Pertanyaan:

Stef dan Ingid, bagaimana dengan persoalan yang dikemukakan kaum Tridentin terhadap Novus Ordo tentang : “Mysterium Fidei” dalam Doa Syukur Agung, dan juga kata² Konsekrasi Piala “… yang ditumpahkan bagi SEMUA orang atau BANYAK orang? Dan dengarnya (perna baca di salah satu link, tapi lupa link apa) ada surat dari kongergasi Ilahi untuk negara² berbahasa Inggris dalam rangka mempromulgasikan Tata Perayaan Ekaristi berbahasa Inggris, sampe² ada diskusi hangat di Amerika dan Australia? Mohon penjelasan.

Salam
Phiner

Jawaban:

Shalom Phiner,

1. Keselamatan diperuntukkan untuk semua orang

Terima kasih atas pertanyaannya tentang kata-kata di dalam Doa Syukur Agung yang mengatakan “…yang ditumpahkan bagi semua (all) / banyak (banyak) orang”. Secara prinsip, dua kata ini adalah benar, dengan mengacu bahwa keselamatan diperuntukkan bagi semua orang, yang diterangkan dalam Denzinger 1096, dan dipertegas dalam KGK 1260, yang mengatakan:

1260.    “Sebab karena Kristus telah wafat bagi semua orang, dan panggilan terakhir manusia benar-benar hanya satu, yakni bersifat ilahi, kita harus berpegang teguh, bahwa Roh Kudus membuka kemungkinan bagi semua orang, untuk bergabung dengan cara yang diketahui oleh Allah dengan misteri Paska itu” (GS 22) Bdk. LG 16; AG 7.. Setiap manusia yang tidak mengenal Injil Kristus dan Gereja-Nya, tetapi mencari kebenaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pemahamannya akan hal itu, dapat diselamatkan. Orang dapat mengandaikan bahwa orang-orang semacam itu memang menginginkan Pembaptisan, seandainya mereka sadar akan peranannya demi keselamatan.

Keselamatan yang diperuntukkan bagi semua orang dipertegas di dalam 1Tim 2:4 “Tuhan menghendaki semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran”. Dengan demikian secara dogmatis adalah benar bahwa Kristus wafat bagi semua orang dan memanggil semua orang kepada keselamatan kekal, walaupun ada yang tidak menjawab panggilan-Nya.

2. Ditumpahkan bagi banyak orang (Pro Multis)

Namun, memang di dalam text misa berbahasa latin, dikatakan “pro multis“, yang merupakan terjemahan literal dari apa yang dikatakan oleh Yesus dalam Perjamuan Suci sebagai berikut:

“Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” (Mt 26:28)

Dan Ia berkata kepada mereka: “Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang.” (Mk 14:24)

3. Jadi, ditumpahkan untuk semua atau untuk banyak orang?

Dengan demikian text misa yang menggunakan “pro multis” bertujuan untuk setia terhadap text Alkitab, yang sebenarnya juga berarti “untuk semua“. Sebagai perbandingan, kita dapat melihat Dan 12:2 “Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal.“, di mana kata “banyak” di sini mewakili “semua“. Dengan demikian kalau dalam misa menggunakan “SEMUA”, maka itu adalah benar secara teologis namun kurang menggunakan terjemahan literal seperti yang digunakan di Matius dan Markus. Dan kalau menggunakan kata “BANYAK”, maka itu adalah terjemahan literal, namun harus diartikan sebagai “SEMUA”, sehingga tidak terjebak pada bidaah Jansenisme, yang berpendapat bahwa keselamatan tidak terbuka untuk semua orang. Dengan demikian kalau Paus Benediktus XVI menginginkan terjemahan Misa dalam bahasa Inggris maupun bahasa lain dengan menggunakan “UNTUK BANYAK (sebagai terjemahan dari pro multis)”, maka sudah seharusnya kita semua mengikuti hal ini, namun dengan senantiasa berpegang bahwa keselamatan adalah diperuntukkan untuk semua orang sesuai dengan apa yang ingin disampaikan di dalam teks Alkitab maupun dalam teks liturgi.

4. Diskusi di USCCB

Diskusi ini pernah dimuat di United States Conference of Catholic Bishops (USCCB) Roman Missal di sini – silakan klik, yang menuliskan:

Six Questions on the Translation of Pro Multis
(from the November 2006 Newsletter– © 2008 USCCB)

  1. What does the decision regarding the translation of pro multis mean?
    After having consulted with Conferences of Bishops throughout the world, the Holy Father has decided that the translation of qui pro vobis et pro multis effundétur in remissiónem peccatórum, presently translated “which will be shed for you and for all, so that sins may be given,” will eventually be changed to “which will be shed for you and for many, so that sins may be forgiven.”
  2. Should Priests make this change right away?
    No. Absolutely no changes may be made until the new translation of the Roman Missal has been approved by the Bishops and confirmed by the Holy See.  The completion of the Missal is at least several years away.
  3. Why did the Holy Father choose to translate pro multis as for many and not as for all?
    “For many” is a closer translation of the Latin phrase pro multis than the present translation.
  4. Are the Masses which have used “for all” invalid?
    Absolutely not. “There is no doubt whatsoever regarding the validity of Masses celebrated with the use of a duly approved formula containing a formula equivalent to ‘for all’”1 In his letter announcing the change, Cardinal Arinze makes clear that “the formula ‘for all’ would undoubtedly correspond to a correct interpretation of the Lord’s intention expressed in the text.”2
  5. Does this mean that Christ did not die for everyone?
    No.  It is a dogmatic teaching of the Church that Christ died on the Cross for all men and women (cf. John 11:52; 2 Corinthians 5:14-15; Titus 2:11; 1 John 2:2).
  6. Then why do the Latin words of institution say pro multis?
    The Latin words of institution say that Christ shed his blood pro multis in the same sense that the synoptic Gospels use this term, as in the Last Supper narratives in the Gospels of Matthew and Mark:Then he took a cup, gave thanks, and gave it to them, saying, “Drink from it, all of you, for this is my blood of the covenant, which will be shed on behalf of many for the forgiveness of sins.”3

    Then he took a cup, gave thanks, and gave it to them, and they all drank from it.  He said to them, “This is my blood of the covenant, which will be shed for many.”4

The expression ‘for many,’ while remaining open to the inclusion of each human person, is reflective also of the fact that this salvation is not brought about in some mechanistic way, without one’s own willing or participation; rather, the believer is invited to accept in faith the gift that is being offered and to receive the supernatural life that is given to those who participate in this mystery, living it out in their lives as well so as to be numbered among the ‘many’ to whom the text refers.”5

FOOTNOTES
1 Circular letter from Cardinal Francis Arinze to Presidents of Conferences of Bishops, dated October 17, 2006 (Prot. no. 467/05/L), citing the Congregation for the Doctrine of the Faith, Declaratio de sensu tribuendo adprobationi versionum formularum sacramentalium, 25 ianuarii 1974, AAS 66 [1974], 661.
2 Circular letter from Cardinal Francis Arinze to Presidents of Conferences of Bishops, dated October 17, 2006 (Prot. no. 467/05/L).
3 Matthew 26:28 (New American Bible translation).
4 Mark 14:24 (New American Bible translation).
5 Circular letter from Cardinal Francis Arinze to Presidents of Conferences of Bishops, dated October 17, 2006 (Prot. no. 467/05/L).

Semoga jawaban di atas dapat membantu.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

23 COMMENTS

  1. mohon bantuan pencerahannya mengenai boleh tidaknya penggunaan lembaran teks misa untuk umat? tks

    • Shalom Vincent,

      Sebenarnya apakah ada teks Misa atau tidak, atau dibuat teks Misa dalam bentuk lembaran atau buku, tidaklah menjadi masalah. Sebab yang disyaratkan dalam perayaan Ekaristi tersebut adalah “partisipasi umat secara aktif dan sadar” (Redemptoris Sacramentum (RS), bab II). Maka yang ditekankan di dalam dokumen tersebut adalah bahwa umat tidak boleh hanya asal hadir secara pasif, tapi harus terlibat aktif dalam doa- doa dan pujian kepada Allah, dan dapat “mempersembahkan diri sebagai persembahan hidup yang kudus, yang berkenan kepada Allah” (lih, RS 37) sehingga segala yang diucapkan dan dilakukan di dalam perayaan Ekaristi tersebut merupakan “ungkapan iman dan kesadaran akan martabat Pembaptisan” (lih. RS 37).
      Nah, dalam rangka partisipasi inilah, dalam paroki dapat disediakan teks Misa, entah dalam bentuk lembaran atau buku, yang maksudnya “mencantumkan aklamasi- aklamasi oleh umat, jawaban- jawaban tertentu, lagu-lagu mazmur, antifon dan kidung.” (lih. RS 39) Paroki dapat pula memilih untuk mencetak juga bacaan- bacaan Misa pada hari itu, walaupun tetap dapat dihimbau kepada umat agar di rumah sebelum mengikuti Misa Kudus, sudah secara pribadi atau di dalam keluarga, telah mempersiapkan diri dengan membaca dan merenungkan bacaan- bacaan Misa Kudus pada hari Minggu/ hari raya itu terlebih dahulu. Dengan demikian umat dapat semakin menghayati bacaan dan pesan yang  disampaikan pada hari itu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Dear Pak Stef & Ibu Inggrid
    Terjemahan dari Alkitab DOA BAPA KAMI berlainan atau sedikit berubah dari yang sering dipakai oleh gereja, mengapa ?
    dalam PENGAKUAN IMAN RASULI versi Kristen dan Katolik mengapa berbeda?
    di Kristen anak dara, di Katolik perawan
    di Kristen mati dan dikuburkan, di Katolik wafat dan dimakamkan
    di Kristen masuk dalam kerajaan maut, di Katolik masuk ke tempat penantian
    di Kristen menghakim yang……., di Katolik mengadili….
    dll
    Itu karena sengaja dibuat beda karena ingin eksklusif atau ada perbedaan paham yang mendasar.
    Trims. GBU

    [dari katolisitas: Cobalah untuk menemukan perbedaan substansial dari iman rasuli terlebih dahulu. Kalau anda dapat menemukannya, maka saya akan menjawab pertanyaan anda lebih lanjut.]

  3. Apakah ada perbedaan antara “Sebab Engkaulah” raja … dstnya dan “Sebab Tuhanlah” raja … dstnya. Mengapa umat tetap mengucapkan sebab Tuhanlah raja…. padahal di dalam TPE terbaru tertulis, Sebab Engkaulah raja. Mana yang harus diikuti. Terima kasih salam damai sejahtera.

    • Shalom Antonius,

      Jawaban saya tulis dalam huruf miring di bawah pertanyaan Anda

      Apakah ada perbedaan antara “Sebab Engkaulah” raja … dstnya dan “Sebab Tuhanlah” raja … dstnya.

      Jelas ada perbedaan. Kata “Engkaulah” tidak sama dengan “Tuhanlah”. Kata “Engkaulah” sebagai kata ganti orang kedua, berarti kita menyapa Allah langsung, sedangkan “Tuhanlah” bisa berarti suatu seruan langsung kepada Tuhan, tetapi juga bisa berarti seruan tidak langsung kepada Tuhan. Teks aslinya berisi seruan langsung kepada Tuhan. Maka untuk menghilangkan ketidakjelasan, sebaiknya dipakai “Engkaulah”.

      Mengapa umat tetap mengucapkan sebab Tuhanlah raja…. padahal di dalam TPE terbaru tertulis, Sebab Engkaulah raja. Mana yang harus diikuti.

      Hendaknya dipakai “Engkaulah”. Umat tetap mengucapkan “Tuhanlah” mungkin karena tidak dijelaskan/dilatih/diingatkan oleh yang bertanggung jawab, dan umat cenderung mengikuti kebiasaan tanpa sadar. Atau bisa saja karena dengan sengaja tidak mau menggunakan perubahan

      Terima kasih salam damai sejahtera.

      Salam Damai dalam Kristus.
      Tks dan doa,
      Rm.B.Boli

  4. Terima kasih tangapannya pak Stef,

    Saya doakan, semoga perbaikan juga segera disetujui para Uskup dalam konferensi wali gereja Indonesia.

    Salam

  5. Saya masih awam dalam liturgy, kalau misal belum pernah dibahas. bisa tolong beri saya pencerahan “apakah yang membuat konsekrasi itu jadi ?”. Dengan kata lain ada hal yang membuat imam gagal menghadirkan Kristus pada misa. Saya bertanya ini karena mendapat cerita bahwa seorang santo yang dapat merasakan apakah konsekrasi itu jadi atau tidak, dan banyak imam di masa lampau yang karena buru2 memutuskan untuk skip bbrp doa seperti offertory (yang mana kecil kemungkinan terjadi skrg dengan adanya teks misa yg komprehensif yg disediakan oleh keuskupan).

    terima kasih, salam dan doaku

    • Anonymous Yth

      Tidak ada imam yang sah dan tidak dicabut yuridiksinya merayakan ekaristi gagal menghadirkan Kristus. Dalam tahbisan imamat yang diterima terkandung karakter yang tidak terhapuskan dan tetap dapat menghadirkan Kristus saat mengucapkan kata-kata konstitusi konsekrasi. Cerita ttg doa persembahan dihilangkan belum pernah saya dengar.

      salam
      Rm wanta

      • Kebetulan saya sempat diskusi soal hal ini dengan bbrp teman, ada yang menjawab bahwa roti haruslah tak beragi dan anggur haruslah murni, dan ada yang menambahkan bahwa kata2 konsekrasi haruslah valid. Kalau dari yg romo pelajari gimana ?

        Karena dari saya pelajari kalo saya bandingkan dengan Orthodox, Orthodox memakai roti yang beragi. Nah apakah kata2 konsekrasinya sama atau tidak saya kurang tahu. Soal kata2 konsekrasi ini sendiri jadi perdebatan antara “untuk semua orang” dan “untuk beberapa orang”.

        Mohon pencerahannya, atas waktu dan perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.

        • Shalom Anonymous,

          Terima kasih atas pertanyaannya tentang Ekarisiti.

          1. Tentang roti tidak beragi: Ketika pasukan perang salib dimulai tahun 1090, para patriarkh Byzantin yang singgah di Konstantinopel menyerang gereja- gereja Latin yang sudah ada di sana sejak jaman kaisar Konstantin. Mereka mengatakan bahwa Ekaristi mereka tidak sah karena menggunakan roti tidak beragi,-sesuatu yang memang telah dilakukan oleh Gereja Barat, dan Gereja Armenia sejak awal, untuk mengikuti teladan Kristus yang menggunakan roti tak beragi pada Perjamuan Terakhir. Namun para patriarkh Byzantin itu (dipimpin Michael Cerularius) ingin memaksakan ritus Byzantin -yang menggunakan roti beragi untuk perjamuan- kepada umat Roma yang tinggal di Konstantinopel tersebut. Cerularius membuka tabernakel dan membuang Hosti yang sudah dikonsekrasikan itu ke jalan. Oleh sebab itu, Gereja Roma kemudian mengecam tindakan patriarkh Cerularius tersebut. Setelah kejadian itu, Gereja Roma mengutus delegasi yang dipimpin oleh Cardinal Humbertus untuk mengusahakan perdamaian. Namun sayangnya, karena faktor kelemahan manusia (dalam hal ini emosi yang meledak- ledak dari kedua belah pihak), perundingan diakhiri dengan ekskomunikasi dari kedua belah pihak kepada kedua belah pihak; sesuatu yang berakibat terlalu jauh dan sebenarnya tidak diinginkan oleh kedua belah pihak. Sebab ekskomunikasi itu sebenarnya hanya berlaku terhadap sang individu, dan bukan terhadap semua orang dalam komunitas.

          2. Tentang untuk semua orang (for all) dan untuk beberapa orang (for many), telah dibahas di artikel ini. Intinya adalah Paus Benediktus XVI menginginkan “banyak orang atau for many” agar sesuai dengan Kitab Suci dan latin (pro multis). Dan Kardinal Arinze menekankan bahwa keselamatan yang ditumpahkan bagi semua orang terkesan bahwa keselamatan adalah seperti mekanik dan kurang melibatkan partisipasi dari umat Allah. Liturgi bukanlah milik individu, namun milik Gereja. Oleh karena itu, kata-kata yang digunakan dalam liturgi – terutama dalam konsekrasi – tidak boleh diubah. Semoga dapat memperjelas.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – katolisitas.org

  6. saya percaya bhw apa yg diajarkan oleh bapa suci Paus Benedictus XVI adalah yg terbaik,krn beliau adalah gembala tertinggi umat katholik di dunia. penerus St. Petrus. maka beliau pasti memperoleh berkat khusus dr Allah agar mampu menggembalakan umatNya di dunia ini dg benar. Tuhan memberkati bapa suci selalu. Amin.

  7. Terima kasih banyak atas penjelasannya, Stef…. secara teologis ya memang demikian sebagimana yang Stef jelaskan. Namun karena Gereja dalam tradisinya yang berabad-abad menggunakan kata-kata verbal Yesus pada Malam Perjamuan Terakhir (dari Injil Matius dan Markus) maka harus tetap mempertahankan tradisi ini (keberatan dari kaum tridentin). Dan TPE baru versi bahasa inggris untuk Konferensi Wali Gereja AS, akan menggunakan kata “…FOR MANY” bukan lagi “… for all” (pro multis; dalam français “….pour la multitude…”) yang akan berlaku tahun depan pada hari minggu pertama advent, 27 November 2011. http://www.nccbuscc.org/romanmissal/examples.shtml

    Bagaimana dengan TPE bahasa Indonesia??

    • Shalom Phiner,

      Terima atas pertanyaannya. Romo Wanta pernah berdiskusi dengan Romo Bosco (sekretaris bidang liturgi dari KWI) tentang isu ini. Dan menurut Romo Bosco, TPE akan diperbaiki lagi dan menggunakan kata “Pro multis” atau “untuk banyak orang”. Jadi, kita tunggu saja TPE yang baru nanti.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  8. Stef dan Ingid, bagaimana dengan persoalan yang dikemukakan kaum Tridentin terhadapa Novus Ordo tentang : “Mysterium Fidei” dalam Doa Syukur Agung, dan juga kata² Konsekrasi Piala “… yang ditumpahkan bagi SEMUA orang atau BANYAK orang? Dan dengarnya (perna baca di salah satu link, tapi lupa link apa) ada surat dari kongergasi Ilahi untuk negara² berbahasa Inggris dalam rangka mempromulgasikan Tata Perayaan Ekaristi berbahasa Inggris, sampe² ada diskusi hangat di Amerika dan Australia? Mohon penjelasan.

    Salam
    Phiner

    [dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]

    • Jawaban itu tidak konsisten dengan penggunaan kata-kata konsekrasi yang lain, yakni kata ‘TERIMALAH” dalam “Terimalah dan makanlah” atau “Terimalah dan minumlah”. Dalam Injil digunakan kata “AMBILLAH” (lihat Mat 26:26 atau Luk 22:17). Tentu itu terjemahan dari bahasa Latin ‘RECIPE”. Tetapi mengapa tidak digunakan kata AMBILLAH yang lebih Alkitabiah. Lebih dari itu “mengambil” rasanya lebih aktif dari pada “menerima”.

      Kalau seorang imam menggungkan kata “Ambillah” apakah itu sah? (apakah roti menjadi Tubuh Kristus?)
      Kalau ia menggunakan kata “Terimalah” apakah itu juga sah, karena tidak alkitabiah?

      • Shalom Petrus,

        Terima kasih atas komentarnya. Mt 26:26 menuliskan “Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: “Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.” dan Mk 14:22 menuliskan “Dan ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Ambillah, inilah tubuh-Ku.” Dalam konteks ini, maka kita melihat bahwa Yesus yang memberikan roti tersebut kepada para murid dan bukan para murid yang mengambil roti itu sendiri-sendiri. Hal ini jelas dikatakan dalam teks tersebut “memberikannya kepada murid-murid-Nya” dan “memberikannya kepada mereka”. Dengan demikian, kalau di dalam Misa dikatakan “terimalah” dan bukan “ambillah“, maka itu adalah mempunyai arti yang tepat. Kalau kita melihat kata “ambillah”, maka kita dapat melihat bahwa perkataan ini adalah dari kata λαμβάνω – lambánō (G2983)- yang dapat berarti “to take” atau “to receive” (lihat: Mt 7:8; Yoh 16:24; 1Kor 4:7). Dengan demikian, kalau dalam teks Misa Bahasa Indonesia memakai “terimalah”, maka itu adalah sesuatu yang baik menurut saya, karena mempunyai implikasi bahwa Yesus sendiri yang memberikan tubuh dan darah-Nya kepada kita, dan kita menerima-Nya dengan syukur dan dalam iman. Pada perkataan “terimalah” dan “ambillah” maka kita tahu bahwa yang berperan aktif dan yang memberi adalah Kristus sendiri, sedangkan yang menerima adalah umat Allah. Inilah sebabnya umat juga tidak secara aktif mengambil sendiri tubuh Kristus dari piala, melainkan menerimanya dari petugas. Pada akhirnya, perayaan ekaristi adalah suatu liturgi, yang bukan milik pribadi melainkan milik Gereja. Dengan demikian, kalau ada perubahan di dalam teks misa yang ditetapkan oleh Gereja, maka sudah seharusnya para imam mengikuti rubrik yang ditetapkan. Semoga penjelasan ini dapat diterima.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        stef – katolisitas.org

        • Pak Stef yang terhormat,

          Terima kasih atas jawaban anda. Tetapi ada dua hal yang tidak anda jawab, yakni:

          1.Konsistensi: Ketika anda menerangkan tentang penggunaan “orang banyak” (pro multis) anda mengatakan: “Dengan demikian text misa yang menggunakan “pro multis” bertujuan untuk setia terhadap text Alkitab, yang sebenarnya juga berarti “untuk semua“. Jadi anda gunakan argumentasi “kesetiaan pada Alkitab”. Mengapa argumentasi yang sama tidak dikenakan pada kata “Terimalah” yang seharusnya jika setia pada Akitab berbunyi “Ambillah”. Ataukah terjemahan Alkitab perlu dikoreksi?

          2. Sah atau tidak penggunaan kata “Ambillah”?: satu pertanyaan lagi yang belum dijawab adalah: kalau seorang imam menggunakan kata “Ambillah” (kebetulan saya kenal betul ada imam yang melakukannya demikian, bahkan ia adalah seorang dosen Kitab Suci), apakah itu sah?, artinya apakah roti dan anggur itu berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus?

          Mohon pencerahan. Terima kasih.

          • Shalom Petrus,

            Terima kasih atas tanggapannya. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan.

            1. Saya ingin menggarisbawahi bahwa rubrik dalam liturgi bukanlah milik pribadi, namun milik Gereja. Dengan demikian, kalau Gereja memutuskan bahwa teks Misa dalam bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan semuanya, harus mengikuti pro-multis (For Many) dengan alasan biblis – yang juga didukung oleh alasan teologis dan liturgi, maka semua harus mengikutinya. Kalau ditanya mengapa kita harus mengikuti hal ini? Karena Gereja menghendakinya demikian, dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, baik dari sisi biblis, teologis dan konsistensi penggunaan kata pro multis di dalam liturgi. Mungkin saya perlu menambahkan apa yang dijelaskan oleh Cardinal Arinze, bahwa mengubah “untuk semua orang” ke “untuk banyak orang” membuat konsep keselamatan bukan sebagai sesuatu yang bersifat mekanik tanpa melibatkan partisipasi dari umat Allah, namun menjadi suatu manifestasi bahwa rahmat Allah perlu ditanggapi oleh umat Allah. Berikut ini adalah alasan-alasan yang dikemukakan oleh Kardinal Arinze dalam surat edarannya kepada presiden dari semua konferensi wali gereja di setiap negara tanggal 17 Oktober 2006:

            a. The Synoptic Gospels (Mt 26:28; Mk 14:24) make specific reference to “many” for whom the Lord is offering the Sacrifice, and this wording has been emphasized by some biblical scholars in connection with the words of the prophet Isaiah (53:11-12). It would have been entirely possible in the Gospel texts to have said “for all” (for example, cf. Luke 12:41); instead, the formula given in the institution narrative is “for many,” and the words have been faithfully translated thus in most modern biblical versions.

            b. The Roman Rite in Latin has always said pro multis and never pro omnibus in the consecration of the chalice.

            c. The anaphoras of the various Oriental Rites, whether in Greek, Syriac, Armenian, the Slavic languages, etc., contain the verbal equivalent of the Latin pro multis in their respective languages.

            d. “For many” is a faithful translation of pro multis, whereas “for all” is rather an explanation of the sort that belongs properly to catechesis.

            e. The expression “for many,” while remaining open to the inclusion of each human person, is reflective also of the fact that this salvation is not brought about in some mechanistic way, without one’s own willing or participation; rather, the believer is invited to accept in faith the gift that is being offered and to receive the supernatural life that is given to those who participate in this mystery, living it out in their lives as well so as to be numbered among the “many” to whom the text refers.

            f. In line with the Instruction Liturgiam authenticam, effort should be made to be more faithful to the Latin texts of the typical editions.

            Dengan demikian, penggantian “untuk semua” ke “untuk banyak orang” bukan hanya pada alasan biblis, namun juga teologis dan juga liturgi. Tentang ambillah dan terimalah, saya telah menerangkan bahwa dalam bahasa aslinya, memang dapat diterjemahkan sebagai ambillah dan terimalah. Jadi, apanya yang perlu diubah? Apakah anda melihat implikasi teologis dari dua kata “ambillah” dan “terimalah”?

            2. Apakah kalau imam menggunakan kata “ambillah” dan bukan “terimalah” maka Misa menjadi sah? Misa tetap menjadi sah (valid) namun dapat dikatakan menjadi tidak sesuai dengan ketentuan (illicit). Dan karena hal tersebut sah (valid), maka roti dan anggur itu tetap menjadi Tubuh dan Darah Kristus.

            Semoga keterangan tambahan ini dapat diterima.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            stef – katolisitas.org

          • Pak Stef yang terhormat,

            Terima kasih atas penjelasannya. Jadi menjadi jelas bahwa penggunaan kata “terimalah” pertama-tama karena Gereja memilih/memutuskan demikian. Sebagai catatan, pilihan kata dalam bahasa Inggris jatuh pada terjemahan “take” (Ambillah) bukan “receive” (Terimalah), seperti terlihat di bawah ini:

            “Before he was given up to death, a death he freely accepted, he took bread and gave you thanks, He broke the bread, gave it to his disciples, and said:

            Take this, all of you, and eat it;
            this is my body which will be given up for you.

            When the supper was ended, he took the cup. Again he gave you thanks and praise, gave the cup to his disciples, and said:

            Take this, all of you, and drink from it;
            this is the cup of my blood, the blood of the new and everlasting covenant. It will be shed for you and for all so that sins may be forgiven. Do this in memory of me.”

            Dalam bahasa Perancis pun digunakan kata “prendre” (mengambil) dan bukan “recevoir” (menerima).

            “Prenez et mangez …” (Ambillah dan makanlah)

            Dari sini jelas ada perbedaan pilihan kata antara Gereja (yang berbahasa) Inggris/Perancis dan Gereja (yang berbahasa) Indonesia. Apakah ini mencerminkan perbedaan “teologis” atau “rasa bahasa”? Secara teologis, saya tidak tahu. Tetapi dari “rasa bahasa” jelas ada perbedaan. Kata “take” (“ambillah”) bukan sinonim kata “receive” (terimalah), walaupun bahasa Yunani λαμβάνω bisa diterjemakan dengan “take” dan “receive”. Pantaslah sebagai orang berpikir kita bertanya: Mengapa harus berbeda?

            teriring salam hormat,

            Petrus

          • Shalom Petrus,

            Menurut Romo Boli Ujan, rumusan “terimalah” telah disetujui oleh kongregasi ibadat, setelah diperiksa oleh Kongregasi Kebenaran Iman. Dengan demikian, sebenarnya Vatikan telah menyetujui rumusan “terimalah”. Dan bagi saya pribadi, rumusan “terimalah” ini lebih baik untuk menekankan anugerah yang diberikan. Sedangkan “mengambil” dapat juga berkonotasi mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, seperti mengambil dengan paksa. Jadi, kalau Vatikan telah menyetujui rumusan “terimalah” yang saya yakin telah melalui diskusi yang panjang, maka kita seharusnya menerimanya. Semoga jawaban ini dapat diterima.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            stef – katolisitas.org

          • Mungkin bisa ditanyakan kepada Rm. Boli Ujan, mengapa Vatikan menyetujui terjemahan “take” atau “prenez” dan bukan “receive/accept” atau “recevez/acceptez” (yang sejajar dengan kata ” terimalah”), untuk kata Latin :

            “Accipite et manducate”
            “Accipite et bibite”

            Damai Kristus,

            Petrus

          • Shalom Petrus,

            Terima kasih atas tanggapannya. Kalau kita melihat kata “accipere” (Verb) maka juga dapat diterjemahkan sebagai: “take, grasp, receive, accept, undertake; admit, let in, hear, learn; obey;” Jadi terjemahan “take” juga benar. Dan menurut sense dari bahasa Inggris, seseorang yang mengatakan “TAKE THIS” adalah mempunyai konotasi bahwa seseorang memberikan sesuatu dengan cara menyodorkannya kepada orang yang diberi. Sedangkan kalau kita memakai kata “AMBILLAH” di dalam bahasa indonesia, maka tidak ada “sense” pemberi menyodorkan sesuatu kepada yang diberi, sebagai contoh: ambillah buku yang ada di atas meja. Namun kalau orang mengatakan terimalah buku ini, maka yang tertangkap adalah seseorang menyodorkan buku dengan tangannya dan memberikannya kepada orang lain. Jadi, menurut saya pribadi, terimalah adalah terjemahan yang lebih tepat daripada ambillah. Semoga dapat memperjelas.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            stef – katolisitas.org

          • Yang terhormat Pak Stef,

            Terima kasih atas tanggapannya. Mudah-mudahan LBI membaca diskusi ini, sehingga kelak bisa mengubah terjemahan Mat 26:26 dan Mrk 14:22 dengan “Terimalah” untuk menggantikan “Ambillah”, sehingga tidak ada perbedaan antara teks Alkitab dan teks Liturgi.

            Terima kasih dan salam hormat,

            Petrus

Comments are closed.