Sharing Refleksi oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Seperti tahun sebelumnya, aku menutup tahun 2014 dengan retret pribadi. Retret ini unik, tetapi menyenangkan hati. Bentuk retret yang kujalani adalah jalan dengan mobil sendiri menuju Jawa Tengah dan Lampung Selatan. Perjalanan ini aku mulai dari tanggal 26 Desember 2014 dan berakhir pada tanggal 01 Januari 2015. Perjalanan ke Jawa Tengah dengan menyetir mobil sendiri menjadi gambaran kehidupan ini. Kehidupan ini variasi, kadang-kadang sepi dan kadang-kadang ramai, kadang-kadang lancar dan kadang-kadang macet, kadang-kadang gelap dan kadang-kadang terang. Kehidupan tentu aku syukuri kalau tetap lempeng, tetap melihat ke depan dan pegang setir erat-erat, yaitu pegang Tuhan. Di Jawa Tengah itu aku bisa melihat anugerah kehidupanku dari melalui para sesepuh (para tetua) yang aku kunjungi.

Teladan hidup yang penuh syukur itu aku dapatkan dari seorang kakek yang aku jumpai di Desa Sidomulyo, Lampung Selatan. Kakek itu pindah ke tempatnya sekarang sejak tahun 1965. Aku sampai di rumah kakek tersebut pada hari Rabu tanggal 31 Desember 2014, pukul 04.30. Kakek itu menyambutku dengan keramahan yang luar biasa walaupun aku baru berjumpa dengannya untuk pertama kalinya. Aku mengetahuinya dari anaknya yang merupakan umat Paroki Santa Odilia-Citra Raya-Tangerang. Kakek itu bernama Yusup Sumarjo. Kakek itu mempunyai enam anak dari istrinya tercinta, yaitu Theresia Pariyem. Walaupun usianya sudah delapan puluh tahun, ia tetap semangat dan penuh kegembiraan. Penyakit asma yang dideritanya sejak lima tahun silam diterimanya dengan ikhlas.​

Kegembiraannya diperoleh dari caranya menghayati kehidupannya. Tujuan kehidupan ini baginya adalah mencari kebahagiaan dari Tuhan. Kebahagiaan dari Tuhan itu bersifat kekal ketika semua peristiwa kehidupan dijalaninya sebagai ibadah kepadaNya. Ia mengungkapkannya dalam bahasa Jawa: “Bingahing tyas saking Gusti punika langgeng, mboten dipun pangan kaliyan mangsa. Kula nglakoni gesang punika kagem ibadah kawula dumateng Gusti. Wedus lan sawah punika paringan saking Gusti, mila kula rawat kalian remen ing penggalih. Kula pitados bilih Gusti punika Mahasae, milanipun kula tampi loro kula punika kanti legawa dados bebungah saking Gusti supados gesang kula punika worna-warni (Sukacita dari Tuhan itu bersifat kekal, tidak dimakan waktu. Saya menjalani hidup ini sebagai ibadat kepada Tuhan. Kambing dan sapi itu pemberian dariNya sehingga saya mengurusnya dengan hati yang senang. Saya percaya bahwa Tuhan itu sangat baik sehingga ia menerima penyakit saya ini sebagai anugerah dariNya supaya hidup ini menjadi berwarna-warni)”. Ia mensyukuri kebaikan Tuhan dengan mempersembahkan rumahnya untuk melakukan Ibadat Sabda selama bertahun-tahun sebelum Gereja Santo Yusuf Umbul Jeruk, Paroki Keluarga Kudus Sidomulyo, dibangun.

Hidup merupakan ibadah juga terungkap dalam sikapnya untuk dapat berbuat baik kepada sesama tanpa diminta. Aku terkejut karena ia bersama istrinya dan beberapa anak serta cucunya ternyata mau mengantarkan saya ketika aku siap berangkat ke ‘Gua Maria Perempuan Untuk Semua Manusia” Padang Bulan. Peziarahanku ke “Lourdes Van Lampung” itu menjadi peziarahan bersama.

Sesampainya di kompleks peziarahan yang indah itu, aku langsung berdoa di depan gambar Bunda Maria dan “Gua Maria Perempuan Untuk Semua Manusia” di tengah derasnya hujan. Aku berterimakasih kepada Bunda Maria atas doa-doanya yang menyertai hidupku dan hidup umatku pada tahun 2014 dan mohon restunya untuk menjalani kehidupan di tahun 2015. Setelah berdoa di depan Gua Maria itu, aku langsung menuju ke sebuah pohon beringin yang rindang. Aku duduk di bawahnya dan mengekspresikan imanku dengan menunjuk ke atas sambil berkata dalam hati: “Percayalah kepada Tuhan karena Ia adalah Sang Pelindung, Penyelamat, dan Penolong yang ajaib”. Ziarah ke Maria Perempuan Untuk Semua Manusia ini aku tutup dengan melaksanakan Jalan Salib. Jalan Salib ini selesai pada pukul 17.30 di penghujung tahun 2014. Walaupun basah kuyup, hatiku dipenuhi sukacita karena aku percaya bahwa hujan ini melambangkan berkat melimpah bagi yang mau menerimanya.

Retret Pribadi aku akhiri dengan merayakan pergantian tahun di tengah lautan dalam kapal ferry yang menghantarkan aku ke Merak. Terangnya kembang api menunjukkan bahwa kapal kehidupannku akan mulai lagi melaju dengan cahaya iman.

Hasil permenungan dalam retret pribadiku ini: Hayati hidup ini sebagai sebuah ibadat, maka hati akan dianugerahi sukacita kekal dari Tuhan. Tetap pegang iman dan mata hati terarah ke Tuhan sehingga gelap dan terang, suka dan duka akan menjadikan hidup indah dan berwarna: “Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya” (Mazmur 23:3).

Tuhan Memberkati