 8:23; 3:31), dan Dia datang dari Bapa (Yoh 8:42; 16:27). Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa Yesus telah ada bersama-sama dengan Allah, bahwa keberadaan Putera dan Bapa telah ada sebelum segala abad.

c. Identitas Putera bersama Allah

Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Allah juga tercermin dalam kisah Yesus menyembuhkan seseorang yang sudah tiga puluh delapan tahun sakit (Yoh 5:1-30). Di sana, Yesus mengungkapkan diri-Nya sebagai Allah dan Putera Bapa (Jn 5:17-30). Ketika orang-orang Yahudi mempertanyakan kesembuhan yang dilakukan oleh Yesus, maka Yesus menyatakan otoritas yang dimilikinya, serta identitas yang sama dengan Allah Bapa, dengan ungkapan, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga.” (Yoh 5:17). Di ayat berikutnya dijelaskan bahwa apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak (ay.18), dan bahwa segala penghakiman akan dilakukan oleh Yesus (ay.22). Dikatakan pula, “supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa” (ay.23). Pernyataan ini mengungkapkan kesetaraan Yesus dengan Bapa atau manusia harus memberikan penghormatan yang sama kepada Bapa dan Putera. Kesetaraan ini juga dinyatakan dengan perkataan Yesus: “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30), yang artinya,  substansi/ hakekat antara Yesus dan Bapa adalah sama. Oleh karena itu, kaum Yahudi menganggap pernyataan ini dianggap sebagai penghujatan terhadap Allah, sehingga mereka ingin membunuh Yesus. Mereka berkata, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan diri-Mu dengan Allah.” (Yoh 10:33). Menghadapi hujatan dari kaum Yahudi ini, Yesus tidak mengubah pernyataannya, malah sebaliknya, Dia justru menegaskannya dengan mengatakan, “tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa.” (Yoh 10:38) Persatuan antara Allah Bapa dengan Allah Putera juga diperkuat dalam percakapan antara Yesus dengan Filipus, tatkala Yesus mengatakan, “Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku” (Yoh 14:11; bdk. Yoh 17:11,21).

d. Sifat Allah dan tuntutan dari Yesus

Di dalam Injil Yohanes diungkapkan juga beberapa sifat Allah, yang mengungkapkan bahwa Yesus adalah Allah. Dituliskan bahwa Yesus adalah kekal, sehingga dikatakan bahwa sebelum Abraham jadi, Yesus telah ada (Yoh 5:58). Yesus juga digambarkan mengenal Allah Bapa secara penuh (Yoh 7:29; 8:55; 10:15); Yesus mempunyai kekuatan dan kekuasaan serta daya guna yang sama dengan Bapa (Yoh 5:17-30). Karena hanya Tuhan saja yang mampu mengampuni dosa, dan Yesus dapat mengampuni dosa dalam nama-Nya sendiri, maka Yesus menyatakan diri-Nya Tuhan (Yoh 8:11). Yesus juga memberikan kuasa ini kepada para murid-Nya (Yoh 20:23). Yesus juga mempunyai kuasa untuk mengadili dunia (Yoh 5:22,27), dan Ia harus dihormati dengan derajat sama seperti penghormatan kepada Allah Bapa (Yoh 5:23). Selanjutnya, tidak ada seorangpun yang pernah mengklaim, seperti Yesus, bahwa Dia adalah Terang Dunia (Yoh 8:12), dan Jalan, Kebenaran, dan Hidup (Yoh 14:6). Karena Yesus adalah Tuhan, maka Dia dapat menuntut manusia untuk mempunyai iman akan diri-Nya (Yoh 14:1; bdk Yoh 5:24; 6:40,47; 8:51; 11:25). Yesus juga menuntut manusia untuk menjalankan semua perintah-Nya, sebagai perwujudan dari kasih mereka kepada-Nya (Yoh 14:15,21,23). Kepada orang yang mengasihi-Nya, Yesus berkata, “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.” (Yoh 14:23). “Tinggal” dalam diri manusia adalah merupakan hak dan kemampuan dari Sang Pencipta. Yesus juga mengajarkan agar manusia berdoa di dalam nama-Nya (Yoh 14:13-14; 16:23). Dan akhirnya, pernyataan iman dari Rasul Tomas kepada Yesus – :ya Tuhanku dan Allahku” (Yoh 20:28) – dan tidak ditolak oleh Yesus, menyatakan bahwa Yesus adalah sungguh Allah.

10. Kesaksian dari surat-surat Rasul Paulus

a. Yesus setara dengan Allah (Filipi 2:5-11)

Rasul Paulus mengajarkan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,  dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2:5-11)

Perikop di atas menyampaikan tiga hal: (1) Yesus serupa dengan Allah dan Dia setara dengan Allah; (2) Dia mengambil rupa hamba dan menjadi sama seperti manusia; (3) Dia ditinggikan dan semua ciptaan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan (bdk. Rm 10:9; 1Kor 12:3).

b. Yesus disebut sebagai Allah

“Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!” (Rom 9:5)

Dari ayat ini, kita dapat melihat bahwa “Ia” di sini adalah Yesus, sang Mesias yang disebut sebagai Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Mungkin ada yang mencoba memberikan argumentasi bahwa “Ia” di sini mengacu kepada Allah Bapa. Namun, hal ini tidak sesuai dengan kelogisan kalimat, yang mengacu kepada Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia. Lebih lanjut kita dapat membandingkan doksologi yang digunakan oleh rasul Paulus di ayat-ayat yang lain, seperti: Gal 1:5; 2Kor 11:31; Rom 11:36; Flp 4:20.

“dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus,” (Tit 2:13).

Allah yang mahabesar dan Juruselamat di sini adalah mengacu kepada Yesus Kristus, karena hari kedatangan Tuhan yang kedua (parousia) selalu berhubungan dengan Kristus.

“Tetapi tentang Anak Ia [Allah Bapa] berkata: “Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran.” (Ibr 1:8)

Dari kalimat ini, ‘Tahta-Mu, ya Allah’ mengacu kepada Anak. Dengan demikian, Anak adalah Allah. Hal ini menyatakan bahwa Anak bukanlah Pribadi yang lebih rendah daripada Allah Bapa. Ini juga diperkuat oleh Kol 2:9, yang mengatakan, “Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan.”

c. Yesus disebut sebagai Tuhan (Kyrios)

Memang kata kyrios dalam konteks religius digunakan juga oleh bangsa Yunani untuk menyatakan sebutan kepada seseorang yang sungguh dihormati. Namun, dalam kekristenan, kata yang sama sering digunakan untuk menyatakan Kristus yang adalah Allah dalam konteks religius, seperti yang kita lihat dalam Kis1:21 dan Kis 2:36. Karakteristik dari kekristenan juga terlihat dalam seruan kepada Tuhan sebagai Kyrios seperti yang ditunjukkan oleh Stefanus (lih. Kis 7:59).

Namun, kalau kita melihat kata “Kyrios” yang digunakan oleh Rasul Paulus memberikan arti yang yang lebih mendalam, yaitu Kristus sebagai Allah. Hal ini terlihat dari seringnya Rasul Paulus menggunakan kata-kata Kyrios dalam PL yang ditujukan kepada Yahweh untuk menunjuk kepada Kristus, seperti: 1Kor 1:31; Rm 10:13; 2Tes1:9. …. Kita dapat pula melihat bahwa Rasul Paulus mempresentasikan Yesus sebagai obyek penyembahan yang sama dengan Tuhan, seperti yang dikatakannya di Flp 2:10-11, “supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: Yesus Kristus adalah Tuhan…”

d. Yesus mempunyai kodrat ilahi

Sabda Tuhan mengatakan Yesus sebagai  yang (1) Maha Kuasa. Hal ini terlihat bagaimana Rasul Paulus memberikan penjabaran tentang Yesus yang adalah gambar Allah, dan semua ciptaan diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Yesus juga digambarkan sebagai Pribadi yang kekal. Rasul Paulus menulis, “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia.” (Kol 1:15-17; bdk. 1Kor 8:6; Ibr 1:2; Ibr 1:10) Selain maha kuasa, Yesus juga digambarkan sebagai (2) Maha tahu. “….sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan.” (Kol 2:3) Kemahatahuan-Nya juga dibarengi dengan (3) Maha kekal. “Ia adalah …yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan,” (Kol 1:15). Ayat ini menggambarkan bahwa Yesus adalah anak sulung, yang pertama dari segala sesuatu. Dan hal ini dipertegas juga di Kol 1:17 yang menyatakan bahwa Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu. Sebagai Allah, maka Yesus juga digambarkan (4) Tidak berubah. Rasul Paulus menggambarkan bahwa Yesus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya (Ibr 13:8; bdk. Ibr 1:12) Semua ciri-ciri ilahi ini menunjukkan Kristus adalah sungguh Allah yang (5) patut disembah. Rasul Paulus memberikan gambaran bahwa dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi (Flp 2:10), termasuk para malaikat juga harus menyembah Yesus (lih. Ibr 1:6).

e. Kristus adalah sungguh Putera Allah

1. Kristus adalah Putera Allah

a. Yesus adalah Putera Allah sendiri

Rasul Petrus mendefinisikan hubungan Kristus dengan Allah sebagai Putera-Nya sendiri; yang artinya: Kristus mempunyai hakekat yang sama dengan Allah Bapa.  Ada banyak frasa dalam Kitab Suci yang menyatakan bahwa Yesus adalah Putera Allah sendiri, contohnya, “Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri…. ” (Rom 8:3); “Ia [Allah], yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita…” (Rom 8:32); “Ia telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang kekasih” (Kol 1:13).

b. Putera berasal dari Bapa

Istilah ‘Allah’ dan ‘Bapa’ Tuhan kami Yesus Kristus, dipahami dengan memahami hubungan bapa dan anak dalam artian bahwa anak lahir dari bapa (lihat Rom 15:6, “Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus”, lih. juga 2 Kor 1:3, Ef 1:3).

2. Putera Allah (Kristus) tidak sama artinya dengan ‘putera angkat Allah’ (kita semua yang percaya)

Rasul Paulus mengkontraskan arti Kristus sebagai Anak Allah dengan kita semua orang percaya sebagai anak- anak angkat Allah melalui rahmat-Nya. Kristus memang sungguh adalah Anak Allah sendiri yang menjelma menjadi manusia (lih. Rom 1:3- dst; Gal 4:4- dst) sedangkan kalau kita manusia, diangkat/ ‘diadopsi’ menjadi anak-anak-Nya. Dengan keutamaan Kristus ini, maka Kristus merupakan ‘yang sulung’ dari semua saudara (lih. Rom 8:29).

3. Yesus lebih tinggi dari para malaikat

Dalam pendahuluan surat kepada jemaat di Ibrani dinyatakan pujian kepada Kristus yang mengatasi para malaikat, karena Kristus adalah Putera Allah, “Ia [Kristus] adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah….. jauh lebih tinggi dari pada malaikat-malaikat, sama seperti nama yang dikaruniakan kepada-Nya jauh lebih indah dari pada nama mereka.” (Ibr 1:3-4)

VIII. Yesus yang dinubuatkan para nabi

Tentang tergenapinya nubuat para nabi dalam diri Kristus, mungkin dapat dijelaskan dengan perumpamaan ini. Kalau beberapa orang dalam tingkatan direktur pabrik mobil Toyota mengatakan bahwa 20 tahun lagi – semua produk mobil Toyota akan menggunakan tenaga surya, dan juga dapat bergerak dengan kecepatan 200 km/jam, ditambah dengan kemampuan yang lain – maka kita akan percaya, karena yang mengatakan adalah para pembuat mobil tersebut. Namun, jika yang mengatakan berita itu adalah sembarang orang, maka orang tidak akan mudah percaya, karena ia tidak bekerja di pabrik Toyota. Juga, kalau yang mengatakan hal tersebut adalah hanya seorang direktur Toyota, mungkin kita masih dapat mempertanyakan kebenarannya. Apalagi kalau ada beberapa direktur Toyota lainnya yang memberikan pernyataan yang berlainan, maka kita akan bertanya-tanya. Namun kalau yang mengatakan beberapa orang yang  menduduki posisi penting dalam perusahaan Toyota, dan pernyataan mereka saling melengkapi dan tidak bertentangan satu sama lain, maka kita akan percaya. Kita akan lebih yakin lagi, kalau pernyataan ini bukan hanya dibuat satu kali, namun berkali-kali, terutama dengan mengundang banyak wartawan, sehingga semua pernyataan mereka dapat dituliskan dan semua orang dapat membacanya. Kalau kita masih tidak percaya dengan hal ini, maka orang lain akan mempertanyakan ketidaklogisan dalam cara berfikir kita. Hal ini sama seperti yang terjadi dengan nubuat akan Kristus. Nubuat di dalam Perjanjian Lama adalah salah satu dari alasan “motive of credibility” (motive yang dapat dipercaya), mengapa kita percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Nubuat ini begitu penting, karena dengan mengetahui bahwa Yesus adalah benar-benar Tuhan, manusia dapat mengenali dan menantikan kedatangan-Nya.

Jika nubuat ini dibuat hanya satu kali, atau beberapa kali namun bertentangan satu sama lain, maka kita akan mempertanyakan kebenarannya. Namun nubuat tentang kedatangan Yesus diberitakan lebih dari 20 abad sebelum kedatangannya dan dilakukan secara terus-menerus. Kalau para nabi yang menubuatkan kurang dapat dipercaya, misalkan dapat disuap, atau tidak mempunyai karakter yang baik, kita mungkin masih dapat mempertanyakan kebenarannya. Namun, kita melihat bahwa para nabi yang memberitakan kedatangan Yesus adalah orang-orang yang dipakai oleh Tuhan sendiri, yang mempunyai prinsip yang teguh sampai pada titik mau mengorbankan nyawanya dalam mempertahankan kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan.

Jika berita yang disampaikan oleh para nabi saling bertentangan, kita akan mempertanyakan kebenarannya. Namun yang terjadi adalah ratusan nubuat yang dibuat oleh para nabi dalam rentang waktu lebih dari 20 generasi memberikan gambaran yang tidak bertentangan, namun saling melengkapi, sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang siapakah Sang Mesias itu.

Jika nubuat ini dibuat oleh Gereja Katolik, mungkin orang akan berkata bahwa itu semua adalah karangan Gereja untuk mendukung ajarannya. Namun Kitab Perjanjian Lama adalah kitab yang dipercaya dan dipegang teguh juga oleh kaum Yahudi, yang sebenarnya tidak mempercayai Kristus sebagai Mesias yang dijanjikan Allah. Dengan ini, sebenarnya nubuat ini lebih dapat dipercaya lagi, karena bebas dari usaha pembenaran diri.

Mungkin ada orang yang mengatakan bahwa semua nubuat itu hanya karangan belaka. Namun, kalau semua itu hanya merupakan suatu fantasi dan karangan belaka, sungguh mustahil bahwa suatu karangan dapat bertahan dalam kurun waktu 2000 tahun; dan nubuat tentangnya tidaklah statik, namun terus berkembang, saling melengkapi dan tidak bertentangan. Lebih lagi, pemenuhan kebenaran akan kedatangan Yesus juga dicatat dalam Kitab Suci agama Islam, yang mengatakan: Yesus lahir dari Perawan Maria, Yesus melakukan banyak mukjizat, dll. Jadi pemenuhan kebenaran ini bukan saja dicatat oleh Kitab Suci umat Nasrani, namun juga dalam Kitab Suci kaum Muslim.

Semua pemikiran di atas membuat orang Kristen percaya bahwa Yesus adalah Tuhan, yang menjadi pemenuhan janji Allah. Apakah mungkin bagi seseorang untuk percaya kepada nubuat tersebut, namun tidak percaya bahwa Yesus adalah Tuhan? Sesungguhnya, tidaklah mungkin, karena nubuat-nubuat tersebut hanya mungkin terjadi, jika pemenuhannya digenapi dalam diri Allah. Mari kita meneliti nubuat yang telah diberikan Tuhan melalui para nabi, yang digenapi secara sempurna pada diri Yesus Kristus, Putera Allah yang menjadi manusia.

1. Waktu, tempat, dan cara kedatangan Mesias

Kedatangannya telah diberitakan secara terus-menerus dari asal mula dunia ini. Mesias akan datang dari keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub (Kej 12:3; 18:8; 22:18; Kej 26:4; Kej 28:13-15; Bil 24:17-19.), dan akhirnya Dia akan datang dari Isai, dari keturunan Daud (2 Sam 7:12-16; Yer 23:5; Mzm 89:35-37; Yes 11:1-2) Di mana Mesias akan lahir? Nabi Mikha telah memberikan lokasi yang begitu tepat akan kedatangan Mesias, yaitu di salah satu desa yang terkecil di daerah Yudea, Betlehem Efrata. (Mik 5:2)

Untuk meyakinkan manusia agar tidak sampai salah mengenali kedatangan Mesias, maka Tuhan telah memberitakan waktu dan tempat kedatangan-Nya. Karena Sang Mesias diberitakan datang dari suku Yehuda dan dari keturunan Daud, maka dapat disimpulkan bahwa Mesias akan datang sebelum suku Yehuda dan keturunan Daud lenyap (Kej 49:8-11; Bil 24:17-19; 2 Sam 7:12-16; Yer 23:5; Mzm 89:35-37). Sejarah mencatat bahwa suku keturunan Yehuda dan keturunan Daud lenyap setelah uskup ke dua dari Yerusalem, yaitu pengganti Rasul Yakobus yang kemungkinan menjadi uskup sampai kira-kira akhir abad pertama. Akhirnya, melalui nabi Daniel, Tuhan memberitahukan bahwa Mesias akan datang 70 minggu tahun (490 tahun) dari waktu pembangunan kembali Yerusalem – kira-kira tahun 458 BC (Dan 9:1-27), yang kalau dihitung akan jatuh pada sekitar tahun 30 AD, waktu penyaliban Kristus. Lalu, agar manusia tahu secara persis akan kedatangan Sang Mesias, Tuhan memberikan suatu tanda yang lain, yaitu bahwa Mesias akan dilahirkan dari seorang perawan (Yes 7:13-14). Tanda ini adalah suatu tanda adikodrati  yang sungguh tepat, karena Sang Mesias adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa garis keturunan, lokasi kedatangan-Nya, waktu, bagaimana Dia akan datang ke dunia ini, hanya dapat dipenuhi dalam diri Kristus, yang datang dari garis keturunan Daud, yang lahir dari Bunda Maria di Bethlehem, pada waktu sebelum suku Yehuda dan keturunan Daud lenyap dari muka bumi.

Tuhan juga memberikan karakter-karakter spesifik seorang Mesias. Nabi Mikha mengatakan bahwa Sang Mesias sudah datang dari zaman purbakala, namun Mesias akan datang dan lahir di Bethlehem (Mik 5:2; Pro 8:22-31). Ke-Allahan Sang Anak Manusia dan Anak Allah telah dinubuatkan oleh nabi Daniel, yang diberi penglihatan oleh Allah bahwa Sang Anak Manusia diberikan kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja dan segala suku bangsa akan mengabdi kepada-Nya (Dan 7:13-14; Mzm 2:7-8; 2 Sam 7:14). Roh Tuhan, yang adalah Allah sendiri yang disebutkan di dalam kitab Kejadian (Kej 1:2), juga akan ada pada-Nya, seperti Roh Hikmat dan Pengertian, Roh Nasihat dan keperkasaan, Roh Pengenalan dan Takut akan Tuhan (Lih. Yes 11:2). Memang, Mesias yang datang ke dunia ini adalah Tuhan, dan lambang pemerintahan ada di atas bahu-Nya, sehingga Nabi Yesaya mengatakan bahwa Sang Mesias akan diberikan gelar: Penasehat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai (Yes 9:6). Roh Kebijaksanaan dan gelar ke-Ilahian Mesias sebagai Penasehat Ajaib mengingatkan kita akan suatu Pribadi Kebijaksanaan Allah yang digambarkan dalam kitab Amsal (Ams 8:22-31). Akhirnya, Nabi Yesaya dan Zakaria menggambarkan Sang Mesias sebagai sosok dengan Roh kelemahlembutan yang penuh belas kasih (Yes 42:3; Zak 9:9). Ini hanya dapat dipenuhi di dalam diri Kristus, Anak Allah yang menjadi manusia, yang lahir di Betlehem. Kristus adalah penggenapan yang penuh dari Roh Allah, sehingga gelar-gelar ilahi diberikan kepada Yesus, seperti yang diberitakan oleh Nabi Yesaya. Walaupun segala kekuasaan, kemuliaan, dan kerajaan diberikan kepada Kristus, namun Ia datang ke dunia dengan Roh yang lemah lembut dan penuh belas kasih. Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan pendosa, bukan dengan senjata di tangan, namun dengan hati yang penuh kasih. Krisus tidak mengendarai kuda perang, namun dengan keledai (Lih. Zak 9:9), Ia memasuki Yerusalem, tempat di mana Ia menyerahkan nyawa-Nya demi menyelamatkan kita manusia.

2. Mesias dinubuatkan akan menjalankan tiga misi, sebagai Raja, Nabi, dan Imam.

Nubuat yang lain, yang diberikan di dalam Perjanjian Lama adalah tiga misi Kristus, yaitu sebagai Raja, Nabi, dan Imam. Yakub memberikan berkat kepada Yehuda dan mengatakan bahwa dari keturunan tonggak kerajaannya, Mesias akan datang untuk mendirikan kerajaan-Nya, dimana semua bangsa akan tunduk kepada-Nya (Kej 49:8-10). Dia akan seperti bintang, semua kekuasaan diberikan kepada-Nya dan pemerintahan ada di atas pundak-Nya (Yes 9:6). Demikianlah kenyataannya, Yesus memenuhi misi-Nya sebagai Raja di dunia ini dengan mengatur semua orang dan semua bangsa. Ia sendiri meminta kepada para murid-Nya dan orang banyak untuk mengikuti Dia, dan untuk mengikuti segala perintah-Nya, karena Dia adalah Raja yang sesungguhnya.

Mesias juga adalah Nabi. Musa mengatakan bahwa Tuhan akan memberikan seorang nabi seperti nabi Musa (Ul 18:15-19). Tidak ada gunanya Tuhan mengutus Nabi yang baru dengan hukum dan peraturan yang sama. Namun, Tuhan memberikan Nabi yang baru, di mana Dia akan memberikan hukum yang baru, yang lebih sempurna daripada hukum Musa (Kis 3:22-23; Kis 7:37). Hukum yang baru yang diberikan Yesus pada saat Ia memulai pemberitaan Kerajaan Surga, adalah Delapan Sabda Bahagia (Mat 5:1-12). Hukum ini tidak seperti hukum yang diberikan oleh nabi-nabi sebelum kedatangan Kristus, dan bukan hukum yang sudah dikenal oleh dunia dan manusia, karena Kristus adalah Tuhan.

Mesias juga menjadi Imam, yang berlaku untuk selama-lamanya menurut peraturan Melkisedek.   Yesus menggenapinya pada saat Ia merayakan Perjamuan Terakhir bersama para murid-Nya (Mzm 110:5; Ibr 5:1-10, 6:20), saat Ia menjadi Sang Kurban dan Imam. Kurban  ini mencapai kesempurnaannya dengan persembahan diri-Nya sendiri dengan kematian-Nya di kayu salib. Yesus, menjadi satu-satunya Pengantara antara manusia dengan Tuhan, yang memeteraikan perjanjian yang baru dengan darah-Nya sendiri di kayu salib.

3. Nubuat akan kehidupan, kematian, kebangkitan, dan Kemenangan Mesias

Setelah memberikan gambaran akan tiga misi Kristus, Tuhan, melalui para nabi menubuatkan akan kehidupan, kematian, kebangkitan, dan kemenangan Sang Mesias. Kehidupan-Nya akan diisi dengan perbuatan-perbuatan dan mukjizat-mukjizat yang ajaib, seperti: yang buta melihat, yang tuli mendengar, yang lumpuh berjalan, dan yang bisu akan bernyanyi (Yes 29:18, 35:5-6, 61:1; Mat 11:5; Luk 4:18; Mat 15:30)

Namun demikian, meskipun banyak orang melihat kuasa dan mukjijat yang dilakukan Yesus, mereka akan tetap menolak-Nya dan Dia akan disiksa dengan cara yang begitu kejam. Yakub menggambarkan bahwa Dia akan melumuri jubahnya dengan darah. Daniel memperkuat nubuat ini dengan mengatakan bahwa Mesias akan disingkirkan, walaupun Dia tidak melakukan kesalahan apapun (Dan 9:26). Nabi Yesaya menggambarkan-Nya sebagai Hamba yang menderita atau the Suffering Servant (Yes 42, 49, 50, 53). Kemudian, nabi Yesaya melanjutkannya dengan memberikan gambaran yang begitu jelas tentang bagaimana Mesias menderita. Dinubuatkan juga bahwa Mesias harus menderita untuk menebus dosa manusia sehingga manusia akan menerima keselamatan (Yes 42; 49; 50; 53). Kemudian, Daud di dalam Mazmur dan Kitab Kebijaksanaan memberikan drama penyaliban Mesias (Mzm 22; Yes 2:12-20) Namun, Daud juga menceritakan kebangkitan Mesias, ketika Daud mengatakan bahwa Tuhan tidak akan menyerahkan-Nya ke dunia orang mati (Mzm 16:11). Walaupun Mesias mengalami semua penderitaan yang begitu berat, Tuhan telah memberitakan kepada Adam dan Hawa, dan juga kepada ular, bahwa Mesias akan memenangkan pertempuran dengan meremukkan kepala Setan. Namun Setan akan ‘meremukkan tumit-Nya’, artinya adalah kemenangan Kristus diperoleh melalui penderitaan -Nya (Kej 3:15). Semua nubuat ini dipenuhi oleh Kristus di dalam kehidupan-Nya, pelayanan-Nya, penderitaan-Nya, kematian-Nya di kayu salib, dan kebangkitan-Nya.

4. Gereja Katolik dinubuatkan sebagai sakramen keselamatan untuk seluruh dunia.

Memang sesungguhnya, melalui penderitaan Mesias, Tuhan telah mengatakan dari semula bahwa Mesias akan menjadi berkat bagi seluruh bangsa (Kej 12:3; 18:8; 22:18; Kej 26:4; Kej 28:13-15). Nabi Daniel menekankan bahwa Mesias akan datang untuk menghancurkan dosa dan membawa keadilan sejati (Daniel 9). Dengan cara ini, maka Kerajaan Allah dapat terjadi di dunia ini dengan Kristus sendiri sebagai raja dan batu penjuru, di mana Tuhan sendiri yang memberi-Nya segala kekuasaan, kemuliaan, dan kerajaan, sehingga semua orang dari segala penjuru dan segala bangsa dapat memuji dan menyembah-Nya (Dan 7:13-14). Ini tergenapi di dalam Gereja Katolik -yang adalah Tubuh Mistik Kristus dalam kesatuan dengan Kristus Sang Kepala- yang menjadi sakramen keselamatan bagi seluruh bangsa (Yes. 49:5-12, 60:1-13).

5. Sang Mesias memberikan Perjanjian Baru

Akibat lain dari kedatangan Mesias ke dunia adalah Dia menetapkan Perjanjian Baru. Perjanjian yang baru ini tidak ditulis di atas batu, namun ditulis di setiap hati manusia (Yer 31:31-33; Yeh 36:24-27). Hal ini mencapai pemenuhannya melalui pelayanan yang diberikan oleh Gereja yang memberikan rahmat kekudusan dan berkat Roh Kudus yang diberikan kepada hati mereka yang percaya, di dalam Sakramen Pembaptisan dan Penguatan.

IX. Mukjizat yang dilakukan oleh Yesus

Selama tiga tahun karya publik-Nya, Yesus telah melakukan banyak mukjizat. Mukjizat penyembuhan dan kebangkitan orang mati yang dilakukan oleh Kristus adalah sebagai berikut:

Yang disembuhkan Matius Markus Lukas Yohanes
Anak pegawai istana  4:46-54
Seorang yang kerasukan roh jahat  1:21-27  4:33-37
Ibu mertua Rasul Petrus  8:14-15  1:29-31  4:38-39
Banyak orang menjelang malam  8:16-17  1:32-39  4:40-41
Seorang yang kusta  8:1-4  1:40-45  5:12-15
Seorang yang lumpuh  9:1-8  2:1-12  5:18-26
Seorang yang lumpuh selama 38 tahun  5:1-17
Seorang yang mati sebelah tangannya  12:9-13  3:1-6  6:6-11
Banyak orang di Galilea  4:23-25
Hamba seorang perwira  8:5-13  7:1-10
Anak muda di Nain yang telah wafat  7:11-17
Dua orang yang kerasukan setan  8:28-34  5:1-20  8:26-39
Anak perempuan Yairus  9:18-26  5:22-43  8:41-56
Perempuan yang sakit perdarahan  9:20-22  5:24-34  8:49-56
Dua orang buta  9:27-31
Seorang yang tuli  9:32-34
Orang-orang yang menjamah jubah-Nya  14:34-36  6:53-56
Orang banyak di Galilea  9:35
Beberapa orang sakit di Nazaret  6:1-6
Anak dari perempuan Siro-Fenisia  15:21-28  7:24-30
Seorang yang tuli dan gagap  7:31-37
Banyak orang sakit  15:29-31
Seorang anak laki-laki yang sakit ayan  17:14-21  9:14-29  9:37-42
Seorang yang buta  9:1-41
Seorang yang buta dan  12:22-24  11:14-15
Seorang buta di Betsaida  8:22-26
Seorang perempuan yang bungkuk  13:10-17
Seorang yang sakit busung air  14:1-16
Lazarus yang sudah wafat  11:1-45
Sepuluh orang kusta  17:11-19
Orang banyak di Yudea  19:1-2
Bartimaeus  20:29-34  10:46-52  18:35-43
Orang banyak di Yerusalem  21:14
Malkhus  22:47-53  18:10-11
Kebangkitan-Nya dari kematian  28:1-10  16:1-20  24:1-53  20:1-31

Mukjizat lain yang dilakukan Yesus Kristus

Kejadian Matius Markus Lukas Yohanes
Mengubah air jadi anggur  2:1-11
Penangkapan ikan  5:1-11
Meredakan lautan  8:23-27  4:35-41  8:22-25
Memberi makan 5000 org  14:13-21  6:32-44  9:10-17  6:1-13
Berjalan di atas air  14:22-33  6:45-51  6:15-21
Memberi makan 4000 org  15:32-39  8:1-10
Koin dari mulut ikan  17:24-27
Mengutuk pohon ara  21:18-22  11:12-24
Penangkapan ikan  21:1-14

Maka, walaupun mukjizat yang dilakukan Yesus yang tercatat dalam Kitab Suci adalah sekitar 44 buah, tetapi sebenarnya jika dilihat dari segi jumlah, maka banyaknya mukjizat yang terjadi jauh melebihi 44 buah, sebab di banyak kesempatan,  mukjizat penyembuhan yang terjadi  menyangkut banyak orang dengan penyakit/ kelemahan yang berbeda- beda (lih. Mat 4:23-25; Luk 6:17-19). Di dalam kesempatan itu, walau hanya tercatat dalam sekali kejadian, namun sebenarnya mukjizatnya tidak hanya satu. Sebab dikatakan bahwa Yesus “melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu.” (Mat 4:23) “Dan semua orang banyak itu berusaha menjamah Dia, karena ada kuasa yang keluar dari pada-Nya dan semua orang itu disembuhkan-Nya.” (Luk 6:19). Memang tidak dikatakan secara eksplisit berapa jumlah orang yang disembuhkan, tetapi jelas jumlahnya banyak: orang- orang berbondong- bondong datang, ada yang kerasukan, sakit ayan, lumpuh, semua orang yang buruk keadaannya (Mat 4:24). Mukjizat kepada banyak orang ini dicatat di lain kesempatan, seperti di Mat 8: 16-17 (Mrk 1:32-39, Luk 4:40-41), Mat 9:35, Mat 15:29-31, Mat 19:1-2, Mat 21:14.

Tak dapat diabaikan juga, bahwa mukjizat Yesus setelah kebangkitan-Nya masih terjadi, bahkan sampai sekarang ini. Pada jaman para rasul, Yesus menampakkan diri dengan tubuh kebangkitan-Nya selama berkali- kali, tidak saja kepada para murid-Nya namun juga kepada banyak orang, seperti ditulis dalam 1Kor 15:5-8. Ini tentu saja adalah mukjizat, yang tidak pernah dapat dilakukan oleh orang lain selain Yesus yang adalah Tuhan, sebab Ia dapat bangkit dari maut atas kuasa-Nya sendiri, dan menampakkan diri selama beberapa kali, bahkan tubuh-Nya dapat masuk ke dalam ruangan yang terkunci (lih. Yoh 20:19).

Selanjutnya, oleh kuasa Roh-Nya sampai sekarang ini Yesus masih mendatangkan mukjizat- mukjizat kepada orang- orang yang percaya kepada-Nya, baik itu mukjizat kesembuhan ataupun mukjizat lainnya. Salah satu mukjizat yang paling sederhana namun juga paling mulia, adalah mukjizat kehadiran-Nya dalam rupa Hosti yang disambut oleh umat Katolik pada setiap perayaan Ekaristi Kudus.

X. Ajaran sesat yang menentang ke-Allah Yesus dan Tanggapan dari para Bapa Gereja

Namun betapapun banyak mukjizat yang telah dilakukan Yesus, tetap saja ada banyak orang yang tidak percaya kepada-Nya, bahwa Ia adalah sungguh Allah yang menjelma menjadi manusia. Sepanjang sejarah Gereja, kita dapat melihat adanya banyak ajaran-ajaran sesat yang berkembang, baik yang menentang ke- Allah Yesus maupun yang mengabaikan kodrat manusia dari Yesus. Para Bapa Gereja berperan penting untuk meluruskan ajaran-ajaran sesat ini.

1. Gnosticisme, Docetisme, Manichaiesme (abad- abad 1-3)

Ajaran sesat Gnosticisme- Ebionit yang diajarkan oleh Cerinthus. Gnosticisme sesungguhnya bukan merupakan ajaran sesat yang diajarkan oleh para murid Kristus. Sebab sesungguhnya prinsip ajaran ini sudah ada bahkan sejak sebelum Kristus. Namun kemudian di zaman Gereja perdana, para pengikut aliran ini mulai berusaha menggabungkan paham mereka dengan ajaran Kristen. Paham Gnosticisme mengajarkan adanya perbedaan antara Allah dengan allah-allah yunior, yang disebut sebagai ‘aeons‘ yang menjembatani antara dunia material dan Allah. Menurut ajaran ini, Yesus adalah salah satu dari allah yunior ini, yang disebut sebagai Demiurge, yaitu allah pencipta dunia material. Para gnostics ini membenci tubuh/ dunia material, sehingga mereka menolak ajaran Inkarnasi dan kehadiran Kristus yang nyata dalam Ekaristi. Karena membenci tubuh, maka mereka mengartikan keselamatan sebagai ‘pembebasan’ dari tubuh, yang diperoleh dengan mempelajari ‘pengetahuan rahasia’ (gnosis) tersebut.

Aliran Gnosticisme timbul lagi dengan nama Manichaeisme di abad ke-3. Mani, seorang Persia, yang mendirikannya, mengambil prinsip ajaran Gnosticisme ke dalam ajarannya, dan menggabungkannya dengan ajaran- ajaran Dualisme Zoroastria, cerita rakyat Babilonia, etika Buddha dan tambahan-tambahan ajaran Kristiani.

Sedangkan ajaran sesat Docetisme berasal dari kata dokesis, yang artinya “apa yang tampak”, sebab menurut penganut paham ini, Kristus hanya “tampak” atau “kelihatannya seperti manusia, yang nampaknya lahir, hidup dan menderita”, namun menurut paham ini, sesungguhnya yang nampak itu bukan sungguh-sungguh Yesus. Maka yang ditolak di sini adalah kodrat kemanusiaan Yesus, atau realitas tubuh kemanusiaan-Nya, atau kelahirannya ataupun kematian-Nya. Ajaran sesat ini pertama disebut dalam surat Serapion, Uskup Antiokhia (190-203) kepada Gereja di Rhossos, mengomentari kekacauan dalam jemaat yang ditimbulkan oleh pembacaan injil apokrif Petrus. Uskup Serapion menghubungkan injil ini dengan Marcionisme yang memasukkan ke dalam injil ini beberapa tambahan ajaran yang benar dari Kristus. Ajaran sesat ini juga disebut sebagai aliran “Illusionists”. 

Tanggapan para Bapa Gereja: 

Didache menyebut Kristus sebagai Tuhan ((Didache, 10,6; marana tha)), dan menghubungkan nubuat Nabi Yesaya tentang kisah sengsara, dan Hamba Tuhan, dengan Kristus.  

St. Klemens dari Roma (96) dalam penjelasan surat kepada jemaat Ibrani, St. Klemens mengajarkan bahwa Kristus adalah Sang Putera Allah, “Kebesaran kemuliaan Allah, Tuhan kita Yesus Kristus, tidak timbul dalam semarak kemegahan,… melainkan dalam kerendahan hati” (16:2)… Melalui Tuhan Yesus Kristus, segala hormat dan kemuliaan dari kekekalan sampai kekekalan. Amen.” ((St. Clement, 20, 11 et seq.; 50,7))

St. Ignatius dari Antiokhia (35- 110), “Hanya ada satu Tabib yang aktif dalam tubuh dan jiwa…. Tuhan di dalam manusia, hidup sejati dalam kematian, putera Maria dan Putera Allah, yang pertama [sebagai putera Maria] dapat menderita, sedang yang kemudian [ sebagai Putera Allah] tidak dapat menderita, Yesus Kristus, Tuhan kita.” ((St. Ignatius dari Antiokhia, Surat kepada jemaat di Efesus, Bab 3)).

St. Sirilus dari Yerusalem (313-386), “Maka percayalah kepada Putera Tunggal Allah yang demi menebus dosa kita turun ke dunia, dan mengambil bagi-Nya kodrat manusia seperti kita, dan dilahirkan oleh Perawan Maria dan dari Roh Kudus, dan menjadi manusia, tidak hanya kelihatannya saja atau hanya seperti sandiwara/ “show“, melainkan sungguh-sungguh terjadi; tidak hanya sekedar lewat melalui Perawan Maria seperti melalui sebuah saluran; tetapi daripadanya dibuat menjadi sungguh-sungguh daging, dan [Ia] makan dan minum seperti kita. Sebab jika Inkarnasi hanya sebuah bayangan, maka keselamatan kita hanyalah sebuah bayangan juga. Kristus terdiri dari dua kodrat, Manusia di dalam apa yang terlihat, namun [juga] Tuhan di dalam apa yang tak terlihat. Sebagai manusia [Ia] sungguh-sungguh makan seperti kita,…. namun sebagai Tuhan [Ia] memberi makan lima ribu orang dari lima buah roti (Mat 14:17- dst). ((St. Cyril dari Yerusalem, Cathecheses, No. 4:9))

2. Adoptionisme (abad ke-2-3)

Paham Adoptionisme menolak ke-Allahan Kristus. Kristus dianggap sebagai anak adopsi Allah Bapa, namun sebagai anak yang terbesar.  

Tanggapan para Bapa Gereja: 

Tertullian (160- 220) dalam menjelaskan Inkarnasi berkata, “Kita melihat dengan jelas dua hal yang menjadi satu, yang tidak tercampur baur, tetapi yang disatukan di dalam satu Pribadi, Yesus Kristus, Tuhan dan manusia …. Kedua kodrat ini bertindak berbeda sesuai dengan karakternya masing-masing, ….” ((Tertullian, Adversus Praxean, bab 27))

St. Thomas Aquinas (1225- 1274): “Ada orang-orang, seperti Ebion dan Cerinthus, dan kemudian Paul Samosata dan Photius yang mengakui kemanusiaan Yesus saja. Tetapi, ke-Allahan ada di dalam Dia… dengan semacam partisipasi yang istimewa terhadap kemuliaan ilahi… Pandangan ini [Adoptionism] merusak misteri Inkarnasi, karena menurut pandangan ini, Tuhan tidak mungkin mengambil daging untuk menjadi manusia, tetapi seorang manusia yang kemudian menjadi Allah.” ((St. Thomas Aquinas, Summa contra gentiles, ch. 28, nos. 2-5. Trans. by Charles J. O’Neil)) Heresi ini [Adoptionisme] seolah berkata, “manusia dibuat menjadi Firman” daripada “Firman itu menjadi manusia” (Yoh 1:14). “Jika Kristus bukan sungguh-sungguh Tuhan, bagaimana kita mengartikan perkataan St. Paul, “Ia mengosongkan diri, mengambil rupa seorang hamba?” (Flp 2: 6-7, 9). ((Ibid.))

3. Arianisme (abad ke-4)

Bidaah ini diajarkan oleh Arius, seorang imam dari Aleksandria, yang ingin menyederhanakan misteri Trinitas, dengan mengatakan bahwa Allah bukan Trinitas. Arius mengajarkan bahwa karena Yesus berasal dari Bapa maka ia adalah seorang ciptaan biasa, namun ciptaan yang paling tinggi, semacam malaikat yang tertinggi (archangel). Menurut Arius, Kristus tidak sehakekat dengan Allah Bapa, dan karenanya Kristus tidak kekal, namun mempunyai awal, diciptakan Bapa menurut kehendak bebas-Nya seperti ketika mahluk ciptaan lainnya. Dengan demikian menurut Arius, Kristus adalah putera angkat Allah, diciptakan dapat berdosa, tidak memahami Allah Bapa; dan Bapa lebih mulia secata tak terbatas jika dibandingkan dengan Kristus.

Ajaran sesat ini diluruskan oleh:

St. Athanasius (296-373), “Putera Allah ada di dalam Allah Bapa …. Bapa ada di dalam Putera. Mereka adalah satu, tidak terbagi menjadi dua, tetapi mereka [dikatakan] dua karena Bapa adalah Bapa dan bukan Putera, demikian sebaliknya; dan kodrat mereka [Bapa dan Putera] adalah satu. Allah Putera adalah Tuhan, dalam satu hakekat (homo- ousios) dengan Allah Bapa. Jika Allah Putera mempunyai awal (artinya diciptakan oleh Bapa), maka terdapat suatu waktu di mana Allah tidak mempunyai Sabda atau Kebijaksanaan yang adalah cahaya kemuliaan-Nya (Ibr 1:3); ini bertentangan dengan wahyu Allah maupun akal sehat. Karena Bapa itu tetap selamanya, maka Sabda-Nya dan Kebijaksanaan-Nya pasti juga tetap selamanya.” ((St. Athanasius, Four Discourses Against the Arians, n.3:3, 4, in NPNF, 4:395))

St. Gregorius Naziansa (328-389), “…Putera Allah berkenan untuk menjadi dan dipanggil sebagai Anak Manusia, tidak karena Ia mengubah Diri-Nya (karena Ia tidak dapat berubah); tetapi dengan mengambil bagi diri-Nya sesuatu yang bukan Dia (yaitu manusia, sebab Ia penuh dengan kasih kepada manusia), sehingga Yang tak terpahami menjadi dapat dipahami…. Maka Yang tak dapat tercampur menjadi tercampur, Roh dengan daging, Kekekalan dengan waktu,…. Ia yang tak dapat menderita menjadi dapat menderita, yang Kekal dapat menjadi mati. Karena Iblis ….setelah ia menipu kita dengan harapan agar kita menjadi tuhan, ia mendapatkan dirinya sendiri tertipu oleh penjelmaan Tuhan dalam kodrat manusia; sehingga dengan menipu Adam… Ia harus berhadapan dengan Tuhan, maka Adam yang baru [Yesus Kristus] menyelamatkan Adam yang lama…..” ((St. Gregory of Nazianzen, Oration 39))

Konsili Nicea (325) yang menghasilkan Credo Nicea: Kristus adalah “sehakekat dengan Bapa, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar.” ((lih. Credo/ syahadat Nicea))

4. Apollinarisme (abad ke-4)

Apollinarisme menolak kemanusiaan Yesus dengan mengajarkan bahwa Yesus tidak mempunyai jiwa manusia; ke-Allahan-Nya menggantikan jiwa manusia itu.

Tanggapan para Bapa Gereja: 

St Athanasius, St. Basil, St. Gregorius Nazianzen dan St. Gregorius dari Nissa (abad ke-4) yang mengajarkan, bahwa kalau Kristus tidak mempunyai jiwa manusia, maka Ia bukan sungguh-sungguh manusia. Jika Kristus tidak mengangkat/ mengambil baginya jiwa manusia, Ia tidak dapat menebus jiwa manusia.

Konsili Konstantinopel (381) dan Sinode Uskup di Roma (382): Sabda Tuhan tidak menjadi daging untuk menggantikan jiwa manusia, melainkan untuk mengambilnya, menjaganya dari dosa dan untuk menyelamatkannya. Pengajaran Apollinaris dinyatakan sesat.

5. Nestorianisme (abad ke-4-5)

Nestorianisme menolak keutuhan Pribadi Yesus. Maka Maria dilihat hanya sebagai ibu Yesus sebagai manusia, bukan ibu Yesus yang adalah Tuhan. Yesus dikatakan sebagai hanya “Temple of the Logos” dan bukannya “Logos“/ Sabda itu sendiri.

Tanggapan Bapa Gereja: 

St. Sirilus dari Alexandria (380-444) menjelaskan bahwa Maria adalah Bunda Allah sebab Kristus adalah Allah: “Saya heran akan pertanyaan yang menanyakan apakah Perawan Suci harus disebut sebagai Bunda Allah, sebab itu hampir sama dengan menanyakan apakah Puteranya Putera Allah atau bukan?” ((St. Cyril of Alexandria, Epistle 1,4 )) Ia mengambil baginya kodrat kemanusiaan secara penuh dari Bunda Maria supaya Ia dapat menderita dalam kemanusiaan-Nya bagi kita. “Ia memberikan tubuh-Nya untuk mati [bagi kita], meskipun secara kodrat-Nya [sebagai Allah] Ia adalah hidup dan kebangkitan.” ((Lihat St. Cyril of Alexandria, First Letter to Nestorius, trans. Henry Percival, in Nicene and Post Nicene Fathers, 14: 201-205)) Kemudian dalam surat keduanya yang dibacakan dalam Konsili Efesus (431) St. Sirilus mengajarkan, “Sang Sabda, setelah menyatukan secara hypostatik dalam Diri-Nya, daging yang dihidupi oleh jiwa manusia yang rasional, Ia menjadi manusia dan disebut sebagai Anak Manusia.” Dengan Inkarnasi, maka Putera Allah menjelma menjadi manusia dalam rahim Maria. Ini terjadi dalam saat yang berasamaan, sehingga bukan terjadi manusia terlebih dahulu, baru kemudian Sabda itu turun memenuhinya. Dengan demikian, maka Yesus dapat mengatakan bahwa kelahiran-Nya dalam daging itu sungguh-sungguh adalah kelahiran-Nya. “Maka para Bapa Gereja tidak segan-segan mengatakan bahwa Perawan Suci (Maria) adalah Bunda Allah.” ((D 111, St. Cyril of Alexandria, Second Letter to Nestorius, Ibid.))

Maka kita dapat mengatakan bahwa pada Yesus terjadi dua macam “kelahiran”, yang pertama adalah sebagai Allah, Ia lahir/ berasal dari Bapa sebelum segala abad, dan yang kedua, Ia lahir sebagai manusia melalui Bunda Maria.

6. Monophisitisme (abad ke-5)

Monophisitisme menolak adanya kemanusiaan Kristus, dan adanya dua kodrat dalam diri Yesus (sebagai Allah dan manusia). Dikatakan oleh bidaah ini bahwa sebelum inkarnasi ada dua kodrat, namun setelah inkarnasi hanya satu, yaitu ke-Allahan-Nya.

Tanggapan para Bapa Gereja:

St. Leo Agung (440-461) dengan tulisannya yang terkenal, “Tome of Leo” mengajarkan, “Tanpa kehilangan sifat-sifat yang berkenaan dengan kodrat dan hakekatnya, di dalam Satu Pribadi, kemuliaan mengambil kerendahan, kekuatan mengambil kelemahan, kekekalan mengambil kematian, dan untuk membayar hutang yang menjadi kondisi kita, kodrat yang tidak bisa berubah disatukan dengan kodrat yang bisa berubah, sehingga untuk memenuhi kepentingan kita, satu Pengantara kita antara Allah dan manusia, [yaitu] Manusia Yesus Kristus, dapat mati dengan kodrat-Nya sebagai manusia, namun tidak dapat mati dengan kodrat-Nya sebagai Allah. Maka Allah yang benar sungguh lahir di dalam keseluruhan dan kesempurnaan kodrat manusia, lengkap di dalam segala sesuatunya sebagai Allah, dan lengkap di dalam segala sesuatunya sebagai manusia….. Dia mengambil rupa seorang hamba tanpa noda dosa, Ia menaikkan kodrat manusia, tanpa mengurangi kodrat ke-Allahan-Nya: sebab pengosongan Dirinya adalah dengan membuat Yang tak kelihatan menjadi kelihatan, Pencipta dan Tuhan atas segala sesuatu mau menjadi mahluk ciptaan, adalah perendahan Diri bukan karena kegagalan kuat kuasa-Nya namun karena pernyataan belas kasihan-Nya…Kedua kodrat [ke- Allahan dan ke-manusiaan-Nya] tetap mempertahankan karakter yang sesuai tanpa menghilangkan satu sama lain…. ke-AllahanNya tidak menghapuskan karakter hamba, ke-hamba-anNya tidak mengurangi karakter ke-Allahan-Nya…Di dalam kelahiran-Nya yang baru [sebagai manusia] … Ia yang tidak kelihatan dibuat menjadi kelihatan… Allah semesta alam mengambil rupa seorang hamba, menyembunyikan kemuliaan-Nya yang besarnya tak terhingga, … Ia yang kekal tidak segan untuk tunduk di bawah hukum kematian…. Sebab setiap kodrat melakukan apa yang sesuai dengan kodratnya dengan keterlibatan yang timbal balik dari kodrat lainnya…. Kodrat yang satu [ke-Allahan] berkilau dengan mukjizat-mukjizat, kodrat yang lain [kemanusiaan] jatuh dalam luka-luka. Seperti Sabda yang tidak menarik diri dari kesetaraan-Nya dengan Allah Bapa yang mulia, maka tubuh-Nya juga tidak membuang kodrat-Nya sebagai manusia. Sebab (dan ini harus disebut lagi dan lagi) Pribadi yang satu dan sama itu adalah sungguh Putera Allah dan sungguh Putera manusia. ((ST. Leo Agung, Tome of Leo, Denz 143-144))

Konsili Chalcedon (451):
“…. Bahwa Sang Putera, Tuhan Yesus Kristus kita, adalah satu dan sama, sama sempurna di dalam Ke-Allahan-Nya dan sama sempurna di dalam kemanusiaan-Nya, sungguh Allah, sungguh manusia, mempunyai jiwa manusia yang rasional dan sebuah tubuh, sehakekat dengan Bapa di dalam ke-Allahan dan sehakekat dengan kita di dalam kemanusiaan, ‘sama dengan kita dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa’ (Ibr 4:15), berasal dari Bapa sebelum segala abad dalam kodrat ke-Allahan-Nya, lahir di dalam waktu bagi kita dan bagi keselamatan kita dari Perawan Maria, Bunda Allah, dalam kodrat kemanusiaan-Nya. Kita mengakui Kristus yang satu dan sama, Sang Putera, Tuhan, yang Tunggal, di dalam dua kodrat, tanpa tercampur baur, tanpa perubahan, tidak dapat dibagi-bagi dan dipisahkan. Perbedaan kodrat tidak pernah dihapuskan dengan persatuannya, melainkan sifat-sifat dari kedua kodrat itu yang tetap tidak terganggu, keduanya bersama-sama membentuk satu Pribadi dan hakekat (hypostasis), tidak terbagi menjadi dua pribadi, tetapi di dalam Putera Tunggal yang satu dan sama, Sabda Ilahi, Tuhan Yesus Kristus….”

7. Monothelitism (abad ke-7)

Monothelitisme menolak kemanusiaan Yesus dengan mengatakan bahwa di dalam diri Yesus hanya ada satu keinginan dan satu prinsip tingkah laku/ operasi, yaitu yang dari Allah saja.

Tanggapan Bapa Gereja:

St. Paus Agatho (678-681), “…Sebab kami menolak penghujatan yang membagi-bagi dan yang mencampuradukkan [kedua kodrat dalam Diri Yesus]…. Karena Tuhan Yesus Kristus yang sama mempunyai dua kodrat, maka Ia juga mempunyai dua keinginan dan dua operasi, yaitu [menurut] Allah dan manusia: Keinginan dan operasi Ilahinya sesuai dengan hakekat Allah sepanjang segala abad: sedangkan kemanusiaan-Nya, Ia menerima dari kita, mengambil kodrat kita di dalam waktu…. Sesudah Inkarnasi-Nya, maka ke-Allahan-Nya tidak dapat dipikirkan tanpa kemanusiaan-Nya dan kemanusiaan-Nya tanpa ke-Allahan-Nya.” ((St. Pope Agatho, Letter in preparation for the 6th Ecumenical Council, Constantinople III, trans. by Henry R Percival in NPNF, 14:331-333))

Konsili Lateran (649):
Cann. 10- 11 mengajarkan bahwa Yesus mempunyai dua kehendak dan operasi [Allah dan manusia] yang disatukan secara terus menerus, dan bahwa melalui kehendak bebas-Nya dan operasi-Nya itulah Ia mengerjakan keselamatan kita.

Konsili Konstantinopel III (680-681):
“Dan kami menyatakan adanya dua keinginan di dalam Dia, dan dua prinsip operasi tindakan yang tidak mengalami pembagian, perubahan, keterpisahan, pencampur-adukkan sesuai dengan pengajaran para Bapa Gereja. Dan kedua keinginan tersebut tidak dalam pertentangan, seperti yang dikatakan oleh para bidat, … tetapi keinginan manusia-Nya mengikuti dan tidak menahan ataupun berebut, melainkan taat kepada keinginan Ilahi yang mahakuasa.”

8. Agnoetae (abad ke-6)

Agnoetae yang menolak kepenuhan pengetahuan Yesus sebagai manusia sebagai akibat dari persekutuan-Nya dengan Allah (sehubungan dengan akhir zaman Mrk 13:32).

Tanggapan Bapa Gereja:

St. Paus Gregorius Agung (540-604):
“Allah Putera yang Mahatahu mengatakan bahwa Ia tidak tahu harinya [akhir zaman, sehingga] Ia tidak menyatakannya, bukan disebabkan oleh sebab Ia sendiri tidak tahu, tetapi karena Ia tidak mengizinkan hal tersebut diketahui sama sekali…. Putera Tunggal Allah yang menjelma menjadi manusia yang sempurna untuk kita, pasti mengetahui hari dan saatnya Penghakiman Terakhir di dalam diriNya sebagai manusia, namun demikian Ia tidak mengetahui hal itu dari kapasitasnya sebagai manusia…. Sebab untuk maksud apa bahwa Ia yang menyatakan DiriNya sebagai Kebijaksanaan Allah yang menjelma, jika ada sesuatu yang tidak diketahui olehNya sebagai Kebijaksanaan Allah? … Juga tertulis bahwa, …. Allah Bapa menyerahkan segala sesuatu ke dalam tanganNya [Yesus Kristus di dalam Yoh 13:3]. Jika disebutkan segala sesuatu, tentu termasuk hari dan saat Penghakiman Terakhir. Siapa yang begitu naif untuk mengatakan bahwa Allah Putera menerima di dalam tangan-Nya sesuatu yang tidak diketahui olehNya?” ((Pope St. Gregory the Great, Denz. 248))

St. Maximus (580-662):
Jika para nabi saja dapat mengetahui hal- hal di masa depan yang akan terjadi, betapa lebih lagi Kristus dapat mengetahui semua itu melalui kesatuan-Nya dengan Sang Sabda. ((Lihat Quaestiones et dubia 66 (I, 67), PG 90: 840))

XI. Beberapa pertanyaan diskusi:

  1. Bagaimana kita dapat membuktikan bahwa Yesus adalah Tuhan dalam hubungan-Nya dengan Trinitas?
  2. Bagaimana menerangkan Yesus adalah Tuhan dengan empat alternatif?
  3. Bagaimana menerangkan motive of credibility?
  4. Apakah implikasi bahwa Yesus adalah Tuhan dalam kehidupan umat beriman?
  5. Bagaimana kita dapat menjawab beberapa pertanyaan ini:
    • Kalau Yesus Tuhan, mengapa Yesus tidak pernah berkata “Akulah Allah Tuhanmu, maka sembahlah Aku saja”.
    • Bukankah Yesus di-Tuhankan oleh manusia pada Konsili Nicea tahun 325?
    • Bukankah Yesus mengatakan bahwa Bapa lebih besar dari Yesus sendiri di Yoh 14:28?
    • Kalau Yesus adalah Tuhan, mengapa Dia tidak tahu hari kiamat (lih. Mat 24:36)?
    • Kalau Yesus adalah Tuhan, mengapa Dia marah di bait Allah (lih. Mat 21:12-13; Mrk 11:15-17)?
    • Bukankah Yesus hanya sekedar utusan (lih. Luk 10:16; Yoh 5:30; Mrk 9:37; Mat 10:40)?
    • Kalau memang Yesus adalah Tuhan, mengapa Dia mati di kayu salib?

Injil pertama: Matius atau Markus?

18

Harus diakui terdapat dua pandangan dalam hal Injil apakah yang pertama dituliskan. Yang pertama adalah perkiraan  bahwa Injil Matius adalah yang pertama kali dituliskan dan yang kedua adalah Injil Markus.  Tinjauan yang lebih mendetail tentang kedua pandangan ini mungkin dapat kami tuliskan di artikel terpisah di waktu yang akan datang. Namun sekilas saja perbedaannya kami tuliskan berikut ini; dan mengapa kami di Katolisitas lebih cenderung berpegang kepada Tradisi Gereja awal, yaitu Injil yang pertama dituliskan adalah Injil Matius. Menurut kesaksian para Bapa Gereja di abad- abad awal (terutama St. Papias, Irenaeus dan St. Klemens dari Aleksandria), Injil yang pertama dituliskan adalah Injil Matius. Dalam Against the Heresies, buku III, bab 1, 1, St. Irenaeus (+202) menuliskan bahwa yang menuliskan Injil pertama kali adalah Matius, lalu kemudian diikuti oleh Markus yang adalah murid Petrus dan Lukas yang adalah pembantu Paulus. Baru terakhir Yohanes Rasul menuliskan Injilnya di Efesus. Pandangan ini kemudian juga dikenal dengan sebutan Augustinian Hypothesis.

Namun ada juga Bapa Gereja yang menuliskan bahwa kemungkinan dua Injil pertama adalah Injil Matius dan Lukas, dan Injil Markus ada di urutan ketiga. Sedangkan teantang teori bahwa Injil Markus sebagai Injil pertama itu baru muncul di abad ke-19. Berikut ini adalah ulasan yang antara lain disarikan dari buku The Gospel of Jesus, oleh William Farmer, (Kentucky:Westminster/ John Knox Press), p. 3-38, 146-160:

1. Two Gospel Hypothesis

St.Klemens menuliskan seperti dikutip oleh Eusebius dari Caesarea:
“….. di dalam buku yang sama [Hypotyposeis 6], Klemens telah menyisipkan sebuah tradisi dari para pemuka jemaat di abad- abad awal tentang urutan Injil- injil sebagai berikut: ia mengatakan bahwa Injil- injil yang pertama- tama dituliskan adalah Injil- injil yang menuliskan silsilah Yesus dan bahwa Injil menurut Markus terbentuk dengan cara sebagai berikut:….” (Eusebius, Ecclesiastical History 6.14.5-7)

Maka menurut St. Klemens, kedua Injil yang ditulis pertama kali adalah Injil Matius dan Lukas. Pandangan ini dikenal dengan Two Gospel Hypothesis. Selanjutnya, menurut St. Klemens, Injil Markus dan Yohanes secara kronologis ditulis sesudah Injil Matius dan Lukas. Dengan demikian diperkirakan bahwa Injil Matius itu ditulis sebelum tahun 50-an AD: Eusebius, Theophlact, Euthymius Zigabenus dan Nicephorus Callistus, memperkirakan Injil ini ditulis sekitar tahun 38-45. Sedangkan Lukas dan Markus sekitar 62-68 AD (dituliskan hampir bersamaan), dan Yohanes tahun 90-100 AD.

2. Two Source Hypothesis

Sedangkan menurut beberapa ahli Kitab Suci di abad ke-19 dan 20 (seperti C.G Wilke, C.H Weisse, Heinrich Holtzmann, Helmut Koester- James Robinson), Injil yang pertama ditulis adalah Injil Markus. Pandangan ini tidak terlepas dari gerakan Kulturkampf di Jerman pada tahun 1871-1878 yang dipelopori oleh Penasehat Kekaisaran Jerman, Otto von Bismarck. Bismarck saat itu menentang otoritas Paus, dan memimpin negara Jerman untuk melepaskan diri dari pengaruh ajaran/ otoritas Paus di Roma. Hal ini juga mempengaruhi cara pandang dalam hal Teologi, sehingga para ahli Kitab Suci di Jerman kemudian menyusun sendiri hipotesa mereka, terlepas dari tradisi Gereja yang telah berabad- abad dikenal. Termasuk di sini adalah mereka menentang bahwa Injil Matius dan Lukas dituliskan lebih dahulu daripada Injil Markus dan Yohanes. Memang terdapat studi yang cukup detail tentang hal ini, yang membuat para ahli Jerman ini sampai pada kesimpulan, bahwa sumber pertama kitab Injil adalah Injil Markus dan apa yang disebut “Q” (atau dikenal sebagai the Synoptic Sayings Source). Harap diketahui bahwa, “Q” itu bukanlah Injil, namun yang konon hanya berupa kumpulan perkataan Yesus, semacam injil Thomas, yang juga tidak diakui Gereja sebagai kitab Injil kanonik. [Catatan: Q ini sebenarnya adalah teks Injil Matius yang dikutip oleh Lukas, namun tidak dikutip oleh Markus. Namun karena para ahli alkitab Jerman ini tidak mengakui keutamaan Injil Matius, maka mereka berasumsi bahwa Lukas mengutip suatu sumber lain yang kemudian dikenal sebagai “Q”]. Karena keterbatasan waktu, tidak dapat kami jabarkan di sini studi banding ayat- ayat antara ketiga Injil Sinoptik dan hipotesa Q pada saat ini, kemungkinan di waktu yang akan datang, dapat kami bahas dengan lebih mendetail.

3. Apakah bedanya?

Sebenarnya Injil Matius dan Lukas yang pertama dituliskan, menuliskan beberapa pokok ajaran Kristus, yang tidak tertulis dalam Injil Markus, dan ajaran- ajaran ini adalah ajaran yang sungguh sangat penting, yaitu: Doa Bapa kami, Perjamuan Kudus, Pembenaran karena iman, kesaksian penting dari para wanita, komitmen/ perhatian Tuhan yang istimewa ditujukan kepada mereka yang miskin, dan kunci- kunci Kerajaan Surga yang dipercayakan kepada Petrus.

Pandangan bahwa Injil Matius yang pertama ditulis, akan memperjelas posisi ajaran ini sebagai ajaran- ajaran Kristus yang penting dan utama, sehingga melahirkan para orang kudus dan para martir yang rela mengobankan diri mereka demi iman, demi memperkenalkan iman mereka kepada orang lain, dan demi membela hak orang- orang miskin. Demikian pula, ajaran ini menumbuhkan penghormatan kepada otoritas Gereja yaitu Rasul Petrus dan para penerus mereka, karena kepada merekalah Kristus mempercayakan kuasa kepimpinan Gereja di dunia.

4. Apa pandangan umum yang ada sekarang, dan apakah yang dikatakan Vatikan?

Professor Helmut Koester pernah mengatakan:

“Yang paling mencengangkan dari injil Thomas adalah kebungkamannya dalam hal kematian Yesus dan kebangkitan-Nya- kunci dari pewartaan Rasul Paulus. Tetapi injil Thomas tidak sendirian dalam hal ini, Q (the Synoptic Sayings Source)… juga tidak menganggap kematian Yesus dan kebangkitan-Nya sebagai bagian dari pesan Kristiani. Injil Thomas dan Q menentang pandangan jemaat awal bahwa kematian dan kebangkitan Yesus merupakan titik pusat iman Kristen. Kedua dokumen itu hanya menganggap yang terpenting adalah perkataan Yesus, dan hanya perkataan Yesus saja.” (Helmut Koester, seperti dikutip oleh William Farmer, The Gospel of Jesus, oleh William Farmer, (Kentucky:Westminster/ John Knox Press), p. 3)

Membaca pernyataan ini saja seseorang dapat bertanya, “Bagaimana mungkin, injil apokrif Thomas (dokumen di akhir abad 2-abad 4) dan hipotesa Q yang baru lahir di abad ke 19, dapat lebih dipercaya daripada kanon Injil Perjanjian Baru atas kesaksian para saksi yang diajar oleh para rasul sendiri?” Namun adalah fakta dewasa ini, bahwa aliran Koester- Robinson (yang mengajarkan hipotesa bahwa Injil Markus ditulis lebih dulu dari Injil Matius dan Lukas) terus aktif dalam menyebarkan pengaruhnya, dan banyak pula mempengaruhi para ahli Kitab Suci, baik di kalangan Protestan maupun Katolik.

Di atas semua itu, perlulah kita ketahui jawaban yang dikeluarkan oleh Biblical Commission, (Komisi Kitab Suci di Vatikan), pada tanggal 19 Juni 1911, point 50 a-g (seperti dikutip dalam A Catholic Commentary on Holy Scripture, ed, Dom Orchard, p. 852):

1. Rasul Matius adalah sungguh pengarang Injil yang memakai namanya [Injil Matius].
2. Tradisi cukup banyak yang menunjukkan bahwa Matius menulis sebelum para pengarang Injil yang lain dan dituliskan dalam bahasa Palestina- Yahudi.
3. Tanggal penulisan Injil Matius tidak melampaui tahun kejatuhan Yerusalem (tahun 70 AD) dan tradisi dipenuhi dengan terbaik jika kita menempatkan hal itu sebelum kedatangan Paulus ke Roma (60 AD).
4. Matius tidak hanya menyusun sebuah koleksi perkataan- perkataan Yesus, tetapi sebuah Injil dalam arti yang sesungguhnya.
5. Injil Matius versi Yunani yang ada, adalah sama secara substantial dengan yang original [yang asli dalam bahasa Palestina- Yahudi]. Ini adalah kesimpulan sah dari kenyataan bahwa teks Yunani [Injil Matius] telah dinyatakan sebagai teks kanonik oleh para Bapa Gereja dan para penulis gerejawi, dan oleh Gereja awal itu sendiri.

Pandangan Vatikan ini kemudian mendapat peneguhan setelah beberapa ahli Kitab Suci Jerman di abad ke 20, seperti Hans Herbert Stoldt, dan Eta Linnemann, yang kemudian mempertanyakan keabsahan Two Source Hypothesis, karena kurangnya bukti yang dapat menyatakan bahwa Injil Markus merupakan Injil yang pertama dituliskan.

5. Kesimpulan

Melihat kenyataan di atas, kami di Katolisitas memilih untuk berpegang kepada tulisan para Bapa Gereja dan apa yang dinyatakan oleh pihak Vatikan [daripada berpegang kepada hipotesa para ahli Kitab suci di abad 19]: bahwa Injil yang pertama ditulis adalah Injil Matius.

Konsili Vatikan II juga menyatakan urutan Injil demikian:
“Selalu dan di mana-mana Gereja mempertahankan dan tetap berpandangan, bahwa keempat Injil berasal dari para rasul. Sebab apa yang atas perintah Kristus diwartakan oleh para rasul, kemudian dengan ilham Roh ilahi diteruskan secara tertulis kepada kita oleh mereka dan orang-orang kerasulan, sebagai dasar iman, yakni Injil dalam keempat bentuknya menurut Matius, Markus, Lukas dan Yohanes”  (Dei Verbum, 18)

Menjawab keberatan tentang Septuaginta dan Deuterokanonika

6

1. Tentang Kanon PL

Kanon PL memang sudah ada jauh sebelum kanon PB ditentukan. Bahkan fakta menunjukkan bahwa kanon PL sudah ada pada zaman Yesus dan para rasul, terbukti dengan sudah adanya Kitab Suci yang digunakan oleh umat Yahudi pada masa itu (jadi bukan baru pada awal tahun 125). Dalam Kitab Septuagint yang dituliskan antara abad ketiga dan kedua sebelum Masehi sudah memuat sejumlah kitab-kitab PL yang menunjukkan bahwa sudah ada kanon kitab-kitab PL pada masa itu (jika belum ada maka belum bisa dituliskan dalam satu buku).

Menurut Flavius Josephus (37-107)-seorang sejarahwan Yahudi (Ant Jud XII, ii), Kitab Septuaginta disebut di dalam surat Aristeas kepada saudaranya Philocrates. Tanpa menyebut nama Aristeas, Philo dari Aleksandria juga mencatat kisah berikut ini dalam bukunya (De vita Moysis, II, vi). Dikatakan di sana bahwa Raja Mesir yang bernama Ptolemeus II Philadelphus (287-247 BC) membangun perpustakaan yang besar di Aleksandria; dan kepala perpustakaannya yang bernama Demetrius Phalarus mengusulkan agar perpustakaan itu diperkaya dengan kitab-kitab suci dari bangsa Yahudi. Raja kemudian memerintahkan Eleazar, Imam besar Yahudi, untuk memberikan kepadanya salinan kitab-kitab suci mereka dalam bahasa Yunani. Salinan itu kemudian dibuat oleh tujuh puluh dua orang Yahudi (enam orang dari masing-masing suku), yang menerjemahkan kitab- kitab itu dari bahasa Ibrani ke bahasa Yunani; dan kemudian salinan ini ditempatkan di perpustakaan tersebut. Surat Aristeas dan kisah ini diterima sebagai otentik oleh banyak Bapa Gereja dari abad-abad awal (seperti St. Irenaeus, Tertullian, St. Klemens dari Aleksandria, St. Agustinus, dst.) dan penulis gerejawi sampai pada abad ke-16. Para Bapa Gereja itu bahkan meyakini bahwa dalam menerjemahkannya, ketujuhpuluh dua orang itu tidak berkonsultasi satu sama lain dan mengerjakannya di tempat terpisah, namun hasil terjemahan dan ekspresi yang digunakan di antara mereka sama dan sesuai dengan teks aslinya.

Namun demikian,  St. Jerome (Hieronimus) memang menolak pandangan ini (lih. Praef. in Pentateuchum”; “Adv. Rufinum”, II, xxv), demikian pula banyak kritikus Kitab Suci sejak abad ke-16. Mereka tidak menanggap bahwa surat Ariesteas adalah asli; mereka tidak menganggapnya mungkin bahwa ke 72 orang dapat menghasilkan terjemahan teks yang sama, tanpa komunikasi di antara mereka; demikian untuk menerima bahwa terjemahan kitab Yahudi dibuat atas permintaan seorang Raja yang bukan Yahudi. Namun sebaliknya, adalah juga tidak dapat dipastikan bahwa semua kisah itu adalah suatu legenda. Sebab dari karakter khusus bahasa yang digunakan, sebagaimana dari asal usul dan versinya, menunjukkan bahwa kitab- kitab tersebut memang diterjemahkan di Aleksandria, pada masa pemerintahan Ptolemeus Philadelphus yaitu sekitar abad ke-3 sampai ke-2 BC. Jika surat Aristeas itu palsu, dan baru ditulis sekitar 130 BC seperti yang mereka klaim, maka tidak mungkin pandangan tentang asal usul Septuaginta begitu luas diterima pada masa itu, dan para Bapa Gereja mengutipnya. Perlu kita ingat bahwa para Bapa Gereja dan sejarahwan Yahudi (misal Josephus di abad ke-1) yang mengutip kisah asal usul Septuaginta itu, hidup pada zaman yang lebih dekat dengan zaman penulisan Septuaginta. Artinya, mereka masih dapat mendapatkan bukti ataupun keterangan yang dapat dipercaya dari para penerus saksi mata yang hidup pada masa itu. Maka walaupun bisa saja terjadi bahwa penerjemahan dilakukan bukan atas permintaan Raja Mesir Ptolemeus, namun juga tidak dapat dibuktikan sebaliknya, yaitu bahwa tidak ada peran Raja Ptolemeus dalam pengadaan penerjemahan itu.

2. Teks Septuaginta baru diketahui pada abad ke-4?

Teks Septuaginta tidak saja baru diketahui pada abad ke-4 M. Sebab sebagaimana telah disebut di point 1, gaya bahasa yang digunakan mengacu kepada gaya penulisan kaum Yahudi Palestina di abad 3-2 sebelum Masehi. Entah penerjemahan itu dilakukan dengan atau tanpa campur tangan Raja Ptolemeus, diketahui bahwa penerjemahan ke dalam bahasa Yunani itu sudah ada sebelum tahun 130 BC, sebagaimana tercatat pada pendahuluan/prolog kitab Sirakh yang ditulis sekitar tahun 130 BC (sebelum Masehi, bukan sesudah Masehi).

Maka walaupun manuskrip Septuaginta yang kita ketahui sekarang berasal dari salinan perkamen abad ke-4 dan 5, (yaitu Codex Vaticanus- abad ke-4, Codex Alexandrinus- abad ke-5, dan Codex Sinaiticus- abad ke-4) namun tidak berarti bahwa teks Septuaginta itu baru ada/ dituliskan pada abad ke-4 atau ke-5. Demikian juga anggapan bahwa terdapat korupsi dalam penulisan teks Kitab Suci, sebab sejak dari awal mula terdapat persyaratan yang sangat ketat untuk membuat salinan Kitab Suci, sebagaimana pernah dituliskan di sini, lihat point 1).d), silakan klik.

3. Josephus dan Philo mengakui hanya ke-39 kitab PL?

Baik Philo maupun Josephus adalah seorang Yahudi, mereka bukanlah seorang Kristen. Josephus menulis kisah sejarah ini di tahun 93-95, artinya sekitar 60 tahun setelah Kristus wafat. Argumen yang mengatakan lebih baik mengacu kepada tulisan Josephus ataupun kanon Ibrani sebenarnya sangat ‘absurd‘/ tidak masuk akal. Kanon Ibrani ini ditetapkan oleh para rabi Yahudi dalam konsili Javneh/ Jamnia sekitar tahun 100, memang hanya memuat 39 kitab PL. Sedangkan Gereja Katolik berpegang pada Septuaginta yang memuat 46 kitab (termasuk Deuterokanonika). Para rabi Yahudi itu adalah orang -orang yang menolak Kristus, mereka tidak percaya kepada Kristus bahkan sampai saat ini. Bagaimanakah mereka dapat menentukan bagi Gereja, mana kitab yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, dan mana yang tidak? Mereka (para rabi itu) menolak Kristus (kalau tidak menolak, mereka sudah jadi umat Kristiani), lalu bagaimana sekarang kita dapat mengatakan bahwa para rabi itu dipenuhi Roh Kudus untuk menentukan kanon Kitab Suci bagi Gereja?

Lagipula, jika kita mau secara obyektif melihat, selayaknya kita melihat pada penjelasan para pengarang Protestan yang bernama Gleason Archer dan G.C. Chirichigno membuat daftar yang menyatakan bahwa Perjanjian Baru mengutip Septuagint sebanyak 340 kali, dan hanya mengutip kanon Ibrani sebanyak 33 kali. ((Gleason Archer dan G. C. Chirichigno, Old Testament Quotations in the New Testament: A Complete Survey (Chicago, IL: Moody Press, 1983), xxv-xxxii.)) Dengan demikian, kita ketahui bahwa dalam Perjanjian Baru, terjemahan Septuagint dikutip sebanyak lebih dari 90%. Jangan lupa, seluruh kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Dan kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa Yunani inilah yang ditolak oleh para Rabi Yahudi. Tetapi apakah kitab-kitab PL yang tertulis dalam bahasa Yunani ini berarti tidak diinspirasikan oleh Roh Kudus? Tentu tidak bukan. Meskipun ditulis bukan dalam bahasa Ibrani, kitab-kitab tersebut tetap orisinil dan asli, sebab memang pada saat itu bahasa yang umum digunakan adalah bahasa Yunani.

4. Walaupun penulis PB memakai Septuaginta, tidak satu kalipun ada kutipan langsung kitab- kitab Deuterokanonika dari Kristus dan para penulis PB?

Kita ketahui bahwa ada banyak ayat di Perjanjian Baru (PB) yang mengacu kepada Perjanjian Lama (PL), termasuk kitab-kitab Deuterokanonika. Memang ayat- ayat itu dapat dikutip secara hampir persis, namun kalau kita perhatikan, tidak selamanya ayat yang diacu oleh PB itu ditulis sama persis dengan apa yang tertulis dalam PL. Malah dapat dikatakan, sebagian besar acuan ayat dalam PB tidak menyampaikan kutipan persis dari PL, namun hanya menyerupai/ mirip dengan apa yang tertulis dalam PL, dan kemudian di PB diberi tambahan penjabaran/ penjelasan maksudnya, atau disampaikan lebih ringkas sesuai dengan maksudnya.

Mari kita lihat contoh-contohnya:

Ayat-ayat dalam Perjanjian Baru  Ayat- ayat acuannya dalam Deuterokanonika
1. “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” (Yoh 1:1,3) “Allah nenek moyang dan Tuhan belas kasihan, dengan firman-Mu telah Kaujadikan segala sesuatu….” (Keb 9:1)
2. Yesus berkata, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” (Mat 7:12) “Apa yang tidak kausukai sendiri, janganlah kauperbuat kepada siapapun.” (Tob 4:15)
3. Yesus berkata, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” (Mat 7:16,20) “Nilai ladang ditampakkan oleh buah pohon yang tumbuh di situ” (Sir 27:6)
4. “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.” (Mat 6:19-20) “Gunakanlah harta milikmu menurut perintah dari Yang Mahatinggi, niscaya lebih berfaedahlah itu bagimu dari pada emas.” (Sir 29:11)
5. “Ibu-ibu telah menerima kembali orang-orangnya yang telah mati, sebab dibangkitkan…. orang-orang lain membiarkan dirinya disiksa dan tidak mau menerima pembebasan, supaya mereka beroleh kebangkitan yang lebih baik.” (Ibr 11:35) Dalam kisah seorang ibu dengan ketujuh anaknya yang dihukum mati dalam Kitab Makabe, ibu itu berkata kepada anak bungsunya,”…Pencipta alam semestalah yang membentuk kelahiran manusia …Tuhan akan memberikan kembali roh dan hidup kepada kamu…..hendaklah [kamu] menyatakan diri sepantas kakak-kakakmu dan terimalah maut itu, supaya aku mendapat kembali engkau serta kakak-kakakmu di masa belas kasihan kelak.” (2Mak 7:23, 29)
6. “Ia [Yesus] menaruh harapan-Nya pada Allah: baiklah Allah menyelamatkan Dia, jikalau Allah berkenan kepada-Nya! Karena Ia telah berkata: Aku adalah Anak Allah.” (Mat 27:43) “Ia … menyebut dirinya anak Tuhan. Jika orang yang benar itu sungguh anak Allah, niscaya Ia [Allah] akan menolong dia serta melepaskannya dari tangan para lawannya.” (Keb 2 :13,18)
7. “Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah.” (Luk 1:52) “Tuhan menggulingkan takhta orang kuasa, dan menempatkan orang rendah hati ganti mereka” (Sir 10:14)
8. “Sebab murka Allah nyata… atas segala kefasikan dan kelaliman manusia … Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih.” (Rom 1:18,20) “Sungguh tolol karena kodratnya semua orang yang tidak mengenal Allah sama sekali; dan mereka tidak mampu mengenal Dia yang ada dari barang-barang yang kelihatan, dan walaupun berhadapan dengan pekerjaan-Nya mereka tidak mengenal Senimannya.” (Keb 13:1)
9. “Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?” (Rom 9:21) “Demikianpun seorang tukang periuk meramas tanah lembab dengan susah payahnya, lalu dibentuknya menjadi apa saja untuk keperluan kita. Tetapi dari tanah liat yang sama dibentuknya baik bejana untuk keperluan yang tahir maupun untuk keperluan yang keji. Sedangkan untuk apakah akan digunakan tiap-tiap bejana, itu ditentukan oleh tukang periuk belanga.” (Keb 15:7)
10. “Sebab: “Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?” (1Kor 2:16) “Manusia manakah dapat mengenal rencana Allah, atau siapakah dapat memikirkan apa yang dikehendaki Tuhan? (Keb 9:13)
11. “… setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah (Yak 1:19) “Hendaklah cepat mendengarkan, tetapi laun mengucapkan jawabannya.” (Sir 5:11)
12. “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” (1 Pet 1:6-7) “Setelah disiksa sebentar mereka menerima anugerah yang besar, sebab Allah hanya menguji mereka, lalu mendapati mereka layak bagi diri-Nya. Laksana emas dalam dapur api diperiksalah mereka oleh-Nya, lalu diterima bagaikan korban bakaran.” (Keb 3:5-6)

Sekarang, marilah kita melihat contoh-contoh ayat PB yang mengacu kepada ayat-ayat PL yang bukan kitab Deuterokanonika. Di sini juga terlihat bahwa sering kali ayat yang diacu itu memang mirip, tetapi juga tidak sama persis. Namun hal ini tentu tidak menjadi bukti, bahwa kitab- kitab PL yang dikutip itu menjadi tidak otentik:

 Teks dalam Perjanjian Baru  Teks dalam Perjanjian Lama yang menjadi acuan
 1. “Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan.” (1 Kor 1:31) “tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.” (Yer 9:24).
 2. “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.” (1 Kor 2:9) “Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang menanti-nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian.” (Yer 64:4)
 3. “Aku akan membinasakan hikmat orang-orang berhikmat dan kearifan orang-orang bijak akan Kulenyapkan.” (1 Kor 1:19)  “…. Aku akan melakukan pula hal-hal yang ajaib kepada bangsa ini, keajaiban yang menakjubkan; hikmat orang-orangnya yang berhikmat akan hilang, dan kearifan orang-orangnya yang arif akan bersembunyi.” (Yes 29:14)
 4. “Manusia pertama, Adam menjadi makhluk yang hidup”, tetapi Adam yang akhir menjadi roh yang menghidupkan. (1 Kor 15:45) “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.” (Kej 2:7)
 5. Dan sesudah yang dapat binasa ini mengenakan yang tidak dapat binasa dan yang dapat mati ini mengenakan yang tidak dapat mati, maka akan genaplah firman Tuhan… : “Maut telah ditelan dalam kemenangan.” (1 Kor 15:54) “Ia akan meniadakan maut untuk seterusnya; dan Tuhan ALLAH akan menghapuskan air mata dari pada segala muka; dan aib umat-Nya akan dijauhkan-Nya dari seluruh bumi, sebab TUHAN telah mengatakannya.” (Yes 25:8)
 6. “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” (1 Ptr 1:16) “Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus, ….; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus.” (Im 11:44-45)
 7. Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” (Gal 3:13) “…maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.” (Ul 21:23)
 8. “Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.” (Ibr 10:7) Lalu aku berkata: “Sungguh, aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku; aku suka melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku.” (Mzm 40:8-9)
 9. “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah” (Luk 2:23) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Kuduskanlah bagi-Ku semua anak sulung, semua yang lahir terdahulu dari kandungan pada orang Israel, baik pada manusia maupun pada hewan; Akulah yang empunya mereka.” (Kel 13:1-2)
10. “Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: “Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.” (Luk 3:4) Ada suara yang berseru-seru: “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran…” (Yes 40:3-4)
11. Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Luk 4:8) “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau bersumpah.” (Ul 6:13)
12. “Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.” (Luk 19:46) “sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa.” (Yes 56:7) “Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini?” (Yer 7:11)

Contoh di atas itu hanya sebagian saja dari ayat- ayat Perjanjian Baru (dari sebagian surat- surat Rasul dan Injil Lukas saja) yang menyatakan ayat acuan di Perjanjian Lama, (yang bukan dari kitab-kitab Deuterokanonika) namun tidak sama persis bunyinya. Jika referensi ayat- ayat kitab PL yang diacu dengan tidak sama persis ini diakui sebagai otentik, maka seharusnya dapat diterima bahwa  kitab-kitab Deuterokanonika yang juga mengandung ayat-ayat acuan juga adalah otentik; sebab yang terpenting adalah kitab- kitab tersebut mengandung ajaran yang tidak terlepas dari penjelasan dan penggenapannya di dalam Kitab Perjanjian Baru.

5. Apokrifa (kitab-kitab Deuterokanonika) ditolak karena dalam perpustakaan Qumran ke 39 kitab PL ditaruh di rak khusus, berbeda dengan tulisan-tulisan apokrifa?

Mayoritas para ahli Kitab Suci memperkirakan bahwa naskah Qumran itu ditulis oleh sebuah (atau beberapa) sekte agama Yahudi, banyak yang memperkirakan dari kaum Essenes. Kaum Essenes ini bukan umat Kristen. Maka tak mengherankan jika mereka tidak menempatkan kitab-kitab Deuterokanonika (kadang disebut apokrifa) sejajar dengan Kitab-kitab Perjanjian Lama lainnya, mengingat beberapa nubuatan dalam kitab-kitab Deuterokanonika jelas mengacu kepada Kristus, sedangkan mereka ini tidak percaya kepada Kristus. Dengan demikian pembedaan yang terjadi di perpustakaan Qumran tidak berpengaruh apa- apa terhadap fakta bahwa sesungguhnya kitab- kitab Deuterokanonika itu ada dan menjadi kesatuan dengan kitab-kitab Perjanjian Lama lainnya. Hanya karena tulisan-tulisan kitab Deuterokanonika banyak yang secara langsung mengacu kepada Kristus, maka mereka tidak menerimanya.

6. St. Athanasius, St. Sirilius dari Yerusalem, Origen dan St. Hieronimus tidak menerima Deuterokanonika?

Ada sebagian umat Kristen non-Katolik yang memberikan argumentasi bahwa St. Athanasius, St. Sirilius dari Yerusalem, Origen, dan St. Hieronimus menolak kitab-kitab deuterokanonika – yang terdiri dari: Tobit, Yudit, Tambahan Ester, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Baruk, Tambahan Daniel, 1 dan 2 Makabe. Sebenarnya, kalau yang mengajukan keberatan akan keberadaan kitab Deuterokanonika berdasarkan keberatan para Bapa Gereja, maka mereka juga harus menerima bahwa apa yang dikatakan oleh para Bapa Gereja juga ada yang menerima sebagian dari kitab Deuterokanonika. Berikut ini adalah tanggapan kami yang kami sarikan dari link ini, silakan klik.

a. St. Athanasius

St. Athanasius memberikan daftar dari kitab Perjanjian Lama di Letters, 39. Daftar yang diberikan oleh St. Athanasius dalam bukunya tersebut adalah:

There are, then, of the Old Testament, twenty-two books in number; for, as I have heard, it is handed down that this is the number of the letters among the Hebrews; their respective order and names being as follows. The first is Genesis, then Exodus, next Leviticus, after that Numbers, and then Deuteronomy. Following these there is Joshua, the son of Nun, then Judges, then Ruth. And again, after these four books of Kings, the first and second being reckoned as one book, and so likewise the third and fourth as one book. And again, the first and second of the Chronicles are reckoned as one book. Again Ezra, the first and second are similarly one book. After these there is the book of Psalms, then the Proverbs, next Ecclesiastes, and the Song of Songs. Job follows, then the Prophets, the twelve being reckoned as one book. Then Isaiah, one book, then Jeremiah with Baruch, Lamentations, and the epistle, one book; afterwards, Ezekiel and Daniel, each one book. Thus far constitutes the Old Testament.

Kalau seseorang berargumentasi bahwa St. Athanasius tidak menyertakan kitab Deuterokanonika, maka ia juga selayaknya menerima bahwa St. Athanasius menerima kitab Barukh (Baruch) sebagai bagian dari Kitab Suci Perjanjian Lama. Jangan lupa, bahwa St. Athanasius juga tidak menyertakan Kitab Ester yang dipandang sebagai kanonikal oleh Kristen non-Katolik. St. Athanasius juga tidak menuliskan apa-apa tentang 1 dan 2 Makabe. Dengan demikian, argumentasi bahwa PL seharusnya tidak menyertakan kitab-kitab deuterokanonical karena St. Athanasius tidak menyertakannya dalam tulisannya tidaklah mempunyai dasar yang kuat.

b. St. Sirilius dari Yerusalem

Dalam pengajaran katekese, dia menuliskan demikian:

“35. Of these read the two and twenty books, but have nothing to do with the apocryphal writings. Study earnestly these only which we read openly in the Church. Far wiser and more pious than thyself were the Apostles, and the bishops of old time, the presidents of the Church who handed down these books. Being therefore a child of the Church, trench[6] thou not upon its statutes. And of the Old Testament, as we have said, study the two and twenty books, which, if thou art desirous of learning, strive to remember by name, as I recite them. For of the Law the books of Moses are the first five, Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers, Deuteronomy. And next, Joshua the son of Nave[7], and the book of Judges, including Ruth, counted as seventh. And of the other historical books, the first and second books of the Kings[8] are among the Hebrews one book; also the third and fourth one book. And in like manner, the first and second of Chronicles are with them one book; and the first and second of Esdras are counted one. Esther is the twelfth book; and these are the Historical writings. But those which are written in verses are five, Job, and the book of Psalms, and Proverbs, and Ecclesiastes, and the Song of Songs, which is the seventeenth book. And after these come the five Prophetic books: of the Twelve Prophets one book, of Isaiah one, of Jeremiah one, including Baruch and Lamentations and the Epistle[9]; then Ezekiel, and the Book of Daniel, the twenty-second of the Old Testament.” (Cyril of Jerusalem, Catechetical Lectures, Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Volume 7, Lecture 4:35, p. 25.)

Dari tulisan tersebut, kita juga melihat bahwa Kitab Barukh yang menjadi bagian dari kitab- kitab Deuterokanonika dimasukkan di dalam daftar PL oleh St. Sirilius. Bahkan dalam beberapa tulisannya untuk menjelaskan tentang Roh Kudus dan kebangkitan dan kenaikan Tuhan Yesus, St. Sirilius mengutip dari kitab-kitab Deuterokanonika, yaitu dari Kitab Daniel 13,14 (yaitu kisah Bel dan naga, dan Susana).

c. Origen:

Origen menuliskan demikian:

It should be stated that the canonical books, as the Hebrews have handed them down, are twenty-two; corresponding with the number of their letters.’ Farther on he says: ‘The twenty-two books of the Hebrews are the following: That which is called by us Genesis, but by the Hebrews, from the beginning of the book, Bresith, which means, ‘In the beginning’; Exodus, Welesmoth, that is, ‘These are the names’; Leviticus, Wikra, ‘And he called’; Numbers, Ammesphekodeim; Deuteronomy, Eleaddebareim, ‘ These are the words’; Jesus, the son of Nave, Josoue ben Noun; Judges and Ruth, among them in one book, Saphateim; the First and Second of Kings, among them one, Samouel, that is, ‘The called of God’; the Third and Fourth of Kings in one, Wammelch David, that is, ‘The kingdom of David’; of the Chronicles, the First and Second in one, Dabreiamein, that is, ‘Records of days’; Esdras, First and Second in one, Ezra, that is, ‘An assistant’; the book of Psalms, Spharthelleim; the Proverbs of Solomon, Me-loth; Ecclesiastes, Koelth; the Song of Songs (not, as some suppose, Songs of Songs), Sir Hassirim; Isaiah, Jessia; Jeremiah, with Lamentations and the epistle in one, Jeremia [Baruch 6]; Daniel, Daniel; Ezekiel, Jezekiel; Job, Job; Esther, Esther. And besides these there are the Maccabees, which are entitled Sarbeth Sabanaiel.” (Origen, Canon of the Hebrews, Fragment in Eusebius’ Church History,6:25[A.D. 244],in NPNF2,I:272)

Dalam tulisan Origen yang dikutip oleh Eusebius, maka kita dapat melihat bahwa Origen juga memasukkan Barukh dan 1 dan 2 Makabe ke dalam daftar Kitab Suci PL. Dalam tulisannya kepada Afrikanus, dia mempertahankan keotentikan dari kisah Susana dan juga nyanyian tiga  anak dalam kitab Daniel yang termasuk dalam kitab-kitab Deuterokanonika (lih. Origen,To Africanus, 5 (ante A.D. 254), in ANF,IV:386)

d. St. Hieronimus:

Memang dari antara semua Bapa Gereja, nampaknya St. Hieronimus-lah yang paling menentang kanonisitas kitab- kitab Deuterokanonika:

“These instances have been just touched upon by me (the limits of a letter forbid a more discursive treatment of them) to convince you that in the holy scriptures you can make no progress unless you have a guide to shew you the way…Genesis … Exodus … Leviticus … Numbers … Deuteronomy … Job … Jesus the son of Nave … Judges … Ruth … Samuel … The third and fourth books of Kings … The twelve prophets whose writings are compressed within the narrow limits of a single volume: Hosea … Joel … Amos … Obadiah … Jonah … Micah … Nahum … Habakkuk … Zephaniah … Haggai … Zechariah … Malachi … Isaiah, Jeremiah, Ezekiel, and Daniel … Jeremiah also goes four times through the alphabet in different metres (Lamentations)… David…sings of Christ to his lyre; and on a psaltry with ten strings (Psalms) … Solomon, a lover of peace and of the Lord, corrects morals, teaches nature (Proverbs and Ecclesiastes), unites Christ and the church, and sings a sweet marriage song to celebrate that holy bridal (Song of Songs) … Esther … Ezra and Nehemiah. (Philip Schaff and Henry Wace, Nicene and Post Nicene Fathers (Grand Rapids: Eerdmans, 1953, Volume VI, 6-8, pp. 98-101).

As, then, the Church reads Judith, Tobit, and the books of Maccabees, but does not admit them among the canonical Scriptures, so let it also read these two volumes (Wisdom of Solomon and Ecclesiasticus) for the edification of the people, not to give authority to doctrines of the Church…I say this to show you how hard it is to master the book of Daniel, which in Hebrew contains neither the history of Susanna, nor the hymn of the three youths, nor the fables of Bel and the Dragon… (Ibid., Volume VI, Jerome, Prefaces to Jerome’s Works, Proverbs, Ecclesiastes and the Song of Songs; Daniel, pp. 492-493).

Namun demikian, faktanya, St. Hieronimus tetap mengutip kitab-kitab Deuterokanonika dalam tulisan- tulisannya (sedikitnya 55 kali) dan menyebutnya tetap sebagai Kitab Suci sehingga ia sesungguhnya tetap menanggapnya sejajar dengan kitab- kitab lainnya, hanya saja ia tidak membacakan kitab-kitab Deuterokanonika itu di dalam Liturgi, sebagaimana yang dilakukan oleh Bapa Gereja lainnya:

Contohnya, St. Hieronimus menulis demikian:

Does not the Scripture say: ‘Burden not thyself above thy power’/ Bukankah Kitab Suci berkata, “Jangan mengangkat beban yang terlalu berat…” (Sir 13:2) (St. Jerome, To Eustochium, Epistle 108 (A.D. 404), in NPNF2, VI:207)

Do not, my dearest brother, estimate my worth by the number of my years. Gray hairs are not wisdom; it is wisdom which is as good as gray hairs At least that is what Solomon says: “wisdom is the gray hair unto men. [Wisdom 4:9]” Moses too in choosing the seventy elders is told to take those whom he knows to be elders indeed, and to select them not for their years but for their discretion (Num. 11:16)? And, as a boy, Daniel judges old men and in the flower of youth condemns the incontinence of age (Daniel 13:55-59, or Story of Susannah 55-59, only found in the Catholic Bibles) Jerome, To Paulinus, Epistle 58 (A.D. 395), in NPNF2, VI:119)

Di sini St. Hieronimus mensejajarkan ajaran dari kitab Kebijaksanaan dengan ajaran Nabi Musa; dan mengacu kepada kitab Daniel, yaitu kisah Susana yang dianggap sebagai kitab Deuterokanonika.

Referensi kepada kitab- kitab Deuterokanonika juga kita ketahui dalam contoh beberapa pengajarannya ini:

1. St. Hieronimus memberikan tujuh bukti tentang apa artinya sebagai ‘gambaran Allah’, ia mengambil satu dari tujuh bukti itu dari Kitab Kebijaksanaan (lih. Keb 2:23). (St.Jerome, Letter 51, 6, 7, NPNF2, VI:87-8).

2. Menjawab ajaran sesat Pelagianisme, St. Hieronimus mengacu kepada wejangan dalam Kitab Sirakh (Sir 3:21) (St. Jerome, “Against the Pelagians, NPNF2, VI:464-5)

3. Ia megajarkan teladan iman dan belas kasih Tuhan, dengan mengacu kepada iman ketiga anak (Sadrakh, Mesakh dan Abednego) sambil mengacu kepada ayat- ayatnya di bagian kitab Daniel yang termasuk kitab Deuterokanonika; dan juga kepada iman Susana (Dan 13:45) (St. Jerome, Letter 1:9, NPNF2, VI:2)

4. Dalam mengajarkan tentang bagaimana Roh Kudus dapat bekerja atas orang yang masih muda, St. Hieronimus mengacu juga kepada kitab Daniel (Dan 13:55-63) (St. Jerome, to Heliodorus, Letter 14:9, 374 AD, NPNF2, VI:17).

5. Dalam menceritakan gambaran Gereja yang menumpas kepala Iblis, St. Hieronimus mengutip kisah dalam Kitab Yudit (lih. Yud 13:8 ) (St.Jerome, to Salvina, Letter 79:10, 400 AD, NPNF2, VI:168.)

Namun yang juga perlu diperhatikan perkataan dari St. Hieronimus berikut ini, yang menunjukkan bahwa pada akhirnya ia mengikuti keputusan Gereja, yang melalui Paus Damasus I menetapkan kanon Kitab Suci di tahun 382:

“What sin have I committed if I followed the judgment of the churches? But he who brings charges against me for relating the objections the Hebrews are wont to raise against the story of Susanna [Dan 13], the Son of the three Children [Dan 3:29-90], and the story of Bel and the Dragon [Dan 14], which are not found in the Hebrew volume, proves that he is just a foolish sycophant. For I wasn’t relating my own personal views, but rather the remarks that they are wont to make against us.” (St. Jerome, Against Rufinus 11, 33 (402 AD)

Nyatanya, St. Jerome memasukkan kitab- kitab Deuterokanonika ini ke dalam terjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin yang dibuatnya, yang terkenal dengan nama Vulgate/ Vulgata. Di sini terlihat bahwa ia adalah seorang yang rendah hati dan tidak berkeras kepada penilaiannya sendiri tentang kanon Kitab Suci.

Pada akhirnya mungkin baik kita membaca pernyataan seorang ahli patristik terkemuka dari gereja non- Katolik yang bernama J.N.D Kelly, yang mengakui bahwa sejak abad ke-1 dan 2, kitab- kitab Deuterokanonika sudah diterima Gereja sebagai bagian dari Kitab Suci:

It should be observed that the Old Testament thus admitted as authoritative in the Church was somewhat bulkier and more comprehensive than the [Protestant Old Testament] . . . It always included, though with varying degrees of recognition, the so-called Apocrypha or deuterocanonical books. The reason for this is that the Old Testament which passed in the first instance into the hands of Christians was . . . the Greek translation known as the Septuagint. . . . most of the Scriptural quotations found in the New Testament are based upon it rather than the Hebrew.. . . In the first two centuries . . . the Church seems to have accept all, or most of, these additional books as inspired and to have treated them without question as Scripture.” (Early Christian Doctrines, pp. 53-54)

Dengan demikian, orang yang dengan tulus dan secara obyektif mempelajari tulisan para Bapa Gereja sesungguhnya dapat mengetahui, bahwa keberadaan kitab-kitab Deuterokanonika itu tidak terpisahkan dari kitab-kitab Perjanjian Lama, dan sudah diterima Gereja sejak awal, dan bukan baru saja ditambahkan kemudian di abad- abad berikutnya.

7. Penyusun Kitab-kitab Deuterokanonika

Tidak semua penulis kitab-kitab dalam Kitab Suci diketahui secara jelas nama pengarangnya. Namun, dalam kitab-kitab Perjanjian Lama itu sendiri ada banyak kitab yang tidak diketahui siapa nama penyusunnya (seperti kitab Hakim-hakim, Ruth, 1&2 Raja-raja, 1&2 Samuel, 1&2 Tawarikh, Esther). Namun demikian, apa yang tertulis di Kitab-kitab Deuterokanonika telah menjadi bagian dari ajaran iman bangsa Yahudi, yang kemudian dilestarikan sampai ke zaman Tuhan Yesus dan para Rasul, dan kemudian dalam kesatuan dengan penggenapannya dalam kitab-kitab Perjanjian Baru, diturunkan seluruhnya kepada Gereja dan oleh Gereja.

Demikian sekilas tentang penulis ataupun masa penulisan kitab-kitab dalam kitab Deuterokanonika (Disarikan dari sumber: A Catholic Commentary on Holy Scripture, Dom Orchard, OSB)

a. Kitab Tobit:

Kitab Tobit adalah kitab historis antara Nehemia dan sebelum Yudit. Kitab ini ditulis sekitar abad ke-2 sebelum Masehi (sekitar 170-250 BC) setelah zaman Assyrian. Kemungkinan ditulis dalam bahasa Aram.
Jika kita berpegang kepada Tob 12:20, maka penyusun kitab ini adalah Tobit dan Tobias, yang arti namanya mempunyai kemiripan; yaitu “Yahweh adalah kebaikanku”, atau “Kebaikanku adalah Yahweh.” Dari kedua orang inilah kisah di kitab Tobit dituliskan, kemudian diturunkan secara lisan dan dituliskan atas inspirasi Roh Kudus oleh penulis aktual Kitab tersebut. Namun kita tidak mengetahui nama dari penulis aktual kitab Tobit ini.

b. Kitab Yudit:

Kitab Yudit ditulis dalam bahasa Ibrani, oleh seorang Yahudi Palestina. Kitab Yudit mengisahkan keadaan bangsa Israel di zaman kejayaan Assyrian di kawasan Timur. Namun dari gaya bahasa yang dipergunakan, diketahui bahwa kitab Yudit ini ditulis dalam era yang kemudian dari masa kejadian-kejadian yang tertulis di Kitab tersebut, sebab disebutkan tentang kematian Yudit dan keturunan Akhior (Yud 14:6; 16:30).

c. Kitab Kebijaksanaan Salomo:

Menurut St. Hieronimus dan St. Agustinus ini (lih. City of God, XVII. 20,1), kitab ini aslinya ditulis dalam bahasa Yunani, sehingga walaupun ditulis dengan mengambil nama Salomo sebagai judulnya dan mengacu kepada kisah Salomo (lih. Keb 9:7-8,12), namun kitab ini tidak ditulis sendiri oleh Raja Salomo. Dari gaya bahasanya, dapat disimpulkan kitab ini ditulis oleh seorang Yahudi Aleksandria. Masa penulisan kitab ini adalah di awal abad 2 sebelum Masehi.

d. Kitab Sirakh:

Kitab ini terletak antara kitab Kebijaksanaan Salomo dan Kitab Yesaya. Menurut bukti dari teks Ibrani, awal kitab tersebut berjudul kitab Kebijaksanaan- Bin Sirakh. Dari teks Sir 50:27, diketahui bahwa penulisnya adalah Yesus bin Sirakh bin Eleazar. Ia hidup di awal abad ke-2 sebelum Masehi; kemungkinan sekitar tahun 180. Ia menulis sebelum masa Raja Antiokhus IV Epifanes dan revolusi Makabe.

e. Kitab Barukh:

Kitab ini berhubungan erat dengan kitab Yeremia. Di banyak Kitab Suci, kitab ini ditempatkan setelah Kitab Yeremia, sebelum kitab Yehezkiel. Kitab ini disusun oleh Barukh (artinya: “terberkati”), bin Neria bin Mahseya (Yer 32:12), dari keluarga terhormat. Saudaranya, Seraya bin Neria bin Mahseya, bekerja sebagai pejabat raja Zedekia (Yer 51:59). Barukh adalah sekretaris Nabi Yeremia (604 BC) (lih. Yer 36:4). Ia membantu Nabi Yeremia membeli sebidang ladang di Anathoth (Yer 32:12-). Barukh adalah seorang yang berkarakter kuat (lih.Yer 43:3) tetapi nampaknya tidak sekuat gurunya Nabi Yeremia, terhadap penderitaan akibat kejatuhan Yerusalem (Yer 45:3).

f & g. Kitab 1 dan 2 Makabe:

Menurut sejarah, Kitab Yudas Makabe mulai ditulis setelah kematian Simon Makabe (saudara kandung Yudas Makabe) pada tahun 134 BC, atau setelah kematian pengganti Simon Makabe, yaitu Yohanes Hyrkanus pada tahun 104 BC. Hal ini didasari bahwa kitab Makabe menceriterakan hal-hal yang baik tentang bangsa Romawi (lihat 1 Mak 8:1-32 yang membicarakan persahabatan Yudas Makabe dengan orang-orang Roma), sehingga diperkirakan kitab Makabe selesai ditulis sebelum tahun 63 BC, yaitu sebelum Pompey the Great, seorang pemimpin militer Romawi menimbulkan kemarahan bangsa Yahudi karena ia  menaklukkan Yerusalem dengan mengobrak-abrik Bait Allah dan memasuki ruangan Maha Kudus yang sesungguhnya hanya dapat dimasuki oleh imam agung. Dengan demikian, kitab Makabe diperkirakan selesai di pertengahan abad ke-2 sebelum Masehi, mengingat bahwa Kitab ini sudah termasuk dalam Septuaginta (terjemahan kitab-kitab PL dalam bahasa Yunani) yang disusun antara abad 3 sampai 2 sebelum Masehi. Para ahli sejarah memandang tidak masuk akal jika kitab ini ditulis sesudahnya, karena jika demikian, bangsa Roma pasti akan digambarkan sebagai musuh bangsa Yahudi dan bukannya sahabat, seperti yang tertulis dalam 1 Mak 8:1-16. Kitab 2 Makabe diperkirakan ditulis antara 124 BC sampai sekitar 25 tahun sebelum kitab 1 Makabe.

Baik kitab 1 Makabe maupun 2 Makabe ditulis oleh  kedua pengarang yang berbeda, yang tak dikenal namanya, namun dari tulisan tersebut diketahui bahwa pengarangnya adalah seorang Yahudi Palestina, yang sangat paham dengan keadaan geografi dan budaya Yahudi di abad ke-2/ 3 sebelum Masehi. Kitab ini yang sampai kepada kita ditulis dalam bahasa Yunani, namun aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani, dan teks Ibrani kitab ini masih dikenal oleh Origen (abad 2) dan St. Jerome (abad 4), namun hanya terjemahan Yunani-nya saja yang ’survive’. Hal ini tidak mengherankan, karena di abad-abad pertama terjadi banyak pergolakan yang menekan bangsa Yahudi, sehingga mereka terpencar ke negara tetangga dan seluruh dunia. Oleh karena itu, kitab suci mereka juga kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa asing tempat di mana orang-orang Yahudi bermukim.

h. Tambahan Kitab Esther

Teks Ibrani dari Kitab Esther ditulis sekitar tahun 400 BC. Tambahan dalam bahasa Yunani dalam bentuk finalnya berasal dari zaman setelah kitab Makabe sekitar tahun 125 BC. Nama penulisnya tidak diketahui.

Banyak Bapa Gereja yang mengakui keseluruhan kitab Esther sebagai Kitab Suci, seperti yang kita ketahui dari tulisan St. Klemens dari Roma (abad ke- 1, 1 ad Cor, ch. 55, PG I, 32), St. Klemens dari Aleksandria, (abad ke- 2, Strom. 4, 19, PG 8, 1328 f.) dan Origen (abad ke-3, De Oratione, 14, PG 11, 452; Hom. 27 in Num., PG 12, 780), yang memasukkan perikop versi Yunani (yang tidak termasuk dalam kanon Ibrani).

i. Tambahan Kitab Daniel

Kitab ini ditulis mengisahkan pembuangan bangsa Israel di Babilon, 587-537 BC.  Tradisi Katolik mengakui bahwa Daniel adalah pengarang asli kitab ini. Namun sejumlah ahli Kitab Suci beranggapan akan adanya kemungkinan dua tahap penyusunan kitab ini. Sebagian besar kitab ditulis di sekitar abad ke-6 BC dalam bahasa Ibrani, yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Aram di zaman Palestina, namun redaksi akhir diselesaikan di sekitar abad ke-3 sebelum Masehi di zaman Makabe. Versi Yunani dari kitab Daniel dan kitab suci Vulgata memiliki bagian yang tidak terdapat dalam teks Ibrani-Aram. Bagian ini adalah: doa Azaria (3:24-45); lagu ketiga anak-anak (3:46-90); kisah Susana (bab 13); kisah Bel dan Naga (bab 14). Secara umum, para ahli Kitab Suci Katolik beranggapan bahwa bagian-bagian ini aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani-Aram, pada zaman Daniel. Kemudian semua kitab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani. Sementara pada suatu saat, ketika redaksi kitab itu dibuat, bagian-bagian asli ini hilang, atau karena alasan lain, tidak sampai kepada pihak redaksi. Karena itu, diperoleh versi kitab Daniel yang lebih ringkas. Namun para penerjemah Yunani memperoleh teks yang lebih lengkap sehingga  dalam versi Yunani diperoleh keseluruhan isi kitab Daniel, yang tidak perlu diragukan lagi kanonisitasnya.

Tulisan St. Yustinus Martir tentang Ekaristi

6

St. Yustinus Martir adalah seorang Bapa Gereja di abad awal yang menulis tentang pengajaran iman Kristiani. Ia adalah seorang filsuf Kristen dan seorang apologist, kelahiran Flavia Neapolis yang wafat 165 AD sebagai martir di Roma. Tidak dikatakan siapakah gurunya, namun karena dikatakan bahwa setelah pertobatannya menjadi Kristen ia mengajar di Efesus sampai tahun 135, maka diperkirakan ia mempelajari tentang iman Kristen di sana, kemungkinan dari para murid Rasul Yohanes yang hidup di Efesus. Buku St. Yustinus yang terkenal antara lain adalah First Apology, yang di dalamnya memuat ajaran tentang Ekaristi dan liturgi. Dalam bab 61-67 St. Yustinus menuliskan secara ringkas tentang tata cara penyembahan Kristiani. Ia memulai dengan liturgi Baptisan yang disebutnya dengan “Penerangan” (illumination). Pada bab 65-66, ia menuliskan tentang Ekaristi demikian:

Tetapi kami, setelah kami membaptisnya, yaitu ia yang telah menjadi percaya dan taat kepada ajaran kami, kami membawanya ke tempat dimana mereka yang disebut jemaat dikumpulkan, supaya kami bersama dapat mempersembahkan doa- doa khusuk untuk kami maupun untuk mereka yang dibaptis, dan semua orang di mana- mana, supaya kami dianggap layak; sekarang bahwa kami telah belajar tentang kebenaran, dengan perbuatan- perbuatan kami menjadi para warga yang baik dan pelaksana perintah- perintah Tuhan, supaya kami dapat diselamatkan dengan keselamatan kekal. Setelah doa- doa tersebut selesai, kami menghormati satu dengan yang lainnya… Lalu, dibawalah kepada pemimpin jemaat, roti dan piala anggur yang dicampur dengan air; dan ia mengambil itu, memberi pujian dan kemuliaan kepada Bapa alam semesta, melalui nama Allah Putera dan Roh Kudus, dan mempersembahkan ucapan syukur yang cukup panjang karena kami dianggap layak untuk menerima semua ini dari tangan-Nya. Dan ketika ia [pemimpin jemaat] telah selesai dengan doa dan ucapan syukur, semua orang yang hadir mengucapkan persetujuan mereka dengan mengatakan, Amin. Perkataan Amin adalah jawaban di dalam bahasa Ibrani yang artinya, “terjadilah demikian”. Dan ketika pemimpin telah mengucapkan terima kasih, dan semua orang telah menyatakan persetujuan mereka, mereka yang kami panggil “diakon” memberikan kepada semua yang hadir untuk dapat mengambil bagian roti dan anggur yang dicampur dengan air….

Dan makanan ini kami kenal dengan sebutan Ekaristi, dan tak seorangpun boleh mengambil bagian di dalamnya, selain ia yang percaya bahwa hal- hal yang kami ajarkan adalah benar dan ia yang telah dibaptis untuk penghapusan dosa- dosa, dan untuk kelahiran kembali, dan ia yang hidup sesuai dengan ajaran Kristus. Sebab bukanlah seperti roti dan minuman biasalah yang kami terima, tetapi, seperti Yesus Kristus Penyelamat kita, yang telah menjelma menjadi daging oleh Sabda Allah, mempunyai daging dan darah untuk penyelamatan kita, demikianlah juga, kami diajarkan bahwa makanan yang telah diberkati oleh doa dari Sabda-Nya dan daripada perubahannya (transmutation) tubuh dan darah kita dikuatkan, adalah daging/tubuh dan darah Yesus yang telah menjelma menjadi daging. Sebab para rasul, dalam ajaran-ajaran Yesus yang mereka susun yang disebut Injil, telah menurunkan kepada kita apa yang telah diajarkan kepada mereka; yaitu bahwa Yesus mengambil roti, dan ketika Ia telah mengucap syukur, berkata, “Lakukanlah ini sebagai peringatan akan Daku, inilah Tubuh-Ku: Dan lalu dengan cara yang sama, setelah mengambil piala dan mengucap syukur, Ia berkata, “Inilah Darah-Ku”, dan memberikannya kepada mereka….

Lalu St. Yustinus menyimpulkan tentang tata cara penyembahan Kristiani dengan menyebutkan secara khusus tentang pengudusan hari Minggu sebagai Hari Tuhan dengan Misa Kudus (bab 67):

Dan pada hari yang disebut Minggu, semua yang hidup di kota maupun di desa berkumpul bersama di satu tempat, dan ajaran-ajaran para rasul atau tulisan- tulisan dari para nabi dibacakan, sepanjang waktu mengijinkan; lalu ketika pembaca telah berhenti, pemimpin ibadah mengucapkan kata- kata pengajaran dan mendorong agar dilakukannya hal- hal yang baik tersebut. Lalu kami semua berdiri dan berdoa, dan seperti dikatakan sebelumnya, ketika doa selesai, roti dan anggur dan air dibawa, dan pemimpin selanjutnya mempersembahkan doa- doa dan ucapan syukur… dan umat menyetujuinya, dengan mengatakan Amin, dan lalu diadakan pembagian kepada masing- masing umat, dan partisipasi atas apa yang tadi telah diberkati, dan kepada mereka yang tidak hadir, bagiannya akan diberikan oleh diakon. Dan mereka yang mampu dan berkehendak, memberikan (persembahan) yang dianggap layak menurut kemampuan mereka, dan apa yang dikumpulkan oleh pemimpin, ditujukan untuk menolong para yatim piatu dan para janda dan mereka yang, karena sakit maupun sebab lainnya, hidup berkekurangan, dan mereka yang ada dalam penjara dan orang asing di antara kami, pendeknya, ia (pemimpin) mengatur [pertolongan bagi] semua yang berkekurangan. Tetapi hari Minggu adalah hari di mana kami mengadakan ibadah bersama, sebab hari itu adalah hari yang pertama, yaitu pada saat Tuhan, setelah mengadakan pengubahan dalam kegelapan dan matter, telah menciptakan dunia; dan Yesus Kristus Penyelamat kita pada hari yang sama telah bangkit dari mati. Sebab Ia telah disalibkan pada hari sebelum hari Saturnus (Sabtu); dan pada hari setelah hari Saturnus, yaitu hari Minggu, setelah menampakkan diri kepada para rasul dan murid-Nya, Ia mengajarkan kepada mereka hal- hal ini…..”

Maka kita mengetahui St. Yustinus di awal abad ke- 2 sudah mengajarkan tata perayaan Ekaristi seperti yang diadakan oleh Gereja Katolik sekarang ini, walaupun memang dalam tulisannya tidak disebutkan teks ibadahnya ataupun lagu- lagunya secara rinci. Namun dalam tulisannya ini sudah tertulis adanya pembagian liturgi Sabda, dimana dibacakan ajaran para nabi dan para rasul dan liturgi Ekaristi. Sedangkan teks liturginya sendiri mengalami masa perkembangan sampai terjadi teks yang baku seperti sekarang ini, namun teks ini tidak menyalahi apa yang sudah diajarkan oleh para Bapa Gereja sejak abad- abad awal. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa cara ibadah yang dilakukan oleh Gereja Katolik sekarang ini memang berasal dari jaman para rasul dan jemaat perdana. Berbahagialah kita yang tetap dengan teguh berpegang kepada cara ibadah ini seperti yang dikehendaki oleh Yesus sendiri, dan yang telah diturunkan dengan setia oleh para rasul dan para penerus mereka.

Tentang Kitab Kidung Agung

1

Ada banyak umat Katolik sering bingung dalam menafsirkan kitab Kidung Agung. Komentar dalam buku A Catholic Commentary on Holy Scripture, gen ed. Dom B. Orchard, O.S.B. p. 496- 498 tentang kitab Kidung Agung dapat membantu kita untuk lebih mengerti kitab yang begitu puitis dan penuh makna.

Kitab Kidung Agung selalu dikenali sebagai kitab yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, sehingga termasuk dalam kanon Kitab Suci. Kitab ini termasuk dalam Kitab-kitab puitis.

Kitab ini berisi kidung kasih antara dua orang gembala muda, yang saling memuja keelokan satu sama lain dan keinginan mereka untuk kesatuan yang tidak terceraikan.

Kitab ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, sebagai berikut:

1. 1:1- 2:7; Mempelai perempuan merindukan kekasihnya. Kedua mempelai saling memuja, saling bertemu.

2. 2:8-3:5; Mempelai perempuan diundang ke padang rumput, di sore hari mereka kembali ke rumah; mempelai perempuan gelisah sampai ia bertemu lagi dengan mempelai laki-laki.

3. 3:6-5:1; Kemegahan pawai kerajaan; mempelai laki-laki terpesona akan ke-elokan mempelai perempuan-nya dan ia bersuka cita karenanya.

4. 5:2- 6:2; Ketika mempelai perempuan itu berada di tempat tidur, mempelai laki-laki datang tanpa diduga; namun kemudian sang mempelai laki-laki menghilang; mempelai perempuan itu keluar untuk mencarinya; penjabaran tentang mempelai laki-laki; suka cita atas persatuan mereka.

5. 6:3- 8:4; Kekaguman mempelai laki-laki atas kecantikan mempelai perempuannya; keduanya saling memuji; mempelai perempuan menyatakan keterikatannya yang tak tergoyahkan terhadap mempelai laki-laki.

6. 8:5-7; Kedua kekasih itu bersatu tak terpisahkan

7. 8:8-14; Penutup.

Interpretasi Kitab Kidung Agung:
Pandangan dari para penafsir Alkitab non-Katolik adalah menafsirkan kitab ini sebagai puisi erotik, untuk meninggikan keutamaan monogami dan kesetiaan perkawinan. Namun para Bapa Gereja begitu yakin akan makna spiritual dari kitab ini sehingga mereka tidak mementingkan arti literalnya. Bukti yang mereka gunakan adalah adanya banyak ayat-ayat dalam PL yang menggambarkan hubungan Allah dan bangsa Israel sebagai hubungan suami dengan istri. Allah telah memilih Israel sebagai Pasangan-Nya, mendandaninya dengan emas dan perak, pakaian yang indah dan membuatnya terkenal di antara bangsa-bangsa (Yeh 16:3-14; lih. Yes 54:6 dst; 62:4-dst; Yer 2:2, Hos 2:19).

Terdapat beberapa jenis cara menginterpretasikan ayat- ayat Alkitab, dan jika dikaitkan dengan kitab Kidung Agung ini, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Typical Interpretation: jika ingin menginterpretasikan secara literal; namun kelihatannya ini tidak ada basisnya.  Karena tipe ini menghubungkan teks dengan fakta sejarah/ orang tertentu. Kebanyakan kejadian ini dikaitkan dengan perkawinan Raja Salomo dengan anak Pharaoh (1 Raj 3:1). Namun ini tidak berdasar, sebab tidak mungkin perkawinan Salomo, raja yang poligami dapat menjadi gambaran akan ikatan persatuan Allah dengan bangsa Israel yang sifatnya monogami.

Maka para ahli Alkitab menyimpulkan bahwa yang dimaksudkan oleh pengarang kitab ini adalah untuk mengajarkan kasih dan kekudusan perkawinan seperti yang di-institusikan oleh Tuhan. Oleh Tuhan, persatuan perkawinan ini dijadikan lambang persatuan Kristus dengan Gereja-Nya dan akan besarnya kasih-Nya kepada Gereja.

2. Parabolic interpretation: Kitab ini menjabarkan dengan literal kasih di antara kedua gembala dengan pandangan untuk menggambarkan kasih Tuhan kepada manusia. Maka artinya harus dilihat dalam keseluruhan kitab, dan bukannya pada detail- detail tertentu; sebab detail itu hanya bertujuan untuk membuat gambaran menjadi lebih aktual.

3. Allegorical interpretation: Para Bapa Gereja menggunakan cara interpretasi allegoris untuk menjelaskan tentang ‘perkawinan’/ persatuan antara Kristus dan Gereja-Nya. Beberapa elemen allegoris dapat dilihat di sini misalnya dengan menggambarkan Allah sebagai gembala. Gambaran Allah sebagai gembala adalah metafor yang umum di Perjanjian Lama (lih. 23:1; 80:1; Yer 31:10; Yeh 34:11, 19; Zak 11:17).

4. Parabolic-allegorical interpretation: Campuran antara cara no 2 dan 3. Interpretasi ini menganggap kitab Kidung Agung sebagai kitab perumpamaan yang menempatkan kejadian imajiner dan kejadian nyata secara berdampingan. Maka detail-detail yang ada dapat dianggap sebagai hiasan literal yang tidak mempunyai nilai/fakta sejarah.

Walaupun cara interpretasi parabolik-allegoris (no.4) ini kelihatan lebih sesuai daripada tipologi (no.1) namun tak bisa dipungkiri bahwa kitab ini mengajarkan pelajaran moral tentang kesucian perkawinan yang kemudian diangkat oleh Yesus ke tingkat sakramen.

Maka para ahli Alkitab (Nichloas de Lyra, Jouon dan Ricciotti) cenderung menggunakan cara allegoris untuk menginterpretasikan kitab ini, yaitu untuk menggambarkan hubungan antara Tuhan (Yahwe) dengan umat-Nya Israel. Sedangkan para penafsir yang lain seperti pada jaman Hyppolytus sampai sekarang, menafsirkan bahwa kitab ini merupakan allegori dari persatuan antara Kristus dengan Gereja-Nya. Dasar dari interpretasi ini adalah banyaknya pengajaran di Perjanjian Baru yang menyebabkan dasar pondasi Gereja sebagai  sebuah perjamuan kawin (Mat 22:1-4), di mana Kristus adalah Mempelai laki-laki dan Gereja adalah mempelai perempuan (Mat 9:15; juga Yoh 3:29; 2 Kor 11:2; Ef 5:23-32; Why 21:9).

Interpretasi tersebut merupakan perkembangan dari pengertian Yahudi [tentang hubungan Allah dan bangsa Israel sebagai bangsa pilihan]. Sebab dalam rencana keselamatan Allah, pemilihan Israel sebagai bangsa pilihan merupakan persiapan bagi pendirian Gereja oleh Kristus. Maka pemilihan bangsa Israel dan pendirian Gereja selayaknya tidak dilihat sebagai dua realitas yang terpisah, tetapi sebagai dua tahapan yang saling berkaitan dalam karya keselamatan Allah. Kasil Allah kepada bangsa Israel menjadi gambaran akan kasih Kristus kepada Gereja-Nya.

Mengenai interpretasi Yahudi memang kita melihat bahwa dalam kitab-kitab nubuatan dimana hubungan Allah dan bangsa Israel digambarkan sebagai hubungan suami dan istri, walaupun ada kitab yang menggambarkan Allah sebagai Bapa dan Israel sebagai anak-Nya yang sulung (Kel 4:22- dst). Dalam penggambaran suami dan istri ini, Allah digambarkan sebagai suami yang setia dan Israel sebagai istri yang tidak setia (lih. Yes 50:1; Yer 3:8; Yeh 16:1-58, Hos 2).  Israel  tidak setia, bahkan sejak hari pertama perkawinan (Yeh 16:15; Hos 9:10). Ketidaksetiaan bangsa Israel ini terlihat dari sejak hari perjanjian antara Allah dan Israel di gunung Sinai sampai Israel kembali dari masa pembuangan. Namun hal ketidaksetiaan dan masa pembuangan ini tidak berlangsung selamanya. Allah kemudian memulihkan bangsa Israel dan kembali bersatu dengannya. Pernyataan kembali bangsa Israel oleh Allah ini telah dinubuatkan oleh para nabi (Yes 49:14; 54:6 dst; Yeh 16:59-63; Hos 2:19). Ini adalah rekonsiliasi antara Allah dan bangsa Israel, yang menjadi topik dalam kitab Kidung Agung.

Selanjutnya dari interpretasi allegoris, kita dapat menginterpretasikan persatuan ini sebagai persatuan antara Kristus (Mempelai laki-laki) dengan jiwa orang beriman (mempelai perempuan). Interpretasi ini diajarkan oleh Origen, dan diteruskan oleh St. Bernardus di abad pertengahan, yang menghubungkannya dengan interpretasi Mariologis. Bunda Maria tidak saja adalah anggota Gereja yang tersuci namun ia juga yang memungkinkan tercapainya persatuan mistik antara Putera Allah dengan manusia.

Kitab Kidung Agung diperkirakan dituliskan sekitar abad 8 sebelum Masehi (sesudah abad ke-8 BC). Jika topik yang dibicarakan dalam kitab ini adalah rekonsiliasi antara Allah dengan bangsa Israel, maka diperkirakan kitab ini disusun pada akhir masa pembuangan (Exile) atau sesudahnya, yaitu sekitar masa kerajaan Persia. Ini juga terlihat dari karakter anthologis dari puisi yang digunakan.

Pandangan ajaran iman Katolik mengenai pendidikan

1

Ajaran Gereja Katolik menyangkut soal iman, termasuk pendidikan iman dan moral; namun bukan pendidikan ilmu pengetahuan/ sains.  Iman Katolik tidak mengajarkan secara langsung tentang hal ilmu pendidikan sains seperti matematika, fisika, biologi, dst; walaupun logika dan common sense  yang berkaitan dengan keadilan, secara prinsip diajarkan dalam iman Katolik; dan bahwa iman dan akal budi (yang dibentuk oleh pendidikan) keduanya sama- sama menghantar seseorang kepada kebenaran.

Prinsip berikutnya adalah, pendidikan iman berdasarkan Sabda Tuhan itu derajatnya lebih tinggi, mengingat iman adalah sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan kekal; sedangkan sains lebih menyangkut kepada kehidupan di dunia ini. Sebagaimana tercantum dalam 2Tim 3:16, “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” Tentang pendidikan iman anak inilah tugas utama dari para orang tua, “Barangsiapa mendidik anaknya dengan tertib akan beruntung karenanya, dan di kalangan para kenalan boleh membanggakannya.” (Sir 30:2)

Tentang pendidikan iman, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

KGK 1653  Kesuburan cinta kasih suami isteri terlihat juga di dalam buah-buah kehidupan moral, rohani, dan adikodrati, yang orang-tua lanjutkan kepada anak-anaknya melalui pendidikan. Orang-tua adalah pendidik yang pertama dan terpenting. (Bdk Gravissimum Educationis, 3) Dalam arti ini, maka tugas mendasar dari perkawinan dan keluarga terletak dalam pengabdian kehidupan. (Bdk. Familiaris Consortio, 28)

KGK 1784 Pembentukan hati nurani adalah suatu tugas seumur hidup. Sudah sejak tahun-tahun pertama ia membimbing seorang anak untuk mengerti dan menghayati hukum batin yang ditangkap oleh hati nurani. Satu pendidikan yang bijaksana mendorong menuju sikap yang berorientasi pada kebajikan. Ia memberi perlindungan terhadap dan membebaskan dari perasaan takut, dari ingat diri dan kesombongan, dari perasaan bersalah yang palsu, dan rasa puas dengan diri sendiri, yang semuanya dapat timbul oleh kelemahan dan kesalahan manusia. Pembentukan hati nurani menjamin kebebasan dan mengantar menuju kedamaian hati.

KGK 2206 Hubungan keluarga menghasilkan satu kedekatan timbal balik menyangkut perasaan, kecenderungan, dan minat, terutama kalau anggota-anggotanya saling menghormati. Keluarga adalah satu persekutuan dengan kelebihan-kelebihan khusus: ia dipanggil untuk mewujudkan “komunikasi hati penuh kebaikan, kesepakatan suami isteri, dan kerja sama orang-tua yang tekun dalam pendidikan anak-anak” (Gaudium et Spes  52,1).

KGK 2526 Yang dinamakan permisivitas moral adalah pandangan yang berdasar atas anggapan keliru mengenai kebebasan manusia. Perkembangan kebebasan membutuhkan pendidikan melalui hukum kesusilaan. Dari para pendidik, dituntut bahwa mereka menyampaikan kepada kaum muda satu pelajaran yang menghormati kebenaran, sifat-sifat hati, dan martabat manusia yang bersifat susila dan rohani.

Sedangkan pengajaran dari Kitab Hukum Kanonik dalam Gereja Katolik mengenai pendidikan adalah sebagai berikut:

KHK 795      Karena pendidikan yang sejati harus meliputi pembentukan pribadi manusia seutuhnya, yang memperhatikan tujuan akhir dari manusia dan sekaligus pula kesejahteraan umum dari masyarakat, maka anak-anak dan kaum muda hendaknya dibina sedemikian sehingga dapat mengembangkan bakat-bakat fisik, moral, dan intelektual mereka secara harmonis, agar mereka memperoleh rasa tanggungjawab yang lebih sempurna dan dapat menggunakan kebebasan mereka dengan benar, dan terbina pula untuk berperan-serta secara aktif dalam kehidupan sosial.

KHK 796 § 1     Di antara sarana-sarana penyelenggaraan pendidikan, hendaknya umat beriman kristiani menjunjung tinggi sekolah-sekolah yang sangat membantu para orangtua dalam memenuhi tugas mendidik.

KHK 1136      Orangtua mempunyai kewajiban sangat berat dan hak primer untuk sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial dan kultural, maupun moral dan religius.

KHK 1154     Bila terjadi perpisahan suami-istri, haruslah selalu diperhatikan dengan baik sustentasi dan pendidikan yang semestinya bagi anak-anak.

Dalam surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Fides et Ratio, di bagian pembukaannya beliau menulis: “Faith and reason are like two wings on which the human spirit rises to the contemplation of truth….”  (Iman dan akal budi adalah seperti dua sayap yang atasnya roh manusia naik kepada kontemplasi kebenaran….)

(oleh: Caecilia Triastuti dan Ingrid Listiati – katolisitas.org)

Catatan :

GE : Gravissimum Educationis  (dokumen Konsili Vatikan II tentang “Pernyataan Pendidikan Kristen”)
FC: Familiaris Consortio (anjuran Apostolik tentang Peranan keluarga Kristiani dalam dunia modern)
GE : Gaudium et Spes (dokumen Konsili Vatikan II tentang “Konstitusi Pastoral Gereja di dunia dewasa ini”)

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab