Pertanyaan:

Untuk Pengasuh Salam Damai dalam Kasih Yesus Kristus; Saya baru membaca terjemahan buku : Thomas B. Thayer, 1881: Karyatulis ini dibuat untuk memberitahukan pada semua orang bahwa ajaran Penghukuman Tanpa-Akhir (Neraka akan menyala selama-lamanya) bukanlah berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, tapi dapat ditelusuri bahwa itu berasal dari kekafiran (paganisme/agama penyembahan dewa-dewi)”. Mohon pencerahannya mengapa dalam buku tersebut dikatakan bahwa : (Dari sinilah, jelas, asal-mula dogma (ajaran palsu) tentang purgatory dalam agama Katolik. “Sumbangan sukarela” dan “doa-doa para imam” adalah ciri-ciri yang sama dalam purgatory versi Katolik dan purgatory versi Mesir, sehingga kita bisa yakin bahwa ajaran purgatory dalam agama Katolik adalah dongeng yang berasal dari Mesir), Jadi, sekitar 99% ajaran Katolik adalah dongeng! Roh orang mati sebetulnya tidak berada di api pencucian (purgatory), karena purgatory itu sebetulnya tidak ada! Dan mengapa dikatakan bahwa KITAB-KITAB DEUTEROKANONIKA tidak berasal dari Tuhan, tapi dari campuran antara dongeng (imajinasi manusia) dan peristiwa sejarah. HAMPIR SEMUA AJARAN KATOLIK ADALAH KEBOHONGAN, DONGENG, BERASAL DARI MITOLOGI ROMA DAN YUNANI.
Sebagai umat katolik saya mohon pencerahannya..Salam Yoseph

Jawaban:

Shalom Yoseph,

Jika anda membaca riwayat hidup Thomas B. Thayer tersebut, anda akan mengetahui kurang lebih latar belakang penulisan buku itu. Thayer adalah seorang tokoh universalist abad ke- 19, di mana pokok ajaran kaum universalism ini adalah bahwa pada akhirnya, semua orang akan diselamatkan. Maka mereka mempercayai adanya surga, dan menolak adanya neraka.

Namun pendapat ini tidak berdasar; sebab jika kita sungguh-sungguh membaca Alkitab, kita dapat melihat bahwa keberadaan neraka ini diajarkan bahkan oleh Kristus sendiri. Prinsip dasarnya adalah manusia mempunyai tanggung jawab atas segala perbuatannya. Seluruh Kitab Suci dari awal sampai akhir menceritakan demikian, bahwa selalu ada konsekuensi dari apa yang kita perbuat. Sehingga tidak benar bahwa neraka itu hanya merupakan ajaran karangan Gereja Katolik. Bahkan jika seorang hanya membaca Kitab suci saja dan tidak membaca tulisan para Bapa ataupun dokumen pengajaran Gereja Katolik; tetap saja ia dapat melihat bahwa neraka itu ada, sebagai tempat/ keadaan orang-orang yang menolak Allah dan memilih untuk hidup dalam dosa dan tidak bertobat. Silakan membaca ayat-ayat ini di dalam Alkitab; dan anda akan mengetahui bahwa Yesus sendiri mengatakan bahwa neraka itu ada (Mat 5: 17-30; Mat 10:28; Mat 18:9; Mat 23:33;Mat. 13:41-42 Luk 12:5) dan bahkan di beberapa kesempatan Ia menggambarkannya sebagai api yang tak pernah padam (Mat 25:41; Mrk  9:43-48).

Banyak orang beranggapan, bahwa neraka tidak mungkin ada, karena tidak mungkin Allah yang begitu baik akan menghukum orang dengan sekeras itu dalam siksa kekal. Tapi argumen ini tidak kuat, sebab orang itu ada di neraka bukan karena Allah yang  menjebloskannya, namun karena orang itu sendiri yang menginginkannya, yaitu untuk menjadi terpisah dengan Allah selamanya.  Paus Yohanes Paulus II, dalam khotbahnya tanggal 28 Juli 1999, mengajarkan bahwa neraka itu adalah keadaan keterpisahan dengan Allah, yang disebabkan oleh keinginan orang itu sendiri, dan bukan oleh inisiatif Allah:

“Eternal damnation”, therefore, is not attributed to God’s initiative because in his merciful love he can only desire the salvation of the beings he created. In reality, it is the creature who closes himself to his love. Damnation consists precisely in definitive separation from God, freely chosen by the human person and confirmed with death that seals his choice for ever. God’s judgement ratifies this state…”

Terjemahannya:

“Maka ‘Penghukuman kekal’, tidak disebabkan oleh inisiatif Allah, sebab di dalam belas kasih-Nya, Ia hanya dapat menghendaki keselamatan bagi para mahluk ciptaan-Nya. Kenyataannya, adalah mahluk ciptaan-Nya sendiri itu yang menutup dirinya sendiri terhadap kasih Allah. Penghukuman itu  tepatnya adalah pemisahan secara definitif dari Tuhan, yang dipilih sendiri oleh pribadi manusia dan diteguhkan dengan kematian yang mematrikan pilihannya selamanya. Keadilan Tuhan menyetujui keadaan ini….”

Maka pendapat Thayer yang mengatakan bahwa neraka tidak ada, adalah pendapat yang asing, bahkan di kalangan mayoritas jemaat Protestan di seluruh dunia. Anda dapat bertanya secara acak pada jemaat Protestan, dan saya rasa sebagian besar dari mereka percaya bahwa neraka itu ada, dan tak terpadamkan, sama seperti yang dikatakan oleh Yesus dalam Injil. Maka pendapat yang mengatakan bahwa neraka tidak ada, adalah interpretasi pribadi dari para tokoh universalime, walaupun mereka menyatakan diri sebagai ahli Alkitab. Ini adalah suatu contoh bahwa sola scriptura -membaca Alkitab saja- dapat menghantar seseorang kepada pengertian yang berbeda-beda, dan sayangnya bisa malah melenceng dari apa yang mau disampaikan. Misalnya seseorang sudah punya ide tertentu terlebih dahulu (dalam hal ini ide universalisme, Allah mengasihi semua), baru kemudian mencari ayat- ayat yang kira-kita dapat mendukungnya dalam Alkitab.

Gereja Katolik sendiri memilih untuk berpegang kepada Alkitab, pengajaran para rasul dan para Bapa Gereja yang diturunkan secara berabad-abad dengan setia dalam kemurniaannya di dalam ajaran Magisterium. Dan sebenarnya, seseorang yang mempunyai keterbukaan dan kerendahan hati dapat melihat, bahwa biar bagaimanapun pandainya ia menginterpretasikan Alkitab, tetap saja ia harus mempertimbangkan kesaksian para rasul dan para Bapa Gereja, sebab mereka itu lebih dekat dengan “sumber”-nya. Mereka pernah hidup bersama Yesus atau menjadi murid dari para rasul, atau yang kemudian melestarikan pengajaran para rasul tanpa motif pribadi sedikitpun. Neraka ada, sebab merupakan akibat dari keadilan Tuhan, yang membiarkan manusia menerima apa yang menjadi konsekuensi perbuatannya, atas pilihannya sendiri. Silakan membaca jawaban di sini, silakan klik. Maka walau Tuhan sebenarnya tidak ingin manusia masuk neraka, namun jika itu yang menjadi pilihan manusia itu (dengan hidup berdosa, menolak Tuhan dan tidak bertobat) maka Tuhan mengizinkan hal itu terjadi sesuai dengan kehendak orang itu sendiri.

Saya rasa yang dipermasalahkan di sini bukan saja hanya neraka, tetapi juga doktrin Gereja Katolik tentang Api Penyucian dan Indulgensi. Tentang kedua hal itu sudah pernah dibahas di artikel -artikel ini. Silakan klik di sini untuk artikel Api Penyucian, dan di sini untuk artikel Indulgensi, untuk membaca lebih lanjut. Anda akan mengetahui bahwa doktrin Gereja Katolik selalu mempunyai dasar Alkitab dan tulisan dari para Bapa Gereja; dan bukan dari interpretasi pribadi.

Menganai alkitab Deuterokanonika, juga demikian halnya. Silakan anda membaca artikel ini, untuk melihat asal usul kanon Alkitab, seperti yang pernah dibahas di sini, silakan klik.

Lalu mengenai tuduhan bahwa ajaran Gereja merupakan mitos Yunani, itu juga tidak benar. Bahwa ada ajaran dari mitos Yunani yang juga terdapat dalam ajaran Kristiani, itu tidak menjadikan alasan bahwa agama Kristiani berasal dari mitos Yunani. Ajaran mengenai adanya konsekuensi dalam perbuatan manusia itu terdapat di banyak ajaran/ agama di dunia. Hal ini tidak mengherankan, sebab Allah telah menanamkan semacam hukum kodrat di dalam hati setiap manusia untuk mengenali hukum-hukum-Nya.

Jadi pilihannya sekarang, kita mau percaya kepada ajaran Yesus, para rasul dan para Bapa Gereja- yang dipegang teguh oleh Gereja Katolik selama 2000 tahun lebih atau ajaran seorang Thomas B. Thayer, yang baru mengeluarkan pendapat pribadinya di abad ke 19? Buat saya pribadi, sangat mudah untuk menjawabnya, yaitu dengan segala hormat saya, saya percaya akan Gereja Katolik yang satu, kudus, katolik dan apostolik; dan semua ajaran- ajarannya.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

16 COMMENTS

  1. Shalom…

    Ingin tahu apakah tafsiran Gereja tentang Yesaya 34:9… bagi tafsiran direct saya.. nanti Nereka itu berada di Bumi… Apakah benar tefsiran sedemikian?

    Terima Kasih..

    • Shalom Laizenly,

      Bahwa neraka dikonotasikan sebagai tempat di bumi dapat dilihat dari beberapa ayat seperti: Bil 16:31; Yes 5:14; Yeh 26:20. Namun, Gereja Katolik percaya bahwa neraka adalah sesuatu yang nyata, namun tidak pernah menentukan di mana tempatnya. Yang perlu kita tahu adalah bukan di mana tempatnya, namun bagaimana menghindarinya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  2. shalom salam damai Kristus
    saya mau bertanya…
    apakah pada saatnya nanti setelah kesudahan dunia selesai
    dan orang orang kudus berada di Sorga…apakah masih ada kehendak bebas disana nanti?
    Jika ada, berarti ada kemungkinan dosa itu muncul lagi?

    • Shalom Rindra,

      Kita telah diciptakan Allah seturut gambar-Nya (lih. Kej 1:27), yang berarti manusia mempunyai kehendak bebas karena Allah mempunyai kehendak bebas. Namun, manusia telah salah menggunakan kehendak bebas yang diberikan oleh Allah, sehingga manusia jatuh ke dalam dosa. Kristus datang ke dunia untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa, sehingga manusia dapat secara bebas memberikan dirinya kepada Allah dan secara bebas mengasihi Allah. Mengasihi Allah mencapai kesempurnaannya ketika manusia berada di Surga. Di Surga inilah, manusia justru mempunyai kesempurnaan kehendak bebas, yaitu dapat memilih cara diantara yang baik untuk melakukan yang baik. Inilah kehendak bebas yang sesungguhnya. Kita dapat mulai belajar untuk melatih kehendak bebas kita agar kita hanya menginginkan kehendak Tuhan terjadi dalam kehidupan kita.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – katolisitas.org

  3. salam dalam nama Kristus

    saya boleh tak bertanya

    siapakah yang nanti masuk surga
    dan apakah ada yang masuk ke dalam neraka?

    • Shalom Ferdinan,

      Dalam Injil, Tuhan Yesus mengajarkan tentang adanya Surga dan Neraka. Surga sering disebut sebagai “Kerajaan Surga” untuk menggambarkan tempat Allah bersemayam, sehingga sering juga disebut sebagai Kerajaan Allah. Sekilas tentang Surga, klik di sini, dan tentang Kerajaan Allah, klik di sini. Syarat-syaratnya juga disebutkan untuk dapat masuk ke dalamnya, antara lain dengan pertobatan dan Baptisan yang disebut sebagai “dilahirkan kembali dalam air dan roh” (Yoh 3:5, lih. Kis 2:38), “melaksanakan kehendak Allah” (Mat 7:21), secara khusus, perintah untuk mengasihi. Sedangkan orang yang seperti apa yang dapat masuk dalam Kerajaan Surga, tercermin dalam delapan Sabda Bahagia (lih. Mat 5:1-12); mereka yang meneladai Kristus dengan teguh beriman sampai akhir, meskipun harus mengalami banyak penderitaan (lih. Kis 4:22).

      Namun siapa-siapa yang masuk surga, kita tidak dapat mengetahui secara persis, kecuali orang-orang tertentu, yang secara resmi dinyatakan oleh Gereja Katolik sebagai seorang yang terberkati ataupun sebagai orang kudus (Santa/ Santo) melalui suatu proses yang disebut sebagai proses Beatifikasi. Untuk membaca tentang proses Beatifikasi ini, silakan klik di sini.

      Sedangkan yang masuk neraka, adalah mereka yang dengan kehendak bebasnya sendiri menolak Allah dan dengan demikian tidak melakukan segala kehendak/ perintah-Nya. Tentang bahwa neraka itu ada, dan memang ada orang masuk ke dalamnya itu disebut dalam Injil, silakan membaca artikel di atas, silakan klik. Walaupun Gereja Katolik tidak pernah menyebutkan siapa-siapa yang masuk neraka, namun kita tahu menurut Sabda Allah dalam Kitab Suci, bahwa neraka itu ada, dan ada orang-orang tertentu yang karena kekerasan hatinya, memilih untuk memisahkan diri dari Allah dan dengan demikian menempatkan dirinya sendiri ke dalam neraka.

      Semoga kita semua dapat tergabung dalam kelompok para kudus, yang setia beriman sampai akhir, sehingga Allah berkenan membawa kita masuk dalam Kerajaan Surga.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. salam dalam nama Tuhan Yesus. Mengapa ajaran Gereja Katolik ( sejauh yang saya ketahui) tidak mengijinkan
    pemberkatan perkawinan antara pAsangan Katolik dan nonkatolik ( belom katolik) di gereja katolik. Padahal kalau kita baca dalam injil , Tuhan Yesus dalam suatu pesta perkawinan diminta tolong oleh bunda Maria menambah kekurangan anggur yang dialami tuan rumah, yang kemudian di tindaklanjuti oleh Yesus dengan merubah air menjadi anggur. Menurut saya (maaf kalo salah interpretasi) bukankah ini tanda bahwa Tuhan Yesus berkenan juga memberi berkat pada pasangan suami istri ( yg saya pikir pasangan suami istri tsb keduanya bukan Katolik pada jaman itu). Saya mohon penjelasan.Terima kasih.Yesus memberkati

    • Sugeng Yth

      Dalam perkawinan katolik yang benar bukan pemberkatan tapi peneguhan pasangan calon pengantin oleh pastor dengan berkat agar ikatan itu menjadi sah dan sakramental ketika keduanya telah menerima pembaptisan. Perkawinan Katolik memiliki norma hukum sendiri. Perkawinan yang sesama seiman dan telah dibaptis adalah perkawinan yang diangkat oleh Kristus menjadi sakramen karena baptisan mereka terjadi jalinan sakramental. Maka jika ada perkawinan beda agama atau gereja menjadi suatu halangan dan larangan. Namun keduanya bisa diteguhkan kalau mendapat kelonggaran atau izin dari otoritas Gereja melalui dispensasi atau izin. Cerita anda tidak relevan dengan hukum Gereja yang berlaku 1983. Kisah perkawinan di Kana harus dibaca bukan dalam konteks peneguhan perkawinan tetapi dalam konteks Yesus tampil di depan publik dengan melakukan tindakan kemesiasan melakukan mukjizat perubahan air menjadi anggur. Baik kalau baca tafsir teks Yoh 2 : 1-11 tersebut, atau telusuri di web katolisitas semoga ditemukan.

      salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Tafsir ayat Yoh 2:1-11 memang belum sempat kami tuliskan di situs ini. Mungkin di waktu yang akan datang akan kami tuliskan secara lebih terperinci. Namun secara umum, pesan yang ingin disampaikan oleh perikop itu memang bukan mengenai perkawinan antara umat Katolik atau bukan, tetapi:
      1) Bahwa perkawinan itu adalah sesuatu yang kudus, karena itu Tuhan Yesus dan Bunda Maria berkenan hadir di dalamnya.
      2) Kebijaksanaan Tuhan untuk ikut bersuka cita di dalam suka cita rumah tangga.
      3) Kuasa doa syafaat dari Bunda Maria, yang peduli akan kekurangan dan pergumulan yang sedang dihadapi oleh umat beriman, yang dapat mendatangkan pertolongan dari Tuhan Yesus.
      4) Mulai disampaikan gambaran kasih Kristus kepada Gereja-Nya dengan mengubah air menjadi anggur. Kristus memberikan anggur yang baru, yaitu darah-Nya yang menebus dosa manusia, dan oleh darah-Nya manusia diselamatkan dan memperoleh suka cita yang kekal.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  5. Bro Stef,

    enlightening as always. Saya mau stir things up a bit disini boleh ya. Mengenai neraka, saya kok punya konsep lain.

    Saya sering terganggu kalau mendengar banyak orang yang menceritakan betapa kalau mengerikannya neraka apalagi belakangan ini ada buku nya Choo Thomas “Heaven is so real” atau jg yg sy baca sekilas “My descent to death” by Howard Storm yg cerita banyak mengenai neraka. Walaupun blm saya baca (persisnya sih nggak mau baca) buku2 itu, tapi saya merasa kok kalau kita jadi murid Kristus dan hanya mikirnya neraka & surga saja kok dangkal banget ya. Worse, konsep neraka di sebagian besar benak orang itu adalah “api yg menyala-nyala”, “siksaan” dll, persis seperti yang saya lihat di Tiger Balm’s Garden di S’pore itu lho.
    Menurut level iman saya saat ini, saya berangkat bahwa Allah kita adalah Kasih. Kasih yg sempurna. Buktinya? Yesus dikirimkan-Nya ke dunia. Utter & complete LOVE.

    Maka berangkat dari sana, menurut saya surga atau neraka itu adalah satu state of being.

    Simpelnya, kalau kita meninggal tdk dalam keadaan berahmat (in God’s grace) maka kita akan ke neraka yang adalah situasi dimana kita tidak menjumpai Kasih Allah. Kok bisa? Simpel lagi karena kita secara free will menolak rahmat pengampunan Tuhan. Tersiksa tdk ? ABSOLUTELY.. Lebih tersiksa daripada di tusuk-tusuk, dibakar-bakar, dipukul-pukul dst…

    Lantas “Purgatory” adalah kembali state of being in-transit lah kurang lebihnya. Dimana saya mengakui Kristus adalah Tuhan & Juru Selamat saya dan saya menyadari bahwa saya berdosa dalam kehidupan saya di dunia & saya konsekwen mau menanggung akibat dari dosa-dosa saya. Maka konsep api yg disebutkan adalah melambangkan pemurnian oleh Kasih Allah terhadap dosa-dosa saya. Good news? Definitely, karena artinya, setelah itu saya akan menuju tempat yang tidak. Oh ya jgn lupa peran Bunda Maria disini yang (kembali lagi) intercede on our behalf. Stella Maris. Ada sedikit mgn itu di Wahyu. Read more about it & come to your own conclusion. Thank God for Mother Mary.

    Last stop: Heaven…is so definitely real (no pun intended). This is where kita bersama-sama dengan saudara seiman lainnya tinggal di dalam hadirat & Kasih Bapa. Utter & complete LOVE.

    Ut omnes unum sint

    Shalom
    Thomas

    • Shalom Thomas,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Mungkin jawaban ini (silakan klik) dapat membantu. Karena setelah kedatangan Kristus yang ke-dua, ada kebangkitan orang mati, maka baik yang masuk Sorga maupun neraka akan mempunyai persatuan tubuh dan jiwa. Oleh karena neraka adalah penderitaan untuk selamanya dan yang dihukum mempunyai tubuh dan jiwa, maka digambarkan mempunyai dua hukuman yang berlangsung untuk selamanya, yaitu: 1) Penderitaan karena kehilangan (the poena damni) dan 2) Penderitaan fisik (the poena sensus). Sedangkan yang berada di Api Penyucian mengalami perbedaan penderitaan, karena mereka tidak mempunyai tubuh. Penderitaan mereka adalah menanti kapan mereka dapat melihat Kristus muka dengan muka.

      Dalam teologi, kita mengenal adanya “filial fear” dan “servile fear“. Servile fear adalah takut akan Allah karena akibat dari hukuman yang akan diterima kalau melakukan dosa, sedangkan filial fear adalah takut akan Allah atas dasar kasih, sehingga tidak mau menyedihkan Allah dengan perbuatan dosa. Ketika kita berada di dunia ini, maka kedua hal tersebut diperlukan. Santa Teresa dari Avila pernah mengatakan bahwa pengalamannya ketika melihat vision neraka, membantunya untuk menghindari dosa. Namun, semakin spiritualitas kita berkembang, maka kita harus semakin menekankan filial fear dan bukan hanya berdasarkan servile fear. Dan hanya filial fear inilah yang akan terus ada sampai ke Sorga, karena servile fear didasari oleh kasih, dan kasih tidak berkesudahan.

      Kemudian, kalau kita dapat mengerti tentang konsep satu Gereja, yang mempunyai tiga status: 1) yang mengembara di dunia ini, 2) yang menderita di Api Penyucian, 3) yang jaya di Sorga, maka kita akan semakin dapat mengerti bahwa semua umat Allah yang berada di Sorga akan membantu umat yang di Api Penyucian dan di dunia. Sedangkan umat yang berada di dunia dapat membantu umat yang menderita di Api Penyucian. Oleh karena itu, ratu para kudus, Bunda Maria, akan membantu umat Allah yang berada di Api Penyucian. Silakan melihat diskusi dan dialog yang panjang tentang persekutuan para kudus di sini (silakan klik).

      KGK 1475 mengatakan “Dalam persekutuan para kudus, “diantara para beriman apakah mereka telah ada di dalam tanah air surgawi atau masih menyilih di tempat penyucian atau masih berziarah di dunia – benar-benar terdapat satu ikatan cinta yang tetap dan satu pertukaran kekayaan yang berlimpah”. Dalam pertukaran yang mengagumkan ini kekudusan seseorang dapat berguna untuk orang lain, dan malahan lebih daripada dosa seseorang dapat merugikan orang lain. Dengan demikian penggunaan persekutuan para kudus dapat membantu pendosa yang menyesal, bahwa ia lebih cepat dan lebih berdaya guna dibersihkan dari siksa-siksa dosanya.

      Semoga dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

      • Dear bro Stef,

        ok, without dwelling too deep on the theological premises of the hell/heaven concept, i would like to quote an article i fished off

        http://www.vatican.va/holy_father/john_paul_ii/audiences/1999/documents/hf_jp-ii_aud_28071999_en.html

        tujuan/objektif final sy mengangkat topik ini, krn saya kok merasa sayang kalau kita yg punya kesempatan & sarana, utk tdk mengajak lebih banyak lagi orang Katolik untuk mengurangi berfikir dangkal mgn konsekuensi kehidupan & tujuan final mrk di dunia ini adalah Neraka atau Surga. Tapi lebih bergerak untuk merenungkan & sungguh mencari betapa Tuhan itu MENGASIHI kita & berupaya penuh untuk mencari & merindukan KASIH & PENGAMPUNAN nya itu di SAAT INI, daripada mikirin “wah gw ntar masuk neraka apa surga ya?”, “ntar gw di neraka disiksa kaya apa ya?”, “wah, gw mau ke surga deh karena disitu jalannya dari emas..dst.dst” (ANXIETIES)

        Menurut saya ini penting krn dgn demikian kita benar-benar bisa mendapat orang Katolik yang beriman dewasa & penuh kasih. Dan utk orang2 yg masih terus belum bertobat utk tdk terus nekat melakukan dosa-dosanya di dunia ini krn berfikir “ah gw mah udah terlambat utk bertobat. sdh telalu banyak dosa.” (DESPAIRS).

        “JOHN PAUL II
        GENERAL AUDIENCE

        Wednesday 28 July 1999

        Dear Brothers and Sisters,

        1. God is the infinitely good and merciful Father. But man, called to respond to him freely, can unfortunately choose to reject his love and forgiveness once and for all, thus separating himself for ever from joyful communion with him. It is precisely this tragic situation that Christian doctrine explains when it speaks of eternal damnation or hell. It is not a punishment imposed externally by God but a development of premises already set by people in this life. The very dimension of unhappiness which this obscure condition brings can in a certain way be sensed in the light of some of the terrible experiences we have suffered which, as is commonly said, make life “hell”.

        In a theological sense however, hell is something else: it is the ultimate consequence of sin itself, which turns against the person who committed it. It is the state of those who definitively reject the Father’s mercy, even at the last moment of their life.

        2. To describe this reality Sacred Scripture uses a symbolical language which will gradually be explained. In the Old Testament the condition of the dead had not yet been fully disclosed by Revelation. Moreover it was thought that the dead were amassed in Sheol, a land of darkness (cf. Ez 28:8; 31:14; Jb 10:21f.; 38:17; Ps 30:10; 88:7, 13), a pit from which one cannot reascend (cf. Jb 7:9), a place in which it is impossible to praise God (cf. Is 38:18; Ps 6:6).

        The New Testament sheds new light on the condition of the dead, proclaiming above all that Christ by his Resurrection conquered death and extended his liberating power to the kingdom of the dead.

        Redemption nevertheless remains an offer of salvation which it is up to people to accept freely. This is why they will all be judged “by what they [have done]” (Rv 20:13). By using images, the New Testament presents the place destined for evildoers as a fiery furnace, where people will “weep and gnash their teeth” (Mt 13:42; cf. 25:30, 41), or like Gehenna with its “unquenchable fire” (Mk 9:43). All this is narrated in the parable of the rich man, which explains that hell is a place of eternal suffering, with no possibility of return, nor of the alleviation of pain (cf. Lk 16:19-31).

        The Book of Revelation also figuratively portrays in a “pool of fire” those who exclude themselves from the book of life, thus meeting with a “second death” (Rv 20:13f.). Whoever continues to be closed to the Gospel is therefore preparing for “eternal destruction and exclusion from the presence of the Lord and from the glory of his might” (2 Thes 1:9).

        3. The images of hell that Sacred Scripture presents to us must be correctly interpreted. They show the complete frustration and emptiness of life without God. Rather than a place, hell indicates the state of those who freely and definitively separate themselves from God, the source of all life and joy. This is how the Catechism of the Catholic Church summarizes the truths of faith on this subject: “To die in mortal sin without repenting and accepting God’s merciful love means remaining separated from him for ever by our own free choice. This state of definitive self-exclusion from communion with God and the blessed is called ‘hell’” (n. 1033).

        “Eternal damnation”, therefore, is not attributed to God’s initiative because in his merciful love he can only desire the salvation of the beings he created. In reality, it is the creature who closes himself to his love. Damnation consists precisely in definitive separation from God, freely chosen by the human person and confirmed with death that seals his choice for ever. God’s judgement ratifies this state.

        4. Christian faith teaches that in taking the risk of saying “yes” or “no”, which marks the human creature’s freedom, some have already said no. They are the spiritual creatures that rebelled against God’s love and are called demons (cf. Fourth Lateran Council, DS 800-801). What happened to them is a warning to us: it is a continuous call to avoid the tragedy which leads to sin and to conform our life to that of Jesus who lived his life with a “yes” to God.

        Eternal damnation remains a real possibility, but we are not granted, without special divine revelation, the knowledge of whether or which human beings are effectively involved in it. The thought of hell — and even less the improper use of biblical images — must not create anxiety or despair, but is a necessary and healthy reminder of freedom within the proclamation that the risen Jesus has conquered Satan, giving us the Spirit of God who makes us cry “Abba, Father!” (Rm 8:15; Gal 4:6).

        This prospect, rich in hope, prevails in Christian proclamation. It is effectively reflected in the liturgical tradition of the Church, as the words of the Roman Canon attest: “Father, accept this offering from your whole family … save us from final damnation, and count us among those you have chosen”.

        • Shalom Thomas,

          Terima kasih atas tanggapannya. Secara prinsip memang benar apa yang ingin ditekankan oleh Thomas, bahwa pada saat kita melakukan perbuatan kasih kepada Tuhan dan sesama, maka motif utama seharusnya bukannya takut hukuman (servile fear), namun demi kasih itu sendiri (filial fear). Dan semakin iman seseorang bertumbuh, maka kehidupan imannya akan didominasi oleh filial fear dan bukan servile fear. Dan memang sebagai orang Kristen, sudah seharusnya hidup kita didominasi oleh kasih Kristus. Despair (keputusasaan) adalah termasuk dosa yang menghujat Roh Kudus, karena mengecilkan hakekat Allah yang maha kasih. Sebaliknya dosa presumption adalah dosa juga berbahaya, yang juga dikategorikan sebagai dosa yang menghujat Roh Kudus, karena mengecilkan hakikat Allah yang maha adil. Silakan melihat tanya jawab ini tentang dosa menghujat Roh Kudus (silakan klik). Oleh karena itu, memang pada akhirnya kita harus menyadari dua hakikat Allah, yaitu maha kasih dan maha adil. Melupakan yang satu dan menekankan yang lain sampai pada tingkat yang ekstrem dapat berbahaya untuk kehidupan spiritual. Semoga dapat memperjelas.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          stef – http://www.katolisitas.org

      • Pak stef.. Bagian yg ” Dan hanya servile fear inilah yang akan terus ada sampai ke Sorga, karena servile fear didasari oleh kasih, dan kasih tidak berkesudahan.”, mungkin maksudnya yg “filliar fear” ya?

        [dari katolisitas: Terima kasih atas koreksinya. Saya telah mengkoreksi kesalahan tersebut. Memang maksud saya adalah filial fear dan bukan servile fear]

  6. Terima kasih atas jawabannya, sebagai Umat Katolik tentu saya lebih percaya kepada GEREJA yang didirikan oleh Yesus Kristus sendiri yang Satu, Kudus, Katolik dan apostolik,

    Teriring salam dan tetap terus berkarya dalam kasih Kristus Tuhan.
    Yoseph

  7. Moderator yg baik,
    bisa diperjelas beda antara purgatory dengan limbo?
    yang disebut tempat penantian itu limbo atau purgatory?
    Salam pencerahan,
    Kuswanto.

    • Shalom Kuswanto,

      Terima kasih atas pertanyaannya. Berikut ini adalah jawaban yang dapat saya berikan:

      1) Limbo adalah suatu tempat untuk bayi-bayi yang belum dibaptis, dimana bayi-bayi tersebut belum mendapatkan Sakramen Baptis, sehingga belum menerima rahmat pengudusan (sanctifying grace), namun pada saat yang bersamaan bayi-bayi tidak mempunyai dosa apapun. Oleh karena itu, bayi-bayi tersebut tidak dapat masuk Sorga – karena masih mempunyai dosa asal -, namun bayi-bayi tersebut tidak dapat masuk ke neraka – karena tidak mempunyai dosa apapun. Oleh karena itu, para teolog di masa awal memberikan suatu tempat bagi bayi-bayi tersebut, yang dinamakan limbo. Sedangkan Api Penyucian adalah suatu kondisi yang dialami oleh orang-orang yang meninggal dalam keadaan belum suci sepenuhnya, sehingga memerlukan proses pemurnian selanjutnya setelah kematian. Orang-orang yang berada di Api Penyucian pasti akan masuk Sorga. Lihat pembahas lebih lanjut tentang limbo di sini (silakan klik) dan Api Penyucian (silakan klik).

      2) Tempat penantian: Semua nabi dan orang benar sebelum kedatangan Kristus masih berada di tempat penantian sampai Yesus mengambil mereka. Yesus yang turun (descent) sendiri ke tempat penantian dan membawa mereka naik (ascent) ke surga pada saat kenaikan Yesus ke Surga (ascension).
      Semua yang berada di tempat penantian adalah orang-orang yang pasti akan masuk Surga. Sedangkan orang-orang yang “jahat” yang meninggal sebelum kedatangan Kristus atau setelah kedatangan Kristus akan langsung masuk neraka. Ingat bahwa neraka telah ada pada saat kejatuhan malaikat, yang terjadi sebelum penciptaan manusia. Sedangkan pintu surga hanya terbuka pada saat Yesus naik ke Surga, karena pada saat itulah Yesus membukakan kembali pintu Surga bagi manusia. Oleh karena itu kita dapat mengatakan bahwa Surga terbuka karena misteri Paskah (penderitaan, kematian, kebangkitan, kenaikan Yesus). Setelah kenaikan Kristus ke Sorga, maka tempa penantian ini tidak ada lagi. Orang yang meninggal setelah kedatangan Kristus mempunyai kemungkinan untuk masuk: 1) Sorga, 2) Api Penyucian (yang pasti berakhir ke Sorga), dan 3) neraka.

      Semoga keterangan di atas dapat membantu.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      stef – http://www.katolisitas.org

Comments are closed.