[8 Oktober 2017. Hari Minggu Biasa ke-27. Yeh 5:1-7. Flp 4:6-9. Mat 21:33-43]
33. “Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lobang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain.
34. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. 35. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain pula dengan batu. 36. Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak dari pada yang semula, tetapi mereka pun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. 37. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. 38. Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita. 39. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. 40. Maka apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” 41. Kata mereka kepada-Nya: “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya.”
42. Kata Yesus kepada mereka: “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. 43. Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.
Teman-teman,
Apabila Injil Minggu lalu berbicara mengenai ketaatan, Injil hari ini berbicara mengenai buah dari ketaatan kita yang adalah cinta kasih. Allah ingin agar kita “menghasilkan buah” cinta kasih (43).
Cinta kita tertuju, pertama-tama, kepada sesama kita. Cinta bukanlah sekadar perasaan. Cinta adalah menginginkan hal-hal yang baik bagi orang lain (STh., I-II q.26 a.4 resp.: “to love is to wish good to someone”). Untuk mencintai, seringkali kita harus melupakan diri kita sendiri (lih. Mat 16:24) dan memikirkan orang lain.
Cinta kita kepada sesama kita, dalam waktu yang sama, tertuju kepada Allah juga: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Cinta kasih adalah persahabatan kita dengan Allah (STh., II-II q.23 a.1 resp.: “charity is the friendship of man for God”). Sahabat yang baik seharusnya tidak pernah melupakan sahabatnya. Apakah kita ingat akan Allah senantiasa? Allah tinggal (inhabit) dalam jiwa orang-orang yang berada dalam keadaan rahmat (state of grace), seperti yang Yesus katakan: “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia” (Yoh 14:24). Supaya kita tidak lupa akan keberadaan Sahabat kita dalam hati kita, ada sarana-sarana manusiawi dan sederhana yang bisa kita terapkan: misalnya, kita bisa meletakkan salib kecil di meja kerja kita; atau, setiap kali kita membuka pintu, kita bisa berusaha untuk mengucapkan sebuah doa singkat, seperti “Tuhan, tolonglah saya” atau “Jadilah seturut kehendak-Mu.”
Semoga Ekaristi hari ini menolong kita untuk menghasilkan buah cinta kasih bagi sesama kita dan bagi Allah.