Home Blog Page 107

Tikar Pandan

0

Sinar Lampu bertengger di tengah gelap gulitanya malam.

Lampu di dalam kegelapan memberikan permenungan alami dalam Misa Pesta Pelindung Santo Yakobus Rasul – Paroki Citra Raya, Tangerang, pada tanggal 25 Juli 2013.

Lebih dari seratus bocah dan orang dewasa, memenuhi ruang dalam dan luar rumah.
Mereka sangat antusias untuk menerima pencerahan spiritual yang akan terkalung pada leher mereka selamanya.

Iman Santo Yakobus yang teguh dan semangat bajanya dijentrehkan/diterangkan dengan apa yang ada di dalam alam semesta.
Gelap gulita yang membentang menyadarkan kebutuhan akan perlindungan Tuhan atas ancaman dari kekuatan jahat.
Sunyi sepi tak akan menyeramkan karena kehadiran Tuhan, yang dilambangkan dengan terang lampu, tak akan pernah meninggalkan.

Hamparan tikar yang mereka duduki mengingatkan tikar plastik dan tikar pandan.
Tikar plastik dan tikar pandan melambangkan dua kekuatan besar di dalam dunia.
Tikar plastik buatan pabrik dan tikar pandan merupakan hasil anyaman tangan.
Tikar pabrik makin mendesak, tetapi tikar pandan bertahan.
Kekuatan dosa menyerang, tetapi kita bertahan karena kita adalah rajutan tangan Tuhan yang tentu sangat kuat karena kuasa Roh Kudus yang melindunginya.
Kemartiran terwujud dalam kesetiaan iman di tengah godaan yang ingin merenggut kebahagiaan yang kekal berkat senjata Allah yang ada di dalam diri kita.

Iman yang tangguh ada dalam diri anak-anak sehingga mereka disebut pemilik Kerajaan Allah.
Ketika aku sedang duduk bersila, seorang anak laki-laki tiba-tiba duduk di pangkuanku sambil berkata seperti orang dewasa : “Romo, sebentar lagi, aku duduk di kelas satu Sekolah Dasar. Sekarang berarti kurang permainan dan tambah belajarnya karena aku sudah bertambah besar. Romo doakan aku ya, besok aku ulang tahun biar rajin belajar dan nanti naik kelas”.
Setelah berkata demikan dengan manjanya, ia ngluyur sambil membawa tas sekolah yang aku hadiahkan. Tas itu tampak lebih besar daripada badannya.

Di samping anak itu, aku melihat seorang wanita yang berusia lebih dari setengah baya tersenyum girang. Ternyata ia adalah neneknya.
Ia mengatakan : “Romo, lare jaler punika wayah kula. Kula, saking Jawi. Kula mriki amarginpun mboten saget dipisahaken sareng wayah kula. Kula ingkang njaggi lan ngopeni wayah kula punika wiwit tasih bayi amargi tiyang sepuhipun kedah nyambut damel ing Tangerang kagem nyekapi panguripan keluargi. Menawi ngomong, wayah kula punika kados tiyang sampun dewoso. Wasis…. sanget …ndamel ngangeni/Romo, anak laki-laki kecil itu cucu saya. Saya datang dari Jawa karena tidak bisa berpisah dengan cucu saya. Saya menjaga dan merawatnya sejak bayi karena orang tuanya harus bekerja di Tangerang untuk memenuhi kehidupan kami. Bicaranya kadang-kadang seperti orang sudah dewasa. Terampil banget dan lancar yang membuat saya sangat kangen padanya ”.

Pesan indah yang perlu dihidupi : Bila kita ingin mendapatkan kejayaan, janganlah cuma memandang tangga, tetapi kita harus belajar menaiki tangga. Kebahagiaan kekal bukan hanya sebuah tontonan yang indah, tetapi perlu perjuangan dengan berani melawati tangga-tangga kehidupan yang kadang-kadang membuat gemetaran. Iman memampukan tetap melangkah sampai pada kesudahannya. Tuhan mengenang orang yang tidak menuntut kehidupan serba mudah : “Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sempitlah pintu dan sesaklah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya” (Matius 7:13-14).

Tuhan Memberkati

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Kristen, muridku di Sekolah Minggu

3

anak kecilDidiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.(Amsal 22:6)

Dari sejumlah murid Sekolah Minggu di paroki Katedral Sacred Heart of Jesus, Keuskupan Galveston-Houston di mana saya membantu mengajar, Kristen, dengan rambut ikalnya yang dikepang kecil-kecil, memang tampak berbeda. Bukan karena dia satu-satunya anak berkulit hitam di kelas usia 7-9 tahun itu, tetapi keceriaannya yang sangat spontan selalu membuat saya betah mengajaknya mengobrol di sela-sela waktu kosong, sambil menunggu orangtuanya datang menjemput sesudah kelas usai.

Suatu hari saya bertanya kepada Kristen apa warna kesukaannya. “Green”, jawabnya segera, sambil memamerkan senyum cerianya yang khas. Ketika saya bertanya lebih lanjut, mengapa dia suka warna hijau, Kristen dengan spontan nyaris tanpa berpikir, menjawab, karena warna itu mengingatkannya pada uang. “I looovee money…” sambungnya lagi dengan penuh semangat. Ya, uang dollar Amerika memang berwarna kehijauan, terutama lembaran satu dollar, yang tentu lebih banyak dilihat dan dipegang anak seusia Kristen daripada lembaran dengan nilai yang lebih tinggi.

Saya agak terhenyak mendapat jawaban yang tidak terduga itu. Seorang anak 7 tahun yang mencintai uang. Saya bertanya kembali apa istimewanya uang baginya sehingga ia mencintai uang. Ia menjawab sambil memandang saya dengan mata polosnya yang berbinar-binar, “Because we can have everything we want with money”. Saya tersenyum, “smart girl”, pikir saya. Saya belum sempat bercakap-cakap lebih jauh dengan Kristen, ketika ibunya yang sedang hamil datang menjemputnya sambil menggandeng adiknya yang baru berumur 2 tahun. Setelah mengucapkan selamat tinggal, Kristen segera menghilang di balik pintu kelas dengan langkah melompat-lompat seperti seekor kelinci yang kegirangan. Saya tercenung menyadari tingkahnya yang penuh kegembiraan itu, sambil membayangkan apa yang dilakukan kedua orangtuanya dalam kehidupan keluarga sehari-hari, walau mungkin bukan sesuatu yang mereka sadari, sehingga di usia sedini itu Kristen mempunyai disposisi khusus kepada uang?

Betapa antusiasnya jiwa seorang kanak-kanak memandang kehidupan. Baginya segala sesuatu adalah baik adanya dan penuh dengan kemungkinan. Saya membayangkannya seperti mata Tuhan sendiri ketika pertama kali menciptakan kita. Semuanya baik, semuanya mungkin, semuanya mulia, karena Tuhan menciptakan dengan tujuan yang indah dan mulia sejak semula.

Usia kanak-kanak, terutama di saat usia dini sekitar usia 2-10 tahun, sangat ideal untuk memperkenalkan segala yang baik dan mulia yang diajarkan Tuhan, yang sangat penting sebagai landasan bagi manusia untuk menjalani hidup yang penuh tantangan ini. Karena kepolosan dan rasa percayanya yang besar kepada kehidupan terutama kepada orang-orang dewasa yang menjadi figur panutannya, anak-anak akan mengikuti dengan sendirinya definisi yang kita berikan kepada mereka tentang kebahagiaan, tentang kesedihan, tentang nilai kehidupan, tergantung apa yang kita berikan kepadanya untuk dipercayai. Jika itu sesuatu yang luhur, maka seringkali jika hanya diungkapkan sekedar dalam kata-kata, nilai itu tidak menjadi miliknya. Tetapi bila hal itu dilihat dan dialaminya sendiri melalui perbuatan nyata, maka nilai itu menetap dan menjadi bagian dari diri mereka.

Pikiran saya melayang kepada keponakan saya di tanah air, yang seusia dengan Kristen. Pada Natal dua tahun lalu, saya mengajaknya merayakan kelahiran bayi Yesus dengan merelakan satu atau dua mobil-mobilan dari koleksi mobil mainannya yang sangat banyak, untuk diberikan kepada tetangga atau anak pembantu kami yang diketahuinya ingin mempunyai mainan tetapi tidak mempunyai uang untuk membelinya. Melihatnya lama menimbang-nimbang, tiba-tiba saya berkesempatan menegur diri saya sendiri, relakah saya sendiri juga melepaskan satu atau dua pasang sepatu saya dari kumpulan sepatu kesayangan saya untuk orang lain yang saya lihat sedang memerlukan? Bukan yang sudah mulai pudar warnanya atau yang sudah tidak muat lagi di kaki saya, tetapi yang masih bagus dan utuh, serta indah warnanya. Kalau saya meminta keponakan saya mempunyai nilai yang luhur untuk menjadi nilai yang diyakininya, saya harus mulai dengan diri sendiri dulu dan memberinya contoh nyata yang tidak akan dilupakannya. Oleh karena itu, mengajar nilai-nilai kebaikan kepada anak-anak sesungguhnya adalah mengajar diri kita sendiri. Saya tidak dapat memberikan pengajaran nilai yang saya sendiri tidak mempraktekkannya. Jika hanya sekedar kata-kata dan nasehat yang saya sendiri belum tentu melakukannya, maka bukan hanya saya akan akan jatuh dalam dosa kemunafikan, anak-anak pun tidak akan menganggapnya cukup serius untuk dijadikan nilai hidup yang harus diperjuangkan.

Nilai-nilai takut akan Tuhan dan selalu berdoa untuk senantiasa dekat kepada Tuhan, mampu diserap dengan baik oleh anak-anak bila orangtua, sanak saudara, dan guru-gurunya juga senantiasa mempunyai sikap takut akan Tuhan dalam kehidupan nyata dan selalu berdoa dengan tekun siang dan malam. Sebaliknya, ketika saya mengajar mereka bahwa bergosip itu tidak baik dan menyedihkan hati Tuhan, tetapi saya masih membicarakan kelemahan pribadi tetangga atau membicarakan kesalahan orang lain di belakang punggungnya, maka anak-anak di sekitar saya akan menganggapnya sesuatu yang biasa dan lumrah untuk dilakukan.

Saya masih mempunyai pekerjaan rumah yang besar untuk Kristen, pekerjaan rumah bagi diri saya sendiri. Kelak Kristen akan mengerti bahwa tidak semua yang kita inginkan bisa didapatkan dengan uang, dan tidak semua yang bisa didapatkan dengan uang akan membuat kita bahagia. Karena uang hanyalah sarana yang dikaruniakan Tuhan. Sebagaimana semangat kasih Tuhan yang mengaruniakannya sebagai suatu sarana, uang hanya akan benar-benar indah jika ia menjadi sarana untuk meringankan penderitaan dan kesusahan sesama manusia dan menyatakan kasih kita kepada Tuhan, dan bukan hanya untuk memuaskan kesenangan diri kita sendiri. Itulah tujuan sebenarnya dari uang, sama seperti sarana-sarana lainnya dalam hidup. Namun proses seperti apa yang akan membuat Kristen mengerti, juga tergantung dari bagaimana orang-orang dewasa di sekitarnya menunjukkan jalan kepada pemahaman itu, dan orang terdekat itu adalah orangtua dan guru-gurunya, termasuk saya.

Tetapi Yesus berkata: “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Mat 19:14)

Misteri Bahagia : Ratapan Penuh Iman

9

Baru sehari aku merasakan hidup dalam biara, telepon biara sudah berbunyi. Dari keluargaku. Adikku menanyakan apakah ada barang yang masih aku perlukan dalam biara. Semua sudah cukup di sini, jadi aku tidak perlu apa-apa lagi. Tapi, setelah itu, adikku menawarkan pada mamaku apakah ingin berbicara padaku. Ia hanya menangis, meminta agar aku pulang saja ke rumah. Seberapapun sedihnya hati ini, aku tidak bisa pulang. Ia memanggilku untuk suatu hal, untuk Gereja-Nya. Ijin dan restu dari orangtuaku adalah persembahan terbesar mereka bagi Tuhan dan diriku. Aku tidak bisa memberikan apapun, atau melakukan apapun untuk membalas kasih dari orangtuaku, bahkan seandainya aku tidak masuk biara. Selesai berbicara lewat telepon, aku hanya bisa berjalan ke kapel untuk bertemu Yesus dengan rantai Rosario dan hati yang memohon.

Maria Mendapat Kabar dari Malaikat Tuhan

Bunda Maria mendapat kabar dari Malaikat Gabriel. Kabar tersebut datang mendadak, tiba-tiba, tidak dapat diprediksi, dan membawa kabar yang tidak pernah bisa diduga seorangpun di dunia. Ia akan menjadi Bunda Allah. Kebingungan Bunda Maria sungguh besar, begitu pula ketidakpastian yang menunggu di masa depannya. Namun, dengan penuh iman, Bunda berkata : Aku ini hamba Tuhan. Jadilah padaku menurut perkataan-Mu.

Mamaku juga terkejut dan terguncang mendengar kabar panggilan Allah dalam diriku. Ketidakpastian dan kebingungan meliputi hatinya. Kekhawatirannya akan hidupku nanti. Kehilangan yang ia rasakan. Tapi, di tengah kegelapan tersebut, ia telah menjawab, “Aku ini hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.” Ya Allah, kupercayakan orangtuaku ke dalam Tangan Kasih-Mu.

Maria Mengunjungi Elizabeth

Bunda Maria yang mendapat kabar mengejutkan dari Malaikat Gabriel segera berangkat mengunjungi Elizabeth, saudarinya. Elizabeth, seorang wanita tua yang tiba-tiba mengandung. Maria, seorang wanita muda yang hamil sebelum bersuami. Pandangan negatif masyarakat Israel terhadap kejadian ini tentu saja tidak terelakkan. Namun, kedua wanita terberkati ini saling menguatkan. Mereka saling meneguhkan bahwa Allah berkarya dalam diri mereka. Perbuatan besar dikerjakan oleh Yang Mahakuasa.

Keluargaku bukanlah dari kalangan Katolik. Aku sendiri bukanlah seseorang dengan latar belakang yang bersih suci. Panggilan untuk mengikuti Yesus tentu saja tidak selalu ditanggapi secara positif oleh semua orang. Akan ada orang yang berkata,”Anaknya menjadi pastor Katolik, tuh. Kok eman ya? Kok sampai anaknya dibiarkan “hilang” begitu.” Ada juga yang mungkin berkata,”Aku tahu orang ini dari dulu. Orang bejat seperti ini jadi pastor? Nggak salah??” Tapi, orang tua dan saudara-saudaraku tetap mendukungku, dan aku senantiasa mempersembahkan mereka pada Allah. Ya Allah, kuatkanlah kami senantiasa dalam perjalanan kami.

Yesus Dilahirkan di Kandang Domba

Bunda sekeluarga tidak menemukan tempat tinggal. Hanya kandang hina yang tersedia. Betapa dingin malam itu. Betapa keras lantai kandang. Penuh tikus, domba, keledai, dan hewan-hewan lain. Di tengah penderitaan dan kehinaan itu, lahirlah Imam Agung yang akan menyelamatkan dunia. Ketika Yesus lahir, air mata penderitaan Bunda berubah menjadi air mata sukacita. Kehinaan kandang domba adalah kemuliaan Raja Semesta Alam.

Melepaskan putranya tentu bukan hal mudah bagi mama. Rasa kehilangan, kerinduan, impian yang terpendam. Penderitaan mama tentu berat sekali. Namun, demi menjawab panggilan Allah, ia rela menanggungnya. Sambil mengutip lagi homili imam yang pernah ia dengar, ia berpesan,”Mama sudah melahirkan kamu dua kali. Sebagai manusia, dan sebagai imam. Jangan membuat mama malu dan menyesal.” Ya Allah, semoga air mata duka mamaku yang kehilangan akan berubah menjadi air mata sukacita.

Yesus Dipersembahkan di Bait Allah

Bunda Maria bukanlah keluarga yang kaya raya. Ia hanya istri seorang tukang kayu biasa. Kehidupannya tidak glamor. Pada perayaan pemurniannya, St. Yusuf hanya bisa memberikan persembahan yang menjadi syarat keluarga miskin. Hartanya satu-satunya adalah Yesus. Namun, Bunda Maria tidak menuntut Harta Sejati untuk menjadi miliknya seorang. Sebaliknya, ia mempersembahkannya pada Allah.
Keluargaku memang berkecukupan, tapi kehidupan kami juga jauh dari mewah sekali. Sekalipun cukup, harta mamaku sebenarnya terletak pada anak-anaknya. Ia mencintai setiap anaknya seolah masing-masing mereka adalah anak tunggal. Kehilangan seorang anak sama seperti kehilangan anak satu-satunya. Namun, mama tidak kehilangan anak. Ia mempersembahkannya pada Allah. Kendati sebilah pedang menusuk hatinya, ia percaya bahwa Allah akan memberikan yang terbaik. Ya Allah, terimalah persembahan keluarga kami.

Yesus Diketemukan di Bait Allah

Bunda Maria bingung dan khawatir karena Putra satu-satunya telah tiga hari tidak tampak. Tiga hari merupakan waktu yang sangat lama bagi Bunda, karena kedekatannya yang istimewa dengan Allah Putra. Keterpisahan barang semenit dari Allah terasa seperti kematian yang menggerogoti. Oleh sebab itu, betapa ia mengeluh mengapa Yesus meninggalkannya ketika ditemukannya Yesus dalam Bait Allah. Di balik keluhannya, dalam hati Bunda telah merasa damai. Ia telah menemukan kembali kebahagiaan jiwanya dalam Bait Allah.

Proses menjadi imam bukanlah mudah. Seorang calon imam dididik hingga rata-rata sepuluh tahun sebelum menjadi seorang imam yang tertahbis. Waktu yang sangat lama. Selama waktu itu, mamaku mungkin akan merasakan kehilangan yang berat. Tangisan mungkin kadang menghiasi malamnya sebelum tidur. Namun, ketika Allah berkenan membawaku ke dalam Bait-Nya, aku percaya mamaku akan melihat kebahagiaannya kembali, yakni bukti betapa Allah mengasihi aku dan keluargaku.

Ya Allah, dalam misteri Bahagia ini, kami persembahkan penderitaan kami sebagai wujud cinta kami sekeluarga untukMu. Semoga melalui penderitaan kami, Nama-Mu dimuliakan, Putra-Mu tersenyum manis, dan Roh Kudus bergelora gembira. Terimalah gulali sederhana ini, bertabur duka yang kami percaya akan membawa pula suka pada waktu-Mu.

“Cinta yang tidak mampu menderita, tidak pantas disebut sebagai cinta” – St. Clara
Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan, dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya. (1 Pet 5 : 10).

Homili Misa Kudus Hari “Injil Kehidupan” (Evangelium Vitae)

0

Berikut adalah homili Paus Fransiskus pada 16 Juni 2013 dari Lapangan St Petrus:

Saudara-saudari terkasih,

Perayaan ini memiliki nama yang sangat indah: Injil Kehidupan. Dalam Ekaristi ini, dalam Tahun Iman, marilah kita bersyukur kepada Tuhan atas karunia kehidupan dalam segala bentuknya, dan pada saat yang sama marilah kita mewartakan Injil Kehidupan itu.

Berdasarkan firman Allah yang telah kita dengar, saya ingin menyampaikan kepada kalian tiga poin meditasi sederhana untuk iman kita: pertama, Alkitab menunjukkan kepada kita Allah yang Hidup, Allah yang adalah hidup dan sumber kehidupan; kedua, Yesus Kristus menganugerahi hidup dan Roh Kudus memelihara kita dalam hidup, dan ketiga, mengikuti jalan Allah menuntun kepada kehidupan, sedangkan mengikuti berhala-berhala menggiring kepada kematian.

1. Bacaan pertama, diambil dari Kitab Kedua Samuel, berbicara kepada kita tentang kehidupan dan kematian. Raja Daud ingin menyembunyikan perzinahan yang ia lakukan dengan istri Uria, orang Het, seorang tentara dalam pasukannya. Untuk melakukannya, ia memberikan perintah agar Uria ditempatkan di garis depan sehingga terbunuh dalam pertempuran. Alkitab menunjukkan kepada kita drama manusia dalam semua realitasnya: baik dan jahat, gairah, dosa dan konsekuensinya. Setiap kali kita ingin menuntut diri kita sendiri, ketika kita menjadi terbungkus dalam keegoisan kita sendiri dan menempatkan diri pada posisi Allah, kita akhirnya berpijak pada kematian. Perzinahan Raja Daud adalah salah satu contoh dari hal ini. Keegoisan mengarah pada kebohongan, sebagai upaya kita untuk menipu diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita. Tapi Tuhan tidak bisa ditipu. Kita mendengar bagaimana nabi berkata kepada Daud: “Mengapa engkau melakukan apa yang jahat di mata TUHAN? (lih. 2 Sam 12:9). Raja itu dipaksa untuk menghadapi perbuatan-perbuatannya yang membawa pada kematian, apa yang telah dilakukannya adalah benar-benar perbuatan kematian, bukan kehidupan! Ia mengakui apa yang telah ia lakukan dan ia memohon pengampunan: “Aku telah berdosa kepada TUHAN!” (Ayat 13). Allah yang penuh kasih, yang menginginkan kehidupan dan selalu mengampuni kita, kini mengampuni Daud dan mengembalikan dia untuk hidup. Nabi mengatakan kepadanya: “Tuhan telah menjauhkan dosamu itu, engkau tidak akan mati”.

Gambaran [citra] apa yang kita peroleh tentang Allah? Mungkin Ia tampak kepada kita sebagai hakim yang keras, sebagai pribadi yang membatasi kebebasan kita dan cara kita menjalani hidup. Tapi Alkitab memberitahu kita di mana-mana bahwa Allah adalah Yang Hidup, Dia yang menganugerahi hidup dan menunjukkan cara untuk kepenuhan hidup. Saya pikir dari awal Kitab Kejadian: Allah membentuk manusia itu dari debu tanah; Ia menghembuskan nafas hidup ke dalam lubang hidungnya, dan demikian manusia itu menjadi makhluk yang hidup (lih. 2:7). Allah adalah sumber kehidupan, berkat nafas-Nya, manusia memiliki hidup. Nafas Allah menopang seluruh perjalanan hidup kita di bumi. Saya juga berpikir tentang panggilan Musa, di mana Tuhan berkata bahwa Ia adalah Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, Allah yang hidup. Ketika Dia mengirim Musa menghadap Firaun untuk membebaskan bangsa-Nya, Ia mengungkapkan nama-Nya: “Aku adalah Aku”, Allah yang masuk ke dalam sejarah kita, membebaskan kita dari perbudakan dan kematian, dan membawa kehidupan kepada bangsa-Nya karena Dia adalah Yang Hidup. Saya juga berpikir tentang karunia Sepuluh Perintah Allah: sebuah jalan yang Allah tunjukkan kepada kita menuju kehidupan yang benar-benar bebas dan memenuhi. Perintah-perintah itu bukan merupakan litani larangan – kalian tidak harus melakukan ini, kalian tidak harus melakukan itu, kalian tidak harus melakukan yang lain; sebaliknya, mereka adalah sebuah “Ya!” yang luar biasa: sebuah Ya untuk Tuhan, untuk Kasih, untuk hidup. Sahabat-sahabat terkasih, hidup kita dipenuhi dalam Allah saja, karena hanya Dia Yang Hidup!

2. Injil hari ini membawa kita satu langkah maju lagi. Yesus mengijinkan seorang perempuan berdosa untuk mendekatinya saat makan di rumah seorang Farisi, menjadi sandungan bagi mereka yang hadir. Tidak hanya Dia membiarkan perempuan itu mendekati, tetapi Ia bahkan mengampuni dosa-dosanya, dengan berkata: “dosanya yang banyak itu telah diampuni, oleh karena ia telah banyak berbuat kasih; tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit [juga ia] berbuat kasih” (Luk 7:47). Yesus adalah inkarnasi dari Allah yang Hidup, seorang yang membawa kehidupan di tengah begitu banyaknya perbuatan-perbuatan mematikan, di tengah dosa, keegoisan dan penyerapan diri. Yesus menerima, mengasihi, meninggikan, mendorong, mengampuni, mengembalikan kemampuan untuk berjalan, memberikan kembali kehidupan. Sepanjang Injil kita melihat bagaimana Yesus dengan kata-kata dan perbuatan-perbuatan-Nya membawa hidup Allah yang mengubah. Ini adalah pengalaman perempuan itu yang mengurapi kaki Tuhan dengan minyak: ia merasa dipahami, dicintai, dan ia telah menanggapinya dengan sikap kasih: ia membiarkan dirinya disentuh oleh belas kasihan Tuhan, ia memperoleh pengampunan dan ia memulai hidup baru. Allah, Yang Hidup, penuh dengan belas kasihan. Apakah kalian setuju? Katakanlah bersama-sama: Allah, Yang Hidup, penuh dengan belas kasihan! Semua bersama-sama sekarang: Allah, Yang Hidup, penuh dengan belas kasihan. Sekali lagi: Allah, Dia yang Hidup penuh dengan belas kasihan!

Ini juga adalah pengalaman Rasul Paulus, seperti yang kita dengar dalam bacaan kedua: “Hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Putra Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal 2:20). Apakah hidup ini? Ini adalah hidup Allah sendiri. Dan siapa yang membawakan kita hidup ini? Ini adalah Roh Kudus, karunia Kristus yang bangkit. Roh itu menuntun kita ke dalam hidup ilahi sebagai anak-anak Allah yang sejati, sebagai putra putri dalam Putra tunggal-Nya, Yesus Kristus. Apakah kita terbuka untuk Roh Kudus? Apakah kita membiarkan diri dibimbing oleh-Nya? Kristen adalah “spiritual”. Ini tidak berarti bahwa kita adalah orang-orang yang hidup “di awan”, jauh dari kehidupan nyata, seolah-olah itu semacam fatamorgana. Tidak! Orang Kristen adalah seorang yang berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan kehendak Allah, seorang yang memperkenankan hidupnya untuk dibimbing dan dipelihara oleh Roh Kudus, untuk hidup penuh, suatu kehidupan yang layak bagi putra putri sejati. Dan ini memerlukan realisme dan buah melimpah. Mereka yang membiarkan diri mereka dipimpin oleh Roh Kudus adalah realis, mereka tahu bagaimana untuk mensurvei dan menilai realitas. Mereka juga berbuah, hidup mereka membawa kehidupan baru bagi kelahiran di sekitar mereka.

Saudara-saudari terkasih, marilah kita melihat kepada Allah sebagai Allah Kehidupan, mari kita melihat ke hukum-Nya, ke pesan Injil, sebagai jalan menuju kebebasan dan kehidupan. Allah yang Hidup membebaskan kita! Mari kita mengatakan “Ya” untuk mengasihi dan tidak mementingkan diri sendiri. Mari kita mengatakan “Ya” untuk kehidupan dan tidak untuk kematian. Mari kita mengatakan “Ya” untuk kebebasan dan tidak untuk perbudakan kepada banyak berhala dari zaman kita. Dalam sebuah kata, mari kita mengatakan “Ya” kepada Allah yang adalah kasih, kehidupan dan kebebasan, dan Yang tidak pernah mengecewakan (lih. 1 Yoh 4:08, Yoh 11:02, Yoh 8:32); mari kita katakan “Ya “kepada Allah, Dia yang Hidup dan yang penuh dengan belas kasihan. Hanya iman kepada Allah yang Hidup menyelamatkan kita: pada Allah yang dalam Yesus Kristus telah memberi kita hidup-Nya sendiri oleh karunia Roh Kudus dan telah memungkinkan untuk hidup sebagai putra putri sejati Allah melalui rahmat-Nya. Iman ini membawa kita kebebasan dan kebahagiaan. Mari kita memohon Maria, Bunda Kehidupan untuk membantu kita menerima dan menjadi saksi tetap bagi “Injil Kehidupan” itu. Amin.
(AR)

Paus Fransiskus

Sumber:
http://www.vatican.va/holy_father/francesco/homilies/2013/documents/papa-francesco_20130616_omelia-evangelium-vitae_en.html

Bengkel Kehidupan

0

Serat-serat lampu menembus deretan umat yang sedang berdiri untuk menerima berkat ulang tahun kelahiran dan perkawinan dalam Misa pesta nama Lingkungan Santo Barnabas, Paroki Santa Odilia, Tangerang, pada tanggal 11 Juni 2013.

Aku terperanjat dengan kehadiran seorang pria gagah yang didampingi istrinya tercinta yang penuh khidmat menimba berkat atas ulang tahun pernikahan mereka.

Andito, namanya tertulis dalam ingatanku karena peristiwa yang menyentaknya, keluarganya, dan teman-temannya dalam waktu singkat.
Aku pernah memberikan Sakramen Perminyakan Suci kepadanya di sebuah rumah sakit di Semanggi, pada pukul 02.00 dini hari ketika nyawanya sudah berada di ujung tanduk akibat terdapat pembuluh darah di otaknya yang menggelembung dan sudah bocor.
Pada waktu itu, ia masih muda, berusia tiga puluh tujuh tahun.
Kejadian itu justru terjadi ketika ia sedang menjalankan tugas dari Tuhan menjadi bendahara panitia Natal paroki.

Operasi kateterisasi (angiography) pemasangan semacam koil di pembuluh darah yang telah bocor telah dilaksanakan dengan resiko kena stroke.
Setelah operasi, ia tak sadarkan diri.
Istrinya sudah tidak bisa berharap kepada kekuatan apapun di dunia selain memohon keajaiban Tuhan melalui doa novena terus menerus yang dibungkus dengan tumpahan air matanya dan bersama-sama umat lingkungannya.

Ketika istrinya mendatanginya, begitu banyak alat yang menempel di tubuhnya.
Ia tiba-tiba menggerakkan kakinya dan membuka matanya.
Ia sadar jauh lebih cepat daripada yang diperkirakan karena mungkin aura kedatangan istrinya tercinta memulihkannya segera.

Evaluasi medis menunjukkan bahwa kondisi pembuluh darahnya bagus dan bisa pulang ke rumah walaupun dengan kondisi setengah lumpuh akibat stroke.
Dengan dukungan istrinya, ia bertekun melatih diri untuk menyembuhkannya dari kelumpuhannya.
Puji Tuhan kondisinya sekarang sudah membaik, bisa bekerja dan beraktivitas seperti sedia kala.

Istrinya memaknai peristiwa yang menimpa suaminya yang dapat aku istilahkan dengan tiga kata “Terpana dalam Gulita”.
Banyak mukjizat didapatkannya.
Semua jalan terbuka dengan mudahnya.
Kepanikan dapat diatasinya sehingga pertolongan pertama dapat dilakukannya.
Tim dokter yang hebat disediakannya.
Biaya besar dapat diatasinya.
Pemulihan suaminya sungguh merupakan anugerah Tuhan yang luar biasa.
Ia mensyukurinya dengan berdoa dan mencium salib di ruang doa pastoran karena Ia wafat dan bangkit untuk memulihkan kehidupannya.

Pesan sukacita iman yang perlu disyukuri : “Tangan Tuhan memeluk dan menjaga kita setiap detik”.

Ketika ada sesuatu yang kurang beres dalam hidup kita, kita membawanya kepada Bengkel Kehidupan, yaitu Tuhan Allah yang menciptakan kita.
Karena Dia menciptakan kita, Dia tahu seluk beluk dalam diri kita.
Dia akan membereskan kehidupan kita secara tepat dan jitu.
Kita akhirnya lebih dari pemenang karena Tuhan telah mengasihi kita : “tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita” (Roma 8:37).

Tuhan Memberkati

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Dekapan Tuhan

0

Bahana rindu untuk mensyukuri kebaikan Tuhan terpancar seperti harum bunga dari lagu pujian awal “Tuhan itu Baik” yang dinyanyikan sebelum Misa Pembukaan Persekutuan Doa Karismatik Katolik Santo Lukas (PDKK Para Medis), pada tanggal 21 Juli 2013 di Gedung Shekinah, Jakarta Pusat.

Ratusan umat larut dalam sukacita atas kebaikan Tuhan yang tak berkesudahan.

Acungan jempol dari muka-muka yang gembira dan bibir-bibir yang tersenyum dipersembahkan kepada Tuhan Yesus yang senantiasa baik kepada umat-Nya.

Pengalaman bahwa dunia tidak akan pernah menjauhkan umat Tuhan dari kasih-Nya membawa jiwa masuk ke dalam penyembahan kepadaNya.

Hadirat Tuhan dirasakan begitu dekat sehingga menggetarkan relung-relung jiwa.

Getaran spiritual itu menciptakan suasana doa yang khusuk dan khidmat.

Kedekatan dengan Tuhan memberanikan diri mohon kekuatan, penyembuhan, dan peneguhan melalui doa penumpangan tangan dari imam-Nya.

Sabda Tuhan Yesus dalam Matius 21: 22 “Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya” menjadi penopang keyakinan bahwa kuasa Allah pasti terjadi bagi orang yang percaya.

Seorang kakek, berusia delapan puluh tujuh tahun, meyakini kekuatan doa itu.

Setelah pelayanan doa purna, ia tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya dan berkata : “Romo, istri saya belum didoakan. Maaf istri saya sudah berumur delapan puluh sembilan tahun sehingga ia tidak bisa berdiri ketika romo mendoakan umat”.

Setelah menerima doa, kakek dan nenek itu dengan wajah gembira mengatakan bahwa usia pernikahan mereka telah berusia enam puluh delapan tahun.

Mereka sangat berterimakasih kepada Tuhan karena telah dianugerahi tiga anak dan enam cucu.

Kunci kelanggengan pernikahan mereka dinyatakan dalam syair iman : “Duduk diam mendengarkan Tuhan dalam doa bersama membingkai keteguhan cinta mereka. Cinta yang terus dirajut bersama Tuhan membuat mereka menikmati kebahagiaan sejati kini dan di surga nanti. Pernikahan suci merupakan salah satu kunci untuk memasuki gerbang Surga”.

Pesannya : “Jangan risaukan apa yang belum kita dapati, tetapi risaukan apa yang belum kita syukuri.

Kebaikan Tuhan tak akan pernah berhenti nampak gamblang bagi hati yang dipenuhi dengan rasa syukur.

Kerisauan dan kesepian yang senantiasa menggoda hati tidak akan membunuh kebahagiaan di dalam gelanggang kehidupan ini karena Tuhan senantiasa menyertai: “Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir jaman” (Matius 28:20).

“Tuhan senantiasa mendekap anak-anak-Nya yang mau menyembah dan memujiNya setiap hari”.

Bergabunglah dalam Misa Persekutuan Doa Karismatik Katolik Santo Lukas setiap Minggu ketiga pukul 10.00 pagi, anda pasti akan merasakan dekapan kasih Ilahi.

Tuhan memberkati.

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab