Perseteruan Uskup Tobin dan Patrick Kennedy
Baru-baru ini, media Amerika dan mungkin juga media di beberapa negara lain heboh memuat kasus Patrick Kennedy yang mengatakan bahwa dirinya dilarang oleh uskup dari Rhode Island, Uskup Tobin, agar tidak menerima komuni. Hal ini disebabkan karena Patrick Kennedy sebagai figur publik yang beragama Katolik membuat skandal dengan tidak menerapkan apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik – dalam hal ini adalah sikap pro-life atau keberpihakan kepada kehidupan. Patrick Kennedy, seorang politikus dari partai demokrat, dalam karirnya secara konsisten menggunakan hak suaranya melawan pro-life. Dalam berita terakhir, dia tidak mendukung perubahan yang diajukan oleh Bart Stupak dan Joe Pitts (Stupak-Pitts amendment), yang melarang penggunaan dana federal untuk aborsi dalam program kesehatan.
Uskup Tobin dari keuskupan Providence, di Rhode Island – USA, memberikan surat pribadi kepada Patrick Kennedy pada tanggal 21 Februari 2007. Uskup Tobin menyatakan kejelasan pengajaran Gereja yang senantiasa berpihak kepada kehidupan (pro-life), dan di lain pihak mengetahui bahwa Patrick Kennedy senantiasa bertentangan dengan Gereja dalam isu ini. Maka Uskup Tobin dengan hormat meminta agar Patrick Kennedy tidak menerima Komuni Kudus, bukan seperti yang dinyatakan oleh Patrick Kennedy “Sang uskup memerintahkan saya untuk tidak menerima komuni dan meminta para prodiakon untuk tak memberikan komuni kepada saya“. Perbedaan dari dua pernyataan tersebut adalah dalam hal penerapan hukum Gereja, yang saya akan bahas di bagian akhir artikel ini. Lebih lanjut, dalam suratnya, Bishop Tobin menuliskan alasannya dengan mengutip pengajaran Gereja dari USCCB (United States Conference of Catholic Bishops / Konferensi para Uskup Katolik Amerika), yang mengatakan “Jika seorang umat Katolik di dalam kehidupan pribadi maupun profesinya dengan sadar dan dengan tegar menolak pengajaran Gereja yang pasti dalam hal moral, maka dia secara serius mengurangi persatuannya dengan Gereja. Penerimaan Komuni Kudus dalam situasi tersebut tidaklah sejalan dengan natur dari perayaan Ekaristi, sehingga dia harus menghindarinya.” (Happy Are Those Who Are Called to His Supper, December, 2006).
Surat yang dikirimkan oleh Uskup Tobin pada tanggal 21 Februari 2007 sebenarnya bersifat pribadi, surat dari seorang gembala kepada umatnya. Dan hal ini juga dimengerti oleh Patrick Kennedy, yang membalasnya seminggu kemudian. Namun demikian, dua setengah tahun kemudian, Patrick Kennedy kemudian memberikan keterangan secara publik tentang hal ini, dimana dia mengatakan bahwa dirinya dilarang oleh Bishop Tobin untuk menerima komuni karena pandangannya dan keputusan politiknya. Uskup Tobin menyatakan kekecewaannya bahwa masalah dan korespondensi pribadi menjadi publik, namun di satu sisi dia juga mempertegas posisinya bahwa dia akan mempertahankan ajaran Gereja Katolik dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh siapapun.
Pada tanggal 29 Oktober 2009, Patrick Kennedy membuat pernyataan “Fakta bahwa saya tidak setuju dengan hirarki dalam beberapa isu tidaklah membuat saya menjadi lebih rendah dari umat Katolik yang lain (make me any less of a Catholic).” Oleh karena itu, pernyataan Patrick Kennedy bukanlah seperti yang dituliskan oleh yahoo.co.id (silakan klik) yang menuliskan “Saya sangat menghormati Gereja Katolik berikut kepemimpinannya seperti warga Rhode Island pada umumnya, tapi ketika saya tak sepaham dengan hirarki gereja dalam sejumlah isu, bukan lantas membuat saya menjadi bukan seorang Katolik lagi.”
Pernyataan dari Patrick Kennedy inipun ditanggapi oleh Uskup Tobin dengan mengatakan “Meskipun saya tidak akan menggunakan kata-kata spesifik tersebut (less of a Catholic), ketika seseorang menolak pengajaran Gereja, terutama akan masalah-masalah yang berat, permasalahan hidup dan mati seperti aborsi, akan mengurangi kesatuan mereka dalam kehidupan menggereja, persatuan mereka dengan Gereja.” Lebih lanjut, Uskup Tobin memberikan beberapa hal mendasar sehingga seseorang dapat dikatakan menjadi seorang Katolik, seperti: seorang Katolik percaya dan menerima pengajaran dari Gereja – terutama dalam pengajaran yang bersifat iman dan moral, harus menjadi bagian dari paroki, mengikuti Misa Kudus pada hari Minggu, menerima Sakramen secara teratur, seorang Katolik juga harus memberikan dukungan secara pribadi, publik, spiritual dan materi kepada Gereja. Dan Uskup Tobin mempertanyakan apakah Patrick Kennedy telah melakukan hal-hal tersebut di atas.
Secara spesifik, Uskup Tobin menegaskan bahwa penolakan Patrick Kennedy akan pengajaran Gereja dalam hal aborsi bukan hanya sekedar masalah ketidaksempurnaan manusia belaka. Namun, apa yang dilakukan oleh Patrick Kennedy adalah suatu tindakan yang dilakukan secara sadar dan dengan ketegaran hati, yang dapat dikonfirmasi dari apa yang dilakukan oleh Patrick Kennedy dalam beberapa kejadian di dalam kehidupan politiknya. Dengan demikian, apa yang dilakukannya sebagai figur publik, memberikan skandal dan tidak dapat diterima oleh Gereja, dan bahkan mengurangi persatuannya dengan Gereja. Maka sekarang pertanyaannya adalah: Apakah dengan ini uskup Tobin berhak untuk menghimbau Patrick Kennedy untuk tidak menerima komuni? Apakah dengan demikian Gereja terlalu campur tangan terhadap urusan publik?
Apakah yang sebenarnya yang diperjuangkan oleh Gereja
Kalau saja kita dapat mengerti apa sebenarnya yang diperjuangkan oleh Gereja Katolik, maka kita akan dapat mengerti mengapa Gereja, dan juga beberapa uskup membuat keputusan yang terlihat begitu kuat dan seolah-olah tidak mempunyai toleransi. Dalam kasus di atas, Patrick Kennedy yang adalah seorang Katolik tidak menjalankan apa yang diajarkan oleh Gereja, terutama dalam isu yang begitu mendasar, yaitu keberpihakan kepada kehidupan (pro-life). Dalam beberapa voting, Patrick Kennedy memilih untuk berpihak kepada peraturan yang merekomendasikan aborsi. Dia menolak untuk mendukung Stupak-Pitts amendment, yang ingin melarang menggunakan dana federal untuk aborsi dalam program kesehatan.
Gereja melihat hal ini sebagai suatu serangan terhadap kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri, dan juga terhadap pesan Kristus. Keberpihakan kepada aborsi bukan hanya penyerangan kepada ajaran Gereja, namun penyerangan kepada kemanusiaan secara keseluruhan. Kita tahu, bahwa mungkin semua negara mempunyai peraturan untuk menghukum warganya, yang dengan sengaja membunuh manusia. Oleh karena itu, kita mengerti bahwa “janganlah membunuh” adalah perintah Tuhan yang telah dimateraikan di dalam hati manusia, sebagai hukum moral, yang berlaku dimanapun, tidak peduli dari suku mana maupun dari negara manapun.
Sungguh sesuatu yang tidak masuk akal, bahwa seseorang tega untuk membunuh sesamanya dalam keadaan tidak ada ancaman apapun, tidak dalam kondisi perang, dan terlebih lagi, yang melakukan adalah ibu bapanya sendiri. Tidak ada manusia yang mempunyai hati nurani yang baik dan tahu secara persis apa yang terjadi dalam aborsi, dapat membenarkan aborsi yang dilakukan secara sadar, dengan tujuan untuk membunuh bayi yang ada di dalam kandungan. Menurut AGI (Alan Guttmacher Institute (silakan klik), pada tahun 2003, aborsi di seluruh dunia ada sekitar 41,6 juta, di Amerika 1,5 juta, di Indonesia mungkin sekitar 2 juta. Dengan demikian, dalam 1 detik ada sekitar 1,32 bayi yang dibunuh, atau dalam 1 menit ada sekitar 80 bayi yang terbunuh di seluruh dunia. Dan hal ini terus berlangsung sampai saat ini, termasuk pada waktu anda menyelesaikan membaca artikel ini, maka ada sekitar 1,600 anak terbunuh, jika anda membaca artikel ini sekitar 20 menit.
Aborsi adalah sungguh berdosa dan sungguh jahat, dan mungkin dapat dikatakan sebagai dosa yang sungguh berat. Artikel tentang hal ini dapat dibaca di sini (silakan klik). Matius 25 menceritakan bagaimana dalam penghakiman terakhir, Tuhan akan memperhitungkan apa yang kita perbuat, sehingga Dia mengatakan “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.” (Mat 25:44). Dan siapakah orang yang hina, dalam pengertian orang-orang yang tertinggal dan tidak dapat menyuarakan penderitaannya, kecuali bayi-bayi yang dimusnahkan dengan cara aborsi? Begitu banyak orang mengorek sejarah tentang pembunuhan masal di masa lalu, seperti kekejaman tentara Nazi yang membunuh hampir 6 juta orang Yahudi. Namun, ada pembunuhan masal yang terbesar dalam sejarah umat manusia, yang terjadi di depan mata kita, pada saat ini, yaitu melalui aborsi, yang membunuh sekitar 41 juta janin setiap tahunnya.
Meluruskan fakta tentang aborsi
Ada begitu banyak orang yang tidak menyadari akan apa sebenarnya yang terjadi di dalam aborsi. Ada yang mengatakan bahwa aborsi di bulan-bulan pertama adalah tidak apa-apa, karena janin masih belum terbentuk. Ada yang mengatakan bahwa yang digugurkan bukanlah manusia. Berikut ini saya ingin menunjukkan gambar-gambar janin yang mengalami aborsi dalam usia yang berbeda-beda, yang saya ambil dari site CBR (silakan klik). Semoga dengan gambar-gambar ini, maka kita semua menyadari bahwa aborsi adalah suatu pembunuhan, pembunuhan yang begitu keji, karena dilakukan kepada janin, yang tidak dapat mempertahankan diri mereka, yang tidak dapat menjerit walaupun merasakan kesakitan yang luar biasa. Keterangan: Silakan klik pada gambar untuk memperbesar gambar.
Masa 7 minggu (hampir 2 bulan)
Masa 8 minggu (2 bulan)
Masa 9 Minggu (setelah 2 bulan)
Masa 10 Minggu(2 1/2 bulan)
Masa 11 Minggu(3 bulan)
Masa 22-24 Minggu (5-6 bulan)
Saya meminta maaf kalau sampai gambar-gambar tersebut menimbulkan kengerian di dalam hati pembaca. Namun, saya tidak mempunyai pilihan untuk menunjukkan secara gamblang, bahwa dosa aborsi memang begitu mengerikan dan jahat, kecuali dengan menunjukkan gambar-gambar bayi-bayi yang tidak berdosa yang dibunuh tanpa dapat melawan dan menjerit. Gambar-gambar tersebut menunjukkan bahwa mereka adalah manusia, sama seperti kita, kecuali anggota tubuhnya masih belum terbentuk secara lengkap di usia dini, atau anggota tubuhnya masih kecil. Mereka sama seperti kita yang dapat mengalami sakit, hanya mereka tidak dapat berteriak untuk mengungkapkan kesakitan atas kesadisan yang mereka terima. Dan kesadisan yang begitu menjijikan dan mengerikan ini berlangsung lebih cepat dari perputaran jarum detik di jam tangan kita, dan masih terus berlangsung pada saat ini.
Apa yang dilakukan oleh Gereja?
Setelah kita mengetahui tentang fakta-fakta kejahatan aborsi, yang sebenarnya adalah pembunuhan masal terbesar di sepanjang sejarah manusia, maka apakah kita dapat membiarkan seorang Katolik, seperti Patrick Kennedy, yang mendukung menggunakan uang rakyat untuk membiayai asuransi kesehatan, termasuk membiayai aborsi? Apakah salah kalau Uskup Tobin menyatakan bahwa sebagai seorang Katolik, maka Patrick Kennedy tidak hidup dengan prinsip-prinsip kristiani? Dan karena Patrick Kennedy mendukung aborsi, bukan hanya sekali, namun berkali-kali, sehingga menjadikannya melakukan dosa berat. Dan kalau orang yang berdosa berat tidak dapat menerima komuni, maka apakah salahnya uskup Tobin mengatakan bahwa dia tidak layak untuk menerima Komuni Kudus? Bukankah hal ini untuk kebaikan Patrick Kennedy sendiri, karena rasul Paulus mengatakan “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.” (1 Kor 11:27) Sebenarnya, kalau kasih adalah menginginkan yang baik untuk orang yang dikasihinya, dan kalau kebaikan yang tertinggi adalah bersatu dengan Tuhan di dalam Kerajaan Sorga, dan dengan perbuatan Patrick Kennedy yang membahayakan kehidupan kekalnya sendiri, maka dengan peringatannya, uskup Tobin telah berbuat kasih kepada Patrick Kennedy.
Sebagai seorang uskup, seorang gembala, maka sudah seharusnya dia memperingatkan umatnya untuk dapat terus bersatu dengan Kristus dan Gereja-Nya. Kalau Uskup Tobin memperingatkan umatnya, yang kebetulan adalah seorang politikus, bukanlah berarti bahwa Gereja ingin mengatur keputusan-keputusan publik. Tidak ada yang memaksa seseorang untuk masuk dalam Gereja Katolik. Kalau orang tersebut masuk dalam Gereja Katolik, maka dia mempunyai hak-hak dan juga kewajiban-kewajiban. Sama seperti seseorang yang dengan bebas memutuskan untuk masuk ke suatu sekolah, maka dia mendapatkan hak-haknya sebagai seorang murid, namun dia harus juga memenuhi kewajibannya sebagai murid, seperti: belajar dengan baik, menghormati guru, membayar uang sekolah, dll. Kalau murid tersebut tidak dapat menjalankan kewajibannya, maka pihak sekolah berhak menegur murid tersebut, entah dengan memberikan skors atau bahkan dikeluarkan dari sekolah tersebut.
Dalam kasus Patrick Kennedy, uskup Tobin kemungkinan hanya memberikan peringatan kepada Patrick Kennedy agar secara sadar tidak menerima Komuni Kudus, seperti yang dinyatakan dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK, 916), yang menyatakan “Yang sadar berdosa berat, tanpa terlebih dahulu menerima sakramen pengakuan, jangan merayakan Misa atau menerima Tubuh Tuhan, kecuali ada alasan berat serta tiada kesempatan mengaku; dalam hal demikian hendaknya ia ingat bahwa ia wajib membuat tobat sempurna, yang mengandung niat untuk mengaku sesegera mungkin.” Dan kemungkinan status ini di kemudian hari dapat berkembang dengan memberikan skors, yaitu dengan menggunakan KHK, 915 yang menyatakan “Jangan diizinkan menerima komuni suci mereka yang terkena ekskomunikasi dan interdik, sesudah hukuman itu dijatuhkan atau dinyatakan, serta orang lain yang berkeras hati membandel dalam dosa berat yang nyata.”
Walaupun orang yang terkena KHK, 916 maupun KHK, 915, adalah tetap menjadi umat Katolik, namun orang yang terkena sangsi tersebut seharusnya tahu, bahwa dia sedang berada dalam dosa berat. Dan peraturan ini memberikan peringatan kepada orang tersebut, sehingga orang tersebut dapat kembali ke pangkuan Gereja. Dan pada akhirnya, seorang uskup dapat juga memberikan sangsi berupa ekskomunikasi, jika tindakan-tindakan yang lain tidak dapat mengembalikan seseorang ke pangkuan Gereja. Tindakan ekskomunikasi inipun sebenarnya bernaksud baik, yaitu agar yang terkena sangsi dapat merenungkan perbuatannya, dan agar dapat ia bertobat. Selanjutnya tentang arti ekskomunikasi, silakan klik di sini.
Kesimpulan
Dari beberapa fakta dan penjelasan di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa aborsi bukan hanya dosa melawan Tuhan dan Gereja, namun juga melawan kemanusiaan. Orang yang mempunyai hati nurani yang benar, tidak perduli dari agama manapun, tidak akan membiarkan dirinya melakukan aborsi maupun terlibat dan bekerja sama dalam bentuk apapun untuk mendukung aborsi, karena alasan yang sangat sederhana – bahwa aborsi adalah pembunuhan kepada sesama manusia, bahkan pembunuhan yang paling menjijikan dan mengerikan.
Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh uskup Tobin, yang meminta Patrick Kennedy agar tidak menerima Komuni Kudus adalah perbuatan kasih, sehingga Patrick Kennedy dapat memeriksa batinnya dan menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah berdosa. Dengan demikian, Patrick Kennedy tidak membuat skandal terhadap umat Katolik yang lain, sehingga mereka juga dapat menyadari akan konsekuensi dari dosa berat dan juga pentingnya Sakramen Ekaristi dalam pertumbuhan spiritual umat Katolik.
Semoga saja, akan semakin banyak uskup-uskup lain yang berani dengan tegas menegur para politikus dan figur publik yang tidak bertindak sebagaimana layaknya umat Katolik yang baik. Dan semoga para tokoh politik maupun tokoh masyarakat tersebut dapat menyadari bahwa mereka tidak dapat memisahkan iman dari perbuatannya. Ya, iman memang harus dinyatakan dengan perbuatan, dan baru dengan demikian kita dapat dikatakan mempunyai iman yang hidup (Yak 2: 17, 26).
Shalom pak Stef dan ibu Inggrid,
Saya ingin bertanya yang mungkin masih berhubungan dengan penolakan nyawa tak berdosa, bukan karena aborsi tapi setelah lahir didunia diserahkan ke panti asuhan, yang secara tidak langsung mungkin untuk menutupi keaiban keluarga (kasarnya dibuang), atau karena tidak sanggup untuk membesarkannya. Apa dosanya sama seperti melakukan aborsi? Dan sangsi apa sebenarnya yang harus di hadapi si orang tua, dan adakah pengampunan dosa atas perbuatan ini? Terima kasih team katolisitas
Shalom Caecilia,
Sejujurnya, orang tua yang normal, tidak akan sampai hati ‘membuang’ anaknya. Maka, jika sampai ada orang tua yang menyerahkan anaknya sendiri kepada panti asuhan, tentulah karena ada keadaan yang terpaksa. Entah karena benar-benar tak bisa membiayainya atau membesarkannya, atau karena ada keadaan yang lain, seperti trauma dari pihak ibu, yang melahirkan karena menjadi korban perkosaan, dst. Dalam keadaan ini, pihak orang tua menyadari keterbatasan dan ketidakmampuannya membesarkan dan mendidik anaknya sendiri sehingga meminta pertolongan Gereja (yang diwakili oleh komunitas yang mengelola panti asuhan) untuk membantu mereka. Namun tentu, dengan menyerahkan anaknya ke panti asuhan, tidak berarti bahwa tugas orang tua telah selesai. Selama orang tua masih hidup, tentulah mereka mempunyai tanggung jawab sebagai orang tua yang tidak hanya secara jasmani tetapi secara rohani terhadap anak itu, yaitu untuk menjadi pendidik utama bagi anak tersebut. Maka ketidakmampuan untuk membesarkan/ membiayai anak, tidak secara otomatis membebaskan orang tua dari tugasnya untuk membina hubungan kasih dengan anaknya, untuk mendidik mereka.
KGK 1653 Kesuburan cinta kasih suami isteri terlihat juga di dalam buah-buah kehidupan moral, rohani, dan adikodrati, yang orang-tua lanjutkan kepada anak-anaknya melalui pendidikan. Orang-tua adalah pendidik yang pertama dan terpenting (Bdk. GE 3). Dalam arti ini, maka tugas mendasar dari perkawinan dan keluarga terletak dalam pengabdian kehidupan (Bdk. FC 28).
Fakta bahwa Tuhan membiarkan anak itu lahir dan hidup, adalah karena Tuhan menghendaki keberadaan anak itu di dunia. Maka orang tua, yang turut berpartisipasi dalam penciptaan Allah ini, juga mempunyai bagian untuk melanjutkan karya Allah dalam membesarkan dan mendidik mereka. Walaupun dalam kondisi terpaksa, dapat terjadi orang tua menyerahkan sebagian dari tanggung jawabnya kepada pihak panti asuhan, namun ia tidak dapat melepaskan diri dari tanggungjawabnya sendiri sebagai orang tua. Memang keadaan terpaksa ini tidak ideal, namun ini masih tetap lebih baik daripada orang tua membunuh anaknya sendiri, untuk menghindari tanggungjawabnya membesarkan anak yang dikandungnya. Sebab hidup manusia itu sakral dan hanya Tuhanlah yang berhak atasnya, dan bukan hak manusia untuk mengakhiri hidupnya atau hidup orang lain, menurut kehendak hatinya sendiri.
KHK 2258 “Kehidupan manusia adalah kudus karena sejak awal ia membutuhkan ‘kekuasaan Allah Pencipta’ dan untuk selama-lamanya tinggal dalam hubungan khusus dengan Penciptanya, tujuan satu-satunya. Hanya Allah sajalah Tuhan kehidupan sejak awal sampai akhir: tidak ada seorang pun boleh berpretensi mempunyai hak, dalam keadaan mana pun, untuk mengakhiri secara langsung kehidupan manusia yang tidak bersalah” (DnV intr. 5).
Selain itu, ‘tugas mendasar dari perkawinan adalah pengabdian kehidupan’ (KGK 1653), dan pengabdian kehidupan ini tidak dapat terwujud, jika sejak awalnya kehidupan sang anak sudah ditolak ataupun diakhiri oleh orang tuanya sendiri, seperti dalam kasus aborsi.
Maka orang tua yang kemudian meninggalkan anaknya di panti asuhan lalu tidak lagi peduli kepadanya, juga bersalah di hadapan Tuhan, tetapi setidaknya ia tidak membunuh/ mengakhiri kehidupan anaknya itu. Dalam keadaan ini, masih terbuka kemungkinan baginya di kemudian hari jika ia bertobat dan menyadari tanggungjawabnya, untuk menjemput anaknya kembali, dan melaksanakan tugasnya sebagai orang tua yang tak pernah berhenti sampai akhir hidupnya. Memang sejauh dari yang saya ketahui tidak ada sangsi tertulis dalam hukum Gereja, sehubungan dengan orang tua yang tidak peduli dengan anak-anaknya. Namun Tuhan yang mahaadil akan menilai segala sesuatunya, dan akan mengadili setiap orang menurut perbuatannya (lih. Why 20:13). Namun sebelum saat penghakiman itu tiba, selalu terbuka kesempatan untuk bertobat. Pengampunan dosa entah karena aborsi ataupun karena telah menelantarkan anaknya sendiri, dapat diperoleh, asalkan orang tua tersebut sungguh bertobat, dan selanjutnya melanjutkan apa yang menjadi perintah-perintah Tuhan.
Demikian tanggapan saya atas pertanyaan Anda, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom ibu Ingrid
Terima kasih atas penjelasannya dan pencerahannya, saya jadi semakin tahu.
halo,
kalo boleh tanya artikelnya ditulis tahun berapa?
saya mahasiswi lagi studi di jerman, kalau boleh, saya mau mengutip beberapa kalimat dari artikel ini untuk tugas sekolah.
saya pasti akan memberi credit pada penulisnya, dan tidak hanya sekedar mengopi (plagiat)
terima kasih!
[dari katolisitas: Artikel tersebut ditulis tanggal 2 Desember 2009]
Dear Pak Stef dan Bu Ingrid,
Saya adalah seorang anak yang pernah hampir menjadi korban aborsi oleh orang tua saya. Hal ini saya ketahui dari tante saya (kakak perempuan mama) dan menurut terawang batin dari Rm FX Suherman, Pr. yang memang memiliki karunia ilahi. Jujur saya shock sekali, krn memang sebelumnya saya sudah merasakan hal ini. Bahwa dulu ketika saya masih dalam kandungan mama, papa menginginkan anak laki-laki tetapi ternyata yg dikandung mama adalah perempuan yaitu saya.
Saya bisa mengerti pergulatan batin mama saat itu, mgkn beliau terjepit oleh situasi dan serba salah krn tidak ingin ditinggalkan oleh papa krn mengandung bayi perempuan sehingga ada keinginan untuk aborsi walau akhirnya tidak jadi.
Yang menjadi permasalahan saya adalah, Rm Suherman bilang saya mengalami luka batin ketika di kandungan sehingga membuat saya menjadi pribadi yg mudah sekali tersinggung dan putus asa, beliau juga mengatakan anak2 seperti saya ini biasanya tidak akan hidup melewati lebih dari 5 tahun. Jadi krn saya bisa tumbuh sampai dewasa hingga saat ini saya harus bersyukur krn artinya org tua sudah bertobat dan mau merawat saya. Saya tidak tahu bagaimana saya dapat mengatasi rasa kecewa saya hingga saat ini. Sebagai catatan, kedua org tua saya sudah meninggal sehingga saya ngga dapat meminta penjelasan apapun kepada mereka.
Saya mohon pencerahan dari Pak Stef dan Bu Ingrid. Terima kasih.
Shalom Netta,
Memang tidak mudah bagi seorang anak untuk mengampuni dan melupakan peristiwa yang hampir menjadikannya sebagai korban aborsi atas kehendak orang tuanya sendiri. Dalam hal ini memang Anda tidak dapat mengandalkan kemampuan Anda sendiri, namun Anda membutuhkan rahmat Tuhan agar Anda dapat/ dimampukan oleh Allah untuk mengampuni kedua orang tua Anda. Walaupun kedua orang tua Anda telah meninggal dunia, tetap Anda perlu memberi pengampunan kepada mereka, sebab sesungguhnya Andalah yang memperoleh ‘keuntungan’ jika Anda melakukan hal ini, sebab Anda dapat memperoleh kelegaan dan tidak lagi terikat oleh luka batin/ kepahitan hidup yang menjadikan Anda pribadi yang pemurung.
Kenyataan bahwa Anda hidup sampai saat ini merupakan bukti yang sangat kuat bahwa kehadiran Anda di dunia sungguh dikehendaki oleh Allah, dan tak ada yang dapat menghalangi rencana-Nya itu. Maka bersyukurkah atas kebaikan Tuhan ini. Orang tua Anda yang pernah seolah tidak menginginkan Anda, tentu akan memperoleh pemahaman yang berbeda sekarang ini, saat mereka sendiri telah menghadap Tuhan, dan Allah tentunya telah menyatakan kehendak-Nya atas mereka, dan mereka akan mengetahui bahwa apa yang telah mereka lakukan dahulu terhadap Anda adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kini bagian yang harus Anda lakukan adalah berlapang hati mengampuni orang tua Anda, dan mendoakan jiwa mereka, agar mereka memperoleh pengampunan dari Tuhan. Kelak jika sampai giliran Anda dipanggil Tuhan, maka orang tua Anda juga akan mendoakan Anda dengan kasih yang lebih besar karena kasih mereka telah disempurnakan oleh Tuhan.
Selanjutnya, jika saya boleh menganjurkan, silakan Anda mengikuti retret luka batin, yang diadakan di Lembah Karmel, Cikanyere, Puncak. Mohonlah kepada pastor/ para suster/ frater di sana untuk mendoakan Anda. Semoga rahmat Allah tercurah kepada Anda untuk mengampuni, sehingga luka batin Anda disembuhkan, dan Anda dapat menjalani kehidupan ini dengan sikap yang positif dan penuh syukur kepada Tuhan, sebab sungguh Tuhan sangat mengasihi Anda. Semoga penghayatan akan kasih Tuhan ini menjadikan Anda lebih bersuka cita, tidak lekas tersinggung dan putus asa. Anda telah mengalami kasih setia Tuhan yang menjaga Anda selama ini, dan Tuhan yang Pengasih ini pasti menghendaki Anda bahagia dan tidak lekas menyerah.
Hiduplah berpaut pada Tuhan, Netta, agar Sabda Tuhan ini digenapi di dalam hidup Anda, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Rom 8:31). Sebab kenyataan bahwa Anda masih hidup sampai saat ini, adalah bukti nyata bahwa Allah ada di pihak Anda dan melindungi Anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Bu Ingrid,
Terima kasih atas kesediaan ibu untuk membalas cerita saya.
saya berencana mau ikut retret luka batin nanti tanggal 15 Des, tapi apa retret itu akan berpengaruh buat saya? Dalem hati kecil saya, saya merasa ga yakin saya bisa sembuh… Bu Ingrid, saya mengalami penolakan selama bertahun2 sepanjang hidup saya..
Shalom Netta,
Menurut hemat saya, sikap yang paling baik sebelum mengikuti retret luka batin adalah menantikan dengan penuh harap akan pertolongan Tuhan. Mungkin batin Anda sudah demikian sakit, namun Anda harus tetap yakin bahwa Tuhan lebih besar daripada luka-luka di batin Anda. Sebab, “Tiada yang mustahil bagi Tuhan” (lih. Yer 32:17, Luk 1:37).
Maka jika saya boleh menyarankan, silakan Anda berdoa sejak sekarang, memohon agar Tuhan memberikan karunia iman, pengharapan dan kasih, agar Anda dapat mengalami kasih Tuhan di dalam retret itu yang dapat mengubah seluruh hidup Anda. Tuhan Yesus sudah menyembuhkan banyak orang, sejak dulu sampai sekarang, maka janganlah ragu, bahwa Tuhanpun dapat menyembuhkan Anda. Silakan Anda membaca kisah kesaksian Hany di situs ini, silakan klik, semoga menjadi inspirasi bagi Anda. Teriring doa dari kami di Katolisitas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom Netta,
sy hendak share tentang retret luka batin yg pernah sy ikuti di Pertapaan Putri2 Karmel Tumpang, Malang 14thn yg lalu (saat saya msh mahasiswa).
pada awal saya ikut, jujur saya katakan ngak tahu apa itu retret luka batin, tujuan maupun manfaatnya, hanya ingin tahu saja.
yang saya tahu pasti hanya pada saat saya berdoa Rosario setiap, saya meyadari ternyata di hati saya ada ganjalan besar yang terus bergejolak terpendam jauh dilubuk hati sy, yg sy ngak tahu sebabnya. setiap selesai berdoa rosario, sy selalu merenung untuk menemukan jawaban apa yg sy rasakan pada saat berdoa itu..
pada saat di retret tsb, suster2 pembimbing, menuntun peserta berdoa kontemplatif dalam keheningan sesi doa pagi, saat itulah baru saya menyadari ganjalan besar di dalam hati saya adalah DENDAM terhadap paman saya.
dimana dendam itu berupa perilaku paman( adik papah ) saya sangat “rajin” menyebarkan fitnah tentang keluarga papah saya, baik terhadap papah saya pribadi maupun anak2nya.. padahal paman saya itu adalah prodiakon senior di paroki
setelah sy menyadari ganjalan besar yg terus bergejolak itu adalah dendam, saat itulah seolah2 ada keinginan melepas beban itu, tapi saya ngak tahu caranya..
kemudian saya berdoa “Tuhan aku ingin melepas beban ganjalan ini, tapi ngak tahu caranya”..
selesai berdoa itu, seolah2 saya mendapat kekuatan untuk menghadapi saat-saat/peristiwa (yg dalam kontemplasi tersebut terbayang secara jelas) tindak-tanduk, tutur-kata dari paman saya yg menyakiti hati saya.
saat saya mengalami kembali kesakitan karena terbayang peristiwa2 tsb, sy jg mendapat kekuatan untuk menerima peristiwa pahit tsb, pada saat yang bersamaan dalam hati saya timbul kerelaan untuk mengampuni..
saat kerelaan mengampuni tersebut saya nyatakan dalam doa ” aku mengampunimu paman” saat itulah beban berat terasa terlepas, kemudian tubuh sy serasa lemas yg mengakibatkan tubuh sy rebah dengan perasaan lega yg luaaarrrr biasa, damai, sukacita bercampur.
setelah peristiwa itu, pengertian yg mendalam tentang mengampuni tergores sangat dalam di hati saya, hingga ini saya imani… “adalah mustahil saya sebagai manusia untuk dapat mengampuni tanpa bantuan rahmat Allah”.. Rahmat Allah mengatasi kelemahan saya.
saya percaya, saudara Netta telah menerima Rahmat Allah berupa penyingkapan penyebab luka batin melalui [dari Katolisitas: kami edit], ini idiom dng sy mendapat Rahmat Allah dari buah2 doa Rosario dengan cara Tuhan menuntun saya untuk mencari tahu apa yg ganjalan besar yg bergejolak di hati saya.
begitu juga dengan rasa pesimis saudara idiom dengan ketidak tahuan saya tentang retret luka batin itu tujuan atau manfaatnya buat apa.. itu adalah kelemahan kita..
jadi jangan pesimis, saudaraku.. Rahmat Allah jauh lebih besar dari kelemahan kita… dengan caraNya yang kita ngak tahu, Dia memikul kelemahan itu..
satu lagi share, Tuhan punya cara penyembuhan luka batin yg sangat kaya di GK, yang sudah saya alami lewat Ekaristi, adorasi sakramen maha kudus, doa Koronka, doa kontemplasi.
sering jg saya alami, luka2 batin saya sembuh pada saat dalam perjalanan saya pulang dari ekaristi, inilah bukti doa “Tuhan serta kita” dalam ekaristi yang sering kita terima dari imam, yang sering ngak saya sadari kuasanya..
jadi jangan putus harapan saudaraku… harta Gereja Katolik sangat kaya..
salam Tuhan Yesus memberkati kita..
christian
Shalom Christian,
Terima kasih atas sharing saudara. Sungguh amat membuka hati dan pikiran saya. Semoga dengan retret tgl 15 des nanti dapat mengubah hidup saya menjadi jauh lebih baik :) Saya akan berusaha untuk tidak putus harapan, saya yakin Tuhan Yesus mampu menyembuhkan dan membebaskan saya dari segala luka yang saya alami sejak masih dalam kandungan. Terima kasih :)
Shalom Bu Ingrid,
Terima kasih atas tanggapan ibu sekali lagi. Iya saya sedang mencoba agar tidak patah semangat, saya ingin selekasnya bisa dibebaskan dari luka batin saya. Terima kasih atas dukungan dan doa dari tim katolisitas :)
[Dari Katolisitas: Sama-sama, Netta. Teriring doa dari kami di Katolisitas.]
shalom, saya ingin kongsikan salah satu situasi yang dialami oleh teman akrab saya. Teman saya ini adalah seorang ibu tunggal dan mempunyai seorang anak perempuan yang kondisi mentalnya tidak normal yang terkadang boleh memberontak dan mengamuk hanya dengan sedikit teguran. Doktor juga mengatakan dia mengalami sakit mental dan pernah dimasukkan di rumah sakit orang gila beberapa bulan. sepanjang pengetahuan saya, boleh dikatakan teman saya ini, mempunyai cabaran dan rintangan di dalam perjalanan hidupnya dari zaman kanak-kanak lagi, sehinggalah sekarang ini. Tetapi berkat doa dan percaya yang tidak berbelah bagi pada Tuhan kita Yesus Kristus, yang telah berjanji untuk menyertai kita sepanjang zaman dan tidak akan membiarkan kita bergumul sendirian, walau dalam keadaan sulit sekalipun, teman saya ini masih boleh tertawa dan memberitakan Kristus dalam hidupnya.
Berbalik cerita anak perempuannya ini, (si jahat tidak pernah senang melihat perhubungan baik kita dengan sang Pencipta) suatu hari, anaknya ini telah diperkosa dan hamil. Menurut pandangan doktor dan pakar, bayi itu akan dilahirkan cacat kerana si ibu mengambil ubat sakit mental dan disyorkan untuk digugurkan. Ini belum termasuk cerita yang keluarga akan mendapat malu kerana melahirkan anak hasil perkosaan.
Apakah keputusan kita dalam situasi ini? Bagi saya, apabila mendengar cerita tentang pengguguran di mana-mana, membuatkan saya sangat sedih dan menangis dan hanya mampu berdoa bagi bayi-bayi malang itu dan mereka yang telah melakukannya.
Dalam ajaran gereja Katolik, pengguguran merupakan dosa besar kerana ini adalah perbuatan membunuh. Dan oleh kerana berpegang pada ajaran Kristus dalam hidupnya dan tidak mahu berbuat dosa, teman saya ini berkeras untuk meneruskan kandungan anaknya dan sanggup menanggung segala yang bakal terjadi nantinya. Pengharapan akan kuasa dan pertolongan Tuhan yang besar adalah tunggak dalam hidup teman saya ini.
Hasilnya, Tuhan lebih berkuasa dalam segala-galanya asal saja kita sungguh-sungguh percaya padaNya. Bayi itu dilahirkan normal seutuhnya, anak perempuan yang sangat comel dan dinamakan Faustina. Sekarang ini, Faustina sudah berumur 4 tahun dan sudah mengenal siapa Yesus dan Bonda Maria dan sudah tahu berdoa Bapa Kami. Puji Tuhan akan kuasanya yang besar.
Maaf, perkongsian ini sangat panjang.
Puji Tuhan untuk keputusan teman Anda!
Salam untuk Faustina yang menjadi perpanjangan tangan Allah untuk menunjukkan adanya KASIH di dunia ini.
bagaimana dengan bayi yg di aborsi waktu masih di dalam perut ibunya? apakah yg bisa dia lakukan? lahir aja belum bagaimana dia bisa mengenal Tuhan bahkan mungkin dia belum tahu ada surga dan neraka. apakah bayi tsb punya kehendak bebas? kalau iya, dimana kebebasannya?
trims.
Shalom Precociousprodigy,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang aborsi. Saya pindahkan pertanyaan ini ke artikel tentang kekejaman aborsi di sini – silakan klik. Silakan juga melihat gambar bayi-bayi yang diaborsi dari masa 7 minggu sampai 24 minggu. Kita dapat melihat bahwa bayi-bayi tersebut adalah manusia, yang terlihat seperti manusia dan memang adalah manusia, yang mempunyai tubuh dan jiwa. Jiwa ini diberikan oleh Tuhan pada saat pembuahan sel telur (conception). Dengan demikian, aborsi jelas-jelas merupakan perbuatan pembunuhan. Semua manusia diciptakan menurut gambaran Allah, termasuk bayi yang ada di dalam kandungan. Bahwa dia belum dapat menggunakan kehendak bebasnya maupun mengenal Tuhan bukan berarti dia tidak bisa, melainkan belum bisa (masih dalam potency). Hal ini memang merupakan salah satu kodrat manusia, yang harus belajar terlebih dahulu untuk dapat mengerti, yang juga tergantung dari kondisi tubuh untuk memanifestasikan apa yang dia ketahui. Dengan argumentasi yang anda berikan, maka bagaimana menyikapi seseorang yang tidak sadar, namun masih hidup (masih mempunyai detak jantung, otak masih bekerja), yang dapat diakibatkan karena kecelakaan? Bukankah dengan cara yang sama, dia tidak dapat memanifestasikan kehendak bebasnya (tidak bisa bicara, tidak dapat menggunakan bahasa tubuh, dll)? Namun, bukankah kita akan menyetujui bahwa kita tidak dapat membunuh orang tersebut? Kehormatan (dignity) dari bayi yang berada dalam kandungan adalah sama dengan orang tersebut. Kalau orang tersebut tidak boleh dibunuh, mengapa bayi boleh dibunuh? Semoga pertanyaan-pertanyaan ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom,
Pada saat Obama terpilih, Uskup-uskup di US berkata bahwa umat Katolik yang tahu dan dengan sengaja memilih Obama sebagai Presiden tidak boleh menerima komuni sebelum mengaku dosa.
Apakah ini berarti mereka (pemilih) juga terkena hukuman ekskomunikasi otomatis yang setara dengan orang yang melakukan aborsi secara langsung?
Terima kasih
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban Romo Wanta di sini – silakan klik]
Kehidupan yang sudah dimulai dari awal, seluruh Hidup kita jiwa dan raga, itu milik Tuhan. Tidak ada seorangpun yang berhak memutuskan/ memberhentikannya kecuali Tuhan, seperti halnya pernikahan “apa yang sudah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan manusia”….Apalagi hal Nyawa……..
shalom..
sebenarny saya sungguh malu mengakui dan menanyakan hal ini.
tp hal ini selalu mengganjal dhati saya.
saya pernah melakukan aborsi,, setelah aborsi saya melakukan sakramen tobat.
pastor bilang dosa saya telah diampuni. tp saya sungguh sangsi, apakah benar Tuhan Yesus mw mengampuni dosa saya yg begitu berat (membunuh)??
bagaimana nasib saya nanti dpenghakiman terakhir??
saya sangat takut..tp saya tidak berdaya, saya tidak punya kekuatan apa2 untuk menolak aborsi tersebut.
Ya Tuhan ampunilah saya perempuan hina dan berdosa ini
Shalom Perempuan Hina,
Saya percaya, nama anda sesungguhnya bukan Perempuan Hina, dan Tuhan Yesus yang mengetahui nama anda yang sesungguhnya, telah mengetahui juga bahwa anda sesungguhnya telah sungguh bertobat. Memang kita semua tidak bisa lagi membalikkan kejadian yang sudah lewat, dan memang jika bisa, tentu kita akan memilih untuk tidak melakukan dosa /kesalahan yang telah kita lakukan.
Dosa aborsi, menurut Kitab Hukum Kanonik (KHK), kan. 1398, memang secara langsung/ dengan sendirinya (latae sententia) membuat seseorang yang melakukannya terkena sangsi ekskomunikasi, sehingga hanya dapat menerima pengampunan dari Bapa Uskup atau para imam tertentu yang telah mendapat delegasi dari Bapa Uskup untuk memberikan pengampunan dosa aborsi ini. Maksud Gereja menentukan demikian, tentu baik, yaitu untuk memberikan pendidikan kepada umat tentang beratnya dosa aborsi ini, supaya umat tidak dengan ‘mudah’ melakukan dosa ini dengan berpikiran, “nanti kan tinggal mengaku dosa kepada pastor.” Namun, saya percaya, tidak demikian halnya dengan anda, karena dari surat anda, sayapun dapat menangkap bahwa anda sungguh sudah bertobat, dan sepenuhnya menyadari beratnya dosa aborsi ini.
Sayangnya, menurut Romo Wanta (Romo pembimbing situs ini dalam hal Hukum Gereja), tidak semua imam mengetahui hal ini: yaitu bahwa tidak semua imam didelegasikan oleh Uskup untuk melepaskan seseorang dari sangsi dosa aborsi ini. Jadi jika saya boleh menganjurkan, demi ketenangan anda lakukanlah hal sebagai berikut:
1. Pergilah ke Keuskupan setempat, untuk mengatur jadwal untuk menerima Sakramen Tobat dari Bapa Uskup. Jika anda telah menerima absolusi dari Bapa Uskup, maka yakinlah anda telah menerima pengampunan dari Tuhan Yesus, yang telah memberikan kuasa kepada Bapa Uskup itu untuk mengampuni dosa, bahkan yang terberat sekalipun. Karena mereka sebagai penerus rasul diberi kuasa oleh Tuhan Yesus untuk mengampuni dosa di dunia ini (Yoh 20:22-23).
2. Mintalah seorang imam untuk merayakan Ekaristi dengan intensi khusus bagi jiwa bayi yang diaborsi ini dan ketenangan jiwa anda. Anda dapat mengajukan ujud doa untuk Misa Kudus ini secara berkala, baik setiap bulan atau setiap tahun.
3. Silakan anda memberi nama anak anda yang telah anda aborsi. Dan setiap hari, berdoalah bagi jiwa anak itu, dan mohon ampunlah kepadanya atas apa yang anda perbuat kepadanya, sampaikan betapa sekarang anda akan terus mengingatnya, dan mohon agar iapun dapat mendoakan anda sebagai ibunya. Serahkan kepada Yesus, doa-doa dan pergumulan anda, percayalah bahwa Tuhan Yesus akan memperhatikan doa- doa anda, sebab: “hati yang patah dan remuk, tidak akan dipandang hina oleh Allah (Mzm 51: 19). Silakan anda baca dan doakan Mzm 51.
4. Anda dapat pula meminta dukungan doa dari Romo Kris dan timnya di situs ini, di rubrik POJOK DOA. Silakan anda menuliskan ujud doa anda, dan akan secara khusus didoakan oleh mereka.
Demikian yang dapat saya tuliskan untuk pertanyaan anda. Di atas semuanya, janganlah pernah berputus asa, sebab Tuhan kita adalah Allah yang Maha berbelas kasih dan Maha Pengampun. Saya percaya, Tuhan pasti mempunyai rencana di balik semua ini, dan pada saatnya nanti anda akan dapat melihat betapa Tuhan dapat mengubah segala kejadian yang menyedihkan ini menjadi sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi anda, asalkan anda sungguh mengasihi Dia (lih. Rom 8:28).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Shalom, trimakasih Bu Inggrid atas dukungan bagi sudara kita tersebut. Saya sungguh terharu bahwa ibu mau ikut menguatkan dia agar dia tidak kehilangan harapan. Saya juga ikut berdoa bersama Ibu dan saudari kita agar TUHAN berkenan menunjukkan Kasih nya yang tak terbatas bagi mereka yang sungguh2 menyesali dosa aborsi.
Salam Kasih
Shalom,
ada dalam artikel diatas :
“pada tahun 2003, aborsi di seluruh dunia ada sekitar 41,6 juta, di Amerika 1,5 juta, di Indonesia mungkin sekitar 2 juta. Dengan demikian, dalam 1 detik ada sekitar 1,32 bayi yang dibunuh, atau dalam 1 menit ada sekitar 80 bayi yang terbunuh di seluruh dunia. Dan hal ini terus berlangsung sampai saat ini, termasuk pada waktu anda menyelesaikan membaca artikel ini, maka ada sekitar 1,600 anak terbunuh, jika anda membaca artikel ini sekitar 20 menit.”
sangat memprihatikan dan sangat ngeri.
mohon penjelasannya:
* apakah data tersebut cukup valid. [ bukan tidak percaya, tapi apa sumbernya valid ].
* apakah ada data di tahun-tahun yang lain, selain tahun 2003 tersebut. sebagai pembanding.
* perih, pedih & ngeri; di indonesia ternyata lebih besar dari pada yang di amerika.
terima kasih atas tambahan penjelasannya.
salam
hendro
Shalom Hendro,
Terima kasih atas pertanyaannya. Data yang saya pergunakan bukanlah berasal dari data Gereja Katolik, namun dari organisasi Alan Guttmacher Institute, yang bahkan pandangannya tentang kontrasepsi bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik. Hendro dapat mengecek sendiri datanya di sini (silakan klik), seperti yang telah saya berikan di artikel di atas. Lihat juga data ini (silakan klik), dimana kita dapat melihat data aborsi di Amerika dan juga di negara-negara lain. Data aborsi di Indonesia dalam bentuk PDF ada di sini (silakan klik). Data pembanding dapat dilihat di Centers for Disease Control and Prevention (silakan klik) dan juga lihat ini (silakan klik).
Pada waktu saya membuat artikle di atas, sebelumnya, saya juga tidak menyadari bahwa Indonesia ternyata melakukan aborsi lebih besar dari Amerika. Walaupun kita menganggap bahwa datanya salah sampai 50%, maka bayi-bayi yang meninggal karena aborsi, di negara Indonesia adalah sekitar 1 juta. Bayangkan, jumlah kematian bayi akibat aborsi ini (dengan 50% faktor kesalahan) adalah hampir 8x jumlah kematian di Indonesia akibat Tsunami. Seandainya bayi-bayi ini dapat menjerit, maka seluruh dunia dipenuhi dengan tangisan dan jeritan kematian dari bayi-bayi yang tidak bersalah. Bersama-sama, kita perlu memikirkan, bagaimana untuk mengurangi angka kematian akibat aborsi.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
shalom.
terima kasih atas penjelasannya.
aborsi yang terjadi menunjukan kekurangpekaan hati ya.
sangat menyedihkan dan mengenaskan.
membuat prihatin dan sungguh kejam perbuatan aborsi itu.
apakah kita layak berdoa: ” ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”
teriring doa & salam
hendro
Shalom Hendro,
Sudah semestinya kita mendoakan dan mengasihi para pendosa, termasuk adalah orang-orang yang telah melakukan aborsi dan yang berpartisipasi (baik langsung maupun tidak langsung) dalam aborsi. Namun, kita juga harus mendoakan pertobatan mereka. Dan dalam kapasitas masing-masing, kita harus mencoba untuk mengurangi pembunuhan bayi-bayi yang tak berdosa ini. Semoga Tuhan menunjukkan jalan bagi kita semua.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom para Pengasuh Katolisitas,
Saya terkejut sekali membaca berita di http://www.yahoo.co.id pada Senin, 23 November 2009, yang berjudul “Dukung Aborsi, Kennedy Dihukum Gereja”, yang ditulis oleh Pipiet Tri Noorastuti.
Berikut saya kutip isi beritanya:
VIVAnews – Seorang senator di negara bagian Rhode Island, Patrick Kennedy, dilarang menerima sakramen komuni. Hukuman itu dijatuhkan Uskup Thomas Tobin setelah Patrick mendukung hak aborsi bagi warga di negara bagian Amerika Serikat itu.
“Sang uskup memerintahkan saya untuk tak menerima komuni dan meminta para prodiakon untuk tak memberikan komuni kepada saya,” kata Kennedy, seperti dikutip dari laman Associated Press, Minggu, 22 November 2009.
Sebagai tokoh panutan, Kennedy dianggap tidak mampu mengemban ajaran agama secara positif, terutama terkait aborsi. “Saya sangat menghormati Gereja Katolik berikut kepemimpinannya seperti warga Rhode Island pada umumnya, tapi ketika saya tak sepaham dengan hirarki gereja dalam sejumlah isu, bukan lantas membuat saya menjadi bukan seorang Katolik lagi,” ujar Kennedy.
Larangan itu telah mendapat persetujuan dari gereja dan Keuskupan Rhode Island. “Posisi anda sebagai pejabat publik tak dapat diterima Gereja dan akan menjadi skandal bagi umat lainnya,” tulis Tobin. Namun, keuskupan setempat tak dapat melarang Patrick untuk menerima komuni di luar Rhode Island.
Komuni merupakan salah satu sakramen suci dalam Gereja Katolik. Komuni berupa roti atau hosti yang diberikan pastor setiap kali mengikuti misa di gerja. Seluruh warga gereja yang telah dibaptis dan telah menjalani pelajaran komuni pertama yang diperkenankan menerimanya. Hanya mereka yang dianggap melakukan dosa besar yang tak diperkenankan menerima komuni.
Pertanyaan saya :
Kennedy berujar seperti di atas, “Saya sangat menghormati Gereja Katolik berikut kepemimpinannya seperti warga Rhode Island pada umumnya, tapi ketika saya tak sepaham dengan hirarki gereja dalam sejumlah isu, bukan lantas membuat saya menjadi bukan seorang Katolik lagi.”
Saya sangat setuju keuskupan setempat bertindak melarang Kennedy menerima komuni.
Tapi, apa benar, dengan keuskupan setempat melarang Kennedy menerima komuni, lantas menjadikan Kennedy bukan seorang Katolik lagi, seperti pernyataan Kennedy di atas?
Koq menurut pengetahuan saya, baru pada tahap ekskomunikasi-lah Gereja Katolik mengeluarkan seseorang dari Gereja. Kalau baru tahap melarang seseorang menerima komuni, itu belum sampai ke situ.
Kalau pendapat saya ini benar, bahwa Gereja Katolik hanya melarang Kennedy menerima komuni – belum mengeluarkan Kennedy dari Gereja, maka menurut saya, sekali lagi Kennedy telah salah mengerti akan ajaran Gereja Katolik. Kesalahan sebelumnya, Kennedy tidak mau menerima ajaran Gereja tentang larangan aborsi.
Kalau pendapat saya ini benar, saya sungguh kasihan pada Gerejaku, ajarannya selalu diputarbalikkan.
Mohon tanggapan dari http://www.katolisitas.org.
Terima kasih banyak.
Salam kasih dalam Tuhan Yesus,
Lukas Cung
Shalom Lukas Cung,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang kasus Patrick Kennedy dan uskup Tobin. Ada terjemahan yang tidak tepat di yahoo.co.id, terutama “less Catholic” diterjemahkan menjadi “bukan Katolik”. Intinya adalah Patrick Kennedy masih menjadi anggota Gereja Katolik, karena uskup Tobin hanya menggunakan Kitab Hukum Kanonik (KHK, 916), yang meminta Patrick Kennedy untuk memeriksa dirinya, yang kalau dalam kondisi tidak layak (dosa berat) tidak dapat menerima Komuni Kudus. Silakan membaca artikel di atas. Semoga dapat membantu. Kita harus bersama-sama berjuang untuk mewartakan bahwa aborsi adalah suatu pembunuhan, yang harus dilenyapkan dari muka bumi ini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom Pak Stef dan Bu Ingrid,
Terima kasih banyak atas penjelasannya tentang aborsi, sanksi dan cara mendapatkan pengampunan atas tindakan aborsi.
Setelah melihat gambar-gambar itu Pak Stef, hati saya langsung menjerit, “Itu sungguh-sungguh bayi manusia!”
Dan datanya sungguh mengagetkan!
Setelah membaca penjelasan Bu Ingrid pada December 8, 2009 at 12:05 pm, saya baru tahu kalau sanksinya ialah ekskomunikasi, dan pengampunan atas dosa aborsi hanya didapat dalam Sakramen Pengakuan Dosa, yang diberikan oleh Bapa Uskup dan imam yang mendapatkan delegasi dari Bapa Uskup.
Topik ini akan saya copy-kan kepada kenalan-kenalan saya, agar semakin banyak orang yang tahu dan mengerti tentang aborsi, sanksi dan pengampunannya. Mohon ijin dari http://www.katolisitas.org.
Dan, tergerak dari apa yang saya baca ini, saya akan lebih banyak lagi berdoa untuk para pelaku aborsi dan bayi-bayi yang telah diaborsi.
Saya telah mendengar dari beberapa keluarga Katolik yang berkata bahwa mereka setuju aborsi dilakukan pada bayi yang didiagnosa cacat. Pertimbangannya ialah daripada bayi itu dilahirkan dalam keadaan cacat sehingga akan menyusahkan dirinya sendiri dan keluarganya, maka jauh lebih baik diaborsi saja. Kalau sudah begitu, nyali saya langsung ciut untuk mengatakan kalau untuk alasan inipun Gereja Katolik melarang tindakan aborsi. Oh…moga-moga doa-doa saya bisa membantu.
Terima kasih banyak http://www.katolisitas.org
Salam kasih dalam Tuhan Yesus,
Lukas Cung
Shalom Lukas,
Terima kasih atas tanggapannya. Memang benar bahwa aborsi adalah merupakan perbuatan yang terkutuk, karena aborsi adalah pembunuhan terhadap bayi-bayi yang berdosa dan tidak dapat membela diri. Oleh karena itu, aborsi tidak dapat ditolerir oleh agama apapun, apalagi oleh agama Katolik. Orang tidak dapat menjadi katolik dan pada saat yang bersamaan melakukan dan mendukung aborsi. Saya memberikan data dari Alan Guttmacher, yang menyatakan bahwa jumlah aborsi di Indonesia sekitar 2 juta. Menurut riset Guru Besar Universitas YARSI Jakarta, Prof.Dr H Jurnalis Uddin, P.AK., dikatakan bahwa aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta. Dan data ini tidak termasuk pengguguran yang dilakukan oleh dukun. Kalau data ini akurat, maka angka aborsi di Indonesia adalah tiga kali angka pengguguran di Amerika. Dan ini adalah fakta yang sungguh menyedihkan.
Tentang pengampunan dosa aborsi, memang setiap keuskupan memberikan peraturan yang berlainan. Seorang uskup dapat saja memberikan pengampunan dosa aborsi jika diberikan kuasa oleh uskup setempat. Uskup dapat memberikan kuasa ini kepada semua imam atau hanya sebagian imam atau tidak sama sekali. Oleh karena itu, orang yang menerima pengakuan dosa ini dapat menanyakan kepada imam yang bersangkutan apakah dia diberi kuasa oleh uskup untuk mengampuni dosa aborsi. Kalau ragu-ragu, orang tersebut dapat meminta pengakuan dosa kepada uskup.
Lukas dapat menyebarkan artikel ini kepada siapa saja, dengan menyebutkan sumbernya: http://www.katolisitas.org , sehingga jika ada yang bertanya lebih lanjut dapat menyampaikannya kepada kami.
Saya kadang mengikuti perdebatan tentang boleh tidaknya aborsi. Saya ingin menyarankan agar semua orang yang berdebat tentang ini, dapat menayangkan gambar-gambar tersebut, dan kemudian baru berdebat lebih lanjut, sehingga masing-masing pihak tahu akan apa yang terjadi dalam aborsi. Silakan para penonton juga melihat gambar-gambar tersebut, dan apakah mereka yang tadinya mendukung aborsi dapat terus mendukung aborsi setelah melihat gambar-gambar tersebut.
Klinik-klinik aborsi biasanya membuang janin-janin yang telah digugurkan ke tempat sampah. Inilah yang biasanya dilakukan di Amerika. Namun, saya tidak tahu apa yang dilakukan di Indonesia. Sebenarnya aborsi adalah melanggar hukum negara Indonesia. Orang yang melakukan dan yang membantu aborsi dapat dikenai hukum pidana. Namun, saya tidak tahu, mengapa peraturan ini tidak ditegakkan dengan baik. Kalau ada pembaca katolisitas yang tergerak hatinya, maka sebenarnya dapat dimulai pelayanan untuk mengumpulkan bayi-bayi yang dibuang di tempat sampah dan kemudian mengumpulkannya, dan memberikan penghormatan terakhir dengan Misa Kudus dan diberikan penguburan yang baik sebagaimana layaknya manusia dikubur.
Tentang orang-orang yang mengatakan bahwa tidak apa-apa untuk menggugurkan bayi kalau bayi tersebut didiagnosa cacat, adalah sama saja dengan mengatakan: tidak apa-apa untuk membunuh orang yang mengalami kecelakaan dan cacat pada waktu dia dewasa, karena akan membebani dirinya dan keluarganya. Mengapa dalam kasus ke-dua, dokter dan orang tua berusaha sebisa mungkin untuk menyembuhkan pasien yang mengalami kecelakaan, cacat, atau sakit penyakit, sedangkan dalam kasus bayi yang masih dalam kandungan ada yang berfikir tidak apa-apa untuk membunuh bayi-bayi tersebut? Apakah bayi-bayi yang diagnosa cacat tersebut mempunyai harkat lebih rendah daripada orang-orang yang mengalami kecelakaan dan cacat pada waktu dia dewasa?
Mari kita bersama-sama berdoa dan mencoba melakukan sesuatu untuk mengurangi angka aborsi. Kalau saja hukum di Indonesia dapat ditegakkan, mungkin kasus aborsi dapat ditekan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Terima kasih, Pak Stef!
Comments are closed.