Home Blog Page 72

Tuhan Pasti Sanggup

0

Retret para imam SS.CC tanggal 05-08 Juli 2014 di Batam, memutar kembali kenanganku sebagai pastor muda yang berkarya selama tujuh tahun di sana. Kenangan itu tak akan habis tertuang dalam novel kehidupan. Pengalaman blusukan ke ruli-ruli (rumah-rumah liar) untuk mencari umat terus membayangi hati nurani bagaimana seharusnya hidup sebagai seorang gembala. Pengalaman manis dan pahit, suka dan duka, tertawa dan airmata, telah menjadi bahan retret utama untuk mengalami kembali berkat Tuhan yang menyertai setiap langkah kehidupan. Berkat Tuhan memberi makna pada jiwa. Jiwa senantiasa hidup karena menimba berkat-Nya seperti mentari memberikan sinarnya pada rimbunan dedaunan.

Pengalaman seorang ibu, yang menemuiku bersama suami dan anaknya, tentang kesetiaan Tuhan, meneguhkan imanku. Ibu dan suaminya itu bersama-sama denganku melayani Tuhan dan umat-Nya di Paroki Santo Damian – Batam dengan setia. Ia sampai sekarang tetap aktif dalam pelayanan yang ikhlas di lingkungan, Legio Maria, dan Marriage Encounter (ME). Vonis kanker stadium tiga kepadanya dan telah menjalar ke getah bening pada bulan September 2012, tidak membuatnya marah dan menyalahkan Tuhan. Doanya sangat indah: “Tuhan, semoga aku tetap setia kepadamu di tengah penyakitku”. Ia menghadapi operasi bulan Februari 2013 dengan tenang dan damai. Tuhan diyakininya tidak akan meninggalkannya: “Penyakitku ini menjadi kekuatan imanku karena aku tetap mengimani bahwa Allah selalu bersamaku”. Ia bahkan bisa menangkap makna mengapa Tuhan mengijinkan penyakit ini datang kepadanya. Tuhan memperkenankannya untuk memperoleh pertumbuhan rohani dan anugerah Roh Kudus: “Kasih Tuhan kepadanya dan kasihnya kepada Tuhan dinyatakan melalui penyakit ini”. Ia bersama dengan suaminya, pada bulan April 2013, mengikuti retret di Cikanyere. Ia dan suaminya itu berdoa di depan Gua Maria di tempat retret tersebut. Mereka merasakan bahu bunga mawar walaupun bunga itu tidak ada di sana. Bunga Mawar melambangkan Bunda Maria. Suaminya tiba-tiba berbahasa Roh seperti mengucapkan kata-kata dalam bahasa Mandarin, yang tidak bisa diterjemahkan oleh ahli bahasa. Namun, ibu itu mengertinya. Intinya adalah ia harus berdoa kepada Tuhan untuk mohon kesembuhan melalui perantaraan Santo Josef Freinademetz (misionaris pertama SVD). Ketika ia mengadakan check up di Pinang, dokter menyatakan bahwa tidak ada penyebaran kanker dan ia disembuhkan secara total dari penyakit itu. Ia merasa sehat setelah satu tahun paska operasi tanpa kemoterapi. Pengalaman iman dalam menghadapi kanker membuat pelayanannya, khususnya melayani orang-orang sakit, semakin berbuah.

Setelah sharing pengalaman ini selesai, aku tanpa menyadari menyanyikan lagu “Tuhan Pasti Sanggup” dari Maria Shandy dan Mike Mohede dalam hati sebagai ungkapan kepercayaan bahwa Tuhan pasti sanggup mengangkat segala persoalan:

KUATKANLAH HATIMU
LEWATI SETIAP PERSOALAN
TUHAN YESUS S’LALU MENOPANGMU
JANGAN BERHENTI HARAP PADA-NYA

TUHAN PASTI SANGGUP
TANGAN-NYA TAK ’KAN TERLAMBAT ’TUK MENGANGKATMU
TUHAN MASIH SANGGUP
PERCAYALAH DIA TAK TINGGALKANMU

TUHAN PASTI SANGGUP
TANGAN-NYA TAK ’KAN TERLAMBAT ’TUK MENGANGKATMU
TUHAN MASIH SANGGUP
PERCAYALAH DIA MASIH SANGGUP
PERCAYALAH DIA TAK TINGGALKANMU

PERCAYALAH, PERCAYALAH (KITA HARU (KITA HARUS PERCAYA)
PERCAYALAH DIA ’KAN MENGANGKATMU

Pesan kehidupan yang dapat kita timba: Sukacita di dalam jiwa akan menghancurkan penyakit kita. Sukacita dapat kita temukan dalam kesetiaan kita dalam mengasihi Allah walaupun kita berada dalam kondisi yang sangat berat. Sukacita itu lahir dari sebuah pengharapan bahwa Tuhan memberikan mukjizat dalam berbagai bentuk bagi yang tidak menyerah kepada keadaan dan yang percaya kepadaNya. Tuhan tidak akan meninggalkan kita yang mau berjalan bersamaNya: “Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi” (Yosua 1:9).

Tuhan Memberkati

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Dahsyatnya Cinta

0

Tanpa cinta, hidup menjadi gersang. Tanpa cinta, hidup berjalan seadanya. Tanpa cinta, hidup seakan berada dalam liang lahat, gelap dan bergeliat di tempat. Tanpa cinta, hidup tanpa cita-cita, bisu dan kaku.

Cinta adalah harapan karena cinta mengenyahkan kepahitan. Cinta adalah kekuatan di tengah kelelahan. Cinta itu menjadi penopang seorang ibu, yang aku kunjungi tanggal 25 Mei 2014, di tengah kerapuhannya. Kanker stadium final telah menderanya selama sebelas tahun. Pada awalnya kanker itu hanya menyerang satu bagian dari tubuhnya. Kini penyakit itu telah menjalar ke beberapa bagian lain, seperti pada tulangnya. Kemoterapi telah dijalaninya selama tujuh puluh tiga kali. Penderitaan luar biasa ditanggungnya. Badan kurus merupakan efeknya. Kendati demikian, ia tetap bisa tersenyum terhadap keadaannya. Kekuatan yang tak kasat mata membuatnya bertahan sampai sekarang. Isi hatinya terungkap dalam rangkaian kata yang penuh makna: “Aku lelah sekali, seakan-akan tak sanggup menjalani kehidupan ini. Akan tetapi, setiap kelelahan datang, aku merasakan kekuatan yang memampukan aku menanggungnya. Namanya adalah cinta. Cinta itu berasal dari ketiga anakku dan suamiku. Setiap hari, aku menunggu kepulangan mereka dari sekolah dan kerja. Ketika mereka datang dan menghampiriku, hati ini terasa bahagia. Sapaan mereka ‘Mama’ membuat kelelahaku sirna seketika. Sakitnya badanku pun tak lagi terasa. Ungkapan cinta mereka sederhana, tetapi dahsyat. Cinta mereka membuatku menemukan sumber mata air cinta ilahi di dalam jiwa yang menyegarkan ketika semangat hidup hampir hilang. Aku ingin hidup selama Tuhan menginginkannya.”

Pengalaman iman ibu itu membawaku pada Firman Tuhan: “tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah”(Yesaya 40:31). Pengalaman cinta Tuhan membuat kita menanti-nantikan Tuhan. Menanti-nantikan Tuhan berarti senantiasa mencari, mempercayai dengan sepenuh hati, dan meletakkan pengharapan kepada Tuhan. Tuhan menjadi andalan. Ketika mengandalkan Tuhan, kita memperoleh kekuatan baru.

Kekuatan baru senantiasa mengalir dalam kesesakan ketika kita menaruh cinta Tuhan di dalam hati kita. Cinta Sejati itu lebih kuat daripada maut dan tak terpadamkan oleh kekuatan apapun: “Taruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api Tuhan ! Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina” (Kidung Agung 8:6, 7). Menaruh Cinta Tuhan dalam hati berarti hidup di dalam kasih Tuhan.

Pesan bagi kita yang ingin kuat dalam kesesakan: tempatkan cinta di dalam hati, maka cinta itu akan menjadi indah. Cinta akan menjadi kekuatan ilahi yang mengubah duri menjadi mawar, cuka menjadi madu. Cinta mengubah kesedihan menjadi kegembiraan. Cinta mengubah kemarahan menjadi keramahan. Cinta mengubah kecerewetan menjadi nyanyian. Cinta mengubah keputusasaan menjadi pengharapan. Cinta mengubah musibah menjadi berkat. Semua karena cinta Tuhan telah menjadi nahkoda jiwa dan raga. Hidup pun menjadi sebuah perjalanan indah dan tak karam kendati ombak menghantamnya.

Tuhan Memberkati

Oleh Pastor Felix Supranto, SS.CC

Apa Arti Kuk (Mat 11:28-30)?

2

Tentang kuk (lih. Mat 11:28-30), terdapat beberapa penafsiran, yaitu:

1. Kuk dalam Perjanjian Lama adalah gambaran/ metafor dari hukum Taurat (lih. Yer 5:5, Kis 15:10). Maka di Injil Matius, kuk merupakan gambaran bagi hukum yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, sebagai Pemberi hukum yang baru. Kuk ini menjadi lebih ringan, sebab Kristus menyempurnakan hukum Taurat (lih. Mat 5:17) dengan mengembangkan hukum kasih di dalam diri orang-orang yang percaya kepada-Nya, sehingga membuat penerapan ketentuan ini menjadi lebih mudah dan menarik bagi mereka yang berkehendak baik. Dengan menanggung kuk ini bersama Yesus, kita juga akan menerima pertolongan-Nya, sehingga kuk itu menjadi lebih ringan.

2. Sejumlah Bapa Gereja menghubungkan gambaran kuk dengan dosa manusia dan keterikatan kepada hal-hal duniawi:

St. Hieronimus: Bahwa beban dosa itu berat, diajarkan oleh Nabi Zakaria (lih. Zak 5:7); demikian pula kitab Mazmur, “… sebab kesalahanku telah menimpa kepalaku” (Mzm 38:5).

St. Gregorius: Sebab kuk yang kejam dan berat bebannya maksudnya adalah tunduknya seseorang kepada hal-hal yang sifatnya sementara, menjadi ambisius terhadap hal-hal duniawi dan melekat kepada hal-hal yang rapuh, mencari pijakan pada sesuatu yang tidak dapat menjadi tempat berpijak, menghendaki hal-hal yang akan berlalu, tetapi tidak ingin berlalu bersama mereka. Sebab ketika semua hal akan berlalu berlawanan dengan kehendak kita, semua itu yang dulunya mengganggu pikiran kita agar kita menginginkannya, kini menekan kita dengan kekuatiran bahwa kita akan kehilangan semua itu.

St. Yohanes Krisostomus: Kristus tidak berkata, datanglah orang ini dan orang itu, tetapi ‘semua’ yang berbeban berat, yang sedang berduka, atau yang berdosa, bukan “agar Aku menghukummu, tetapi agar Aku dapat mengampuni kamu. Datanglah kamu, bukan karena aku memerlukan kemuliaanmu tetapi karena aku menginginkan keselamatanmu. “Dan Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”; bukan hanya menyelamatkanmu, tetapi lebih dari itu, “memberikan kelegaan”, yaitu menempatkan kamu dalam ketenangan.

Nah, apapun interpretasinya, kita ketahui bahwa apapun yang kita hadapi di dalam hidup, jika kita hadapi bersama Tuhan, akan membuat kita menghadapinya dengan lebih mudah. Hal ini kita ketahui dalam bacaan liturgis pada hari yang sama ketika bacaan Injil Mat 11:28-30 dibacakan, yaitu Yesaya 26 : 7-9, 12, 15-19 ; Mazmur 102 : 13-21. Di bacaan dari kitab Yesaya itu dikatakan tentang jejak hidup orang benar, yang dekat pada Tuhan. Pada mereka ini Tuhan memberikan damai sejahtera, dan apapun yang mereka lakukan, mereka melakukannya bersama Tuhan. Tuhan yang memampukan mereka untuk melakukan apa yang benar (lih. ay. 9, 12). Sedangkan kalau orang mulai mengandalkan kemampuannya sendiri, maka ia tidak akan dapat melakukan apa-apa (lih. ay. 17-19). Namun bagi umat-Nya yang setia, Tuhan terus mendampingi, bahkan dalam keadaan yang sulit, dan sepertinya tidak ada harapan, Tuhan tetap membuka jalan dan memberikan harapan. “…. Dan bumi akan melahirkan arwah kembali”, kemungkinan berkaitan dengan nubuatan tentang apa yang kemudian terjadi pada umat Israel di zaman Raja Koresh (sekitar abad 5 sebelum Masehi), ketika Raja itu menguasai Babilonia. Sebelumnya bangsa Israel telah ditawan dan kemudian dibuang ke tanah Babel/ Babilonia untuk dijadikan budak. Namun setelah Babilonia jatuh ke tangan Raja Koresh, raja itu memperbolehkan bangsa Yahudi itu untuk kembali ke Yerusalem untuk kembali membangun bait Allah (lih. Ezr 1:1-2 dst). Di sinilah terlihat campur tangan Tuhan, yang menggerakkan hati seorang raja Persia untuk membela kepentingan bangsa pilihan-Nya. Di sinilah terlihat bahwa bahkan di tanah pembuangan, Allah setia menyertai umat-Nya, dan tetap berkarya untuk membebaskan mereka dari kuk perhambaan, dan menyelamatkan mereka. “… Sebab Ia [Allah] telah memandang dari ketinggian-Nya yang kudus, Tuhan memandang dari Sorga ke bumi, untuk mendengar keluhan orang tahanan….” (Mzm 102: 19-21)

Demikianlah di dalam Injil Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita, agar kita memikul kuk yang dipasangkan-Nya atas kita, bersama dengan Dia. Kuk ini bisa diartikan sebagai hukum yang baru, yang diberikan oleh Yesus kepada kita, ataupun sebagai beban hidup akibat dosa kita manusia, yang kita alami atas izin Tuhan. Tuhan Yesus mengajarkan kita agar kita memikul beban kuk ini bersama-Nya agar kita beroleh kelegaan. Sebab sama seperti dahulu bangsa Yahudi menerima pertolongan Tuhan, demikianlah kini kita-pun dapat memperoleh pertolongan-Nya, asalkan kita mau datang kepada-Nya, dan mau mengikuti semua perintah-Nya. Dengan kesetiaan kita mengikuti hukum dan perintah Kristus, dan memohon belas kasihan-Nya, kita akan memperoleh pertolongan dan kelegaan, sehingga apapun yang kita hadapi akan menjadi lebih ringan.

Kerajaan Allah yang Kudambakan

0
sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Parable_of_the_hidden_treasure_Rembrandt_-_Gerard_Dou.jpg

[Hari Minggu Biasa XVII: 1 Raj 3:5, 7-12; Mzm 119:57,72,76-77,127-130; Rm 8:28-30; Mat13:44-52]

You are applying for a student visa…” gumam  sang petugas itu setelah membaca formulir kami. Ia menatap layar komputernya dan mengetikkan sesuatu data dari paspor kami. Lalu setelah sekian detik, ia menatap kami sambil bertanya, “So, what are you going to study in the US?” Serempak kami menjawab singkat, “Theology.” Dengan mengernyitkan kening, seolah heran, ia bertanya, “Geology?” Sontak kami berdua meralat ucapannya, “No, Ma’am. The-o-logy.” Kini raut mukanya bahkan lebih heran dari sebelumnya, “You mean, Theology….?” Seolah mau menambahkan pertanyaan, “Are you serious?”

Demikianlah, nampaknya keheranan petugas di kedutaan Amerika itu merupakan salah satu contoh, betapa orang zaman ini umumnya menganggap keinginan untuk mengenal Tuhan dan mempelajari ajaran-Nya sebagai sesuatu yang tidak lazim. Orang berlomba-lomba mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, tetapi pengetahuan tentang Allah dianggap kurang penting dan seolah tidak masuk hitungan. Mereka yang ingin mengenal dan mempelajari ajaran iman dianggap fanatik. Mereka yang ingin menyerahkan seluruh hidupnya untuk Tuhan dicap ‘aneh’. Bukankah kita sering mendengar orang berkomentar tanpa sengaja, “Sayang ya, pinter- pinter dan ganteng- ganteng koq mau jadi Romo?” Seolah yang pantasnya menjadi Romo itu orang-orang yang kurang pinter dan kurang ganteng. Padahal, bukankah Allah sepantasnya memperoleh segala yang terbaik dari umat manusia yang diciptakan-Nya? Bukankah kita sudah seharusnya rindu untuk mengenal Dia dan mempelajari dengan sungguh-sungguh segala ajaran dan hukum-hukum-Nya, di atas segala-galanya? Dan rindu untuk melayani-Nya?

Bacaan pertama hari ini mengisahkan bagaimana Raja Salomo telah memilih pengertian akan hukum Tuhan sebagai hal yang terutama yang dimohonkannya kepada Tuhan. Dan Tuhan sungguh sangat berkenan akan permintaannya ini. Sebab kebijaksanaan yang diinginkannya merupakan cerminan dari sikap takut akan Tuhan dan keinginan untuk melekat kepada hukum Tuhan (lih. Sir 15:1). Salomo kemudian dicatat dalam Kitab Suci sebagai seorang raja yang sangat bijaksana, yang kebijaksanaannya tidak pernah terkalahkan oleh raja manapun di sepanjang sejarah keturunan Daud, kecuali tentu, oleh Tuhan Yesus sendiri (lih. Luk 11:31).

Mazmur hari ini juga mengingatkan kita akan Sabda Allah yang merupakan kebenaran dan ketentuan yang baik bagi kita. Jika kita mencintai firman Tuhan dan perintah-perintah-Nya, maka kasih setia Tuhan akan menjadi penghiburan kita, dan rahmat-Nya akan turun atas kita (lih. Mzm 119: 76-77). Demikianlah, Rasul Paulus juga mengingatkan bahwa jika kita selalu mengasihi Allah, maka Allah akan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (lih. Rom 8:28). Artinya, kita tidak perlu takut dan khawatir akan apapun yang akan kita alami di dunia ini, sebab semua itu akan berakhir baik bagi kita, asalkan kita sungguh mencintai Tuhan dan segala perintah-Nya. Betapa berharganya pengertian ini!

Demikianlah, Injil hari ini mengumpamakan Kerajaan Allah seperti harta yang terpendam di ladang. St. Yohanes Krisostomus mengatakan bahwa harta yang tersembunyi tersebut adalah Allah sendiri yang tersembunyi dalam kemanusiaan Kristus, Sang Penyelamat kita. Maka menemukan Kristus dan menjalin hubungan kasih dengan-Nya, memang merupakan hal yang paling berharga, melebihi apapun. Tak mengherankan jika Kerajaan Allah ini diumpamakan juga sebagai mutiara yang indah. Selanjutnya, perumpamaan lainnya tentang Kerajaan Allah sebagai pukat, mengajarkan kepada kita tentang tergabungnya kita umat manusia  di dalam Kristus. Namun akan ada saatnya dinyatakan pemisahan antara orang yang baik dari yang jahat;  ‘gandum dari lalang’. Semua perumpamaan tentang Kerajaan Allah ini mengajak kita untuk merenungkan tentang ke mana sebenarnya tujuan hidup kita. Allah yang telah menciptakan kita karena kebaikan-Nya, juga memanggil kita ke arah kebaikan dan kebenaran-Nya. Roh Kudus yang telah kita terima melalui Baptisan terus mendorong kita untuk terus mencari dan menemukan harta rohani yang tersedia bagi kita di dalam Kristus Yesus Tuhan kita. Berbahagialah kita, jika hati kita haus kepada-Nya, dan telinga batin kita rindu untuk mendengarkan suara-Nya.

Mari mempersembahkan kepada Tuhan apa yang terbaik dari diri kita: bukan waktu sisa, bukan kemampuan cadangan. Sebab seluruh milik kita pun tidak akan dapat membalas segala kebaikan-Nya kepada kita. “Ya, Tuhanku, tuntunlah aku, agar selalu mendambakan  Kerajaan-Mu. Saat kuberdoa: ‘Datanglah Kerajaan-Mu… di atas bumi, seperti di dalam Surga’, bantulah aku menemukan Kerajaan-Mu itu dalam hidupku sehari-hari. Amin.”

Agar Kebaikan Bersinar Mengatasi Kejahatan

0

[Hari Minggu Biasa XVI: Keb 12:13.16-19; Mzm 86:5-16; Rm 8:26-27; Mat13:24-43]

Piep…piep…. Wekerku berbunyi. Jam 5 pagi. Wuih… sulit betul rasanya untuk bangun. Demikianlah, pergumulanku melawan kemalasan sudah dimulai di awal hari. Selanjutnya sepanjang hari, pergumulan di dalam diriku itu senantiasa ada. Selalu ada pilihan: apakah aku mau memberi perhatian dan menyapa orang- orang di sekitarku, ataukah cuek saja. Apakah aku mau menahan lidahku untuk tidak membicarakan orang lain, atau malah turut menimpali terutama jika orang tersebut pernah menyakiti hatiku. Apakah aku mau menerima keadaan yang tidak sesuai dengan kehendakku dengan hati lapang, ataukah malah menggerutu sepanjang hari. Dan segudang contoh lainnya. Hatiku menjadi ajang pergulatan bagi keinginan berbuat baik dan tidak baik. Tak mengherankan, sebab bukankah ‘gandum dan lalang’ tumbuh bersama di ladang hati setiap orang? Jika kita melakukan hal-hal yang baik artinya kita menjadikan ladang hati kita ladang gandum, sedangkan kalau kita lebih suka melakukan yang buruk, kita menjadikannya  ladang lalang.

Agaknya tak sulit bagi kita untuk mengakui dengan jujur, bahwa tidak selalu kita ini berbuat kebaikan. Walaupun kita berusaha sekuat tenaga untuk selalu berkata-kata dan berbuat yang baik, namun ada kalanya apa yang kita katakan dan kita lakukan adalah kebalikan dari apa yang kita inginkan. Keinginan berbuat baik yang datang dari Tuhan, dikalahkan oleh pengaruh buruk yang datang dari si jahat. Injil hari ini mengisahkan tentang hal itu, dengan menggambarkan Kerajaan Allah seperti ladang gandum. Saat semua orang tidur, seorang musuh menaburkan lalang di antara gandum itu. Maka gandum itu bertumbuh bersama dengan lalang itu. Sang tuan pemilik kebun tidak memerintahkan para hambanya untuk mencabut lalang itu, namun membiarkan gandum dan lalang itu tumbuh bersama sampai saat menuai. Pada saat itulah lalang akan dicabut dan dibakar, sedangkan gandum akan dikumpulkan ke dalam lumbungnya.

Demikianlah, Tuhan bersabar dengan segala kelemahan kita, dan tetap mendorong agar kebaikan yang ada dalam hati kita dapat bersinar mengalahkan kegelapan. Tuhan memberikan kesempatan kepada setiap kita untuk berjuang mengalahkan segala yang tidak baik yang ada di dalam hati kita. Kesempatan ini tiada berakhir sampai saat kita menghadap- Nya, yaitu saat masing-masing kita akan dimintai pertanggungan jawab oleh Tuhan akan segala perbuatan kita. Sekalipun mungkin kita enggan untuk membayangkan saat pengadilan itu, saat itu tetaplah akan terjadi. Namun firman Tuhan hari ini memberikan pengharapan kepada kita, sebab Allah akan mengadili kita dengan belas kasihan dan dengan sangat murah hati Ia akan memperlakukan kita yang mau bertobat dan kembali kepada-Nya (lih. Keb 12:18-19). Firman Tuhan ini membantu kita untuk tidak lekas berputus asa karena kelemahan kita, tetapi agar kita terus berjuang mengalahkan kelemahan kita dengan mengandalkan rahmat Tuhan.

Seperti ladang hati kita dan ladang dunia ini, yang ditumbuhi gandum dan lalang, demikianlah juga Gereja. Gereja terdiri dari orang-orang yang kudus, namun juga orang-orang yang berdosa. Keduanya dibiarkan Tuhan ada sampai saat penuaian tiba, yaitu saat Kristus datang kembali di akhir zaman, dan mengadili semua orang. Maka Gereja memang adalah Gereja yang kudus, karena Kristus Sang Kepala-nya adalah kudus, namun demikian, Gereja juga terdiri dari para pendosa, dan karena itu senantiasa memerlukan pertobatan dan pemurnian hingga mencapai kesempurnaannya di Surga. Sebagaimana Tuhan bersabar terhadap kelemahan kita, kitapun diundang untuk bersabar terhadap kelemahan orang lain. Sebagaimana Tuhan tidak memperhitungkan hanya hal-hal yang buruk saja yang kita lakukan, kitapun diundang untuk tidak hanya melihat kepada hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh orang-orang tertentu di dalam Gereja, namun juga kepada teladan kekudusan Kristus dan para kudus-Nya. Kesadaran akan kemurahan hati Tuhan yang membiarkan gandum dan lalang untuk tumbuh bersama, selayaknya mendorong kita untuk berjuang agar pada saatnya nanti, kita akan diperhitungkan sebagai gandum yang berbuah, dan bukan sebagai lalang. Mari kita sadari bahwa sepanjang hidup kita adalah kesempatan untuk mengusahakan kebaikan.

Piep… piep… wekerku kembali berbunyi….. Bangunlah, hai jiwaku dan badanku! Demi kasihku kepada-Mu, ya Tuhan, ku mau mengalahkan kemalasanku ini. Biarlah dengan suka cita aku berseru, “Ya, Tuhan, terima kasih untuk hari yang baru ini. Pimpinlah aku hari ini, agar memenangkan pertarungan melawan kejahatan. Biarlah jiwaku hanya terpikat pada-Mu, agar hatiku menjadi  seperti ladang gandum yang subur, yang mendatangkan buah-buah yang menyenangkan hati-Mu. Amin.”

Logika – Pentingkah di Masa Kini?

4

(Artikel ini didasarkan pada buku Peter Kreeft, Socratic Logic: A Logic Text Using Socratic Method, Platonic Questions, and Aristotelian Principles, St. Augustine’s Press: South Bend, Indiana (2010))

Logika itu membosankan. Pernyataan ini benar bagi hewan, tumbuhan, atau benda-benda mati, karena mereka tidak dikaruniai akal budi. Bagi manusia, logika tidak dapat membosankan, walaupun kesannya membosankan. Logika menjadi terkesan membosankan dewasa ini karena orang (pada umumnya pria) berpikir bahwa ia sudah pandai berlogika. Betul bahwa semua orang bisa berlogika; sayangnya, ada logika yang buruk dan yang baik, dan tidak sedikit sumber kesesatan itu berasal dari logika yang buruk (lihat beberapa “filsuf-filsuf” modern). Logika itu tidak membosankan karena manusia tidak pernah berhenti menjadi manusia, makhluk yang berakal budi. Ia tidak pernah berubah menjadi laba-laba ataupun batu.

Mulai dari menganalisa teori Descartes1 sampai berbincang dengan penjaga toko, kita memanfaatkan logika. René Descartes menyatakan bahwa, “Saya berpikir, maka saya ada” (cogito ergo sum). Apakah itu merupakan pembuktian yang benar tentang alasan keberadaan manusia? Lalu, ketika kita berjumpa dengan penjaga toko elektronik dan hendak mengembalikan barang yang kita beli, perbincangan ini sangat mungkin terjadi:

Pembeli: Saya mau kembalikan TV ini ya, bisa kan?
Penjual: Wah, tidak bisa, Pak; kita tidak bisa terima lagi.
Pembeli: Loh, di sini jelas tertulis: “kalau sudah dibuka, tidak dapat dikembalikan,” tapi kan saya belum buka. Berarti bisa dikembalikan dong.
Penjual: Argumen Bapak kok tidak logis.

Siapakah yang telah menggunakan logikanya dengan lebih baik? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, kita perlu memahami prinsip-prinsip berlogika yang baik. Sebelum menyelami logika lebih dalam, apa manfaat yang kita dapatkan setelah kita memahami seni berlogika yang baik? Menurut Peter Kreeft, setidaknya ada 13 manfaat:

  1. Keteraturan

Kita tidak dapat memanfaatkan logika seperti arsitek dapat memanfaatkan penggaris, tetapi logika dapat mengubah kita. Logika mengubah kita dengan “membangun kebiasaan mental dalam berpikir dengan cara yang teratur.” Dengan berpikir secara teratur, kita akan memiliki kejelasan dalam mencari kebenaran, berbicara, ataupun menulis.

  1. Kekuatan

Logika memberi bukti untuk pernyataan yang kita ungkapkan. Dengan demikian, logika memiliki kekuatan untuk memengaruhi. Pengaruh yang diberikan orang yang berlogika dengan baik tidak seperti pengaruh pengacara atau politisi yang mungkin tidak jelas kebenarannya; logika mencari kebenaran, dan pada akhirnya Sang Kebenaran.

  1. Membaca

Logika membantu Anda dalam membaca, sehingga Anda dapat membedakan kebenaran dari kesalahan atau kebohongan secara jelas dan efektif.

  1. Menulis

Logika membantu Anda dalam menulis secara logis, yaitu secara teratur dan meyakinkan. Tulisan memiliki kekuatan untuk memengaruhi bila disajikan secara logis. Tulisan yang tidak logis, tidak teratur seperti suatu mimpi, adalah membosankan.

  1. Kebahagiaan

Bagaimana logika membantu kita mencapai kebahagiaan? Jawaban logis yang diberikan Kreeft adalah sebagai berikut.

  1. Ketika kita mendapatkan apa yang inginkan, kita bahagia.
  2. Dan apapun yang kita inginkan, baik Surga ataupun hamburger, kita akan lebih mungkin mendapatkannya bila kita berpikir dengan lebih jelas.
  3. Logika membantu kita berpikir dengan lebih jelas.
  4. Maka, logika membantu kita mendapatkan kebahagiaan.
  1. Iman

Apakah logika berjalan seiring dengan iman atau menentang iman? Iman jelas melampaui logika selama iman melampaui akal budi manusia, namun logika tidak bertentangan dengan iman. Logika dapat membantu iman dalam tiga hal: (1) memperjelas dan mendefinisikan artikel iman; (2) membantu mengaplikasikan kepercayaan ke dalam situasi-situasi tertentu; (3) memberikan bukti yang jelas (lebih kuat daripada sekedar perasaan, intuisi, mood, atau “coba-coba”) mengenai iman, walaupun tidak semua artikel iman dapat dibuktikan dengan logika.

  1. Kebijaksanaan

Logika dapat membantu Anda menjadi bijaksana. Tanpa logika, seseorang tidak dapat menjadi bijak, walaupun logika saja tidak cukup membuat orang menjadi bijak.

  1. Demokrasi

Ya, logika juga memiliki implikasi sosial dan politik. Thomas Jefferson2 mengatakan, “dalam negara republik, yang warga negaranya dipimpin oleh akal budi dan persuasi dan bukan oleh paksaan, seni berakal budi menjadi keutamaan yang pertama.” Bangsa yang tidak menerapkan prinsip logika klasik yang benar, akan dapat mempunyai resiko bahwa rakyatnya akan mudah diombang-ambingkan oleh isu-isu yang bahkan tidak masuk akal. Ini terjadi, sebab rakyatnya tidak dilatih untuk memilah antara hal-hal yang baik dan buruk, memisahkan hal-hal yang benar dari hal-hal yang salah. Padahal rakyat yang berdaulat seharusnya memiliki kemampuan untuk memisahkan kebenaran dari kesalahan dengan jelas dan penuh keyakinan. Di sinilah peran logika bagi suatu bangsa, sebab tanpa logika yang baik, bukankah banyak keputusan hanya dibuat berdasarkan opini, atau bahkan perasaan?

  1. Memberikan keterbatasan logika

Logika diperlukan untuk menyadari keterbatasan dari logika itu sendiri. Logika dapat membedakan apa yang bisa ia mengerti dan apa yang tidak bisa ia mengerti (seperti perasaan, situasi, dan intuisi).

  1. Menguji otoritas

Otoritas dapat meliputi banyak pihak, baik itu pemerintah, buku, guru, atau orangtua. Di samping itu, kita memerlukan logika karena kita perlu alasan yang benar untuk tunduk pada otoritas tertentu.

  1. Menyadari kontradiksi

Banyak orang melihat dua hal yang berbeda itu serupa, dan dua hal yang serupa itu berbeda. Ini berbahaya. Kebingungan mengenai kontradiksi antara dua hal atau lebih menyebabkan seseorang tidak dapat membedakan arti dari hal-hal tersebut, kebenaran dan kesalahannya, dan alasannya.

  1. Kepastian

Walaupun logika punya keterbatasan luar (poin 9), yaitu banyak hal-hal yang tidak dapat dijangkaunya, logika tidak memiliki keterbatasan dalam. Seperti matematika, 2 tambah 2 adalah pasti 4. Dalam logika, jika A adalah B, dan B adalah C, maka A adalah pasti C. Logika memberikan kepastian yang tidak dapat tergoyahkan.

  1. Kebenaran

Logika saja tidak cukup untuk menemukan kebenaran, namun logika sangat membantu kita mencari kebenaran, dan tujuan dari logika adalah kebenaran, bukan yang lain. Inilah manfaat logika yang terpenting dan terutama.

Kesimpulan

Berbeda dengan malaikat yang dapat melihat seluruh kebenaran secara langsung, manusia perlu mencari kebenaran selangkah demi selangkah. Logika yang baik diperlukan dalam proses pencarian kebenaran itu. Negara ini (atau bahkan dunia ini) semakin gagal karena manusia semakin melupakan pentingnya logika seperti yang dianut oleh Sokrates, Plato, dan Aristoteles; kita tidak lagi mampu secara jelas mencari dan membedakan kenyataan dari bayangannya, kebenaran dari kesalahan. Filsuf bukanlah hanya Aristoteles atau St. Thomas. Anda adalah filsuf, selama Anda mencintai kebijaksanaan,3 dan setiap filsuf yang sejati memahami seni berlogika yang baik.

 

1 René Descartes adalah filsuf dan matematikawan Perancis di abad ke-17

2 Salah satu Bapa-bapa Pendiri Amerika Serikat.

3 Filosofi berasal dari bahasa Yunani philo dan sophia, yang artinya “cinta akan kebijaksanaan”.

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab