Pertanyaan:
St. Thomas Aquinas: “Dengan keadilan-Nya sebab dengan Sengsara Kristus maka Kristus menebus (membayar lunas) dosa-dosa umat manusia dan manusia dibebaskan oleh keadilan Tuhan…”
Anda sendiri: “[sengsara Kristus] bukti keadilan yang sempurna, yang menunjukkan kejamnya akibat dosa, yang harus dipikul oleh Kristus, untuk membebaskan kita manusia dari belenggu dosa. ”
Yesus tidak berdosa tetapi membayar dosa-dosa manusia…
Yesus tidak berdosa tetapi memikul kejamnya akibat dosa….
agar Allah dapat berbuat adil dalam mengampuni dosa manusia?
Apakah artinya kalau tanpa penderitaan Yesus dan Allah mengampuni dosa manusia,
berarti Allah bertindak tidak adil, karena akibat dosa belum dibayar lunas?
Apakah artinya Yesus — atas nama manusia — membayar lunas akibat dosa-dosa
agar manusia tidak perlu membayar lunas dosa-dosanya lagi?
Apakah bedanya konsep ini dgn “penal substitution” ?
Mohon penjelasan… terima kasih. – Fxe
Jawaban:
Shalom Fxe,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang dosa dan kaitannya dengan pengorbanan Kristus. Pertanyaan ini sangat bagus, namun harus dijawab dengan menggunakan beberapa istilah yang bersifat teknikal, untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu.
1) Dikatakan di dalam Katekismus Gereja Katolik “Sama seperti oleh ketidak-taatan satu orang, semua orang telah menjadi berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar” (Rm 5:19). Oleh ketaatan-Nya sampai mati, Yesus menjadi Hamba Allah yang menderita, “yang sebagai ganti menyerahkan dirinya untuk kurban pemulihan“. “Ia menanggung kejahatan banyak orang” dan demikian “membenarkan banyak orang” dengan “menanggung dosa mereka” (Yes 53:10-12). Yesus telah menebus dosa-dosa kita dan memberi pemulihan kepada Allah Bapa untuk kita” (KGK, 615)
a) Untuk menjawab mengapa harus ada penderitaan Kristus untuk memulihkan hubungan antara manusia dan Tuhan yang terpisah oleh dosa, maka kita harus melihat kodrat dari dosa itu sendiri dan hakekat Allah. Umat manusia yang diwakili oleh Adam telah memilih untuk berbuat dosa atau terpisah dari Allah. Keterpisahan dari Allah adalah suatu kekosongan kasih Allah. Dan kekosongan ini hanya dapat diisi kembali oleh Allah. Manusia tidak dapat mengisi kekosongan ini, karena derajat manusia yang jauh lebih rendah secara tak terhingga dibandingkan dengan Allah, yang diperburuk dengan dosa manusia, sehingga manusia benar-benar terpisah dengan Allah.
Allah adalah kudus. Dan karena kekudusan tidak dapat bercampur dengan dosa, maka manusia yang berdosa tidak dapat bersatu dengan Allah. Dengan kasih-Nya Allah tidak membiarkan manusia untuk tetap dalam kondisi berdosa dan memperoleh siksa abadi di neraka. Namun hakekat yang lain dari Allah adalah adil. Mazmur 116:5 mengatakan “TUHAN adalah pengasih dan adil, Allah kita penyayang.” Oleh karena dosa adalah perlawanan terhadap Allah, maka untuk bersatu kembali dengan Allah, diperlukan suatu keadilan. Di dalam natural order kita dapat mengerti dengan jelas, seperti: kalau orang mencuri, dia akan menerima hukuman. Kalau dia tidak menerima hukuman, maka dia tidak akan pernah merasakan akibat dari dosanya, dan pada saat yang bersamaan dia akan mengulanginya terus-menerus. Dalam tingkatan adi-kodrati (supernatural order): karena yang disakiti adalah Allah (yang derajatnya jauh lebih tinggi dari manusia secara tak terhingga), maka perbuatan dosa mensyaratkan keadilan untuk menyelesaikannya.
b) Pertanyaannya: apakah mungkin Allah menyelamatkan manusia tanpa adanya pengorbanan Kristus? Mungkin saja, karena Allah dapat saja menyelamatkan manusia dengan cara lain. dikatakan “Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus (Eph 1:9).” Namun, pengorbanan Kristus menjadi suatu keharusan (yang tidak absolut bagi Allah) dan juga fitting (tepat) untuk memanifestasikan kasih (love), belas kasihan (mercy) dan keadilan (justice) Allah. Alasan lengkap inkarnasi dapat dibaca di artikel “Inkarnasi, Tuhan yang beserta kita” (silakan klik). Lihat juga St. Thomas Summa Theologica, Part III, q. 46. a 1 (silakan klik).
c) Pertanyaan yang lain adalah: apakah mungkin Yesus menyelamatkan manusia hanya dengan inkarnasi dan hanya dengan satu titik darah-Nya? Tentu saja mungkin, karena untuk menjadi manusia, Yesus Tuhan “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” (Fil 2:6-7). Pengosongan diri, yang menjadikan Allah yang tadinya di luar dimensi waktu menjadi masuk dalam dimensi waktu dan tempat adalah sebagai bukti kasih yang tak terhingga untuk dapat menebus dosa manusia dan ini juga sebagai manifestasi kerendahan hati yang tak terhingga. Namun, Yesus tidak hanya masuk ke dalam dimensi waktu dan tempat untuk menebus dosa manusia, namun “…Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Fil 2:8). Jadi, hanya dengan inkarnasi tanpa kesengsaraan Yesus, Allah tetap bertindak adil dengan mengampuni dosa manusia. Namun, Allah adalah kasih dan adil dalam derajat yang sempurna (absolut). Oleh karena itu, Dia mengkomunikasikan dan memanifestasikan kasih dan keadilan Allah secara sempurna, yaitu dengan mati di kayu salib. Oleh karena itu, pengorbanan Kristus yang taat sampai mati di kayu salib menghasilkan rahmat yang berlimpah dan tak habis-habisnya.
2) Apakah Yesus telah membayar lunas akibat dosa-dosa, sehingga manusia tidak perlu membayar lunas dosa-dosanya? Dengan mati di kayu maka, Kristus yang menjadi pengantara antara manusia dan Tuhan, telah menebus dosa kita, dan memberikan rahmat (grace), yang memungkinkan manusia dapat diselamatkan. Ini adalah meritorious cause keselamatan manusia, yaitu pengorbanan Kristus yang menghasilkan rahmat berlimpah. Dan kalau ditelusuri, maka hal ini disebabkan oleh efficient cause, yaitu belas kasih Allah, yang tidak membiarkan manusia untuk tetap terpisah dari Allah. Nah, kasih Allah dan pengorbanan Kristus telah terjadi. Bagaimana manusia mendapatkan rahmat yang mengalir dari pengorbanan Kristus? melalui instrumental cause – yaitu Sakramen Baptis, yang berarti untuk orang dewasa diperlukan iman. Dan dengan Sakramen Baptis ini, memungkinkan manusia untuk dibenarkan oleh Allah, karena manusia memperoleh rahmat pengudusan (sanctifying grace). Dan inilah yang disebut the formal cause. Dan pada akhirnya rencana keselamatan ini akan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan dan keselamatan manusia (disebut final cause).
Kalau disederhanakan: manusia berdosa, sehingga kehilangan keselamatan kekal. Keselamatan kekal ini adalah the final cause. Namun Allah tidak membiarkan itu terjadi karena belas kasih Allah yang tak terhingga bagi manusia (the efficient cause), sehingga Dia memberikan Putera-Nya untuk menebus dosa manusia dengan cara mati di kayu salib dan memberikan rahmat (the meritorious cause). Rahmat ini diterima oleh manusia secara normal (the ordinary means) melalui Sakramen Baptis (the instrumental cause). Dan karena rahmat pengudusan atau sanctifying grace diterima pada saat pembaptisan, maka manusia berkenan dan dibenarkan di hadapan Allah (the formal cause – yaitu keadilan Allah).
3) Dari uraian di atas, maka kalau ditanya:
a) Yesus tidak berdosa tetapi membayar dosa-dosa manusia…. : karena manusia tidak mampu membayar dosanya sendiri. Diperlukan pengantara, yang sungguh Allah dan sungguh manusia untuk dapat menjembatani hubungan antara Tuhan dan manusia yang telah terputus akibat dosa.
b) Yesus tidak berdosa tetapi memikul kejamnya akibat dosa…. agar Allah dapat berbuat adil dalam mengampuni dosa manusia? Apakah artinya kalau tanpa penderitaan Yesus dan Allah mengampuni dosa manusia, berarti Allah bertindak tidak adil, karena akibat dosa belum dibayar lunas?: Dengan inkarnasi dan satu titik darah, sebenarnya telah menjawab keadilan Allah dan membayar lunas semua dosa manusia. Namun kematian Kristus di kayu salib adalah manifestasi kasih dan keadilan Allah yang sempurna, yang dilakukan oleh Kristus dengan dasar kasih yang sempurna, sehingga menyenangkan hati Tuhan dan menghasilkan rahmat berlimpah untuk keselamatan manusia.
c) Apakah artinya Yesus — atas nama manusia — membayar lunas akibat dosa-dosa
agar manusia tidak perlu membayar lunas dosa-dosanya lagi?: Efficient cause dan meritorious cause telah diberikan kepada manusia, sehingga manusia mungkin untuk mendapatkan keselamatan kekal (final cause). Dan manusia harus menjawab dan menerimanya secara bebas dengan menerima Sakramen Baptis (instumental cause), sehingga mendapatkan rahmat pengudusan dan berkenan di hadapan Allah (formal cause).
Atau secara sederhana, sebuah patung jadi, karena pematung mempergunakan sebuah pahat. Pematung tetap dapat membuat patung tanpa pahat, namun dengan alat yang lain. Namun pahat tidak dapat membuat patung tanpa pematung. Pematung ini telah diberikan dengan kasih Allah dan pengorbanan Kristus. Dan pemahat ini minimal harus menuruti apa yang dikehendaki oleh pematung agar dapat menghasilkan patung yang baik. Untuk menuruti inilah dibutuhkan keinginan bebas yang bekerjasama dengan Allah. Atau dengan kata lain, tanpa kasih Allah dan pengorbanan Kristus, maka manusia tidak mungkin untuk mendapatkan keselamatan.
Dengan dasar di atas, pernyataan bahwa “Yesus telah membayar lunas akibat dosa-dosa agar manusia tidak perlu membayar lunas dosa-dosanya lagi“, harus dimengerti dengan benar. Membayar lunas di sini harus dimengerti sebagai efficient cause dan meritorius cause. Dimana tanpa dua hal ini, tidak mungkin manusia memperoleh keselamatan. Namun di satu sisi, membayar lunas bukan berarti bahwa manusia tidak perlu membayar lunas dosa-dosanya lagi, karena diperlukan kerja sama dari manusia dalam proses keselamatan, yaitu dengan memberikan dirinya dibaptis (instrumental cause). Dan diperlukan kerja sama dari manusia yang telah mendapatkan rahmat pengudusan untuk terus bertumbuh dalam kasih, sehingga pada akhirnya dapat dibenarkan oleh Allah (formal cause), yang pada akhirnya akan menuntun pada keselamatan kekal (final cause). St. Agustinus mengatakan “He, who created you without you, cannot save you without you” atau “Dia, yang menciptakan engkau tanpa engkau, tidak dapat menyelamatkan engkau tanpa engkau.“
3) Untuk penal substitution, silakan melihat pembahasan ini (silakan klik). Penal substitution terlalu menekankan konsep keselamatan dari sisi legal justice. Gereja Katolik tidak mengajarkan “penal substitution“, suatu konsep yang mempercayai bahwa Kristus dihukum (penalized) sebagai ganti (subsitution) untuk dosa-dosa manusia. Konsep penal substitution memberikan konsekuensi bahwa Yesus mati di kayu salib sebagai hukuman dari Allah kepada Yesus yang menggantikan manusia. Sebagai konsekuensinya, maka Yesus juga masuk ke dalam nerakan selama tiga hari sebelum kebangkitan-Nya…..dst-nya
Silakan membaca link tersebut, dan kalau masih ada pertanyaan tentang penal substitution, silakan untuk menanyakannya kembali.
Semoga uraian di atas dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org
Dear katolisitas,
Siiapakah yang menciptakan neraka? Allah atau setan sendiri? Di situs yesaya.org, seorang imam yang sekaligus eksorsist menyitir kata kata setan yg intinya bahwa setan sendiri yang menciptakan neraka. Menurut setan, Allah bahkan tidak memikirkannya sebelumnya. Mohon penjelasan. Terima kasih
Shalom Yusup,
Katekismus mengajarkan kepada kita bahwa neraka adalah keterpisahan selamanya dengan Allah.
KGK 1033 Kita tidak dapat disatukan dengan Allah, kalau kita tidak secara sukarela memutuskan untuk mencintai Dia. Tetapi kita tidak dapat mencintai Allah, kalau melakukan dosa berat terhadap Dia, terhadap sesama kita, atau terhadap diri sendiri: “Barang siapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut. Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang memiliki hidup kekal di dalam dirinya” (1 Yoh 3:14-15). Tuhan kita memperingatkan kita, bahwa kita dipisahkan dari-Nya, apabila kita mengabaikan perhatian kita kepada kebutuhan-kebutuhan mendesak dari orang miskin dan kecil, yang adalah saudara dan saudari-Nya (Bdk. Mat 25:3146). Mati dalam dosa berat, tanpa menyesalkannya dan tanpa menerima cinta Allah yang berbelas-kasihan, berarti tinggal terpisah dari-Nya untuk selama-lamanya oleh keputusan sendiri secara bebas. Keadaan pengucilan diri secara definitif dari persekutuan dengan Allah dan dengan para kudus ini, dinamakan “neraka”.
Dengan demikian, pada dasarnya, neraka ada karena kehendak bebas mahluk ciptaan Allah, entah itu manusia atau malaikat (fallen angels/ setan)- yang memutuskan untuk menolak Allah, atau untuk memisahkan diri dari Allah. Karena Allah menghormati kehendak bebas mahluk ciptaan-Nya itu, dan karena prinsip keadilan Allah bahwa ada konsekuensi dari dosa berat, maka Allah mengizinkan adanya keadaan keterpisahan dari Allah tersebut, yang dinamakan neraka. Maka neraka pada dasarnya ada bukan karena Allah secara aktif menciptakannya, namun sebagai akibat dari adanya kehendak bebas mahluk ciptaan-Nya yang menyalahgunakan kehendak bebas itu, dengan melakukan dosa berat dan tidak bertobat, sehingga mengakibatkan keadaan pengucilan diri sendiri dari persekutuan dengan Allah.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Bu Ingrid,
Banyak terima kasih atas jawaban ini. Tidak puas sih, tapi bisa memahami. Tidak puasnya bukan kesalahan ibu, tapi katekismus sendiri memang tidak secara definitif mengatakan bahwa neraka diciptakan oleh Allah atau oleh setan. Jadi saya harus menerima.
Shalom Yusup,
Itulah sebabnya kita perlu terus mendengarkan pengajaran dari Gereja. Dalam hal ini, Paus Yohanes Paulus II telah pernah memberikan katekese tentang Neraka, (sebagai bagian dari rangkaian Katekese tentang Surga dan Api Penyucian). Teks selengkapnya dalam bahasa Inggris, klik di sini.
Berikut ini saya sertakan cuplikan singkat yang menurut saya menjadi kunci untuk menjawab pertanyaan Anda:
“Eternal damnation”, therefore, is not attributed to God’s initiative because in his merciful love he can only desire the salvation of the beings he created. In reality, it is the creature who closes himself to his love. Damnation consists precisely in definitive separation from God, freely chosen by the human person and confirmed with death that seals his choice for ever. God’s judgement ratifies this state.
“Maka, “Penghukuman kekal” bukanlah inisiatif Tuhan, sebab di dalam cinta-Nya yang berbelas kasih, Ia hanya dapat menghendaki keselamatan bagi mahluk yang diciptakannya. Dalam kenyataannya, mahluk ciptaan itu yang menutup dirinya sendiri terhadap cinta kasih Tuhan. Penghukuman itu artinya adalah keterpisahan definitif dari Tuhan, yang dipilih oleh pribadi orang itu dan diteguhkan dengan kematian yang mematrikan pilihannya itu selamanya. Keadilan Tuhan menyetujui keadaan ini.”
Keadaan keterpisahan ini juga terdapat pada setan/ mahluk rohani yang juga dengan kehendak bebasnya telah menolak Allah.
Semoga menjadi semakin jelas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Bu Ingrid,
Banyak terima kasih. Saya sudah puas n mengerti, krn Beato John Paul II sendiri yg mengatakan. Benarkah analogi saya ini? Orang tua hnya ingin anaknya bahagia dan menghirup udara segar. Ia melarang anaknya memasuki ruangan yg gelap n tertutup. Jika anak itu nekat masuk ruangan itu maka ia akan “terkunci” dan merasakan panas, pengap ruangan itu. Jadi keadaan panas n pengab itu bukan ciptaan ortu itu, tpi sbg konsekuensi logis pilihan dri anak itu.
[Dari Katolisitas: Ya, kurang lebih begitulah prinsipnya.]
Neraka adalah ciptaan Tuhan sendiri, namun tujuanNya bukan untuk manusia, melainkan untuk Iblis dan setan-setannya.
Untuk lebih jelasnya, lihatlah video ini dan bagikan kepada teman-teman Anda:
Kesaksian Surga dan Neraka (teks Indonesia) :
part 1 : http://www.youtube.com/watch?v=Fl1NttPoaJI
part 2 : http://www.youtube.com/watch?v=sEYEtxfSI_U
part 3 : http://www.youtube.com/watch?v=FkwVpfRxevI
part 4 : http://www.youtube.com/watch?v=on9G_wARlBs
part 5 : http://www.youtube.com/watch?v=4sTQpnOWNeQ
part 6 : http://www.youtube.com/watch?v=bIsI8vQwqjg
part 7 : http://www.youtube.com/watch?v=8nN4c_m_skU
part 8 : http://www.youtube.com/watch?v=8nN4c_m_skU
part 9 : http://www.youtube.com/watch?v=jqEcVnNKcY8
part 10: http://www.youtube.com/watch?v=Hh3b_BIQLKg
Carilah KEBENARAN firman Tuhan, bacalah Kitab Suci dari Kejadian hingga Wahyu, tidak perlu diinterpretasikan, karena apa yang tertulis disana adalah apa adanya. Sudah saatnya gereja-gereja kembali kepada jalanNya yang benar, kedatanganNya yang kedua sudah sangat dekat.
2 Ptr 1:20-21
Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.
Wahyu 22:18-19
Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: “Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkatan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini.
Dan jikalau seseorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus seperti yang tertulis di dalam kitan ini.”
Tuhan menyertai Anda semua.
Shalom Johanes Reza,
Memang Tuhan mengizinkan adanya neraka, sebagai konsekuensi dari pilihan kehendak bebas dari mahluk ciptaan Allah yang menolak Allah, namun Allah sendiri tidak secara aktif menakdirkan sejumlah orang untuk masuk neraka. Hal ini sudah pernah dibahas di tanya jawab antara kami dengan Yusup Sumarno di atas, maka tak perlu diulangi di sini.
Tetapi, Kalau Anda menginterpretasikan bahwa tidak ada manusia yang masuk neraka, itu malah adalah interpretasi pribadi, yang tidak sesuai dengan ajaran Yesus dalam Injil. Sebab di beberapa kesempatan Yesus mengajarkan dengan perumpamaan adanya sejumlah manusia yang karena kejahatan mereka, akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang laing gelap, di mana terdapat ratap dan kertak gigi (lih. Mat 8:12;22:13;25:30; Luk 13:28).
Terima kasih Anda telah mengingatkan kami dengan mengirimkan ayat 2 Ptr 1:20-21 dan Why 22:18-19. Kami di Gereja Katolik juga berpegang kepada ayat-ayat ini. Oleh karena itu kami tidak mengacu kepada interpretasi pribadi dalam mengartikan ajaran dalam Kitab Suci. Kami mengacu kepada apa yang diajarkan oleh Magisterium Gereja Katolik yang melaksanakan kuasa mengajar atas nama Kristus. Itulah sebabnya Gereja Katolik mengajarkan pengajaran yang sama, sejak dari abad awal sampai sekarang. Agak berlainan memang dengan ajaran banyak aliran/ denominasi non-Katolik, sehingga tentang hal neraka ini saja, ada banyak pandangan. Pandangan Anda belum tentu mewakili pandangan semua denominasi Kristen non-Katolik, sebab saya percaya, banyak di antara mereka yang percaya bahwa jika manusia hidup jahat dan tidak sesuai dengan iman mereka, mereka akan masuk ke neraka. Perbedaan pandangan ini saja menjadi bukti yang nyata bahwa ayat-ayat Kitab Suci perlu diinterpretasikan dengan benar, agar tidak menghasilkan pemahaman yang berbeda-beda. Maka interpretasi yang benar akan suatu ayat dalam Kitab Suci, bukan merupakan tambahan ayat yang dilarang oleh Why 22:18-19. Penambahan yang dimaksud di sana adalah penambahan perkataan-perkataan dalam Kitab Wahyu. Pada saat Kitab Wahyu ditulis (tahun 90-100), belum ada Kitab Suci. Kanon Kitab Suci baru terbentuk di abad ke 4, oleh Magisterium Gereja Katolik, yaitu: Paus Damasus I (382), Konsili Hippo (393) dan Konsili Karthago (397).
Lagipula jika Anda percaya kepada wahyu-wahyu pribadi (sebagaimana disampaikan oleh Angelina Zombrano, yang Anda jadikan referensi) itu juga malah bertentangan dengan apa yang Anda yakini, bahwa Kitab Suci tidak memerlukan interpretasi. Sebab kesaksian itu adalah interpretasi Angelina, yang tidak dapat dijadikan patokan kebenaran, sebab Yesus tidak pernah berjanji kepadanya untuk mengajar dengan tidak mungkin salah, sebagaimana yang dijanjikan-Nya kepada Petrus dan para Rasul lainnya, sampai akhir zaman (lih. Mat 16:18-19, 18:18, 28:19-20).
Jika Anda tertarik untuk membaca tanggapan kami tentang kesaksian Angelina Zombrano itu, klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom
Terima kasih sebelumnya bu Ingrid untuk melengkapi komentar saya. Memang neraka bukan tempat yg ditujukan untuk manusia pada awal mulanya. Tetapi karena manusia berbuat dosa, maka upanya adalah maut.
Tentang 2 Ptr 1:20-21, hikmatnya adalah kalau Kitab Suci adalah pewahyuan dari Tuhan maka untuk menafsirkannya harus dengan cara pewahyuan juga, tanyakan kepada Pembuatnya langsung yaitu Bapa, Tuhan Yesus, atau Roh Kudus.
Pertanyaannya, apa bisa? Bisa bu, karena Ia adalah Tuhan yang hidup, kita bisa mendengar suaraNya di dalam hati, Ia selalu ingin berbicara dengan semua umatNya sekalipun milyaran jumlahnya, karena Ia Mahahadir. Ada juga beberapa hamba Tuhan yg bisa mendengar suaraNya secara audibel seperti Angelina itu. Kerinduan Angelina akan hal2 luar biasa dari Tuhan dijawabNya. Dibawa dalam pengalaman roh spt dia memang karunia, tetapi untuk mendengarkan suara Tuhan semua orang bisa. Asal ada kerinduan luar biasa akan Dia, mau membuka hati dan membersihkan hati, kita akan mendengar suaraNya, dan tanyakan apa saja yang kita mau tau tentang kebenaran, Ia akan menjawabnya dengan jelas, termasuk video Angelina tsb benar atau tidak. Angelina tidak menggunakan interpretasi lg untuk bersaksi krn bukan lewat pendengarannya ia tahu itu semua, tp apa yang dilihatnya itulah yang dikatakannya.
Beberapa bulan yang lalu saya masih Katolik, tapi saya dicelikkan olehNya. KebenaranNya mencelikkan mata saya dan juga teman saya (Yoh 8:31-32). Dan apa yang saya ketahui selama ini ternyata sudah menyimpang dari kebenaranNya, termasuk denominasi Kristen non Katolik yang ibu bilang. Saya bukan dari denominasi apapun juga skrg. Tp kalau ibu tanya apakah saya Kristen, saya jawab ‘ya’ karena saya pengikut Kristus. Tapi Kristus bukanlah sebuah agama bagi saya tapi Ia adalah Juruselamat. Dan seharusnya gereja-gereja Kristen di dunia seragam: satu pikiran, satu hati, dan satu kehendak dengan Tuhan sehingga tidak ada berbagai denominasi. Namun semenjak interpretasi manusia ikut campur yang pertama kali dalam pandangan Trinitas sekitar abad ke-2 smp abad ke-4, gereja Kristen pecah dan terbawa smp skrg. Sayangnya pandangan Trinitas yg sudah dipertahankan berabad-abad sm skrg itu ternyata tidak benar menurut Allah Bapa jika Anda bertanya sendiri kepadaNya. Dari ke-7 Roh Allah (Yes 11:2), mereka kehilangan roh pengenalan akan Allah (2 Kor 2:14, 2 Kor 10:5, Fil 3:8, 2 Ptr 1:2, 2 Ptr 1:3, 2 Ptr 3:18)
Pesan Allah Bapa, Tuhan Yesus, maupun Roh Kudus melalui banyak hamba Tuhan dimana saja: kedatanganNya yang kedua sudah di depan mata. Berarti hari pengangkatan juga sudah dekat. Banyak gereja yang tidak mempersiapkan jemaatnya, melainkan masih sibuk dengan berkat. Semua nubuatan dalam Kitab Suci akan digenapiNya termasuk akhir zaman.
Maaf, saya hanya memberitakan kebenaran Nya.
Tuhan memberkati,
“Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa, dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1 Tes 5:23)
Shalom Reza,
Kesaksian Angelina itu adalah salah satu klaim wahyu pribadi, yang tidak dapat dipastikan kebenarannya, sebab ada banyak orang lain yang juga meng-klaim menerima penglihatan/ wahyu pribadi, yang tidak sama dengan yang dialami oleh Angelina. Merekapun mendengar suara Tuhan secara audibel, jadi bukan hanya Angelina seorang saja yang pernah mengalami pengalaman rohani. Silakan Anda membaca pengalaman rohani para orang Kudus dalam Gereja Katolik. Maka apakah parameternya, sampai Anda menganggap bahwa penglihatan Angelina itu dari Allah sedangkan penglihatan yang dialami oleh begitu banyak orang orang kudus dalam Gereja Katolik itu bukan dari Allah (menurut Anda)? Namun demikian, ajaran Gereja tidak tergantung dari wahyu pribadi, melainkan dari apa yang diwahyukan Allah dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci para Rasul.
Maka di sini secara obyektif harus diterima bahwa tidak semua klaim wahyu pribadi itu adalah benar. Sebab tidak mungkin hal yang bertentangan dalam berbagai wahyu pribadi itu, sama-sama benar. Maka umat Katolik berpegang kepada pesan Yesus sendiri dalam Kitab Suci agar berpegang kepada ajaran Gereja (jemaat Allah yang hidup), sebagai “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Tim 3:15). Maka jika seseorang mengandalkan pemahaman sendiri dalam menilai klaim-klaim wahyu pribadi, ia tidak melaksanakan Sabda Allah ini.
Anda mengatakan bahwa Anda sudah tidak Katolik, dan tidak juga berada dalam denominasi manapun. Sesungguhnya non-denominational community itu sendiri adalah denominasi, yaitu kelompok orang-orang yang tidak mau mengakui dari denominasi apapun. Jika Anda berpikir bahwa dalam kelompok itu dapat terjadi satu pikiran, satu hati dan satu kehendak, nampaknya Anda perlu merenungkannya kembali. Kitab Suci mengatakan bahwa orang yang tidak mengumpulkan bersama Kristus, ia menceraiberaikan (lih. Mat 12:30). Sebab Kristus yang menghendaki kesatuan para murid-murid-Nya (lih. Yoh 17:20-21), telah mendirikan Gereja-Nya di atas Rasul Petrus, yang telah bertahan dalam kesatuannya selama sekitar 2000 tahun ini, dan yang sekarang ini telah Anda tinggalkan.
Hal Trinitas itu bukan merupakan interpretasi manusia, melainkan yang telah diwahyukan sendiri oleh Allah. Pengajaran tentang Trinitas ini telah diajarkan oleh para Rasul dan dilestarikan oleh Gereja. Agak ironis memang, bahwa orang-orang yang menentang Trinitas, menganggap bahwa ajaran Gereja, yang dijamin sendiri oleh Kristus (lih. Mat 16:18-19,18:18) sebagai “interpretasi manusia”, sedangkan interpretasi mereka sendiri mereka anggap sebagai ajaran dari Allah. Ajaran Trinitas itu sudah ada dalam Kitab Suci (dari di abad pertama) dan dilestarikan terus oleh para rasul dan para penerus mereka, juga sejak abad pertama, jadi bukan hanya pada abad ke-4. Sekilas tentang hal ini, klik di sini. Sedangkan mengenai ajaran kelompok non-denomination Anda atau kelompok lain yang menentang Trinitas, tahun berapakah berdirinya denominasi tersebut?
Jadi mereka yang tidak mau menerima ajaran para Rasul itulah yang menentang Trinitas. Padahal Yesus Kristus telah mempercayakan ajaran-Nya kepada para murid-Nya itu, sehingga Ia mengatakan demikian kepada para murid-Nya, “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.” (Luk 10:16)
Saya mengajak Anda untuk merenungkan kembali keputusan Anda, sebab jangan sampai Anda termasuk dalam golongan orang yang malah menolak pemberitaan dan pengajaran para Rasul, sebab kepada merekalah Kristus telah mempercayakan kepenuhan kebenaran ajaran-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Syalom,
Menanggapi jawaban ibu inggrid sebenarnya saya sudah jelaskan di komentar saya sebelumnya. Segala sesuatu tanyakan kebenarannya kepada Dia langsung. Tentang kesaksian Angelica atau siapapun juga tanyakan langsung kepadaNya, jangan kepada manusia, karena manusia bisa menutupi, tapi Tuhan akan menyatakan kebenaranNya.
Di 1 Tim 3:15, dikatakan ‘jemaat dari Allah yang hidup’. Mengertikah ibu akan kata-kata ini? Penekanannya adalah pada ALLAH YANG HIDUP. Jemaat dari Allah Yang Hidup memang bisa dijadikan penopang, karena di saat Paulus masih hidup dan mengemban tugas pemberitaan Injil dan mendirikan gereja juga, jemaatnya disertai oleh Roh Kudus, dan bisa mendengarkan suara Tuhan. Oleh itulah disebut Allah Yang Hidup, karena Allah itu hidup bisa diajak berbincang-bincang. Baca saja di Kisah Para Rasul bgm penyertaan Tuhan dan Roh Kudus dalam pelayanan mereka pasca kenaikan Tuhan. Apakah saat ini bisa berbincang-bincang juga dengan Allah spt dulu? Yes, karena Dialah Alfa dan Omega, hidupNya kekal.
Bagaimana pasca kematian Paulus dan para rasul? Gereja mulai mengalami revolusi, bukan lagi jemaat dari Allah yang Hidup, tp kembali menjadi jemaat yang tidak mengenal Allah. Saya bilang tidak mengenal Allah. Bagaimana tidak? Terlihat jelas di masalah Tritunggal saat ini. Sewaktu Tuhan hadir di bumi selain utk rencana penebusan dosa manusia, Ia BERULANGKALI memperkenalkan BapaNya di surga, bahwa BapaNya lah yang mengutus Dia (silakan baca di Kitab Yohanes semuanya). Tp justru karena Dia mengaku-ngaku Anaknya Allah Bapa yang malahan membuat Dia disalib (Yoh 19:7). Di samping itu, Yesus memperkenalkan satu pribadi lagi yaitu Roh Kudus, Dialah yang disebut Penolong, Penghibur, Roh Kebenaran (Yoh 14:16-17, 25-26, 16:4b-15). Gereja tidak mengenal Roh Kudus, siapakah Pribadi ini, apa pekerjaan Dia yg sebenarnya pasca kenaikan Tuhan smp saat ini. Tetapi supaya genaplah apa yg dikatakan Yoh 14:17 itu bahwa dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia.
Allah Bapa, Tuhan Yesus, dan Roh Kudus bukanlah satu Allah tiga pribadi yang kalian kenal, tetapi 3 Pribadi satu Kehendak, sebab apa yang dikatakan oleh Roh Kudus adalah yang didengarNya dari Tuhan Yesus, dan apa yang dikatakan Tuhan Yesus didengarNya dari BapaNya (Yoh 16:13-15) Anda bilang ini interpretasi?? Ini Tuhan sendiri yang berbicara dan memperkenalkan lewat Injil Yohanes, Anda bilang interpretasi? Percayakah Anda akan kebenaran Firman??
Sekarang saya beritakan kebenaran bahwa Mereka adalah Keluarga Allah, Merekalah yang digambarkan dalam penciptaan manusia. Baiklah KITA jadikan manusia menurut gambar dan rupa KITA” (Kej 1:26). Merekalah yang digambarkan sebagai Bapa, Ibu, dan Anak. Potret keluarga kita serupa dengan potret Keluarga Allah, supaya mahkluk-mahkluk ciptaan yang lain dapat melihat bagaimana Keluarga Sorgawi dengan cara melihat keluarga kita.
Kalau Anda mengenal Mereka sebagai 3 Pribadi ini, maka Anda membaca Kitab Suci begitu mudah dipahami.
Anda mencoba mengatakan bahwa Anda satu hati, satu pikir, satu kehendak dengan Kristus?? Sedangkan Anda sendiri tidak mengenal Dia, tidak mengenal Keluarga Allah? Kitab Suci memang benar mengatakan kalau kita tidak mengumpulkan bersama Kristus, ia menceraiberaikan. Oleh sebab itulah saya memutuskan keluar dari Katolik supaya saya mengumpulkan bersama Kristus. Kalau begitu, sejak kapan ada denominasi yang mengenal Keluarga Allah ini? Mudah saja, sejak Keluarga Allah ada. Kapan itu? Sejak masa kekekalan yang lampau sebelum segala sesuatu dijadikan, hanya ada Mereka. Kalau saya tanya di Gereja Katolik, mengapa Allah Tritunggal itu mengajarkan 1 Allah 3 Pribadi? Jawabnya: Itu DOKTRIN. Apakah Doktrin itu dari Tuhan? Bukankah Doktrin itu interpretasi manusia? Lalu Anda lebih percaya doktrin atau perkataan Tuhan?
Bagaimana Anda dapat mengatakan : mereka yang tIdak mau menerima ajaran para Rasul itu menentang Trinitas.?
Justru saya mengikuti kebenaran Firman yang ditulis para Rasul, Doktrin Katolik yg justru tidak mengikuti ajaran mereka.
Lihatlah bagaimana Yesus sendiri melalui Rasul Yohanes mengenalkan Bapa dan Roh Kudus
Lihatlah kotbah Rasul Petrus di Kis 2:14-40, yang mengkotbahi org Israel bhw Pribadi yang mereka salibkan itu adalah Tuhan yang diutus Bapa dan yang kemudian dibangkitkan Bapa.
Lihatlah Rasul Paulus sudah berpesan di 1 Kor 8:6, bahwa ada satu Allah saja yaitu Bapa, dan satu Tuhan saja yaitu Yesus Kristus. Perjuangan Paulus memberitakan Injil tersebut pada saat itupun msh ditentang terus oleh bangsa Yahudi yang hanya percaya 1 Allah sekalipun Yesus sudah memperkenalkan dan membuktikan dengan kebangkitanNya sebagai Anak Allah. Setelah tidak ada penerus seperti Paulus dan para rasul, gereja mulai takut kembali dengan bangsa Yahudi yang hanya mengakui satu Allah saja. Maka mereka mengekor ajaran Yahudi yang monotheisme, takut dibilang kafir krn polytheisme. Lalu mulailah mereka kerepotan menyatukan 3 Pribadi itu menjadi 1. Padahal Tuhan Yesus sudah bilang berkali-kali memang ada 3 Pribadi yang berkumpul jadi satu Keluarga.
Contoh yang nyata tentang akibat bila banyak bicara tentang siapa Tuhan itu tanpa pengenalan pribadi dan betapa berbahayanya sikap seperti itu, dpt Anda baca di dalam kitab Ayub. Ayub ditegur Tuhan dengan keras karena banyak berkata-kata tentang hal Tuhan tanpa pengenalan sesungguhnya terhadap Dia. Akibatnya ketika Dia menyatakan diriNya dalam penglihatan kepada Ayub, Ayub mencabut semua perkataannya dan diampuni Tuhan. Kemudian giliran ketiga temannya, Elifas, Bildad, dan Zofar yang telah bertele-tele sepanjang lebih 36 pasal bertheologia ttg Tuhan tanpa mengenal Dia yang sebenarnya. Mereka akan mengalami aniaya bila tidak minta ampun melalui doa Ayub kepada Tuhan dan mempersembahkan korban bakaran penebusan dosa bagi mereka.
(Ayub 38:1-3), (Ayub 42:3-8)
Sekali lagi saya mohon maaf jika ada kata2 yang tidak berkenan, namun saya tetap harus memberitakan kebenaran yang sebenar-benarnya demi Allah Yang Hidup.
Dalam nama Tuhan Yesus semoga semuanya diberkati.
Amin :)
Shalom Reza,
Sejujurnya, pandangan Anda itu bias. Sebab terhadap kesaksian Angelica, Anda percaya, sedangkan terhadap kesaksian lebih banyak para orang kudus sepanjang sejarah dalam Gereja Katolik, Anda menolak untuk percaya. Apakah patokannya? Ini kan subyektif, sebab kalau menurut Anda jawabannya adalah tanyakanlah kepada Tuhan, jawabannya bisa beragam. Sebab jika saya menanyakan kepada Tuhan, maka jawaban di hati saya mendorong saya untuk lebih percaya kepada kesaksian para orang kudus itu daripada kesaksian Angelica. Namun nampaknya Anda berpandangan sebaliknya. Maka harus diterima bahwa ada subyektifitas di sini. Padahal, kebenaran itu tak bisa diukur dari subyektifitas. Tak mungkin dua hal yang bertentangan itu sama-sama benar. Silakan saja jika Anda memegang kesaksian Angelica, namun kami umat Katolik berpegang kepada kebenaran obyektif atas dasar Kitab Suci, Tradisi Suci dan ajaran Magisterium Gereja.
1 Tim 3:15 mengatakan “jemaat dari Allah yang hidup”. Mari tak usah mempersoalkan apakah penekanannya jemaat, atau Allah yang hidup; sebab keduanya sama-sama penting dan menjelaskan satu sama lain. Sebab memang kata Allah yang hidup, menjelaskan kata jemaat, namun sebaliknya juga tanpa kata jemaat, keseluruhan ayat menjadi tidak menjadi masuk akal. Sebab yang sedang dibicarakan oleh Rasul Paulus di sana adalah bagaimana orang dapat hidup sebagai keluarga Allah. Maka yang dibicarakan di sini adalah jemaat (yang terdiri dari kumpulan orang percaya), dan Allah yang hidup di sini adalah untuk menjelaskan tentang jemaat, sebab kepada Allah yang hidup-lah mereka percaya. Maka, benar-lah, karena Allah itu hidup selamanya, maka Roh Kudus-Nya tetap menyertai para Rasul dan Gereja-Nya setelah kenaikan Kristus ke surga, dan juga seterusnya sampai saat ini.
Kalau seseorang percaya bahwa Allah itu tetap sama sekarang dan selamanya dan kesetiaan-Nya dan janji-Nya tetap selamanya, maka ia tak akan menganggap bahwa setelah zaman para rasul, kemudian Allah berhenti menyertai jemaat-Nya, sehingga jemaatnya dibiarkan tersesat. Ini bertentangan sendiri dengan janji Kristus dalam Mat 16:18-19; 28:19-20. Ajaran tentang Trinitas sudah diajarkan dalam Kitab Suci dan diajarkan oleh para Rasul dan diteruskan oleh para penerus mereka. Silakan mencari dengan fasilitas pencarian dalam Kitab Suci elektronik, kata “Roh Kudus” dan Anda akan menemukan banyak sekali kata Roh Kudus dalam Kitab Suci. Maka tidak benar apa yang Anda katakan bahwa “Gereja tidak mengenal Roh Kudus“. Mungkin gereja yang baru didirikan oleh sejumlah orang saja di abad-abad terakhir ini yang mengatakan demikian, tetapi Gereja yang memegang ajaran para Rasul, jelas mengenal adanya Roh Kudus sejak awal, sebab Roh Kudus telah sering disebut di Injil maupun di surat-surat para Rasul. Bahwa Injil Yohanes menyebutkan istilah lain yang mengacu kepada Roh Kudus, itu juga benar, namun Rasul Yohanes sendiri menjelaskan bahwa Roh Penghibur itu adalah Roh Kudus (lih. Yoh 14:26). Rasul Yohanes juga menyebutkan tentang Roh Kudus dalam Yoh 1:33; dan Yoh 20:22.
Anda mengatakan: “Allah Bapa, Tuhan Yesus, dan Roh Kudus bukanlah satu Allah tiga pribadi yang kalian kenal, tetapi 3 Pribadi satu Kehendak, sebab apa yang dikatakan oleh Roh Kudus adalah yang didengarNya dari Tuhan Yesus, dan apa yang dikatakan Tuhan Yesus didengarNya dari BapaNya (Yoh 16:13-15) Anda bilang ini interpretasi?? Ini Tuhan sendiri yang berbicara dan memperkenalkan lewat Injil Yohanes, Anda bilang interpretasi? Percayakah Anda akan kebenaran Firman??”
Memang Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah Tiga Pribadi, dengan satu Kehendak. Namun ini dimungkinkan karena ketiga-Nya adalah satu. Sebab Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia dan Bapa adalah satu (lih. Yoh 10:30). Oleh kesatuan inilah maka, Yesus menyampaikan apa yang dari Bapa (lih. Yoh 12:49) dan Roh Kudus menyampaikan apa yang diterima-Nya dari Yesus (lih. Yoh 16:14-15), yang berasal dari Bapa.
Kej 1:26 memang merupakan salah satu ayat yang menunjukkan adanya Pribadi Allah sebagai keluarga, namun ayat ini tidak untuk diartikan bahwa ada tiga Allah. Sebab Kitab Suci menyatakan bahwa Allah Pencipta yang menciptakan kita ini, yang adalah Tiga Pribadi Allah ini, adalah Allah yang satu (lih. Mal 2:10). Allah sendiri berkali-kali menyatakan Diri-Nya sebagai Satu Allah (1 Yoh 5:20; Gal 3:20; 1 Kor 8:6; 12:6; Rom 6:10; 10:12; Ef 4:6). Oleh karena itu Gereja mengajarkan bahwa Allah memang adalah “Keluarga Allah” yang terdiri dari Tiga Pribadi, namun pada saat yang sama, ketiga-Nya adalah satu, sebagaimana yang dinyatakannya sendiri di dalam ayat-ayat tersebut di atas. Pengingkaran akan satu Allah ini, artinya juga adalah pengingkaran terhadap ayat-ayat dalam Kitab Suci yang jelas menyatakan bahwa Allah itu satu.
Namun demikian, pernyataan tentang adanya satu Allah tidak untuk dipertentangkan dengan banyak ayat dalam Injil, di mana Yesus memperkenalkan Allah Bapa dan Roh Kudus sebagai Pribadi yang berbeda dengan-Nya. Sebab memang benar bahwa ketiga Pribadi Allah itu memang tidak sama dari hubungan asal-nya; namun ketiga-Nya itu satu dan sama hakekatnya. Hubungan asal yang membedakan ketiga Pribadi itu adalah bahwa Putera berasal dari Allah Bapa, dan bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera. Namun hubungan asal ini tidak terjadi dalam kronologis waktu yang berbeda, namun terjadi sekaligus dalam kekekalan, sehingga ini menyatakan kesatuan yang tak terpisahkan, sebagaimana dinyatakan dalam Yoh 1:1-2.
Anda menggunakan kisah Ayub sebagai argumen bahwa manusia tidak boleh berteologi tentang Allah Trinitas. Namun dalam kitab Ayub, bukan hal Trinitas yang dibicarakan di sana. Ayub ditegur Tuhan bukan karena Ia salah memahami Trinitas, tetapi karena Ayub mempertanyakan keadilan Tuhan (lih. Ayb 27:2). Sebab Ayub merasa tidak bersalah, namun ia merasa diperlakukan Allah dengan tidak adil dengan sengsara yang harus ditanggungnya. Sekilas pemahasan tentang Kitab Ayub, silakan klik di sini.
Reza, adalah hak Anda jika Anda tidak setuju dengan apa yang kami sampaikan di situs ini. Namun adalah hak kami untuk menyampaikan ajaran Gereja Katolik, sebagaimana telah diyakini oleh Gereja sejak zaman para Rasul sampai sekarang. Jika Anda punya pengertian sendiri yang berbeda dengan ajaran Gereja Katolik, itu adalah hak Anda, tetapi Anda tidak dapat berkeras untuk memaksa kami menerima pandangan Anda. Anda mengatakan itu bukan interpretasi, tetapi nyatanya, Anda boleh tanyakan kepada umat Kristiani pada umumnya, yang mengimani ajaran tentang Trinitas, mereka tidak akan sepaham dengan Anda. Ini adalah realita, dan semoga Anda dapat melihat kenyataan ini. Interpretasi Anda mewakili pengertian sejumlah orang yang mengartikan Kitab Suci menurut pemahaman pribadi, tetapi itu bukan ajaran iman Kristiani. Sebab iman Kristiani mengajarkan bahwa Kristus adalah Tuhan, dan bahwa Tuhan itu adalah satu; dan dengan demikian, Kristus dan Bapa yang mengutus-Nya oleh kuasa Roh Kudus, ketiga-Nya adalah satu.
Demikianlah tanggapan saya yang terakhir untuk Anda. Mohon maaf, diskusi ini saya tutup, karena akan menjadi pengulangan dari apa yang sudah pernah disampaikan. Biarlah Roh Kudus yang sama membimbing kita agar semakin dapat bertumbuh dalam pengenalan akan Allah dan berbuah dalam kasih, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Buat: Johanes Reza
Neraka adalah ciptaan Tuhan sendiri, namun tujuanNya bukan untuk manusia, melainkan untuk Iblis dan setan-setannya.
Untuk lebih jelasnya, lihatlah video ini dan bagikan kepada teman-teman Anda:
Komentar:
Jika pernyataan ini adalah kesimpulan pokok anda, maka apa yg dikatakan Bu Ingrid dalam tanggapannya, menjadi benar sekali, yakni bahwa argumen anda yang selanjutnya menjadi kontradiktif mutlak. Sebab, jika neraka hanya utk setan saja, kenapa harus menasihati manusia supaya jangan sampai masuk neraka? Logika yang aneh.
Kesaksian Surga dan Neraka (teks Indonesia) :
part 1 : link to youtube.com
part 2 : link to youtube.com
part 3 : link to youtube.com
part 4 : link to youtube.com
part 5 : link to youtube.com
part 6 : link to youtube.com
part 7 : link to youtube.com
part 8 : link to youtube.com
part 9 : link to youtube.com
part 10: link to youtube.com
Komentar:
Berdasarkan logika pernyataan di atas, link-link ini dapat disebut sebagai kesimpulan yang salah total. Karena memang tidak nyambung.
Carilah KEBENARAN firman Tuhan, bacalah Kitab Suci dari Kejadian hingga Wahyu, tidak perlu diinterpretasikan, karena apa yang tertulis disana adalah apa adanya. Sudah saatnya gereja-gereja kembali kepada jalanNya yang benar, kedatanganNya yang kedua sudah sangat dekat.
Komentar:
Ini hanya sebuah klaim, yang sama sekali tidak memenuhi tuntutan akan validitas dari suatu argumen. Tidak jelas. Alias premis-premis argumentatifnya harus dicari oleh pembaca sendiri di awang-awang. Untuk pernyataan klaim-klaim seperti ini bisa kita berikan banyak sekali pertanyaan, yang pasti tidak bisa dijawab oleh si pembuat klaim. Misalnya: Siapa gereja-gereja yang dimintanya untuk kembali ke jalan-Nya yang benar itu? Apa kesalahan-kesalahan gereja-gereja itu? Kenapa disebut bahwa gereja-gereja itu sudah salah jalan? Kriteria apa yang dipakainya sehingga berani mengatakan demikian? Jika kriterianya adalah karena kedatangan kedua sudah dekat, dia tahu dari mana? Apakah Kitab Suci mengatakan secara eksplisit? Ataukah dia membuat tafsiran sendiri? Kalau dia membuat tafsiran sendiri, bukankah dia sedang melawan argumennya sendiri?
2 Ptr 1:20-21
Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.
Komentar:
Dengan mengambil perikop dari 2 Petrus itu, yang bersangkutan malah sedang membuktikan sendiri bahwa dia sedang menafsirkan sendiri, berdasarkan kesaksian-kesaksian pribadi itu dan dengan demikian melawan sendiri ayat-ayat di atas. Bu Ingris sudah menjelaskan, bagaimana posisi Gereja Katolik dalam hal ini.
Wahyu 22:18-19
Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari kitab ini: “Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkatan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini.
Dan jikalau seseorang mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus seperti yang tertulis di dalam kitan ini.”
Komentar:
Tidak jelas apa yang ingin disampaikan dengan menampilkan ayat ini. Apakah yang bersangkutan sedang menafsirkan bahwa kejadian-kejadian saat ini ada kaitannya dengan tafsiran-tafsiran Gereja Katolik? Kalau itu yang dia maksud, dari mana tolok ukurnya sehingga dia berani bernubuat dan menyimpulkan demikian? Jika dikatakan dari kitab suci, dapatkah ia menjelaskan di mana letak korelasinya? Dan beranikah ia mempertanggungjawabkan tafsirannya sendiri sebagai kebenaran? Dan kalau ia berada di denominasi tertentu, beranikah ia menyebut denominasinya apa dan menyebut tafsiran dari denominasinya adalah yang paling benar?
Kesimpulan:
Banyak orang membuat penafsiran pribadi, namun serentak melarang orang membuat tafsiran pribadi. Atau sebaliknya banyak orang melarang kita membuat penafsiran pribadi, namun di saat yang bersamaan malah membuat penafsiran pribadi atas ayat-ayat Kitab Suci. Jika itu yang terjadi dengan sendirinya argumennya menjadi kontradiktif.
Gereja yang didirikan Yesus di atas pondasi Petrus sudah dinubuatkan-Nya bahwa alam mautpun tidak dapat menguasainya. Artinya: setan dan iblispun takkan sanggup mengalahkannya, apalagi hanya tafsiran-tafsiran pribadi. Atau masih adakah yang lebih hebat dari iblis dengan alam mautnya? Yang berharap bahwa suatu ketika Gereja Katolik akan jatuh dan musna?
Shalom Setiawan
Tuhan tidak pernah menciptakan neraka, Tuhan itu menciptakan Firdaus ( hanya menciptakan dan merencanakan hal yg baik saja). Kita akan masuk surga bila kita hidup seturut kehendak-NYA. Neraka itu bkn tempat, itu adalah suatu keadaan di mana Tuhan tdk ada di sana. Misalnya seperti gelap krn tidak adanya terang.
Salam Kasih Kristus,
Yindri
[Dari Katolisitas: Sebagaimana telah disampaikan di atas, bukan Tuhan yang secara aktif menciptakan neraka, sebab keadaan keterpisahan dengan Tuhan diciptakan oleh mahluk ciptaan itu sendiri. Namun keadilan Tuhan mengizinkan hal ini terjadi. Mari mengacu kepada penjelasan Paus Yohanes Paulus II tentang hal ini, silakan klik. Sebaliknya, keadaan yang baik memang secara aktif diciptakan Allah. Allah memang menciptakan Taman Eden, Firdaus dan Surga, yang tidak sama antara ketiganya. Silakan membaca tentang hal ini, di artikel ini, silakan klik]
Salam Yindri,
Di atas saya mengcopy paste pendapat Johanes Reza dan memberi komentar pada masing-masing poinnya. Jadi pendapat saya adalah di tiap paragraf setelah kata “komentar” dan kesimpulan. Dan yg saya komentari adalah pendapat Johanes Reza, untuk menunjukkan kontradiksi dari pendapatnya itu.
Tks. Salam.
Setiawan Triatmojo.
Saya berpikir bhwa neraka adalah suatu keadaan, analog dg suasana ato keadaan psikologis seseorang. Karenanya saya yakin bahwa itu tdak diciptakan Allah. Keadaan terpisah dari Allah yg adalah kasih pastilah sangat tidak mengenakkan. Seorang anak yg menjauh ato lari memisahkan diri dari ortunya pastilah akan mengalami keadaan tdk mengenakkan. Dan keadaan tdk mengenakkan itu tdak diciptakan ortunya.
Shalom, mau tanya nih..
beberapa hari yang lalu saya melihat status teman saya yang mengatakan bahwa Tuhan BERTANGGUNG JAWAB untuk menyertai kita. Apakah pernyataannya tersebut benar? mengingat kita sebagai manusia hanyalah ciptaan. Dan menurut saya tidak mungkin Sang Pencipta bertanggung jawab atas ciptaanNya. Dia mengatakan, Tuhan bertanggung jawab sama seperti ayah bertanggung jawab terhadap anaknya. Tentu kalo yang dijadikan perbandingan ayah dan anak pasti ayah bertanggung jawab terhadap anak karena anak adalah pemberian Tuhan. Menurut ajaran Gereja Katolik gimana sih?
terima kasih..
God Bless you all..
Shalom Timotius Ibram,
Apakah benar bahwa Tuhan bertanggung jawab untuk menyertai kita? Tentu saja pernyataan ini benar, karena memang Tuhan tidak pernah lepas tanggung jawab untuk menyertai manusia, yaitu dengan: (1) menciptakan manusia menurut gambar Allah, sehingga manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui dan mengasihi Pencipta; (2) mengirimkan Putera-Nya yang tunggal untuk menyelamatkan umat manusia, sehingga rahmat demi rahmat mengalir secara luar biasa melalui misteri paskah (penderitaan, kematian dan kebangkitan Kristus); (3) Memberikan rahmat yang membantu, sehingga manusia dapat mengikuti dorongan ilahi; (4) memberikan rahmat pengudusan yang diterimakan pada saat manusia menerima sakramen baptis; (5) dengan memberikan Gereja dan sakramen-sakramen, sehingga manusia dapat bertumbuh dalam kekudusan. Jadi, dengan kata lain Tuhan telah memberikan segalanya sehingga manusia dapat sampai pada tujuan akhir, yaitu Surga.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Salam George.K.
Karena Yesus hanya manusia saja dan bukan setengah Allah dan setengah manusia atau 100% Allah dan 100% manusia .
[baca 1 Yoh. 4 : 3 dan 2 Yoh.1 : 7, ditandaskan disini bahwa Yesus adalah 100% manusia.]
Maka Matius 27 : 50 mengartikan,bahwa Yesus menyerahkan daya hidupNya [life force] kepada Allah.
Selama tiga hari daya hidup Yesus berada dengan Allah dan baru pada hari ketiga,daya hidupNya dikembalikan/dibangkitkan dalam wujud Roh. Dalam [ 1 Petrus 3 : 18 dikatakan bahwa Yesus dibunuh dalam keadaannya sebagai manusia tetapi dibangkitkan menurut Roh ] [Baca Budy kepada Machmud 17 Nov. 2011]
Matius 27 : 51 : Tabir bait Suci terbelah menjadi dua,dari atas ke bawah.
Mengenai ini Rasul Paulus menjelaskan tirai atau tabir kemah suci,yang memisahkan ruang Maha Kudus dari ruang Kudus menggambarkan tubuh Kristus.
Ketika Yesus mengorbankan kehidupanNya,tabir itu terbelah dua,menunjukkan bahwa tubuh Yesus tidak lagi menjadi penghalang bagiNya untuk menghadap hadirat Allah di sorga.
Matius 27 : 52-53 Tidak memaksudkan bahwa sewaktu terjadi gempa,kuburan-kuburan terbuka dan orang-orang kudus bangkit dan menunggu Yesus bangkit, lalu mereka keluar dari kubur.
Yang terjadi sebetulnya sama seperti yang dialami oleh orang-orang di Kolombia pada tahun 1962,sewaktu terjadi gempa yang dahsyat dan 200 mayat dalam kubur terlempar keluar. El Tiempo,Bogota 31 Juli 1962
Tidak ada kebangkitan di masa itu,selain Yesus yang dibangkitkan sebagai yang SULUNG dari orang-orang yang telah meninggal . [ 1 kor. 15 : 20] Dan baru tiga hari kemudian Yesus dibangkitkan.
Yoh.3 : 13 : Tidak ada SEORANGPUN yang telah naik ke sorga selain daripada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia.[sampai pada masa itu]
Di Kisah 2 : 34 dikatakan : Sebab BUKAN Daud yang NAIK ke sorga,…..
Jadi selain Daud juga yang lainnya BELUM ada yang naik ke sorga,bahkan Daud tidak akan pernah naik ke sorga. Kelak Daud akan dibangkitkan didalam Kerajaan Allah dan kalau ia dapat melalui apa yang ditulis di Wahyu 20 : 7 – 15,maka ia akan dapat hidup kekal di dunia baru dalam keadaan yang tertulis dalam Wahyu 21 : 3-4.
Hanya orang-orang yang telah dilahirkan kembali yang akan hidup di sorga,yaitu orang-orang yang dibaptis dengn air dan dicurahi Roh Kudus yang telah terjadi pada hari Pentakosta. [ Kisah 2 :1-4 ].Orang-orang yang dapat panggilan sorgawi Ibrani 3 : 1 dan sebanyak yang akan dipanggil. Kisah 2 :37-39.
Mereka adalah saudara-saudara Yesus Kristus yang akan memerintah dengan Dia dalam Kerajaan MesianikNya. [Wahyu. 5 : 9-10]
2 Tim. 2: 2-3 : Jika kita mati bersama Dia, kita pasti juga akan hidup bersama Dia;jika kita terus bertekun,kita juga akan MEMERINTAH bersama dengan Dia sebagai raja,…
Atau tidak tahukah kamu bahwa orang-orang kudus akan menghakimi dunia? Tidak tahukah kamu bahwa kita akan menghakimi malaikat-malaikat? [1 Kor.6 : 2-3]
Mereka adalah orang-orang yang dapat bagian dalam kebangkitan Pertama. [Wahtu 20 : 6] Baca Daniel 7 : 13-14 dan 7 : 27.]
Kalau apa yang di FIRMAN di Kej 1 :28 nanti digenapi dan PASTI akan digenapi dan ini dijamin oleh apa yang dicatat dalam Bil.23 : 19 dan Yesaya 55 : 11, maka TIDAK ada seorangpun yang akan hidup di sorga SELAIN mereka,yaitu orang-orang kudus [Sdr2 rohani Yesus] yang akan memerintah dengan Yesus dalam Kerajaan Mesianiknya.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya bagi Sdr George.
Salam saya.
Shalom Budy,
Terima kasih atas komentar Anda. Dari beberapa komentar anda, maka saya ingin bertanya kepada Anda:
1. Apakah Anda mempercayai bahwa Yesus adalah manusia saja dan bukan Tuhan?
2. Apakah Anda tidak mempercayai bahwa orang-orang yang kudus yang dibangkitkan oleh Tuhan di Mat 27:52-53, pada akhirnya naik ke Sorga bersama-sama dengan Yesus?
3. Apakah anda mempercayai bahwa pada saatnya, sebagian manusia dapat bersatu dengan Tuhan di Sorga? Apakah anda mempercayai eksistensi neraka dan ada sebagian manusia yang masuk ke neraka? Apakah anda tempat lain pada akhir zaman selain Sorga dan neraka?
Silakan menjawab tiga pertanyaan di atas, dan nanti saya akan menanggapi komentar Anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Untuk Fxe.
Apakah Allah menciptakan Neraka?
Apakah benar,bahwa orang yang berdosa harus menerima hukuma dalam bentuk siksaan kekal?
Merupakan kebenaran firman Allah,kata-kata yang dicatat dalam 2 Petrus 3 : 16: yang berbicara tentang perkara-perkara ini seperti yang ia lakukan juga dalam semua suratnya.Akan tetapi,di dalamnya ada beberapa perkara yang SUKAR dimengerti,yang DIPUTARBALIKKAN oleh orang yang tidak mendapat pengajaran dan yang tidak teguh,seperti yang mereka lakukan juga terhadap bagian-bagian lain dari Tulisan-Tulisan Kudus dengan AKIBAT KEBINASAAN atas mereka sendiri
Firman Allah tidak mudah dimengerti dan bisa ditafsirkan salah yang dapat membawa kebinasaan bagi yang memutarbalikkan pengertiannya.
Seseorang kristen membuat dosa serius setiap hari,selama sembilan puluh tahun secara sembunyi-sembunyi dan kemudian ia mati.
Apakah benar-benar adil, kalau kemudian ia di hukum siksa kekal?
Kekal berarti bukan sepuluh tahun,bukan seratus tahun atau bahkan
bukan sejuta tahun,tetapi triliunan,triliunan tahun.Tidak ada angka untuk dapat menjelaskannya.
Padahal dosanya yang ia lakukan hanya selama SEMBILAN puluh tahun. Tidak ada orang yang membuat dosa yang serius.setiap hari.
Orang dapat menyenangkan atau medukakan hati Allah.Berarti Allah dapat merasakan
Bagaimana perasaaNya mendengar jeritan kesakitan milyaran orang yang ada di neraka?
Yeremia 32 : 35 mencatat : Selanjutnya mereka membangun temapat-tempat tinggi Baal yang ada di lembah Hinom,untuk melewatkan putra-putri mereka melalui API bagi Molekh,sesuatu hal yang TIDAK kuperintahkan kepada mereka,yang TIDAK pernah muncul dalam hatiku untuk melakukan hal yang MEMUAKKAN ini,dengan maksud membuat Yehuda berdosa.
Bagaimana,perasaan Anda, ketika melihat dan mendengar jeritan-jeritan orang kesakitan karena dipukulin dan disiksa oleh masa?
Atau melihat orang dihajar oleh masa,kemudian disiram benzin dan dibakar?
Mungkin dalam hati,Anda mengatakan : Biadab!!!.
Apakah mungkin bisa ,Anda sebagai hasil ciptaan Allah memiliki perasaan yang lebih unggul daripada pencipta Anda? Sangat tidak mungkin bukan?
Kepada Adam dan Hawa, Allah hanya mengatakan : pada hari engkau memakannya,engkau akan mati.
Hanya itu saja yang dikatakan dan bukan ditambah: engkau akan mati dan akan disiksa kekal dalam neraka.
Dalam Kejadian 3 : 19 dikatakan: Dengan keringat di mukamu engkau akan makan roti hingga engkau kembali ke tanah,karena dari situ engkau diambil. KARENA ENGKAU DEBU DAN ENGKAU AKAN KEMBALI KE DEBU.
Hanya itu saja yang Sang Pencipta katakan kepada mereka.
Allah yang Maha Kasih dibuatnya menjadi Allah yang kejam!!!
Bukankah dalam Roma 6 : 7 dicatat : Karena ia yang mati telah dibebaskan dari dosa. [ia sudah mendapat uaphnya]
Upah dosa adalah maut,bukan?
The New Compact Bibe Dictionary mencatat untuk Hades dan Sheol dan mengartikannya sebagai “GRAVE” [kuburan]
Kata “Hell” sebagai “lake of fire”
Allah tidak menciptakan tempat siksaan. Memang Hades dan Sheol alkitab menterjemahkannya dengan kata “neraka”
Maka dalam menafsirkan alkitab harus benar hati-hati ,karena sudah diperingatkan dalam 2 Petrs 3 : 16.
Dan Roma 10 : 2-3 mencatat :Sebab aku memberi kesaksian tentang mereka,bahwa mereka mempunyai GAIRAH untuk Allah,tetapi tidak menurut pengetahuan yang seksama,sebab oleh karena tidak mengetahui kebenaran Allah tetapi berupaya menetapkan keadilbenaran mereka sendiri,mereka tida MENUNDUKKAN diri kepada keadilbenaranAllah.
Semoga penjelasan ini ada manfaatnya bagi Anda
Shalom.
Shalom Budi,
Terima kasih atas komentar anda. Jadi, menurut anda, apakah neraka memang ada? Bagaimana kita mengartikan Mat 3:12; Mat 13:42; Mat 25:41? Karena ada ayat-ayat yang memang sulit diartikan itulah, maka kita berpegang pada Magisterium Gereja Katolik. Kita melihat Katekismus Gereja Katolik mengatakan:
Namun, Allah sendiri menginginkan agar seluruh umat manusia diselamatkan (1Tim 2:4) Dengan demikian, kalau seseorang masuk neraka, maka kesalahan ada di manusia dan bukan di Tuhan. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom Stefanus Tay. 10. 1 1033.
Matius 25 : 14-15 tidak mengartikan bahwa kita,jangan sampai mengbaikan perhatian kita kepada kebutuhan-kebutuhan mendesak dari orang miskin dan orrang kecil yang adalah sdr-sdr- Nya.
Matius 25 : 41 , maengatakan :Kemudian Ia akan mengatakan kepada mereka yang di kiriNya “Enyahlah dari hadapanKu ,hai kamu yang telah dikutuk,masuklah ke dalam api abadi yang dipersiapkan bagi Iblis dan malaikat-malaikat.[hantu-hantu] . ayat 42 : Sebab Aku lapar,tetapi kamu tidak memberiKu suatu untuk dimakan,dan Aku haus tetapi kamu tidak memberiKu sesuatu untuk diminum.[baca terus] ayat 45 : Kemudian Ia akan menjawab merke dengan kata-kata. Dengan sunguh-sunguh aku mengatakan kepamu:
Sejauh kamu TIDAK melakukanya untuk salah seorang diantara orang-orang yang PALING K E C I L ini,kamu tidak melakukanya untuk Aku.
Bandingkan Matius 11: 11 : dengan sungguh-sungguh Aku mengatakan kepadamu sekalian: Diantara mereka yang dilahirkan wanita,tidak pernah tampil yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis,tetapi seseorang yang lebih KECIL dalam Kerajaan surga lebih BESAR daripada dia:
Kerjaan Allah diseut juga Kerajaan Sorga,karena pemeritahannya berkedudukkan di sorga.
Yang KECIL di dua peritiwa ini memaksudkan orang-orang Kudus [Sdr2 rohani Yesus] yang memerintah dalam Kerajaan Mesianik ..Yang dimaksudkan bukan orang-orang miskin dan orang-orang kecil secara harfiah.
Mudah-mudahan dapat membantu Sdr, Stefanus
Salam.
Shalom Budi,
Terima kasih atas tanggapan anda. Saya memberikan tanggapan atas komentar anda, yang seolah-olah tidak mempercayai eksistensi neraka. Agar supaya tidak mereka-reka, saya ingin bertanya kepada anda, apakah anda mempercayai eksistensi neraka dan apakah alasannya? Dalam hal ini kita tidak sedang mendiskusikan tentang siapa yang kecil dan siapa yang besar di perikop Mat 25:31-46, namun tentang pengadilan umum pada akhir zaman, di mana ada sebagian yang masuk Sorga dan ada sebagian yang masuk neraka.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Beberapa
kali saya periksa, tetapi rupanya pertanyaan yang saya sampaikan tidak
dapat ditayangkan.
Dengan jawaban yang saya peroleh,saya mengerti,Petanya mengatakan,bahwa
apa yang saya tanyakan tidak akan pernah di tayangkan,karena
pertanyaannya pasti membuat orang pusing tujuh keliling.
Inilah jawaban yang saya peroleh atas pertanyaan : Selama tiga hari
sebelum Yesus dibangkitkan,Dia ada dimana?
Alkitab di Penkhotbah 12 : 7 mengatakan bahwa : dan debu kembali
menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang
mengaruniakannya.
Roh yang bagaimana yang kembali kepada Allah? Apakah makhluk roh atau
roh [ daya hidup ] ?
Kalau makhluk roh maka, kalau manusia mati makhluk rohnya segera
meninggalkan jasadnya dan kembali kepada Allah.
Jadi,kalau MANUSIA Yesus mati maka makhluk rohNya segera meninggalkan
jasadNya dan kembali kepada Allah.
Ini tidak mungkin dapat dibenarkan,karena jika demikian maka, Yesus
sudah bangkit pada hari kematianNya.
Jadi belum tiga hari, Ia sudah bangkit dari kematianNya.
Bagaimana,kalau roh[ daya hidup] Yesus yang kembali kepadsa Allah?
Jadi kalau MANUSIA Yesus mati maka, roh [daya hidup] Yesus kembali
kepada Allah dan berada dengan Allah selama tiga hari untuk kemudian
dikembalikan kepada Yesus menurut Roh [1 Petrus 3 : 18 ].
Tetapi, dimana Yesus ,selama tiga hari sebelum Ia dibangkitkan?
Selama tiga hari sebelum Yesus dibangkitkan Yesus tidak diketemukan
dimanapun.Tidak ada Yesus di seluruh alam semesta selama tiga hari dan
baru setelah tiga hari Ia bangkit menurut Roh..
Petanya mengatakan,bahwa ini membuktikan,bahwa tidak ada yang namanya
Allah Tritunggal.
Apakah masuk akal,kalau selama tiga hari, Oknum Kedua dari Allah
Tritunggal tidak dapat diketemukan di seluruh alam semesta?
Petanya juga membuktikan bahwa apa yang ditulis dalam Lukas 23 : 43
dimana Yesus mengatakan kepada si penjahat yang disalib disebelah Dia :
Aku berkata kepadamu,sesungguhnya hari INI juga,engkau akan ada
bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.
Bagaimana Yesus daoat bersama-sama dengan si penjahat di dalam
Firdaus,kalau Dia BARU dibangkitkan pada hari ke tiga.
Kalau Yesus bisa ada dalam FIrdaus pada hari keamatianNya maka, alkitab
telah berdusta.
Apakah penjelasan ini dapat ditayangkan? Petanya mengatakan :Jangan
harap. Pasti takut.
[dari katolisitas: Akan lebih baik kalau anda bertanya secara baik-baik apakah pertanyaan anda telah dijawab atau belum. Seharusnya sistem secara otomatis akan memberikan notifikasi ke e-mail anda, ketika pertanyaan atau jawaban telah disetujui. Kami mohon maaf, kalau anda belum menerima notifikasi tersebut. Pertanyaan anda telah ditayangkan dan diberikan komentar di sini – silakan klik Silakan membaca dulu argumentasi yang diberikan di link tersebut. Setelah itu, kalau anda dapat memberikan argumentasi untuk berdialog dengan lanjut. Semoga dapat diterima.]
berikut kutipan lain :
sumber http://www.catholicculture.org
GENERAL AUDIENCE
Wednesday 28 July 1999
Dear Brothers and Sisters,
Our catechesis last week focused on heaven, and this week we consider the reality of hell, the final destiny of those who reject the love of God and refuse his forgiveness.
Hell is not a punishment imposed externally by God, but the condition resulting from attitudes and actions which people adopt in this life. It is the ultimate consequence of sin itself. Sacred Scripture uses many images to describe the pain, frustration and emptiness of life without God. More than a physical place, hell is the state of those who freely and definitively separate themselves from God, the source of all life and joy. So eternal damnation is not God’s work but is actually our own doing. Christian faith teaches us that there are creatures who have already given a definitive “no” to God; these are the spirits which rebelled against God and whom we call demons. They serve as a warning for human beings: eternal damnation remains a real possibility for us too. The reality of hell should not, however, be a cause of anxiety or despair for believers. Rather, it is a necessary and healthy reminder that human freedom has to be conformed to the example of Jesus, who always said “yes” to God, who conquered Satan, and who gave us his Spirit so that we too could call God “Father”.
Maaf, perkenankan saya bertanya sedikit lagi…
hal PERTAMA,
Menurut penjelasan Anda; di dunia “kalaupun” Allah menghukum dosa manusia,
hukuman ini dimaksudkan / selalu dalam konteks untuk “greater good”.
Saya sangat setuju hal ini.
hal KEDUA,
Tetapi, pada akhirnya (pengadilan terakhir) Allah akan menghukum dosa (dan ini berwujud neraka)
Saya setuju bahwa Allah tidak pernah secara aktif mendorong orang untuk berdosa.
Kebetulan saya menemukan satu link dalam diskusi Anda / Ingrid tentang “Iblis & Lucifer”,
berikut petikan General Audience Paus JPII 1999:
Dear Brothers and Sisters,
1. God is the infinitely good and merciful Father. But man, called to respond to him freely, can unfortunately choose to reject his love and forgiveness once and for all, thus separating himself for ever from joyful communion with him. It is precisely this tragic situation that Christian doctrine explains when it speaks of eternal damnation or hell. It is not a punishment imposed externally by God but a development of premises already set by people in this life. The very dimension of unhappiness which this obscure condition brings can in a certain way be sensed in the light of some of the terrible experiences we have suffered which, as is commonly said, make life “hell”.
In a theological sense however, hell is something else: it is the ultimate consequence of sin itself, which turns against the person who committed it. It is the state of those who definitively reject the Father’s mercy, even at the last moment of their life.
===
3. The images of hell that Sacred Scripture presents to us must be correctly interpreted. They show the complete frustration and emptiness of life without God. Rather than a place, hell indicates the state of those who freely and definitively separate themselves from God, the source of all life and joy. This is how the Catechism of the Catholic Church summarizes the truths of faith on this subject: “To die in mortal sin without repenting and accepting God’s merciful love means remaining separated from him for ever by our own free choice. This state of definitive self-exclusion from communion with God and the blessed is called ‘hell’” (n. 1033).
“Eternal damnation”, therefore, is not attributed to God’s initiative because in his merciful love he can only desire the salvation of the beings he created. In reality, it is the creature who closes himself to his love. Damnation consists precisely in definitive separation from God, freely chosen by the human person and confirmed with death that seals his choice for ever. God’s judgement ratifies this state.
===
di art.1 disebutkan “it is not a punishment …. but a development of premises” set by people themself.
mohon penjelasan , terima kasih.
Shalom Fxe,
Terima kasih atas pertanyaannya. Dalam tulisan Paus John Paul di General Audience 1999, kita melihat bahwa Tuhan menginginkan (antecedent will) agar semua orang masuk dalam Kerajaan Allah. Namun, karena keinginan bebas manusia, menjadi kenyataan pahit bahwa ada sebagaian yang menolak kasih Allah sampai seumur hidup mereka, sehingga mereka memilih bagiannya sendiri untuk masuk di dalam Neraka. Oleh karena itu, hukuman di neraka bukanlah dilakukan oleh Tuhan, dalam pengertian Tuhan telah mentakdirkan sebagian manusia masuk neraka. Tuhan tentu saja tahu siapa yang masuk neraka, namun bukan berarti bahwa Tuhan mentakdirkan seseorang untuk masuk neraka. Apalagi, secara aktif membuat manusia berdosa sehingga pada akhirnya masuk neraka. Oleh karena itu, Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa “It [hell] is not a punishment imposed externally by God but a development of premises already set by people in this life.” “Development of premises” mengacu kepada pilihan bebas dari sebagian manusia yang secara sadar menolak kasih dan pengampunan Allah, sehingga pada akhirnya mereka sendiri memilih bagiannya, di neraka. Oleh karena, pada waktu Tuhan memutuskan untuk memasukkan sebagian orang ke dalam neraka, janganlah dilihat sebagai suatu keputusan aktif dari Tuhan pada saat itu yang tanpa sebab. Sebabnya adalah karena kesalahan manusia itu sendiri yang selama hidupnya di dunia tidak mau menerima kasih Tuhan. Hal ini sama seperti seorang hakim di dunia ini, yang memasukkan orang ke dalam penjara, karena orang tersebut terbukti mencuri. Bukanlah kesalahan dari hakim tersebut kalau ada orang yang mencuri, sehingga pada akhirnya orang tersebut masuk penjara. Apalagi, kalau sebelum di bawa ke pengadilan, hakim tersebut telah memperingati pencuri tersebut untuk bertobat, dan peringatannya bukan hanya sekali, namun berkali-kali. Di dalam pengadilan di dunia ini, orang mungkin dapat menipu, sehingga mungkin saja terjadi ketidakadilan. Namun, di dalam pengadilan terakhir, apa yang ada di dalam kegelapan akan dibawa ke dalam terang, atau Tuhan tahu secara persis apa yang dilakukan oleh setiap orang, sehingga Dia pasti akan mengadili dengan seadil-adilnya.
Semoga keterangan tambahan ini dapat menjawab pertanyaan Fxe.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
“Oleh karena itu menjadi adil, kalau raja tersebut menjatuhkan hukuman kepada orang tersebut, sama seperti kalau Tuhan menjatuhkan hukuman kepada manusia.”
Maaf, sekali lagi saya ingin konfirmasi ;
Apakah Tuhan menghukum dosa manusia..?. Apakah Tuhan merealisasikan hukuman itu dengan menciptakan neraka? Dan hukuman+neraka ini sebagai bentuk “keadilan”, karena “dosa mensyaratkan keadilan”?
1. Bagaimana membayangkan Tuhan yg maha-baik, dapat mendesain tempat penyiksaan kekal bagi jiwa-jiwa, Tuhan membuat teknik2 penyiksaan yang jauh lebih canggih daripada Guantanamo? Apa bedanya dengan penguasa otoriter dunia yang mencipatakan gulag-gulag dan kamp konsentrasi bagi orang-orang yang tidak sepaham dengan dia?
2. Apakah Tuhan — maaf — pribadi yang narsis: mencintai orang yg mencintai Dia , dan membenci + menghukum dgn siksa-kekal orang-orang yg tidak mencintai Nya ?
Bagi saya, Tuhan tidak menghukum dosa. Tetapi dosa otomatis membawa konsekuensi.
Seperti dalam perikop “anak yang hilang” … sang anak di perantauan sangat menderita. Penderitaan sang anak bukan hukuman dari ayahnya. Ayahnya tidak menghukum dia. Tapi penderitaan anak itu adalah “konsekuensi” dari perbuatan (dosa) nya sendiri. Saat sang anak sadar dan kembali kepada ayahnya, sang ayah tidak menghukum terlebih dulu anak itu… dia langsung mengampuni dan memulihkan penderitaan anak itu.
Memang “keadilan” adalah : memberi kepada orang yang menjadi bagiannya / menurut kepantasannya.
Dosa memutus saluran rahmat Allah, orang yg berdosa keadaannya tidak mendapat rahmat Allah..
dan itu otomatis adalah penderitaan yg hebat.
Jadi, pada pengadilan terakhir , …
Yesus sebagai Sang Raja mengadili: dia membagikan harta-harta surgawi yang menjadi milik/hak Nya kepada orang-orang yg pantas, dan tidak membagi kepada yg telah menolak.. Dan orang yg telah menolak , otomatis menerima konsekuensi dari keputusannya: dia tidak mendapat bagian harta surgawi… artinya penderitaan yang hebat.
Tapi sekali lagi , bukan Tuhan yg bertindak aktif untuk membuat orang itu menderita.
Hal ini sesuai ajaran: keburukan adalah tidak adanya kebaikan atau tidak sebaik yg semestinya.
juga ada perumpamaan: cahaya (light) itu ada, tetapi kegelapan (darkness) itu tidak ada.
yang ada adalah : di satu tempat light itu intensitasnya begitu tinggi, di tempat lain light itu intensitasnya rendah, dan di tempat lain light itu tidak ada.. dan ini namanya kegelapan = light tidak hadir.
Kalau Tuhan secara aktif menghukum dosa, bagaimana ketika di dunia Yesus bisa langsung bersabda:
“dosamu diampuni” tanpa lebih dulu menjatuhkan hukuman, juga kepada wanita zina yang dibawa kehadapnNya : “Akupun tidak menghukum engkau, pergilah, jangan berbuat dosa lagi” ..?
mohon pengertian… moga-moga saya mendapat gambaran yg benar tentang Tuhan saya. amin
Shalom Fxe,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang neraka dan keadilan Tuhan. Mari kita membahasnya bersama-sama:
Apakah Tuhan menghukum dosa manusia? Dari wahyu Allah, kita mengetahui bahwa pada saat pengadilan terakhir, maka orang-orang yang tidak menjalankan hukum kasih akan dihukum dalam siksa abadi. Dikatakan “Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.” (Mt 25:41). Lebih lanjut Mt. 13:41-42 menegaskan “41 Anak Manusia akan menyuruh malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya. 42 Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.“
Kalau demikian, siapa yang menciptakan neraka? Di dalam keadilannya, Tuhan telah memberikan hukuman bagi yang benar-benar menolak Dia di neraka. Hal ini sama seperti yang terjadi dalam pengadilan, dimana orang yang tidak bersalah mendapatkan kebebasan dan orang yang bersalah masuk ke dalam penjara. Pada saat pengadilan terakhir, maka keadilan akan ditegakkan dengan seadil-adilnya. Dan sebenarnya ini merupakan pengharapan bagi umat Allah, karena semuanya akan mengalami keadilan dan belas kasih Allah. Kalau dosa adalah perlawanan terhadap Allah dan memilih ciptaan dibandingkan dengan Pencipta, maka dosa senantiasa mempunyai konsekwensi. Di dalam dunia, kita masih dapat memperbaiki, namun di dalam pengadilan terakhir, kita harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita di hadapan Hakim Agung.
1) Ada banyak orang – termasuk teolog-teolog – yang mencoba mereduksi neraka menjadi suatu kondisi sementara, bahkan ada yang mengatakan bahwa neraka akan sepi. Hal ini terjadi, karena melihat bahwa Allah adalah kasih, yang tidak mungkin menghukum manusia untuk selama-lamanya. Kalau kita dapat menerima bahwa Allah adalah kasih, maka kita juga harus menerima hakekat Allah yang lain, yaitu “adil“. Oleh karena itu, di dalam kapasitasnya sebagai Hakim Agung, maka Allah memberikan keadilan kepada seluruh umat manusia. Bagi yang mendapatkan tempat di neraka, bukan Tuhan yang membuat mereka (secara positif dan aktif) ketika berada di dunia untuk berbuat dosa, sehingga pada akhirnya mereka masuk ke neraka, namun atas kesalahan dan kehendak bebas mereka sendiri.
Apakah dengan demikian Tuhan menjadi seperti penguasa otoriter dunia yang menciptakan kamp konsentrasi bagi yang tidak sepaham dengan-Nya? Tuhan tidak mungkin menciptakan sesuatu yang bersifat evil. Neraka – dalam kapasitasnya sebagai tempat hukuman bagi manusia yang menolak Allah, mungkin terlihat evil. Namun, Tuhan bukanlah sebagai pribadi yang bertanggungjawab untuk membuat manusia berdosa berat sampai seumur hidup mereka, sehingga mereka mendapatkan hukuman abadi di neraka. Sama seperti penjara, sebagai tempat bagi para terhukum adalah tidak evil, sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, maka neraka juga bukan evil dalam konteks untuk menegakkan keadilan yang bersifat mutlak.
2) Tuhan, di dalam kapasitas-Nya sebagai Tuhan tidak memerlukan manusia untuk mencintai Tuhan, sehingga membuat Tuhan menjadi lebih berbahagia. Kebagiaan Tuhan adalah penuh dan mutlak, tidak bertambah dan tidak berkurang dengan adanya manusia yang mengikuti atau menolak Tuhan. Oleh karena itu, Tuhan bukanlah seorang narcist (inordinari fascination with oneself / excessive self-love; vanity). Seorang narcist lebih berkonotasi ada yang kurang dalam dirinya dan self-love. Justru kita melihat bahwa Tuhan kita adalah Tuhan yang mengasihi dengan pengertian memberikan diri-Nya (self-giving), yang dimanifestasikan dalam pengorbanan Kristus di kayu salib. Oleh karena itu, misteri inkarnasi adalah bukti otentik dari kasih Allah, yang melakukan segalanya agar manusia dapat memperoleh keselamatan dan kebagiaan abadi.
3) Kalau kita mengatakan bahwa Tuhan tidak menghukum pendosa, maka akan bertentangan dengan Alkitab, seperti yang disebutkan di dalam Mt 25:41; Mt. 13:41-42. Oleh karena itu, kita harus percaya akan keadilan Tuhan yang dapat mengadili manusia dengan seadil-adilnya, karena Dia adalah Hakim Agung. Pada saat kita masih mempunyai kesempatan untuk bertobat di dunia ini, maka hukuman dapat merupakan akibat dosa itu sendiri atau Tuhan juga dapat campur tangan untuk mendatangkan hukuman kepada manusia. Kedua-duanya terjadi dengan seijin Tuhan. Namun, campur tangan Tuhan dalam memberikan hukuman kepada manusia di dunia ini selalu dalam konteks untuk mendatangkan “the greater good” – yang paling utama adalah keselamatan manusia. Hukuman di dalam konteks hukuman itu sendiri adalah evil, namun di dalam konteks untuk mendatangkan keselamatan adalah bukan evil tapi sesuatu yang baik.
Dalam konteks anak yang hilang, maka anak yang hilang mengalami penderitaan dan kembali ke rumah Bapa. Penderitaan tersebut dapat merupakan konsekuensi dosa itu sendiri, maupun atas seijin Tuhan. Tuhan juga menunggu kita untuk dapat masuk dalam jalan keselamatan. Namun, semua ada waktunya. Pada waktu kehidupan selesai, maka waktu menunggu telah usai dan musim tuaian telah tiba. Dan hal ini dapat diumpamakan bahwa Sang Bapa tidak dalam kondisi menunggu lagi, karena semuanya telah tiba pada kesudahannya, atau pintu rumah telah ditutup. Hal ini seperti yang terjadi pada perumpamaan sepuluh gadis yang membawa pelita, dimana lima gadis yang bodoh mengetuk pintu “Tuan, tuan, bukakanlah kami pintu!” (Mt 25:11). Dan di ayat 12 dikatakan “Tetapi ia menjawab: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya aku tidak mengenal kamu” Tuhan sebagai Hakim Agung mempunyai kekuasaan untuk memberikan ganjaran yang baik atau menghukum, sama seperti seorang hakim di dunia ini. Kalau hakim di dunia ini memutuskan perkara-perkara duniawi yang bersifat sementara, Sang Hakim Agung memutuskan perkara-perkara yang bersifat Sorgawi dan bersifat kekal.
Jadi, dalam pengadilan terakhir, Sang Raja bukan hanya membagikan harta-harta Sorgawi, namun juga memberikan hukuman. Dalam pengadilan terakhir Sang Raja bertindak aktif, baik dalam memberikan ganjaran maupun dalam memberikan hukuman. Itulah sebabnya ada Sorga dan ada neraka. Fxe menuliskan “Dan orang yg telah menolak , otomatis menerima konsekuensi dari keputusannya: dia tidak mendapat bagian harta surgawi… artinya penderitaan yang hebat.” Masalahnya adalah orang yang tidak mendapatkan bagian harta Sorgawi pada saat pengadilan terakhir adalah neraka dan tidak ada alternatif lain. Oleh karena itu, walaupun kita dapat menekankan kasih Tuhan, namun pada akhirnya Tuhan akan berdiri sebagai Hakim Agung yang penuh kasih dan adil. Sang Hakim Agung yang berkuasa tetap mempunyai kuasa untuk mengirim orang ke Sorga maupun ke neraka. Kalau Dia tidak mempunyai kuasa untuk mengirim manusia ke neraka, maka Dia tidak mempunyai kuasa yang penuh dan juga bertentangan dengan Alkitab.
4) Jadi, pada pengadilan terakhir, Tuhan bertindak secara aktif untuk memberikan ganjaran Sorga atau hukuman neraka, seperti yang dikatakan di Alkitab bahwa Dia akan memisahkan domba dari kambing (lih Mt 25:32). Namun, yang paling penting adalah Tuhan tidak akan pernah secara aktif membuat manusia untuk jatuh dalam dosa, sehingga pada akhirnya ada manusia yang masuk ke dalam neraka. Tuhan menginginkan (dalam pengertian “antecedent will“) agar semua orang masuk dalam Kerajaan Sorga. Namun, karena manusia lebih memilih dosa daripada rahmat Allah, maka manusia memilih bagiannya sendiri untuk masuk dalam penderitaan abadi di neraka.
5) Memang neraka adalah tempat kegelapan, ketidakadaan Tuhan untuk selamanya. Namun, ketidakadaan Tuhan di neraka adalah sebagai akibat akan keinginan bebas manusia yang memilih neraka. Dan neraka bukan hanya sebagai kondisi/tempat ketidakadaan Tuhan, namun juga sebagai manifestasi akan keadilan Tuhan, yang berarti baik.
6) Keaktifan Tuhan sebagai Hakim Agung dalam menghukum dosa manusia pada saat pengadilan terakhir adalah berbeda dengan ketika manusia masih hidup di dunia ini. Karena manusia terdiri dari tubuh dan jiwa, maka jalan keselamatan yang diberikan juga berdasarkan kodrat manusia. Oleh karena itu, manusia senantiasa diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk bertobat selama manusia masih hidup di dunia ini, sehingga Yesus mengatakan “Akupun tidak menghukum engkau, pergilah, jangan berbuat dosa lagi” (Yoh 8:11) Bandingkan dengan malaikat yang harus membuat keputusan satu kali dan berlaku untuk selamanya.
Sebagai kesimpulan, Tuhan kita adalah maha kasih, namun juga maha adil. Kasih-Nya ditunjukkan dengan pengorbanan Yesus di kayu salib. Namun, keadilan Tuhan yang seadil-adilnya akan dimanifestasikan pada saat penghakiman terakhir. Neraka, dalam konteks neraka itu sendiri memang evil, namun dalam konteks menegakkan keadilan adalah sesuatu yang baik. Dan misteri Paskah Kristus adalah tanda bahwa Tuhan secara aktif membawa manusia ke dalam Sorga, dan tidak pernah secara aktif membawa manusia kepada neraka. Oleh karena itu, orang yang masuk neraka adalah karena kesalahannya sendiri, karena dengan keinginan bebasnya, sebagian manusia memilih dosa dibandingkan rahmat Allah.
Semoga uraian singkat ini dapat menjawab pertanyaan Fxe. Kuncinya adalah Tuhan adalah Maha Kasih dan Maha Adil. Dan di dalam kebijaksanaan-Nya, Tuhan memanifestasikan ke-dua atribut ini secara sempurna, karena Dia adalah Maha Bijaksana. Oleh karena itu, kita serahkan semuanya di dalam kebijaksanaan Tuhan.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Syalom Bu.Inggrid….. [dari admin: mungkin maksudnya stef]
Berikut ini saya tidak mengutip kembali secara terpisah tulisan Ibu Inggrid, tetapi saya menyertakan semuanya. Kemudian saya memberikan comment setelah kalimat yg saya ingin komentari (dibawahnya).
Thankas a lot….sharing iman dan pengajarannya. sangat menguatkan saudara-saudara semua terutama saudara yg seiman.
Tuhan memberkati…….
Jawaban:
Shalom Fxe,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang dosa dan kaitannya dengan pengorbanan Kristus. Pertanyaan ini sangat bagus, namun harus dijawab dengan menggunakan beberapa istilah yang bersifat teknikal, untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang tidak perlu.
1) Dikatakan di dalam Katekismus Gereja Katolik “Sama seperti oleh ketidak-taatan satu orang, semua orang telah menjadi berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar” (Rm 5:19). Oleh ketaatan-Nya sampai mati, Yesus menjadi Hamba Allah yang menderita, “yang sebagai ganti menyerahkan dirinya untuk kurban pemulihan“. “Ia menanggung kejahatan banyak orang” dan demikian “membenarkan banyak orang” dengan “menanggung dosa mereka” (Yes 53:10-12). Yesus telah menebus dosa-dosa kita dan memberi pemulihan kepada Allah Bapa untuk kita” (KGK, 615)
a) Untuk menjawab mengapa harus ada penderitaan Kristus untuk memulihkan hubungan antara manusia dan Tuhan yang terpisah oleh dosa, maka kita harus melihat kodrat dari dosa itu sendiri dan hakekat Allah. Umat manusia yang diwakili oleh Adam telah memilih untuk berbuat dosa atau terpisah dari Allah. Keterpisahan dari Allah adalah suatu kekosongan kasih Allah. Manusia tidak dapat mengisi kekosongan ini, karena derajat manusia yang jauh lebih rendah secara tak terhingga dibandingkan dengan Allah, yang diperburuk dengan dosa manusia, sehingga manusia benar-benar terpisah dengan Allah.
Allah adalah kudus. Dan karena kekudusan tidak dapat bercampur dengan dosa, maka manusia yang berdosa tidak dapat bersatu dengan Allah. Dengan kasih-Nya Allah tidak membiarkan manusia untuk tetap dalam kondisi berdosa dan memperoleh siksa abadi di neraka.
COMMENT :
Saya kira ini bukan karena Kasih Allah (sehingga Allah tidak membiarkan manusia untuk tetap dalam kondisi berdosa dan memperoleh siksa abadi di neraka) melainkan karena KEADILAN ALLAH sebab oleh karena satu orang yaitu Adam maka semua manusia telah jatuh ke dalam dosa maka oleh karena satu orang pula yaitu Yesus maka semua manusia dibenarkan dari dosa.
Namun hakekat yang lain dari Allah adalah adil. Mazmur 116:5 mengatakan “TUHAN adalah pengasih dan adil, Allah kita penyayang.” Oleh karena dosa adalah perlawanan terhadap Allah, maka untuk bersatu kembali dengan Allah, diperlukan suatu keadilan.
COMMENT:
Apa maksudnya diperlukan suatu keadadilan?? Sebab Allah tidak perlu memberikan hukuman kepada manusia dengan maksud supaya manusia mengerti akibat dari dosa itu sendiri….Sebab manusia mengerti atau tidak akibat dari dosa itu sendiri, tetaplah hukuman itu diberikan Allah sebagai keadilan Tuhan atas seluruh jagad. Ya….dengan berat hati (karena kasihku kepadamu) kata Allah….tetapi apa boleh buat, Keadilan-Ku harus ditegakkan
Di dalam natural order kita dapat mengerti dengan jelas, seperti: kalau orang mencuri, dia akan menerima hukuman. Kalau dia tidak menerima hukuman, maka dia tidak akan pernah merasakan akibat dari dosanya, dan pada saat yang bersamaan dia akan mengulanginya terus-menerus. Dalam tingkatan adi-kodrati (supernatural order): karena yang disakiti adalah Allah (yang derajatnya jauh lebih tinggi dari manusia secara tak terhingga), maka perbuatan dosa mensyaratkan keadilan.
COMMENT :
Koq bisa dosa mensyaratkan keadilan??? Keadilan terhadap apa???? Keadilah terhadap Allah karena Allah telah disakiti oleh manusia??? Saya kira Allah tidak membutuhkan keadilan atas apa yg telah dilakukan oleh manusia terhadap Allah. Tetapi Allah-lah yg menegakkan keadilan atas manusia.
b) Pertanyaannya: apakah mungkin Allah menyelamatkan manusia tanpa adanya pengorbanan Kristus? Mungkin saja, karena Allah dapat saja menyelamatkan manusia dengan cara lain. dikatakan “Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus (Eph 1:9).” Namun, pengorbanan Kristus menjadi suatu keharusan (yang tidak absolut bagi Allah) dan juga fitting (tepat) untuk memanifestasikan kasih (love), belas kasihan (mercy) dan keadilan (justice) Allah. Alasan lengkap inkarnasi dapat dibaca di artikel “Inkarnasi, Tuhan yang beserta kita” (silakan klik). Lihat juga St. Thomas Summa Theologica, Part III, q. 46. a 1 (silakan klik).
c) Pertanyaan yang lain adalah: apakah mungkin Yesus menyelamatkan manusia hanya dengan inkarnasi dan hanya dengan satu titik darah-Nya? Tentu saja mungkin,
COMMENT :
KOK BISA??? Apa artinya setitik darah??? Apa bedanya dengan berdarah-darah??? Kenapa Allah memilih Yesus di-berdarah-darahkan daripada dilukai dan hanya mengeluarkan setitik darah??? Jelaslah Allah memilih Yesus diberdarah-darahkan karena hal itu sebagai syarat penebusan akibat dosa itu sendiri. Ini jelas bahwa akibat dosa itu meminta penderitaan yang termat sangat seperti yang diderita oleh Yesus saat di Gersemani (penderitaan jiwa) kemudian dilanjutkan dengan penderitaan fisik saat menjalani penyiksaan oleh para algojo dan pincaknya digantung dikayu salib. Jadi apa artinya setitik darah untuk membayar dosa Adam dan semua orang??? Jawabannya: NOTHING!!!! (komentar saya ini tanpa bermaksud membatasi kemahakuasaan Allah sendiri).
karena untuk menjadi manusia, Yesus Tuhan “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” (Fil 2:6-7). Pengosongan diri, yang menjadikan Allah yang tadinya di luar dimensi waktu menjadi masuk dalam dimensi waktu dan tempat adalah sebagai bukti kasih yang tak terhingga untuk dapat menebus dosa manusia dan ini juga sebagai manifestasi kerendahan hati yang tak terhingga. Namun, Yesus tidak hanya masuk ke dalam dimensi waktu dan tempat untuk menebus dosa manusia, namun “…Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Fil 2:8). Jadi, hanya dengan inkarnasi tanpa kesengsaraan Yesus, Allah tetap bertindak adil dengan mengampuni dosa manusia.
COMMENT :
GAK BISA DONG!!!….Mana mungkin Yesus hanya menebus dosa tetapi menghindari memikul konsekuensi dosa yaitu kematian??? Gak bisa dong….karena dimana ada dosa maka disitu ada penderitaan dan kematian. Ibarat sekeping uang logam dimana sisi gambar itu adalah dosa sedangkan sisi angka adalah konsekuensi dari dosa itu sendiri. Jadi jika Allah mau menebus dosa manusia itu harus satu paket. Gak bisa setengah-2 (dalam hal ini saya tidak berusaha membatasi kemahakuasaan Allah tetapi saya berusah menjelaskan teologi penebusan dosa oleh Yesus Kristus). Jadi Kristus harus menebus dosa dengan cara menderita karena sifat dosa itu sendiri yg mensyaratkan adanya penderitaan dan Yesus harus mati juga karena dosa mengakibatkan kematian. Dengan sengsara dan kematian Yesus maka IMPAS. Maka kehidupan baru bisa dijalani manusia lagi. Dan karena hal ini maka memungkinkan untuk diterapkan aturan baru juga yaitu aturan KASIH KARUNIA. Sebab aturan lama (keselamatan oleh karena menuruti hukum taurat) telah dipenuhi secara tuntas oleh Yesus. Maka oleh karena Yesus Kristus, Allah membaharui aturan lama dengan aturan baru yaitu aturan Kasih Karunia dimana hanya dengan mengimani Yesus Kristus saja maka manusia bisa selamat. Sebab dengan mengimani Kristus maka seluruh aturan lama sudah terpenuhi secara otomatis karena sudah diwakilkan kepada Yesus yg memenuhinya. Kita yg mengimani Yesus tinggal melanjutkan saja aturan baru yg dibuat oleh Allah. Karena dengan menuruti aturan baru ini saja sudah mendapatkan anugerah kselamatan maka aturan baru ini memberikan rahmat berlimpah bagi semua orang. Dengan catatan, anugerah keselamatan akibat peraturan ini adalah tidak berlaku sekali untuk selamanya (melalui pembabtisan). Melainkan manusia dengan kehendak bebasnya manusia harus berupaya menanggapi anugerah ini secara aktif setiap saat melalui PERTOBTAN (dalam sakramen pengampunan dosa)
Namun karena Allah adalah kasih dan adil dalam derajat yang sempurna (absolut). Oleh karena itu, Dia mengkomunikasikan dan memanifestasikan kasih dan keadilan Allah secara sempurna, yaitu dengan mati di kayu salib. Oleh karena itu, pengorbanan Kristus yang taat sampai mati di kayu salib menghasilkan rahmat yang berlimpah dan tak habis-habisnya.
2) Apakah Yesus telah membayar lunas akibat dosa-dosa, sehingga manusia tidak perlu membayar lunas dosa-dosanya?
COMMENT:
Bukan supaya manusia tidak membayar dosa-dosanya lagi melainkan karena manusia tidak mampu membayar dosa asal akibat dosa Adam dan dosa-dosanya sendiri. Sebab manusia sudah tercemar dng dosa dan dosa itu sendiri menguasai manusia. Dosa mengendalikan manusia seutuhnya. Sehingga dibutuhkan kurban yg benar-benar tidak bercela dan mempunyai KUASA UNTUK MENJINAKKAN KUASA DOSA ITU. Dan benar…. sengat maut itu berhasil dinetralisir oleh Pawangnya yaitu Kristus. Maka Kristus keluar sebagai pemenang. Karena saat Dia berusaha menjinakkan sang cobra yg sangat berbisa itu, Ia mempertaruhkan nyawanya sendiri. Dan merelakan Diri-Nya di patuk oleh kobra yg sanyat berbisa itu. Sehingga Dia mati. Tetapi dengan Kuasa Allah, Ia dibangkitkan kembali. Jadi Yesus dibangkitkan kembali oleh Allah. Kenapa Yesus dibangkitkan oleh Allah??? Itu karena Yesus berhasil memikat hati Allah dengan pengorbanan-Nya yg tulus kepada manusia. Dan kebangkitan ini merupakan ANUGERAH ALLAH kepada Yesus atas kasih-Nya kepada manusia. Maka dengan demikian Yesus dianugerahi Kristus oleh Allah. Apa dasarnya sehingga Allah membangkitkan dan meninggikan Yesus sedemikian rupa dihadapan Allah, manusia dan diseluruh jagad??? Maka Allah menjawab “Bukankah Aku berhak memberi upah kepada setiap hambaku yg berkerja menurut kehendak-Ku sendiri??? Bukankah Aku pemilik kebun anggur itu??? Jadi suka-suka-Ku dong menentukan besarnya upah yg harus diterima oleh setiap pekerja kebun anggur”
Dengan mati di kayu maka, Kristus yang menjadi pengantara antara manusia dan Tuhan, telah menebus dosa kita, dan memberikan rahmat (grace), yang memungkinkan manusia dapat diselamatkan. Ini adalah meritorious cause keselamatan manusia, yaitu pengorbanan Kristus yang menghasilkan rahmat berlimpah. Dan kalau ditelusuri, maka hal ini disebabkan oleh efficient cause, yaitu belas kasih Allah, yang tidak membiarkan manusia untuk tetap terpisah dari Allah. Nah, kasih Allah dan pengorbanan Kristus telah terjadi. Bagaimana manusia mendapatkan rahmat yang mengalir dari pengorbanan Kristus? melalui instrumental cause – yaitu Sakramen Baptis, yang berarti untuk orang dewasa diperlukan iman. Dan dengan Sakramen Baptis ini, memungkinkan manusia untuk dibenarkan oleh Allah, karena manusia memperoleh rahmat pengudusan (sanctifying grace). Dan inilah yang disebut the formal cause. Dan pada akhirnya rencana keselamatan ini akan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan dan keselamatan manusia (disebut final cause).
Shalom Michael,
Terima kasih atas tanggapannya. Berikut ini adalah tanggapan saya atas komentar Michael:
1) Saya menuliskan "Dengan kasih-Nya Allah tidak membiarkan manusia untuk tetap dalam kondisi berdosa dan memperoleh siksa abadi di neraka." Mungkin lihat juga tanya-jawab saya dengan Fxe di sini (silakan klik). Kalau keadilan didefinisikan sebagai memberi apa yang menjadi bagian dari orang tersebut, dan manusia telah memilih dosa (yang mempunyai konsekuensi), maka adalah adil kalau manusia mendapatkan hukuman abadi. Namun, karena hakekat Tuhan bukan hanya adil, namun kasih, maka Tuhan tidak membiarkan manusia terus berada dalam belenggu dosa yang menuntunnya kepada siksa abadi di neraka. Kuncinya di sini adalah melihat hakekat Tuhan yang maha adil dan maha kasih.
2) Dosa mensyaratkan keadilan untuk menyelesaikannya, karena hakikat dari dosa itu sendiri. Terima kasih atas koreksinya. Maksud saya dalam kalimat di artikel atas bukan "perbuatan dosa mensyaratkan keadilan" namun "perbuatan dosa mensyaratkan keadilan untuk menyelesaikannya". Saya telah merubah kalimat tersebut di atas. Jadi maksud saya, kalau dosa adalah melawan Allah, dan keadilan adalah memberikan apa yang menjadi bagian dari orang tersebut, maka apakah yang menjadi bagian dari orang yang melawan Allah? Dalam natural order, apakah yang menjadi bagian dari seorang pencuri yang tertangkap? apakah yang menjadi bagian dari seseorang yang membunuh sesamanya? Untuk menyelesaikannya maka dosa mempunyai konsekuensi. Dan kita akan dapat menerima konsep ini, kalau kita dapat membayangkan pengadilan terakhir, dimana keadilan Allah ditegakkan secara sempurna. Allah bukan saja memerlukan keadilan, namun Allah adalah adil. Jadi, adil adalah hakikat dari Allah sendiri. Dan Allah tidak mungkin melawan hakekat-Nya sendiri, misalnya menjadi tidak adil.
3) Menyelamatkan manusia dengan setitik darah saja? Yesus dapat menyelamatkan manusia hanya dengan satu titik darah-Nya saja, karena dengan Yesus turun ke dunia menjadi manusia atau dari yang tak terbatas menjadi terbatas, sebenarnya ini telah menjadi suatu pengorbanan yang tak terhingga. Jadi, dengan memberikan satu tetes darah-Nya, maka Yesus dapat membebeskan seluruh umat manusia. Untuk mengerti pengorbanan setitik darah yang cukup untuk membebaskan seluruh umat manusia, kita harus mengerti hakekat Allah yang bersifat "simple", "pure spiritual", "tak terbatas" menjadi manusia yang tidak simple lagi, terdiri dari tubuh dan jiwa, dan terbatas dalam waktu dan tempat. Inkarnasi, Allah menjadi manusia, adalah jauh lebih buruk tak terhingga dibandingkan dengan manusia menjadi cacing. Jadi, dengan satu titik darah saja dari Yesus Kristus (sungguh Allah dan sungguh manusia), maka Yesus dapat menyelamatkan seluruh dosa manusia. St. Thomas Aquinas mengungkapkan hal ini dalam lagu Adoro Te Devote, dimana dia menuliskan:
Video dari lagu tersebut dapat dilihat di sini (silakan klik).
Oleh karena itu, penderitaan Yesus yang tak terhingga, terutama penderitaan secara spiritual di taman Getsemani adalah merupakan pilihan Yesus sendiri yang dilakukan atas dasar kasih. Inilah sebabnya, St. Paulus mengatakan "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Fil 2:6-8). Oleh karena itu, satu titik darah dari Yesus dapat menyelamatkan umat manusia. Namun dalam kasih-Nya dan karena hakikat-Nya sebagai Allah yang ingin mengkomunikasikan kasih dan keadilan secara sempurna, maka Yesus memberikan diri-Nya dalam penderitaan dan mati di kayu salib.
4) Mungkin Michael yang berpendapat bahwa Yesus harus menderita berdarah-darah dan mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia, dikarenakan Michael belum melihat bahwa Tuhan yang menjadi manusia adalah merupakan pengorbanan yang jauh lebih besar dari penderitaan apapun di dunia ini, termasuk penderitaan berdarah-darah di kayu salib. Apa yang dikatakan oleh Michael tentang makna penderitaan dan pengorbanan Kristus di kayu salib adalah benar. Namun, saya ingin menyoroti dari sisi yang lain, bahwa kalau kita menghilangkan sisi pilihan bebas dari Kristus untuk menderita bagi kita, maka kita melihat penderitaan Kristus hanya sebagai penal substitution, suatu hukuman bagi Kristus untuk menebus dosa manusia. Dengan melihat dari sisi yang saya paparkan, kita akan semakin menyadari akan kasih Allah, yang dimanifestasikan dalam inkarnasi dan lebih jauh lagi dalam misteri Paskah.
5) Michael mengatakan "Tetapi dengan Kuasa Allah, Ia dibangkitkan kembali. Jadi Yesus dibangkitkan kembali oleh Allah. Kenapa Yesus dibangkitkan oleh Allah??? Itu karena Yesus berhasil memikat hati Allah dengan pengorbanan-Nya yg tulus kepada manusia. Dan kebangkitan ini merupakan ANUGERAH ALLAH kepada Yesus atas kasih-Nya kepada manusia." Pernyataan ini mungkin perlu diluruskan dan dimengerti dengan benar:
a) Komentar tentang "Yesus dibangkitkan", harus dimengerti dalam konteks yang benar. Silakan membaca artikel "Yesus, sungguh Allah, sungguh manusia" (silakan klik). Kalau tidak dimengerti dengan benar, maka kita dapat menghilangkan dimensi Ilahi dari Yesus. Kita mengingat akan doa Aku Percaya dimana dikatakan "… pada hari ke-tiga Ia bangkit dari antara orang mati.." dan Injil Lukas mengatakan "…Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga" (Lk 24:46). Jadi kebangkitan Kristus adalah karena kuasa-Nya sendiri, bukan dalam pengertian seolah-olah Yesus hanya manusia yang tidak mempunyai kuasa untuk bangkit.
b) Pernyataan Yesus dibangkitkan oleh Allah karena Yesus berhasil memikat hati Allah… adalah tidak tepat. Pernyataan ini memberikan konotasi, bahwa kalau Yesus tidak memberikan pengorbanan kepada umat manusia, maka Yesus tidak dibangkitkan oleh Allah. Secara singkat, Yesus yang sungguh Allah mempunyai kekuatan untuk bangkit. Jadi kebangkitan-Nya bukanlah anugerah Allah, namun lebih kepada kodrat dari Allah yang ada dalam diri Yesus. Sebaliknya, manusia seperti kita dibangkitkan pada hari terakhir adalah suatu anugerah Allah. Dan perumpamaan tentang upah kepada hamba dari pemilik kebun anggur tidak dapat diterapkan kepada Yesus (yang mempunyai kodrat Allah dan kodrat manusia), namun dapat diterapkan pada kita, manusia.
Semoga uraian di atas dapat memperjelas. Ada baiknya kalau kita dapat merenungkan pengorbanan Kristus secara terus menerus. Dan hal ini dilakukan secara sempurna setiap kali kita mengikuti perayaan Ekaristi Kudus.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Terima kasih untuk ulasan di katolisitas yg sangat bagus.
Saya coba summary pengertian saya atas ulasan di atas dan link-link yg diberikan.
Mohon pak Stef dan rekan-rekan lain berkenan memberi kritik dan saran.
Saya melihat sedikitnya TIGA hal kenapa Yesus mengambil Jalan Salib:
PERTAMA, seperti disampaikan sdr.Antonius: “untuk menyenangkan hati Allah”.
St.Agustinus: Karena Adam “mencintai diri sendiri sedemikian sehingga mengabaikan Allah”.
Adam menggunakan “kodrat manusia”-nya tidak untuk saluran rahmat dan kasih Allah sehingga
kodrat manusia terluka dan jatuh.
Kejatuhan kodrat manusia ini terjadi dalam supernatural order.
Saya sulit membayangkan bagaimana wujudnya. Tetapi dalam natural order,
mungkin dapat dianalogikan dengan orang yg kehilangan status sosial atau harga diri.
Misalnya Uskup Lugo yang tampaknya konsisten menjaga moral dan rakyat kecil,
meminta restu Vatican untuk meninggalkan jabatan Uskup (walaupun belum disetujui),
kemudian menjadi Presiden. Dapat dibayangkan dia punya status dan harga diri yang tinggi
di mata rakyatnya. Belakangan ada beberapa wanita yang mengaku punya hubungan gelap dan anak
dari dia, maka status sosial dan harga diri itu jatuh. Tentunya kejatuhan kodrat manusia krn
dosa pertama jauh lebih hebat dari ini.
Sedangkan Yesus – Adam baru – “mencintai Allah sedemikian sehingga mengabaikan diri sendiri”,
Dia setia sampai mati disalib. Antidote dari Adam.
Didalam Adam baru “kodrat manusia” digunakan sepenuhnya untuk saluran kasih dan rahmat Allah.
Dengan cara ini Yesus menggunakan kodrat manusia untuk menyenangkan Allah, sekaligus menyembuhkan kodrat itu dari lukanya, dan mengangkatnya lebih tinggi “partakers of the divine nature” (2 Peter 1:4).
Dalam konteks ini saya mengerti pernyataan:
“Yesus menebus manusia dari dosa” dan “Yesus membayar lunas akibat dosa-dosa” dan
“sungguh menguntungkan dosa Adam / o happy vault”.
KEDUA, untuk mengalahkan kejahatan/dosa manusia dengan kebaikan Allah.
Adalah Kenyataan bahwa kejahatan dan penderitaan selalu ada dalam sejarah manusia di bumi.
Hidup, wafat, dan kebangkitan Yesus menunjukkan bahwa Allah dapat mendatangkan kebaikan dari segala
sesuatu yg jahat, dan Allah telah mengalahkan kejahatan yang paling jahat sekalipun…
“from the greatest of all moral evils (the murder of his Son) he has brought forth the greatest of all goods (the glorification of Christ and our redemption)” KGK-312
Yesus mengalahkan ultimate-evil manusia bukan dengan balas mengutuk manusia, tetapi dengan kebangkitan, sehingga semua yg percaya kepadaNya turut mengalahkan kejahatan, tetap hidup walaupun sudah mati.
Tanpa salib dan kebangkitan Yesus, bagaimana kita mengerti Allah yg adalah Kasih tinggal di Surga sambil membiarkan manusia berjuang mengatasi kejahatan dan penderitaan di bumi?
Ketiga, hidup-wafat-kebangkitan Yesus dalah “Jalan” yang “Benar” untuk menuju “Hidup” bagi manusia.
“But why did God not create a world so perfect that no evil could exist in it? With infinite power God could always create something better. But with infinite wisdom and goodness God freely willed to create a world “in a state of journeying” towards its ultimate perfection” KGK310. Karena itu Allah “harus” (logically) menyediakan jalannya.
Hidup di dalam Dia, sengsara & wafat dalam Dia, dan bangkit bersama Dia.
Tetapi saya belum dapat mengerti kalau dikatakan bahwa Yesus sengsara & wafat karena hukuman dosa.
Manusia berdosa, karena Allah itu adil, maka manusia mesti dihukum. Lalu Yesus atas nama manusia
menerima hukuman itu. Dengan logika ini tampaknya Allah yang tidak adil.
Lebih lanjut, apakah “keadilan” menurut Anda?
Orang berdosa harus menerima akibat perbuatannya, saya mengerti itu “adil”.
Tetapi orang berdosa, harus menerima hukuman, disini apakah “hukuman” wujud “keadilan”?
Bagaimana dgn perikop “anak yang hilang”? Sang anak foya-foya, menghabiskan harta ayahnya.
Akhirnya dia menderita “akibat” perbuatannya. Tetapi ketika dia pulang ke ayahnya, dia tidak di-“hukum”?
KGK-2266 di sini punishment lebih sebagai sarana koreksi/perbaikan/pencegahan daripada “keadilan”.
Mohon maaf bila terlalu panjang. Semoga Tuhan memberkati kita dan katolisitas.org
Shalom Fxe,
Terima kasih atas summarynya yang bagus. Mari kita melihat pertanyaan Fxe tentang keadilan Allah. Gereja Katolik tidak menyetujui penal substitution (silakan klik), yang seolah-olah Yesus dihukum oleh Allah untuk membayar dosa-dosa manusia. Pengertian penal substitution lebih menekankan konsep keselamatan dari sisi legalistik. Namun karya keselamatan adalah lebih menekankan kasih Allah. Kalau kita melihat lebih jauh, dosa yang diperbuat manusia dengan melawan Tuhan adalah dosa yang begitu besar, sehingga manusia pertama kehilangan rahmat kekudusan dan berkat-berkat yang lain. Besarnya dosa ini disebabkan oleh karena manusia melanggar perintah Tuhan, yang secara derajat berbeda tak terhingga. Dapat diibaratkan kalau kita berbuat salah kepada teman mungkin hukumannnya tidak seberat kalau kita berbuat salah kepada seorang raja. Apalagi kalau kesalahan kita adalah ingin menggantikan raja tersebut. Oleh karena itu menjadi adil, kalau raja tersebut menjatuhkan hukuman kepada orang tersebut, sama seperti kalau Tuhan menjatuhkan hukuman kepada manusia.
Keadilan dapat didefinisikan sebagai memberi apa yang menjadi bagian bagi orang yang bersangkutan atau "render to each one his due." Oleh karena itu, dalam konteks keadilan Tuhan, maka kita dapat mengatakan bahwa adalah adil kalau manusia yang berdosa kehilangan rahmat kekudusan dan masuk ke dalam penderitaan abadi di neraka. Namun, kita tahu bahwa hakekat Tuhan bukan hanya adil, namun juga kasih. Di dalam kasih-Nya, Tuhan mengirimkan Putera-Nya yang terkasih untuk menebus dosa manusia (Yoh 3:16), karena manusia sendiri tidak dapat melepaskan dirinya dari belenggu dosa dan menggapai Sorga. Diperlukan seseorang yang menjadi manusia yang datang dari Sorga untuk dapat mengangkat manusia ke Sorga. Dan ini hanya dapat dilakukan oleh Yesus, yang sungguh Allah dan sungguh manusia.
Dalam konteks keselamatan yang disebabkan oleh misteri Paskah Kristus, maka manusia tidak berhak menerimanya. Oleh karena itu, kita mengatakan bahwa keselamatan adalah suatu anugerah, yang melewati batas keadilan. Dan ini hanya dapat dilakukan dengan kasih. Oleh karena itu, Yesus yang mengalami penderitaan atas dasar kasih, menyenangkan hati Allah Bapa, sehingga lewat penderitaan-Nya, rahmat berlimpah mengalir dari kayu salib kepada manusia. Dan rahmat yang mengalir inilah yang menjadi dasar dari sakramen-sakrament.
Di dalam konteks anak yang hilang, kita melihat suatu hal yang sebenarnya pararel. Anak yang hilang telah mengalami penderitaannya. Dan dalam keadilan sang ayah, anak yang hilang sebenarnya tidak berhak lagi untuk mendapatkan hak sebagai seorang anak. Namun di dalam kasihnya, maka sang bapa mengampuni anak tersebut. Memang tidak diceritakan bahwa anak hilang tersebut dihukum oleh bapanya. Namun, kita harus menyadari bahwa sebuah perumpamaan sebagus apapun selalu kurang tepat dalam mengggambarkan keadaan yang sebenarnya, terutama yang berhubungan dengan kenyataan adi-kodrati (super-natural). Kita tahu dalam perumpamaan tersebut yang ditekankan adalah pertobatan dan kasih Allah. Silakan melihat penjelasan tentang perumpamaan ini disini (silakan klik).
Dan dua tema ini juga yang terlihat dalam konsep penyelamatan. Masalahnya adalah pertobatan manusia tidak cukup tanpa Yesus yang menebus dosa manusia dan menunjukkan dan memberikan jalan untuk berjalan ke rumah Bapa. Dan jalan ini adalah Yesus sendiri, yang mengatakan "Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." (Yoh 14:6).
Memang hukuman adalah sebagai sarana koreksi atau perbaikan atau pencegahan, namun hukuman juga menjadi sarana keadilan. Kalau kita teliti, pengadilan terakhir adalah merupakan harapan bagi semua umat beriman akan ditegakkannya keadilan secara sempurna, yang tidak mungkin dialami di dunia ini. Jadi, hukuman yang diberikan oleh Tuhan pada saat pengadilan terakhir adalah merupakan manifestasi dari keadilan Tuhan bukan hanya sekedar koreksi (yang berarti masih ada kesempatan memperbaiki). Oleh karena itu, kita harus percaya akan keadilan Tuhan dan pada saat yang bersamaan kita juga percaya akan kasih Tuhan, karena dua hal tersebut adalah hakekat Allah.
Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
dear katolisitas…
ada hal yg jadi teringat dalam hal ini…
saya pernah dengar, klo pengorbanan Yesus di kayu salib itu utk menyenangkan hati Bapa yg “susah” krn dosa2 manusia.. apakah ini berarti Bapa senang melihat penderitaan Yesus ?? klo iya, apakah ini sangat bertentangan dgn sifat Allah yang penuh kasih ??
Shalom Antonius,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang penebusan Yesus di kayu salib yang menyenangkan hati Bapa. Saya pernah menjawab pertanyaan ini, dimana intinya adalah:
Kristus sendiri yang dengan rela, atas dasar kasih memberikan nyawanya untuk keselamatan manusia. St. Thomas menjelaskan hal ini di dalam Summa Theology, III, q.48, a.2. bahwa penderitaan Kristus memberikan "superabundant atonement" atau penebusan kesalahan yang berlimpah dengan tiga alasan:
1) Karena penderitaan Kristus yang didasari oleh kasih yang mendalam.
2) Karena yang menebus kesalahan adalah Kristus, sungguh Allah dan sungguh manusia, sehingga dengan pengorbanannya maka hubungan Allah dan manusia dapat tersambung kembali.
3) Karena derajat penderitaan Kristus yang begitu besar yang pernah dialami dalam sejarah manusia. Penderitaan ini bukan hanya pada waktu penyaliban, namun juga pada waktu Yesus berdoa di taman Getsemani.
Dari sini kita melihat bahwa memang bukan penderitaan Kristus (dalam artian penderitaan fisik) yang menyenangkan Tuhan, namun penderitaan Kristus yang didasarkan kasih. Dan hal inilah yang menyenangkan hati Tuhan, karena tatanan kasih (order of love) dan tatanan keadilan (order of justice) dapat ditegakkan, sehingga hubungan Tuhan dan manusia dapat terjembatani.
Untuk jawaban lengkap silakan melihat di sini (silakan klik). Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
St. Thomas Aquinas: “Dengan keadilan-Nya sebab dengan Sengsara Kristus maka Kristus menebus (membayar lunas) dosa-dosa umat manusia dan manusia dibebaskan oleh keadilan Tuhan…”
Anda sendiri: “[sengsara Kristus] bukti keadilan yang sempurna, yang menunjukkan kejamnya akibat dosa, yang harus dipikul oleh Kristus, untuk membebaskan kita manusia dari belenggu dosa. ”
Yesus tidak berdosa tetapi membayar dosa-dosa manusia…
Yesus tidak berdosa tetapi memikul kejamnya akibat dosa….
agar Allah dapat berbuat adil dalam mengampuni dosa manusia?
Apakah artinya kalau tanpa penderitaan Yesus dan Allah mengampuni dosa manusia,
berarti Allah bertindak tidak adil, karena akibat dosa belum dibayar lunas?
Apakah artinya Yesus — atas nama manusia — membayar lunas akibat dosa-dosa
agar manusia tidak perlu membayar lunas dosa-dosanya lagi?
Apakah bedanya konsep ini dgn “penal substitution” ?
Mohon penjelasan… terima kasih.
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]
Shalom !
Apakah pengorbanan Kristus di kayu salib dan kuasa darahNya benar2 membebaskan umat percaya dari segala dosa2 masa lalu, masa kini dan masa mendatang ?
terima kasih
GBU
Shalom Anton,
Untuk menjawab pertanyaan ini, silakan melihat tanya-jawab di atas (silakan klik). Secara prinsip, tanpa pengorbanan Kristus, tidak mungkin manusia memperoleh keselamatan. Pengorbanan Kristus adalah meritorious cause, yang menyebabkan manusia mendapatkan rahmat yang menyelamatkan. Dan rahmat ini diberikan dalam Sakramen Baptis. Sakramen Baptis menghapus dosa asal dan seluruh dosa – baik dosa ringan maupun dosa berat – sampai pada saat dibaptis. Namun, manusia – dengan kehendak bebasnya – dapat jatuh kembali dalam dosa. Namun dengan rahmat pengudusan (sanctifying grace) memungkinkan manusia untuk hidup kudus dan berkenan di hadapan Allah dan pada akhirnya dibenarkan oleh Allah.
Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
shalom !
Terima kasih untuk penjelasannya pak Stef.
Berarti karya penebusan Kristus di kayu salib berkuasa untuk menghapus seluruh dosa masa lalu,, dosa yang sekarang dan dosa kita yang akan datang. Gitu kan ya pak ?
Untuk keselamatan itu terjadi karena Kasih Karunia Tuhan melalui Iman atau melalui Sakramen Baptis pak ?
Terima kasih
Tuhan memberkati !
Shalom Anton,
Terima kasih atas tanggapannya. Karya penebusan Kristus memang mempunyai kuasa untuk menghapus seluruh dosa masa lalu, dosa yang sekarang, dan dosa yang akan datang, sejauh dimengerti seperti yang saya jabarkan di atas, yaitu dengan mengerti: the efficient cause, the instrumental cause, the formal cause dan the final cause. Terlalu menyederhanakan akan membawa bahaya, karena bisa saja orang berfikir bahwa karena Yesus telah menebus seluruh dosa umat manusia, maka tidak diperlukan lagi pertobatan.
Dan untuk keselamatan adalah merupakan kasih dan rahmat Tuhan, yang harus kita tanggapi dengan iman dan melalui Sakramen Baptis. Bahkan dikatakan bahwa Gereja tidak tahu cara lain untuk memperoleh keselamatan selain melalui Baptisan.
KGK, 1257 mengatakan “Tuhan sendiri mengatakan bahwa Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan (Bdk. Yoh 3:5.). Karena itu, Ia memberi perintah kepada para murid-Nya, untuk mewartakan Injil dan membaptis semua bangsa (Bdk. Mat 28:19-20; DS 1618; LG 14; AG 5.). Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan orang-orang, kepada siapa Injil telah diwartakan dan yang mempunyai kemungkinan untuk memohon Sakramen ini (Bdk. Mrk 16:16.). Gereja tidak mengenal sarana lain dari Pembaptisan, untuk menjamin langkah masuk ke dalam kebahagiaan abadi. Karena itu, dengan rela hati ia mematuhi perintah yang diterimanya dari Tuhan, supaya membantu semua orang yang dapat dibaptis, untuk memperoleh “kelahiran kembali dari air dan Roh”. Tuhan telah mengikatkan keselamatan pada Sakramen Pembaptisan, tetapi Ia sendiri tidak terikat pada Sakramen-sakramen-Nya.”
Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Shalom !
Terimakasih untuk penjelasannya pak !
Baptisan itu sendiri merupakan syarat mutlak untuk keselamatan atau kasih karunia Allah melalui iman yang mutlak menyelamatkan kita ?
Kalau mutlak berarti kan harus/wajib, tidak bisa ditawar-tawar. Tidak harus melihat kondisi atau keadaan.
Nah kalau memang baptisan mutlak sebagai sarana/syarat keselamatan, bagaimana orang yang percaya Yesus tapi meninggal sebelum dibaptis ? Berarti ga selamat gitu pak ? Karena ada beberapa kasus di kitab suci orang belum sempat dibaptis tapi dia percaya Yesus, Yesus langsung memberikan jaminan di Firdaus. (Kisah orang yg disalib disebelah Yesus). Kalau memang baptisan mutlak sbg syarat keselamatan, mengapa Yesus tidak menyuruh penjahat tersebut dibaptis dulu ?
Berarti Baptisan tidak mutlak sebagai syarat keselamatan. Tapi kasih karunia Allah melalui iman di dalam Yesus Kristus itu yang mutlak sebagai syarat keselamatan. Ini bukan berarti kita tidak perlu dibaptis lho pak ! Tapi Kasih Karunia Allah melalui iman di dalam Yesus Kristus itu saja yang menyelamatkan kita. Karena pada saat kita percaya kepada Yesus Kristus disitu sudah terjadi keselamatan.
Mohon penjelasan nya pak !
Terima kasih, God bless !
Shalom Anton,
Terima kasih atas pertanyaannya tentang baptisan. Baptisan memang syarat mutlak keselamatan, bahkan Katekismus Gereja Katolik mengatakan bahwa Gereja tidak tahu cara lain untuk memperoleh keselamatan selain melalui baptisan. Namun, Gereja Katolik mengenal Sakramen Baptis (Baptisan air), Baptisan Rindu, dan Baptisan Darah. Untuk itu, silakan membaca beberapa link berikut ini: silakan klik, klik ini, dan juga klik ini, serta klik ini. Baptisan tidak dapat dipisahkan dari kasih Kristus, karena baptisan bersumber pada misteri Paskah Kristus, yaitu: kesengsaraan, kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus. Rasul Paulus mengatakan "3 Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? 4 Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru." (Rm 6:3-4).
Setelah membaca link-link tersebut, silakan bertanya lebih lanjut kalau masih ada yang kurang jelas. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – http://www.katolisitas.org
Baptisan itu sendiri merupakan syarat mutlak untuk keselamatan atau kasih karunia Allah melalui iman yang mutlak menyelamatkan kita ?
Kalau mutlak berarti kan harus/wajib, tidak bisa ditawar-tawar. Tidak harus melihat kondisi atau keadaan.
(SINGKATNYA : KLO ANTON PERCAYA TAPI gak mau diBaptis, api arti dari Kepercayaan mu????)
Yang mutlak itu Percaya dan Baptis sebagai Jalan Keselamatan. Klo kasih Karunia sudah menjadi Anugerah Allah untuk semua Manusia (Tanpa Kecuali). Sekarang tinggal manusianya mau menerima dengan PErcaya dan DI Baptis. atau cuman ngomong doang Percaya tanpa mau berbuat Kasih yang diperoleh dari Kasih Allah.
Comments are closed.