Sumber gambar: https://www.pinterest.com/pin/367113807103870317/?from_navigate=true

[Minggu Paskah IV, Minggu Panggilan:  Kis 13:14,43-52; Mzm 100:2-5; Why 7:9-17; Yoh 10:27-30]

“Anak-anak Irak ini telah kehilangan semuanya, kecuali iman mereka,” demikian judul artikel yang kubaca dari CNA (Catholic News Agency). Artikel itu mengisahkan tentang 600 anak-anak yang bersekolah di tempat pengungsian di Ankawa, daerah keuskupan Erbil, di daerah Kurdistan, Irak utara. Mereka kehilangan rumah, sekolah, teman-teman dan lingkungan hidup yang normal. Namun ada satu hal yang tidak pernah hilang, dan bahkan bertumbuh makin kuat hari demi hari, yaitu: iman mereka. Ini tak lepas dari pelayanan para biarawati Dominikan yang menampung mereka di sekolah St. Katarina dari Siena di Ankawa. Selain para biarawati, ada sukarelawan yang juga membantu mendidik anak-anak tersebut. Membaca artikel itu, aku turut merasa prihatin, namun juga turut bersyukur untuk suatu titik terang yang bercahaya dalam kegelapan. Yaitu bahwa nyala iman akan Kristus tidak dapat dipadamkan dengan penganiayaan ataupun kesulitan. Nyala itu malah semakin terang, yang membuktikan penyertaan Allah terhadap umat-Nya. Namun juga, terang iman itu dapat tetap bernyala karena keterlibatan sesama umat beriman: para orangtua, biarawati, imam, sukarelawan, guru, donatur yang memungkinkan pendidikan bagi anak-anak itu terus berlangsung.

Demikianlah, sejak awalnya, Gereja memang tak pernah lepas dari kesulitan dan penganiayaan. Bacaan pertama mengingatkan kita akan tekanan dan penganiayaan yang dialami oleh para rasul dari orang-orang Yahudi dan para pembesar di kota Antiokhia, setelah mereka mewartakan Injil. Namun meskipun mereka dianiaya, “murid-murid di Antiokhia penuh dengan sukacita dan dengan Roh Kudus” (Kis 13:52). Sepertinya penderitaan yang mereka alami bahkan memurnikan dan menumbuhkan semangat mereka untuk mengikuti jejak Kristus. Kesulitan yang ada malah mempererat kasih dan sukacita di antara sesama jemaat untuk saling meneguhkan iman.

Di Bacaan Kedua, Rasul Yohanes pun menyampaikan buah yang indah dari penderitaan. Ia melihat  bahwa di Surga terdapat kumpulan orang-orang yang tak terhitung banyaknya yang memakai jubah putih dan memuliakan Allah. Mereka adalah orang-orang yang “telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam darah Anak Domba” (Why 7:14). Orang-orang itu adalah para kudus dan martir “yang telah keluar dari kesusahan besar” dengan tetap teguh mempertahankan iman mereka akan Kristus Sang Anak Domba Allah yang telah menebus dosa-dosa dunia dengan darah-Nya. Sungguh, betapa bahagianya, jika kelak kita pun tergabung dalam bilangan para kudus-Nya, yang berdiri di hadapan takhta Allah dan memuji Tuhan siang dan malam. Di dalam Kerajaan-Nya itu tiada lagi lapar dan dahaga, tangis dan air mata. Namun semasa kita masih hidup di dunia ini, Tuhan menghendaki agar kita melaksanakan tugas-tugas kita, seperti yang telah dilakukan oleh para orang kudus itu yang telah mendahului kita. Mereka tetap setia beriman di tengah kesulitan dan penganiayaan. Mereka tidak menyerah di tengah pencobaan. Iman dan kasih mereka bersinar di tengah kegelapan, untuk memberikan pengharapan bahwa pada akhirnya, kebaikan akan mengalahkan kejahatan.

Mungkin baik kita renungkan bersama, bagaimanakah perjalanan iman kita saat ini. Sebab mungkin kita tidak sedang berada dalam penganiayaan, namun besar kemungkinan, keadaan di sekitar kita tidak sepenuhnya mendukung kita untuk bertumbuh di dalam iman. Mungkin kita terjebak dalam rutinitas dan kesibukan pekerjaan. Atau pasangan kita,  keluarga maupun sahabat kita kurang peduli akan masalah iman. Atau kita mengalami suatu permasalahan yang sepertinya belum kelihatan jalan keluarnya. Atau orang-orang terdekat kita memutuskan untuk meninggalkan Tuhan dan Gereja-Nya. Apapun pergumulan kita, bacaan-bacaan Kitab Suci di hari Minggu ini mengingatkan kita untuk terus terikat pada Tuhan dan berharap kepada-Nya. Selalu ada yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan nyala iman kita, dan nyala iman sesama kita. Bahkan hari Minggu ini, Gereja mengajak kita semua untuk secara khusus berdoa dan mendukung panggilan religius sebagai imam, biarawan dan biarawati, yang di sepanjang sejarah telah menjaga nyala iman dalam Gereja. Sebab melalui pengorbanan mereka, kita sebagai anggota-anggota Gereja dapat terus menerima sakramen-sakramen, dan memperoleh teladan iman dari mereka. Para religius tersebut mengambil cara hidup Yesus menjadi cara hidup mereka sendiri. Mereka telah “hidup seperti Kristus telah hidup” (1Yoh 2:6): mempersembahkan diri seutuhnya untuk Tuhan, hidup selibat untuk Kerajaan Allah.  Sudahkah kita mendorong bertumbuhnya benih panggilan dalam keluarga maupun lingkungan gerejawi kita?  Bagi kaum muda, terpanggilkah Anda untuk menjadi imam, biarawan, atau biarawati? Atau terpanggilkah kita, kaum awam, untuk turut mendukung karya-karya mereka, seperti menjadi pendoa? Relawan? Pewarta iman? Donatur? Pekerja dan pelayan? Apa pun yang kita lakukan, asal didorong oleh motivasi untuk menyatakan kasih kita kepada Tuhan, akan menumbuhkan iman kita; dan bersama-sama dengan para imam, biarawan dan biarawati, kita menjaga nyala iman dalam Gereja. Tentu dengan bantuan rahmat Tuhan, yang secara khusus diberikan kepada kita melalui sakramen-sakramen-Nya, terutama Ekaristi dan Tobat.

Injil mengingatkan bahwa kita adalah milik Kristus dan kawanan domba-Nya. Tuhan Yesus mengenal dan mengasihi kita satu per satu. Ia akan menjaga kita dan tak akan membiarkan siapapun merenggut kita dari tangan-Nya (lih. Yoh 10:28). O, betapa besar kasih-Nya pada kita! Tuhan memang menjaga kita, asalkan kitapun mau dijaga dan dibimbing oleh-Nya. Maka mari kita tanyakan pada diri kita masing-masing, apakah kita setia berpegang erat kepada Sang Gembala surgawi ini? Apakah kita sungguh mengikutiNya dalam iman dan perbuatan kita? Apakah kita pun mengenaliNya dan mendengarkan suara-Nya? Apakah kita mau menjauhkan diri dari godaan dan dosa yang ditawarkan dunia? Sebab jika kita melekat kepada Kristus dan terus setia berpegang kepada-Nya, kita bagaikan secercah nyala lilin di tengah keremangan dunia ini. Nyala api itu kita peroleh dari Kristus Sang Terang, yang menghendaki kita meneruskan cahaya-Nya di tengah dunia. Di manapun dan apapun keadaan kita, Tuhan Yesus mengutus kita untuk mewartakan kasih dan kebaikan-Nya kepada semua orang. Dengan demikian kita menyatakan iman kita dan bertumbuh di dalamnya, sambil menantikan penggenapan pengharapan kita akan kehidupan kekal yang dijanjikan oleh-Nya.

Tuhan Yesus, kami bersyukur untuk karunia para imam, biarawan dan biarawati, yang telah mengikuti jejak-Mu memberikan diri mereka seutuhnya untuk Kerajaan Allah. Jadikanlah terang-Mu bercahaya atas mereka dan atas kami umat-Mu, agar terang itu dapat kami bawa kepada dunia di sekitar kami. Biarlah terang keselamatan-Mu itu menyinari dan menarik semua orang, agar mengenal dan percaya kepadaMu. Supaya setiap orang menaruh pengharapan akan kebahagiaan kekal di dalam Engkau, ya, Tuhan, dan bermadah bagi-Mu, ‘Bahagia kuterikat pada Yahweh, harapanku pada Allah Tuhanku’!