Pertanyaan:
Yth. Pak Stef dan Bu Inggrid
Saya ingin menanyakan apakah benar Julia Kim dan pengikutnya telah terkena ekskomunikasi latae sententiae [ekskomunikasi otomatis ) karena Kongregasi Kepausan untuk Doktrin Iman (CDF -red) telah menyatakan bahwa apa yang disebut “mujizat-mujizat ilahi yang beredar di sekitar Julia Youn di Naju, Korea Selatan” adalah “jauh dari iman Kristen yang sejati “?
Berikut sumber yang kebetulan saya baca : http://perawanmaria.wordpress.com/2011/05/28/vatikan-menyatakan-visioner-naju-jauh-dari-iman/
Mohon penjelasannya, dan terima kasih
Jawaban:
Shalom Vian,
Sudah ada beberapa pertanyaan serupa dikirimkan ke redaksi Katolisitas, sehingga kami memutuskan untuk menayangkan jawaban ini, yang mengambil sumber utama dari pernyataan Uskup Agung Kwangju, yang menyatakan sikap pihak otoritas Gereja Katolik di Korea Selatan tentang fenomena Julia Kim. Surat tersebut dikeluarkan oleh Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi pada tanggal 21 Januari 2008, dan terjemahannya adalah sebagai berikut:
Dekrit oleh Ordinaris Keuskupan Agung Kwangju
“Saya, Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi, melaksanakan tugas Ordinaris Keuskupan Agung Kwangju melalui kebaikan belas kasihan dan berkat dari Allah, dengan pertimbangan yang murah hati serta perintah dari Bapa Suci, pengganti dari Rasul Petrus, walaupun hal ini menyakitkan hati saya, namun saya tidak mempunyai pilihan kecuali membuat pengumuman berikut ini untuk membela kehidupan iman yang benar dari umat Kristiani, serta menjaga kesatuan dan persaudaraan dalam komunitas Gereja (bdk. Kan. # 391)
Pertama, saya telah mencapai keputusan bahwa ‘Julia Yoon dari Naju dan mereka yang mempercayai fenomena yang berhubungan dengannya, tidak lagi mempunyai itikad untuk membentuk kesatuan dan harmoni dengan Gereja Katolik. Mereka tetap menolak untuk mengikuti deklarasi Ordinaris (1 Januari 1998 dan 5 Mei 2005) dan petunjuk pastoral (5 Mei 2001) dan hanya menunjukkan penolakan terhadap panduan-panduan tersebut. Mereka tidak mengikuti permintaan dan perintah yang saya buat selama kunjungan pribadi saya ke rumah Julia Hong-Sun Yoon dan suaminya, Man-Bok Kim, bersama-sama dengan beberapa saksi (Maret hingga Agustus 2003), bahwa mereka tetap melaksanakan kehidupan iman mereka seperti biasa (seperti menghadiri Misa hari Minggu, mengaku dosa sebelum peringatan hari-hari besar seperti Natal dan Paskah, dan memberikan persembahan kepada paroki) dan menunjukkan catatan finansial dari semua sumbangan yang telah mereka terima. Mereka juga tidak merespon ultimatum saya di bulan Februari 2005. Mereka tetap melanjutkan mengajarkan ‘fenomena yang berkaitan dengan Julia Yoon dari Naju’ sebagai ‘wahyu pribadi’ atau ‘mukjizat’, memperkirakan pembangunan apa yang disebut dengan ‘basilika’ untuk mengumpulkan dana, menyebarkan informasi yang menyesatkan bahwa Bapa Suci dan Tahta Suci mengakui (Naju), dan mengkritik saya, Persatuan Uskup-uskup Korea, dan Gereja Katolik Korea melalui media cetak dan elektronik. (bdk. pamflet-pamflet promosi mereka, buku-buku, koran, dan situs internet).
Saya membuat konfirmasi akhir bahwa perbuatan mereka yang sedemikian adalah sama sekali bukan sikap yang benar dan seimbang sebagai umat beriman; juga bukan suatu perbuatan devosi atau ritual penyembahan yang benar kepada Allah. Sejalan dengan itu, saya menyatakan bahwa para klerus, kaum awam dan kaum religius yang berpartisipasi dalam administrasi Sakramen-sakramen atau perayaan dari Sakramental, yang telah saya larang, pada ‘kapel’ yang tidak resmi atau ‘Gunung dari Bunda Yang Terberkati’, mengakibatkan penalti ekskomunikasi otomatis (bdk. Kan # 1336 dan 1364). Oleh karena hal-hal ini adalah perbuatan-perbuatan ketidaktaatan melawan panduan dan penilaian pastoral dari Ordinaris, pelanggaran terhadap Hukum Kanon (bdk. Kan # 1369, 1371, dan 1373), dan penolakan-penolakan untuk membentuk kesatuan seperti halnya menimbulkan kerusakan kepada persaudaraan dalam komunitas Gereja, penalti ini berlaku tidak hanya kepada umat beriman yang menjadi bagian dari Keuskupan Agung Kwangju tetapi juga kepada semua klerus, kaum awam, dan kaum religius di dalam Gereja Katolik.
Kedua, saya telah memastikan bahwa Rm. Aloysius Hong-Bin Chang dari keuskupan saya, yang mengesahkan bahwa ‘fenomea yang berkaitan dengan Julia Yoon dari Naju’ adalah ‘wahyu pribadi’ dan ‘mukjizat’, mengemukakan secara tak tergoyahkan bahwa (keputusannya) adalah ‘sebuah pilihan berdasarkan hati nuraninya’ dan berulang ulang memutarbalikkan (kata-katanya) dan melanggar kewajibannya untuk taat kepada Ordinaris, yang kepadanya ia telah bersumpah di hari pentahbisannya, tergantung kepada situasi, tidak lagi mempunyai intensi untuk membentuk kesatuan dan harmoni dengan kesatuan para imam di Keuskupan Kwangju. Dalam kedua pertemuan komite personel (1 Juni 2007 dan 15 Januari 2008), ia tidak hendak mengakui pengesahan yang telah dilakukannya melainkan hanya bermaksud untuk mempertahankan sikapnya, yang menegaskan bahwa ia adalah hanyalah ‘salah satu dari orang yang percaya kepada fenomena yang berkaitan dengan Julia Yoon dari Naju’ daripada seorang imam sebuah keuskupan yang setia kepada tugas ketaatan di mana ia telah bersumpah kepada Ordinaris (bdk. Kan # 273 dan 278).
Sejalan dengan itu, Rm. Aloysius Hong-Bin Chang tidak lagi memiliki status dan hak sebagai seorang imam yang menjadi bagian dari Keuskupan Kwangju, dan semua kemampuan isitimewa bagi imam-imam diosesan, yang seragam secara nasional, dikaruniakan kepadanya di hari pentahbisannya, dengan ini ditarik (bdk. Kan # 194, 1333, 1336, dan 1371).
Saya berdoa kepada Tuhan, melalui belas kasihan dan rahmat-Nya yang tidak terbatas, orang-orang ini akan menyadari kesalahan-kesalahan mereka, kembali ke pangkuan Gereja Katolik, menerima berkat-berkat kesatuan dan harmoni melalui Sakramen Pengakuan Dosa, dan sesegera mungkin berpartisipasi dalam ritual yang benar dalam penyembahan kepada Allah. Bunda Suci, Bunda Juruselamat kami dan Bunda kami, Pelindung Gereja Korea dan dikandung tanpa dosa asal; Santo Yusuf; dan semua santo santa para martir Korea, doakanlah kami.”
21 Januari 2008,
Pada hari peringatan St Agnes, perawan dan martir.
Ditandatangani oleh Uskup Chang Moo Choi
Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi
Ordinaris dari Keuskupan Agung Kwangju
Pernyataan Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi merupakan kelanjutan dari surat dari keuskupan Incheon (Naju termasuk dalam wewenang keuskupan ini), oleh uskup Boniface Choi Ki-san tanggal 29 Juni 2007 yang melarang umatnya untuk berziarah ke Naju. Larangan ini merupakan kelanjutan dari pernyataan senada dari Uskup Agung Victorinus Youn Kong-hi di tahun 1998, yang menyatakan bahwa tidak ada cukup bukti yang menyatakan bahwa penglihatan- penglihatan dan fenomena yang dialami oleh Julia dan patungnya merupakan sesuatu yang benar- benar supernatural dan berasal dari Tuhan. Pengganti Uskup Agung Youn, yaitu Uskup Agung Andreas Choi Chang-mou, di tahun 2001 dan 2005 juga sudah pernah mengeluarkan pernyataan serupa, dan pada tahun 2008 tersebut kembali mengeluarkan surat yang merupakan penegasan dari apa yang pernah disampaikan sebelumnya. Informasi yang lebih lengkap mengenai hal ini, dapat dibaca di link ini, klik di sini, dan di sini.
Selanjutnya dalam berita di UCAnews.com mengatakan:
“Keuskupan Agung Kwangju pada tanggal 24 Februari 2008 mengeluarkan pernyataan, “Sikap Keuskupan Kwangju dalam kaitan dengan Peristiwa Julia Youn di Naju”. Di dalam pernyataan itu, Keuskupan Kwangju mengutip surat dari Kongregasi Untuk Ajaran Iman (CDF/ Congregation for the Doctrine of the Faith) yang berkedudukan di Vatikan, yang mengatakan bahwa Vatikan menghargai keputusan Keuskupan Kwangju sebagai sikap resmi dari Gereja universal, yaitu keputusan terhadap apa yang dianggap sebagai penampakan, yang dialami oleh Julia di Naju.”
Surat dari Vatikan tersebut bertanggal 24 April, 2008.
Uskup Agung Andreas Choi Chang-mou dari Kwangju telah menyatakan di bulan Januari 2008 bahwa Youn dan para pengikutnya, yang telah mendesakkan keyakinannya terhadap apa yang disebutnya sebagai mukjizat ilahi yang berputar di sekelilingnya, telah mengakibatkan terjadinya ekskomunikasi latae sententiae. Ekskomunikasi tersebut tidak diterapkan melalui jalur penghakiman, namun lahir sebagai akibat otomatis dari sebuah tindakan yang menempatkan seseorang di luar komunitas umat beriman.”
Untuk membaca berita selengkapnya, silakan klik di sini, dan juga di sini, silakan klik
Mengingat bahwa sejauh ini ada banyak juga umat Katolik dari Indonesia yang sudah ‘berziarah’ ke sana, maka ada baiknya informasi ini diketahui oleh umat Katolik Indonesia, sebab nampaknya pihak otoritas Gereja Katolik (dalam hal ini sikap Vatikan sama dengan sikap Keuskupan Agung Kwangju) tidak mengakui penampakan/ fenomena Julia Kim ini. Kita sebagai umat Katolik selayaknya percaya kepada pihak otoritas Gereja Katolik di Naju, Korea Selatan, yang telah mengadakan penyelidikan seksama terlebih dahulu, sebelum mengeluarkan pernyataan tersebut. Pihak Keuskupan Agung sudah telah membentuk komite khusus pada tanggal 30 Desember 1994, untuk menyelidiki fenomena- fenomena di Naju. Berdasarkan penyelidikan komite tersebut, ternyata ditemukan adanya keterlibatan beberapa elemen- elemen buatan/ elemen manusia, sehingga kredibilitas fenomena tersebut diragukan. Silakan membaca selengkapnya pernyataan Uskup Agung Kwangju sehubungan dengan hal ini, silakan klik.
Dalam sejarah Gereja Katolik, para penerima wahyu pribadi yang otentik selalu tinggal dalam kerendahan hati, tidak menentang otoritas Gereja, dan tidak menjadikan tempatnya menjadi tempat ziarah dengan memungut biaya masuk bagi pengunjung seolah menjadikannya tempat komersial. Hal ini nampaknya berbeda dengan yang terjadi di Naju, Korea Selatan. Menurut informasi yang kami terima dari salah seorang umat Katolik dan Romo yang berdomisili di Korea, pihak Vatikan telah menyelidiki dengan mengirimkan utusan untuk menjadi salah satu peziarah untuk mengetahui keadaan di lapangan, dan dengan demikian keputusan yang disampaikan oleh pihak otoritas Gereja juga didasari atas fakta dan penyelidikan terlebih dahulu.
Sebaliknya, klaim yang beredar di internet tentang kecondongan sikap Paus Banediktus XVI maupun Cardinal Ivan Diaz terhadap fenomena Julia Kim di Naju, dan mukjizat Ekaristi di Vatikan pada saat Julia Kim mengunjungi Vatikan di tahun 2010 yang lalu, merupakan ulasan dari pihak- pihak peliput, namun tidak secara resmi dikeluarkan oleh pihak Vatikan sendiri. (Jika Anda berhasil menemukan pernyataan tersebut langsung dari Vatikan, silakan memberitahu kami, agar kami dapat merevisi jawaban ini).
Maka, mari sebagai umat Katolik kita tunduk kepada keputusan Magisterium Gereja Katolik (yang dalam hal ini diwakili oleh keputusan dari pihak otoritas Gereja Katolik yaitu Keuskupan Agung Kwangju di Korea Selatan yang juga menjadi acuan bagi sikap Vatikan), sebab merekalah yang memang berhak menentukan apakah suatu wahyu pribadi yang terjadi di wilayahnya itu otentik -sungguh bersifat adikodrati dari Tuhan- atau tidak. Para pemimpin Gereja itulah yang dengan kompetensi khusus bertugas “untuk menguji segala sesuatu dan berpegang teguh kepada apa yang benar” (lih. 1 Tes 5:12; 19-21, sebagaimana dikutip dalam Lumen Gentium, 12). Selanjutnya, perlu kita ingat bahwa wahyu pribadi tidak menambah ataupun mengurangi perbendaharaan iman (deposit of faith) Kristiani (lih. KGK 67). Sebab seluruh wahyu telah dinyatakan oleh Kristus, dan peran wahyu pribadi (yang otentik) adalah membantu umat beriman untuk lebih menghayatinya hari demi hari; agar menghasilkan buah- buah Roh Kudus: kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan pengendalian diri (Gal 5:22-23). Buah- buah Roh Kudus inilah yang menjadi tanda bukti akan iman yang sejati.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Caecilia Triastuti dan Ingrid Listiati- katolisitas.org
shallom ,, apakah pernah terjadi kasus d mana suatu wahyu sudah dibuktikan keontetikannya oleh gereja ttp kmudian diubah?tq..
Shalom Weldy,
Kami belum pernah mendengar tentang wahyu pribadi yang telah disetujui Gereja kemudian direvisi lagi, karena memang Gereja Katolik sungguh bersikap sangat hati-hati. Namun, demikian, kita harus melihat prinsip bahwa wahyu pribadi ini tidak bersifat mengikat dan tidak termasuk dalam perbendaharaan iman (lih. KGK 67).
Dengan kata lain, wahyu pribadi tidak dapat mengubah doktrin dan dogma Gereja Katolik. Wahyu pribadi hanya bersifat mendukung pengajaran, sehingga dapat membantu umat beriman untuk semakin mengimani apa yang telah dipercaya. Semoga dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Saya ingin bertanya:
1.Bagaimana cara membedakan sebuah tanda rohani dari Tuhan daripada tanda dari Setan bagi orang biasa seperti kita saja?
2.Bagaimanakah proses pemberian ekskomunikasi?
3.Apakah ada suatu perbedaan antara tanda rohani dari Tuhan daripada tanda tiruan yang kelihatannya dari Tuhan padahal dari Setan?
Saya akan berterimakasih sekali jika ada yang bisa menjawab pertanyaan saya. Terima kasih.
Shalom Jason,
1&3. Bagaimana mengetahui segala sesuatunya itu dari Tuhan atau dari setan?
Jika mengacu kepada ajaran Kristus, maka jawabnya adalah dari buahnya, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik… Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” (Mat 7:16-20)
Oleh karena itu umumnya Gereja membutuhkan waktu untuk menguji apakah suatu wahyu pribadi itu berasal dari Tuhan atau bukan.
Dalam skala kecil jika kita ingin mengetahui apakah sesuatu itu dari Tuhan atau bukan, silakan kita melihat buahnya yang terjadi pada kita, apakah itu mendekatkan kita kepada Tuhan Yesus dan Gereja-Nya atau tidak? Apakah mendatangkan semua buah-buah Roh Kudus (lih. Gal 5:22-23) atau tidak? Jika ya, maka fenomena yang dialami itu dari Tuhan, namun jika tidak, itu bukan dari Tuhan, namun entah dari diri sendiri atau dari setan.
2. Bagaimana proses pemberian ekskomunikasi?
Ekskomunikasi diberikan jika orang yang melanggar hukum Gereja itu sudah berkali-kali diperingati untuk menghentikan perbuatannya yang salah itu, namun ia tetap berkeras untuk tidak mengindahkan peringatan tersebut, dan tetap melakukan perbuatan yang menyimpang tersebut.
Tentang ekskomunikasi, sudah pernah ditulis di artikel ini, silakan klik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam damai dalam Kristus Tuhan
Kabar2 ttg ;Kehadiran;( maaf saya tdk menggunakan kata;Penampakam;) Bunda Maria dibeberapa tempat akhir2 ini,cukup menggembirakan sekaligus mencemas kan umat.Sekarang yg ingin saya tanyakan:
1.Bagaimana pandangan GEREJA tentang FENOMENA ini,apakah GEREJA ;MENG AMINI saja kabar2 seperti ini?
2 Bila jawabannya YA,lalu bagaimana jika semua PERISTIWA itu ternyata sebuah REKAYASA tehnologie
Sementara itu dulu yg saya tanyakan,atas jawabannya saya ucapkan banyak trimakasih.BERKAH DALEM
Shalom Antonius,
Sejujurnya, Gereja Katolik cukup ketat untuk memeriksa apakah suatu klaim wahyu pribadi tentang suatu fenomena tertentu itu layak disebut otentik atau tidak. Umumnya pemeriksaan akan diadakan oleh pihak otoritas Gereja, yaitu Keuskupan yang bersangkutan, dan pemeriksaan inipun melibatkan banyak penelitian tulisan-tulisan maupun wawancara dengan pihak pelihat untuk menentukan apakah ada koherensi dari pernyataan-pernyataannya, apakah pernyataannya menyampaikan suatu yang otentik atau hanya ‘mengkopi’ dari klaim wahyu pribadi yang lain dan apakah ada dari pernyataannya itu yang bertentangan dengan ajaran Gereja atau tidak.
Maka tidak benar bahwa Gereja selalu mengamini fenomena ‘penampakan’ Bunda Maria. Silakan membaca contohnya adalah fenomena di Naju, Korea, yang dapat Anda baca di artikel di atas, silakan klik. Di Indonesia sendiri beberapa tahun lalu, ada klaim dari seorang bernama Bp. Thomas, di Kediri, dan ternyata terbukti itu rekayasa. Syukurlah, pihak otoritas Gereja Katolik di Indonesia, juga tidak pernah menyatakan bahwa fenomena tersebut otentik.
Nampaknya Gereja Katolik cukup berhati-hati tentang hal ini, maka kita perlu bersyukur dan tak perlu cemas. Terhadap klaim yang sudah diakui otentik, seperti yang terjadi di Lourdes, Perancis, Gereja Katolik juga tidak menyatakan bahwa klaim penampakan itu mengikat semua umat Katolik (artinya harus dipercayai). Yang mengikat bagi umat Katolik adalah Wahyu Umum yang dinyatakan Allah dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci, sedangkan wahyu-wahyu pribadi sifatnya tidak mengikat. Wahyu-wahyu pribadi itu sifatnya membantu umat untuk lebih menghayati ajaran iman, namun tidak menjadi bagian dari sumber ajaran iman itu sendiri.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom,
Biarpun saya ini seorang yang cetek pengetahuan dalan agama kristian,tapi pada pendapat saya, segala mukjizat yang terjadi di Naju Korea adalah benar. Saya percaya Tuhan masih bekerja dengan caranya tersendiri,tanpa memerlukan pemahaman daripada manusia sedalam-dalamnya.Tuhan bebas memilih orang yang berkenan di mataNya, bukan dari sudut pandangan manusia, kerana sifat manusia hanya menilai dari luaran bukan dalaman.Harap jangan ada ‘Kayafas Millenium’muncul.
Sekian.Terima kasih.
Shalom Ruth,
Terima kasih atas komentar Anda. Menjadi hak Anda untuk mempercayai apa yang terjadi di Naju. Namun, yang diinginkan adalah kita tidak hanya menerima segala hal yang terjadi tanpa menganalisanya terlebih dahulu dengan hati-hati. Ada begitu banyak yang nampak sebagai mukjizat – yang juga pernah terjadi di Indonesia – namun pada akhirnya terbukti palsu. Menjadi tugas dari Vatikan untuk melindungi umatnya dengan memberikan batasan-batasan, sehingga umat dapat beriman dengan dasar yang kuat. Pada akhirnya, iman kita akan Kristus yang sungguh hadir secara nyata dalam Ekaristi tidak tergantung dari mukjizat-mukjizat. Jadi, tidak ada yang berniat menjadi kayafas-kayafas baru.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Shalom Stefanus dan Ingrid,
Saya melihat bahwa perbuatan aborsi di dunia ini sudah sangat keterlaluan. Mungkin sudah lebih dari 40 juta jiwa yang terbunuh dalam setahunnya. Saya mengharapkan umat manusia terketuk hatinya dengan adanya peringatan Tuhan dari Naju tersebut.
Terima kasih.
Shalom, Stefanus dan Ingrid,
Saya ingin bertanya, apakah perbuatan supernatural dapat terjadi karena perbuatan setan? Dan apakah perbuatan supernatural di Naju, Korea Selatan adalah perbuatan setan?
Saya sangat kecewa dengan apa yang terjadi di Naju, terutama kepada usaha anti aborsi. Usaha ini menjadi ternodai dengan kerakusan manusia akan uang dan kemasyuran pribadi.
Shalom,
Aloysius R Suhartono.
Shalom Aloysius Suhartono,
Kami di Katolisitas tidak dalam posisi untuk menyatakan sesuatu di luar dari apa yang sudah jelas disampaikan oleh pihak otoritas Gereja Katolik. Dalam hal Naju ini, pihak otoritas Gereja di Keuskupan Kwangju menyatakan bahwa tindakan yang mengajarkan fenomena Julia Kim sebagai wahyu pribadi yang telah diakui Tahta Suci, dan segala tindakan propaganda yang mengkritik Uskup dan Persatuan Uskup-uskup Korea adalah “sama sekali bukan sikap yang benar dan seimbang sebagai umat beriman; juga bukan suatu perbuatan devosi atau ritual penyembahan yang benar kepada Allah.” Demikian, maka Uskup mengatakan, “Julia Yoon dari Naju dan mereka yang mempercayai fenomena yang berhubungan dengannya, tidak lagi mempunyai itikad untuk membentuk kesatuan dan harmoni dengan Gereja Katolik.” (Sebagaimana dikatakan oleh Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi, Keuskupan Agung Kwangju, 21 Jan 2008, silakan membaca kembali artikel di atas, silakan klik).
Nah, tentang dari siapakah perbuatan tersebut? Bukan bagian kami untuk menjawabnya. Sebab jika suatu fenomena bukan otentik berasal dari Allah, kemungkinannya adalah dari diri sendiri/ rekayasa manusia, atau dari si Jahat (setan, yang memang dapat menyamar sebagai malaikat terang).
Sedangkan tentang pernyataan Anda, “Saya sangat kecewa dengan apa yang terjadi di Naju, terutama kepada usaha anti aborsi. Usaha ini menjadi ternodai dengan kerakusan manusia akan uang dan kemasyuran pribadi“, terus terang saya kurang paham, maksudnya apa? Pandangan anda itu pro aborsi atau anti aborsi? Menurut ajaran Gereja Katolik, aborsi adalah tindakan pembunuhan, dan karena itu adalah perbuatan dosa. Sepanjang pengetahuan saya, Julia Kim dalam hal ini tidak mengajarkan hal yang menentang ajaran Gereja Katolik, sebab pesan yang disampaikannya juga adalah pesan anti- aborsi. Maka dalam hal ini, pesan Julia sejalan dengan ajaran iman Katolik.
Jika dilihat secara jujur berdasarkan fakta, usaha-usaha aborsi dan propagandanya itulah yang menjadi bukti kerakusan manusia akan uang. Sebab alat- alat aborsi itu sendiri menjadi industri yang marak dan menguntungkan bagi sekelompok orang (umumnya dari kalangan produsen di negara-negara yang maju) yang memproduksinya, tanpa berpikir bahwa aborsi itu tidaklah sesuai dengan perintah Tuhan. Tentang mengapa Aborsi itu dosa, silakan klik di sini; dan tentang Kekejaman Aborsi, klik di sini.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shallom,
bagi saya sepertinya kita sebaiknya lebih berhati-hati dalam menanggapi peristiwa Naju Korea, marilah kita berdoa untuk coba memahami dari sudut kacamata iman dan tidak pertama-tama bersyak wasangka.
Tak perlu kita terlalu memberi banyak komentar yang kadang dapat menyesatkan pemahaman saudara-saudara kita…..
saya cuman mau mengingatkan, peristiwa Lourdes pun awalnya banyak umat, penguasa dan pihak gereja yang bahkan menolak peristiwa ini. Namun akhirnya Tuhan menunjukkan karya kasihnya……… itu setelah hampir 100 tahun……????
akhirnya mari kita tetap berdoa untuk memohon agar mata iman kita dapat melihat apa yang menjadi kehendakNya…………
GBU
Kita harus waspada dengan tipu daya iblis yang menyamar sebagai malaikat-malaikat terang….
Julia Kim memang sesat. Tidak mungkin Allah berperilaku seperti itu. Tiba tiba tubuh terpelanting, kepala mengeluarkan darah padahal sedang di tempat umum. Stigmata mempunyai prosedur dan itu kudus bukan urakan seperti julia kim. Namun yang sedang saya pikirkan, darimana fenomena itu datangnya? Bila itu buatan manusia, siapakah yang begitu pandai memanipulasi? Bila itu nubuat iblis, apakah mungkin iblis menghina Tuhan seperti itu dalam waktu yang sekian lama?? Ada yang mau menanggapi??
Shalom Suhi,
Sebagai umat Katolik, yang terpenting adalah kita berpegang kepada pernyataan resmi otoritas Gereja, dalam menyikapi klaim-klaim wahyu pribadi seperti fenomena Julia Kim ini. Gereja Katolik selalu mempunyai alasan di balik semua pernyataannya, dan umumnya selalu berpegang kepada buah-buah dari peristiwa/ pengalaman- pengalaman rohani tersebut, adakah mencerminkan adanya buah-buah Roh Kudus dan kesesuaian dengan pengajaran Magisterium Gereja.
Adakalanya jika kita membaca kisah hidup para kudus, memang ada juga di antara mereka (seperti misalnya Padre Pio) yang mengalami semacam pertarungan dengan Iblis dalam saat- saat doa/ meditasinya, namun kejadian itu tidak menjadi ‘tontonan’ bagi banyak orang.
Hal fenomena Julia Kim ini memang kontroversial karena nampak cukup mencengangkan. Namun akan apakah hal tersebut merupakan manipulasi atau tidak, mari kita serahkan kepada waktu untuk membuktikannya. Sebab manifestasi pengalaman rohani apapun dapat terjadi karena tiga sebab, yaitu sungguh otentik dari Allah, atau dari diri sendiri atau dari si Jahat (Iblis). Saya pribadi cenderung untuk tidak menghakimi tentang apakah sebenarnya yang terjadi dalam fenomena Julia Kim, sebab yang terpenting adalah berpegang kepada pernyataan otoritas Gereja Katolik, sehingga kita tidak melakukan kesalahan, baik dalam hal terlalu cepat menghakimi maupun dalam hal terlalu gegabah percaya akan sesuatu yang palsu.
Jika pertanyaan Anda bahwa “apakah mungkin Iblis menghina Tuhan dalam waktu sekian lama?” Maka nampaknya jawabannya adalah mungkin saja, sebab sejak dari zaman Yesus, dan bahkan sejak zaman kejatuhan Adam dan Hawa [atau juga sejak kejatuhan Iblis sendiri] memang Iblis selalu menghina Tuhan dan berusaha membuat manusia jatuh ke dalam dosa. Namun demikian, di lain pihak Roh Kudus juga turut bekerja, sehingga kebenaran Tuhan dan kuasa Tuhan tetap dapat dinyatakan; dan secara nyata kita melihat hal tersebut di dalam Kristus dan Gereja yang didirikan-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Dear Suhi dan juga Ingrid yang dikasihi Allah dan BundaNya Maria…
ah sedihnya hati ini membaca semuanya ini.
Saya setuju dengan apa yang disampaikan Inggrid.
Sebaiknya kita semakin disatukan Allah dengan doa saja dan tidak mengomentari sesuatu yang kita pun samar-samar. Mari bersatu dalam doa. Kebenaran hakiki senantiasa ada di pihak Allah.
Adalah hak Gereja Kudus untuk melakukan sesuatu berdasar hukum gereja YANG BENAR namun segala fenomena yang terjadi membutuhkan proses yang lama hingga menjadikannya sebuah rahmat pertobatan dan persatuan bagi segenap jemaat.
de Maria numquam satis!
Tina Bone Herman
Pencinta Maria, Denpasar
Yth Ibu Inggrid,
Salam damai dalam Kristus,
Saya setuju bahwa kita harus berhati-hati dalam mensikapi setiap fenomena supranatural. Dan seperti ajaran Yesus kita harus melakukan discernment dengan melihat buah-buahnya.
Tetapi apa yang saya tangkap dalam tulisan yang dilakukan oleh Ibu Inggrid dalam kasus fenomena Julia Kim, menunjukkan ada kecenderungan cari aman dengan berpihak kepada keputusan Keuskupan Kwangju.
Saya cukup kecewa dengan penilaian Keuskupan Kwangju yang melakukan discernment terhadap fenomena Julia Kim yang menitikberatkan pada 2 hal, yaitu ketidak-tundukan Julia Kim terhadap Keuskpuan Kwangju dan ketidak-sediaan Julia Kim menunjukkan laporan keuangan. Kriteria discernment yang dilakukan sangat bernilai duniawi dan materialistik. Tidak ada sedikitpun kriteria discernment rohani dan ilahi yang digunakan untuk menilai fenomena Julia Kim.
Apakah penghormatan terhadap Yesus, Maria, Ekaristi makin direndahkan atau ditinggikan?
Apakah pesan-pesan yang disampaikan Julia Kim itu pesan-pesan kasih atau kebencian?
Saya yakin Julia Kim bukan manusia sempurna dan masih penuh kelemahan (hanya seorang ibu rumah tangga, yang sederhana, bodoh dan emosional), sebagaimana rasul-rasul Yesus yang pada awalnya hanya orang sederhana, bodoh, keras kepala, dan pengecut.
Justru fenomena yang terjadi pada Julia Kim menunjukkan adanya kekuatan supranatural yang memampukan dia berbuat yang tidak mungkin dilakukan oleh ibu rumah tangga yang sederhana, bodoh dan emosional. Dan siapa yang dipermuliakan dalam fenomena ini, Julia Kim, Keuskupan Kwangju, Maria atau Yesus? Silahkan kita tanya kepada hati nurani kita dengan penerangan Roh Kudus.
Petrus berkata: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kis 5:29). Dan Gamaliel berkata “Biarkanlah mereka sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyapkan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah” (Kis 5:38-39).
Jika kita tidak percaya atau mengakui “wahyu pribadi” itu tidak apa-apa, tidak berdosa dan tidak mengurangi keselamatan yang diperoleh jika kita sudah menerima “wahyu umum” yaitu iman akan Tritunggal Maha Kudus.
“Wahyu pribadi” diharapkan meningkatkan iman kita terhadapt Tritunggal Maha Kudus, dan mengobarkan semangat kita dalam berdevosi.
Tetapi jika kita mendeskreditkan “wahyu pribadi” yang berasal dari Allah, bukankah itu akan mendukakan Roh Kudus yang menuntun kita.
Semoga terang Roh Kudus selalu menyertai kita, dan kita tidak mendukakan Allah Bapa, Allah Putra dan Roh Kudus.
Salam damai dalam Kristus,
Thomas – yang sederhana, bodoh, emosional
Shalom Thomas,
Jika Anda benar setuju bahwa kita harus berhati- hati dalam menyikapi setiap fenomena supernatural, maka seharusnya Andapun dapat melihat bahwa penilaian Uskup Agung Kwangju juga didasari oleh sikap ini. Keputusan itu tidak semata- mata didasari oleh ketidaktundukan Julia kepada pihak Keuskupan, dan karena ketidaksediaan menunjukkan laporan keuangan, seperti yang Anda duga. Silakan Anda membaca kisah fenomena Julia Kim sendiri, dan apa yang ia klaim sebagai mujizat- mujizat di sana, baik itu mujizat Ekaristi maupun patung Bunda Maria yang menangis. Sebab jika kita dengan jeli membaca di sana, terdapat beberapa ‘kejanggalan’ dan hal- hal yang tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik; dan ini saja sudah cukup untuk membuat kita bertanya-tanya, apakah fenomena itu otentik dari Tuhan atau bukan. Jika kita saja yang orang awam dapat menangkap hal yang janggal tersebut, apalagi pihak otoritas Gereja.
Berikut ini saya sampaikan beberapa contohnya yang bersangkutan dengan dua hal, yaitu klaim Julia Kim tentang mujizat Ekaristi dan tentang patung Bunda Maria yang menangis. Saya mengacu kepada tulisan di situs Catholic Planet, yang menurut saya cukup kritis dalam menanggapi fenomena Julia Kim, sehingga dapatlah kita renungkan untuk membantu kita menguji apakah benar fenomena ini berasal dari Allah atau tidak. Selengkapnya, silakan membaca di link ini, silakan klik; dan klik di sini.
A. Tanggapan terhadap klaim Julia Kim akan mujizat Ekaristi
1. Tidak ada bukti yang ditinggalkan untuk edifikasi umat beriman
Mujizat Ekaristi yang berkali- kali diklaim oleh Julia adalah berubahnya wujud hosti yang telah diterimanya menjadi sepotong daging dengan darah segar, di dalam mulutnya. Sepanjang sejarah Gereja Katolik sudah terjadi cukup banyak mujizat Ekaristi, namun umumnya mujizat itu meninggalkan bukti bagi umat beriman, dan dapat diperiksa dan diverifikasi kebenarannya. Sebagai contohnya mujizat Ekaristi di Lanciano, Italia di abad ke-8, di mana bukti hosti dan anggur yang telah berubah menjadi potongan daging (jantung hati) manusia dan gumpalan darah kering itu -yang masih terlihat wujudnya, walau tidak diberi zat pengawet- masih tersimpan sampai sekarang di gereja Lanciano, dan dapat dilihat dan dihormati oleh umat/ peziarah. Sedang dalam kasus Julia, mujizat perubahan wujud itu terjadi di mulutnya dan lalu ditelan, sehingga tidak meninggalkan bukti bagi umat beriman, untuk keperluan edifikasi/ pendidikan umat beriman. Padahal edifikasi umat adalah salah satu ciri yang terpenting dalam mujizat Ekaristi yang tercatat dalam sejarah Gereja.
2. Hosti berasal dari tetesan darah di patung? Hosti berubah menjadi Tubuh Kristus tanpa konsekrasi?
Beberapa mujizat Ekaristi yang diklaim Julia Kim, tidak terjadi pada perayaan Ekaristi, dan tidak dari wujud roti, tetapi dari ‘tetesan darah’ dari patung Yesus yang tersalib miliknya. Di suatu kesempatan, menurut pengakuan Julia, dalam sekejap darah ini menetes ke arah mulutnya yang tertutup oleh masker, dan berubah menjadi hosti dan kemudian hosti itu menembus masker itu dan masuk ke mulutnya (namun orang disekitarnya tidak melihat hosti itu) :
Julia menganggap bahwa hosti yang diterimanya dari patung itu adalah hosti yang sudah dikonsekrasikan. Tetapi dalam sejarah Gereja, hosti yang dikonsekrasikan terjadi pada perayaan Ekaristi oleh imam. Dalam kasus yang diceritakan Julia ini, tidak terjadi demikian. Bagaimana tetesan darah dari patung dapat berubah menjadi hosti yang dikonsekrasikan, tanpa Misa, tanpa imam, tanpa perkataan konsekrasi? Apakah pembelajaran yang akan diperoleh dengan klaim ini; sebab kesan sekilas seolah menjadikan patung sebagai asal usul hosti yang dikonsekrasikan, dan ini menjadi serupa dengan tahyul/ superstition, apalagi tak seorangpun yang hadir di sana melihat hosti yang konon menembus masker Julia.
3. Darah Yesus menjadi hosti?
July 1, 1995
[Julia:] Then, the Blood that was flowing from the Seven Wounds of Jesus gradually turned into Sacred Hosts and were falling down. I had been listening to the reading of the Lord’s message holding hands with Fr. Su from Malaysia. I was surprised and jumped up and tried to receive the Hosts. But the Hosts fell so forcefully that they passed by my hands. I was standing speechless. Everyone in the Chapel heard the sounds of the Hosts falling on the altar before the Blessed Mother’s statue.
Selanjutnya, Julia mengklaim bahwa Darah yang keluar dari ketujuh luka Yesus berubah menjadi Hosti Suci; dan hosti itu kemudian jatuh ke altar yang terletak di depan patung Bunda Maria. Padahal bahkan ketika Yesus menginstitusikan Ekaristi di Perjamuan Terakhir, Ia tetap menggunakan roti dan anggur. Kristus tidak mengubah Darah-Nya menjadi hosti. Yang dilakukan-Nya adalah mengubah roti menjadi Tubuh-Nya dan anggur menjadi Darah-Nya. Maka jika seseorang mengatakan bahwa yang terjadi adalah sebaliknya (yaitu dari Darah-Nya menjadi hosti), itu tidak sesuai dengan ajaran Kristus dan ajaran Gereja.
4. Yesus melakukan transfusi?
January 27, 2002
[Julia:] While he was praying, a drop of the Lord’s Precious Blood suddenly came down from above making a clearly audible sound when it hit the ground. I was so surprised that I cried out, “Oh, my!” A man who was standing near me also saw the Blood and shouted, “Oh, it is blood!” …
[Jesus:] “The reason why I am revealing My Love even by shedding blood for you is to wash away your sins thoroughly and perform a transfusion.”
Tuhan Yesus sudah menumpahkan darah-Nya, sekali untuk selama-lamanya bagi kita di salib di Golgota, dan hal inilah yang dihadirkan kembali di dalam sakramen Ekaristi oleh kuasa Roh Kudus, dengan cara yang tidak berdarah, sebab Kristus sudah mengalahkan maut. Ia tidak perlu menumpahkan darah lagi di luar korban salib-Nya, seolah korban salib-Nya itu belum cukup menebus dosa manusia seluruhnya (seperti terkesan dari kesaksian Julia). Juga, konsep Yesus melakukan ‘transfusi’ darah, juga terdengar asing secara teologis. Apakah ini sungguh pesan dari Yesus?
5. Darah Yesus dibiarkan tercecer?
January 5, 2002
At the Twelfth Station, I saw a vision of Jesus breathing His last on the Cross and a Roman soldier piercing the Lord’s right side with a spear…. Jesus stretched out His arms and bestowed light upon all of us. I [Julia] said loudly, “Receive the light!” The light that poured out of Jesus’ both hands was shining upon everyone’s head. Seconds later, the light turned into drops of blood and dripped upon everyone’s head.
January 18, 2002
There were many fresh blood marks on the paved areas on the Way of the Cross (constructed for the handicapped). At the Twelfth Station, we saw fresh blood marks scattered all over on the ground. There also were splash marks made when the blood dripped on the ground. We found fresh blood marks all the way from the Seventh Station to the Thirteenth Station….
Klaim ini mengatakan bahwa cahaya berubah menjadi darah Kristus. Hal ini juga tidak sesuai dengan apa yang tertulis dalam Kitab Suci, bahwa Darah Yesus terjadi dari anggur yang telah dikonsekrasikan oleh imam. Yesus tidak mengubah cahaya menjadi darah-Nya. Kini tubuh-Nya sudah mulia, maka tidak lagi mengeluarkan darah. Lagipula, Gereja juga mengajarkan kita untuk memperlakukan Ekaristi dengan sikap hormat. Jika ini benar adalah darah Kristus, maka Kristus tidak akan memberikan contoh yang buruk tentang bagaimana memperlakukan Darah-Nya yang mulia dengan mencecerkannya ke tanah atau ke mana- mana.
B. Tanggapan terhadap Klaim Patung Bunda Maria yang menangis
Seperti halnya terdapat kejanggalan dalam klaim Julia Kim tentang mukjizat Ekaristi, demikian pula terdapat kejanggalan dalam klaim patung Maria miliknya yang menangis. Berikut ini adalah beberapa klaimnya:
1. Darah keluar dari mata patung Maria, tetapi tidak mengalir dengan lembut dari ujung-ujung mata seperti halnya air mata yang sesungguhnya.
2. Darah keluar juga dari hidung patung Maria.
3. Lendir juga dilaporkan mengalir keluar dari hidung patung Maria.
4. Keringat juga keluar dari patung itu.
5. Darah juga mengalir keluar dari mulut patung itu.
6. Pesan yang menjelaskan tentang darah yang keluar dari mulut itu mengatakan bahwa Bunda Maria muntah darah dan berteriak sehingga tenggorokannya berdarah.
7. Klaim bahwa ada tanda-tanda air yang berasal dari suatu mata air yang berubah menjadi air susu ibu.
8. Pesan yang menggambarkan bahwa sepertinya Bunda Maria meminta orang- orang meminum air susunya.
9. Klaim bahwa patung Yesus mengeluarkan air yang mengalir dari jari-jari kakinya.
July 13, 1997
(What I want is) that my messages of love, which I have been screaming to you until my throat begins bleeding and which I have been pleading with you (to accept) shedding tears and tears of blood and squeezing fragrant oil out of all of my body, be accepted by the Church as soon as possible; that numerous herds of sheep that have been scattered return; and that Masses be celebrated in the Basilica of the Mary’s Ark of Salvation.
December 31, 2005
If you do not listen carefully to my pleas of tears and tears of blood and my screams that I make with the voice of love until my throat starts bleeding, giving you love by squeezing my whole body, and compromise with this world filled with pride and poison, God’s response will be stern, and the flames of disaster, burning with justice, will fall again on various places.
Yesus dan Maria yang dikisahkan di Injil tidak berbicara atau bertindak dengan cara sebagaimana disampaikan ini. Yesus tidak berteriak sampai tenggorokannya berdarah, demikian pula Bunda Maria tidak demikian juga. Bunda Maria tidak akan menyatakan pesan kasihnya dengan mengatakan bahwa ia muntah darah. Ungkapan ini menunjukkan adanya kekurangdamaian dan kekurang-kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan kualitas sejati Sang Bunda Allah sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Suci. Pesan ini mengisyaratkan seolah Bunda Maria sudah sangat frustrasi dan marah bahwa ia komplain sedemikian, berteriak hingga tenggorokannya berdarah. Inikah gambaran Bunda Maria yang kita ketahui dari Injil dan ajaran Gereja? Rasanya tidak.
Klaim pertama pesan ini adalah air susu keluar dari patung, dan mengalir ke lantai kapel secara ajaib. Lalu dikatakan pula ada sumber mata air yang dikatakan sebagai mujizat (padahal sumber air biasa), yang mengeluarkan air. Lalu air itu dikumpulkan dalam botol, dan berubah menjadi keruh. Lalu dikatakan bahwa Tuhan telah mengubah air ini menjadi air susu Bunda Maria. Klaim ini menjadi tidak sesuai dengan pengaturan kodrati, sebab air susu ibu sesungguhnya diperuntukkan bagi bayinya dan bukan untuk umum. Selanjutnya, klaim bahwa seorang anak laki-laki telah sembuh setelah meminum air susu tersebut. Tetapi tidak dikatakan apakah sakitnya sebelumnya, dan tidak ada konfirmasi dari pihak medis yang menyatakan otentisitas mujizat itu.
Oct 4, 1990
Mary: Suck the spiritual milk from my breast that is flowing out like a spring….
Sepertinya Perawan Maria tidak akan berbicara dengan cara yang kasar seperti ini. Apakah kiranya nilai yang akan disampaikan dengan ‘mujizat’ semacam ini, sebab malah menyalahi aturan kodrati/ alami yang pantas yang telah ditentukan Tuhan sendiri.
Kesimpulan:
Klaim-klaim ini tidak mempunyai kemiripan dengan mujizat-mujizat yang diketahui oleh Gereja sepanjang 2000 tahun. Meskipun ada klaim gambar ataupun patung Bunda Maria yang menangis di tempat-tempat lain, namun klaim di Naju ini berbeda, dan berkesan berlebihan, sebab yang keluar bukan saja tetesan darah, tetapi juga, berlimpahnya air mata, darah, lendir, keringat, minyak, air dan bahkan air susu. Ini semua adalah tanda-tanda yang berlebihan dan menarik perhatian, tetapi nampak malah kurang bijaksana. Ciri-ciri tanda- tanda ini malah berlawanan dengan sifat dan karakter Bunda Maria yang lemah lembut dan rendah hati. Dan kurangnya arti dari tanda-tanda yang berlebihan ini tidak menunjukkan kebijaksanaan Tuhan yang mendalam. Akhirnya klaim tentang tanda air susu ibu, yang menentang kesusilaan Kristiani dan aturan kodrati itu, juga merupakan suatu tanda yang patut dipertanyakan keotentikannya.
Demikianlah Thomas, yang dapat saya sampaikan dari apa yang saya ketahui tentang fenomena Naju. Bukan maksud kami di katolisitas untuk mendiskreditkan fenomena Julia Kim ini, namun mari kita membaca saja faktanya, dan biarlah hati nurani kita berbicara, akan adakah kejanggalan yang terjadi di dalam klaim-klaim ini. Bagi saya pribadi, dengan membaca klaim-klaim Julia tersebut, saya melihat adanya alasan mengapa Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi tidak menyetujui penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan fenomena di Naju ini. Marilah kita menghormati keputusan Bapa Uskup, karena merekalah yang diberi tugas oleh Yesus untuk menjaga dan membimbing umat-Nya.
Semoga Roh Kudus yang sama, membimbing Bapa Uskup Agung Kwangju juga membimbing Anda dan saya, dan kita dimampukan untuk melihat manakah yang sungguh-sungguh benar dan berasal dari Allah dan mana yang tidak; dan kita diberi kerendahan hati untuk menyesuaikan sikap kita terhadap apa yang Tuhan nyatakan tersebut.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Yth. Ibu Ingrid
Salam damai dalam Kristus,
Terima kasih atas kesediaan Ibu menanggapi e-mail saya.
Komentar saya mengenai discerment Uskup Kwangju yang berdasarkan sifat duniawi (kekuasaan) dan materialistik, dan bukannya bersifat rohani dan ilahi adalah didasarkan pada tulisan yang dimuat oleh katolisitas sebelumnya.
Penjelasan Ibu Ingrid mengenai klaim mukjizat Ekaristi dan darah Yesus, serta ciri-ciri tanda-tanda Bunda Maria dengan patungnya yang menurut pendapat Ibu Ingrid janggal/tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik/berlebihan, sehingga pada akhirnya menyimpulkan bahwa fenomena Julia Kim tidak otentik, membuat saya sedikit kecewa karena diskusi kita tidak menyentuh substansi dari buah-buah yang dihasilkan dari fenomena Julia Kim tersebut.
Yang saya lihat dari pesan-pesan kasih yang disampaikan oleh Julia Kim adalah sebagai berikut :
1. Berdoalah Rosario dengan sungguh-sungguh untuk perdamaian dunia dan pertobatan orang-orang berdosa.
2. Berdoa dan lakukanlah silih untuk bayi-bayi yang sedang diaborsi dan untuk orang tua mereka.
3. Berdoalah terus menerus untuk para imam.
4. Keluarga-keluarga sedang menderita. Cintailah satu sama lain dan berjuanglah untuk kekudusan keluarga-keluarga.
5. Terlalu banyak orang yang menerima Komuni Kudus secara tidak pantas. Ajarlah mereka akan pentingnya Ekaristi Kudus dan Pengakuan Dosa. Kunjungilah dengan sering Sakramen Maha Kudus dan hiburlah aku.
6. Hormatilah hari Sabtu Pertama untuk menghormati Hati Yang Tak Bernoda dan Jam-jam Kudus setiap Kamis untuk menghormati Hati Kudus Yesus sebagai silih atas dosa-dosa dunia.
7. Biasakanlah untuk berdoa sepanjang waktu. Hiduplah secara kudus dengan pengurbanan-pengurbanan, perbaikan, penyangkalan diri, kemiskinan dan penolakan diri.
8. Peganglah tanganku. Aku adalah tali yang menghubungkan surga dan dunia. Masuklah ke dalam Bahtera Keselamatan Maria dan berlayarlah ke surga.
9. Bangunlah Basilika dari Bahtera Keselamatan Maria agar semua orang dapat diselamatkan.
10. Jiwa-jiwa yang menerima kata-kataku akan dirubah dan dilahirkan kembali oleh pesan-pesanku.
Ringkasan pesan-pesan kasih tersebut adalah buah-buah dari fenomena Julia Kim, yang menurut pendapat saya adalah buah-buah dari Roh Kudus.
Semoga Roh Kudus yang berasal dari Allah Bapa dan Allah Putera menerangi kita semua.
Berkah Dalem,
Thomas
Shalom Thomas,
Artikel yang kami tulis di atas itu menyampaikan kutipan dari Dekrit Ordinaris Keuskupan Agung Kwangju, yang ditulis oleh Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi, maka kutipan itu bukan karangan kami sendiri. Di situ jelas ditulis demikian:
“Mereka [Julia Kim dan para pengikutnya] juga tidak merespon ultimatum saya di bulan Februari 2005. Mereka tetap melanjutkan mengajarkan ‘fenomena yang berkaitan dengan Julia Yoon dari Naju’ sebagai ‘wahyu pribadi’ atau ‘mukjizat’, memperkirakan pembangunan apa yang disebut dengan ‘basilika’ untuk mengumpulkan dana, menyebarkan informasi yang menyesatkan bahwa Bapa Suci dan Tahta Suci mengakui (Naju), dan mengkritik saya, Persatuan Uskup-uskup Korea, dan Gereja Katolik Korea melalui media cetak dan elektronik (bdk. pamflet-pamflet promosi mereka, buku-buku, koran, dan situs internet).”
Sesungguhnya, jika sampai Uskup melarang, pasti alasannya sudah diberitahukan sebelumnya kepada pihak Julia. Kenyataannya bahwa mereka tidak mengindahkan larangan ini, dan tetap menyebarkan informasi yang menyatakan fenomena ini sebagai wahyu pribadi atau mukjizat, seolah-olah sudah diakui otentik oleh pihak otoritas Gereja, itulah yang menunjukkan kekerasan hati mereka untuk tidak mau taat kepada arahan Bapa Uskup. Jadi sikap ini sendiri bertentangan dengan pesan yang mereka ajarkan, yang Anda tulis di point ke-7, “…. Hiduplah secara kudus dengan pengurbanan-pengurbanan, perbaikan, penyangkalan diri, kemiskinan dan penolakan diri.” Ini lain dengan sikap para kudus, seperti St. Bernadette dan St. Faustina yang tidak ‘ngotot’ dalam mewartakan wahyu pribadi yang mereka terima, namun malah Allah sendiri yang menyatakan kebenarannya. Sedangkan sikap Julia dan pengikutnya, seperti yang kita baca di internet, begitu gencar menyalahkan pihak otoritas Gereja Katolik.
Berikut ini saya sampaikan terjemahan Deklarasi tentang “Fenomena dan Pesan-pesan yang terjadi pada Julia Youn [Julia Kim] dari Naju dan patung Bunda Maria yang Terberkati yang dimilikinya”- yang dikeluarkan oleh Uskup Agung Kwangju yaitu Uskup Agung Victorinus Youn Kong-hi (pendahulu Uskup Agung Andrew Chang-Moo Choi):
Kesimpulan:
Dari pernyataan tersebut kita mengetahui bahwa memang dapat terjadi bahwa pesan-pesan yang disampaikan Julia sekilas memang baik; sebab pesan- pesan yang dicetak tersebut juga merupakan kutipan/ tiruan dari tulisan-tulisan lain yang sudah pernah dipublikasikan oleh orang lain. Namun karena ada bagian dari pesan- pesan tersebut yang tidak sama persis dengan apa yang tertulis di buku harian Julia Kim (Julia Youn) sendiri, maka di sini dapat dipertanyakan keotentikannya. Selanjutnya ada beberapa dari fenomena yang terjadi tidak sesuai dengan ajaran iman Katolik, dan juga kecenderungan penekanan yang terlalu besar akan peran Maria, yang seolah terlepas dari Kristus dan Gereja-Nya (di kutipan Anda, tertulis di butir no. 8,9,10). Sebab biar bagaimanapun, yang menghubungkan surga dan dunia adalah Kristus (lih. Kol 1:20), dan yang dapat membuat orang diubah dan dilahirkan kembali adalah Kristus oleh kuasa Roh Kudus (Yoh 3:5), dan bahtera keselamatan adalah Gereja (lih. KGK 1219). Maka peran Bunda Maria tidak pernah terlepas dari Kristus dan Gereja-Nya. Jika kemudian Julia Kim dan para pendukungnya malah melawan otoritas Gereja, maka mereka sendiri memperlemah pesan yang ingin disampaikannya, sebab jika pesan itu sungguh otentik dari Bunda Maria dan dari Kristus dan Roh Kudus, maka tidak mungkin pesannya memecah belah kesatuan Gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
Agaknya perlu disadari prinsip yang diajarkan oleh St. Thomas Aquinas tentang sesuatu yang dapat dianggap baik atau benar itu haruslah mencakup keseluruhan (the whole). Jadi baru jika semua segi dari fenomena itu menunjukkan kebaikan (artinya tidak ada penyimpangan, peniruan, kesalahan) maka barulah dapat dikatakan bahwa hal itu otentik dari Tuhan; sebab di dalam Tuhan tidak ada sesuatupun yang salah, menyimpang ataupun bertentangan.
Demikianlah Thomas, tanggapan saya. Mohon maaf saya tidak dapat meneruskan diskusi ini jika Anda terus berkeras dengan pandangan Anda, karena sikap Anda berseberangan dengan otoritas Gereja Katolik yang saya yakini dibimbing oleh Roh Kudus.
Mari bersama memohon rahmat kerendahan hati agar dapat melihat manakah pesan yang asli dari Tuhan dan mana yang bukan. Adakalanya hal ini tidak mudah, justru karena dalam pesan- pesan yang bukan dari Tuhan itu sepertinya juga mengandung pesan yang baik. Maka di sini diperlukan discernment (karunia membeda-bedakan roh), agar jangan kita menerima sesuatu sebagai kebenaran, padahal tidak seluruh pesan dan kejadian-kejadian yang terjadi tersebut sesuai dengan ajaran iman kita, yang menjadi tolok ukur dalam menilai suatu fenomena itu asli berasal dari Tuhan atau tidak. Dalam hal ini perlulah kita memiliki kerendahan hati untuk mendengarkan tuntunan otoritas wewenang mengajar Gereja, yang telah menerima kuasa dari Kristus untuk mengarahkan Gereja-Nya agar tidak tersesat sampai akhir zaman.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Yth. Ibu Ingrid,
Salam damai dalam Kristus,
Terima kasih atas tanggapan terakhir Bu Ingrid.
Saya menyadari begitu sulitnya menemukan kebenaran sejati yang berasal dari Allah karena pengetahuan manusia yang sangat terbatas.
Saya mohon maaf jika e-mail saya berbeda pendapat dan tidak mengenakan Bu Ingrid.
Semoga Roh Kudus yang dari Allah Bapa dan Allah Putra selalu menyertai kita sampai akhir jaman dan kita dengan tulus dan rendah hati hidup dalam Terang dan Kasih.
Salam damai dalam Kristus,
Thomas
Shalom Thomas,
Saya bersyukur jika Anda dapat melihat bahwa memang sulit untuk mengenali kebenaran sejati yang berasal dari Allah sendiri di dalam klaim- klaim wahyu pribadi. Tuntunan Roh Kudus sungguh sangat diperlukan, namun juga kerendahan hati dari pihak kita untuk membaca juga penjelasan dari pihak otoritas Gereja. Sebab sungguh, jika mereka sudah mengeluarkan suatu pernyataan resmi, itu sudah pasti didahului penyelidikan yang seksama.
Ya, semoga kita semua selalu dipimpin oleh Roh Kudus yang dalam kesatuan dengan Allah Bapa dan Putera, menyertai Gereja-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,Ingrid Listiati- katolisitas.org
Shalom,
Saudara Thomas, saya mengerti kekecewaan dan perasaan anda tatkala fenomena Naju tidak mendapat sokongan daripada pihak gereja berdasarkan penyelidikan yang cukup saksama. Bagi saya, kita harus bersyukur kerana gereja sungguh mempunyai the REAL SPIRIT OF DISCERNMENTS dalam hal menilai fenomena fenomena yang kelihatannya miraculous. Saya kira, bukan sekadar buahnya sahaja yang menjadi penentu apakah seseatu fenomena itu sebagai berasal dari Allah tetapi banyak aspek lain yang harus diambil kira.
Selama saya masih Protestant, semua manifestasi karismatik dilihat sebagai datang dari Allah bahkan tidak pernah diuji, apakah itu bahasa roh, nubuatan, pelbagai jenis manifestasi rohani bahkan kisah kisah pertemuan peribadi dengan Yesus ataupun segala macam pewahyuan (seperti yg terjadi kepada pendiri gereja Tiberias) itu semua tidak melalui strict discernments. Maka apabila kita hanya berpegang kepada melihat buah buahnya sahaja, kita mungkin masih mentah dalam menilai sesuatu yang tampaknya mistikal apa lagi yang sifatnya miraculuous.
Bersyukurlah saudara kerana kita punya gereja yang sangat berhati hati dalam menyikapi sesuatu kerana kita tahu, Iblis pun dapat menyamar menjadi malaikat terang. Jika tidak kerana Roh Kudus menyertai gereja kita seperti yang dijanjikan oleh Yesus sendiri, maka gereja kita dengan mudahnya menjadi padang permainan setan dan iblis yang bertujuan untuk menyesatkan kita dan jauh dari kebenaran hakiki.
Saya secara peribadi juga punya pengalaman sangat tersentuh dengan fenomena di Medjugorje, bahkan punya kerinduan yang sangat dalam ingin mengerjakan ziarah ke sana. Namun setelah diteliti lewat beberapa website dan dijelaskan oleh pihak Tim Katolisitas, saya akhirnya menjadi akur kepada keputusan pihak gereja Katolik. Bagi saya, lebih baik beriman secara sihat daripada menurut kata hati sendiri yang belum tentu menjamin sesuatu kebenaran.
Semoga kita menjadi rendah hati dan menerima segala keputusan pihak gereja dengan berlapang dada kerana sesungguhnya gereja adalah ibu kita dan sungguhlah tidak pantas menjadi anak anak yang derhaka terhadap ibunya kerana yang demikian itu adalah sikap dari penderhaka itu sendiri yaitu Iblis yang telah mendahului segala macam kederhakaan terhadap Allah sendiri.
Shalom
For the glory of God
Lynn Mariam
Syalom Thomas
menurut saya buah-buah yang dihasilkan dari fenomena Julia Kim seperti yang anda sebutkan ada 10 buah.
menurut saya pribadi dari ke 10 pesan kasih yang disampaikan oleh Julia Kim 9 diantaranya (no 1 sampai 9) adalah pesan-pesan yang sungguh sangat sangat umum kita dengar dari Gereja Katolik. sehingga pesan-pesan tersebut bukanlah sesuatu yang baru untuk disampaikan. jadi apabila ada orang yang menyampaikan pesan-pesan seperti tersebut diatas dengan mengatakan kalau dia mendapat mujikzat, wahyu ataupun hal lainnya dari Allah atau Roh Kudus. wah bisa gawat yach.!
Sedang untuk pesan yang terakhir hal itu menunjukkan kesombongan dari seorang Julia Kim, “Jiwa-jiwa yang menerima kata-kataku akan dirubah dan dilahirkan kembali oleh pesan-pesanku”. timbul satu pertayaan baru…jiwa-jiwa tersebut akan dirubah dan dilahirkan kembali (reinkarnasi?) menjadi apa jika menerima pesan dari Julia Kim.
[Dari Katolisitas: Ya, pernyataan no. 10 itu memang agak problematik, sebab membutuhkan penjelasan lebih lanjut. Iman Kristiani mengajarkan bahwa seseorang dilahirkan secara baru (oleh air dan Roh- Yoh 3:5) melalui Pembaptisan. Maka kelahiran baru ini terjadi karena rahmat Allah dalam Baptisan, dan bukan karena mendengarkan pesan-pesan manusia biasa.]
Saya membaca tentang Julia Kim ini kira-kira 19 tahun yang lalu. Dalam buku itu juga terdapat foto yang keterangannya: Hosti yang telah menjadi darah di mulut Julia Kim (fotonya hitam putih), walau memang tidak membuktikan apakah sebelumnya benar2 hosti atau tidak.
Waktu itu juga belum ada cerita tentang patung Bunda Maria yang berkeringat, mengeluarkan air susu, hosti dari darah dan lain-lain. Hanya Bunda Maria menangis darah dan hosti yang menjadi darah di mulutnya.
Sayang sekali kalau pada perkembangannya ada pemalsuan kesaksian oleh pihak Julia Kim, karena dulu saya menganggap peristiwa itu sebagai peristiwa yang benar-benar ilahi.
Selain itu saya juga jadi bertanya-tanya. Kita tahu bahwa suatu mejizat itu dinilai dari buahnya. Kalau buahnya baik, maka mujizat itu dari Tuhan, kalau tidak dari manusia/Iblis.
Pertanyaan saya, mungkinkah mujizat yang pada awalnya dari Tuhan diselewengkan oleh manusia sehingga untuk sementara waktu buahnya yang baik itu tidak kelihatan?
Contoh: Misalnya fenomena Julia Kim ini sejak awal memang dari Tuhan. Lalu setelah beberapa tahun, Julia Kim merasa bahwa fenomena ini dapat digunakan untuk mencari keuntungan pribadi sehingga dibuatlah kesaksian-kesaksian tambahan yang bukan dari Tuhan.
Demikian juga sebaliknya, mungkinkah mujizat yang sudah diakui Gereja seperti Lourdes, pada masa mendatang karena ulah oknum yang mencari keuntungan pribadi, jadi tidak diakui oleh Gereja (misalnya otoritas Lourdes juga membuat kesaksian palsu)?
Pengakuan Gereja akan suatu mujizat itu merupakan sesuatu yang mutlak atau dapat dikoreksi?
Shalom Agung,
Sesungguhnya, fenomena Julia Kim menjadi kontroversial, antara lain karena banyak berita tentangnya, memang menunjukkan bahwa terjadi bermacam hal yang sepertinya mustahil di mata manusia. Silakan Anda cari di U-Tube, maka Anda akan melihat berbagai video yang menunjukkan terjadinya perubahan hosti di mulut Julia Kim, menjadi sepotong daging yang mengeluarkan darah.
Namun demikian, hal ini tidak dapat dijadikan dasar bahwa apa yang dialaminya itu otentik berasal dari Allah/ ilahi. Sebab menurut ajaran para Santa/o tentang pengalaman mistik, hal-hal yang ‘ajaib’ ini sesungguhnya diakibatkan oleh pekerjaan mahluk yang berkodrat malaikat; namun belum dapat dipastikan bahwa fenomena ini berasal dari Allah. Untuk melihat apakah itu sungguh dari Allah, diperlukan bukti supernatural yang menunjukkan bahwa hanya Tuhan sajalah yang dapat melakukannya. Demikianlah yang dikatakan di link EWTN, (silakan klik di sini untuk membaca selengkapnya):
“… St. Thomas Aquinas and St. John of the Cross both assert that as a general rule mystical phenomena (whether in the lives of saints or in apparitions) are the work of the angels. Unless God Himself needs to act to immediately produce an effect (such as to create out of nothing or to infuse sanctifying grace into the soul), He works through creaturely instruments. Thus the intellectual lights granted in contemplative prayer, the visions and locutions of private revelations, the levitations of the saints, the ecstasies of mystics and visionaries, and most external phenomena associated with mysticism, are produced by the angelic nature. Since both good and evil spirits possess the angelic nature the presence of such phenomena alone is an equivocal sign of authenticity. This means that a great deal of unexplained phenomena can occur without indicating positively that the event is from God. This is why the Church looks, among other things, for evident supernaturality, that is, for effects beyond the ability of men or angels which can be attributed to God alone.”
Dalam kasus Julia Kim, kita memang lebih baik untuk tidak menghakimi, sebab dapat terjadi iapun adalah seorang yang tulus hati dan tidak bermaksud menipu; hanya saja apa yang dialaminya itu memang tidak otentik dari Tuhan. Kemungkinan berikutnya, adalah bahwa hal-hal itu adalah rekayasa manusia, namun untuk sampai kepada kesimpulan tersebut tentu diperlukan pemeriksaan dan bukti- bukti lain, dan bukan bagian kita untuk menganalisa sampai ke sana. Biarlah pihak komisi penyelidikan yang dibentuk oleh otoritas Gereja-lah yang menyimpulkannya.
Hal yang berbeda terjadi pada St. Bernadette Soubirous, yang wahyu pribadinya sudah diakui oleh pihak otoritas Gereja Katolik. Kenyataan bahwa Bernadette memenuhi persyaratan proses kanonisasi, dan akhirnya dinyatakan sebagai Santa pada tanggal 8 Desember 1933, juga mengukuhkan bahwa apa yang dialaminya di Lourdes, dari 11 Feb sampai 16 Juli tahun 1858 sungguh adalah wahyu pribadi yang otentik/ bersifat ilahi. Menarik disimak di sini adalah bahwa penampakan Bunda Maria yang dialami oleh St. Bernadette tidak dialaminya terus setiap hari/ rutin sampai ia wafat, namun hanya terjadi dalam jangka waktu yang tertentu. Dengan demikian, dapatlah diamati dengan jelas, apa yang terjadi di sepanjang waktu terjadinya pewahyuan itu, dan buah- buahnya dalam kehidupan St. Bernadette sesudahnya. Bahkan terdapat juga suatu tanda lainnya, bahwa setelah wafatnya, jenazah St. Bernadette juga masih tetap utuh sampai sekarang, silakan klik.
Maka di sini jelas, bahwa suatu wahyu pribadi dinilai otentik atau tidak, dilihat dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak otoritas Gereja, pertama-tama terhadap orang yang bersangkutan, bukan kepada orang/ oknum lain. Nah, dalam kasus St. Bernadette, ia sudah diperiksa oleh Gereja, termasuk konsistensi dari apa yang dikatakannya dan kesesuaiannya dengan ajaran iman Katolik. Hasil pemeriksaan ini sudah definitif dan berakhir, sebab orang yang bersangkutan juga sudah meninggal. Buah-buah kekudusan yang menjadi salah satu bukti yang kuat, nampak dari kesaksian hidup St. Bernadette sendiri yang membaktikan seluruh hidupnya untuk Tuhan dalam kesederhanaan, kerendahan hati dan ketaatan. Hal ini berbeda dengan kasus-kasus misalnya di Medjugorje, yang para seers/ pelihatnya kini hidup mewah, dan bahkan pembimbing spiritual mereka, Fr. Tomislav Vlasic malah melakukan perbuatan yang termasuk skandal, sebagaimana pernah kami ulas di sini, silakan klik, sehingga Paus Benediktus XVI di tahun 2009, setuju untuk menarik status ordinasinya sebagai imam. Fenomena Medjugorje dan Naju, yang diklaim masih terus berlangsung sampai sekarang, justru memerlukan pengujian lebih lanjut, sebab klaim ini justru rentan terhadap motivasi mencari keuntungan pribadi, sebagaimana yang Anda kuatirkan.
Dengan pemahaman ini, maka jika ada orang- orang/oknum di masa ini yang mengambil keuntungan dari peziarahan di Lourdes, tidaklah berpengaruh kepada keputusan final otoritas Gereja yang telah menyetujui keotentikan wahyu pribadi St. Bernadette. Sebab keputusan itu tidak didasari atas penyelidikan terhadap oknum-oknum di zaman sekarang, tetapi terhadap St. Bernadette itu sendiri, yang kini telah diyakini Gereja telah berada di surga. Bahwa sekarang Lourdes telah menjadi salah satu tempat ziarah yang terkenal dan ramai dikunjungi orang, tidak membatalkan keotentikan wahyu pribadi St. Bernadette. Justru sebaliknya, karena otentik, maka tempat ziarah di Lourdes mengundang banyak peziarah, sebab banyak sekali mukjizat telah terjadi di sana, baik yang sifatnya jasmani maupun rohani (yang menyangkut pertobatan dan pertumbuhan iman).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
sebenarnya kasus ini pernah ada di indonesia..pengikutnyapun banyak sampai biarawan juga..mungkin pernah dengar pak tomas..dari surabaya. sampai mengatakan akan ada kegelapan segala macam, tapi bapak uskup dengan tegas melarang, dan akhirnya singkat cerita…pak thomas menjadi kaya raya dan juga menggelapkan uang, dan dipenjara..oleh bapak uskup meminta untuk dikeluarkan dari penjara…berita selanjutnya dia bunuh diri
Shalom Soero,
Memang beberapa tahun yang lalu pernah terdengar adanya kasus di Kediri, berkaitan dengan yang konon disebut- sebut adanya penampakan Bunda Maria kepada Bp. Thomas. Namun memang akhirnya terbukti kasus itu adalah penipuan. Syukurlah bahwa Gereja Katolik tidak pernah mengakui penampakan itu sebelumnya; dan secara umum memang Gereja Katolik sangat berhati- hati dalam menunjukkan sikap terhadap kasus- kasus klaim penampakan ataupun wahyu- wahyu pribadi. Marilah menghargai sikap otoritas Gereja ini, sebab sepertinya prinsip yang digunakan oleh Gereja adalah yang diajarkan oleh Injil, yaitu, dari buahnyalah kita mengenal apakah yang disampaikan mereka itu sungguh dari Tuhan atau bukan (lih. Mat 7:16, 20).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Apakah tim katolisitas juga bisa memberikan keterangan mengenai status penampakan Maria di Medjugorje? Apakah asli atau palsu?
Trima kasih
Shalom Andre,
Terima kasih atas pertanyaannya. Menurut situs EWTN yang kami jadikan acuan di sini, silakan klik, pihak Vatikan hingga hari ini masih sangat berhati-hati dalam memberikan penilaian dan keputusan apakah fenomena Medjugorje yang terjadi sejak tahun 1981 ini memang sungguh fenomena supranatural yang berasal dari Tuhan atau bukan. Investigasi masih terus dilakukan. Vatikan masih terbuka terhadap kemungkinan bahwa penampakan Medjugorje itu sungguh otentik, atau sebaliknya.
Sementara menantikan keputusan Vatikan yang memang mempunyai prosedur yang ketat dan hati-hati dalam menilai keaslian suatu penampakan, sebaiknya umat Katolik juga menyikapinya dengan tenang dan bijaksana. Gereja Katolik tidak melarang peziarahan umatnya ke Medjugorje sepanjang itu dilakukan untuk berdoa dan memperkuat iman dan kasih kepada Tuhan dan sesama, namun Gereja mengingatkan agar pihak otoritas Gereja di manapun di dunia tidak menjadikan peziarahan itu sesuatu yang resmi dan dianjurkan, sehingga memberikan kesan kepada umat bahwa Gereja Katolik telah menyatakan penampakan itu sebagai penampakan yang otentik. Demikian pula agar otoritas Gereja tidak mengesahkan sebutan atau gelar semacam Our Lady of Medjugorje (Bunda Maria dari Medjugorje) karena seluruh fenomena ini masih di dalam penyelidikan dan perhatian dari Vatikan.
Marilah kita menghargai sikap dari Gereja Katolik ini, menyikapinya dengan bijaksana, sambil senantiasa berdoa memohon rahmat terang Roh Kudus untuk senantiasa memimpin Gereja-Nya dalam menghadapi berbagai peristiwa iman, termasuk berbagai penampakan. Kiranya umat Tuhan yang adalah Tubuh Kristus sendiri di mana pun berada di dunia ini selalu bersatu dalam ajaran iman yang benar dan kebaikan yang tulus di dalam kasih Allah Bapa, sebagaimana diajarkan Putera-Nya, Yesus Kristus Tuhan kita.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan
Triastuti – katolisitas.org
saya ingat fenomena mujizat bapak thomas di surabaya, sendang sono dan di beberapa tempat lain, yang ternyata benar menyesatkan. pada peristiwa itu, romo paroki waktu itu mengingatkan umat yang antusias mengikuti (bahkan sampai mengecam umat lain yang tidak mengenakan skapulir putih) bahwa tidak usah jauh-jauh untuk mencari mujizat. mujizat terbesar ada di dalam tubuh kita sendiri. bagaimana alis dan bulu mata kita tidak bertambah panjang seperti rambut di kepala kita, bagaimana kita bisa bangun pagi stiap hari, dan masih banyak lagi mujizat yang Tuhan berikan sendiri lewat kehidupan sehari-hari. Mengapa kita tidak menyadarinya?
Saya sangat berterima kasih atas penjelasan yang Ibu Sisil dan Ibu Inggrid berikan . Semakin menambah wawasan saya dalam memandang atau menilai segala sesuatu yang tampak dianggap kejadian mukjizat dengan lebih hati-hati lagi.
Syalom
Sangat menarik.
Mengenai Julia Kim (itu nama yang dikenal di khalayak ramai) dan mukjizat2 yang terjadi, sudah agak lama saya ketahui. Saya sudah membaca buku ttg hal tersebut dan nonton vcd nya.
Sebenarnya saya sangat tertarik dan terpukau oleh semua mukjizat2 tersebut. Bukunya pun (maaf sudah lupa judulnya apa, lalu dipinjamkan ke teman, eh gak dibalikin) sangat sangat menarik, sampe semangat 45 bacanya (buku tersebut adalah buku terjemahan dalam bhs Indo). Waktu itu saya sangat percaya akan semua mukjizat yang terjadi. Bahkan sampe pengen ke Korea (belum sih).
TETAPI….. ketika sampai di penghujung buku tersebut, ada surat yang ditulis oleh tangan kanan Julia Kim (seorang bapak yang kalo tidak salah juga turut bantu menjaga tempat tersebut) yang membuat saya bertanya2. Di dalam surat itu, bapak tersebut mengatakan bahwa (intinya) melihat semua mukjizat yang terjadi dan dikaitkan dengan Kitab Suci, bapak tersebut menyimpulkan bahwa Tuhan Yesus has done His share, and Tuhan Yesus sudah duduk di sebelah kanan Allah Bapa di Surga. Sedangkan untuk kita yang masih di dunia ini, Allah mengutus Bunda Maria untuk menyelamatkan dunia. (intinya seperti itu). Waduh benar2 harus mencari buku itu lagi tuch, dulu beli di Gramedia sich. Masih ada gak yach di sana?
Nah…..itu yang membingungkan saya. Kok sekarang tokoh utamanya ganti dari Yesus jadi Maria??? Kok bisa? Sejak saat itu, ada pertanyaan besar di kepalaku.
So….kalo di ex komunikasi, gak heran juga.
Tapi saya rada percaya pada awalnya mukjizat yg terjadi adalah sungguh berasal dari Allah.
nanti saya cari bukunya lagi yach.
Salam Damai. Merry Christmas and Happy New Year Pak Stef dan Bu Ingrid
Shalom Julianti,
Terus terang, saya belum pernah membaca buku yang Anda maksud, sehingga sulit bagi saya untuk menanggapinya. Namun sekilas membaca kesimpulan Anda, nampaknya jika benar dikatakan bahwa Tuhan Yesus telah berhenti melakukan karya penyelamatan Allah dan sekarang diteruskan oleh Bunda Maria, maka pernyataan tersebut adalah pernyataan yang keliru. Sebab yang benar adalah setelah kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga, Tuhan Yesus terus melakukan karya penyelamatan Allah melalui Gereja-Nya. Bunda Maria sebagai anggota Gereja, dan kita semua sebagai anggota Gereja hanya ‘mengambil bagian’ di dalam karya Kristus itu; namun tidak berarti bahwa peran yang dilakukan oleh Bunda Maria, maupun oleh para kudus dan kita semua sebagai anggota Kristus, adalah peran yang terpisah dari peran Kristus. Maka peran Bunda Maria tidak pernah dapat disejajarkan dengan peran Kristus apalagi dipertentangkan dengan peran Kristus. Peran Bunda Maria mendukung peran Kristus dan justru semakin menunjukkan kekuatan Kristus, dan bukan sebaliknya.
Mungkin baik di sini jika saya mengutip dokumen Konsili Vatikan II tentang topik ini:
“Pengantara kita hanya ada satu, menurut sabda Rasul: “Sebab Allah itu esa, dan esa pula pengantara antara Allah dan manusia, yakni manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai tebusan bagi semua orang” (1Tim 2:5-6). Adapun peran keibuan Maria terhadap umat manusia sedikit pun tidak menyuramkan atau mengurangi pengantaraan Kritus yang tunggal itu, melainkan justru menunjukkan kekuatannya…. (Lumen Gentium 60)
Sebab tiada makhluk satu pun yang pernah dapat disejajarkan dengan Sabda yang menjelma dan Penebus kita. Namun seperti imamat Kristus secara berbeda-beda ikut dihayati oleh para pelayan (imam) maupun oleh Umat beriman, dan seperti satu kebaikan Allah terpancarkan secara nyata kepada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dengan cara yang berbeda-beda, begitu pula satu-satunya pengantaraan Penebus tidak meniadakan, melainkan membangkitkan pada mereka aneka bentuk kerja sama yang berasal dari satu-satunya sumber.
Adapun Gereja tanpa ragu-ragu mengakui, bahwa Maria memainkan peran yang berada di bawah peran Kristus ini. Gereja tiada hentinya mengalaminya, dan menganjurkan kepada kaum beriman, supaya mereka ditopang oleh perlindungan Bunda itu lebih erat menyatukan diri dengan Sang Pengantara dan Penyelamat.” (Lumen Gentium 61)
Selanjutnya tentang bagaimana menyikapi fenomena yang terjadi di sana mari mengacu kepada pernyataan otoritas Gereja Katolik, sebagaimana telah disebutkan di atas.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Bolehkan tim berbagi informasi sedikit mukjizat Ekaristi bagaimana yang terjadi sewaktu mereka mengunjungi Vatikan??
Saya setuju dengan Gereja, kita bisa lihat kerendahan hati santa Bernadette atau Katarina Labourne yang mereka tunjukkan sewaktu menerima wahyu, berbeda dengan yang ini, memungut bayaran.. Semoga kebenaran secepatnya terbukti, aminn
[dari katolisitas: Yang terlihat dalam video adalah setelah Julia Kim menerima Tubuh Kristus, maka hosti tersebut berubah menjadi sepotong daging. Silakan anda mencari di google dengan kata kunci “Julia Kim miracle in vatican”.]
Shalom !
Mohon jasa baik tim untuk menjelaskan secara lebih mudah di mengerti oleh kaum awam, sebab musabab mengapa Vatikan tidak menerima / menolak fenomena yang terjadi di Naju. Jika ada yang bertentangan dengan pengajaran gereja, maka mohon di nyatakan apa yang bertentangan supaya kami kaum awam bisa menurut kepada keputusan pihak gereja yang pastinya punya sebab jelas mengapa bukan semua penampakan Maria dinyatakan sebagai AUTHENTIC sama juga dengan penampakan di Medjugorje.
Salam kasih
Lynn Mariam
Kuala Lumpur
[dari katolisitas: silakan membaca tanya jawab di atas – silakan klik – secara perlahan-lahan.]
Shalom,
Terima kasih atas jawapan jawapannya di atas. Kini saya sudah mengerti tentang beberapa perkara yang kelihatan bertentangan dengan ajaran Katolik dalam beberapa ” mujizat” yang terjadi di Naju. Berkenaan dengan Medjugorje juga saya sudah membaca beberapa laporan gereja tentang fenomena di sana.
Sekali lagi, terima kasih atas pencerahannya.
Lynn Mariam
Uraian yang hati-hati dan tegas! Suatu ajakan yang sangat bijaksana dan penuh keteguhan. Ketaatan kepada hirarki yang berwenang adalah kewajiban kita sebagai umat gereja universal. Keuskupan memutuskan hal yang penting seperti itu pastilah telah melakukan penelitian dan pertimbangan yang matang. Sebuah penampakan otentik akan teruji oleh waktu, dan ingat Allah akan menjagai gereja-Nya, saya berpikir kita wajib mematuhinya. Masih banyak tempat ziarah sederhana yang mampu meningkatkan keimanan kita, bukankah semua peziarah bertujuan semakin memiliki pergaulan yang akrab dengan Allah, tempat ziarah atau mujizat apappun hanyalah sarana. Pakailah dan gunakan selama hal itu membawa kita untuk memuliakan Allah, tinggalkan segera jika terjadi sebaliknya. Terima kasih pencerahannya bu Ingrid. Salam
Yth. Pak Stef dan Bu Inggrid
Saya ingin menanyakan apakah benar Julia Kim dan pengikutnya telah terkena ekskomunikasi latae sententiae [ekskomunikasi otomatis ) karena Kongregasi Kepausan untuk Doktrin Iman (CDF -red) telah menyatakan bahwa apa yang disebut “mujizat-mujizat ilahi yang beredar di sekitar Julia Youn di Naju, Korea Selatan” adalah “jauh dari iman Kristen yang sejati “?
Berikut sumber yang kebetulan saya baca : http://perawanmaria.wordpress.com/2011/05/28/vatikan-menyatakan-visioner-naju-jauh-dari-iman/
Mohon penjelasannya, dan terima kasih
[Dari Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Comments are closed.