Pertanyaan:

Shalom Pak Tay,

Saya ingin bertanya lewat rubrik ini tentang sejarah Alkitab kita:
(1) Apakah benar bahwa Injil deuterokanonika seperti Yudas Makabe ditulis pada sekitar tahun 500 sehingga Kristen Reformasi tidak mengakuinya sebagai bagian dari Injil karena Kristen Reformasi hanya mengakui kitab-kitab yang ditulis sekitar 100 tahun sesudah penyaliban Yesus? Ataukah karena Injil Deuterokanonika ditulis dalam Bahasa Yunani sementara Kristen Reformasi hanya mengakui Injil yang ditulis dalam Bahasa Ibrani?
(2) Mohon penjelasan lebih lanjut tentang penetapan Kitab Kanonik sebagai bentuk Injil yang sekarang? Kapan Kitab Kanonik itu ditetapkan sebagai Injil dan apakah benar penetapannya dilakukan lewat Konsili Carthago? Siapa saja yang menetapkannya? Jika yang menetapkannya para uskup gereja Katolik, bukankah denominasi mana pun harus mengakui bahwa ajaran tertulis maupun lisan (yang disampaikan oleh Uskup lewat gereja) sama-sama mengandung kebenaran?
Sebelumnya terima kasih atas jawabannya.
(3) Saya adalah mantan penerjemah yang pernah belajar teori penerjemahan. Saya tahu bahwa dalam penerjemahan sering dihasilkan terjemahan yang pesannya tidak selalu tepat sama seperti pesan dalam tulisan aslinya apalagi jika bahasa sasarannya memiliki akar yang berbeda dengan bahasa aslinya. Karena itu, dalam dunia penerjemahan dikenal ungkapan “tradutore traditore (penerjemah itu pembohong)”. Bagaimana para penerjemah Kitab Suci dapat menghindari terjemahan yang kurang tepat sehingga (maaf) dapat menyesatkan penafsiran pembacanya?

Tuhan memberkati. – Andryhart

Jawaban:

Shalom Andry,
Terima kasih untuk pertanyaan yang sangat bagus. Saya mencoba untuk menjawabnya:

  1. Menurut sejarah, Kitab Yudas Makabe mulai ditulis setelah kematian Simon Makabe (saudara kandung Yudas Makabe) pada tahun 134 BC, atau setelah kematian pengganti Simon Makabe, yaitu Yohanes Hyrkanus pada tahun 104 BC. Hal ini didasari bahwa kitab Makabe menceriterakan hal-hal yang baik tentang bangsa Romawi (lihat 1 Mak 8:1-32 yang membicarakan persahabatan Yudas Makabe dengan orang-orang Roma), sehingga diperkirakan kitab Makabe selesai ditulis sebelum tahun 63 BC, yaitu sebelum Pompey the Great, seorang pemimpin militer Romawi menimbulkan kemarahan bangsa Yahudi karena ia  menaklukkan Yerusalem dengan mengobrak-abrik Bait Allah dan memasuki ruangan Maha Kudus yang sesungguhnya hanya dapat dimasuki oleh imam agung. Dengan demikian, kitab Makabe diperkirakan selesai di pertengahan abad ke-2 sebelum Masehi, mengingat bahwa Kitab ini sudah termasuk dalam Septuaginta (terjemahan kitab-kitab PL dalam bahasa Yunani) yang disusun antara abad 3 sampai 2 sebelum Masehi. Para ahli sejarah memandang tidak masuk akal jika kitab ini ditulis sesudahnya, karena jika demikian, bangsa Roma pasti akan digambarkan sebagai musuh bangsa Yahudi dan bukannya sahabat, seperti yang tertulis dalam 1 Mak 8:1-16.
    Kitab Makabe ditulis dalam bahasa asli Ibrani, dan teks Ibrani kitab ini masih dikenal oleh Origen (abad 2) dan St. Jerome (abad 4), namun hanya terjemahan Yunani-nya saja yang “survive”. Hal ini tidak mengherankan, karena di abad-abad pertama terjadi banyak pergolakan yang menekan bangsa Yahudi, sehingga mereka terpencar ke negara tetangga dan seluruh dunia. Oleh karena itu, kitab suci mereka juga kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa asing tempat di mana orang-orang Yahudi bermukim.
    Jika kita melihat data dari sejarawan ternama berkebangsaan Yahudi, Josephus (AD 37–100) yang dikenal juga sebagai Yosef Ben Matityahu, kita mengetahui bahwa kitab Makabe merupakan bagian yang cukup penting dalam sejarah perkembangan kaum Yahudi di abad pertama. Ensiklopedia Wikipedia menuliskan Kitab Makabe selesai ditulis sekitar tahun 100 sebelum Masehi. Dari sini kita mengetahui kebenaran sejarah yang objektif, sebab yang menuliskan hal itu bukanlah pihak Gereja Katolik sendiri, sehingga kita tahu tidak mungkin merupakan hasil rekayasa. Jadi tidak benar jika Kitab Makabe baru selesai ditulis tahun 500 sesudah kelahiran Yesus, seperti yang merupakan anggapan kaum Reformasi.
  2. Konsili Carthage (397, 419 AD) pada jaman kepemimpinan Paus Siricius (397) dan Paus Boniface (418) menghasilkan 138 kanon dan salah satunya yaitu kanon 24 menetapkan Kitab Kanonik yang merupakan Kitab Suci yang kita kenal di dalam Gereja Katolik, yaitu Kitab Perjanjian Lama termasuk Kitab Deuterokanonika dan Perjanjian Baru. Pada saat jemaat awal terdapat banyak kitab yang tersebar yang tidak sesuai dengan ajaran Yesus Kristus, seperti contohnya Injil Thomas, dst, sehingga Gereja mengambil keputusan untuk menetapkan kitab-kitab yang sungguh diilhami oleh Roh Kudus dan dapat dipakai sebagai acuan. Tentu untuk menentukan hal ini para pemimpin Gereja tersebut berdoa dan berada dalam bimbingan Roh Kudus. Hasilnya memang dapat kita lihat, sebagai Kitab Suci kanonik yang berisikan ajaran yang ’solid’ dan tidak bertentangan satu sama lain. Kitab Kanonik ini tidak sama dengan Injil. Injil yang ditetapkan hanya ada empat, yaitu Matius (yang ditulis sebelum 50 AD), Lukas dan Markus (keduanya sebelum 68 AD, Lukas sebelum 62 AD), dan Yohanes (90 AD).
    Konsili Carthage umum dikenal sebagai ‘The Code of Canons of the African Church‘, yang merupakan penggabungan dari kanon yang pernah dibuat dalam 16 konsili di Carthage, Milevis dan Hippo. Koleksi Code ini merupakan yang terbesar kedua setelah Code Gereja Universal. Pada waktu itu, adalah umum bahwa Gereja Universal menerima dan menerapkan hasil penetapan dari konsili particular Church karena mereka toh masih termasuk satu kesatuan dengan universal Church, yang kita kenal sebagai Gereja Katolik. Jadi pada konsili Gereja Katolik di Chalcedon (451), hasil konsili Carthage ini dimasukkan ke dalam kanon, baik dalam Gereja Timur maupun Barat yang berpusat di Roma. Sejak saat itu semua gereja memakai Kitab Suci seperti yang telah ditetapkan Konsili ini. Untuk selengkapnya silakan baca di http://www.newadvent.org/fathers/3816.htm
  3. Mengenai terjemahan Kitab Suci, Kitab Hukun Kanonik Gereja Katolik 1983 menetapkan:
    Kan. 825 – § 1. Buku-buku Kitab Suci hanya boleh diterbitkan dengan aprobasi Takhta Apostolik atau Konferensi para Uskup; demikian pula untuk dapat diterbitkan terjemahan-terjemahannya dalam bahasa setempat dituntut agar mendapat aprobasi dari otoritas yang sama dan sekaligus dilengkapi dengan keterangan-keterangan yang perlu dan mencukupi.
    Dengan demikian, terjemahan tersebut diperiksa dahulu oleh pihak Magisterium Gereja Katolik, sehingga sedapat mungkin dihindari terjemahan yang ‘menyesatkan’ apalagi yang bertentangan dengan bahasa aslinya. Di sinilah peran Magisterium Gereja Katolik dalam mengusahakan penyampaian Wahyu Allah dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang mereka terima dari para Rasul.

Semoga uraian di atas menjawab pertanyaan Andry. Semoga Tuhan memberkati.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – https://katolisitas.org

11 COMMENTS

  1. Shalom,

    Umumnya mengetahui bahawa kami di Sabah, Malaysia menggunakan Alkitab terjemahan Indonesia.

    Sebenarnya saya tidak sedar/tidak ambil peduli apapun perbezaan yang terdapat dalam Al-kitab sehinggalah pada 9 April 2014. Saya berpandukan panduan membaca Alkitab yang dikelolakan oleh Daughters Of St Paul. Pembacaan tersebut dipetik daripada ;
    Dan 3: 14-20,91-92,95
    Dan 3: 52-56
    Saya tercari-cari dan ingin tahu apakah perkataan itu kerana saya hanya memiliki hanya satu Alkitab terjemahan yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia. Saya tertanya-tanya adakah terdapat kesalahan cetak dalam Al-kitab yang saya miliki. Sayapun pergi ke laman web iman katolik. Dalam web tersebut Daniel Bab 3: 1-60 sahaja. Akhirnya saya pergi laman web Chatolic Online, pembacaan sama dengan panduan pembacaan terbitan Daughters Of St. Paul.

    Saya pergi ke Kedai Buku Daughters of St. Paul dan saya telah memutuskan untuk memiliki satu lagi Al-kitab dalam bahasa Inggeris. Saya sempat juga berbual dengan Sister di situ. Dia mengatakan bahawa perkataan Deuterokanonika adalah strategi pemasaran bahawa Al-kitab tersebut boleh dibaca oleh orang yang beragama Katolik. Pembantu jurujual sempat berseloroh mengatakan, walaupun Al-kitab berbeza tapi yang penting iman dan dia bertanya kepada saya Al-kitab dari mula sampai akhir menceritakan tentang apa? Saya jawab tentang kasih ..dan saya teringat tentang perkara hal dari tiga perkara iaitu Kenali Imanmu, Sayangi Tuhan dan Gerejamu. Oleh itu kerana mengenali imanku saya harus belajar.

    Semoga suatu hari nanti kita akan mendapat satu alkitab terjemahan alkitab dalam bahasa Melayu Indonesia atau Malaysia edisi Katolik yang baik.

    Tuhan memberkati.
    Rita

    [dari katolisitas: Lembaga Biblikal Indonesia telah bekerjasama dengan LAI untuk mendapatkan terjemahan Kitab Suci dalam Bahasa Indonesia yang ada deuterokanonikanya. Bagi kita umat Katolik, Deuterokanonika adalah bagian dari kanon Kitab Suci.]

    • Shalom,

      Saya amat mengerti bahawa Deuterokanonika adalah bahagian daripada Kitab Suci. Pertanyaan saya sebenarnya adalah, “Apakah ada Al-kitab terjemahan bagi umat Katolik dalam Bahasa Indonesia setakat ini? Apa yang saya harapkan adalah Al-kitab terjemahan Bahasa Indonesia persis sama dengan Al-kitab dalam bahasa Inggris, Douay Rheims Inggris Katolik. (Moga difahami maksud saya).

      [dari katolisitas: Anda dapat membandingkan dengan Kitab Suci Komunitas Kristiani terbitan Obor]

  2. Dear Tim Katolisitas,
    saya mohon petunjuknya mengenai pernyataan seorang teman saya, tentang proses kanonisasi kitab-kitab Deuterokanonika. Sepengetahuan saya, Deuterokanonika sudah resmi masuk dalam kanon Alkitab sejak abad ke empat ( meskipun urutannya tidak seperti sekarang yang sudah disendirikan ), namun teman saya berpendapat lain, bahwa Deuterokanonika baru resmi masuk kanon abad ke 16. Berikut ini kutipan pendapatnya ( maaf agak panjang, dia mendapatkan info ini setelah mengecek ke beberapa romo ahli sejarah ):

    “Kanonisasi alkitab baru terjadi abad ke 16 di konverensi trent
    abad ke 4 itu mulai dilakukan kanonisasi kumpulan kitab oleh gereja.
    Proses peng-kanonkan alkitab mulai abad ke 4 sampai ke 16
    protokanon ==> deuterokanonika (masih bisa diterima dengan sangat sulit) + kanonik (lgs diterima)
    bahkan samapai saat ini masih terjadi restorasi kitab-kitab deutrokanonika, misal sirakh 1 :5,7 coba kamu cari… tambahan kitab daniel….coba kamu lihat pasal nya lompat lompat. Gereja masih mencoba restorasinya..bagaimana mencoba memasukkan beberapa ayat atau pasal yang belum masuk.
    karena pada saat kitab itu origin tidak ada pasal dan ayat.
    kemudian diterjemahkan ke latin oleh santo hieronimus, sesudah di latinkan…baru diberi pengkodean ….pasal dan ayat-ayat
    abis itu pada proses kanonisasi…tidak semua masuk…pada deuterokanonika masih banyak hal yang dipertanyakan…misal penyebutan kebijaksanaan Tuhan dengan bahasa latin setara….”Her” di english, padahal Gereja selalu menyebut Tuhan itu dengan Maskulin (padahal Tuhan bukan manusia yang berjenis kelamin karena pengaruh budaya)…

    Pertama-tama….Alkitab tersusun kapan? apakah sudah ada dari dulu pada jaman Yesus atau tidak? Alkitab mulai dikanonkan pada abad ke 4 oleh gereja Katholik sampai abad ke 16 di konsili Trent baru selesai di kanon-kan. artinya kanonisasi baru terjadi pada abad ke 16.

    biar mengerti apa kanon itu, kanon berasal dari istilah “buluh yang diluruskan”. pada masa itu orang yunani memakai tangkai dari tumbuhan yang dikeringkan sebagai alat ukur, diluruskan sebagai penggaris (bolehlah disebut demikian). kanon sendiri lama-lama memiliki arti penggaris, lama lama bergeser berarti ukuran, lama-lama memiliki arti daftar terukur, atau daftar resmi. kanonisasi bisa dibilang daftar yang resmi diakui.

    Pada mulanya…alkitab tidak seperti kumpulan kitab yang kita kenal….ada manuskrip kuno seperti kitab kejadian, ada manuskrip dan potongan syair-syair, potongan catatan serta dari berbagai bahasa…mulai bahasa-bahasa kuno, aram, hebrew,yunani, dan latin. Pada abad ke 4, gereja Katholik mulai mengumpulkan semua manuskrip ini.

    Prosesnya panjang dan memakan waktu yang sangat lama….
    mulai dari Protokanonika…yaitu kitab-kitab atau manuskrip yang dianggap asli atau turunan yang benar dari kitab aslinya….menjadi calon kitab yang nantinya dikanonkan sebagai kitab yang benar dan diakui Gereja. semua kumpulan kitab -kitab dan manuskrip tersebut adalah Calon kitab yang akan diakui…kemudian hari bisa diakui…atau tidak diakui selama proses kanonisasi.

    setelah lewat proses protokanonika ini, selanjutnya dipelajari lagi kebenarannya dalam waktu dan proses yang panjang sampai menghasilkan 3 macam, yaitu: deuterokanonika, kanonika, apokripa.

    apokripa jelas…ditolak secara resmi…misal kitab kanak-kanak jesus, kitab bartolomeus, kitab petrus (bukan petrus rasul) dll karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran gereja yang murni. sekali lagi terutama buat teman-teman non Katholik, ditolak secara resmi oleh GEREJA karena tidak sesuai dengan AJARAN murni Gereja dibawah tahta St. Petrus.

    kanonika jelas juga, diterima secara resmi oleh gereja dengan mudah karena kebenaran isi kitab dan kealian manuskrip jelas teruji.
    deuterokanonika ini yang susah….diterima oleh gereja dengan susah dan proses berbelit-belit….tidak semua pasal dan ayat mudah diterima karena mungkin dianggap kurang cocok dengan tradisi dan ajaran gereja.
    untunglah pada abad ke – 16 di konsili Trent proses kanonisasi alkitab selesai.

    termasuk deuterokanonika resmi diakui gereja Katholik.
    mau bukti kalau proses deuterokanonika itu sulit…baca aja kitab tambahan Daniel, disitu banyak pasal dan ayat yang lompat. di kitab Sirakh juga.
    Bagi yang merasa Katholik atau punya kitab Deuterokanonika coba cari Sirakh 1 : 5 dan 7 ada?
    kalian cari sampai mupeng juga tidak akan ketemu. sebab…selama proses kanonisasi dianggap tidak perlu dimasukkan.

    Tambahan…pada awalnya semua kitab tidak ada sistem penomeran pasal dan ayat…. ditambahkan untuk mempermudah mempelajari bagi pengguna dan sekaligus mempermudah proses kanonisasi.
    jika pada akhir kanonisasi lompat atau hilang suatu pasal dan ayat…berarti bisa ditebak dengan mudah… tidak dimasukkan atau tidak diresmikan.

    bagi yang Katholik bisa pm saya kenapa sirakh 1 ayat 5 dan 7 tidak dimasukkan. saya memiliki penjelasannya serta ayat terjemahan ver englishnya dari manuskrip asli.
    terbukti bahwa kitab deuterokanonika memiliki proses yang sulit untuk diakui. walau puji Tuhan pada akhirnya resmi diakui oleh Gereja Katolik pada abad ke 16 di konsili Trent.”

    Setelah saya minta link atau sumbernya, dia kurang berkenan untuk mengungkapkan. Saya mencoba untuk menggali juga dari situs ini, barangkali ada artikel yang sudah diterbitkan untuk menjelaskannya, mohon petunjuk…

    Terima kasih banyak kepada Tim Katolisitas dan para Romo yang ikut berkarya di dalamnya…Tuhan Yesus memberkati selalu…

    • Shalom Yenny,

      Tidak benar bahwa kanon Kitab Suci baru terjadi di abad-16 di Konsili Trente di abad ke 16. Silakan membaca tentang sejarah kanon Kitab Suci di artikel ini, silakan klik.

      Di sana disebutkan bahwa Gereja Katolik telah menentukan Kanon Kitab Suci sejak abad ke-4. Bahwa di Konsili Trente baru dikatakan bahwa ajaran tentang kanon Kitab Suci tersebut bersifat tidak mungkin salah (infallible) sehingga barangsiapa mengajarkan kanon yang berbeda ia dinyatakan berada di luar kawanan Gereja (istilahnya ‘anathema‘) itu benar. Mengapa baru dinyatakan demikian pada Konsili Trente 1546? Karena baru pada saat itu sejumlah jemaat yang memang sudah mulai memisahkan diri dari Gereja Katolik, menentukan sendiri kanon Kitab Sucinya dengan membuang beberapa kitab dari kanon Kitab Suci yang telah ditentukan oleh Gereja Katolik sejak abad ke-4. Maka untuk meluruskan tentang hal ini, Gereja Katolik kembali menegaskan kanon Kitab Suci yang sudah pernah ditentukan sejak abad ke-4. Sebab yang ditegaskan oleh Konsili Trente adalah kanon Kitab Suci, sebagaimana sudah tertulis dalam Kitab Latin Kuno Vulgata (Old Latin Vulgate) yang disusun oleh St. Hieronimus atas perintah Paus Damasus I di abad ke-4 tersebut. Jadi tidak benar bahwa Gereja Katolik baru menentukan kitab-kitab dalam Kitab Suci di abad ke-16. Kanon yang ditetapkan di Konsili Trente itu sama dengan kanon yang ditetapkan di abad- ke-4. Maka tidak benar bahwa kanon dimulai di abad ke-4 dan baru selesai di abad ke-16, sebab kitab-kitab yang dikanonkan itu sudah sama persis, terdiri dari 46 kitab Perjanjian Lama (termasuk Deuterokanonika) dan 27 kitab Perjanjian Baru, sehingga totalnya 73 kitab.

      Bahwa St. Hieronimus pada awalnya memang berpandangan bahwa kitab-kitab Deuterokanonika (Yudit, Tobit, Makabe, Sirakh, Kebijaksanaan) tidak termasuk kitab-kitab kanonik, namun pada akhirnya, ia tunduk kepada keputusan Magisterium Gereja, dan memasukkan kitab-kitab tersebut ke dalam Kitab Vulgata yang disusunnya. Dalam tulisannya, Against Rufinus 11:33 (401) AD, St. Hieronimus mempertahankan keputusannya memasukkan tambahan kitab Daniel yang termasuk dalam kitab-kitab Deuterokanonika (yaitu kisah Susana, lagu pujian ketiga pemuda, dan Bel dan Naga) ke dalam Kitab Suci Vulgata.

      Silakan melihat di bawah ini, apa yang dikatakan di dalam Konsili Trente, sesi ke-4 tersebut, yang mengacu kepada kanon seperti yang sudah ada sejak abad ke-4 sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci Vulgata:

      They are as set down here below: of the Old Testament: the five books of Moses, to wit, Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers, Deuteronomy; Josue, Judges, Ruth, four books of Kings, two of Paralipomenon, the first book of Esdras, and the second which is entitled Nehemias; Tobias, Judith, Esther, Job, the Davidical Psalter, consisting of a hundred and fifty psalms; the Proverbs, Ecclesiastes, the Canticle of Canticles, Wisdom, Ecclesiasticus, Isaias, Jeremias, with Baruch; Ezechiel, Daniel; the twelve minor prophets, to wit, Osee, Joel, Amos, Abdias, Jonas, Micheas, Nahum, Habacuc, Sophonias, Aggaeus, Zacharias, Malachias; two books of the Machabees, the first and the second. Of the New Testament: the four Gospels, according [Page 19] to Matthew, Mark, Luke, and John; the Acts of the Apostles written by Luke the Evangelist; fourteen epistles of Paul the apostle, (one) to the Romans, two to the Corinthians, (one) to the Galatians, to the Ephesians, to the Philippians, to the Colossians, two to the Thessalonians, two to Timothy, (one) to Titus, to Philemon, to the Hebrews; two of Peter the apostle, three of John the apostle, one of the apostle James, one of Jude the apostle, and the Apocalypse of John the apostle. But if any one receive not, as sacred and canonical, the said books entire with all their parts, as they have been used to be read in the Catholic Church, and as they are contained in the old Latin vulgate edition; and knowingly and deliberately contemn the traditions aforesaid; let him be anathema. Let all, therefore, understand, in what order, and in what manner, the said Synod, after having laid the foundation of the Confession of faith, will proceed, and what testimonies and authorities it will mainly use in confirming dogmas, and in restoring morals in the Church.”

      Nah, maka tidak benar jika seolah-olah teks Kitab Suci masih belum baku sampai abad ke-16. Bahwa ada beberapa salinan yang berbeda tidak mengubah keseluruhan ajaran iman. Memang perbedaan salinan itu mengakibatkan ada beberapa ayat yang sampai sekarang-pun di dalam Kitab Suci kita tertulis dalam tanda kurung, namun itu tidak mengubah apapun terhadap ajaran iman yang disampaikan dalam Kitab Suci.

      Tentang kitab Sirakh 1:5, 6 dan 7, bunyinya adalah demikian:

      The word of God on high is the fountain of wisdom, and her ways are everlasting commandments.
      (terjemahannya: Sabda Tuhan di tempat tinggi adalah mata air kebijaksanaan, dan jalannya adalah perintah-perintah yang kekal)

      To whom hath the root of wisdom been revealed, and who hath known her wise counsels? (Kepada siapakah pangkal kebijaksanaan telah disingkapkan dan siapakah mengenal segala akalnya?)

      To whom hath the discipline of wisdom been revealed and made manifest? and who hath understood the multiplicity of her steps? (Kepada siapakah disiplin kebijaksanaan telah disingkapkan dan dinyatakan: Dan siapakah yang telah memahami berbagai langkah-nya?)

      “Kepada siapakah disiplin kebijaksanaan telah disingkapkan….?” “Siapa” di sini mengacu kepada orang bijak, sebagaimana dalam kitab Ulangan 4:5-6, dikatakan bahwa umat yang bijaksana akan melakukan perintah-perintah Tuhan. Maka, kata ganti “her” itu mengacu kepada kata ‘wisdom‘/ kebijaksanaan, dan bukan kepada kata ‘Tuhan’. Sedangkan kalau Tuhan, kata gantinya adalah He/ Him/His, ini jelas disebut dalam Sir 1:1: “All wisdom is from the Lord God, and hath been always with him, and is before all time.” dan juga Sir 1:8, “There is one most high Creator Almighty, and a powerful king, and greatly to be feared, who sitteth upon his throne, and is the God of dominion.”

      Selanjutnya, tentang ayat Sir 1:5 dan 7 ini yang tidak tercetak dalam Kitab Suci LAI, Rm. Pidyarto. O Carm, salah seorang pakar Kitab Suci di tanah air, menjelaskan:

      Teks yang lebih singkat (tanpa ayat Sir 1:5 dan 7) adalah berdasarkan kodeks Vaticanus, sedang yang lebih panjang (dengan ayat 5 dan 7) berdasarkan sejumlah manuskrip Yunani, Siria dan lain-lain, juga berdasarkan teks Latin kuno.  Karena itu, ada terbitan Vulgata kuno (yang dipakai pada tahun 1938 an) mengikuti teks lebih panjang (jadi ada Sir 1:5, 7). Sedang versi Vulgata baru mengikuti versi lebih pendek. Pilihan itu soal pendapat para ahli yang menerbitkannya. Vatikan tidak memberi pedoman untuk itu. Yang penting ada catatan kaki untuk menunjukkan bahwa ada dua versi teks Sirakh.

      TB-LAI yang sekarang memakai versi yang lebih pendek. Karena itu ada ayat-ayat tertentu yang tidak ada dalam TB-LAI (Sir 1:5,7 tsb)… Nanti, satu dua tahun lagi, terjemahan baru dari kitab Sirakh akan memuat ayat 5 dan 7 tersebut (meskipun diberi tanda kurung).

      Demikianlah yang dapat saya sampaikan menanggapi pertanyaan Anda. Semoga berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  3. Shalom Pak Andryhart dan Katolisitas,

    Hanya sekedar merujuk informasi saja. Pak Adryhart bisa mendapatkan informasi dasar tentang Alkitab (juga kitab Makabe 1-2) dari buku tulisan Romo Dr. Cletus Groenen OFM (Pengantar ke dalam Perjanjian Lama dan Pengantar ke dalam Perjanjian Baru, terbitan Kanisius, Yogyakarta). Pembahasannya simpel dan tidak menggunakan istilah2 yg sulit karena memang ditujukan bagi kaum awam spt kita. Buku ini banyak tersedia pada TB Paroki karena menjadi rujukan.

    Ada lagi uraian Romo Dr. Martin Harun OFM tentang Makabe pada website LAI [http://www.alkitab.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=150&Itemid=131] yg lebih detail sedikit dari pada uraian Romo Groenen.
    Terima kasih.

  4. Salam Katolisitas

    Saya amat terbantu dengan karya yang Anda bangun dalam website ini. Syukur pada Tuhan Yesus. Memang tugas setiap orang Katolik untuk mempertanggungjawabkan iman mereka sehingga website spt ini amat penting.

    Beberapa hari yg lalu, seorang teman saya mengeluarkan komentar : “Alkitab Indonesia diterjemahkan oleh orang Islam”. Saya tidak terpengaruh akan hal itu. Tetapi pernyataan itu menggelitik saya karena sesungguhnya saya (+umat Katolik Indonesia) tidak tahu banyak tentang sejarah penerjemahan Alkitab Indonesia. Mohon katolisitas membantu menceritakan sejarah penerjemahan Alkitab Indonesia dan bagaimana iman Katolik bisa tumbuh di Indonesia.

    Terima kasih. Tuhan Yesus memberkati karya dan pengorbanan saudara

    • Shalom Albert,

      Masalah penerjemahan Kitab Suci di Indonesia sebenarnya perlu ditelusuri dari dua sudut, yang pertama adalah sudut gereja non- Katolik dan yang kedua sudut Gereja Katolik. Sejarah penerjemahan dari sudut Protestan jauh lebih panjang daripada Katolik. Yang paling tua adalah Injil Matius terjemahan A.C. Ruyl ke dalam bahasa Melayu yang diterbitkan tahun 1629 (bdk. dengan versi bahasa Inggris KJV yang berasal dari 1611). Sementara dari sudut Gereja Katolik, sejarah penerjemahan baru mulai sekitar 1955-1960 dengan di satu pihak, Cl. Groenen, OFM yang kemudian mendirikan Lembaga Biblika Saudara-saudara Dina yang kemudian menjadi LBI sementara di lain pihak, para pastor J. Bouma, SVD. Mulai tahun 1968 dengan berbagai pertimbangan, MAWI memutuskan untuk menggunakan KS terbitan LAI. Sejak saat itu kita punya Kitab Suci ekumene.

      Untuk informasi lengkap tentang sejarah penerjemahan Kitab Suci silakan lihat di: http://sejarah.sabda.org/bagan/sejarah_alkitab_bahasa_indonesia.htm

      Sekarang ini, revisi Kitab Suci (PL, PB dan Deuterokanonika) sedang dikerjakan oleh para ahli Kitab Katolik dan Protestan bersama-sama. Mengenai klaim bahwa Kitab Suci Kristen diterjemahkan oleh orang Islam: sebaiknya diminta bukti pendukungnya… kalau tidak ya berlaku adagium: Apa yang disampaikan tanpa bukti, bisa ditolak tanpa bukti juga.
      Saya sendiri tidak pernah mendengar hal ini dan tidak percaya, kecuali jika nanti ada bukti konkret bolehlah kita berdiskusi dulu.

      salam,
      Rm Indra Sanjaya Pr.

      • Rm Indra menulis :

        Pertanyaannya apa pertimbangannya ? Karena barusan membaca dalam sebuah diskusi di dunia maya, ada yang mengklaim LBI-KWI melakukan kelalaian hingga membiarkan LAI mendominasi “terjemahan” KS dan memasukan unsur Protestanisme ke dalam KS. Ct nya Galatia 2:16

        • Shalom JA Lebert,

          Pertimbangannya adalah sebagai berikut:

          1.  Mengerjakan sendiri terjemahan Alkitab tentu membutuhkan sumber daya manusia dan biaya yang tidak sedikit, belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk menerjemahkan seluruh Alkitab. Kalau sudah tersedia terjemahan yang baik, mengapa tidak dimanfaatkan? Ini juga sebuah sumbangan Gereja Katolik terhadap gerakan ekumenis. Bukankah DV 22 membuka kemungkinan kerja sama dalam bidang penerjemahan Firman Tuhan?  Dan lagi, kesepakatan ini bukan hanya di tingkat nasional, tetapi juga di tingkat internasional.

          2.  Di tengah-tengah berlangsungnya Konsili Vatikan II, United Bible Societies sudah menghubungi Sekretariat Untuk Kesatuan Umat Kristen di Roma untuk membicarakan kemungkinan terjadinya kerja bersama dalam penerjemahan dan penerbitan Alkitab. Sebagai hasil pertemuan itu, muncul dokumen yang berisi kesepakatan dalam hal penerjemahan Alkitab: “Guiding Principles for Interconfessional Cooperation in Translating the Bible” (1968) yang direvisi pada tahun 1987 “Guidelines for Interconfessional Cooperation in Translating the Bible.”

          3.  Saya tidak tahu klaim bahwa LBI terlalu memberi kebebasan kepada LAI itu muncul dari mana; yang saya tahu, terutama dalam proses revisi Terjemahan Baru 2 (1997), para ahli Katolik ada di sana juga. Rasanya kita boleh percaya bahwa mereka pasti mengawal proses ini. Di dunia maya yang lain, malah dikatakan bahwa Gereja Katolik yang dianggap terlalu mendominasi United Bible Societies.

          4. Dari sudut pandang ilmu tafsir, Gal 2:16 perlu dibaca secara keseluruhan; jangan hanya frasa “hanya karena iman” saja. Yang dipertentangkan dalam ayat itu sebenarnya adalah pengamalan Hukum (Taurat) dan iman akan Kristus Yesus. Oleh karena itu, ungkapan “hanya melalui iman dalam Kristus Yesus” harus dipahami dalam kerangka polemik dengan orang-orang Yahudi yang masih ingin memaksakan Hukum Taurat kepada orang Kristen. Jangan dibawa keluar dari konteks. Sementara dari sudut terjemahan, rasanya juga tidak ada yang keliru karena kata Yunani ean me memang mempunyai arti unless, except, hanya. Atau semestinya diterjemahkan bagaimana?

          Silakan membaca juga uraian yang telah ditulis di Katolisitas khusus untuk mengupas Gal 2: 16 di dalam artikel ini, silakan klik

          Salam,
          Rm Indra Sanjaya

  5. Shalom Pak Tay,

    Saya ingin bertanya lewat rubrik ini tentang sejarah Alkitab kita:
    (1) Apakah benar bahwa Injil deuterokanonika seperti Yudas Makabe ditulis pada sekitar tahun 500 sehingga Kristen Reformasi tidak mengakuinya sebagai bagian dari Injil karena Kristen Reformasi hanya mengakui kitab-kitab yang ditulis sekitar 100 tahun sesudah penyaliban Yesus? Ataukah karena Injil Deuterokanonika ditulis dalam Bahasa Yunani sementara Kristen Reformasi hanya mengakui Injil yang ditulis dalam Bahasa Ibrani?
    (2) Mohon penjelasan lebih lanjut tentang penetapan Kitab Kanonik sebagai bentuk Injil yang sekarang? Kapan Kitab Kanonik itu ditetapkan sebagai Injil dan apakah benar penetapannya dilakukan lewat Konsili Carthago? Siapa saja yang menetapkannya? Jika yang menetapkannya para uskup gereja Katolik, bukankah denominasi mana pun harus mengakui bahwa ajaran tertulis maupun lisan (yang disampaikan oleh Uskup lewat gereja) sama-sama mengandung kebenaran?
    Sebelumnya terima kasih atas jawabannya.
    (3) Saya adalah mantan penerjemah yang pernah belajar teori penerjemahan. Saya tahu bahwa dalam penerjemahan sering dihasilkan terjemahan yang pesannya tidak selalu tepat sama seperti pesan dalam tulisan aslinya apalagi jika bahasa sasarannya memiliki akar yang berbeda dengan bahasa aslinya. Karena itu, dalam dunia penerjemahan dikenal ungkapan “tradutore traditore (penerjemah itu pembohong)”. Bagaimana para penerjemah Kitab Suci dapat menghindari terjemahan yang kurang tepat sehingga (maaf) dapat menyesatkan penafsiran pembacanya?

    Tuhan memberkati.

    [dari katolisitas: telah dijawab – silakan klik]

Comments are closed.