Berikut adalah terjemahan Audiensi Umum Paus Fransiskus pada tanggal 29 Mei 2013:

Saudara-saudari sekalian, Selamat pagi!

Rabu lalu saya menekankan ikatan yang mendalam antara Roh Kudus dan Gereja. Hari ini saya ingin memulai beberapa katekese mengenai misteri Gereja, misteri yang kita semua alami dan kita turut ambil bagian di dalamnya. Saya ingin melakukannya dengan beberapa konsep yang jelas dalam teks-teks dari Konsili Vatikan II.

Hari ini yang pertama adalah: “Gereja sebagai keluarga Allah”.

Dalam beberapa bulan terakhir saya menyebutkan lebih dari sekali Perumpamaan tentang Anak yang Hilang atau, lebih tepatnya, Bapa Yang Murah Hati (bdk. Luk 15:11-32). Anak bungsu meninggalkan rumah ayahnya, menghabiskan semua yang ia miliki dan memutuskan untuk pulang lagi karena dia menyadari bahwa dia telah bersalah. Dia tidak lagi menganggap dirinya layak menjadi anak tapi berpikir ia memiliki kesempatan untuk dipekerjakan sebagai pembantu. Ayahnya, sebaliknya, berlari untuk menemui dia, memeluknya, mengembalikan kepadanya martabatnya sebagai anak dan merayakan hal tersebut. Perumpamaan ini, seperti yang lainnya dalam Injil, jelas menunjukkan rencana Allah bagi umat manusia.

Apakah rencana Allah itu? Yakni membuat kita semua menjadi satu keluarga sebagai anak-anak-Nya, di mana setiap orang merasa bahwa Allah itu dekat dan merasa dicintai olehNya, seperti dalam perumpamaan Injil, merasakan kehangatan menjadi keluarga Allah. Gereja berakar dalam rencana besar ini. Gereja bukan organisasi yang didirikan atas perjanjian antara beberapa orang, tapi – seperti Paus Benediktus XVI telah begitu sering mengingatkan kita – Gereja adalah pekerjaan Allah, yang lahir justru dari rancangan penuh kasih ini yang secara bertahap masuk ke dalam sejarah. Gereja ini lahir dari keinginan Allah untuk memanggil semua orang dalam persekutuan dengan dia, persahabatan dengan dia; untuk berbagi dalam kehidupan ilahi-Nya sendiri sebagai putra-putra dan putri-putri-Nya. Kata “Gereja”, berasal dari bahasa Yunani “ekklesia” , berarti “pertemuan akbar orang – orang yang dipanggil”: Allah memanggil kita, Ia mendorong kita untuk keluar dari individualisme kita, dari kecenderungan kita untuk menutup diri kita sendiri, dan Dia memanggil kita untuk menjadi keluarga-Nya.

Selanjutnya, panggilan ini berasal dari penciptaan itu sendiri. Allah menciptakan kita supaya kita hidup dalam hubungan persahabatan yang mendalam dengan Dia, dan bahkan ketika dosa memutuskan hubungan dengan Dia, dengan orang lain dan dengan ciptaan lainnya, Allah tidak meninggalkan kita. Seluruh kisah keselamatan adalah kisah Allah yang berusaha meraih manusia, menawarkan mereka cinta-Nya dan menyambut mereka. Ia memanggil Abraham untuk menjadi bapa dari banyak orang, Ia memilih orang Israel untuk membuat sebuah perjanjian yang akan merangkul semua orang, dan dalam kepenuhan waktu, Ia mengutus Putra-Nya sehingga rencana cinta dan keselamatan-Nya dapat digenapi dalam Perjanjian baru dan kekal dengan seluruh umat manusia.

Ketika kita membaca Injil, kita melihat bahwa Yesus mengumpulkan di sekitar-Nya komunitas kecil yang menerima firman-Nya, mengikuti-Nya, turut serta dalam perjalanan-Nya, menjadi keluarga-Nya, dan dengan komunitas inilah Dia mempersiapkan dan membangun Gereja-Nya.

Jadi dari manakah Gereja itu terlahir? Gereja lahir dari tindakan kasih yang paling agung dari Salib, dari sisi lambung Yesus yang ditusuk dan mengalirkan darah dan air, simbol dari Sakramen Ekaristi dan Pembaptisan. Darah kehidupan keluarga Allah, Gereja, adalah kasih Allah yang diaktualisasikan dalam mencintai diri-Nya dan orang lain, semua orang, tanpa membeda-bedakan atau batas. Gereja adalah keluarga yang kita cintai dan mencintai kita.

Kapan Gereja memanifestasikan dirinya? Kita merayakannya dua minggu yang lalu, Gereja menjadi nyata ketika karunia Roh Kudus memenuhi hati para Rasul dan membakar semangat mereka untuk pergi ke luar dan memulai perjalanan mereka untuk mewartakan Injil, menyebarkan kasih Allah.

Hari ini masih ada beberapa orang yang mengatakan: “Kristus ya, Gereja tidak”. Seperti orang yang mengatakan “Saya percaya pada Tuhan tetapi tidak pada Imam”. Tapi Gereja sendiri yang membawa Kristus kepada kita dan yang membawa kita kepada Allah. Gereja adalah keluarga besar anak-anak Allah. Tentu saja Gereja juga memiliki aspek manusiawi. Dalam diri mereka yang membentuk Gereja, para imam dan umat beriman, terdapat kekurangan, ketidaksempurnaan dan dosa. Paus juga memiliki hal – hal tersebut – dan banyak dari mereka; tetapi yang indah adalah bahwa ketika kita menyadari bahwa kita adalah orang berdosa kita menemukan rahmat Allah yang selalu mengampuni. Jangan lupa: Allah selalu mengampuni dan menerima kita ke dalam cintanya yang penuh dengan pengampunan dan belas kasihan. Beberapa orang mengatakan bahwa dosa adalah suatu pelanggaran terhadap Allah, tetapi juga merupakan kesempatan untuk merendahkan diri sendiri  untuk menyadari bahwa ada sesuatu yang lain lebih indah: kerahiman Allah. Mari kita pikirkan hal ini.

Mari kita bertanya pada diri kita hari ini: seberapa saya mencintai Gereja? Apakah saya berdoa untuknya? Apakah saya merasa menjadi bagian dari keluarga Gereja? Apa yang harus saya lakukan untuk memastikan bahwa Gereja adalah sebuah komunitas di mana masing-masing orang merasa diterima dan dipahami, merasa belas kasihan dan kasih Allah yang memperbaharui hidup? Iman adalah sebuah karunia dan sebuah perbuatan yang menjadi perhatian kita secara pribadi, tapi Allah memanggil kita untuk hidup dengan iman kita bersama-sama, sebagai sebuah keluarga, sebagai Gereja.

Mari kita mohon kepada Tuhan, dengan cara yang sangat khusus selama Tahun Iman ini, semoga masyarakat kita, seluruh Gereja, semakin menjadi keluarga sejati yang hidup dan membawa kehangatan kasih Allah.

Salam:

Saya menyampaikan sambutan untuk semua peziarah berbahasa Inggris dan pengunjung hadir pada Audiensi hari ini, termasuk dari Inggris, Skotlandia, Irlandia, Norwegia, Swedia, Kanada dan Amerika Serikat. Semoga Anda selalu bertumbuh dalam kasih kepada Kristus dan bagi keluarga Allah, yakni Gereja. Allah memberkati Anda semua!

Terakhir saya tujukan kepada anda, hai orang-orang muda, orang sakit, dan pengantin baru. Pada Audiensi terakhir di bulan Mei pikiran kita berubah secara spontan untuk Maria yang Tersuci, bintang terang dalam perjalanan kita sebagai orang Kristen. Mari kita secara terus-menerus merujuk padanya untuk menemukan dalam dirinya contoh inspirasi dan tuntunan pada ziarah harian iman kita.

Besok, Pesta Tubuh Kristus, kita akan merayakan Misa Kudus di St John Lateran pada pukul 7 malam. Ini akan dilanjutkan dengan  prosesi khidmat ke St Maria Mayor. Saya meminta umat Roma dan para peziarah untuk bergabung dalam perbuatan iman yang mendalam bagi Ekaristi ini, yang merupakan harta yang paling berharga dari Gereja dan umat manusia.

(AO)

Paus Fransiskus,

Lapangan Santo Petrus, 29 Mei 2013

Diterjemahkan dari : www.vatican.va

 

11 COMMENTS

  1. Gereja, Keluarga Allah, Kerajaan Allah
    1.Ketiga istilah di atas dipakai secara bergantian dan umumnya oleh umat awam dianggap sama saja.
    2.Pada saat seseorang dibaptis maka ia disebut sebagai anak Allah, masuk ke dalam Keluarga Allah atau Kerajaan Allah di dunia.
    3.Pembaptisan dilakukan di dalam dan oleh gereja. Di lain pihak gereja bukanlah kerajaan Allah, melainkan hanya tanda dan sarana bagi terwujudnya Kerajaan Allah.
    4.Tanya : Baptis hanya dianggap sah kalau dilakukan oleh dan di dalam gereja ( bukan gedung fisik) sedangkan gereja sendiri bukanlah kerajaan Allah atau keluarga Allah. Tetapi setelah pembaptisan, orang yang bersangkutan dianggap masuk ke dalam keluarga/kerajaan Allah. Membingungkan.

    • Shalom Herman Jay,

      Jika dipahami definisinya, maka dapat dipahami pengertian tentang ketiganya, yaitu Gereja, Keluarga Allah dan Kerajaan Allah.

      Langkah yang terbaik untuk memahaminya adalah kembali melihat kepada dokumen Gereja. Tentang hubungan antara Gereja dan Kerajaan Allah dapat dibaca di dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium, silakan klik, yang intinya adalah:

      Gereja merupakan benih dan awal mula Kerajaan [Kerajaan Allah] itu di dunia. Sementara itu Gereja lambat-laun berkembang, mendambakan Kerajaan yang sempurna, dan dengan sekuat tenaga berharap dan menginginkan, agar kelak dipersatukan dengan Rajanya dalam kemuliaan.”

      Melihat definisi ini, memang kita dapat mengatakan bahwa Gereja adalah Kerajaan Allah di dunia, dalam artian Gereja merupakan benihnya, dan bentuk awal mula Kerajaan Allah, yang akan mencapai kesempurnaannya di Surga kelak. Tentang jal ini kita mengacu kepada apa yang diajarkan dalam Katekismus:

      KGK 1 …. Ia memanggil semua manusia yang sudah tercerai-berai satu dari yang lain oleh dosa ke dalam kesatuan keluarga-Nya, Gereja. Ia melakukan seluruh usaha itu dengan perantaraan Putera-Nya, yang telah Ia utus sebagai Penebus dan Juru Selamat, ketika genap waktunya. Dalam Dia dan oleh Dia Allah memanggil manusia supaya menjadi anak-anak-Nya dalam Roh Kudus, dan dengan demikian mewarisi kehidupan-Nya yang bahagia.

      KGK 759 … “Bapa menetapkan untuk menghimpun mereka yang beriman akan Kristus dalam Gereja Kudus“. “Keluarga Allah” ini dibentuk dan direalisasikan sesuai dengan pertimbangan Bapa langkah demi langkah dalam peredaran sejarah umat manusia. Karena “Gereja itu sejak awal dunia telah dipralambangkan, serta disiapkan dalam sejarah bangsa Israel dan dalam Perjanjian Lama. Gereja didirikan pada zaman terakhir, ditampilkan berkat pencurahan Roh, dan akan disempurnakan pada akhir zaman” (LG 2).

      KGK 764       “Kerajaan itu menampakkan diri kepada orang-orang dalam sabda, karya, dan kehadiran Kristus” (LG 5). Mereka yang menerima sabda Yesus “telah menerima Kerajaan Allah” (ibid). Benih dan awal Kerajaan ini adalah “kawanan kecil” (Luk 12:32) orang-orang, yang Yesus telah kumpulkan di sekeliling-Nya dan yang gembala-Nya adalah Dia sendiri (Bdk. Mat 10:16; 26:31; Yoh 10:1-21). Mereka membentuk keluarga Yesus yang sebenarnya (Bdk. Mat 12:49). Mereka yang Ia himpun di sekitar-Nya, diajarkan-Nya satu cara bertindak yang baru dan satu doa khusus (Bdk. Mat 5-6).

      KGK 959 …. dalam keluarga Allah yang tunggal. “Kita ini semua anak-anak Allah, dan merupakan satu keluarga dalam Kristus. Sementara kita saling mencintai dan serentak memuji Tritunggal Mahakudus, dan dengan demikian berhubungan seorang dengan yang lain, kita memenuhi panggilan Gereja yang terdalam…” (LG 51).   

      KGK 1655    Kristus memilih supaya dilahirkan dan berkembang dalam pangkuan keluarga Yosef dan Maria. Gereja itu tidak lain dari “keluarga Allah”. Sejak awal, pokok Gereja sering kali dibentuk dari mereka yang menjadi percaya “dengan seluruh keluarganya” (Bdk. Kis 18:8). Ketika mereka bertobat, mereka juga menginginkan, agar “seisi rumah mereka” menerima keselamatan (Bdk. Kis 16:31 dan 11:14). Keluarga-keluarga yang menjadi percaya ini adalah pulau-pulau kehidupan Kristen di dalam dunia yang tidak percaya.

      Nah, maka kunci untuk memahami hal ini adalah bahwa Allah dalam kebijaksanaannya mewujudkan Gereja sebagai keluarga Allah dan Kerajaan Allah secara bertahap. Sudah digambarkan  secara samar-samar dalam Perjanjian Lama, namun baru diwujudkan dalam rupa benih dan awal mulanya di zaman Yesus dalam Perjanjian Baru, yang akan mencapai kesempurnaannya di akhir zaman.

      Akhirnya, silakan juga membaca pengajaran dari Paus Fransiskus tentang Gereja sebagai Keluarga Allah, silakan klik. Semoga apa yang disampaikannya mencerahkan Anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Klaim Diri atau Kelompok Sebagai Anak Tuhan
    1. Begitu sering kita mendengar pengakuan umat kristiani, khususnya dari kelompok non katolik , yang menganggap diri sebagai anak Tuhan.
    2. Pengakuan itu pun diucapkan di tengah orang lain yang mayoritas bukan umat kristiani. Contoh : Dia seorang bos, sedangkan anak buahnya non kristiani. Menyadari kedudukannya sebagai anak buah, mereka diam saja. Namun, mereka sebenarnya protes kepada Bosnya di dalam hati, karena mereka menyadari diri mereka juga sebagai ciptaan Tuhan, dan dengan demikian berhak juga disebut sebagai anak Tuhan.
    3. Sebenarnya, pola pikir yang diajarkan pemimpin umat kristiani , bahwa umatnya adalah anak Tuhan , sadar tidak sadar membawa umat memiliki kesombongan rohani dan juga merasa diri eksklusif.
    4. Sebagai bahan refleksi : Menyadari diri baik sebagai umat kristiani maupun non kristiani sama-sama ciptaan Tuhan, apakah masih layak umat kristiani menganggap diri sebagi anak Tuhan , sedangkan yang lainnya bukan anak Tuhan? Lantas kalau bukan anak Tuhan, mereka yang non kristiani adalah anak apa?
    5. Saya rasa ekslusivisme istilah “anak Tuhan” hendaknya digunakan secara berhati-hati dan bijak agar tidak menimbulkan ketersinggungan kepada umat non kristiani yang juga pada hakekatnya adalah anak Tuhan juga.
    6. Kalau disepakati bahwa semua manusia adalah anak Tuhan, maka umat manusia entah sudah dibaptis entah belum , pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam keluarga Allah.
    7. Lantas bagaimana mengajarkan konsep Keluarga Allah dan Anak Tuhan secara benar dalam katekese agar kesombongan, eksklusivisme dan ketersinggungan dapat dihindari?
    8. Sebagai catatan: pada tahun 1960-an , semua murid katolik di SMP dan SMA yang bernaung di bawah yayasan-yayasan katolik, masih menggunakan buku “Keluarga Allah” sebagai buku pegangan di sekolah.

    • Shalom Herman Jay,

      Nampaknya cara yang terbaik untuk memahami hal ini adalah kita mengacu kepada apa yang diajarkan dalam Katekismus Gereja Katolik. Ya, semua umat manusia -tak hanya yang Kristen saja- yang telah diciptakan oleh Allah menurut gambaran-Nya, layak disebut anak-anak Allah. Allah menghendaki seluruh umat manusia ini bersatu di dalam Gereja Putera-Nya, dan memperoleh keselamatan. Bagi kita umat yang percaya, kita memiliki sebutan yang khusus, yaitu karena Kristus kita diangkat menjadi anak-anak angkat Allah di dalam Kristus (lih. Gal 3:26), dan menerima hidup ilahi-Nya (2 Ptr 1:4).

      Katekismus mengajarkannya demikian:

      KGK 1    Allah dalam Dirinya sendiri sempurna dan bahagia tanpa batas. Berdasarkan keputusan-Nya yang dibuat karena kebaikan semata-mata, Ia telah menciptakan manusia dengan kehendak bebas, supaya manusia itu dapat mengambil bagian dalam kehidupan-Nya yang bahagia. Karena itu, pada setiap saat dan di mana-mana Ia dekat dengan manusia. Ia memanggil manusia dan menolongnya untuk mencari-Nya, untuk mengenal-Nya, dan untuk mencintai-Nya dengan segala kekuatannya. Ia memanggil semua manusia yang sudah tercerai-berai satu dari yang lain oleh dosa ke dalam kesatuan keluarga-Nya, Gereja. Ia melakukan seluruh usaha itu dengan perantaraan Putera-Nya, yang telah Ia utus sebagai Penebus dan Juru Selamat, ketika genap waktunya. Dalam Putera-Nya dan oleh Dia Allah memanggil manusia supaya menjadi anak-anak angkat-Nya dalam Roh Kudus, dan dengan demikian mewarisi kehidupan-Nya yang bahagia.

      KGK 845    Supaya mengumpulkan kembali semua anak-anak-Nya, yang tercerai-berai, disesatkan oleh dosa, Bapa hendak memanggil seluruh umat manusia ke dalam Gereja Putera-Nya. Gereja adalah tempat, di mana umat manusia harus menemukan kembali kesatuan dan keselamatannya. Ia adalah “dunia, yang dipulihkan” (Agustinus, serm. 96,7,9). Ia adalah kapal, “yang berlayar aman di laut yang luas, dengan layar terpasang pada tiang agung salib, yang membabar dalam badai Roh Kudus” (Ambrosius, virg. 18,118). Menurut satu gambaran lain yang sangat digemari oleh para bapa Gereja, ia ditampilkan sebagai bahtera Nuh, satu-satunya sarana yang meluputkan orang dari air bah (Bdk. 1 Ptr 3:20-21).

      KGK 460    Sabda menjadi manusia, supaya kita “mengambil bagian dalam kodrat ilahi” (2 Ptr 1:4): “Untuk itulah Sabda Allah menjadi manusia, dan Anak Allah menjadi anak manusia, supaya manusia menerima Sabda dalam dirinya, dan sebagai anak angkat, menjadi anak Allah” (Ireneus, haer. 3,19,1). Sabda Allah “menjadi manusia, supaya kita di-ilahi-kan” (Atanasius, inc. 54,3). “Karena Putera Allah yang tunggal hendak memberi kepada kita bagian dalam ke-Allah-an-Nya, Ia menerima kodrat kita, menjadi manusia, supaya mengilahikan manusia” (Tomas Aqu., opusc. 57 in festo Corp. Chr. 1).

      Demikianlah, Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa Gereja merupakan Keluarga Allah, sebagaimana juga ditegaskan kembali oleh Paus Fransiskus dalam Audiensi Umum tanggal 29 Mei 2013, seperti tertulis di atas, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org.

    • Salam sdr. Herman Jay,

      Semoga ayat-ayat ini dapat membantu menjelaskan kita:

      Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Putera-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat. Ia diutus untuk menebus mereka, yang takluk kepada hukum Taurat, supaya kita diterima menjadi anak. (Gal 4:4-5)

      Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah (Yoh 1:10-13)

      “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah”. Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!” Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. (Rm 8:14-16)

      Bersamaan dengan ini juga jelas menujukkan peran ketiga pribadi Allah yang kita kenal: Allah Bapa, Allah Putera, Allah Roh Kudus.

      Peace and Best Wishes
      Anastasia Rafaela

      [Dari Katolisitas: Terima kasih atas tambahan ayat-ayat ini. Mungkin kalau mau dirumuskan kembali kaitannya adalah:
      – dari Gal 4:4-5: Allah Bapa mengutus Putera-Nya melalui seorang perempuan yang takwa kepada hukum Taurat, agar menebus semua orang yang takwa dan mengangkat mereka sebagai anak-anak-Nya.
      – dari Yoh 1:10-13: Mereka yang percaya kepada-Nya, yaitu kepada Putera Allah yang sudah ada sejak dunia dijadikan dan yang kemudian datang ke dunia sebagai manusia, diberi kuasa oleh Allah untuk menjadi anak-anak-Nya, yang lahir bukan secara jasmani, tetapi secara rohani, yaitu dari Allah sendiri.
      – dari Rm 8:14-16: Kita disebut anak-anak Allah karena kita telah menerima Roh Kudus, yaitu Roh Allah itu sendiri.]

  3. Halooo…
    Saya mau tanya, dapatkah Ekaristi disebut sebagai perjamuan keluarga Allah? Kalau ya, dapatkah ditunjukan dengan penegasan dari KS, dengan dokumen gereja dan ajaran Bapa-Bapa Gereja?
    Kalau tidak, minta penjelasannya
    Terima kasih..

    • Shalom Angga,

      Gereja adalah Keluarga Allah. Paus Fransiskus menjelaskan tentang hal ini dengan begitu indah di sini, silakan klik.

      Katekismus Gereja Katolik jelas mengatakannya demikian:

      KGK 1655    Kristus memilih supaya dilahirkan dan berkembang dalam pangkuan keluarga Yosef dan Maria. Gereja itu tidak lain dari “keluarga Allah”. Sejak awal, pokok Gereja sering kali dibentuk dari mereka yang menjadi percaya “dengan seluruh keluarganya” (Bdk. Kis 18:8). Ketika mereka bertobat, mereka juga menginginkan, agar “seisi rumah mereka” menerima keselamatan (Bdk. Kis 16:31 dan 11:14). Keluarga-keluarga yang menjadi percaya ini adalah pulau-pulau kehidupan Kristen di dalam dunia yang tidak percaya.

      Gereja sebagai keluarga Allah juga disebutkan dalam KGK 1, 759, 815, 840. Dengan demikian, Perjamuan Ekaristi yang dilakukan oleh Gereja, adalah perjamuan keluarga Allah.

      Pengertian ini berakar dari ajaran iman bahwa melalui Baptisan kita dijadikan satu keluarga di dalam Kristus:

      KGK 804    Langkah masuk ke dalam Umat Allah terjadi oleh iman dan Pembaptisan. “Semua manusia dipanggil kepada Umat Allah yang baru” (LG 13), supaya “menjadikan manusia satu keluarga dan satu bangsa dalam Kristus ” (AG 1).

      KGK 959        …dalam keluarga Allah yang tunggal. “Kita ini semua anak-anak Allah, dan merupakan satu keluarga dalam Kristus. Sementara kita saling mencintai dan serentak memuji Tritunggal Mahakudus, dan dengan demikian berhubungan seorang dengan yang lain, kita memenuhi panggilan Gereja yang terdalam…” (LG 51).

      Ayat Kitab Suci yang menjelaskan bahwa perjamuan Ekaristi mempunyai makna mempersatukan kita yang mengambil bagian di dalamnya menjadi satu, dijelaskan oleh Rasul Paulus: “Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.” (1Kor 10:15-16). Ya, dengan mengambil bagian di dalam Ekaristi, kita bersatu dengan Kristus Sang Kepala, dan dengan sesama anggota-Nya menjadi satu Tubuh (lih. KGK 1329).

      Selanjutnya tentang Ekaristi adalah Perjamuan Kudus yang mempersatukan kita dengan Kristus dan dengan sesama anggota Kristus, silakan klik di sini.

      Gereja Katolik tidak hanya memaknai Ekaristi sebagai Perjamuan, tetapi juga sebagai Kurban, silakan klik, sebagai Komuni kudus, silakan klik, dan juga sebagai Kehadiran Kristus sendiri, klik di sini

      Silakan juga untuk membaca artikel-artikel lainnya tentang Ekaristi di situs ini, silakan menggunakan fasilitas pencarian dengan kata kunci Ekaristi.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Trima kasih atas penjelasannya…sangat membantu…sekedar sharing…pertanyaan ini disampaikan oleh pacar saya yg sekarng sedang menyusun skripsi dengan tema “Ekaristi sebagai perjamuan keluarga Allah”.. ketika masuk pada bab 2 dia dimintai dosen pembimbing untuk mengulas ajran bapa2 gereja ttg temanya…dia sendiri bingung mau cari dimana keterbatasan sumber…dan kalau berkenan, jika bpk. Stef atau ibu Inggrid punya beberapa referensi lain mohon dishare…sekali lagi saya ucapkan trimakasih banyak…

        Kemudian saya mau bertanya ttg :
        1. Pertanyaan sya ttg “mengapa eksorsisme tdk di sakramenkan?” Dapat saya temukan dibagian mana?
        2. Untuk saat ini sya bertugas sbg pengajar katekumen di sebuah paroki,,,kesulitan saya ialah tdk adanya buku pegangan panduan membina katekumen,,sehingga saya harus meringkas traktat yg sya dptkan wktu kuliah…untuk itu, apakah bpk/ibu bisa mengusulkan buku yg dpt dijadikan pegangan bagi sya ataupun katekumen? (Selain buku “hidup kekal” yg bagi sya ‘sangat minim’ dalam penjabran iman)
        3. Apakah ada istilah/sebutan lain bagi mereka yg hanya akan melakukan “penerimaan” untuk masuk dalam Keanggotan Gereja?

        Sekali lagi trima kasih..Dvc

        • Shalom Angga,

          Kalau memang tugas skripsi, ya, memang lebih baik mencari sendiri terlebih dahulu sumber-sumbernya, karena memang itu adalah bagian dari maksud pembelajaran dengan membuat skripsi. Maka mohon jangan meminta Katolisitas untuk mencarikan sumbernya. Sebab jika kita mencari saja di google dengan berbagai kata kunci, kita sudah dapat memperoleh cukup banyak informasi, dan silakan juga mencari di sumber-sumber lainnya, dari buku-buku di perpustakaan atau di toko-toko buku rohani.

          1. Eksorsisme sederhana telah dilakukan menjelang Pembaptisan. Namun eksorsisme besar memang harus dilakukan oleh imam atas kuasa Uskup, demi kebaikan umat. Silakan membaca pembahasannya di sini, silakan klik. Tidak semua orang dalam Gereja memerlukan eksorsisme besar, maka eksorsisme macam ini bukan merupakan sakramen.

          2. Buku panduan katekis yang paling baik adalah Katekismus Gereja Katolik, yang merupakan sintesa antara Kitab Suci, Tradisi Suci dan ajaran Magisterium Gereja. Jika buku Katekismus dianggap terlalu tebal, maka silakan menggunakan Kompendium Katekismus Gereja Katolik, yang merupakan semacam ringkasannya.

          3. Mereka yang sudah pernah dibaptis dalam gereja Kristen non-Katolik, dan baptisan mereka sah (gereja mereka termasuk dalam daftar PGI), maka istilahnya memang “diterima” ataupun “diteguhkan” sebagai anggota Gereja Katolik.
          Mereka bukan calon baptis, sebab mereka sudah dibaptis. Namun karena merekapun perlu diterima menjadi bagian dalam keseluruhan umat Gereja Katolik, maka umumnya saat penerimaan/ peneguhan mereka dilakukan bersamaan dengan saat Baptisan, yang dilakukan dalam perayaan Ekaristi bersama dengan umat Katolik lainnya.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Trima kasih ibu Inggrid atas saran, masukan dan jawabannya…sangat membantu…Trima kasih banyak …Dvc

  4. syalom, memang di dalam keluarga kita, khususnya keluarga saya, seringkali terjadi perbedaan pendapat, bahkan sering terjadi perebutan makanan. Pada waktu kecil kami termasuk keluarga yang besar, sedangkan makanan kami kurang untuk mengisi perut yang lapar. Tetapi ketika saudara kami ada yang sakit, maka timbullah rasa belas kasihan di hati kami. Jatah makanan yang biasanya kami perebutkan, kami ikhlaskan buat saudara yang sakit. Seandainya sikap kita terhadap bangsa lain yang sedang sakit, mungkin kita tidak terlalu serakah seperti keluarga kami. Terimakasih buat renungan di atas yang mengingatkan saya akan masa lalu saya, semoga dunia ini adalah tempat keluarga kita untuk berbagi.

    salam
    pardohar

Comments are closed.