Ada pertanyaan yang menarik. Kalau Yesus disunat, mengapa kemudian sunat tidak menjadi keharusan bagi pengikut-Nya? Dari definisinya, sunat (circumcisio) mengacu kepada ‘pemotongan’, yaitu secara khusus pada pemotongan kulit penis. Jika kita mempelajari tulisan ahli sejarah Herodotus maka kita ketahui bahwa bukan hanya bangsa Yahudi saja yang mengenal tradisi sunat ini, melainkan juga bangsa Mesir, Kolkian dan Etiopian, dan kemudian kita ketahui bahwa tradisi ini menjadi bagian dari tradisi kaum muslim.
Namun bagi kita, umat Kristiani, kitapun perlu mengetahui makna “sunat” ini, agar kita semakin dapat menghayati iman kita:
1. Sunat dalam Perjanjian Lama
Dalam Perjanjian Lama (PL), kita mengetahui sunat pertama kali disyaratkan oleh Allah kepada Abraham sebagai tanda perjanjian antara Allah dengan Abraham dan keturunannya, sehingga sunat dilakukan terhadap semua anak laki-laki pada saat anak tersebut berusia 8 hari (lih. Kej 17:11-12). Tradisi sunat ini dilanjutkan di jaman Nabi Musa (lih. Im 12:3, Kel 12:48), Yoshua (Yos 5:2) dan tradisi ini dilaksanakan seterusnya sampai pada jaman Yudas Makabe (167-160 BC) meskipun di tengah tekanan para penguasa (lih. 2 Mak 6:10); dan sampai juga ke jaman Yesus Kristus. Alkitab mencatat bahwa ketika Yesus genap berumur 8 hari, Bunda Maria dan St. Yusuf membawa-Nya ke Bait Allah untuk disunat dan diberi nama Yesus (lih. Luk 2:21).
2. Makna Yesus disunat
Maka kita melihat dengan obyektif di sini bahwa Yesus disunat karena pengaruh tradisi Yahudi, sebab Ia dilahirkan sebagai seorang Yahudi. Ia dilahirkan oleh seorang perempuan, dilahirkan dari yang takluk kepada hukum Taurat, untuk membebaskan mereka yang takluk kepada hukum Taurat, sehingga kita dapat diangkat menjadi anak-anak Allah.
St. Thomas dalam ST, III, q.37, a. 1 menjabarkan bahwa dengan disunat, Kristus ingin membuktikan bahwa Dia sungguh-sungguh mempunyai kodrat manusia. Alasan kedua adalah untuk memberikan persetujuan bahwa tanda perjanjian yang diberikan oleh Allah dalam Perjanjian Lama adalah sah. Kristus sebagai keturunan Abraham – yang telah menerima perintah Tuhan bahwa sunat adalah tanda perjanjian dan ungkapan iman (lih. Kej 17:10) – juga disunat. karena Kristus disunat, maka bangsa Yahudi tidak mempunyai alasan untuk tidak menerima Kristus. Kristus juga menunjukkan bahwa ketaatan untuk menjalankan perintah Tuhan sesungguhnya sangatlah penting, sehingga Dia disunat pada hari ke-delapan (lih. Luk 2:21; bdk. Im 12:3) Dengan mengambil dan menjalankan sunat, maka Kristus dapat membebaskan manusia dari hukum ini dan memberikan hukum yang lebih sempurna (lih. Gal 4:4-5) – yaitu sunat secara rohani. St. Athanasius dalam komentarnya tentang Luk 2:23, menuliskan hal ini dengan begitu indahnya, “Karena Anak Allah menjadi manusia, dan disunat di dalam daging, bukan untuk kepentingan diri-Nya sendiri, namun agar Dia dapat menjadikan kita [anak-anak] Allah melalui rahmat, dan agar kita dapat disunat secara rohani; dengan demikian, sekali lagi, untuk kepentingan kita Dia dipersembahkan kepada Allah, sehingga kita dapat belajar untuk mempersembahkan diri kita kepada Tuhan.” ((St. Athanasius, on Lk. 2:23; dikutip oleh St. Thomas dalam ST, III, q. 37, a. 3, ad 2.))
Sunat rohani, yang menandai kita menjadi anak-anak Allah melalui rahmat-Nya, terjadi pada saat Pembaptisan, di mana melaluinya kita “dilahirkan kembali dalam air dan Roh” (Yoh 3:5). Kelahiran kembali ini ditandai dengan “menanggalkan manusia lama berserta segala hawa nafsunya …dan mengenakan manusia baru di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.” (Ef 4:22-24). Maka inilah makna “sunat” yang baru, yang tidak lagi berupa penanggalan/ pemotongan kulit lahiriah, tetapi penanggalan hawa nafsu dan dosa dan mengenakan hidup yang baru di dalam Roh Kudus.
3. Yang ditekankan Yesus: sunat rohani
Jadi sebenarnya yang ingin ditekankan Yesus adalah dimensi spiritual dari “sunat” seperti yang sebelumnya telah diajarkan dalam PL, bahwa yang terlebih utama adalah sunat hati/ rohani (Ul 10:16 dan 30:6, Yer 4:4, 9:25-26). Seperti juga Yesus mengajarkan bahwa yang terpenting bukan apa yang terlihat dari luar, tetapi yang ada di dalam hati; bukan menerapkan hukum supaya terlihat baik dari luar, namun agar kita melakukan keadilan, belas kasihan dan kesetiaan (lih. Mat 23:5, 23)
Maka Rasul Paulus mengajarkan:
“Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” (Rom 2:29).
“Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.” (Kol 2:12)
Maka di sini “sunat lahiriah” tidak menjadi hukum utama bagi seseorang untuk menjadi anggota bangsa pilihan Allah, tetapi “sunat rohaniah” yang adalah Pembaptisan berdasarkan iman akan Allah Tritunggal yang telah mengutus Yesus Kristus Putera-Nya untuk menyelamatkan manusia.
4. Para rasul mengikuti ajaran Yesus, juga mengajarkan sunat rohani
Para Rasul mengajarkan berdasarkan pengajaran Tuhan Yesus sendiri adalah: bahwa yang terpenting adalah sunat rohani, dan bukanlah sunat badani. Oleh sunat rohani, yaitu iman akan Yesus Kristus inilah, maka seseorang diselamatkan, dan bukan karena memenuhi hukum sunat lahiriah menurut hukum Taurat. Rasul Paulus mengajarkan:
“Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: “tidak ada seorangpun yang dibenarkan” oleh karena melakukan hukum Taurat.” (Gal 2:16)
5. Sunat menurut Bapa Gereja
Berikut ini beberapa kutipan ajaran Bapa Gereja abad-abad awal tentang sunat yang merupakan tanda akan penggenapannya dalam Baptisan, yang dilestarikan oleh Gereja Katolik:
1. St. Yustinus Martir (155)
“Karena itu, bejana pertobatan dan pengetahuan akan Tuhan ini yang ditetapkan karena pelanggaran umat Tuhan, sebagaimana diserukan oleh Nabi Yesaya, telah kita imani dan saksikan bahwa Baptisan yang diwartakan-Nya itulah saja yang dapat memurnikan orang-orang yang telah bertobat; dan ini adalah air kehidupan….. Sebab apakah gunanya baptisan itu [sunat] yang hanya membersihkan daging dan tubuh saja? Baptislah jiwa dari kemarahan dan dari dengki dan iri hati, dan dari kebencian; dan lihatlah! Tubuh menjadi murni…. Tapi kamu telah memahami segala sesuatunya secara jasmani, dan kamu pikir itu adalah kesalehan jika kamu berbuat demikian, sementara jiwamu dipenuhi dengan tipu daya dan singkatnya, dalam setiap kejahatan….” (Dialogue with Trypho, ch. 14).
“Dan Nabi Musa menyatakan bahwa Tuhan sendiri bersabda: “Sebab itu sunatlah hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk…” (Ul 10:16, lih. Im 26:40-41). Sebab sunat jasmani sejak Nabi Abraham, diberikan sebagai sebuah tanda; bahwa kamu dipisahkan dari bangsa-bangsa lain, dan dari kami; dan bahwa kamu sendiri dapat menderita menanggung apa yang sekarang secara adil kamu tanggung … dan bahwa tak seorangpun dari kamu dapat pergi ke Yerusalem…. * Semua ini terjadi atasmu dengan setimpal dan adil, sebab kamu telah menganiaya Sang Keadilan, dan para nabi-Nya sebelumnya; dan sekarang kamu menolak mereka yang berharap kepada-Nya dan di dalam Dia yang mengutus-Nya – yaitu Tuhan yang Mahabesar Pencipta segala sesuatu- dengan mengutuk di dalam sinagoga-sinagoga, mereka yang percaya kepada Kristus. Sebab kamu tidak punya kuasa untuk melukai kami … (Dialogue with Trypho, ch. 16).
Catatan *: Lihat Apology, I, 47. Orang-orang Yahudi -menurut Hadrian’s edict, dengan hukum melarang orang-orang Yahudi untuk memasuki Yerusalem, dengan ancaman hukuman mati. St. Yustinus melihat dalam hal sunat, hukuman bagi mereka sendiri.
“Maka basuhlah, dan menjadi bersihlah dan jauhkan segala kejahatan dari jiwamu, sebagaimana Tuhan menghendaki kamu dibasuh dalam bejana ini, dan disunatlah dengan sunat yang sejati. Sebab kami juga akan melakukan sunat jasmani dan Sabat, dan semua perayaan-perayaan, kalau seandainya kami tidak tahu alasan mangapa hal-hal itu diajarkan kepada kamu, yaitu karena pelanggaranmu dan ketegaran hatimu. Sebab jika kami dengan sabar menanggung semua hal yang dirancangkan terhadap kami oleh mereka yang jahat…, supaya bahkan di tengah-tengah kekejaman yang tak terkatakan, kematian dan penganiayaan, kami berdoa untuk belas kasihan kepada mereka yang menganiaya kami….mengapakah Trypho, bahwa kami tidak akan melakukan ritus-ritus itu yang tidak mencelakakan kami – yang kumaksud tentang sunat, Sabat dan berbagai perayaan Yahudi? (Dialogue with Trypho, ch. 18).
“Bahkan kamu yang disunat menurut daging, membutuhkan sunat kami [menurut rohani]; tetapi kami, yang telah memiliki hal yang kedua [sunat rohani], tidak membutuhkan hal yang pertama [sunat jasmani]. Sebab jika itu keharusan, seperti anggapanmu, Tuhan tak akan menciptakan Adam tidak disunat. Ia tak mungkin menghormati persembahan Habel yang tidak disunat saat mempersembahkan kurban, dan tak mungkin berkenan kepada Henokh yang tidak disunat… Lot yang tidak disunat diselamatkan dari Sodom dan Gomora…. Nuh, permulaan suku kita, meskipun tidak disunat, masuk ke dalam bahtera. Melkisedek, imam dari Yang Mahatinggi, tidak disunat… Maka untuk kamu sendiri sunat diperlukan; supaya bangsa tersebut menjadi bukan bangsa apapun; sebagaimana dikatakan oleh Nabi Hosea…. (Dialogue with Trypho, ch. 19).
2. Tertullian (160-220)
“Biarlah ia yang berusaha keras mempertahankan bahwa Sabat tetap harus dilakukan sebagai obat keselamatan dan sunat di hari kedelapan…. mengajarkan kita bahwa pada masa lalu, orang-orang benar melakukan hari Sabat dan sunat, dan karena itu mereka disebut ‘para sahabat Allah’. Sebab jika sunat memurnikan manusia, karena Tuhan menciptakan Adam tidak disunat, mengapa Ia tidak menyunatkan dia bahkan setelah ia berdosa, jika sunat itu memurnikan? … Maka, karena Tuhan pada mulanya menciptakan Adam tidak bersunat dan tidak melakukan Sabat, konsekuensinya keturunannya, Habel mempersembahkan kurban, yang tidak bersunat dan tidak melakukan Sabat, dipuji oleh-Nya (Kej 4:1-7, Ibr 11:4). Nuh juga tidak bersunat- ya, dan tidak melakukan Sabat- Tuhan membebaskan dari air bah. Sebab Henokh juga, orang yang paling benar, tidak bersunat dan tidak melakukan Sabat, ia diangkat dari dunia ini, yang pertama tidak mengalami kematian sehingga, menjadi kandidat bagi kehidupan kekal, ia menunjukkan kepada kita bahwa kita juga dapat, tanpa menanggung beban hukum Musa, menyenangkan Tuhan” (An Answer to the Jews, 2 [A.D. 203]).
3. Eusebius dari Kaisarea (260-339)
“Mereka [para orang kudus pertama di Perjanjian Lama] tidak memperhatikan sunat jasmani, demikian juga kita [orang-orang Kristen]. Mereka tidak melakukan Sabat, demikian juga kita. Mereka juga tidak menghindari jenis-jenis makanan tertentu, maupun pembedaan-pembedaan lain yang dikeluarkan oleh Musa kepada keturunannya untuk dilakukan sebagai simbol-simbol; demikian juga umat Kristen di zaman ini melakukan hal-hal itu” (Church History 1:4:8 [A.D. 312]).
4. St. Yohanes Krisostomus (347-407)
“Ritus sunat dulu sangat dihormati menurut adat Yahudi …. Ini dipandang sebagai lebih mulia dari Sabat, sebagai yang tidak dihapuskan pada waktu tertentu. Ketika kemudian ini [sunat] tidak dilakukan lagi, terlebih lagi [tidak dilakukan] adalah hukum Sabat.” (Homilies on Philippians 10 [A.D. 402]).
5. St. Agustinus (354-430)
“Apakah ada di dalam ke sepuluh perintah Allah, selain penerapan hari Sabat, yang tidak harus ditaati oleh seorang Kristen…. Yang mana dari perintah-perintah ini [sepuluh perintah Allah], yang dikatakan orang bahwa umat Kristen tak harus melakukannya? Adalah mungkin untuk menegaskan bahwa bukanlah hukum yang tertulis di kedua loh batu yang dijabarkan oleh Rasul [Paulus] sebagai ‘hukum yang tertulis mematikan’ (2Kor 3:6), tetapi hukum sunat dan ritus-ritus sakral lainnya yang kini dihapuskan” (The Spirit and the Letter 24 [A.D. 412]).
6. Paus Gregorius I (540-604)
“Telah sampai ke telingaku bahwa orang-orang tertentu dengan semangat yang menyimpang telah menabur di antara kamu sesuatu yang salah dan bertentangan dengan iman yang kudus, sehingga melarang pekerjaan apapun yang dilakukan pada hari Sabat. Adakah yang lain yang dapat kukatakan selain menyebut orang-orang ini sebagai pengkhotbah Antikristus, yang ketika ia datang akan menyebabkan hari Sabat seperti hari Tuhan, untuk dijadikan hari yang bebas dari semua pekerjaan…. Sebab inilah yang dikatakan nabi, “Apabila kamu sungguh-sungguh mendengarkan Aku, demikianlah firman TUHAN, dan tidak membawa masuk barang-barang melalui pintu-pintu gerbang kota ini pada hari Sabat, tetapi menguduskan hari Sabat dan tidak melakukan sesuatu pekerjaan pada hari itu…” (Yer 17:24) dapat dipegang sepanjang itu sesuai dengan hukum untuk dilakukan menurut hukum yang tertulis. Tetapi setelah rahmat Tuhan yang Mahakuasa itu, Tuhan kita Yesus Kristus, telah muncul, perintah-perintah hukum yang telah dikatakan secara figuratif tidak dapat dilaksanakan menurut hukum yang tertulis. Sebab siapapun yang mengatakan bahwa ini adalah tentang Sabat yang harus dilaksanakan, ia harus perlu juga mengatakan bahwa kurban-kurban jasmani [kurban hewan-hewan] harus dipersembahkan. Ia harus juga mengatakan bahwa perintah tentang sunat jasmani adalah untuk dipertahankan. Tetapi biarlah ia mendengar apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus yang berkata menentang dia: “…jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu” (Gal 5:2).
5. Apakah yang diajarkan oleh Gereja Katolik?
Gereja Katolik, berpegang kepada Kitab Suci, mengajarkan bahwa hukum sunat jasmani dalam Perjanjian Lama merupakan tanda dan persiapan bagi penggenapannya dalam sunat rohani, yaitu Baptisan dalam Perjanjian Baru.
KGK 527 Penyunatan Yesus, pada hari kedelapan sesudah kelahiran-Nya Bdk. Luk 2:21., adalah suatu bukti bahwa Ia termasuk dalam keturunan Abraham dalam bangsa perjanjian, bahwa Ia takluk kepada hukum Bdk. Gal 4:4. dan ditugaskan untuk ibadah Israel, yang dalamnya Ia akan mengambil bagian sepanjang hidup-Nya. Ia adalah pratanda “penyunatan yang diberikan Kristus”: “Pembaptisan” (Kol 2:11-12).
KGK 1150 Tanda-tanda perjanjian. Bangsa terpilih menerima dari Allah tanda-tanda dan lambang-lambang khusus, yang menandakan kehidupan liturginya. Mereka bukan lagi hanya gambaran tentang peraturan dalam kosmos dan bukan lagi hanya isyarat-isyarat sosial, melainkan tanda-tanda perjanjian dan lambang karya agung Allah untuk umat-Nya. Penyunatan, pengurapan, dan penahbisan para raja dan para imam, peletakan tangan, persembahan, dan terutama Paska, termasuk tanda-tanda liturgis Perjanjian Lama ini. Gereja melihat di dalam tanda-tanda ini pratanda Sakramen-sakramen Perjanjian Baru.
Oleh karena itu, setelah digenapi dalam Baptisan, Gereja tidak lagi kembali kepada hukum yang lama. Hukum sunat jasmani itu tidak untuk dianggap batal ataupun tidak ada, sebaliknya, tetap diakui sebagai gambaran Baptisan, namun pelaksanaannya disempurnakan. Prinsip dasar sunat, yaitu untuk meninggalkan kedagingan manusia yang lama, tetap disyaratkan, namun perwujudannya tidak secara jasmani, tetapi secara rohani, sebagaimana sejak awal direncanakan Allah (lih. Ul 10:16). Setelah maksud sunat rohani tersebut, yaitu pertobatan, telah dipahami oleh umat-Nya, maka sunat jasmani tidak lagi disyaratkan. Keselamatan tidak diperoleh melalui sesuatu yang sifatnya jasmani semata, tetapi oleh sesuatu yang rohani. Sebab makna Baptisan itu tidak saja mencakup pertobatan, tetapi juga karunia kehidupan baru yang ilahi di dalam Kristus, yang menghantar kepada keselamatan kekal. Dan jika makna yang sempurna ini telah diperoleh di dalam Kristus, maka Gereja tidak dapat kembali ke makna samar-samar di zaman Perjanjian Lama saat penggenapannya di dalam Kristus belum terjadi. Hal yang serupa adalah pemaknaan Hari Tuhan, yang merupakan penggenapan makna hari Sabat pada Perjanjian Lama.
6.Jadi bagaimana sekarang, perlukah kita disunat?
“Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.” (1 Kor 7:19). Dengan mengetahui bahwa yang terpenting adalah sunat rohani, maka sekarang tidaklah menjadi penting, sunat atau tidak bersunat, asalkan kita melakukan hukum-hukum Allah terutama hukum kasih. Maka jika seseorang Katolik tidak disunat, itu disebabkan karena itu sudah bukan keharusan bagi kita sebagai pengikut Kristus, sebab keselamatan kita tidak diperoleh dari sunat/ hukum Taurat tetapi oleh iman akan Kristus Tuhan.
Dengan demikian, seperti telah disampaikan di atas, “sunat” dalam Perjanjian Lama adalah persiapan/ gambaran dari Pembaptisan di Perjanjian Baru. Yesus memperbaharui dan menggenapi hukum Taurat dengan memberikan hukum yang baru; Yesus tidak membatalkannya, namun menyempurnakannya dan memberikan arti yang lebih penuh terhadap apa yang ditentukan dalam hukum Taurat Musa. Bahwa kekudusan tidak hanya sesuatu yang terlihat dari luar namun lebih kepada apa yang ada di dalam hati. Dan kekudusan yang sejati inilah yang menghantar kita kepada keselamatan kekal.
Di sinilah kita melihat kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. St. Thomas Aquinas pernah mengajarkan tentang 3 jenis hukum yang ada dalam Perjanjian Lama, dan bagaimana Yesus menggenapinya dalam Perjanjian Baru. Silakan klik di siniuntuk membacanya, semoga anda dapat semakin melihat bahwa Yesus Kristus adalah penggenapan hukum Taurat; dan Ia menyempurnakan hukum itu di dalam Diri-Nya sendiri.
A. Kejadian 17:12&14 Anak yang berumur delapan hari haruslah disunat, yakni SETIAP ANAK LAKI-LAKI DIANTARA KAMU, “TURUN TEMURUN”…………… Dan orang yang tidak disunat, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya, ia telah mengingkari perjanjian-Ku. ”
B. Kata Paulus, sunat tidak wajib, tidak berguna dan tidak penting (Galatia 5: 6, I Korintus 7: 18-19)
KETERANGAN: Arti disunat disini adalah “haruslah dikerat kulit khatanmu (17:11)”!!!!!!!!! dan bukan rohani atau iman atau sunat hati!!!
Kesimpulan: “Tanya diri anda, tanya hati anda, tanya pikiran anda!! yang mana yang benar dan yang mana yang mengada-adakan sesuatu!!”
Penjabaran Artikel No.2. “Pengaruh tradisi Yahudi, sebab Ia dilahirkan sebagai seorang Yahudi”. Jadi karena pengaruh yahudi bukan atas perintah tuhan mu yang di ada dikitab suci mu atau mengikuti kata paulus, begitu????
[dari katolisitas: Yang menjadi masalah adalah Anda tidak dapat melihat bahwa Kitab Suci bagi umat Katolik adalah tidak hanya terdiri dari Perjanjian Lama, namun juga termasuk Perjanjian Baru. Cobalah baca argumentasi dari tanya jawab di atas, dan silakan memberikan tanggapan lagi.]
Sebenarnya saya takut disunat, semua para Nabi dan Rasul disunat begitujuga umat-Nya yg terdahulu membuktikan sunat merupakan perintah dan kewajiban dari Bapa.
Namun dengan penjelasan dari Katolisitas.org ini saya bisa tenang dan damai karena sunat bukan kewajiban lagi. Orang yang percaya tidak perlu disunat kalo hanya mencederai tubuh yang sudah sempurna ini.
Allah tidak perlu untuk menyamar jadi manusia.sekiranya ia berkehendakan menjadikan manusia ini semuanya beriman dan menyembahannya bisa saja dan terlalu mudah baginya.tiada yang mustahil baginya..tetapi kenapa Allah menjadikan manusia berbangsa2 dan berbagai bahasa.supaya manusia bercampur gaul dan mengenali antara manusia dan berbuat baik.Kenapa Kiamat di sembunyikan masanya oleh Allah???? kerana Allah mahu menghitung amalan manusia siapa yg lebih baik amalnya.Bukan hanya berkata dimulut aku seorang yang dah beriman tetapi belum di uji.Walaubagaimanapun Sifat kasih sayang Allah pada manusia maka ia bekalkan petunjuk dan jalan dengan diutus Para nabi dan rasul dan diberi kitab panduan.Sesiapa yang mengikuti para nabi dan rasul maka selamatlah ia dunia dan akhirat tapi siapa yang mengingkari dan berpaling serta menentang maka tunggu lah azab di akhirat nanti.azab yang amat pedih.adakah kita mampu nak melalui azab seksa di sana nanti tanpa ada penyudah.Di dunia ini pun dalam menjalani hidup banyak manusia yang sudah gagal dan tidak mampu menghadapinya tetapi syukurlah ianya berakhir dengan kematian dan terputus azab dunia.Tapi di akhirat nanti tiada akhirnya azab tersebut….Adakah kamu sanggup melaluinya????cari lah dan renungilah kata-kata ku wahai sekelian anak-anak adam.Dunia terlalu ke pengakhiran dan sudah terlalu tua.tanda-tanda kiamat telah banyak dan jelas telah berlaku…Ya Allah semuga dengan tulisan ini engkau datangkan lah manafaat bagi sesiapa yang membacanya dan buka lah pintu hati mereka.Aku tidak meminta upah daripad manusia.Cukuplah Allah yang membalasi ku.Amin……..
[adri katolisitas: Allah memang tidak perlu menyamar menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia. Namun karena kasih dan keadilan, maka Inkarnasi adalah cara yang dipilih Allah yang mengalir dari kebijaksanaan-Nya. Silakan membaca artikel ini – silakan klik]
Saya hanya ingin menanggapi orang2 yg sanksi akan Tuhan Yesus Kristus dan setiap perbuatannya dengan memberikan ayat ” Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia.” (1 Yoh 4 : 1)
Semoga banyak yang tidak terjebak nabi2 palsu.
Damai Tuhan beserta kita..
Helo ! Wahai saudaraku, jika ada suatu permasalahan yang bertentangan satu sama lain, sebaiknya anda kembali kepada tatanan hukum, aturan yang berlaku dalam kitab anda. Anda harus bisa membedakan mana firman Allah mana yang bukan firman Allah. Jadi sebaiknya jadikan firman Allah ini sebagai pedoman yang kebenarannya mutlak. Janganlah engkau jadikan perkataan paulus sebagai pedomanmu. Karena sesungguhnya paulus itu rasul palsu, meskipun hidup sejaman dgn Isa a.s, tapi paulus itu blm pernah bertemu dgn Isa a.s.
[dari katolisitas: Silakan menjawab tiga pertanyaan ini: (1) Apakah definisi pertentangan atau kontradiksi; (2) Apakah ajaran Rasul Paulus yang bertentangan dengan ajaran Kristus?; (3) Bagaimana Anda menanggapi Kis 9:1-9?]
Abraham disunat. Yahudi disunat. Yesus disunat. Paulus tidak disunat. Umat nasrani tidak disunat karena Paulus tidak disunat. Apa yang menjadi masalah? Tidak ada! Itu soal keyakinan. Kalau umat nasrani yakin bahwa Paulus lebih pantas diikuti daripada Yesus, kenapa umat non nasrani ribut?
Shalom Togog,
Silakan Anda membaca sekali lagi argumentasi kami tentang sunat, sehingga Anda dapat memberikan argumentasi yang baik dan lebih tajam. Tentang apakah Rasul Paulus disunat atau tidak, memang Kitab Suci tidak memberikan perkataan bahwa Rasul Paulus disunat, sama Kitab Suci juga tidak memberikan penjelasan para rasul lain telah disunat. Namun, walaupun demikian, Kitab Suci juga tidak pernah mengatakan bahwa Rasul Paulus tidak pernah disunat. Sebaliknya, ada beberapa ayat yang secara tidak langsung menyatakan bahwa sebenarnya Rasul Paulus juga disunat. Rasul Paulus mengatakan bahwa dia adalah orang Israel, keturunan Abraham, suku Benyamin (lih. Rom 11:1); seorang Yahudi yang taat di bawah bimbingan Gamaliel (Kis 22:3). Kalau dia seorang Yahudi, maka dia juga telah disunat pada hari ke delapan, seperti yang diperintahkan dalam Perjanjian Lama (lih. Im 12:3).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
shalom alechem, salam sejahtera saya adventis, sebenarnya sy msh kebingungan untk membedakan antara org farisi yg telah dikutuk olehNYA dg memegang tradisi ketimbang hukum Tuhan, dg katolik yg kental dg tradisi Roma nya,
[Dari Katolisitas: Bedanya adalah, tradisi orang Farisi adalah tradisi yang ditambah-tambahkan kepada hukum Taurat, menjadi peraturan manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan; sedangkan Tradisi yang diajarkan oleh Gereja Katolik, adalah Tradisi Suci para Rasul yang dilestarikan oleh para penerus mereka, dan Tradisi Suci ini sesuai dengan kehendak Allah. Karena Tradisi Suci dan Kitab Suci sama-sama menyampaikan Sabda Allah: Tradisi Suci menyampaikannya secara lisan, sedangkan Kitab Suci, secara tertulis.]
Semoga para pengasuh rubrik ini selalu dinaungi roh kudus dalam pewartaannya maupun dalam menjawab pertanyaan pertanyaan yang ada. Dari jawaban yang ada dengan penuh kesabaran dan kerendah hatian saya percaya roh kudus bekerja pada diri anda. Amin.
[Dari Katolisitas: Terima kasih atas atas dukungan doa Anda. Semoga Tuhan juga memberkati Anda dan keluarga Anda.]
Sunat itu HUKUM Taurat, salah satu perintah Allah kepada Nabi Ibrahim. Dan kata Yesus aku datang ke duni ini tidak merubah hukum Taurat, Tapi kenapa Paulus dan Gereja merubhanya dengan Konsili Yerusalem??
[dari katolisitas: silakan melihat tanya jawab ini – silakan klik]
Yesus disunat Paulus tidak, karena Paulus tidak sunat, hmm….
[dari katolisitas: Silakan melihat Kis 22:3]
“Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.” (1 Kor 7:19).
“Ke gereja atau tidak ke gereja tidak penting, yang penting percaya pada Yesus.”
“Mandi atau tidak mandi tidak tenting, yang penting kita punya rasa percaya diri.”
“Berbuat baik atau tidak berbuat baik tidak penting, yang penting kita menjadi orang Katholik.”
“Berpakaian tidak berpakaian tidak penting, yang penting berperilaku baik.”
Shalom Vincencia,
Menurut penjelasan A Catholic Commentary on Holy Scripture, Dom Orchard, OSB, 1 Kor 7:19: Dikatakan “Bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah/ Circumcision is nothing and uncircumcision is nothing; but the observance of the commandments of God“. Maksudnya adalah pernyataan bahwa hukum seremonial Yahudi telah diakhiri/ tidak berlaku lagi. Yang berlaku adalah hukum-hukum Allah sebagaimana diajarkan oleh Kristus.
Dengan demikian, ayat tersebut tidak untuk diartikan lain seperti beberapa pernyataan Anda.
“Ke gereja atau tidak ke gereja tidak penting, yang penting percaya pada Yesus?”
Sebab hak untuk menguduskan Hari Tuhan di gereja itu adalah hukum moral (sepuluh perintah Allah) yang tetap berlaku. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
“Mandi atau tidak mandi tidak penting, yang penting kita punya rasa percaya diri?”
Orang yang waras akan tahu kapan saatnya untuk mandi. Sebab betapapun punya rasa percaya diri, namun jika orang tidak mandi sampai sekian lama, dapat merugikan dirinya sendiri (kurang bersih dapat menimbulkan penyakit) dan merugikan orang lain (karena bau).
“Berbuat baik atau tidak berbuat baik tidak penting, yang penting kita menjadi orang Katholik?”
Hal ini tidak diajarkan oleh Gereja Katolik. Bahkan orang Katolik sendiri kalau tidak bertobat, dan tidak berbuat baik sesuai dengan imannya, dapat kehilangan keselamatannya. Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, dan klik di sini.
“Berpakaian tidak berpakaian tidak penting, yang penting berperilaku baik?”
Apakah Anda mau berbuat baik kepada semua orang tanpa berpakaian?
Mari, dalam menilai segala sesuatu, kita gunakan pertimbangan akal sehat dan prudence/ kebijaksanaan, dan jangan mengambil ayat Kitab Suci, untuk dilepaskan konteksnya, dan kemudian dijadikan dasar bagi pendapat pribadi, yang sesungguhnya tidak berhubungan dengan ayat tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Sunat itu Hukum Allah bukan tradisi Yahudi. Itu Perintah Allah.Penjelasan yang Aneh!
[Dari Katolisitas: Mungkin aneh bagi Anda, namun tidak bagi kami. Sebab kami tidak hanya berpegang kepada hukum Allah yang dicatat dalam Perjanjian Lama, tetapi juga hukum Allah yang dicatat dalam Perjanjian Baru, sebagaimana telah diuraikan di artikel di atas.]
Sungguh mengherankan Perintah Allah SWT yang diserukan oleh Nabi-nabiNya sejak zaman Adam sampai zaman Yesus yaitu menuhankan Tuhan yang tiada sekutu baginya Allah Yang Maha Esa bahkan Yahudi sampai sekarangpun tetap percaya kalau Tuhan itu Esa, tiba-tiba ajaran Yesus berubah 180 derajat ketika datang Paulus yg kamu sebut rasul, segala aturan taurat dirubah terutama konsep ketuhanan termasuk juga perintah bersunat dalam taurat, kalaulah benar Paulus itu mengikuti perintah Yesus lalu mengapa Yesus tidak merubah sendiri dengan kuasanya pada waktu itu, padahal Yesus (yg kamu sebut Tuhan) mempunyai kesempatan baik ketika sedang menjelma sebagai manusia, saya kira manusia akan lebih percaya kepada Yesus apalagi labelnya dia Tuhan (menurut kamu) dari pada Paulus, Apakah Yesus tidak berkuasa merubah aturan ??? mengapa harus Paulus yang merubah pengertian sunat !!!.
Parahnya lagi ketika datang orang yang menyerukan hal sama dengan seruan Yesus dan seruan nabi-nabi sebelumnya orang ini orang terakhir yang akan membawa risalahNya yang dijanjikan Allah malah dicap sebagai nabi palsu, sedangkan orang yang menyerukan hal bertolak-belakang dengan Yesus kamu sebut rasul. Hmmm… aneh, maka pantaslah bagi Paulus kalau dia mati terbunuh dan dibunuh yang dengan bangga diakui oleh orang kristen mati sebagai martir padahal kematiannya yang hina itu karena dia telah mendustakan hukum-hukum Tuhan yang sebenarnya.
[dari katolisitas: Kami telah memberikan argumentasi di atas. Kalau Anda mau konsisten dengan pemikiran Anda, apakah Anda juga mau mempercayai perkataan Yesus: “Akulah jalan, kebenaran dan hidup”? (Yoh 14:6)]
Sangat relevan dan masuk akal apa yang dikomentari oleh saudara kita Dimas Hasan, saya sebagai orang kristen yang katolik sangat apresiatif terhadap komentar anda. namun sayang balasan dari pihak katolisitas kok tidak nyambung dan tidak memberikan jawaban yang menciptakan suasana diskusi positip. Sangat jelas di situ ada kalimat yang secara implisit menjadi pertanyaan “Mengapa ajaran Yesus Kristus berubah 180 derajat setelah adanya Paulus, yang nota bene adalah orang non Yahudi (orang pintar dan juga orng yang cerdas tetapi tidak “Imani”, karena dia membiarkan orang yang beriman bernama “Stefanus” dibiarkan mati disiksa) justru mengajarkan tentang ajaran yang tidak sesuai dengan hukum turat yaitu dalam hal “Bersunat”. Sedangkan Tuhan Yesus sendiri sudah mengatakan bahwa “Aku datang bukan untuk meniadakan hukum taurat melainkan untuk menggenapinya, “Karena itu barang siapa meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling keci,…….. (Baca Matius 5 : 17-20) Dan penekanan dari perikop tersebut ada di ayat 20 yaitu “Maka Aku (Yesus Kristus Tuhan = Allah) berkata kepadamu,: “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat (Orang-orang MUNAFIK), sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga”.
Shalom Ignatius Priadi,
Sesungguhnya pertanyaan tentang sunat ini sudah berkali-kali ditanyakan dan kami tanggapi di situs ini. Silakan Anda membaca di daftar tanya jawab di bawah artikel ini, baik di halaman ini atau sebelumnya, dan pertanyaan Anda yang mirip pertanyaan Andapun sudah pernah ditanyakan sebelumnya. Oleh karena itu silakan Anda membaca kembali artikel di atas, maupun link-link yang berhubungan dengan artikel ini. Seringnya orang yang menentang ajaran iman Katolik, mengutip ayat-ayat Kitab Suci dan mengartikannya menurut pemahamannya sendiri, tanpa mengindahkan ajaran para Rasul. Demikian pula ia/ mereka menyeleksi ayat-ayat yang dijadikan acuan argumennya, dan mengabaikan ayat-ayat Kitab Suci yang lain. Gereja Katolik tidak pernah membaca Kitab Suci hanya sebagian ayat saja dan mengabaikan ayat-ayat yang lain. Gereja juga tidak mempertentangkan ajaran Rasul Paulus atau Rasul Petrus dengan ajaran Tuhan Yesus. Sebaliknya, Gereja melihat kesinambungan ajaran mereka karena semua itu ditulis atas inspirasi Roh Kudus yang sama. Justru orang yang menginterpretasikannya berbeda, itu menandakan bahwa ia tidak diinspirasikan oleh Roh Kudus yang sama itu.
Memang benar Yesus menggenapi hukum Taurat, tetapi penggenapan ini tidak identik dengan menerapkan kembali semua yang tertulis dalam hukum Taurat itu sama persis dengan yang dilakukan dalam Perjanjian Lama; sebab jika demikian tidak diperlukan Perjanjian Baru. Tentang bagaimana cara penggenapan hukum ini dijelaskan secara lebih rinci oleh St. Thomas Aquinas, silakan klik.
Salah satu bukti bahwa penggenapan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru, di mana penggenapan tersebut berbeda/ tidak sama persis dengan apa yang tertulis dalam Perjanjian Lama, adalah tentang tanda Perjanjian antara Allah dan manusia. Dalam Perjanjian Lama adalah perjanjian tersebut ditandai oleh darah anak domba Paskah Yahudi (lih. Kel 12), tetapi dalam Perjanjian Baru, ditandai Darah Sang Anak Domba Allah [yaitu Kristus] yang tercurah di kayu salib. Pengorbanan Kristus itulah yang membebaskan kita dari dosa, dan dengan demikian menggenapi dan memperbaharui seluruh hukum Taurat yang dari dirinya sendiri tidak dapat membebaskan manusia dari dosa, sebagaimana diajarkan oleh Rasul Paulus (lih. Gal 2:16,21; 3:11,20). Dengan adanya penggenapan korban Kristus ini, maka Gereja tidak lagi mengadakan korban binatang anak domba pada hari raya Paskah. Beberapa penggenapan nubuat Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik. Dan tentang Perjanjian Lama merupakan penggambaran samar-samar akan penggenapannya dalam Perjanjian Baru, silakan klik di sini. Karena Kristus sudah menggenapi hukum Taurat dengan makna yang lebih penuh dan sempurna dalam Perjanjian Baru, Gereja tidak lagi menerapkan hukum Taurat Perjanjian Lama. Hukum Taurat itu memang tidak untuk dihilangkan (lih. Mat 5:18) ataupun dianggap tidak ada, namun tetap dihormati sebagai penggambaran samar-samar akan penggenapannya dalam Kristus dalam Perjanjian Baru.
Demikianlah, sunat yang juga merupakan tanda perjanjian dalam Perjanjian Lama, juga digenapi dalam Perjanjian Baru dengan cara yang berbeda. Sebab dalam Perjanjian Baru, sunat jasmani ini disempurnakan menjadi sunat rohani, di dalam Kristus yaitu bukan saja penanggalan sebagian dari kulit jasmani, tetapi penanggalan dari keseluruhan tubuh manusia lama yang berdosa agar kita menjadi manusia baru di dalam Kristus (lih. Kol 2:11-12). Oleh Baptisan kita digabungkan di dalam wafat Kristus agar kita turut dibangkitkan oleh-Nya dan beroleh hidup yang baru. Inilah ajaran Gereja Katolik, yang disebutkan dalam Katekismus Gereja Katolik (lih. KGK 527, 1150).
Bahwa Kristus dulu disunat, tentu masuk akal, sebab peristiwa kurban salib-Nya dan pencurahan darah tanda Perjanjian Baru yang menjadi titik tolak dasar penggenapan dan pembaharuan hukum Taurat, belumlah terjadi. Namun setelah Yesus wafat dan bangkit dan naik ke surga, maka sunat tidak lagi diharuskan bagi para pengikut Kristus. Ini ditetapkan oleh para murid melalui Konsili Yerusalem, dan kisahnya bisa dibaca dalam Kitab Suci, yaitu dalam Kisah Para Rasul 15. Maka penetapan bahwa sunat tidak lagi diberlakukan bagi mereka yang mengimani Kristus, itu bukan semata ajaran Rasul Paulus, tetapi merupakan ajaran para Rasul yang lain juga. Maka menjadi tidak relevan kalau Anda memfokuskan diri kepada ciri-ciri Rasul Paulus, dan kemudian mengatakan dia bukan Yahudi dan menganggap bahwa Paulus mengubah ajaran Yesus. Sebab yang menentukan tentang hal sunat itu bukan hanya Rasul Paulus, namun juga para Rasul di Sidang Yerusalem.
Kejadian Sidang Yerusalem itu dicatat di Kisah para Rasul di Kis 15. Yang memutuskan untuk tidak membebani jemaat Kristen dengan aturan sunat, itu adalah Rasul Petrus yang adalah pemimpin para Rasul. Ajaran Rasul Petrus ini pasti benar, tidak mungkin salah/ sesat, sebab Kristus sendiri menjaminnya (lih. Mat 16:18-19). Nah, kuasa mengajar yang tak mungkin sesat ini diberikan oleh Kristus kepada Rasul Petrus dan para rasul-Nya yang lain (lih Mat 18:18), namun tidak kepada setiap orang. Maka jika Gereja Katolik mengajarkan demikian [yaitu bahwa umat Kristen tidak perlu disunat], itu karena melestarikan ajaran para Rasul, yang sudah diterapkan sejak Gereja di abad pertama itu. Orang-orang di abad-abad berikutnya yang mengartikannya berbeda, tidak mempunyai kuasa mengajar yang tidak mungkin sesat, seperti yang dimiliki oleh para Rasul itu, yang menerima kuasa itu dari Kristus sendiri. Jangan lupa bahwa dari para Rasul itulah kita menerima Injil yang ada sekarang termasuk Injil Matius yang menuliskan bahwa Yesus tidak meniadakan hukum Taurat (lih. Mat 5:18). Maka jika para Rasul dalam Kis 15 mengajarkan tentang penggenapannya hukum sunat itu di dalam Kristus, yang tidak mengadakan pembedaan antara bangsa Yahudi dan non-Yahudi, maka ajaran itu sama pentingnya dengan pengajaran dalam Mat 5:18.
Gereja Katolik yang melestarikan ajaran para Rasul itu, tidak mensyaratkan sunat sebagai tanpa perjanjian dengan Tuhan, melainkan Baptisan. Sebab itulah yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus (Mat 18:19-20). Silakan Anda membaca kembali Katekismus Gereja Katolik, tentang makna Baptisan, atau silakan Anda membaca sekilas di artikel ini, silakan klik, untuk memahami mengapa Baptisan merupakan penggenapan makna sunat.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
PS: Jika ada umat Katolik mau disunat, memang tidak dilarang, tetapi alasannya bukan untuk keselamatan.
Tapi mengapa Ortodoks agak berbeda ya?
saya juga bingung mengapa Katolik dan Ortodoks yang sangat dekat namun hal – hal yang mendasar banyak yang berbeda…
Saya seorang Katolik…
Menurut teman saya yg Ortodoks bahwa Gereja Ortodoks hanya mewajibkan umat kristen untuk di sunat adalah yang berasal dari agama Yahudi atau orang Yahudi karena menurut mereka Allah tidak mengubah ajaran agama Yahudi dan tetap akan terus diterapkan maka khusus orang Yahudi yang masuk Ortodoks wajib disunat…
Padahal sumbernya berasal dari Konsili Yerusalem dan Alkitab,,,
Khususnya Kisah Para Rasul 15:19-21
Bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa – bangsa lain yang berbalik kepada Allah.. Ayat ini selalu ditekankan oleh Ortodoks bahwa orang Yahudi yang masuk Ortodoks wajib disunat…
pertanyaannya :
Mengapa berbeda pendapat antara Katolik dengan Ortodoks mengenai sunat yang dikhusus bagi orang Yahudi yang masuk ke Kristen?
thanks
Shalom Krisna,
Perbedaannya adalah karena Gereja-gereja yang tidak berada dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik tidak mau menerima pengajaran Magisterium Gereja, sebab mereka tidak mengakui kepemimpinan Paus. Sedangkan Gereja Katolik yang berpegang kepada ajaran Magisterium, mengajarkan apa yang memang telah diajarkan dalam Kitab Suci oleh para Rasul dan para penerus mereka, sebagaimana nyata dalam tulisan-tulisan para Bapa Gereja abad-abad awal. Saya mengundang agar Anda membaca kembali artikel di atas, silakan klik (terutama point 5 dan 6, yang baru saja saya tambahkan), yang menjabarkan kutipan tulisan para Bapa Gereja mengenai sunat dan mengapa mereka mengajarkan bahwa sebagai umat Kristen, entah itu dari Yahudi ataupun bukan Yahudi, kita tidak lagi perlu disunat secara jasmani.
Gereja dimaksudkan oleh Kristus sebagai Gereja universal yang tidak membeda-bedakan suku bangsa atau golongan tertentu, sebab segala perbedaan itu telah dipersatukan oleh Kristus. “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Gal 3:28)
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear…
Saya mau bertanya buk :
1. Jika Yesus benar tidak merubah Hukum Taurat… mengapa 10 Hukum Taurat juga ada didalam kitab agama Islam… dan mereka malahan melestarikan Hukum Yahudi Musa itu sendiri..
2. Yang mengherankan kita, yesus sudah pasti orang Yahudi dan diperintah menjaga domba-domba yahudi…lalu mengapa Israel YAHUDI sendiri malah g masuk KRISTEN dan meludahi kepala pastor2 kristen ortodoks di yerusalem..?
ada pa sebetulnya dgn kristen buk..?
[dari katolisitas: Silakan melihat penjelasan tentang apakah Yesus membatalkan hukum taurat di sini – silakan klik. Jawaban dari pertanyaan kedua adalah sangat sederhana, karena kebenaran bukanlah ditentukan dari mayoritas. Kalau Kristus adalah benar sungguh Allah dan sungguh manusia, dan ada sebagian orang Yahudi tidak mau menerimanya, maka kesimpulannya adalah ada sebagian umat Yahudi yang mengeraskan hatinya.]
shalom buat ibu, sy seorang kristian dari malaysia yg beraliran pantekosta dan anglican , saya nak tanya suku kaum kristen di indonesia iaitu suku kaum toraja di sulawesi selatan membuat bersunat macam satu hal tradisi turun temrun ,kenapa ya?
[Dari Katolisitas: Silakan ditanyakan kepada suku tersebut. Nampaknya harus dibedakan antara aturan adat, dan ajaran iman Kristiani. Sudah dijabarkan di atas, bahwa sunat bukan merupakan ketentuan mutlak bagi umat Kristiani, berdasarkan ajaran para Rasul, sebagaimana jelas disampaikan dalam Kis 15. Maka walaupun tidak dilarang bagi umat Kristiani untuk disunat, namun hal itu bukan merupakan prasyarat seseorang memperoleh keselamatan menurut ajaran iman Kristiani, namun lebih kepada keputusan orang tersebut/ orang tuanya untuk alasan-alasan tertentu.]
inilah ketentuan-ketentuan manusia yang melampau batas lebih mengutamakan hasil pemikiran-pemikiran manusia itu sendiri.sudah jelas firman tuhan yang harus dianjurkan untuk bersunat malah dia menentangnya dengan berbagai ideologi yang gak masuk akal yang dapat menentang firman tuhan,ingat jangan permainkan firman tuhan dengan berbagai idiologi anda firman tuhan adalah firman tuhan yang tidak bisa diganggu gugat ketentuanya.satu saja ketentuan tuhan dilanggar ingat azab tuhan sangat pedih.klo penerapan hukum tuhan diidiologikan pada kepentingan manusia sebagai alasan rokhani aja berarti rusaklah ketentuan hukum tuhan yang benar disamping kita percaya juga menjalankanya artinya menjalankan perintah tuhan tidak separoh-separoh harus dijalankan secara lahir dan batin.
[dari katolisitas: Silakan membaca artikel di atas dan silakan memberikan argumentasi yang baik]
Shalom bu…
Sya s’orang katolik yg sgt patuh. Tp smakin lama sya m’nyelami ajaran2 gereja, sya dpati bnyak p’cnggahan dlm ajaran2 katolik. Akhirnya s’orang teman sya yg jg katolik tp x t’lalu taksub pd agama ‘slapped me right on the cheek’ bila dia m’gata’n bhwa ajaran kristen adlah b’dsar’n ajaran Paulus yg m’nokok tmbah alkitab & m’buang isi2 yg x dsukainya. Malah menurutnya: apabila Yesus m’peringat murid2 ttg nabi2 palsu, Yesus sbenarnya b’ckap ttng Paulus & Barnabas..!
Shalom John,
Nampaknya Anda berpendapat demikian, karena Anda mencari/ memperoleh informasi hanya dari satu sisi, yaitu dari orang yang salah paham dengan ajaran Katolik. Ajaran Katolik justru adalah ajaran yang konsisten dengan ajaran Kristus dan para Rasul, dan semuanya ada dasarnya. Ajaran yang baru timbul di abad-abad akhir inilah yang perlu dipertanyakan, apakah dasarnya.
Maka kalau boleh saya menyarankan: jika Anda Katolik dan sungguh tulus ingin memahami ajaran iman Katolik, janganlah belajar dari pihak-pihak yang tidak/ kurang memahami ajaran iman Katolik, sebab Anda akan dibuat bingung karenanya. Pelajarilah ajaran Gereja Katolik, yang bersumber dari Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium, dan Anda akan sedikit demi sedikit menjadi lebih paham. Kalau ada orang yang mengatakan bahwa ajaran Kristen asalnya dari Paulus, ya tentu ia keliru, sebab apa yang diajarkan oleh Paulus (dan Petrus dan para Rasul lainnya), mengambil dasar dari ajaran Kristus. Yang biasanya menuduh bahwa Rasul Paulus memalsukan ajaran Kristus, adalah orang-orang dari kalangan non- Kristiani, atas dasar pemahaman mereka sendiri. Pandangan sedemikian tak kuat dasarnya, dan karena itu tak perlu membuat Anda goyah, atau merasa menerima “slap on the cheek”.
Rasul Paulus menerima panggilan khusus dari Kristus sendiri, dan ini dicatat dalam Kisah Para Rasul bab 9, dan Kristus menentukan Rasul Paulus sebagai orang yang dipilih-Nya untuk memberitakan nama-Nya kepada bangsa-bangsa lain (non-Yahudi) dan orang-orang Yahudi (lih. Kis 9:15). Maka jika kita menuduh Paulus malah menentang ajaran Kristus, itu sama saja meragukan perkataan Yesus sendiri ini yang sudah memilih Paulus sebagai Rasul untuk mewartakan Injil kepada seluruh bangsa; atau menuduh Kristus menentukan nabi palsu sebagai Rasul-Nya.
Yesus memang memperingatkan akan adanya nabi-nabi palsu yang akan mengecoh (Mat 7:15, 24:11,24), namun tidak memberikan “hint”/ tanda apapun bahwa nabi palsu itu adalah Rasul Paulus. Yang menuduh demikian adalah sejumlah orang yang sudah anti dengan Rasul Paulus sejak awal mula. Kristus memberikan tolok ukur untuk menilai para nabi-nabi palsu itu, yaitu agar kita melihat kepada buah-buah pengajaran mereka (Mat 7:16). Secara lebih jelas Rasul Petrus menjelaskan ciri-ciri nabi-nabi palsu ini, “Sebagaimana nabi-nabi palsu dahulu tampil di tengah-tengah umat Allah, demikian pula di antara kamu akan ada guru-guru palsu. Mereka akan memasukkan pengajaran-pengajaran sesat yang membinasakan, bahkan mereka akan menyangkal Penguasa yang telah menebus mereka dan dengan jalan demikian segera mendatangkan kebinasaan atas diri mereka….. Dan karena serakahnya guru-guru palsu itu akan berusaha mencari untung dari kamu dengan ceritera-ceritera isapan jempol mereka. Tetapi untuk perbuatan mereka itu hukuman telah lama tersedia dan kebinasaan tidak akan tertunda” (2Pet 2:1,3). Melihat dari ayat- ayat ini saja, silakan melihat apakah ajaran Kristus, sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci mengatakan bahwa Paulus adalah nabi palsu? Sebab Paulus tidak pernah menyangkal Kristus sang Penguasa yang telah menebus umat manusia. Rasul Paulus tidak menarik keuntungan apapun dari pemberitaan Kristus. Ia bahkan dikejar-kejar dan dianiaya karena pemberitaan Injil (lih. 2Kor 11:23-29) Rasul Paulus, bersama dengan Rasul Petrus akhirnya wafat sebagai martir demi membela iman mereka kepada Kristus.
Nabi palsu ini menurut perkataan Rasul Yohanes adalah antikristus (lih 1Yoh 2:18-27; 4:1-6). Ciri-cirinya adalah, mereka yang menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus, mereka yang telah menyangkal Yesus adalah Putera Allah dan dengan demikian menyangkal pula Allah Bapa yang mengutus-Nya (lih. 1 Yoh 4:22-23). Ciri Rasul Paulus sama sekali tidak cocok dengan ciri-ciri ini. Paulus malah jelas mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan (Flp 2:11).
Maka orang yang dengan tulus merenungkan keseluruhan Kitab Suci, akan mengetahui bahwa Rasul Paulus bukanlah nabi palsu. Kriteria nabi palsu itu lebih cocok dihubungkan dengan banyaknya orang yang mengajar tentang Kristus namun tidak mengajarkan semua ajaran-Nya; mereka hanya memilih ajaran-ajaran tertentu, demi mencari keuntungannya sendiri, demi melayani perut mereka sendiri (lih. Rom 16:17-20).
Silakan, jika Anda tertarik dengan topik ini, untuk membaca artikel-artikel berikut ini:
Apakah Kitab Suci dipalsukan Paulus?
Apakah ‘rasul-rasul palsu’ dalam 2 Kor 11?
Apa hubungan antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru
Tiga hukum dalam Perjanjian Lama
Aku percaya akan Yesus Kristus Putera Allah yang tunggal
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Terima kasih bu, atas p’jelasannya… Syukur kpd Bapa krana m’nemukan sya dgn situs ini. Berkat-Nya sntiasa b’sma anda smua… Shalom…
P/s- ad 1 pepatah lucu d dunia barat – “God bless the internet”… Mmg wajar, krana internet bisa jd wadah utk orang2 yg sesat spt saya m’cari jwapan. S’sungguhnya rncana Allah itu baik… Smakin b’tmbah jumlah manusia, p’hbungan dgn para imam yg dpat m’bimbing scara langsung smakin terhad. Maka alternatifnya utk b’diskusi & m’cari ialah alam maya (internet)…
Dear all,
Kesan sy, kita suka asyik sendiri dan lupa perintah bhw hukum tertinggi adalah hukum Kasih:Kasih/kemuliaan Tuhan dn kasih sesama. Itulah inti iman, yg hrs dibunyikan dlm semua praktek iman entah itu sunat atau baptis, kalau mau selamat. Ajaran Kristus sesederhana itu. Ia tentu tdk akan menghakimi di hari penghakiman itu berdasar hukum yg tak jelas, hingga seakan semua insan perlu harus menjadi ahli hukum utk memahaminya saking demikian ribetnya.GBU
[dari katolisitas: silakan melihat apa bukti kita mengasihi Kristus? (1Yoh 5:2) Perintah yang mana? Semua perintah-Nya. Untuk melaksanakan perintah-Nya, kita perlu mengetahui terlebih dahulu.]
Menurut saya yang menjadi kontroversi sesungguhnya adalah para umat nabi Isa A.S. (Yesus Kristus) adalah mengikuti ajaran Paulus (bukan Yesus yg sangat patuh terhadap hukum Allah) dan inilah kenapa bisa terjadi pergeseran/perubahan sehingga terjadi salah persepsi hingga saat ini.
Kemungkinan yg terjadi pada saat itu adalah persepsi rasul Yesus sendiri tentang tidak pentingnya sunat jasmani sebagai ekspresi ketakutan dia dalam menjalankannya… atau sbg proses pembenaran.
[Dari Katolisitas: Anda mengatakan demikian, sebab Anda tidak percaya akan tuntunan Roh Allah (yang kami sebut dengan Roh Kudus) yang terus bekerja dalam Gereja-Nya, yang dipimpin oleh para Rasul. Karena Anda tidak percaya akan hal ini, maka Anda tidak mengartikan Sabda Allah yang diberikan kepada Gereja, sebagaimana Gereja mengartikannya. Sebab para Rasul itu hanya mengajarkan sesuai dengan yang diperintahkan Allah kepada mereka, maka kelirulah anggapan yang mengatakan bahwa mereka mengajarkan sesuatu yang bukan ajaran Yesus. Sebab penggenapan rencana keselamatan Allah mencapai puncaknya setelah wafat, kebangkitan dan kenaikan Kristus ke surga, maka penggenapan ini juga memberikan makna baru terhadap semua perintah Allah yang telah disampaikan sebelumnya. Tentang hal ini, para Rasul-lah yang diberi kuasa oleh Kristus untuk mengajarkannya kepada Gereja-Nya.]
salam kerukunan umat beragama,…… saya mau mengomentari artikel buinggrit…. sebenarnya jelas…… kita sabagai hamba dan mempercayai nabi dan tuhanya kita harus teguh menjalankan perintah dan laranganya bukan membuat Analisa tentang perintah Tuhan dan apa yang juga telah di jalankan Oleh utusan tuhan dalam Hal ini adalah Isa almasih Alaihi wasalam.. jadi tolong hukum Allah jangan diutak atik yang akhirnya terjadi pengaburan arti dari hukum itu sendiri
Shalom Andi Hermawan,
Terima kasih atas komentar Anda. Dari komentar Anda, ada beberapa hal yang memang perlu dicermati: Pertama, umat Kristen melihat wahyu Allah bukan hanya dari Perjanjian Lama, namun juga Perjanjian Baru; Kedua, umat Kristen percaya bahwa Yesus Kristus bukan sekedar utusan Tuhan, namun Dia adalah Tuhan. Silakan melihat begitu banyak diskusi tentang hal ini. Jadi, tidak ada yang mengutak-utik hukum Tuhan, namun umat Kristen ingin menjalankan semua perintah Tuhan, bukan hanya yang disebutkan di Perjanjian Lama namun juga Perjanjian Baru.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Haha Koq Tuhan Disunat
[dari katolisitas: Karena Yesus selain mempunyai kodrat Allah juga mempunyai kodrat manusia.]
Selamat siang,
saya setuju bahwa Hukum Taurat sudah digenapi oleh Kristus, dan kita tidak lagi berada di Hukum Taurat. Namun prinsip2 dari Hukum Taurat juga masih digunakan setelah Yesus dipantek.
sebagai ilustrasi:
Memang, Yesus mengatakan, ”Jangan berpikir aku datang untuk meniadakan Hukum atau Kitab Para Nabi. Aku datang, bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.” (Matius 5:17 TDB/NWT)
Namun, apa artinya ”menggenapi”, atau memenuhi? Sebagai ilustrasi: Seorang pembangun menggenapi atau memenuhi suatu kontrak untuk menyelesaikan sebuah bangunan, bukan dengan mengoyak kontrak tersebut, melainkan dengan merampungkan bangunannya. Namun, setelah pekerjaan itu selesai sampai taraf yang memuaskan kliennya, kontrak pun dipenuhi dan si pembangun tidak terikat lagi oleh kontrak itu. Demikian pula, Yesus tidak melanggar, atau mengoyak, Hukum; sebaliknya, ia menggenapinya dengan menjalankannya secara sempurna. Setelah digenapi, umat Allah tidak lagi terikat oleh ”kontrak” Hukum itu.
[dari katolisitas: Untuk menjawab hal ini secara lebih presisi, kita perlu mendefinisikan hukum taurat, di mana ada 3 hukum: moral, yudisial, seremonial. Hukum moral akan senantiasa berlaku. Silakan melihatnya di sini – silakan klik.]
ingrid koq penjelasannya berbelit-belit, yesus tidak pernah membatalkan hukum taurat, tp yesus disunat pd umur 8 hari, sbg tuhan kalau yesus emang punya kuasa pasti bisa membatalkan sunat yg telah diprintahkan k abraham.. Ingrid tolong anda tunjukan di injil mana yg mewajibkan baptis..
[dari katolisitas: Silakan melihat penjelasan tentang apakah hukum taurat dibatalkan di sini – silakan klik. Mudah-mudahan, setelah Anda membaca tanya jawab tersebut, maka kita dapat menempatkan dengan benar apakah yang disebut hukum taurat. Tentang baptisan, silakan melihat ini – silakan klik dan diskusi panjang ini – silakan klik. Anda dapat bergabung dalam diskusi tersebut setelah membaca link-link yang diberikan]
Jangan lupa Yesus adalah Allah yang tidak mungkin mengingkari hukumNya sendiri. Seperti yang kita ketahui Yesus di sunat umur 8 hari dan yang bawa Yesus ke tempat sunat itu kedua orang tuaNya. Yusuf dan Maria adalah orang Yahudi yang sangat taat. Apa kepentingannya Yesus untuk membatalkan sunat?
Jelas Yesus memerintahkan kepada muridNya untuk membaptis segala bangsa dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Tetapi kalau stev tidak mau dibaptis, Yesus pun tidak mewajibkan.
[Dari Katolisitas: Tuhan Yesus tidak mewajibkan atau memaksa semua orang untuk dibaptis. Kalau orang yang bersangkutan tidak mau dibaptis, maka tidak ada yang dapat memaksanya, sebab Tuhan Yesuspun tidak memaksa. Namun Yesus mensyaratkan Baptisan agar seseorang dapat masuk dalam Kerajaan Surga, sebab Ia mengatakan, “Aku berkata kepadamu: sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk dalam Kerajaan Allah” (Yoh 3:5). Kelahiran dari air dan Roh ini adalah Baptisan].
Yesus mengharapkan kita mengasihi dia dengan kehendak bebas bukan karena diwajibkan ini itu. Kembali ke sunat, sayang sekali kalau sunat dilakukan cuma sekedar kewajiban agama saja tanpa menyadari apa artinya sunat tersebut. Karena arti sunat tidak dipahami sungguh – sungguh maka saya rasa Paulus menjadi sangat geram sehingga ia mengatakan bukan itu yang penting. Sunat hanyalah kulitnya saja, sunat itu cuma pintu masuk saja ke dalam tradisi Yahudi.
[Dari Katolisitas: Sunat dalam Perjanjian Lama merupakan gambaran samar-samar akan makna Baptisan dalam Perjanjian Baru. Sehingga setelah makna sunat digenapi di dalam Baptisan, maka sunat lahiriah tidaklah lagi disyaratkan bagi murid-murid Kristus, karena sunat lahiriah tersebut telah disempurnakan dengan makna yang sesungguhnya dalam sunat rohani -yaitu pertobatan/ penanggalan manusia lama melalui Baptisan]
Sama seperti baptis itu sebagai sakramen pertama untuk orang beriman. Gerbang utama sebelum menerima sakramen yang lain. Sakramen yang pertama yang sesudahnya kita di ajak untuk tumbuh berkembang.
Saya mengibaratkan sunat dan baptis itu seperti Kolostrum, ASI pertama untuk bayi yang mengandung banyak antibodi dan penting untuk kesehatan bayi. Kolostrum itu penting, tetapi bukan lantas yang lain tidak penting. Setelah itu diberikan ASI, lalu bubur bayi, lalu bertahap makan makanan keras. Sehingga stev bisa tumbuh besar seperti ini.
Semoga bisa dipahami.
Salam,
Edwin ST
“Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.” (1 Kor 7:19)
Pertanyaan saya, hukum mana yang anda jalankan? Bersunat itu hukum Tuhan Allah lho? Kok sedemikian mudah anda mengatakan bersunat tidaklah penting dan hanya tradisi bangsa Yahudi saja? Logikanya, jika Yesus itu Tuhan sudah dari awal dia tidak akan mau disunat jika ia mau membatalkan sunat itu, lah wong dia Tuhan kok? Itu membuktikan bahwa Yesus itu utusan Allah. Manusia biasa yang diberikan mukjizat dari Tuhan Allah untuk membuktikan bahwa Tuhan itu Esa bukan tiga bapak/ibu sekalian..
Salam,
Agustinus
Shalom Agustinus,
Sebagaimana telah disampaikan di artikel di atas, Tuhan Yesus mengajarkan kepada para murid-Nya pentingnya pertobatan yang merupakan “sunat rohaniah”, yaitu menanggalkan manusia lama (bukan hanya sepotong kulit jasmani saja seperti dalam sunat lahiriah, tetapi keseluruhan manusia dalam cara hidupnya yang lama), untuk menjadi manusia baru (lih. 1Kor 4:17-32). Dan penanggalan/ penyaliban manusia lama (sunat rohani) ini disebut sebagai “mati terhadap dosa” (lih. Rom 6:5-11). Nah Sabda Tuhan mengajarkan bahwa, penanggalan manusia lama/ kematian terhadop dosa, untuk bangkit dan memperoleh hidup baru di dalam Yesus, itu terjadi dalam Pembaptisan (Rom 6:3), di mana kita digabungkan dengan Kristus yang wafat dan bangkit.
Nah, pada waktu Yesus datang/ lahir ke dunia, tentu saja Ia belum dapat mengajarkan tentang makna sunat rohaniah ini, karena yang menjadi sumber ajaran itu (yaitu wafat dan kebangkitan Kristus), belum terjadi. Maka tentu saja, Yesus disunat, sebab Ia memang lahir sebagai orang Yahudi, dari seorang perempuan yang taat kepada hukum Taurat (lih. Gal 4:4).
Tetapi kita mengetahui maksud kedatangan-Nya ke dunia adalah untuk menyelamatkan umat manusia, tak hanya kaum Yahudi, tetapi juga non- Yahudi. Rasul Paulus menjelaskannya demikian:
“Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu -sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya “sunat”, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia- bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus. Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan perseteruan pada salib itu. Ia datang dan memberitakan damai sejahtera kepada kamu yang “jauh” dan damai sejahtera kepada mereka yang “dekat”, karena oleh Dia kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa. Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru…. (Ef 2:11-20).
Sebab memang oleh wafat-Nya di kayu salib, Kristus telah menjadi kurban yang memperdamaikan antara umat manusia dengan Allah, dan antara umat manusia dengan sesamanya, yaitu mereka yang bersunat dan yang tidak bersunat. Pendamaian kedua kelompok umat manusia ini menjadi satu tubuh artinya adalah disatukannya umat Yahudi dan non-Yahudi di dalam tubuh-Nya (lih. 1 Kor 12:13) yaitu Gereja/ jemaat (Ef 5:22-). Maka hukum Taurat yang dibatalkan Kristus dalam Perjanjian Baru adalah hukum- hukum/ ketentuan yang ditetapkan secara mutlak oleh para orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Tentang sunat, prinsipnya tetap ada namun tidak diartikan sebagai sunat jasmani, tetapi disempurnakan menjadi sunat rohani. Penyempurnaan ataupun penggenapan inilah yang membedakan antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru, bahwa apa yang diajarkan dalam Perjanjian Lama digenapi dan disempurnakan oleh Kristus dalam Perjanjian Baru.
Selanjutnya tentang topik ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Anda nampaknya tidak percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Namun sunat tidak membuktikan apa-apa bahwa Yesus bukan Tuhan. Sebab sebagai Kristus, Mesias dan Sang Penyelamat dunia, Yesus memang adalah utusan Allah Bapa yang lahir dalam rupa manusia, namun demikian Ia juga adalah Putera Allah yang sehakekat dengan Allah Bapa. Yesus menunjukkan kepada para murid-Nya bahwa Ia adalah Tuhan dalam banyak kesempatan, dan hal ini sudah pernah dibahas sekilas di sini, silakan klik.
Salam kasih dari Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada PL….Allah Maha Pencipta dan Penyayang…Dia menciptakan manusia lebih sempurna dari mahluk2 hidup lainnya…Semua organ tubuh manusia normal ciptaanNYA ada fungsinya….Kalau kita menghargai ciptaanNYA…Mengapa kita harus merevisi hasilnya yang telah lengkap organ tubuhnya….? Berarti kita manusia lebih hebat dari Pencipta kita…..
inilah yang membuat kesesatan sejati dibilang pengikut Yesus sejati tapi tidak mentaati ajarannya, Yesus disunat kulit kemaluannya itu sudah suatu perintah Allah dan dia diutus untuk menggenapi hukum taurat bukan merubah hukum taurat tapi di sini sekarang orang-orang kristen yang mengaku pengikut setia beliau tapi tidak mengikuti ajaran beliau malah bertentangan dengan tugas beliau merubah hukum2 taurat, gmn kalian sungguh menyesatkan umat
[dari katolisitas: Kami telah memberikan argumentasi di atas. Silakan untuk memberikan tanggapan berdasarkan argumentasi di atas.]
Terima kasih atas artikelnya, Pak Stefanus dan Bu Ingrid :)
Pengetahuan agama saya sangat dangkal, namun saya tergelitik menanggapi beberapa komentar di sini.
Jika memang ada umat Katolik yang ingin melaksanakan semua hukum Taurat (termasuk sunat), seperti yang Bu Ingrid bilang, ya silakan saja. Tapi hukum Taurat bukan hanya sunat, seperti yang sudah dijelaskan juga, ada 613 aturan. Bukannya meremehkan, tapi saya ragu mereka yang bersikeras bahwa Taurat harus dijalankan akan sanggup. Contoh sederhana saja soal makanan. Jika kita mengikuti hukum Taurat maka yang dikonsumsi oleh umat Katolik harus memiliki label HALAL :D
Kalau sanggup ya silakan Anda -para pembaca artikel yang bersikukuh bahwa umat Katolik harus menjalankan hukum Taurat- menaatinya, tetapi bukan berarti umat Katolik yang lain harus mengikuti cara Anda menaati Taurat, karena Vatikan tidak pernah menyuruh umat Katolik melaksanakan semua aturan dalam Taurat.
Mohon maaf kalau pendapat saya salah.
Shalom Katolisitas.org
Disinilah sekali lagi saya mengatakan Gereja Katolik tidak identik dengan agama katolik, Sekarang permasalahannya jelas mengaku beragama katolik tetapi tidak mau mengimani kekatolikan seperti Yesus,Maria dan Yusuf sebagai suritauladan keluaraga Nazaret yang “Beriman Katolik” ( mengakui totalitas hidup serba universal/menyeluruh ). Sudah jelas Yesus sendiri tidak akan merubah apa yang sudah tertulis dalam Kitab Taurat dan bahkan “Menggenapi-NYA” dengan hukum “KASIH” yakni kasih untuk setia mengikuti-Nya. “IKUTLAH AKU” artinya kita harus mengikuti apa yang sudah di perbuat oleh-NYA, tetapi mana mereka yang mengaku beragama katolik malah menjungkirbalikan fakta yang tertulis di dalam alkitab dengan dalih dan penapsiran yang seakan-akan “INI LO YANG BENAR” dan kamu salah atau kamu sudah “BERDOSA”.
Tolong dong Romo-romo dan saudara-saudara yang mengasuh komunikasi pencerahan iman di situs ini berani memberikan jawaban yang relevan dengan isi kitab suci dan jangan mengada-ada jawaban dengan mudah mengambil penapsiran seperti ini :
1. “Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.” (1 Kor 7:19).
2. “Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.” (Kol 2:12) dari sini saja anda sudah salah mencantumkan ayatnya, yang benar ada di ayat Kolose,2:11. sedangkan selama saya mengikuti kursus katekese Romo Hardijantan,Pr dan Romo Hari Darmawan,Pr mengingatkan saya bahwa “Janganlah mengartikan dan menapsirkan isi ALKITAB dengan pengertian yang saklek dan hanya bermain pada logika saja …….”
3. Diutusnya Roh Kudus ke dalam hati kita terjadi pada waktu Pembaptisan, di mana melaluinya kita “dilahirkan kembali dalam air dan Roh” (Yoh 3:5). Kelahiran kembali ini ditandai dengan “menanggalkan manusia lama berserta segala hawa nafsunya …dan mengenakan manusia baru di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.” (Ef 4:22-24). Maka inilah makna “sunat” yang baru, yang tidak lagi berupa penanggalan/ pemotongan kulit lahiriah, tetapi penanggalan hawa nafsu dan dosa dan mengenakan hidup yang baru di dalam Roh Kudus.
Jelas sudah dalam hal ini anda bukanlah “Pengikut Kristus” yang setia apalagi dengan mengambil contoh penapsiran yang poin ketiga (3) itu, anda dengan mudahnya menjawab dan menapsirkan.
Menurut badan kesehatan dunia (WHO) yang pernah saya dapatkan waktu saya mengikuti pelatihan tentang kesehatan masyarakat, yakni mengenai hal PMS (Penyakit Menular Seksual) dan IMS (Infeksi Menular Seksual)10% dari penduduk masyarakat setempat (satu kecamatan) terindikasi mengalami penyakit kelamin yang disebabkan karena bakteri pada orang yang tidak di sunat, dan ingat negara kita mayoritas Islam artinya 10% yang dimaksud tidak menutup kemungkinan adalah orang-orang kristen atau orang-orang yang belu/tidak disunat.
Dari pengetahuan yang saya dapatkan ini saja jelas bahwa sunat adalah salah satu cara untuk mencegah terjangkitnya PMS dan IMS, nah sekarang coba anda bayangkan bagaimana orang-orang yang masih primitif seperti di Papua, Afrika, dan suku-suku pedalaman di seluruh dunia ini.
Sekarang yang terpenting memberikan pengertian kepada umat kristen dengan benar dan konsekuen,karena Yesus sebagai manusia mendapat pendidikan yang benar melalui kedua orang tuanya yang taat akan ajaran TURAT. Yusuf dan Maria, mereka tidak bisa dibilang orang-orang yang terpengaruh karena adat Yahudi, justru mereka mengajarkan kepada kita untuk “BERIMAN KATOLIK” secara total dan menyeluruh. Dan poin jawaban anda yang ke 2 ini sungguh anda sudah mendoktrin kita untuk tidak taat DAN patuh kepada “HUKUM TAURAT”.( Maka kita melihat dengan obyektif di sini bahwa Yesus disunat karena pengaruh tradisi Yahudi, sebab Ia dilahirkan sebagai seorang Yahudi. Ia dilahirkan oleh seorang perempuan, dilahirkan dari yang takluk kepada hukum Taurat, untuk membebaskan mereka yang takluk kepada hukum Taurat, sehingga kita dapat diangkat menjadi anak-anak Allah. Ini dimungkinkan karena Allah telah mengirimkan Roh Kudus-Nya ke dalam hati kita sehingga kita dapat memanggil Allah sebagai “Bapa” (lih. Gal 4:4-6). ……….. AMIN.
Shalom Dionisius,
Memang benar Yesus menggenapi hukum Taurat, tetapi penggenapan ini tidak identik dengan menerapkan kembali semua yang tertulis dalam hukum Taurat itu sama persis dengan yang dilakukan dalam Perjanjian Lama; sebab jika demikian tidak diperlukan Perjanjian Baru. Tentang bagaimana cara penggenapan hukum ini dijelaskan secara lebih rinci oleh St. Thomas Aquinas, silakan klik. Juga, harap diingat bahwa yang menjadi tanda Perjanjian Baru, bukanlah lagi darah anak domba Paskah Yahudi, tetapi Darah Sang Anak Domba Allah [yaitu Kristus] yang tercurah di kayu salib. Pengorbanan Kristus itulah yang membebaskan kita dari dosa, dan dengan demikian menggenapi dan memperbaharui seluruh hukum Taurat yang dari dirinya sendiri tidak dapat membebaskan manusia dari dosa, sebagaimana diajarkan oleh Rasul Paulus (lih. Gal 2:16,21; 3:11,20)
Sunat merupakan tanda perjanjian dalam Perjanjian Lama, sedangkan dalam Perjanjian Baru sunat jasmani ini disempurnakan menjadi sunat rohani, di dalam Kristus yaitu bukan saja penanggalan sebagian dari kulit jasmani, tetapi penanggalan dari keseluruhan tubuh manusia lama yang berdosa agar kita menjadi manusia baru di dalam Kristus (lih. Kol 2:11-12). Oleh Baptisan kita digabungkan di dalam wafat Kristus agar kita turut dibangkitkan oleh-Nya dan beroleh hidup yang baru. Inilah ajaran Gereja Katolik, yang disebutkan dalam Katekismus Gereja Katolik (lih. KGK 527, 1150). Saya percaya, hal ini pulalah (tentang sunat) yang diajarkan oleh Rm. Hardijantan, Pr dan Rm Hari Darmawan, sebab semua pengajar Katolik harus berpegang kepada Katekismus Gereja Katolik, yang memuat ajaran Kitab Suci sebagaimana diajarkan oleh Kristus dan para rasul, yang dilestarikan oleh Gereja Katolik, dan bukan atas pemahaman pribadinya sendiri.
Bahwa Kristus dulu disunat, tentu masuk akal, sebab peristiwa kurban salib-Nya dan pencurahan darah tanda Perjanjian Baru yang menjadi titik tolak dasar penggenapan dan pembaharuan hukum Taurat, belumlah terjadi. Namun setelah Yesus wafat dan bangkit dan naik ke surga, maka sunat tidak lagi diharuskan bagi para pengikut Kristus. Ini ditetapkan oleh para murid melalui Konsili Yerusalem, dan kisahnya bisa dibaca dalam Kitab Suci, yaitu dalam Kisah Para Rasul 15. Dalam tiga hari ini kisah tersebut dibacakan di dalam Bacaan Kitab Suci dalam Misa Kudus. Jadi hal tidak mengharuskan sunat ini bukan hasil “mengartikan dan menapsirkan isi ALKITAB dengan pengertian yang saklek dan hanya bermain pada logika saja ……”, sebagaimana yang Anda katakan.
Maka, Gereja Katolik tidak mensyaratkan sunat sebagai tanpa perjanjian dengan Tuhan, melainkan Baptisan. Namun jika ada umat Katolik mau disunat, juga tidak dilarang, namun alasannya bukan untuk keselamatan, tetapi untuk kebersihan/ kesehatan.
Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf saya tidak dapat melanjutkan diskusi dengan Anda, karena akan menjadi pengulangan dari apa yang sudah disampaikan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Berikut ini tambahan dari Rm. Joseph Ferry Susanto, Pr., salah seorang pakar Kitab Suci di tanah air:
syalom bu ingrid dan tim katolisitas
saya setuju bahwa untuk selamat kita tidak menggantungkan lagi kepada hukum taurat secara lahiriah, yaitu sunat, namun saya mendapat masalah ketika membaca tanggapan ibu :
‘Maka, Gereja Katolik tidak mensyaratkan sunat sebagai tanpa perjanjian dengan Tuhan, melainkan Baptisan.’
adakah dalam kitab suci (ke-4 injil) bahwa yang mnjadi tanda perjanjian baru adalah Baptis? mlah saya menemukan dalam Lukas 22 :15-20 yang menjadi tanda perjanjian baru adalah EKARISTI?
memang benar, bahwa untuk mencari keselamatan kini tidak lagi tergantung pada sunat, melainkan baptisan.
terima kasih.
[dari katolisitas: Silakan membaca artikel ini yang memberikan penjelasan tentang pentingnya baptisan untuk keselamatan – silakan klik dan diskusi ini – silakan klik]
syalom bu ingrid,,
memang benar, baptisan sebagai materai KESELAMATAN.
Yang saya tanyakan adalah, darimana ibu menyimpulkan bahwa bahwa sunat merupakan TANDA PERJANJIAN BARU?
misal saya bendingkan dengan Kejadian 17:1-14
judul perikop adalah : Sunat sebagai tanda perjanjian Allah dengan Abraham
17:10 Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat;
tetapi dimanakah kita bisa mengetahui bahwa BAPTIS merupakan TANDA PERJANJIAN BARU?
terimaksih.
Shalom Xells,
Yang menjadi tanda Perjanjian Baru itu bukan sunat, tetapi Baptisan. Artinya, sunat jasmani, yang menjadi tanda Perjanjian Lama, disempurnakan oleh Baptisan dalam Perjanjian Baru, sehingga dapat dikatakan bahwa Baptisan adalah tanda Perjanjian Baru.
Katekismus Gereja Katolik, berdasarkan Kitab Suci mengajarkan:
KGK 527 Penyunatan Yesus, pada hari kedelapan sesudah kelahiran-Nya (Bdk. Luk 2:21), adalah suatu bukti bahwa Ia termasuk dalam keturunan Abraham dalam bangsa perjanjian, bahwa Ia takluk kepada hukum (Bdk. Gal 4:4) dan ditugaskan untuk ibadah Israel, yang dalamnya Ia akan mengambil bagian sepanjang hidup-Nya. Ia adalah pratanda “penyunatan yang diberikan Kristus“: “Pembaptisan” (Kol 2:11-12).
“Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.”
(Kol 2:11-12)
KGK 1150 Tanda-tanda perjanjian. Bangsa terpilih menerima dari Allah tanda-tanda dan lambang-lambang khusus, yang menandakan kehidupan liturginya. Mereka bukan lagi hanya gambaran tentang peraturan dalam kosmos dan bukan lagi hanya isyarat-isyarat sosial, melainkan tanda-tanda perjanjian dan lambang karya agung Allah untuk umat-Nya. Penyunatan, pengurapan, dan penahbisan para raja dan para imam, peletakan tangan, persembahan, dan terutama Paska, termasuk tanda-tanda liturgis Perjanjian Lama ini. Gereja melihat di dalam tanda-tanda ini pratanda Sakramen-sakramen Perjanjian Baru.
Menurut hemat saya, saya tidak pernah mengatakan bahwa sunat adalah tanda Perjanjian Baru. Jika Anda menemukan perkataan saya yang demikian, mohon memberitahukan kepada saya di mana, supaya saya dapat meralatnya. Saya mengutip prinsip yang diajarkan oleh Katekismus Gereja Katolik, bahwa dalam Perjanjian Baru, Kristus menyempurnakan sunat jasmani yang menjadi tanda Perjanjian Lama, dengan sunat rohani yaitu Baptisan. Sebab Baptisan bagi kita artinya adalah penanggalan tubuh yang berdosa agar dapat bangkit dan hidup baru di dalam Kristus Yesus (lih. Rom 6:3-11).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
syalom bu ingrid,,
mungkin saya yang salah mengerti karena tanggapan ibu mengacu pada hal demikian, yaitu:
Saya mengutip prinsip yang diajarkan oleh Katekismus Gereja Katolik, bahwa dalam Perjanjian Baru, Kristus menyempurnakan sunat jasmani yang menjadi tanda Perjanjian Lama, dengan sunat rohani yaitu Baptisan.
dan :
–Sunat merupakan tanda perjanjian dalam Perjanjian Lama, sedangkan dalam Perjanjian Baru sunat jasmani ini disempurnakan menjadi sunat rohani, di dalam Kristus yaitu bukan saja penanggalan sebagian dari kulit jasmani, tetapi penanggalan dari keseluruhan tubuh manusia lama yang berdosa agar kita menjadi manusia baru di dalam Kristus (lih. Kol 2:11-12). Oleh Baptisan kita digabungkan di dalam wafat Kristus agar kita turut dibangkitkan oleh-Nya dan beroleh hidup yang baru……………Maka, Gereja Katolik tidak mensyaratkan sunat sebagai tanpa perjanjian dengan Tuhan, melainkan Baptisan……..https://katolisitas.org/2557/mengapa-yesus-disunat-kita-tidak/comment-page-1#comment-58715
pengertian yang dapat saya ambil begini : jika sunat merupakan tanda perjanjian lama, sedangkan sunat itu diganti dengan baptisan,, maka logikanya baptisan juga merupakan sebuah tanda perjanjian.
mohon tanggapannya.
[Dari Katolisitas: Ya, benar pengertian Anda. Karena sunat yang menjadi tanda Perjanjian Lama disempurnakan dengan Baptisan dalam Perjanjian Baru, maka Baptisan merupakan Tanda Perjanjian Baru]
syalom bu ingrid
maaf, saya juga tidak pernah menuduh ibu mengatakan bahwa SUNAT merupakan tanda perjanjian baru,, melainkan baptisan dan justru itu yang saya tanyakan. tambahan dari tanggapan ibu:
Shalom Xells,
Yang menjadi tanda Perjanjian Baru itu bukan sunat, tetapi Baptisan.
mengapa ibu mengatakan :
Menurut hemat saya, saya tidak pernah mengatakan bahwa sunat adalah tanda Perjanjian Baru.
sedangkan yang saya tanyakan :
tetapi dimanakah kita bisa mengetahui bahwa BAPTIS merupakan TANDA PERJANJIAN BARU?
sebab memang ibu memberikan argumen dari katekismus dan menegaskan berkali-kali bahwa BAPTIS MERUPAKAN TANDA PERJANJIAN BARU.
tetapi sepertinya dalam Lukas 22 :15-20 yang menjadi tanda perjanjian baru adalah EKARISTI?
jadi yang menjadi tanda perjanjian baru itu apa: BAPTIS atau EKARISTI?
terima kasih
Shalom Xellz,
Anda mengatakan dalam pertanyaan Anda tanggal 14 Mei 2012, demikian kutipannya, silakan klik di sini untuk membaca tulisan Anda itu:
syalom bu ingrid,,
memang benar, baptisan sebagai materai KESELAMATAN.
Yang saya tanyakan adalah, darimana ibu menyimpulkan bahwa bahwa sunat merupakan TANDA PERJANJIAN BARU?
Nah makanya, saya ingin meluruskan pernyataan ini, karena saya tidak pernah mengatakan bahwa sunat merupakan tanda Perjanjian Baru, sebab berdasarkan Kitab Suci dan Katekismus, dapat disimpulkan bahwa Baptislah yang merupakan tanda Perjanjian Baru (lih. KGK 527 dan Kol 2:11-12).
Sekarang Anda menanyakan, mana yang benar Baptis atau Ekaristi yang adalah tanda Perjanjian Baru? Jawabnya: kedua-duanya. Dasarnya juga sudah saya sampaikan di jawaban saya sebelumnya, yaitu KGK 1150, berikut ini saya sertakan lagi:
KGK 1150 Tanda-tanda perjanjian. Bangsa terpilih menerima dari Allah tanda-tanda dan lambang-lambang khusus, yang menandakan kehidupan liturginya. Mereka bukan lagi hanya gambaran tentang peraturan dalam kosmos dan bukan lagi hanya isyarat-isyarat sosial, melainkan tanda-tanda perjanjian dan lambang karya agung Allah untuk umat-Nya. Penyunatan, pengurapan, dan penahbisan para raja dan para imam, peletakan tangan, persembahan, dan terutama Paska, termasuk tanda-tanda liturgis Perjanjian Lama ini. Gereja melihat di dalam tanda-tanda ini pratanda Sakramen-sakramen Perjanjian Baru.
Kurban Ekaristi merupakan penyempurnaan persembahan kurban Paska dalam Perjanjian Lama. Jika persembahan kurban Paska merupakan salah satu tanda-tanda liturgis Perjanjian Lama, maka Ekaristi juga merupakan salah satu tanda/ sakramen Perjanjian Baru, seperti halnya sakramen-sakramen lainnya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
syalom bu ingrid,,
maaf sebelumnya,berarti saya yang salah tulis,, hehe
pertanyaan saya ini sebenarnya karena saya membaca sebuah artikel dari internet.
bahwa katanya sunat tersebut yang sebagai tanda artinya sebagai syarat.
jika abraham ingin mendapatkan janji Allah, maka abraham harus melakukan sebuah syarat yang harus dipenuhi, yaitu sunat.
nah, maksud saya apakah baptis yang merupakan tanda perjanjian baru juga bermakna demikian?
artinya jika kita ingin memperoleh janji Allah, maka harus meakukan syaratnya : baptis.
namun dalam KGK 1150 –Tanda-tanda perjanjian. Bangsa terpilih menerima dari Allah tanda-tanda dan lambang-lambang khusus, yang menandakan kehidupan liturginya. Mereka bukan lagi hanya gambaran tentang peraturan dalam kosmos dan bukan lagi hanya isyarat-isyarat sosial, melainkan tanda-tanda perjanjian dan lambang karya agung Allah untuk umat-Nya. Penyunatan, pengurapan, dan penahbisan para raja dan para imam, peletakan tangan, persembahan, dan terutama Paska, termasuk tanda-tanda liturgis Perjanjian Lama ini. Gereja melihat di dalam tanda-tanda ini pratanda Sakramen-sakramen Perjanjian Baru.- –
malah mengatakan ‘tanda’ itu semacam lambang,,atau ciri-ciri…bukan sebagai syarat seperti halnya sunat menjadi tanda (syarat) perjanjian dengan tuhan yang harus dipenuhi.
bagaimana penjelasanya?
terima kasih.
Shalom Xells,
Walau Gereja mengatakan Pembaptisan merupakan salah satu sakramen, dan sakramen itu sendiri artinya adalah tanda/ sarana keselamatan; namun sebenarnya sebelum seseorang dapat menerima tanda itu, ada persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Orang tersebut harus percaya dan mengimani ajaran Kristiani sebagaimana diajarkan oleh Gereja Katolik, baru dapat dibaptis secara Katolik. Jadi tanda tersebut bukan sembarang hanya tanda tanpa ada sesuatupun yang harus dipenuhi untuk memperolehnya. Nah syarat yang harus dipenuhi untuk menerima Baptisan ini, adalah penanggalan manusia lama untuk mengenakan manusia baru di dalam Kristus. Jika ingin dibandingkan dengan syarat/ tanda sunat dalam Perjanjian Lama, maka kita melihat bahwa Perjanjian Baru yang menyempurnakannya juga mensyaratkan syarat yang lebih sempurna. Maka bukan hanya kulit jasmani yang harus ditanggalkan, tetapi keseluruhan kemanusiaan yang lama termasuk segala dosanya itulah yang harus ditanggalkan semuanya. Itulah sebabnya dikatakan oleh Rasul Paulus bahwa sunat yang terpenting adalah sunat rohani (lih. Rom 2:29) yang melibatkan pertobatan hati; dan makna inilah yang tak terpisahkan dengan Pembaptisan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Xells
Tampaknya yg musti dipahami dulu adalah persisnya istilah² dan kata² yg digunakan dalam KGK 1150. Di situ ada:
1. Kata-kata: Tanda-tanda, lambang-lambang khusus, penyunatan, pengurapan, persembahan.
2. Istilah-istilah: tanda perjanjian, isyarat-isyarat sosial, penahbisan raja dan iman,pratanda sakramen Perjanjian Baru.
lalu jika anda mengatakan:
“malah mengatakan ‘tanda’ itu semacam lambang,,atau ciri-ciri…bukan sebagai syarat seperti halnya sunat menjadi tanda (syarat) perjanjian dengan tuhan yang harus dipenuhi”
(seolah² itu yg dikatakan oleh KGK 1150) tampaknya malah tidak seperti yg anda maksud. Sebab bagi KGK tanda bukan lambang, melainkan lebih sebagai bukti, maka bukan pula ciri-ciri.
Kalau misalnya kita ambil “sunat” sebagai tanda perjanjian di PL, maka dia adalah pratanda bagi “baptis” di PB. Apa bukti bahwa orang sudah diikat perjanjian dengan Allah, nah buktinya adalah “Sunat” di PL dan baptis di PB. Hal² yg berikut adalah buah² yg diperoleh dari perjanjian itu, yg sekaligus dapat disebut sebagai bukti bhw perjanjian itu sdh dilakukan (jadi bangsa pilihan, pengurapan dst (PL), sakramen² lain (krisma, ekaristi, pengampunan dosa dst (PB).
Keduanya juga bisa disebut sebagai syarat utk memperoleh anugerah perjanjian itu.Sunat menjadi syarat di PL dan Baptis di PB, atau sebagai pintu masuk bagi perjanjian.
Karena PL adalah persiapan PB, maka apa yg adalah Tanda Perjanjian di PL (sunat) atau yg lain-lain lagi menjadi Pratanda Perjanjian (baptis)bagi PB. Namun demikian kalaupun kita mengatakan baik sunat maupun baptis sebagai syarat utk masuk dalam perjanjian, untuk melakukan sunat dan baptis itu sendiripun tentu juga ada syaratnya, yakni syarat utk sunat dan syarat utk baptis.Demikian refleksi saya, semoga tidak tercampur aduk.
Salam.
syalom triatmojo
baik, terimakasih atas penjelasannya. sebenarnya masalahnya begini :
1. sunat, menurut saya sebagai tanda perjanjian Allah dengan Abraham. jika Abraham tidak melakukan perintah Allah itu, maka perjanjian pun batal.
2.katolik, menyamakan sunat abraham dengan baptis sebagai tanda perjanjian baru. malah sunat itu menjadi tanda baptis.(???)
3.dengan logika yang sama, jika baptis (tanda perjanjian baru) tidak dilaksanakan, maka perjanjian baru pun batal. Anda mangatakan : Apa bukti bahwa orang sudah diikat perjanjian dengan Allah, nah buktinya adalah “Sunat” di PL dan baptis di PB.
4.Mana bukti dalam keempat injil yang mengatakan bahwa BAPTIS ADALAH TANDA PERJANJIAN??? “Apa bukti bahwa orang sudah diikat perjanjian dengan Allah, nah buktinya adalah…… baptis di PB.”
mana ayat yang mendukung argumen ini??
intinya :
kurang lebih dalam doa syukur agung :
‘inilah darahku, darah perjanjian baru dan kekal, yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa, kenangkanlah aku dalam merayakan peristiwa ini’
5. Apa yang menjadi tanda perjanjian baru? Baptis atau ekaristi?
6. yang membuat saya kurang puas adalah hanya menunjukan KGK 1150,, bukan ayat dari injil sendiri.
terimakasih.
Shalom Xellz,
Kalau anda menuntut ayat yang menuliskan “Baptis adalah tanda perjanjian”, maka kita tidak akan menemukannya di Kitab Suci, sama seperti kita tidak akan pernah menemukan kata Trinitas atau kata Tritunggal Maha Kudus. Namun apakah dengan demikian, maka baptisan tidak menjadi tanda perjanjian? Tentu saja tidak. Rom 6:3-4, menuliskan “Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” Yesus berkata bahwa seseorang harus dilahirkan kembali di dalam air dan Roh agar dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah (lih. Yoh 3:5). Dari ayat ini, maka kita melihat bahwa Baptisan mengubah manusia dari manusia lama menjadi manusia baru. Inilah maksud kedatangan Kristus ke dunia, yaitu untuk mengangkat anak-anak manusia menjadi anak-anak Allah. Demikian pentingnya pesan ini, sehingga sebelum Dia naik ke Sorga, Kristus memberikan perintah kepada para murid agar membaptis seluruh manusia (lih. Mat 28:19-20).
Kalau demikian, bagaimana mungkin Ekaristi menjadi tanda Perjanjian Baru dan sekaligus Baptisan juga menjadi tanda Perjanjian Baru? Tidak menjadi masalah kalau dua-duanya menjadi tanda. Baptisan menjadi tanda Perjanjian Baru, yang juga sekaligus pintu gerbang utama bagi umat Allah untuk mendapatkan sakramen-sakramen yang lain. Dari manakah rahmat baptisan ini? Rahmat baptisan mengalir dari misteri Paskah Kristus. Dan Ekaristi yang secara prinsip adalah menghadirkan kembali misteri Paskah dapat menjadi Perjanjian Baru, sekaligus senantiasa mengingatkan bahwa tanda ini telah dimulai dari Baptisan dan terus diperbaharui di dalam perayaan Ekaristi. Semoga dapat memperjelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
syalom pak stef.
terimakasih atas tanggapannya.
Sepertinya bu ingrid pusing karena saya masih ngeyel,, hehehe…
jadi, jawwabanya untuk ayat yang menunjukan baptis sebagai tanda perjanjian : tidak ada.
tetapi orang perlu dibaptis agar dapat masuk dalam janji Allah itu atau untuk bisa selamat. Jadi agar manusia ddapat menerima anugerah keselamatan dari allah, orang harus dibaptis, yang menurut anda “.. menjadi tanda Perjanjian Baru, yang juga sekaligus pintu gerbang utama bagi umat Allah untuk mendapatkan sakramen-sakramen yang lain.”
kalau begitu, dapatkah saya menyimpulkan : Tuhan menjanjikan keselamatan. Ekaristi adalah tanda perjanjian (baru) dengan Tuhan. Namun untuk masuk dalam perjanjian, manusia harus dibaptis?
jadi kalau baptis itu dianggap ‘pintu gerbang’ artinya apakah baptis sebagai formulir pendaftaran, sedangkan ekaristi adalah kartu anggotanya?
terimakasih
Shalom Xells,
Tidak apa terus bertanya, jika maksudnya adalah untuk mencari kebenaran, bukan semata untuk berkeras mempertahankan pemahaman sendiri. Saya percaya, demikianlah maksud Anda dan karena itu saya menanggapi pertanyaan Anda tentang Baptisan dalam kaitannya dengan sunat sebagai tanda perjanjian.
Dalam Perjanjian Lama, kita ketahui sunat sebagai tanda perjanjian tidak terpisahkan dengan darah kurban anak domba Paska yang menjadi tanda pembebasan bangsa Israel dari penjajahan Mesir. Selanjutnya sunat ini juga tidak terpisahkan dari tanda- tanda lainnya, yaitu bermacam kurban (lih. kitab Imamat bab 1-7) yang harus dipersembahkan kepada Allah sebagai tanda bahwa bangsa Israel adalah bangsa pilihan Allah, dan milik Allah. Maka tidak dapat dikatakan bahwa tanda perjanjian antara Allah dan bangsa pilihan-Nya itu hanya sunat saja, atau darah anak domba Paska saja. Sebab dalam kenyataannya keduanya tidak terpisahkan, demikian juga dengan banyaknya ketentuan lainnya, termasuk ibadah/kurban maupun seremonial, yang menandai bangsa Israel sebagai bangsa pilihan Allah.
Nah, Perjanjian Lama merupakan gambaran samar-samar akan penggenapannya dan penyempurnaannya dalam Perjanjian Baru (lih. KGK 129). Artinya tanda perjanjian antara Allah dan manusia yang dinyatakan oleh Allah dalam Perjanjian Lama, disempurnakan oleh Allah dalam Perjanjian Baru. Maka darah kurban anak domba Paska Yahudi dalam Perjanjian Lama disempurnakan oleh darah kurban Sang Anak Domba Allah, dalam Perjanjian Baru. Demikian pula, sunat yang menjadi tanda perjanjian secara lahiriah (yaitu: penanggalan kulit jasmaniah) disempurnakan dengan Baptisan yang memberikan tanda perjanjian secara rohaniah, yaitu meterai di jiwa, sebagai tanda pertobatan: penanggalan manusia lama dan mengenakan manusia baru sebagai anak-anak angkat Allah di dalam Kristus (lih. Gal 3:26). Semua ini disebutkan di dalam Kitab Suci, jadi bukan rekaan Magisterium. Magisterium hanya menjelaskan maknanya dan menghubungkan apa yang tertulis dalam Perjanjian Baru (PB) dengan apa yang sudah pernah dituliskan dalam Perjanjian Lama (PL). Cara menginterpretasikan Kitab Suci sedemikian – yaitu PB merupakan penggenapan PL- diajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri dalam penampakan-Nya di perjalanan ke Emaus (lih. Luk 24:13-35). Dengan cara yang sama inilah Rasul Paulus menginterpretasikan Baptisan sebagai penggenapan sunat sebagai tanda perjanjian antara Allah dan manusia, sebab melalui Baptisan kita menanggalkan manusia lama, kita disatukan dengan kematian Kristus untuk dibangkitkan dan memperoleh hidup di dalam Dia (lih. Rom 6:4-6, Ef 4:22). Dengan demikian penanggalan kulit jasmani pada sunat disempurnakan dengan penanggalan keseluruhan manusia lama pada Baptisan. Demikian pula, Rasul Petrus mengajarkan Baptisan sebagai penggenapan makna air bah Nabi Nuh sebagai pencucian umat manusia terhadap dosa (lih. 1Pet 3:18-22). Adapun melalui Baptisan, kita yang ‘mati terhadap dosa’ disatukan dalam kematian Kristus agar dibangkitkan pula bersama dengan Dia dan memperoleh hidup ilahi. Dengan demikian Baptisan tak terpisahkan dari kurban Perjanjian Baru, yaitu Kristus, yang ditandai dengan darah-Nya sebagai darah perjanjian Baru (lih. Mat 26:28; Mrk 14:24; Luk 22:20; 1Kor 11:25); sebab salah satu makna Baptisan adalah mempersatukan orang yang dibaptis dengan kematian Kristus, agar dapat dibangkitkan bersama dengan Dia dan memperoleh hidup ilahi. Hidup ilahi yang diperoleh dari kelahiran kembali dalam air dan Roh inilah yang memungkinkan kita masuk ke dalam keselamatan kekal (lih. Yoh 3:5), sebagaimana diajarkan oleh Kristus sendiri. Keselamatan inilah yang dikehendaki Allah agar dapat diterima oleh semua orang (lih. 1Tim 2:4), sehingga Kristus memerintahkan para murid-Nya untuk mewartakan Kabar Gembira ini.
Maka yang mengajarkan bahwa Baptisan adalah tanda Perjanjian Baru adalah para rasul, berdasarkan perintah Kristus untuk membaptis semua bangsa agar mereka dapat diselamatkan (Mat 28:19-20), sebab makna perjanjian antara Allah dan manusia adalah agar manusia dapat diampuni dosanya dan diselamatkan.
Jadi walaupun tidak ada ayat dalam Kitab Suci yang mengatakan secara eksplisit bahwa “Pembaptisan adalah tanda Perjanjian Baru” namun secara prinsip hal tersebut diajarkan dalam Kitab Suci. Sama halnya dengan tidak ada kata “Allah Trinitas” dalam Kitab Suci, namun secara prinsip hal tersebut diajarkan dalam Kitab Suci, sebagaimana diajarkan oleh Kristus dan para Rasul. Maka kelirulah pandangan yang mengatakan bahwa Kitab Suci tidak mengajarkan bahwa Baptisan adalah tanda perjanjian antara Allah dan manusia.
Perlu diakui bahwa jika seseorang tidak menginterpretasikan Kitab Suci dengan cara yang diajarkan oleh Kristus dan para Rasul, yaitu bahwa Perjanjian Baru merupakan penggenapan Perjanjian Lama, maka ada kemungkinan ia tidak menemukan hubungan antara sunat dan Pembaptisan, menganggap keduanya terpisah/ tidak berhubungan, dan dengan demikian tidak mempunyai pemahaman yang sama dengan Gereja. Sebab Gereja melestarikan keseluruhan ajaran Kristus dan para rasul, baik yang eksplisit tertulis dalam Kitab Suci, maupun yang implisit namun jelas disampaikan dalam Kitab Suci maupun Tradisi Suci para rasul, termasuk di sini adalah ajaran mengenai sakramen-sakramen, sebagai tanda perjanjian antara Allah dan bangsa pilihan-Nya yang baru, yaitu Gereja.
Kita sebagai anggota Gereja, sudah selayaknya mempunyai pemahaman yang sama dengan yang diajarkan oleh Gereja, yaitu bahwa Baptisan (dan sakraman- sakramen lainnya) merupakan tanda Perjanjian Baru, karena semua sakramen tersebut mengambil sumbernya dari kurban Kristus Sang Anak Domba Allah yang telah menumpahkan darah-Nya dalam Misteri Paska-Nya. Kurban Kristus inilah yang mendamaikan umat manusia, menguduskan manusia, dan menghantar mereka kepada keselamatan kekal.
Demikianlah tambahan penjelasan tentang hubungan antara sunat dan Baptisan, dan mengapa sakramen Baptis dan sakramen-sakramen lainnya merupakan tanda Perjanjian Baru, sebagaimana diajarkan oleh Gereja Katolik (lih. KGK 1150).
Jadi sesungguhnya yang menjadi tanda perjanjian Baru adalah kurban Kristus yang tersalib dalam Misteri Paska-Nya, yaitu Kristus yang telah mencurahkan darah-Nya -darah Perjanjian Baru- demi penebusan dosa umat manusia. Sakramen-sakramen Gereja mengambil sumber dan kekuatan-Nya dari kurban Kristus itu. Pintu gerbang utamanya adalah Baptisan, dan kemudian dilanjutkan dengan sakramen-sakramen yang lain yang juga merupakan tanda perjanjian yang tidak terpisahkan dari kurban Kristus itu.
Namun analogi Baptisan sebagai formulir pendaftaran dan Ekaristi sebagai kartu anggotanya nampaknya kurang tepat, sebab keduanya menyiratkan makna hanya formalitas, sedangkan makna Baptisan maupun Ekaristi tidak hanya merupakan formalitas belaka.
Semoga ulasan ini menjawab pertanyaan Anda. Mohon maaf ini adalah tanggapan saya yang terakhir tentang topik ini. Kalau Anda masih belum dapat menerimanya, itu adalah hak Anda. Saya telah berusaha untuk menjelaskannya kepada Anda, sekarang tinggal terserah Anda bagaimana menyikapinya. Saya tidak akan memperpanjang lagi karena hanya akan merupakan pengulangan dari apa yang sudah pernah disampaikan. Semoga keputusan ini dapat dimengerti.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Damai dan Salam kenal buat Pak Xellz…Maaf nih sebelumnya…saya Katolik tp kurang rajin membaca Kitab Suci…Tapi saya merasa sangat cukup telah dibaptis dan sangat senang jika menerima Ekaristi tanpa harus disunat jasmani…Karena jika saya telah menerima Hosti saya yakin bahwa Tuhan Yesus telah tinggal di dalam aku…Jadi buat apa saya harus takut terhadap kesehatan? Baptis dan Ekaristi menurut saya satu paket…Lagipula kalo kita merevisi ciptaan Allah berarti kita tidak menghargai hasil karya ciptaanNYA…Mohon maaf kalau pendapat saya ada yang salah…Maklum….saya jarang baca Kitab Suci sih…Pemahaman Iman saya hanya berdasarkan dari hati nurani saya saja….GBU…
dh.,
Pandangan saya pribadi berdasarkan logika medis saya, penyebab orang yang tidak disunat lebih rentan terhadap infeksi (balanitis) atau bahkan penyakit kanker glans penis dibandingkan orang yang disunat adalah smegma yang mengandung human papiloma virus (virus yang sama juga menyebabkan kanker serviks pada wanita sehingga dikatakan pula wanita yang suaminya tidak disunat lebih rentan mengalami kanker serviks). Akan tetapi, jika kita menjaga higiene alat genital dengan baik a.l. dengan selalu membuka prepusium (kulup) dan mencuci glans penis sampai bersih, maka orang yang tidak disunat pun akan tidak mudah terkena balanitis. Allah menciptakan tubuh kita secara sempurna dan lengkap menurut citraNya, jadi tidak alasan kita menghilangkannya tanpa alasan yang jelas. Maksud saya dengan alasan yang jelas adalah Firman Allah sendiri yang dilengkapi dengan magisterium gereja di samping alasan medis seperti dapat membahayakan jiwa atau dapat menimbulkan kematian jika suatu bagian tubuh tidak diangkat sementara tindakan alternatif yang lain tidak ada.
Berkah Dalem,
Andryhart
saya tidak penah menemukan di 4 Injil bahwa Yesus pernah mengatakan bahwa pengikutnya tidak perlu sunat apalagi membatalkan taurat setahu saya malah Yesus menggenapi. Lalu yang membatalkan siapa ? yang jelas BUKAN Yesus tapi orang yang MENGAKU mendapat mandat dari Yesus. Jadi kalau ada yang bilang bahwa umat kristiani itu pengikut Yesus itu malah jadi tanda tanya besar wong banyak hukum taurat yang dibatalkan. Jadi yang lebih betul adalah pengikut orang yang mengaku tersebut (Paulus).
[dari katolisitas: Kalau anda ingin berdiskusi secara serius, silakan menanggapi artikel di atas – silakan klik.]
Syalom,
Bagaimana menurut anda dng keberadaan patung Yesus, Maria dlm gereja Katolik? Apakah itu tidak melanggar 1 dari 10 perintah Allah? Mohon penjelasannya..kalau patung mereka tidak untuk disembah kenapa pula mesti disucikan menggunakan air & doa2?? Lo’begitu adanya apa bedanya dng agama penyembah berhala??
[dari Katolisitas: silakan Anda membaca lebih dulu secara lengkap dan menyeluruh artikel yang berjudul “Apakah umat Katolik yang berdoa di depan patung menyembah berhala?”, silakan klik di sini, termasuk semua link “Diskusi lebih lanjut” yang tertera di bagian akhir artikel tersebut.]
Tidak ada manusia yang benar di hadapan ALLAH, karena kasihNya kita diselamatkan, berbuatlah hal yang lebih berguna di dunia ini. GBU
Shalom Josua,
1. Secara umum, memang tidak ada manusia yang benar di hadapan Allah. Kekecualian adalah Tuhan Yesus (karena selain Dia sungguh-sungguh Allah, Dia juga sungguh manusia) dan Bunda Maria, sebab ia dikandung tanpa noda, dan selamanya tidak berdosa. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, dan klik di sini.
2. Karena kasih karunia Allah kita diselamatkan. Ya, ini benar. “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman…. ” (Ef 2:8)…. “yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:6) …karena kita menaruh pengharapan kita kepada Allah yang hidup, Juruselamat semua manusia” (1Tim 4:10)
Kasih karunia Allah ini tidak terpisahkan dari Baptisan (lih. Yoh 3:5, Mat 28:19-20) dan pertobatan (lih. Kis 2:38, Rom 6:11).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Bu Inggrid,
“Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak penting. Yang penting ialah mentaati hukum-hukum Allah.” (1 Kor 7:19)
Pertanyaan saya, hukum mana yang anda jalankan? Bersunat itu hukum Tuhan Allah lho? Kok sedemikian mudah anda mengatakan bersunat tidaklah penting dan hanya tradisi bangsa Yahudi saja? Logikanya, jika Yesus itu Tuhan sudah dari awal dia tidak akan mau disunat jika ia mau membatalkan sunat itu, lah wong dia Tuhan kok? Itu membuktikan bahwa Yesus itu utusan Allah. Manusia biasa yang diberikan mukjizat dari Tuhan Allah untuk membuktikan bahwa Tuhan itu Esa bukan tiga ibu..
Salam,
Agustinus
[dari katolisitas: Diskusi ini telah dibahas secara berulang-ulang dengan diskusi yang sama terus menerus. Jadi, silakan membaca terlebih dahulu argumentasi yang ada dan kemudian silakan memberikan argumentasi yang lebih mendalam daripada hanya sekedar argumentasi “itu adalah hukum Tuhan”. Bagaimana dengan hukum rajam, larangan makanan, dll? Silakan melihat larangan-larangan yang lain di kitab Imamat, dan apakah Anda menjalankan semua larangan tersebut? Silakan melihat tiga hukum di dalam Perjanjian Lama: Yudisial, Seremonial, Moral.]
Bukankah tertulis bahwa Mesias(Kristus) harus menggenapi hukum lama (hukum Musa) dan menyatakn hukum baru Mesias ?
Dia harus datang di antara orang Israel dan harus mengikuti hukum lama dan menggenapinya, sambil mulai menyatakan hukum baru (hukum Mesias/Kristus) pada saat Dia mulai tampil/diawali pembaptisan (sbg tanda yg lebih penting pengganti sunat) dan mulai memberlakukannya penuh dari saat penggenapan penuh terjadi(Tri duum–> perjamuan terakhir, wafat(“sudah selesai”), dan bangkit dari antara orang mati).
Adalah justru logika yang aneh kalau anda katakan “Logikanya, jika Yesus itu Tuhan sudah dari awal dia tidak akan mau disunat jika ia mau membatalkan sunat itu, lah wong dia Tuhan kok?”
Btw jika anda tidak mau ikut hukum Mesias/Kristus apakah anda juga konsisten melakukan korban bakaran, perajaman, pelarangan makanan dll sesuai perintah hulum Musa ?
Hukum Mesias ini berlaku bagi bangsa Gentile juga, sementara jika bangsa Yahudi yg menerima Kristus masih mau bersunat juga tidak menjadi masalah, juga bangsa lain mau bersunat maka tidak masalah. Cuman bukan merupakan syarat untuk menjadi pengikut Kristus. Syaratnya adalah pembaptisan.
Bagaimana menjelaskan kepada umat mengenai perikop alkitab : Lukas 2: 21 – 40 Yesus disunat dan diserahkan kepada Tuhan Simeon dan Hana ?
Salam & terimakasih
Elisabeth A,
Shalom Elisabeth,
Kristus dilahirkan oleh Bunda Maria yang disebut dalam Kitab Suci sebagai “seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat” (Gal 4:4), sehingga tidak mengherankan bahwa Bunda Maria bersama dengan St. Yusuf melakukan ketentuan sunat kepada Yesus sesuai dengan hukum Taurat Musa. Berikut ini adalah penjelasan yang saya sarikan dari The Navarre Bible:
Keluarga kudus pergi ke bait Allah Yerusalem untuk memenuhi ketentuan hukum Taurat, yaitu pentahiran sang ibu, persembahan dan penebusan si anak sulung. Menurut Im 12:2-8 ibu yang melahirkan perlu memenuhi ketentuan pentahiran sesudah melahirkan anak. Meskipun sesungguhnya Bunda Maria tidak perlu melakukan ritus ini karena ia mengandung tanpa campur tangan manusia, dan kelahiran Yesus juga tidak merusak keperawanannya, namun ia memilih untuk tetap taat kepada hukum Taurat ini.
Kel 13:2, 12-13 mengatakan bahwa setiap anak sulung adalah milik Tuhan, dan harus didedikasikan untuk Tuhan. Namun setelah suku Lewi dikhususkan untuk untuk pelayanan penyembahan, maka anak sulung tidak lagi didedikasikan untuk pelayanan kepada Tuhan, namun tetap menjadi milik Tuhan yang istimewa, sehingga ritus penebusan [dengan sunat] tersebut dilakukan. Hukum ini mengwajibkan dipersembahkannya korban anak domba, atau bagi kaum miskin adalah sepasang burung tekukur dan dua ekor burung merpati.
Simeon yang disebut sebagai orang yang benar dan saleh, menemukan arti hidupnya setelah melihat Tuhan Yesus. Kesempatan melihat Yesus menjelaskan makna hidupnya yang dijalaninya di dalam pengharapan akan melihat Sang Mesias. Kidung Simeon juga merupakan nubuat. Bait yang pertama (ay. 29-30) merupakan ucapan syukur kepada Tuhan; sedangkan bait kedua (ay. 31-32) tentang rahmat yang disampaikan Sang Mesias kepada semua umat manusia; sesuatu yang telah dinubuatkan di kitab- kitab Perjanjian Lama (lih. Kej 22:18; Yes 2:6; 42:6; 60:3; Mzm 28:2). Dapat dibayangkan kegembiraan Simeon, karena kerinduan para patriarkh, nabi dan raja Israel yang ingin melihat Sang Mesias, namun tidak melihat-Nya, namun Simeon kini menggendong-Nya di dalam tangannya (lih. Luk 1:28; 10:24; 1 Pet 1:10).
Bunda Maria dan St. Yusuf dikatakan ‘sangat heran’ bukan karena mereka tidak tahu siapa Kristus itu, namun atas cara bagaimana Allah menyatakan Kristus.
Setelah Simeon memberkati mereka. Roh Kudus mendorongnya untuk bernubuat tentang masa depan Anak itu dan Ibu-Nya. Kristus akan menyelamatkan dunia, namun akan menjadi tanda perbantahan sebab sebagian orang akan menolak Dia, dan mereka yang menolakNya akan binasa. Namun mereka yang menerima Dia akan diselamatkan, dan masuk ke dalam kehidupan yang kekal. Bunda Maria akan mengalami persatuan yang erat dengan karya penebusan Putera-Nya. Pedang yang menembus jiwanya menggambarkan bahwa ia akan mengambil bagian di dalam penderitaan Kristus demi dosa- dosa kita.
Kesaksian Hana serupa dengan kesaksian Simeon, sebab iapun telah sepanjang hidupnya menantikan Mesias. Dengan demikian kelahiran Kristus telah dinyatakan oleh tiga jenis saksi: para gembala setelah menerima kabar dari malaikat, para majus, setelah dibimbing oleh bintang, dan Simeon dan Hana, setelah menerima tuntunan Roh Kudus…. “
Maka, memang Kristus yang lahir di tengah keluarga yang taat kepada hukum Taurat, memang menjalani ketentuan sunat. Namun, selanjutnya tentang hukum sunat ini kemudian diperbaharui oleh Kristus di Perjanjian Baru. Hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Setelah melihat tulisan di atas menurut saya dalil yang lebih kuat adalah setiap laki2 adalah dikhitan, tradisi khitan telah disyariatkan kepada Nabi Abraham jauh sebelum Nabi Yesus ada, sedangkan pendapat yang menyatakan tidak dikhitan kurang kuat. Saya yakin Allah tidak membuat suatu hukum untuk coba – coba kemudian menghapusnya.
[dari katolisitas: kami telah memberikan argumentasi di atas, bahwa sunat tidak mengikat keselamatan seseorang. Kalau anda tidak menyetujui, maka anda dapat memberikan tanggapan terhadap jawaban kami di atas – silakan klik]
Itulah kebesaran dan kesempurnaan Allah,
Ia tahu bahwa manusia harus diberi sesuatu secara bertahap. pada jaman PL manusia harus mempersembahkan kurban bakaran dan kurban sembelihan (domba/kambing) dan sunat. Namun setelah Yesus menggenapi semuanya, tidak diperlukan lagi kurban sembelihan kambing dan sunat karena sudah ada Kurban Agung Anak Domba Allah (wafatNya) dan tidak diperlukan lagi sunat, karena sudah ada pembaptisan (Pentakosta dan sakramen pembaptisan).
Apakah anda yang masih memuja sunat, saat ini juga masih suka memotong kembing untuk mendapatkan keselamatan?
[….edit] Apakah kurban Yesus disalib belum cukup buat anda sehingga harus sunat? silahkan aja sunat, asal untuk alasan kesehatan. walaupun tanpa sunat pun tetap bisa sehat asal rajin menjaga kebersihannya. Saya katolik tapi sunat karena saat itu masih kecil jadi karena keinginan orangtua yang belum terlalu memahami “sunat rohani” yang lebih esensial. Tapi saya tidak akan menyuruh anak saya sunat, karena itu tidak penting. …. [edit]
“Karena TAURAT SUDAH BERAKHIR”. Bukankah Yesus itu diturunkan untuk meneruskan hukum TAURAT? Jika tidak mengapa perlu ada Perjanjian Lama?
Kalau kita mencintai seseorang maka perbuatannya harus jadi contoh. Segala perbuatan Yesus sepatutnya dijadikan contoh. Bukan dibangkang. Bukankah perbuatan sunat Yesus itu jelas secara fizikal bukan setakat secara rohani. Secara dasarnya ada perbezaan dengan fizikal dan rohani umpamanya berikut:
“WASHINGTON: Three studies published on Wednesday add to evidence that circumcision can protect men from the deadly AIDS virus and the sexually transmitted virus that causes cervical cancer…”
Itu pandangan saya.
[dari katolisitas: Kalau disunat untuk alasan kesehatan, silakan saja. Namun, sunat bukan lagi satu perjanjian dengan Tuhan yang dapat menyelamatkan. Perjanjian yang menyelamatkan dengan Tuhan di dalam Perjanjian Baru adalah Baptisan. Jawaban atas pertanyaan anda dapat dilihat di sini – silakan klik. Semoga dapat membantu.]
Syalom Ibu Inggrid Dalam kitap Kej 17;10,
Inilah perjanjianKu yang harus kau pegang,perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu,yaitu setiap laki-laki diantara kamu harus disunat;
bagaimana pandangan kita Kristiani melihat ayat ini,mohon penjelasannya terimakasih
[dari katolisitas: silakan melihat link di atas – silakan klik]
Saya sedikit menambahkan pada jawaban Sdr.Inggrid :
Lukas 2:21 Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya. (Yesus dikhitan pada umur 8 hari) Orang tua manusiawi Yesus Kristus (Yusuf dan Maria) adalah orang Yahudi dan sebagai orang Yahudi, mereka tunduk kepada "tanda perjanjian" yang dibuat antara Allah dan Abraham yaitu sunat (Kejadian 17:11).
Mengapa kita tidak disunat? Karena TAURAT SUDAH BERAKHIR – TIDAK BERLAKU BAGI UMAT KRISTIANI. Sumber ayat : Lukas 16:16 Hukum Taurat dan kitab para nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes; dan sejak waktu itu Kerajaan Allah diberitakan dan setiap orang menggagahinya berebut memasukinya. Matius 11:13 Sebab semua nabi dan kitab Taurat bernubuat hingga tampilnya Yohanes. Dengan demikian kita mengerti bahwa TAURAT dan Nubuat-nubuat para nabi dalam Perjanjian Lama berakhir pada saat tampilnya Yohanes Pembaptis. Hukum Taurat adalah spesifik bagi Israel. Ulangan 4:44 Inilah hukum Taurat yang dipaparkan Musa kepada orang Israel. 1 Tawarikh 16:40 supaya pagi dan petang tetap dipersembahkan korban bakaran kepada TUHAN di atas mezbah korban bakaran, dan supaya dikerjakan segala yang tertulis dalam Taurat TUHAN yang diperintahkan-Nya kepada orang Israel. Ayat lain : Nehemia 8:1, Maleakhi 4:4, Roma 9:4, dan Ibrani 7:11 Di dalam Perjanjian Lama terdapat lebih dari enam ratus hukum. Diharapkan agar orang-orang Israel menaatinya sebagai bukti kesetiaan mereka kepada Allah. Hukum Taurat itu ditujukan "langsung" kepada bangsa Israel/ Yahudi pemeluk agama Yudaisme, tidak ditujukan kepada mereka yang beragama Hindu, Buddha, Kong Hu Cu, Islam, dan lain-lain. Hukum Taurat (Perjanjian Lama) adalah firman Allah yang diilhamkan sepenuhnya "bagi" umat Kristen masa kini, namun bukanlah sebagai perintah Allah yang langsung "kepada" umat Kristen. Ibrani 8:7 Sebab, sekiranya perjanjian yang pertama itu tidak bercacat, tidak akan dicari lagi tempat untuk yang kedua. Ibrani 8:13 Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya. Kitab Taurat adalah 5 Kitab-kitab Musa (Kejadian s/d Ulangan). Dan peraturan Taurat, oleh para Rabbi Yahudi diperinci jumlahnya 613 peraturan. Peraturan-peraturan ini disebut dengan MITSVOT (Menyunat anak lelaki adalah isi dari MITSVOT ke-17). Anak-anak Yahudi dalam upacara Bar Mitsvah membaca TORAH/TAURAT sebagai simbol Hukum Taurat yang total dibebankan kepada mereka dengan tanda KUK dipasangkan di pundaknya. Dan Hukum TAURAT itu rumit, ada 613 perintah yang harus sempurna dilaksanakan. Sehingga pantaslah jika Yesus menyebut orang yang memikul Kuk ini menjadi letih lesu dan berbeban berat. Manusia (siapapun) tidak sanggup memikul kuk Taurat itu secara sempuna, karena dalam pelaksanaan Taurat bersalah terhadap satu bersalah kepada semuanya. Yakobus 2:10 Sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya. Atas kasihNya maka Ia sendirilah yang memikulnya, bahkan Ia menjadi penggenap dari Hukum itu, yaitu menjadi Ia sendiri yang menjadi Domba Tebusan yang darahnya tercurah untuk pengampunan Dosa. Roma 10:4 Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya. Sudah genap, sudah berakir, SUDAH SELESAI! Efesus 2:15 sebab dengan mati-Nya sebagai manusia IA TELAH MEMBATALKAN HUKUM TAURAT dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera Perlu kita sadari bahwa, pembatalan Taurat tidak menjadikan orang Kristen menjadi "TANPA HUKUM", Tuhan kita Yesus Kristus sudah memberikan dasar kepada para murid suatu HUKUM yang BARU sebelum kematianNya di Kayu Salib itu "membatalkan Taurat". Matius 11:28-30 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan. Hukum Kasih : Matius 22:37-40 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
[Dari Admin Katolisitas: pernyataan lanjutan dari Yunus ini digabungkan]
Demikianlah perbuatan-perbuatan dosa yang dalam Taurat hanya disorot secara Fisik, dalam Hukum Kristus disorot secara Moral-Spiritual. Dan Hukum Taurat yang termasuk 10 Firman di dalamnya pun sudah digenapi oleh Tuhan kita Yesus Kristus. Dengan 2 macam hukum saja, Kasih kepada Allah dan Kasih kepada manusia. Yesus Kristus telah menetapkan HUKUM BARU yaitu HUKUM KASIH, karena KASIH adalah kegenapan hukum Taurat (Roma 13:10)
Menganai Ajaran Paulus. Silakan baca selengkapnya Galatia 5:1-12. Pokok persoalan adalah sunat.
Galatian 5:1-12 Supaya kita sungguh-sungguh merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. Sesungguhnya, aku, Paulus, berkata kepadamu: jikalau kamu menyunatkan dirimu, Kristus sama sekali tidak akan berguna bagimu. Sekali lagi aku katakan kepada setiap orang yang menyunatkan dirinya, bahwa ia wajib melakukan seluruh hukum Taurat. Kamu lepas dari Kristus, jikalau kamu mengharapkan kebenaran oleh hukum Taurat; kamu hidup di luar kasih karunia. Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan. Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih. Dahulu kamu berlomba dengan baik. Siapakah yang menghalang-halangi kamu, sehingga kamu tidak menuruti kebenaran lagi? Ajakan untuk tidak menurutinya lagi bukan datang dari Dia, yang memanggil kamu. Sedikit ragi sudah mengkhamirkan seluruh adonan. Dalam Tuhan aku yakin tentang kamu, bahwa kamu tidak mempunyai pendirian lain dari pada pendirian ini. Tetapi barangsiapa yang mengacaukan kamu, ia akan menanggung hukumannya, siapa pun juga dia. Dan lagi aku ini, saudara-saudara, jikalau aku masih memberitakan sunat, mengapakah aku masih dianiaya juga? Sebab kalau demikian, salib bukan batu sandungan lagi. Baiklah mereka yang menghasut kamu itu mengebirikan saja dirinya!
Sebagai tanda dari Yahudi ortodoks, sunat dipandang mutlak hakiki untuk kesetiaan kepada syariat Taurat dan keselamatan. Sekalipun demikian, sunat adalah tindakan manusia untuk kebenaran. Karena itu, siapa Kristus dan apa yang dilakukan-Nya sedikit sekali artinya bagi orang yang hanya mementingkan pemenuhan dirinya akan syariat Taurat.
Keselamatan tidaklah datang oleh Kristus plus syariat Taurat, melainkan oleh Kristus saja.
Seseorang tidak mungkin mampu sempurna melaksanakan syariat Taurat karena Syariat Taurat menuntut kesetiaan yang sempurna, padahal hal itu merupakan sesuatu yang tidak mungkin.
Dengan penyerahan demikian, dan keinginan untuk dibenarkan karena amal perbuatan sedemikian rupa, seorang pada prinsipnya dan dalam kenyataannya memisahkan dirinya dari lingkungan “kasih karunia” dan dari kesetiaan iman dalam Yesus Kristus. Dengan demikian seseorang membuat anugerah itu tidak berhasil.
“Hidup di luar kasih karunia”, harfiah “jatuh, hilang, karam, dari kasih karunia, tidak berarti jatuh ke luar keselamatan, melainkan mereka telah jatuh terpisah dari suatu hidup yang berpautan dengan anugerah kepada suatu hidup yang terkungkung dalam legalisme. Kedua jalan tersebut saling berlawanan. Untuk menerima legalisme, berarti menolak Kristus. Seorang tidak dapat mencoba-coba menyelamatkan dirinya sendiri, dan pada saat yang sama menaruh seluruh kepercayaan kepada Kristus untuk keselamatan.
Perjanjian Baru tegas dan pasti: bahwa tanpa ketaatan, sunat adalah melulu omong kosong. Tanda lahiriah pudar tanpa arti jika dibandingkan dengan menaati perintah-perintah, iman bekerja oleh kasih, dan suatu ciptaan baru. Namun orang Kristen tidak bebas memandang rendah tanda itu. Walaupun sejauh tanda itu mengungkapkan keselamatan karena perbuatan-perbuatan hukum, orang Kristen harus menghindarinya, namun dalam arti batiniah orang Kristen memerlukannya. Justru ada sunat Kristus.
Filipi 3:3 karena kitalah orang-orang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah dalam Kristus Yesus dan tidak menaruh percaya pada hal-hal lahiriah.
Kolose 2:11 Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa.
Sebagaimana ada Hukum Lama (Taurat) dan Hukum Baru (Hukum Kasih); Ada sunat Perjanjian Lama dan ada pula sunat Perjanjian Baru.
Sunat Kristus, berupa “penanggalan akan tubuh (dan bukan hanya sebagian) yang berdosa”, suatu perbuatan rohani, yang tidak dilakukan oleh tangan manusia, suatu hubungan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya, dimeteraikan oleh peraturan penerimaan atas perjanjian baru. Sebagai akibatnya, seorang yang percaya ialah orang bersunat.
Ketentuan TAURAT dalam Perjanjian Lama sudah berakhir, Paulus tidak bertentangan dengan Ajaran Yesus yang dengan tegas mengatakan akhir masa Taurat.
Lukas 16:16a Hukum Taurat dan kitab para nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes
Shalom Yunus,
Terima kasih atas tembahan keterangan anda. Namun saya hanya ingin menegaskan di sini bahwa kita harus berhati-hati jika kita mengatakan bahwa hukum Taurat tidak berlaku lagi, sebab jika itu hukum moral ke-10 perintah Allah itu tetap berlaku. Yesus hanya meringkasnya menjadi kasihilah Allah dan sesamamu, tetapi tidak dengan maksud membatalkan ke- 10 perintah Allah, sebab Yesus sendiri mengutip beberapa hukum itu saat menjawab pertanyaan orang muda yang kaya yang menanyakan bagaimana caranya untuk memperoleh hidup yang kekal (Mat 19:18-19). Maka Gereja Katolik, mengikuti ajaran St. Thomas Aquinas membedakan adanya 3 jenis hukum Taurat, yaitu:
1. Hukum moral yang menyangkut 10 perintah Allah masih berlaku sampai sekarang.
2. Hukum seremonial (segala korban bakaran, dst) tidak berlaku lagi, karena sudah diperbaharui oleh Yesus sendiri sebagai Korban Diri-Nya yang sempurna melalui wafat dan kebangkitan-Nya.
3. Hukum yudisial (segala macam sangsi) tidak berlaku lagi, sebab sekarang dilanjutkan oleh pemerintah negara (dalam hal pidana dan ketertiban masyarakat umum) maupun dengan ketetapan Gereja, sebagai bangsa pilihan-Nya yang baru, jika itu menyangkut ketertiban umat beriman.
Maka memang sunat tidak lagi termasuk di dalam hukum yang dipertahankan, karena sunat tidak termasuk dalam 10 perintah Allah, dan jika dilihat sebagai hukum seremonial, juga tidak lagi berlaku. Keberadaan perintah sunat dalam PL adalah untuk mempersiapkan umat-Nya di PB untuk menerima pengajaran ‘sunat rohani’ yang diperoleh dalam Kristus, yaitu penanggalan tubuh yang berdosa. Sehingga ini merupakan persiapan umat akan makna Pembaptisan, yang mempunyai makna, penanggalan manusia lama dan pengenaan manusia baru di dalam Kristus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Maksud dari 10 perintah moral yang sudah digenapi tersebut adalah bahwa 10 perintah moral tersebut sudah diringkas menjadi 2 hukum yang utama & diberikan oleh Kristus,yaitu Hukum Kasih.
Artinya,jika kita melanggar perintah Allah nomor 1-3,berarti kita telah melanggar bunyi Hukum Kasih yang pertama yaitu mengenai mengasihi Allah.
Namun,jika kita melanggar perintah Allah nomor 4-10,berarti kita telah melanggar bunyi Hukum Kasih yang kedua yaitu mengenai mengasihi sesama manusia.
Oleh karena itu,disebutkan bahwa Hukum Kasih adalah kegenapan dari Hukum Taurat yang sebenarnya inti dari Hukum Taurat adalah kesepuluh perintah Allah tersebut.
Saya tidak menyebutkan bahwa kesepuluh perintah Allah ikut dibatalkan juga oleh Kristus,tetapi yang dibatalkan oleh Kristus adalah aturan-aturan tambahan dalam Hukum Taurat yang tidak penting dalam memperoleh keselamatan contohnya adalah sunat lahiriah,tidak boleh bekerja pada hari Sabat,dsb.
Salam damai.
Shalom Yunus,
Ya, jika itu maksud anda, itu benar. Saya hanya ingin mengingatkan, karena dari surat-surat anda terdahulu, anda mengulangi berkali-kali perkataan Taurat sudah dibatalkan, atau Yesus membatalkan hukum Taurat (malah anda menuliskannya dengan huruf-huruf kapital). Nah pernyataan seperti ini harus dijelaskan, agar tidak menjadi rancu. Karena yang dibatalkan itu adalah Taurat yang bukan termasuk hukum moral 10 perintah Allah, sedangkan 10 perintah Allah (yang adalah bagian dari Taurat) tetap berlaku sampai sekarang.
Saya ingin mengakhiri diskusi ini, ya. Saya pikir sudah jelas semuanya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Yesus TIDAK PERNAH MEMBATALKAN KITAB TAURAT ! Dia sendiri yang menegaskan hal itu. Pertentangan-pertentangan Yesus dengan orang Farisi dalam Injil sehubungan dengan Taurat, pada dasarnya bukanlah tentang ajaran Kitab Taurat tetapi tentang tradisi nenek moyang (TALMUD) yang baru muncul pada abad-abad terakhir sebelum kedatangan Yesus (sesudah Ezra-Nehemia), yaitu ketika Bangsa Yahudi pulang dari pembuangan dan berhadapan dengan bangsa-bangsa asing yang mengancam budaya mereka (Syria, Persia, Yunani, dan Romawi). Perjanjian Baru, para rasul (terutama Paulus) juga tidak membatalkan tradisi hukum taurat. mereka hanya TIDAK LAGI MEMAKAINYA berdasarkan refleksi atas peristiwa Kristus yang bangkit.
Shalom Rey,
Ya benar perkataan anda bahwa Yesus tidak pernah membatalkan Kitab Taurat/ Hukum Taurat. Yesus datang untuk menggenapinya (lih. Mat 5:18). Maka jika ada ada praktek tertentu yang tadinya dilakukan dan sekarang tidak perlu dilakukan (seperti halnya sunat) itu adalah karena maksud hukum tersebut diberikan telah digenapi oleh Kristus. Hal pembagian tentang adanya tiga jenis hukum dalam Hukum Taurat (hukum moral, ceremonial dan yudisial) diberikan oleh St. Thomas Aquinas untuk membantu kita memahami mengenai pengertian hukum Taurat itu. Hal ini pernah juga dibahas di tanya jawab ini, silakan klik.
Ya benar, bahwa di kemudian hari orang-orang Yahudi menambah- nambahi tradisi nenek moyang, yang akhirnya menjadi beban bagi orang Israel sendiri, misalnya tentang ketentuan- ketentuan yang mendetail tentang hari Sabat, dan inilah yang ditentang oleh Yesus. Namun konsep hari Sabat (menguduskan hari Tuhan) tetap dipertahankan baik oleh para rasul, dan bahkan sampai sekarang oleh semua umat Kristiani. Bahwa kemudian harinya jatuh pada hari Minggu, karena untuk memperingatkan hari kebangkitan Kristus. Sehingga benar, yang menjadi fokus adalah penggenapannya di dalam Kristus Tuhan kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Saudaraku,
Ingat hukum kasih yang anda sebutkan tersebut:”Ketahuilah hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu ESA”…
Ayat ini ditutup dengan sahutan orang saduki:”Tepat sekali perkataanmu itu GURU..” bukan TUHAN
[Dari Katolisitas: Perlu diketahui bahwa ajaran iman Kristiani memang tidak tergantung dari apa yang diyakini oleh orang-orang Saduki, tetapi tergantung dari apa yang diwahyukan sendiri oleh Allah di dalam Kristus, sebagaimana disaksikan oleh para murid-Nya.
Tentang Mengapa orang Kristen Percaya bahwa Yesus itu Tuhan, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik. Silakan membaca terlebih dahulu di sana, jika Anda tertarik untuk mengetahuinya.]
Hukum yudisial dihapuskan karena dilanjutkan hukum bernegara,,
Bagaimana tanggapan umat Katolik kalau ada hukum negara yang melegalkan nikah sesama jenis?
Mana yang lebih baik sedia payung sebelum hujan atau hujan dulu baru mencari payung?
Diajarkan atau tidak norma kesusilaan, sopan santun oleh Yesus?
Mohon penjelasannya
Salam Bima,
Dengan prinsip Gaudium et Spes artikel # 76 mengenai Negara dan Gereja (silahkan klik http://www.imankatolik.or.id/kvii.php?d=Gaudium+Et+Spes&q=76 ) maka Gereja mengecam UU yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja. Dalam hal ini. Gereja mengecam UU Perkawinan negara manapun yang melegalkan perkawinan sejenis. Sedangkan mengacu ke Kitab Hukum Kanonik yang berbicara mengenai Perkawinan, Gereja menolak perkawinan sejenis, dan menyerukan bahwa tindakan itu salah. Sedangkan secara pastoral Gereja membina umatnya agar menjunjung ajaran Perkawinan yang benar. KGK # 2357, 2358; 2359 menegaskan pastoral bagi kaum homoseksual. Mereka harus menjaga kemurnian. Secara kodrati tidak bisa menikah sesuai kehendak Tuhan.
Yesus mengajarkan yang mendasari etiket (sopan santun) yaitu mengasihi Tuhan, sesama, dan diri sendiri. Dengan dasar hukum cinta kasih ada moralitas (kesusilaan) yang mengatur kebaikan sikap berdasar kemanusiaan yang bermartabat di hadapan Sang Pencipta dan Penebus. Sopan santun ialah wujud praktis dari hukum cinta kasih dan moral kesusilaan tersebut yang di tiap daerah budaya berbeda bentuk ungkapan praktisnya. Sopan santun disebut dalam KGK # 2521, 2522, 2523, 2524, 2533. Saya kutipkan saja dua nomer:
KGK # 2524: Bentuk ungkapan sikap sopan ini berbeda dari kultur ke kultur. Tetapi di mana-mana terkandung gagasan mengenai martabat rohani yang khas untuk manusia. Ia tumbuh melalui tumbuhnya kesadaran pribadi. Mendidik anak-anak dan kaum remaja dalam sikap sopan ini berarti membangkitkan hormat terhadap pribadi manusia.
KGK # 2533: Kemurnian hati menuntut sikap yang sopan, yang terdiri dari kesabaran, kerendahan hati, dan perasaan halus. Sikap yang sopan melindungi keintiman seseorang.
Salam
RD. Yohanes Dwi Harsanto
sebelumnya saya telah memberitaukan di comment saya sebelumnya bahwa saya menyesal telah disunat dan menerima apa adanya
saya merasakan bahwa “barang” saya terasa lebih baik sebelum disunat daripada sesudah disunat setelah saya cermati
saya pun merencanakan untuk melakukan proses pengembalian kulit yang dibuang saat sunat itu sehingga “barang” saya bisa menjadi seperti sedia kala yaitu seperti sebelum disunat
meskipun rasa pada “barang” saya tidak bisa menjadi sebaik saat sebelum disunat namun itu lebih baik daripada rasa saat ini yang tidak memiliki kulit penutup
terserah percaya atau tidak mengenai proses atau rasa yang saya ceritakan namun proses pengembalian kulit yang dibuang saat sunat adalah mungkin dan nyata
yang saya tanyakan adalah apakah berdosa jika saya melakukan proses pengembalian kulit yang dibuang saat sunat sehingga “barang” saya menjadi kembali menjadi seperti tak disunat?
saya harap anda mau menjawab secara religius katolik saja tanpa ada masukan dari luar seperti bidang medis dsb
berdosa atau tidak saya akan tetap melakukan proses pengembalian itu dan proses itu akan mulai saya lakukan sekitar 1-2 bulan lagi meskipun proses tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu 24 bulan
orangtua saya telah menyetujui permintaan saya dan membelikan alat untuk proses tersebut sehingga saya hanya menunggu proses kedatangan alat tersebut
saya menanyakan hal ini karena saya seorang katolik pula dan tampaknya saya agak malu untuk menanyakan pada pastor paroki saya
saran saya adalah syukurilah anugrah bapa yang berupa kulit penutup di “barang” saudara sekalian bagi mereka yang belum disunat
bapa tidak mendesain kulit tersebut hanya semata mata tidak berguna dan hanya untuk dibuang saja tapi bapa mendesain kulit tersebut bagi laki2 dengan maksud yang sangat berguna bagi seluruh kehidupan laki2
bagi saya hanya iblis saja yang membisikan hati manusia untuk merusak kebaikan yang diberikan bapa contohnya adalah sunat
Shalom Kid,
Sebenarnya, yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa menurut Gereja Katolik sunat atau tidak sunat tidaklah menjadi masalah, sebab yang terpenting adalah iman kepada Yesus yang bekerja oleh kasih (Gal 5:6). Maka jika anda dengan hati nurani anda memutuskan untuk dioperasi untuk mengembalikan keadaan anda seperti semula, itu tidak dipandang dosa oleh Gereja Katolik. Karena Gereja Katolik tidak mengharuskan sunat, ataupun melarang sunat. Sebab yang terpenting adalah iman kepada Yesus yang diwujudkan dalam perbuatan kasih. Maka jika anda menjadi Katolik dalam keadaan tidak bersunat, maka anda tidak harus sunat, demikian jika anda menjadi Katolik dalam keadaan bersunat, maka anda tidak diharuskan untuk mengubah kembali kondisi anda. Maka, jika anda sekarang dengan hati nurani menginginkan kondisi anda semula, itu tidak dilarang/ tidak dosa.
Namun seyogyanya anda tidak berkata bahwa “hanya iblis saja yang membisikkan hati manusia untuk merusak kebaikan yang diberikan Bapa, contohnya adalah sunat” seperti yang anda katakan di kalimat terakhir surat anda. Sebab jangan lupa bahwa perintah sunat itu memang ada dalam Kitab Perjanjian Lama, yang dahulu dipakai oleh Allah untuk mempersiapkan umat-Nya agar lebih menghayati makna ‘sunat rohani’ yang diajarkan oleh Yesus dalam Perjanjian Baru. Maka janganlah anda mengucapkan demikian, sebab perintah sunat jasmani dalam PL itu juga diberikan oleh Allah Bapa. Bahwa kemudian hal itu diperbaharui dalam PB adalah juga rencana Allah, namun janganlah anda mengatakan bahwa perintah sunat itu adalah bisikan iblis, karena tidak demikian jika kita membaca di Alkitab PL.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
bu inggrid sebenarnya dalam kitab galatia bapa menegaskan kembali bahwa apa yang bapa ciptakan adalah baik dengan firman bapa melalui roh kudus pada st paulus setelah perjanjian sunat digenapi kristus
gereja seharusnya melarang praktik sunat ini sesuai dengan galatia 5:2
apa yang saya yakini adalah alkitab perjanjian baru ini melarang praktik sunat ini sesuai dengan kitab galatia dan itulah yang akan saya imani terus bahkan untuk anak laki2 saya kelak
saya tampaknya tidak akan peduli apakah gereja melarang praktik sunat atau tidak dan yang saya yakini tetaplah alkitab melarang praktik sunat pada pengikut kristus
sesuai yang bu inggrid bilang bahwa sunat pada perjanjian lama adalah persiapan dari bapa saja untuk sunat rohani dan perjanjian sunat itu sudah dipenuhi
maka seharusnya kita yang mengikuti kristus hendaknya melarang praktik sunat pada umat kristus
saya masih ingat betul ketika saya menderita sekitar 1 minggu setelah sunat saya dan ternyata saya merasakan bahwa sunat membuat “barang” saya menjadi terasa tidak enak
bagaimana mungkin kita pengikut kristus yang berdasarkan atas cinta kasih tetap tega melihat kekerasan sunat yang dilakukan pada laki2 dan membuat laki2 menderita?
saya pikir ini praktik sunat membuat kita menjadi seperti orang munafik pada zaman yesus
saya juga heran mengapa orang2 melakukan sunat atas nama kebersihan atau kesehatan yang sebenarnya semuanya adalah omong kosong belaka
romo saya pernah berkata bahwa iman tanpa perbuatan adalah sia2 dan saya mengimani alkitab termasuk kitab galatia yang melarang sunat ini pada kehidupan saya
saya memutuskan bahwa jika nantinya anak laki2 saya menyunatkan dirinya maka saya akan usir dia dari keluarga saya
saya telah menyesal sekali disunat dan merasa sangat berdosa sekali pada tuhan
Shalom Kid,
Yang terpenting adalah kita mengetahui bahwa bukan sunat yang menyelamatkan kita tetapi iman kepada Yesus Kristus yang bekerja oleh kasih (Gal 5:6). Jika dahulu motivasi Kid untuk sunat adalah hanya karena ‘ingin tahu’ maka saya rasa anda tidak perlu dikejar oleh perasaan berdosa, sebab anda tidak dalam kondisi meninggalkan iman anda kepada Kristus dengan meyakini bahwa sunat lahiriah-lah yang menyelamatkan anda. Bahwa sekarang anda sudah mengetahui dan menyadari bahwa terpenting adalah ‘sunat hati/ rohani’, maka tidak menjadi masalah apakah anda bersunat lahiriah atau tidak. Semoga anda dapat mengajarkan pengalaman berharga ini kepada anak-anak anda, sehingga mereka tidak mengalami sakit yang anda alami. Dengan pembekalan dari orang tua, saya pikir mereka akan dapat memutuskan yang terbaik sesuai dengan pendidikan yang mereka terima dari anda. Saya juga berharap tidak sampai ada kejadian ‘mengusir’ sebab itu malah menjadi batu sandungan, karena orang yang hidup di dalam kasih, selayaknya tidak mengusir anak mereka sendiri. Padahal hidup dalam kasih adalah makna yang terdalam dari “sunat rohani”, yaitu meninggalkan manusia lama – dengan segala nafsu, kemarahan, kekerasan, dst- dan mengenakan manusia baru, dengan hidup di dalam Kristus dan kasih-Nya yang tiada terbatas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Syalom,
Saya tertarik membaca pandangan anda tentang sunat. Sebenarnya dalam tradisi bangsa Israel, sunat memiliki makna yang sangat dalam. Tradisi sunat dalam Kitab Suci pertama kali dilakukan oleh para bapa bangsa (Abraham atau Yakub? pastinya saya tidak ingat). Yang jelas sunat itu merupakan tanda perjanjian antara YHWH sebagai Allah Israel dan bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah. Alasan mengapa yang dipotong adalah kulit “barang laki-laki” adalah karena bila kulit itu dipotong, dia tidak akan tumbuh lagi. Di sini sunat melambangkan kekekalan perjanjian YHWH dengan bangsa Israel. Jadi jelas sunat tetap punya makna secara biblis. Maka bila Anda sudah disunat, ya sudah…Kecuali ada alasan khusus untuk melakukan itu.
Shalom Rey,
Tradisi sunat dalam Kitab Suci pertama kali disampaikan Allah kepada Bapa Abraham (lih. Kej 17:12), sebagai tanda perjanjian antara Allah dan keturunan Abraham. Namun menurut sejarah, kebiasaan sunat sudah lama dikenal oleh bangsa- bangsa lain juga, sebelum diperkenalkan kepada Abraham, seperti halnya pelangi juga sudah ada sebelum dijadikan tanda perjanjian Allah kepada nabi Nuh (lih. Kej 9:13). Namun tentu, setelah tanda itu diberikan kepada mereka, maka tanda tersebut mempunyai makna yang baru, yaitu yang melambangkan perjanjian dengan Allah.
Maka sehubungan dengan sunat ini, maka, makna biblisnya adalah tanda perjanjian antara Allah dan manusia, yang menjadi gambaran akan makna Pembaptisan, pada Perjanjian Baru. Ajaran ini disampaikan oleh St. Thomas Aquinas dalam Summa Theologica III, q LXX, a. 1, yaitu ada tiga alasan mengapa organ kelamin yang perlu disunat sebagai persiapan penggambaran akan makna Pembaptisan:
– Untuk menandakan bahwa keturunan Abraham menjadi terberkati [dalam hal ini umat yang beriman menjadi keturunan Abraham].
– Pembaptisan adalah untuk menghapuskan dosa asal, yang diturunkan manusia melalui kelahiran/ generasi.
– Setelah dibaptis, umat harus mengalahkan kecenderungan berbuat dosa/ concupiscence, yang secara khusus sering berkaitan dengan organ generatif (Summa Theologica III, q LXX, a. 3).
Maka, makna biblis sunat, tidak terlepas dari penggenapannya di dalam Pembaptisan, dimana orang yang dibaptis tidak lagi disunat secara jasmani, tetapi sunat hati secara rohani (lih. Rom 2:29), seperti yang diajarkan oleh Rasul Paulus, yaitu mati bagi dosa dan kedagingannya, untuk hidup baru bersama Yesus (lih. Rom 6:11)
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Dari tadi tidak ada coment seperti ini…akhirnya muncullah pengakuan tulus dari seseorang yang telah menyadari hal itu…Tetapi tidak ada kata terlambat sobat…Tuhan Maha Pengampun dan Penyayang Kid….Intinya Yesus turun menggenapi itu untuk meluruskan pemahaman manusia tentang arti “SUNAT”..dll…Maklumlah namanya manusia khan punya keterbatasan pemahaman terhadap maksud Allah….GBU Kid….
[dari katolisitas: Sunat atau tidak sunat tidaklah berpengaruh terhadap keselamatan.]
Shalom
nama saya lady, saya ingin bertanya ttg istilah trinititas atau Allah tritunggal. Saya kurang memahami maksud tsb.
Trimakasih sebelummya atas jawabannya.
Shalom
Shalom Lady,
Pertanyaan anda sudah pernah dibahas dalam artikel Allah Trinitas, silakan klik. Silakan membaca dahulu artikel tersebut, beserta dengan tanya jawab di bawahnya ada sekitar 42, agar anda dapat lebih memahaminya. Jika anda masih mempunyai pertanyaan (yang belum ditanyakan dan dijawab dalam tanya jawab tersebut) silakan bertanya di bawah artikel itu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati – http://www.katolisitas.org
Kenapa yesus disunat (khitan) sedang kita tidak
Martinus Daru
[Dari Admin Katolisitas: pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Yesus datang menggenapi hukum taurat dosakah bila kita melanggar isi dari perjanjian lama (bagian dari taurat)
Shalom Martinus,
Saya mempersilakan anda membaca artikel yang menuliskan tentang hukum PL yang dipertahankan dan hukum-hukum yang tidak lagi dilakukan karena telah digenapi oleh Yesus, silakan klik di sini.
Di situ dijelaskan bahwa hukum moral yaitu kesepuluh Perintah Allah yang ada dalam Taurat Musa, tetap berlaku sampai sekarang. Sedangkan hukum seremonial dan yudisial tidak lagi mengikat, karena sudah digenapi oleh Yesus. Maka konsekuensinya, jika seseorang tidak memenuhi hukum moral (10 perintah Allah) maka ia berdosa, sedangkan jika ia tidak melakukan bagian Taurat Musa yang lain yaitu bagian seremonial dan yudisial, maka ia tidak berdosa. Selanjutnya silakan dibaca dahulu artikel tersebut, dan jika masih ada pertanyaan, silakan bertanya kembali.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
tapi kata sebagian pastur yang saya temui ketika saya bekerja di bologna itali …. sunat itu sebenarya wajib kok tapi karena suatu hal ,,,,,,,,,,tolong jangan ubah ayat ,,,,,,tuhan YESUS ,,,,,tuhan YESUS aja ndak pernah memalsukan kalian ketika kalian diciptakan
[dari katolisitas: Silakan bertanya kembali kepada pastor yang Anda temui bahwa sunat adalah wajib bagi umat Katolik.]
Comments are closed.