[Hari Minggu Biasa ke XII: Ayb 38:1, 8-11; Mzm 107:23-31; 2Kor 5:14-17; Mrk 4:35-40].
Belum lama ini kami mendengar kabar kurang baik dari sepupu kami. Ibunya yang selama ini selalu sehat, terkena serangan jantung mendadak. Kelep jantungnya melemah, dan ketiga arteri jantungnya menyempit. Penyempitannya cukup parah, 90%, 90% dan 75%. Selain itu, di beberapa tempat lainnya di pembuluh darah juga ditemukan penyempitan yang cukup serius. Dokter menganjurkan operasi, sebab tanpa operasi keadaan akan menjadi semakin parah. Namun untuk melakukan operasi dibutuhkan biaya yang cukup besar. Seluruh keluarga besar turut berdoa dan memohon agar Tuhan berbelas kasihan dan membuka jalan yang terbaik, bagi Tante kami dan keluarganya itu.
Demikianlah, di dalam hidup ini, kadang Tuhan mengizinkan adanya badai menerjang kapal kehidupan kita. Nampaknya, kita tak perlu berpayah- payah mencari contoh yang cocok dengan kisah Injil hari ini, sebab tiap-tiap kita mengalaminya. Atau kalau belum, suatu saat nanti akan mengalaminya. Entah kita mengalami penyakit, masalah keluarga, kehilangan pekerjaan ataupun harta milik, ataupun kehilangan orang yang paling kita kasihi. Ketika badai itu datang, ada kemungkinan, atau besar kemungkinannya, kita bersikap seperti para rasul itu. Panik. Atau menyalahkan Tuhan. Atau menjadi tidak percaya, dan menyangka kita akan tenggelam. “Tuhan, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” (Mrk 4:38) Padahal, seandainya kita memiliki iman sedikit saja, kita akan dapat menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan ini: Mungkinkah Tuhan itu tenggelam? Mungkinkah Tuhan tidak peduli terhadap sahabat-sahabat-Nya yang sedang dalam kesulitan? Mungkinkah Tuhan tidak menepati perkataan-Nya? Sebab Tuhan Yesus ada dalam perahu kehidupan kita. Bukankah Ia sendiri berkata, “Marilah kita bertolak ke seberang” (Mrk 4:35)? O, seandainya saja kita selalu menyimpan perkataan-Nya ini di dalam hati kita! Ya, meskipun kita menghadapi badai yang hebat sekalipun, Tuhan Yesus tidak meninggalkan kita. Sebab Ia berjanji akan membawa kita sampai di seberang.
Mazmur hari ini mengingatkan kita, bahwa kadangkala Tuhan menguji iman kita, dengan mengizinkan terjadinya gelombang-gelombang yang besar menerpa kehidupan kita (Lih. Mzm 107:25). Hal itu selayaknya membuat kita menjadi sadar bahwa kita tidak sepenuhnya dapat mengatur kehidupan kita sendiri. Sebaik-baiknya kita membuat rencana, namun adakalanya segala sesuatunya terjadi di luar perencanaan kita itu. Kita tak dapat berbangga bahwa kita mempunyai kuasa untuk menentukan segala sesuatu dalam kehidupan ini, sebab sesungguhnya Tuhanlah yang berkuasa atas semua ciptaan-Nya. Karena itu, badai hidup yang kita alami dapat menjadi jalan bagi Tuhan untuk membentuk kita menjadi orang yang rendah hati. Bukankah ini yang kita baca dalam Kitab Ayub hari ini, “Di sinilah gelombang-gelombangmu yang congkak akan dihentikan?” (Ayb 38:11) Sebab justru melalui badai itu, Tuhan membuka mata hati kita, bahwa kita tak dapat mengandalkan kekuatan kita sendiri. Tuhan menghendaki agar kita mengandalkan Dia, sebab hidup dan masa depan kita sepenuhnya ada di tangan-Nya. Ia adalah Allah yang mengatasi segalanya, namun juga adalah Allah yang dekat dan peduli akan segala permasalahan kita. Ia tidak akan membiarkan kita binasa, asalkan kita datang kepada-Nya dengan kerendahan hati, dan “berseru-seru dalam kesesakan” (Mzm 107:28). Tuhan akan mengeluarkan kita dari kecemasan, dan akan membuat badai itu diam, dan akan menuntun kita ke pelabuhan yang kita tuju (lih. Mzm 107:28-30).
“Jangan menyerahkan dirimu kepada keputusasaan. Kita adalah umat Kebangkitan dan Alleluia adalah senandung kita.” (St. Yohanes Paulus II)