Home Blog Page 170

Kesedihan cinta yang memberi hidup

1

“Tak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabat-Nya” (Yoh 15:13).

Di dunia ini pasti tidak ada orang yang tidak pernah bersedih. Bermacam-macam penyebabnya. Kadang kesedihan begitu mencengkeram jiwa sehingga manusia tidak lagi mempunyai harapan dan bahkan ingin hidup ini berakhir saja. Dari sekian banyak kesedihan, kesedihan karena cinta mungkin merupakan jenis kesedihan yang paling banyak dan paling dalam yang dialami oleh manusia, karena manusia senantiasa ingin dicintai dan ingin mencurahkan cinta. Cinta adalah denyut nadi kehidupan. Cinta adalah hakekat kehidupan, asal mula kehidupan yang ditiupkan Allah di bumi ini. Manusia ada karena cinta Allah yang menciptakannya. Dan manusia dapat kembali kepada Penciptanya juga karena cinta-Nya. Kesedihan karena cinta yang dialami manusia bukan hanya terjadi karena penolakan atau karena kurangnya cinta, tetapi juga karena merasa mengalami cinta yang begitu besar sehingga kerinduan dan perasaan dicintai itu membuat air mata keharuan mengalir deras, menyentuh jiwa yang terdalam, bahkan tidak jarang melahirkan transformasi dalam hidup manusia sehingga lahir karya-karya besar yang merupakan buah-buah mencintai dan dicintai.

Tujuh sabda Kristus yang terakhir di kayu salib menggambarkan betapa hati-Nya yang terluka dalam kesakitan badan dan jiwa yang tak terperi itu hanya dipenuhi oleh cinta dan cinta semata, baik kepada Bapa maupun kepada manusia. Dalam kesendirian yang begitu mencekam dan kehinaan yang paling dalam yang mungkin terjadi pada seorang manusia, hati Yesus begitu penuh dengan pengampunan dan kerinduan akan keselamatan jiwa-jiwa manusia yang dikasihiNya tanpa batas. Saat-saat merenungkan ketujuh sabda kudus itu, kemudian saat-saat pembacaan Passio (kisah sengsara Tuhan), dan saat-saat Konsekrasi di mana roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah-Nya yang nyata supaya bisa selalu bersama kita, adalah saat-saat yang sering menyentuh kerinduan cinta yang terdalam di hati saya. Betapa dalam Tuhan mencintai saya dan Anda. Pada saat-saat itu, seringkali air mata mengalir tanpa dapat dibendung. Kalau ada pepatah bahwa cinta itu buta, demikianlah saya merasakan bahwa Cinta Kristus kepada manusia itu ‘buta’. Karena Ia adalah sumber cinta dan Sang Cinta itu sendiri, maka cinta Yesus adalah cinta tulus yang selalu penuh pengertian, tidak menghakimi, penuh kesabaran, selalu mengampuni, selalu mengerti, selalu membebaskan, selalu menerima apa adanya. Maka betapapun kelamnya dosa dan kesalahan yang sudah dibuat manusia, betapapun gagalnya seorang manusia itu dianggap oleh dunia, betapapun rusaknya citra diri manusia itu di mata lingkungannya bahkan di mata diri manusia itu sendiri akibat dosa, Yesus hanya melihat tidak lain dari kebaikan, kemungkinan akan perubahan, dan harapan yang indah.

Karena cinta-Nya yang selalu mampu melihat kebaikan dan harapan itu, maka sekalipun di dalam diri seorang pendosa yang menurut kacamata manusia sudah tidak ada harapan lagi, termasuk diri saya sendiri, termasuk Zakeus (Luk 19 :1-10), termasuk Lewi si pemungut cukai (Luk 5 : 27-32), Yesus selalu hanya menawarkan pengampunan dan cinta, tak ada yang lain. Maka Maria Magdalena menangis dengan sedih di depan kubur Yesus yang kosong. Tak ada cinta yang begitu besar yang pernah diterimanya dari manusia di dalam hidupnya, seperti cinta Yesus kepadanya. Sebagai seorang pelacur yang harga dirinya sudah tidak ada, dianggap sampah masyarakat, dan nyaris dilempari batu saat kedapatan berzinah, ia mengalami bahwa Yesus yang kepadaNya ia dibawa, hanya mengatakan, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang“ (Yoh 8: 11b). Ia kembali mengalami cinta Yesus yang menyembuhkan, saat dilepaskan dari tujuh kekuatan jahat yang membelenggunya (Luk 8 : 2). Begitulah kekuatan dosa mengancurkan manusia. Ketika orang lain sudah menganggap seseorang tidak ada harganya lagi, sebegitu rupa bahkan sampai diri sendiri pun sudah tidak bisa lagi menghargai diri, Tuhan masih selalu bisa melihat secercah harapan dan kebaikan, kemungkinan kehidupan dan perubahan. Harga diri yang sudah hancur dipulihkan oleh cinta kasih pengampunan Kristus sehingga Maria Magdalena dan kita semua, menjadi manusia baru yang penuh semangat cinta, pertobatan, dan buah-buah kehidupan yang baru. Saya membayangkan betapa dalam kesedihan cinta seorang Maria Magdalena mendapati kubur Orang yang telah memberinya arti hidup yang baru itu kosong. Tetapi kesedihannya tidak lama, karena Yesus segera mendapatkannya lagi dengan suatu pesan yang dahsyat, bahwa kekuatan cinta tidak untuk dihalangi dengan apapun juga, termasuk maut.

Kesedihan cinta juga dialami oleh Petrus ketika ayam berkokok sesaat setelah penyangkalannya yang ketiga bahwa ia mengenal Yesus. Saya membayangkan bahwa sebelum Petrus berlalu dengan perasaan galau, tak berharga, sedih dan malu, mata hatinya bersitatap dengan pandangan mata Yesus, dan di sana, Petrus tidak menemukan sedikitpun pandangan mata menuduh, pun sedikitpun tiada pesan semacam, “Nah, kan… apa kubilang…”. Tidak sama sekali. Pandangan Tuhan kepada Petrus hanya pandangan cinta dengan satu pesan,”Aku tetap, dan akan selalu, mengasihimu”. Lalu Petrus pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya (Luk 22 : 62). Hancurnya hati Petrus mungkin juga sering kita rasakan manakala kita membiarkan kekuatan ego dan dosa membuat kita seolah-olah menjadi orang yang tidak mengenal Allah karena perbuatan tanpa kasih yang kita lakukan.

Demikianlah pandangan cinta itu terus menerus Tuhan Yesus nyatakan kepada Petrus setelah Ia bangkit dan kemudian mendirikan Gereja-Nya di atas Petrus, sang batu karang. Di dalam cinta-Nya selalu ada kemungkinan baru, harapan baru, buah-buah yang baru.

Kekuatan cinta membuat kemungkinan dan harapan tidak akan pernah mati. Maka Kristus tidak dapat dibendung oleh kematian. KebangkitanNya dari alam maut menunjukkan kepada manusia bahwa segala yang baik tidak dapat mati, dan tidak akan pernah mati. Cinta sejati dari Sang Penebus kepada manusia terlalu kuat untuk dihalangi oleh kematian.

Kalau Tuhan saja demikian, apalagi kita manusia berdosa. Semoga demikian juga cinta kita kepada sesama dan kepada Tuhan, tidak boleh ada apapun juga yang boleh menghalanginya, termasuk ego dan kesombongan kita, penghakiman-penghakiman kita, kedegilan hati kita, kekerasan hati kita, untuk tetap melihat kebaikan dan harapan pada diri sendiri, pada diri sesama, pada dunia. Yesus Kristus Tuhan kita sudah membuktikan bahwa kematian sekalipun tak akan pernah memadamkan cinta dan kebaikan. Tak ada apapun yang dapat menahan kekuatan cinta Tuhan. Cinta itu pulalah yang menghancurkan dominasi dosa dan maut yang mencengkeram manusia di atas bumi ini.

Jika saya berada di masa dan tempat di mana Yesus diadili dan disalibkan pada waktu itu, apa yang akan saya rasakan? Apa yang akan saya perbuat? Jika saya hanya menangis dengan pedih seperti wanita-wanita Yerusalem yang menangisi Yesus di jalan sengsara-Nya menuju Kalvari dan hanya berhenti sampai di situ saja, maka kesedihan cinta saya tidak akan membuahkan sesuatu yang besar. Namun bila kesedihan cinta itu disertai dengan sikap membuka diri terhadap karya Allah untuk mengubah saya, mempercayai Dia sepenuhnya, dan bertobat dengan sungguh-sungguh mengakui dengan rendah hati dosa-dosa saya, maka saya siap dibentuk dan dijadikan baru. Cinta yang berbalas memunculkan hidup yang baru dan membuka banyak kemungkinan. Cinta Tuhan kepada manusia yang dibalas dan ditanggapi dengan cinta pengorbanan tulus manusia bagi Tuhan dan sesama, membuat cinta itu berbuah dan memberi hidup. Bunda Teresa dari Kalkuta mengatakan, “Jika engkau mencintai begitu rupa sampai engkau terluka, maka tak akan ada lagi luka, melainkan hanya ada lebih banyak lagi cinta”. Semoga kebangkitan Kristus karena cinta menghasilkan buah-buah kasih yang nyata yang mengubah hidup saya dan sesama, sekalipun harganya adalah pengorbanan dan penyangkalan diri. Harga yang indah yang telah dibayar lunas oleh darah Kristus yang mahal di atas kayu salib. (Triastuti)

Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Rm 8: 38-39).

Penjelasan tentang 6 Hari Penciptaan

5

Pertama- tama, sesuai dengan prinsip ajaran St. Thomas Aquinas (Sent II d. 12 q. Ia.2), perlu diketahui bahwa kebenaran- kebenaran yang ditulis dalam Kitab Suci ditujukan untuk memberikan ajaran- ajaran religius dan moral, maka inspirasi Roh Kudus yang diberikan hanya berkaitan dengan kebenaran- kebenaran religius dan moral. Kitab Suci bukan merupakan buku ilmu pengetahuan/ science, sehingga tidak dapat dijadikan patokan untuk akurasi ilmu pengetahuan. Dengan demikian, maka Gereja tidak memberikan keputusan yang positif berkenaan dengan pertanyaan ilmiah, tetapi membatasi dirinya kepada menolak ajaran- ajaran yang sesat yang dapat membahayakan iman. Namun demikian perlu juga diketahui, karena penemuan ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang Iman supernatural (adikodrati) bersumber pada sumber yang sama, yaitu Tuhan, maka tidak mungkin ada kontradiksi antara penemuan- penemuan ilmu pengetahuan sekular dengan Sabda Tuhan yang dipahami dengan benar.

Keputusan Komisi Biblis (Biblical Commission, 30 Juni 1909) berkaitan dengan kisah Penciptaan, adalah sebagai berikut (sebagaimana dikutip dari Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p. 92-93):

a. Ketiga bab Kitab Kejadian mengandung kejadian- kejadian nyata, bukan mitos, bukan hanya alegoris atau simbol dari kebenaran- kebenaran religius, bukan legenda (D 2122).

b. Berkaitan dengan kebenaran-kebenaran itu, yang menyentuh dasar- dasar agama Kristiani, arti literal historis harus dipegang. Kebenaran faktanya adalah, penciptaan segala sesuatu oleh Tuhan pada awal mula waktu (in the beginning of time), dan penciptaan manusia secara istimewa (D 2123)

c. Tidaklah penting untuk memahami semua kata per kata dan kalimat dalam arti literal [tentang Penciptaan ini]. Perikop-perikop yang diinterpretasikan secara bervariasi oleh para Bapa Gereja dan para teolog, dapat diinterpretasikan sesuai dengan penilaian individu dengan catatan, bagaimanapun juga, bahwa ia menyerahkan penilaiannya kepada keputusan Gereja, dan kepada ketentuan-ketentuan Iman. (D 2124)

d. Karena Penulis suci tidak mempunyai maksud untuk menampilkan akurasi ilmiah tentang penentuan segala sesuatunya secara mendasar, dan urutan-urutan karya- karya penciptaan tetapi tentang penyampaian ilmu pengetahuan dengan cara umum yang sesuai dengan idiom dan dengan perkembangan pra-sains (pra-ilmu pengetahuan) di zamannya, maka tulisannya tidak untuk dijadikan atau diukur seolah hal itu dirancang di dalam bahasa yang secara ketat bersifat ilmiah. (D 2127)

e. Kata “hari” tidak untuk diartikan di dalam arti literal sebagai hari yang umum 24 jam, tetapi dapat juga diartikan dengan arti jangka waktu yang lebuh lama. (D 2128, lih. surat dari Sekretaris Komisi Biblis kepada Kardinal Suhard, 16 Jan 1948)

Melihat bahwa memang bagi Tuhan sehari sama seperti seribu tahun (lih. 2 Pet 3:8), maka tidaklah menjadi hal yang bertentangan antara penemuan ilmu pengetahuan tentang fosil-fosil yang ditemukan beribu tahun umurnya dengan kisah penciptaan yang disampaikan dalam Kitab Suci terjadi dalam 6 hari. Sebab kebenaran- kebenaran yang ingin disampaikan oleh Kitab Suci bukan terletak pada akurasi data ilmiah, tetapi kepada makna bahwa Allah menciptakan segala sesuatunya secara bertahap, dari ketiadaan menjadi ada, dan karya penciptaan-Nya mengarah kepada penciptaan manusia yang diciptakan secara istimewa, sesuai dengan gambaran-Nya.

 

 

 

 

Tentang bangsa Israel

20

Mengapa bangsa Israel mengklaim bahwa bangsanya adalah bangsa pilihan dan senantiasa disertai oleh Allah? Jika kita membaca Kitab Suci, kita akan mengetahui bahwa dalam melaksanakan rencana keselamatan manusia, memang Allah melakukannya secara bertahap. Mulai dari Adam dan Hawa, lalu dengan keturunan mereka, Nabi Nuh, dan sampai kepada Bapa Abraham yang kepadanya Allah Bapa berjanji akan menjadikan keturunannya berjumlah sebanyak bintang di langit (lih. Kej 15:5) dan oleh keturunannya maka segala bangsa akan diberkati (lih. Kej 22:18). Janji ini ditepati Allah, dan Allah memberikati keturunan Bapa Abraham dari Ishak, Yakub yang disebut Israel dengan keturunannya yang membentuk kedua belas suku Israel.

Dan ini berlanjut sampai ke jaman nabi Musa, dan selanjutnya sampai masa Perjanjian Baru. Allah memang menyertai bangsa Israel sebagai bangsa pilihan Allah; kita mengetahui bagaimana Allah memimpin bangsa Israel keluar dari penjajahan Mesir, memimpin mereka dari kejaran tentara Pharaoh melintasi Laut Merah yang terbelah, memberi makan mereka selama 40 tahun di padang gurun dengan manna; dan menghantar mereka memasuki Tanah Perjanjian yaitu tanah Kanaan. Penyertaan Allah inipun terus menyertai bangsa Israel, meskipun berkali- kali bangsa Israel tidak setia kepada-Nya. Jika ada saatnya Allah mengijinkan bangsa Israel mengalami kejatuhan di bawah bangsa- bangsa lain, adalah untuk memberikan pelajaran kepada bangsa Israel; agar mereka kembali kepada Tuhan. Keadaan jatuh bangun-nya bangsa Israel ini mengisi hampir secara keseluruhan kitab Perjanjian Lama, sejak jaman nabi Musa, hakim- hakim dan jaman kerajaan di Israel (Saul, Daud, Salomo, dst), perpecahan antara kerajaan Yehuda dan Israel, pembuangan ke Babilon, kembalinya ke Yerusalem, sisa Israel pada jaman Yudas Makabe, sampai akhirnya sampai ke jaman Perjanjian Baru.

Maka memang benar jika dikatakan bahwa Allah menyertai bangsa Israel dengan cara yang istimewa (lih. Ul 4:7; 2 Sam7:23). Jika kita melihat realita ini, ada beberapa point penting yang kita ketahui:

1. Rencana keselamatan Allah bagi umat manusia dilakukan secara bertahap dalam sejarah. Dalam hal ini kita melihat perlunya persiapan umat manusia (dalam PL) untuk menerima Kristus (dalam PB).

2. Rencana ini dilakukan menurut prinsip pengantaraan/ mediasi. Untuk menyelamatkan umat manusia, ia melakukannya dengan memilih terlebih dahulu suatu bangsa (yaitu Israel), agar melalui bangsa ini, seluruh bangsa diberkati. Dalam penjelmaan-Nya menjadi manusia, Yesuspun lahir sebagai seorang berkebangsaan Israel.

Maka, sudah menjadi rencana Allah untuk menentukan bangsa Israel menjadi pengantara agar seluruh dunia mengenal Kristus. Maka Israel sebagai bangsa pilihan (pada PL) ini merupakan pre-figurasi dari Gereja/ bangsa pilihan Allah yang baru (pada PB). Demikian pula sekarang, dunia mengenal Kristus melalui Gereja yang didirikan-Nya. Silakan membaca lebih lanjut tentang prinsip Gereja ini, di tanya jawab ini, silakan klik.

3. Bahwa karena kesetiaan Allah, maka Ia tidak akan meninggalkan bangsa pilihan-Nya, baik bangsa Israel maupun Gereja-Nya. Allah sendiri mengatakan dalam Rom 11:2, “Allah tidak menolak umat-Nya yang dipilih-Nya”. Maka dengan cara-Nya sendiri Allah akan berkarya untuk menyelamatkan bangsa Israel dengan membukakan mata hati mereka bahwa Ia sungguh telah mengutus Kristus Putera-Nya sebagai Sang Penyelamat. Walaupun sebagian dari bangsa Israel telah menolak Kristus, tidak berarti bahwa Allah mencoret mereka semua di dalam rencana keselamatan Allah. Allah tetap memberikan kesempatan yang sama kepada mereka untuk bertobat. “Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya” (Rom 11:29).

Tentang Realitas Dosa Manusia

7

Tentang definisi dosa dan pengertian tentang dosa berat (mortal sin) dan dosa ringan (venial sin), silakan klik di sini.

Sedangkan tentang realitas dosa manusia, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

KGK 386    Dalam sejarah manusia dosa itu hadir. Orang akan berusaha dengan sia-sia untuk tidak melihatnya atau untuk memberikan nama lain kepada kenyataan gelap ini. Supaya mengerti, apa sebenarnya dosa itu, orang lebih dahulu harus memperhatikan hubungan mendalam antara manusia dan Allah. Kalau orang tidak memperhatikan hubungan ini, kejahatan dosa tidak akan dibuka kedoknya dalam arti yang sebenarnya – sebagai penolakan Allah, sebagai pemberontakan terhadap-Nya – bahkan sebagaimana ia tetap membebani kehidupan dan sejarah manusia.

KGK 387    Hanya dalam terang wahyu ilahi orang melihat, apa itu dosa, terutama dosa asal. Wahyu ini memberi kepada kita pengetahuan mengenai Allah, dan tanpa itu orang tidak akan melihat dosa dengan jelas dan akan digoda untuk menjelaskan dosa sebagai satu gangguan dalam pertumbuhan, satu kelemahan jiwa, satu kesalahan atau sebagai akibat otomatis dari satu struktur masyarakat yang salah. Hanya kalau mengetahui, untuk mana Allah telah menentukan manusia, orang dapat mengerti bahwa dosa adalah penyalah-gunaan kebebasan, yang Allah berikan kepada makhluk yang berakal budi, supaya mereka dapat mencintai-Nya dan mencintai satu sama lain.

KGK 388    Dengan kemajuan wahyu, kenyataan dosa pun diterangi. Walaupun Umat Allah Perjanjian Lama dalam cahaya kisah dosa pertama yang diceriterakan dalam buku Kejadian, mengenal sedikit keadaan manusia, ia toh tidak dapat mengerti arti terdalam kisah ini; arti itu baru nyata dalam cahaya kematian dan kebangkitan Yesus Kristus (Bdk. Rm 5:12-21). Orang harus mengenal Kristus sebagai sumber rahmat untuk mengerti Adam sebagai sumber dosa. Roh Kudus, yang diutus Kristus yang bangkit untuk kita, sudah datang, “supaya menginsyafkan dunia akan dosa” (Yoh 16:8), dengan mewahyukan Dia, yang menyelamatkan dari dosa.

KGK 389    Ajaran mengenai dosa asal boleh dikatakan “sisi kebalikan” dari warta gembira bahwa Yesus adalah Penebus segala manusia, bahwa semua orang membutuhkan keselamatan dan bahwa berkat Kristus keselamatan ditawarkan kepada semua orang. Gereja yang mengetahui “pikiran Kristus” (Bdk. 1 Kor 2:16) menyadari dengan jelas bahwa orang tidak dapat merusak/ ‘bermain- main’ dengan [tamper with] wahyu tentang dosa asal, tanpa membahayakan misteri Kristus.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dosa itu bukanlah sesuatu yang terjadi karena secara kodrati manusia memang berdosa. Sebab manusia diciptakan Allah dengan sungguh sangat baik pada mulanya (lih. Kej 1:31), dan Tuhan tidak menciptakan manusia untuk secara kodrati berdosa. Dosa itu terjadi karena manusia berontak terhadap Allah, dengan menyalahgunakan kebebasan yang diberikan Allah kepadanya. Dosa ini ada dalam sejarah manusia (dosa asal ini tidak dapat dipungkiri keberadaannya), namun semakin dapat dipahami hakekatnya di dalam terang misteri Kristus. Kristus, Sang Putera Allah, menyerahkan diri-Nya di kayu salib untuk menebus dosa-dosa umat manusia, dan karenanya memperbaiki hubungan kasih antara Allah dan manusia. Maka pewartaan misteri Kristus ini disebut sebagai warta Kabar Gembira, sebab adalah suatu hal yang menggembirakan bahwa karena kasih Allah yang begitu besar, Ia mengutus Putera-Nya untuk membebaskan kita dari kuasa dosa, agar kita manusia dapat bersatu dengan Dia dalam kehidupan yang kekal.

Selanjutnya, untuk topik Dosa Asal, silakan klik di sini, untuk topik Dosa Apakah yang Ditebus Yesus?, silakan klik di sini.

Tanggapan tentang Tulisan Fr. Anthony de Mello

20

Banyak orang menyukai tulisan-tulisan Fr. Anthony de Mello, yang memang ditulis dengan gaya yang menarik dan enak dibaca. Jika kita cermati, memang fokus utama Fr. de Mello adalah untuk membantu seseorang mendapat pencerahan dan menemukan Tuhan. Tetapi jika kita terus membaca karya-karyanya, lama kelamaan secara implisit kita dapat menangkap, seolah-olah pencerahan itu dapat diperoleh sendiri secara pribadi dalam keheningan, dan bukan melalui Kristus. Dan sosok Tuhan yang dimaksud di sinipun nampaknya adalah kekosongan total. Hal-hal seperti inilah yang menjadi perhatian pihak otoritas Gereja, dan karena itu tak mengherankan jika kemudian pihak Vatikan mengeluarkan pernyataan sehubungan dengan karya-karya Fr. de Mello. Kardinal Ratzinger (saat itu adalah Prefek dari Kongregasi Ajaran Iman (CDF) sekarang Paus Benediktus XVI) secara khusus menulis komentar tentang karya R. Mello, pada tahun 1998, yang keseluruhan teksnya dapat dibaca di link http://www.vatican.va/roman_curia/congregations/cfaith/documents/rc_con_cfaith_doc_19980624_demello_en.html Menarik untuk disimak bahwa Notifikasi dari Vatikan tentang tulisan Fr. Anthony de Mello dibuat beberapa tahun setelah wafatnya di tahun 1987.

Kardinal Ratzinger mengatakan demikian, “…. in certain passages in [Father de Mello’s] early works and to a great degree in his later publications, one notices a progressive distancing from the essential contents of Christian faith

Terjemahannya:

“…. di beberapa perikop dalam karya-karya awal Fr. de Mello dan dalam derajat yang besar di karya-karyanya kemudian, seseorang dapat melihat perkembangan pergeseran yang menjauh dari isi dasar ajaran iman Kristiani.”

Sebab walaupun tulisannya dikemas menarik, dan tidak semuanya menyimpang (CDF hanya menyebutkan ‘di beberapa perikop’-nya), namun jika terus dibaca, maka lama kelamaan dalam karya- karya Fr. de Mello, dapat dilihat adanya kecenderungan penyimpangan dari inti ajaran iman Kristiani, dengan memperkenalkan sosok Tuhan sebagai ‘pure void’/ ‘kosong’, yang bukan berupa ‘Pribadi Ilahi’. Dengan demikian spiritualitas yang diajarkan Fr. de Mello meninggalkan konsep Allah Tritunggal (Allah yang satu dengan tiga Pribadi); figur Kristus-pun disejajarkan dengan tokoh agama lain; lalu agama dipandang sebagai penghalang untuk menemukan kebenaran. Hal-hal ini yang bertentangan dengan Spiritualitas Katolik.

Maka dapat disimpulkan, alasan dari CDF melarang publikasi tulisan- tulisan Fr. de Mello adalah karena tulisan- tulisannya dapat diinterpretasikan bertentangan dengan ajaran Kristiani. Demikian dikatakan oleh CDF: “…..according to the author, any belief or profession of faith whether in God or in Christ cannot but impede one’s personal access to truth. The Church, making the word of God in Holy Scripture into an idol, has ended up banishing God from the temple. She has consequently lost the authority to teach in the name of Christ. With the present Notification, in order to protect the good of the Christian faithful, this Congregation declares that the above-mentioned positions are incompatible with the Catholic faith and can cause grave harm.”

Terjemahannya:

“…..menurut pengarang [Fr. de Mello] apapun kepercayaan dan pengakuan iman entah di dalam Tuhan atau di dalam Kristus, tidak dapat tidak, hanya menghalangi sampainya seseorang kepada kebenaran. Gereja, dengan menjadikan sabda Tuhan dalam Kitab Suci sebagai sebuah berhala, telah akhirnya membuang Tuhan dari bait-Nya. Ia [Gereja] telah secara konsisten kehilangan otoritas untuk mengajar di dalam nama Kristus. Dengan Notifikasi ini, demi untuk melindungi kebaikan umat beriman Kristiani, Kongregasi ini menyatakan bahwa pandangan-pandangan di atas adalah tidak sesuai dengan iman Katolik dan dapat sangat membahayakan.”

Pada akhirnya, mari kita menyadari bahwa kekatolikan kita dinyatakan jika kita mempunyai Roh dan semangat Kristus, menerima dengan taat pengajaran-Nya yang disampaikan oleh Gereja Katolik (Lumen Gentium 14). Jadi, suara otoritas Gereja (dalam hal ini yang diwakili oleh CDF) tentang tulisan Fr. de Mello harusnya mengarahkan sikap kita terhadap tulisan-tulisan beliau. Kita menerima dengan rendah hati pandangan Gereja, yang pasti telah didahului dengan segala penelitian akan semua karya-karya Fr. de Mello. Sedangkan yang kita baca mungkin hanya sebagian saja. Sebab memang di sebagian karya-karya Fr. de Mello ini ada yang membingungkan seolah mengatakan bahwa agama tidak penting, atau bahkan Kristus tidak penting. Dan inilah yang dianggap menyimpang oleh pihak otoritas Gereja. Maka kita sebagai umat Katolik harus waspada saat kita membaca karya-karya beliau, agar kita dapat memilah: yang baik boleh kita terima, namun yang tidak sesuai dengan ajaran Katolik, tentu tidak kita terima.

Inspirasi tentang Hari Minggu Kerahiman

8

Injil pada hari Minggu Paskah II

Bacaan Injil pada hari Minggu Paskah II menceritakan tindakan-tindakan luar biasa yang dilakukan Kristus Tuhan pada hari Kebangkitan, saat Ia menampakkan diri-Nya untuk pertama kali di muka umum: “Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada para penguasa Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata, “Damai sejahtera bagi kamu!” Sesudah berkata demikian, Ia menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu bersuka cita ketika mereka melihat Tuhan. Lalu kata Yesus sekali lagi, “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” Sesudah berkata demikian, Ia menghembusi mereka dan berkata, “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh 20:19-23).

Pesta Kerahiman pada hari Minggu Paskah II

Di dalam perwahyuan pribadi yang diterima oleh Santa Faustina, Yesus bersabda: “Aku mau supaya ada Pesta Kerahiman. Aku mau supaya gambar itu diberkati secara mulia pada hari Minggu pertama sesudah Paska. Hari Minggu ini harus menjadi Pesta Kerahiman.” Permintaan ini disampaikan oleh Yesus kepada St. Faustina dari Polandia pada penampakan-Nya tanggal 22 Februari 1931. Permintaan Yesus ini baru terwujud pada tahun 2000, ketika Bapa Suci Yohanes Paulus II menetapkan Hari Minggu setelah Minggu Paskah sebagai Minggu Kerahiman Ilahi. Sejak saat itu Gereja universal secara resmi merayakan Pesta Kerahiman ilahi.

Dunia membutuhkan Kerahiman Ilahi

Paus Yohanes Paulus II, yang sering disebut Paus Kerahiman, pada homili tanggal 17 Agustus 2002 menyatakan bahwa dunia di saat ini sangat membutuhkan Kerahiman Ilahi. Dunia sedang menderita oleh konflik berkepanjangan, kematian bagi orang-orang yang tak bersalah, kebencian dan dendam merajalela, martabat manusia tidak dihargai, budaya kematian menggerogoti pengaruh budaya kehidupan. Semua itu tidak dapat dilepaskan dari kedosaan bangsa manusia. Manakala kuasa dosa telah begitu kuat mencengkeram umat manusia maka yang terjadi hanyalah penderitaan demi penderitaan. Kerahiman Ilahi dibutuhkan untuk menolong orang-orang yang menjadi korban dari keganasan kuasa dosa yang merasuk di hati banyak orang. Namun lebih dari itu semua kerahiman Ilahi amat dibutuhkan untuk mengubah pikiran dan hati manusia agar mengarahkan kembali orientasi hidupnya pada upaya menegakkan damai dan kasih di dalam kehidupan bersama. Dengan kata lain, kerahiman Ilahi sungguh dibutuhkan mengubah suasana penghancuran menjadi suasana pendamaian serta kasih. Kerahiman Ilahi juga semakin dibutuhkan bagi manusia sebagai subyek yang menciptakan suasana kedosaan. Ketika bangsa manusia sudah tidak dapat menolong dirinya sendiri untuk keluar dari carut marut kehidupan yang penuh kedosaan, kerahiman Ilahi menjadi rahmat yang semakin dibutuhkan.

Apa arti Kerahiman Ilahi

Arti biblis dari “Kerahiman” : Dalam bahasa Latin – misericordia; Yunani: heleos; bahasa Inggris: mercy. Bahasa Indonesia berhasil mengungkap kembali makna aslinya dengan menerjemahkan “misericordia atau mercy menjadi “kerahiman”. Dalam bahasa Ibrani: belas kasih Ilahi disebut dengan istilah rahamim dan khesed, yaitu dua ungkapan yang dipakai untuk menyebut sifat kasih Allah. Kata “rahamim” ada kaitannya dengan kata “rehem” yang artinya “rahim atau kandungan”. Dengan demikian, rahamim (terj: kerahiman) adalah sifat kasih Allah yang serupa dengan sifat rahim seorang ibu. Seperti rahim yang “melindungi, menghidupi, menghangatkan, memberi pertumbuhan, menjaga, menerima tanpa syarat, membawa kemana-mana”, demikian pula kasih Allah terhadap umat manusia. Dengan kerahiman-Nya, Allah melindungi, menghidupi, menghangatkan, memberi pertumbuhan, menjaga, menerima tanpa syarat, membawa kemana-mana. Seperti janin tidak dapat hidup dan berkembang tanpa rahim ibu, demikian pula manusia tidak akan dapat hidup tanpa kasih kerahiman dari Allah. Kata lain untuk menyebut kerahiman adalah “belas kasih”.

Pesta kerahiman Ilahi mau menyadarkan manusia akan belas kasih Allah yang tak ada batasnya. Belas kasih Allah diperhitungkan di tengah fakta kebangkrutan moral dan rohani manusia. Seolah-olah tidak ada apapun dalam kehidupan kita yang dapat kita andalkan untuk mendapatkan pengampunan, keselamatan, dan pembaruan hidup dari Allah. Paulus menggambarkan status dan kondisi manusia sebagai kegelapan yang menyakitkan. Manusia ada dalam kondisi tidak selamat karena menjadi korban dari tirani kuasa dosa (hamartia), tirani kematian, dan tirani Hukum Taurat yang hanya mengandalkan keselamatan dari kekuatan manusia belaka. Tirani tersebut sudah ada dan menghantui manusia sejak kelahirannya di dunia. Yang terjadi memang sungguh demikian, bahkan orang yang sangat bermoral pun, pasti pernah melakukan kesalahan atau dosa. Kedosaan lama-kelamaan bisa menjadi habitus dan kematian suara hati serta moralitas manusia menjadi kemestian yang terjadi pelan-pelan. Di hadapan kekudusan Allah yang tanpa cacat dan tak kenal kompromi, semua orang dengan kualitas hidup moral-spiritual yang serba rapuh praktis sudah mati. Dalam surat kepada jemaat di Roma, Paulus menegaskan bahwa seluruh umat manusia hidup di bawah murka Allah.

Kerahiman Allah mengundang kita berperan serta

Dalam kondisi tanpa harapan itulah belas kasih atau kerahiman Allah mutlak dibutuhkan agar manusia dapat dipandang layak untuk menerima anugerah keselamatan. Belas kasih atau kerahiman Allah tidak menghina status apalagi mematikan potensi manusia. Kasih Allah tidak berdampak melumpuhkan daya juang moral-spiritual kita. Sebaliknya, Allah sangat mengasihi kita dan menginginkan kita menjadi gambar-Nya. Kerahiman Allah yang ditunjukkan secara tuntas dalam sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus tidak mematikan daya rohani manusia tetapi justru membangkitkannya. Korban Kristus di kayu salib membangkitkan daya Ilahi yang dianugerahkan kepada kita masing-masing. Darah Kristus yang tertumpah di kayu salib membasuh kita yang bergelimang dalam dosa agar menjadi anak-anak Allah yang suci. Dengan demikian, karya penebusan Kristus bukan hanya memperbaiki kondisi obyektif dari dunia manusia, tetapi lebih-lebih mengubah manusia sebagai subyek keselamatan. Karya penebusan Kristus mengundang manusia untuk terlibat pada karya-Nya di dalam menyelamatkan dunia.

Oleh karena itu devosi kerahiman Ilahi mengajak semua umat beriman untuk menghayati ABC Kerahiman, yaitu:
A – Ask for His Mercy = Mohon Belas Kasih Allah : Tuhan menghendaki kita datang kepada-Nya dalam doa secara terus-menerus, menyesali dosa-dosa kita dan mohon kepada-Nya untuk mencurahkan belas kasih-Nya atas kita dan atas dunia.
B – Be Merciful = Berbelas Kasih kepada Sesama. Tuhan menghendaki kita menerima belas kasih-Nya dan membiarkan belas kasih Ilahi itu mengalir melalui kita kepada sesama. Tuhan menghendaki kita memperluas kasih serta pengampunan kepada sesama seperti yang Ia lakukan kepada kita.
C – Completely Trust = Percaya Penuh kepada-Nya: Tuhan ingin kita tahu bahwa rahmat-rahmat belas kasih-Nya tergantung pada besarnya kepercayaan kita. Semakin kita percaya kepada-Nya, semakin berlimpah rahmat yang kita terima.

Makna sinar putih dan merah dalam gambar Kerahiman Ilahi

Di dalam bacaan kedua (1Yoh 5:1-6) dikatakan: “Inilah Dia yang telah datang dengan air dan darah, yaitu Yesus Kristus, bukan saja dengan air, tetapi dengan air dan dengan darah. Dan Rohlah yang memberi kesaksian, karena Roh adalah kebenaran. Patut dibaca pula ayat-ayat lanjutannya yang tidak dibaca dalam bacaan kedua : 7 Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. 8 Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi): Roh dan air dan darah dan ketiganya adalah satu. 9 Kita menerima kesaksian manusia, tetapi kesaksian Allah lebih kuat. Sebab demikianlah kesaksian yang diberikan Allah tentang Anak-Nya.

Darah dan air yang mengalir dari lambung Yesus oleh devosi Kerahiman Ilahi tertera pada gambar Yesus dengan sinar berwarna putih dan merah yang terpancar dari hati-Nya. Ada pemaknaan tertentu dari perlambang Air dan Darah. Air melambangkan karya Roh Kudus sedangkan Darah melambangkan karya Yesus. Roh Kudus membersihkan, menguduskan, memberi peneguhan. Yesus dengan darah-Nya memberi kehidupan. Kerahiman Allah dengan demikian memberi dampak pengudusan dan penghidupan bagi umat manusia. Demikian pula sakramen-sakramen gerejani membawa dampak pengudusan dan kehidupan baru bagi umat beriman.

Setelah dikuduskan dan diberi hidup ilahi, kita diundang mengambil bagian dalam karya penyelamatan Allah

Kegiatan umat beriman yang diilhami oleh Kerahiman Ilahi adalah karya penyelamatan. Oleh karena itu umat beriman diundang untuk mewujudkan imannya lewat: menolong orang-orang yang menderita dalam berbagai bentuknya, mengajak orang untuk bertobat dan mengandalkan keselamatan pada Yesus. Doa-doa bagi kaum pendosa agar bertobat juga menjadi perhatian penting. Di dalam gambar kerahiman ada tulisan: Jesus, I trust in You yang artinya Yesus aku mengandalkan Engkau. Iman adalah mengandalkan dengan penuh pasrah pada kekuatan kasih Allah. Devosi Kerahiman Ilahi menekankan segi doa dan pelayanan untuk mewartakan bahwa Allah Maha Rahim. Dengan demikian tidak ada yang baru dari devosi ini. Berbagai praktek kesalehan Gerejani telah menekankan hal yang sama. Kebaharuan devosi ini ada pada pengalaman batin Santa Faustina yang mengarah pada ajakan mendesak bagi semua umat manusia untuk membangun pertobatan dan mengandalkan diri pada kerahiman Allah sebelum hari pengadilan tiba.

Hal- hal praktis sehubungan dengan devosi Kerahiman Ilahi

Hal-hal praktis tentang devosi kerahiman Ilahi: Devosi Kerahiman Ilahi menganjurkan para devosan untuk berdoa setiap jam tiga sore, untuk mengenang penderitaan Kristus di kayu salib sampai pada kematian-Nya. Selain itu juga ada doa koronka yang memakai rosario. Namun doa koronka bukanlah doa rosario dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan doa rosario. Butiran rantai rosario dipakai hanya sebagai penolong di dalam litani doa Kerahiman Ilahi yang merupakan pengulangan doa permohonan kepada Allah Bapa: “Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia.”

Hal-hal praktis berkaitan dengan Minggu Kerahiman:
INDULGENSI PENUH: Untuk menjamin bahwa umat beriman akan merayakan hari ini dengan setulus-tulusnya, Bapa Paus sendiri menetapkan agar hari Minggu ini diperkaya dengan indulgensi penuh. Indulgensi penuh diberikan dengan syarat-syarat seperti biasanya (menerima Sakramen Tobat, Sakramen Ekaristi dan berdoa bagi ujud Paus) kepada umat beriman yang, pada hari Minggu Paskah II, yaitu Minggu Kerahiman Ilahi, di gereja atau kapel mana pun juga, dengan jiwa yang bebas dari keterikatan pada dosa, termasuk dosa ringan; mengambil bagian dalam doa-doa dan devosi untuk memuliakan Kerahiman Ilahi, atau, di hadapan Sakramen Mahakudus yang ditakhtakan atau tersimpan di dalam tabernakel; mendaraskan doa “Bapa kami” dan “Aku Percaya” (Credo), serta menambahkannya dengan suatu doa tulus kepada Tuhan Yesus yang Maharahim (misalnya, “Yesus yang Maharahim, Engkau Andalanku”);
INDULGENSI PARTIAL/SEBAGIAN diberikan kepada umat beriman yang, sekurang-kurangnya dengan hati bertobat, berdoa kepada Yesus yang Maharahim dengan mengucapkan suatu seruan yang disahkan secara resmi.
Selain itu, di dalam kesempatan Minggu Kerahiman ada kebiasaan untuk meminta berkat Imam untuk gambar Yesus Kerahiman.

Mempertemukan Bacaan Minggu Paskah II dengan Minggu Kerahiman

Peristiwa penampakan Yesus kepada para murid mempunyai aspek pembuktian bahwa Yesus sungguh bangkit dan Dia mengutus para murid untuk mewartakan pengampunan dosa yang disertai dengan hembusan Roh Kudus oleh Yesus. Demikian pula Kerahiman Ilahi mempunyai misi khusus untuk mewartakan kasih Allah yang bersedia mengampuni manusia tanpa batas. Peristiwa Paskah itu sendiri merupakan puncak dari manifestasi kerahiman Allah. Hembusan Roh Kudus memberi kehidupan baru, yaitu kehidupan yang dibangun atas dasar belas kasih atau kerahiman Allah dan mengarah kepada kehidupan abadi di sorga. Mengacu pada bacaan kedua, lambang air dan darah yang membawa pengudusan dan anugerah kehidupan bagi umat manusia merupakan tujuan dan karya penebusan Yesus. Kerahiman Allah menghendaki agar semua orang mencapai keselamatan. Praktek nyata dari kehidupan umat yang diselamatkan oleh Kasih kerahiman Allah adalah kehidupan bersama yang diwarnai oleh sikap saling mengasihi, saling berbagi, saling meneguhkan dan saling menyembuhkan seperti terjadi pada jemaat perdana, sebagaimana disampaikan di dalam bacaan pertama.

(Ditulis oleh Rm. A. Hari Kustono Pr.)

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab