Sumber gambar: http://www.huffingtonpost.com/bruce-davis-phd/pope-francis-on-the-bridg_b_4689880.html

Seorang Kristen menyesuaikan cara ia berpikir dengan [cara berpikir] Allah, dan karena alasan ini [ia] menolak cara-cara berpikir yang lemah dan dibatasi.

Hal ini merupakan tema utama homili Paus Fransiskus pada Misa Jumat pagi [29-11-2013] di Casa Sanctae Martha. Tuhan telah mengajar para murid-Nya untuk menjadi penuh perhatian terhadap tanda-tanda zaman, tanda-tanda yang mana orang-orang Farisi telah gagal untuk memahaminya.

Paus mengatakan bahwa, dalam upaya untuk memahami tanda-tanda zaman, seorang Kristen harus berpikir tidak hanya dengan kepalanya saja, tetapi juga dengan hati dan jiwanya. Jika tidak, dia tidak bisa memahami “jalan Allah dalam sejarah”. Dalam Injil, Yesus sungguh tidak menjadi marah, namun menyatakannya ketika para murid tidak memahamiNya. Di Emmaus Dia berkata: ‘Bagaimana bodoh dan lambatnya hati’. ‘Bagaimana bodoh dan lambatnya hati’… Dia yang tidak memahami hal-hal akan Allah adalah seorang pribadi semacam itu. Tuhan menghendaki kita untuk memahami apa yang terjadi, apa yang terjadi dalam hatiku, apa yang terjadi dalam hidupku, apa yang terjadi di dunia, dalam sejarah … Apa arti dari yang sedang terjadi sekarang? Hal-hal ini merupakan tanda-tanda zaman itu! Di sisi lain, roh dunia memberi kita perbandingan-perbandingan lain, karena roh dunia tidak menginginkan sebuah komunitas: ia meinginkan sebuah kerumunan massa, tanpa pertimbangan, tanpa kebebasan.”

Sementara roh dunia menghendaki kita untuk mengambil sebuah “jalan yang dibatasi,” Santo Paulus memperingatkan bahwa “roh dunia memperlakukan kita seperti dipikirnya kita kurang memiliki kemampuan untuk berpikir bagi diri kita sendiri, ia memperlakukan kita seperti orang-orang yang tidak bebas”: pemikiran yang dibatasi, pemikiran yang sama, pemikiran yang lemah, sebuah pemikiran yang menyebar begitu luas. Roh dunia tidak menghendaki kita untuk bertanya kepada diri kita sendiri di hadapan Allah: Tapi mengapa, mengapa hal lain ini, mengapa hal ini terjadi?’ Atau ia bisa juga menawarkan sebuah cara berpikir Pret-à-porter [‘siap pakai’], yang sesuai dengan selera pribadi: “Aku berpikir sebagaimana aku suka!” Hal ini tidak apa-apa, mereka katakan …. Tapi apa yang roh dunia tidak inginkan adalah apa yang Yesus minta dari kita: pemikiran bebas, pemikiran dari seorang pria dan seorang wanita yang adalah bagian dari umat Allah, dan keselamatan adalah hal ini persisnya! Ingat akan para nabi … ‘Kamu adalah bukan orang-orang-Ku, sekarang Aku katakan orang-orang-Ku ‘: demikian firman Tuhan. Dan ini adalah keselamatan: untuk membuat kita orang-orang, umat Allah, memiliki kebebasan.”

Paus Fransiskus menambahkan bahwa Yesus meminta kita untuk “berpikir secara bebas … dalam upaya untuk memahami apa yang terjadi.” Kebenaran itu adalah bahwa “kita tidak sendirian! Kita perlu bantuan Tuhan”. Kita perlu “memahami tanda-tanda zaman” itu: Roh Kudus, katanya, “memberi kita hadiah ini, sebuah karunia: kecerdasan untuk memahami”: Jalan apa yang Tuhan inginkan? Selalu dengan roh kecerdasan yang dengannya dapat memahami tanda-tanda zaman itu. Adalah indah untuk meminta Tuhan akan rahmat ini, yang mengirimkan kita roh kecerdasan ini, karena kita tidak memiliki sebuah pemikiran yang lemah, kita tidak memiliki sebuah pemikiran yang dibatasi dan kita tidak memiliki sebuah pemikiran yang sesuai dengan kesukaan pribadi: kita hanya memiliki sebuah pemikiran yang seturut dengan Allah. Dengan pemikiran ini, yang merupakan sebuah pemikiran dari akal budi, dari hati, dan dari jiwa. Dengan pemikiran ini, yang merupakan karunia Roh itu, [kita] mencari arti dari hal-hal, dan untuk memahami tanda-tanda jaman dengan baik.”

Paus mengakhiri: Hal ini oleh karena itu merupakan rahmat yang karenanya kita harus minta kepada Tuhan: “kemampuan yang memberikan kita roh untuk “memahami tanda-tanda jaman” itu.

(AR)

Paus Fransiskus,
Domus Sanctae Marthae, 29 November 2013

Diterjemahkan dari: www.news.va