Home Blog Page 295

Perjanjian Lama dan Kitab Taurat adalah tidak sempurna?

29

Pertanyaan:

Halo Pak Stefanus dan Ibu Inggrid, apa kabar? Saya ingin bertanya lagi:
1. Bolehkah kita menganggap bahwa Perjanjian Lama adalah buku yang tak sempurna? Karena kita tahu bahwa ada beberapa denominasi non Katolik seperti Gereja Advent Masehi Hari Ketujuh banyak mengambil tata cara hidup mereka seperti apa yang tertulis di PL, misalnya hari Sabbath, pelarangan makanan yang dituliskan di Immamat. Mengapa kita sebagai Katolik tidak mengikuti tradisi yang tertulis di PL?
2. Sebenarnya bagaimana pembentukan tata cara liturgi? Saya pernah membaca bahwa tata cara misa yang ada tidak lepas dari keterlibatan dari keputusan Paus. Apa alasan Paus dalam menambahkan hal-hal dalam tata cara liturgi?
3. Apa artinya menggenapi hukum Taurat oleh Yesus tanpa membuang satu titik pun di Matius 5:17-20?

Terima kasih ya =)
Ohya apa kabar progres bukunya, tidak sabar nih menunggunya ^^ – Andreas

Jawaban:

Shalom Andreas,

Terima kasih atas pertanyaannya. Mari kita membahasnya bersama-sama:

1) Apakah Perjanjian Lama (PL) adalah buku yang tidak sempurna? Tergantung definisi dari sempurna. Kalau definisi tidak sempurna adalah banyak kesalahan, maka tidaklah benar. Kalau definisi dari tidak sempurna adalah tidak lengkap, maka saya setuju. Bagi umat Kristen, PL tidaklah lengkap kalau tidak dibaca dalam terang Perjanjian Baru (PB). Hal ini dikarenakan iman kekristenan kita bersumber pada Kristus. Jadi dengan membaca PL tanpa PB, kita tidak dapat menangkap pribadi Kristus secara jelas dan pemenuhan rencana Allah secara lengkap. Sebaliknya dengan membaca PB dengan latar belakang PL, kita akan semakin mengerti kesempurnaan rancangan keselamatan Allah. Kita melihat apa yang dikatakan oleh Katekismus Gereja Katolik tentang Perjanjian Lama, yaitu di dalam KGK 121-123:

KGK, 121 – “Perjanjian Lama adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Kitab Suci. Buku-bukunya diilhami secara ilahi dan tetap memiliki nilainya (Bdk. DV 14.) karena Perjanjian Lama tidak pernah dibatalkan.

KGK, 122 – “Tata keselamatan Perjanjian Lama terutama dimaksudkan untuk menyiapkan kedatangan Kristus Penebus seluruh dunia.” Meskipun kitab-kitab Perjanjian Lama “juga mencantum hal-hal yang tidak sempurna dan bersifat sementara, kitab-kitab itu memaparkan cara pendidikan ilahi yang sejati. … Kitab-kitab itu mencantum ajaran-ajaran yang luhur tentang Allah serta kebijaksanaan yang menyelamatkan tentang peri hidup manusia, pun juga perbendaharaan doa-doa yang menakjubkan, akhirnya secara terselubung [mereka] mengemban rahasia keselamatan kita” (DV 15).”

KGK, 123 – “Umat Kristen menghormati Perjanjian Lama sebagai Sabda Allah yang benar. Gereja tetap menolak dengan tegas gagasan untuk menghilangkan Perjanjian Lama, karena Perjanjian Baru sudah menggantikannya [Markionisme].”

Kalau memang Perjanjian Lama diilhami oleh Allah, mengapa Gereja Katolik tidak mengikuti apa yang ditulis di dalam Perjanjian Lama, terutama kitab Imamat, Ulangan, Keluaran, dll? St. Thomas Aquinas (ST, I-II, q. 98-108) mengatakan bahwa ada 3 macam hukum di dalam Perjanjian Lama, yaitu:

a) Moral Law: Moral Law atau hukum moral adalah menjadi bagian dari hukum kodrati, hukum yang menjadi bagian dari kodrat manusia, sehingga Rasul Paulus mengatakan “Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela” (Rom 2:15). Contoh dari hukum ini adalah yang tertulis di 10 perintah Allah, dimana terdiri dari dua loh batu, yang mencerminkan kasih kepada Allah (perintah 1-3) dan juga kasih kepada sesama (perintah 4-10). Hukum kodrati ini adalah hukum yang tetap mengikat (bahkan sampai sekarang) dan dipenuhi dengan kedatangan Kristus, karena hukum kodrati ini adalah merupakan partisipasi di dalam hukum Tuhan.

b) Ceremonial law atau hukum seremonial: sebagai suatu ekpresi untuk memisahkan sesuatu yang sakral dari yang duniawi yang juga berdasarkan prinsip hukum kodrat, seperti: hukum persembahan, tentang kesakralan, proses penyucian untuk persembahan, tentang makanan, pakaian, sikap, dll. Hukum ini tidak lagi berlaku dengan kedatangan Kristus, karena Kristus sendiri adalah persembahan yang sempurna; sebab Kristus menjadi Anak Domba Allah yang dikurbankan demi menebus dosa-dosa dunia. Maka kurban sembelihan seperti yang disyaratkan di dalam Perjanjian Lama tidak lagi diperlukan, karena telah disempurnakan di dalam kurban Kristus di dalam Perjanjian Baru. Itulah sebabnya di Gereja Katolik sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus dan juga para rasul (Petrus dan Paulus) tidak mempermasalahkan makanan-makanan persembahan, karena bukan yang masuk yang najis, namun yang keluar. Ulasan ini dapat melihat di jawaban ini (silakan klik ini).

c) Judicial law: Ini adalah merupakan suatu ketentuan yang menetapkan hukuman (sangsi) sehingga peraturan dapat dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, maka peraturan ini sangat rinci, terutama untuk mengatur hubungan dengan sesama, seperti: peraturan untuk penguasa, bagaimana memperlakukan orang asing, dll. Dalam Perjanjian Lama, Judicial law ini ditetapkan sesuai dengan tradisi bangsa Yahudi. Contoh dari judicial law: kalau mencuri domba harus dikembalikan empat kali lipat (Kel 22:1), hukum cambuk tidak boleh lebih dari empat puluh kali (Ul 25:3), memberikan persembahan persepuluhan (Mal 3:6-12). Setelah kedatangan Kristus di Perjanjian Baru, maka judicial law ini tidak berlaku lagi; sebab Kristus membuka pintu keselamatan bagi bangsa-bangsa lain, sehingga ketentuan hukuman (sangsi) diserahkan kepada pemerintahan bangsa-bangsa lain tersebut, dan di dalam konteks umat Kristiani, maka judicial law ditetapkan oleh Gereja Katolik yang memiliki anggota dari seluruh bangsa.

Jadi tradisi dan law yang bersifat ceremonial law dan judicial law harus dilakukan dalam terang Perjanjian Baru, seperti yang saya tulis di atas.

2) Untuk perkembangan bentuk liturgy, silakan melihat artikel ini (silakan klik – dalam bahasa Inggris). Sebenarnya inti perkembangan liturgy adalah dari Perjamuan Kudus yang ditetapkan oleh Kristus sendiri. Dan kemudian, para uskup-uskup, seperti: Justin Martyr, St. Clement, serta bapa Gereja yang lain melengkapi pembentukan liturgi. Dan liturgi bukan hanya seperti “Roman Rite” yang kita kenal, namun juga ada liturgi-liturgi yang lain, seperti “Byzantine rite” yang dipakai sampai saat ini oleh Gereja-gereja Timur.

Liturgi dapat didefinisikan “The liturgy is the Church’s public worship. It includes all of the rites and ceremonies by which the Church expresses her worship of God.” Dari definisi tersebut, liturgi bukanlah milik pribadi yang dapat diubah oleh masing-masing pribadi, namun liturgi menjadi suatu tata cara ibadah dimana Gereja dapat mengekpresikan diri untuk menyembah Tuhan. Oleh karena itu, adalah hal yang wajar, kalau dalam perkembangannya, Paus atau uskup yang berwenang (yang mewakili Gereja) dapat menambahkan atau mengurangi, atau membakukan tata cara liturgi. Untuk saat ini, saya hanya dapat menjawab secara singkat. Mungkin di lain kesempatan, topik ini dapat dibahas secara lebih mendalam.

3) Apakah arti menggenapi hukum taurat tanpa membuang satu titikpun di Mt 5:17-20? Mt. 5:17-20 mengatakan “17 “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. 18 Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. 19 Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. 20 Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

a) Pada waktu Yesus mengatakan bahwa Dia datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, namun menggenapinya, maka dapat dilihat bahwa “menggenapi” adalah dengan menambahkan apa yang sebelumnya tidak ada, atau dengan melakukan apa yang diperintahkan (lih. St. Agustinus dalam komentarnya tentang ayat ini, yang dituliskan oleh St. Thomas Aquinas dalam Catena Aurea). Jadi Kristus menambahkan apa yang tidak ada sebelumnya, yaitu Diri-Nya sendiri, yaitu Sang Sabda yang menjadi manusia. Dan kalau inti dari hukum Taurat adalah mengasihi Allah dan sesama (Mt 22:37-40), maka Yesus telah memenuhi hukum ini. Namun, Dia melengkapinya dengan mengasihi sesama demi kasih kepada Allah.

b) Kalau di dalam hukum taurat apa yang dilakukan di luar (exterior acts) adalah begitu penting, maka Yesus menuntut hal yang lebih sempurna – perbuatan yang baik harus juga didasari oleh intensi yang baik. Inilah sebabnya Yesus mengatakan “20 Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.“(Mt 5:20).

c) Jadi, dalam hal ini, seperti yang saya sebutkan pada point 1), maka Kristus tidak akan menghilangkan “moral law”, namun Dia menghilangkan “ceremonial law” dan “judicial law“.

Semoga uraian di atas dapat menjawab pertanyaan Andreas. Untuk bukunya sedang digarap. Mohon doa dari Andreas dan pembaca katolisitas.org agar Ingrid dan saya dapat menulis dengan baik.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – https://katolisitas.org

Pertanyaan sdr/i Protestan tentang ajaran Katolik mengenai Bunda Maria

68

[Dari Admin Katolisitas: Berikut ini adalah pertanyaan dari Ben, yang mengutip beberapa sumber yang mempertanyakan ajaran tentang Bunda Maria].

Pertanyaan:

romo, pak stef bu nggrid saya menemukan di forum 1) http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?p=57089 dan 2) http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?t=78&start=0, gereja protestan mempermasalahkan Bunda Maria, dan di forum itu jawabannya belum ada yang pas, mohon bantuan romo, pak stef dan bu inggrid, berikut kutipannya, agak panjang maaf ya
1) http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?p=57089
Hi rekan-rekan Katolik!

Saya umat Protestan biasa, bukan teolog atau pendeta. Saat ini studi di Melbourne, Australia. Berikut pemikiran pribadi saya tentang Maria.

MARIA
(dalam perspektif Protestan)

Nathaniel Nugroho

“Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (1 Tesalonika 5:21)

Peran Maria yang sangat sentral dalam transmisi sejarah keselamatan lewat Tuhan Yesus, memberikan tempat yang layak baginya untuk mendapatkan anugerah pujian dan penghormatan tersendiri dalam nurani Kristiani.

Namun rasa hormat terhadap Maria tidaklah pantas untuk diberikan secara berlebihan. Penghormatan kepada Maria tidak boleh mengarah pada devosi. Maria hanya ciptaan. Segala sesuatu diciptakan oleh Kristus, untuk Kristus dan di dalam Dia (Kol 1:16). Dengan demikian, Maria tidak lebih tinggi daripada Yesus dan tidak layak untuk disetarakan sebagai sumber rahmat. Sebagai konsekuensi imani, Maria bukan objek doa. Kita tidak sewajarnya berdoa kepada Maria, memintanya untuk mendoakan kita, melakukan ritual-ritual tertantu, atau bentuk-bentuk devosi apapun. Penghormatan adalah penghormatan dan devosi cukuplah devosi, hanya kepada Tuhan, Allah Abraham, Ishak, Yakub yang mengutus Kristus ke dunia dan yang telah berfirman: “Aku tidak akan membagi kemuliaanKu kepada yang lain” (Yes 42:8). Tidak ada tempat bagi Maria dalam wilayah devosi Gereja, sekalipun diminta mendoakan kita.

ROMANISME: Dari Mariologi ke Mariolatry
Adalah Romanisme Katolik, yang melahirkan rupa-rupa ajaran tambahan tentang superioritas Maria dalam keselamatan. Ia ditetapkan telah terbebas dari segala dosa asal (Paus Pius IX, 1854; Ratzinger, 1994), tetap tidak berdosa sepanjang hidupnya (Ratzinger, Catechism 411) dan tetap perawan selamanya setelah kelahiran Yesus (Ratzinger, Catechism 499-500). Berbagai studi yang telah dilakukan oleh Protestan terhadap kajian-kajian Mariologi menunjukkan, bahwa ajaran-ajaran ini telah mengarah pada ‘Mariolatry’, pemujaan Maria yang dilakukan di luar batas-batas kewajaran Alkitabiah.

Berikut beberapa dokumen Gereja Katolik menyangkut Maria.

“Mary has by grace been exalted above all angels and men to a place second only to her Son, as the most holy mother of God who was involved in the mysteries of Christ: she is rightly honored by a special cult in the Church.” – Second Vatican Council, “Dogmatic Constitution on the Church”, no. 66

“This motherhood of Mary in the order of grace continues uninterruptedly from the consent which she loyally gave at the Annunciation and which she sustained without wavering beneath the cross, until the eternal fulfillment of all the elect. Taken up to heaven she did not lay aside this saving office but by her manifold intercession continues to bring us the gifts of eternal salvation….Therefore the Blessed Virgin is invoked in the Church under the titles of Advocate, Helper, Benefactress, and Mediatrix.” – Catechism of the Catholic Church (969)

“Mary suffered and, as it were, nearly died with her suffering Son; for the salvation of mankind she renounced her mother’s rights and, as far as it depended on her, offered her Son to placate divine justice; so we may well say that she with Christ redeemed mankind.” – Pope Benedict XV, Inter Sodalicia

“Mary’s suffering [at Calvary], beside the suffering of Jesus, reached an intensity which can hardly be imagined from a human point of view but which was mysteriously and supernaturally fruitful for the Redemption of the world.” – Pope John Paul II, Salvifici Doloris, no. 25

“O Virgin most holy, none abounds in the knowledge of God except through thee; none, O Mother of God, obtains salvation except through thee, none receives a gift from the throne of mercy except through thee.” – Pope Leo XIII, Adiutricem Populi

“Enraptured by the splendor of your heavenly beauty and impelled by the anxieties of the world, we cast ourselves into your arms, Oh Immaculate Mother of Jesus and our Mother….we adore and praise the peerless richness of the sublime gifts with which God has filled you above every other mere creature, from the moment of conception until the day on which after your assumption into heaven. He crowned you Queen of the Universe. Oh crystal fountain of faith, bathe our hearts with your heavenly perfume. Oh Conqueress of evil and death, inspire in us a deep horror of sin which makes the soul detestable to God and the slave of hell. Oh well-beloved of God, hear the ardent cries which rise up from every heart in this year dedicated to you. Then tenderly, Oh Mary, cover our aching wound; convert the wicked, dry the tears of the afflicted and the oppressed. Comfort the poor and humble. Quench hatred, sweeten harshness, safeguard the flower of purity and protect the Holy Church. In your name resounding harmoniously in heaven, may they recognize that all are brothers…Receive, Oh sweet Mother our humble supplications and above all, obtain for us that on that day, happy with you, we may repeat before your throne that hymn which is sung today around your altars. You are beautiful Oh Mary. You are Glory Oh Mary. You are the joy, you are the Honor of our people.” – Pope Pius XII, celebration of the Marian Year in Rome, 1950 (cited in Robert Zins, Romanism [Huntsville, Alabama: White Horse Publications, 1995], pp. 162-163)

“Mary is all powerful with her divine Son who grants all graces to mankind through her” – Pope Benedict XV, Fausto Appetente Dei

“With a still more ardent zeal for piety, religion and love, let them continue to venerate, invoke and pray to the most Blessed Virgin Mary, Mother of God, conceived without original sin. Let them fly with utter confidence to this most sweet Mother of mercy and grace in all dangers, difficulties, needs, doubts and fears. Under her guidance, under her patronage, under her kindness and protection, nothing is to be feared; nothing is hopeless. Because, while bearing toward us a truly motherly affection and having in her care the work of our salvation, she is solicitous about the whole human race.” – Pope Pius IX, Ineffabilis Deus

Rupa-rupa ajaran ini tentu harus dipertanggungjawabkan secara moral dan Alkitabiah sebagai landasan iman umat Kristiani. Memang, otoritas Gereja Katolik selalu berpendapat bahwa, tidak perlu semua praktek dan ajaran harus ada dalam Alkitab, karena ada Tradisi Suci (Katolik biasanya akan mengemukakan Yoh 21:25, 2 Tes 2:15 sebagai argumen). Pendapat demikian boleh-boleh saja dan sah-sah saja, namun harus diingat, tradisi yang diwariskan itu pun tidak boleh bertentangan dengan kitab suci. Tradisi-tradisi tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan validitasnya secara moral, sumber-sumber dan asalnya, dan tidak boleh bertentangan dengan Alkitab sebagai basis kebenaran. Adat-istiadat bisa salah. Tuhan Yesus sendiri mengingatkan, bahwa adat-istiadat (tak terkecuali kebiasaan) dapat menyesatkan:

“Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat-istiadatmu sendiri” (Mat 15:6).

Memelihara kebiasaan (tradisi), walaupun berbaju Gereja, tidak selalu dapat dibenarkan. Umat Protestan tidak mempersoalkan praktek transmisi adat-istiadat Gerejawi, kebiasaan dan tradisi, sejauh dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara Alkitabiah sebagai basis keimanan. Tradisi yang mengandung nilai-nilai yang bertentangan secara diametral dengan kitab suci, wajib dan harus kita tolak!

Dalam paper berikut akan kami paparkan dan telaah sejumlah doktrin buatan Gereja Katolik yang, menurut hemat kami, kurang memiliki basis kebenaran Alkitabiah yang dapat dipertanggungjawabkan. Akan kami tunjukkan nanti, bahwa bukan Protestan yang menolak atau menentang Katolisisme dan Mariolatry-nya, akan tetapi Alkitab itu sendiri.

IMMACULATE CONCEPTION?
Menurut Roma, Maria dibebaskan oleh dosa asal seumur hidupnya, sebagai rahmat perkandungannya atas Tuhan Yesus. Berikut beberapa dokumen yang memuat ajaran Katolisisme.

Kardinal Joseph Ratzinger (1994) sebelum menjadi Paus menuliskan dalam katekismusnya “The New Catechism of the Catholic Church” (selanjutnya kami singkat Catechism) bahwa Maria dibebaskan dari dosa asal:

Mary… was redeemed from the moment of her conception… preserved immune from all stain of original sin.
-Catechism 491

Mary remained free of every personal sin her whole life long.
-Catechism 493

Secara resmi, doktrin Immaculate Conception atau Maria Dikandung Tanpa Dosa ini telah ditetapkan melalui konstitusi dogmatis oleh Paus Pius IX, ini pun baru pada akhir abad ke-19. Bunyinya adalah sebagai berikut:

Sesungguhnya, kebingungan atas dogma SP Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa (= Immaculata) bukanlah hal yang jarang terjadi. Sebagian orang secara salah beranggapan bahwa dogma tersebut berhubungan dengan Bunda Maria yang mengandung Kristus dari kuasa Roh Kudus. Sesungguhnya, dogma SP Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa adalah keyakinan “… bahwa perawan tersuci Maria sejak saat pertama perkandungannya oleh rahmat yang luar biasa dan oleh pilihan Allah yang mahakuasa karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia, telah dibebaskan dari segala noda dosa asal” (Ineffabilis Deus, Paus Pius IX, 8 Desember 1854, terjemahan).

Namun, penetapan doktrin tersebut bukan tanpa kontroversi. Pembahasan tentang doktrin Maria tanpa dosa telah menimbulkan pergumulan dalam sejarah. Grolier Academic Encyclopedia, 1991, Vol. 13 hal. 184 menyebutkan, bahwa diskursus ini telah menimbulkan perselisihan selama abad pertengahan:

The doctrine of Mary’s immaculate conception was a matter of dispute throughout middle ages. In 1854, however, Pope Pius IX declared that Mary was freed from original sin by a special act of grace the moment she was conceived in the womb of Saint Anne (Tradition names Saint Anne and Saint Joachim as Mary’s parents).

Walaupun Grolier tidak menyebutkan secara pasti penyebabnya, namun hipotesa yang mungkin muncul adalah ketiadaannya basis Alkitabiah dari doktrin tersebut. Kenyataan bahwa ‘immaculate conception’ dicetuskan oleh Paus Pius IX pada tahun 1854 semakin menunjukkan, bahwa doktrin tersebut hanyalah rekaan atau ciptaan Paus semata.

Uniknya, penentang doktrin Maria tak berdosa ini berasal dari dalam lingkungan Gereja (Katolik) sendiri. Tidak semua teolog Gerejawi menerima doktrin ini secara absah. St. Thomas Aquinas (1224-1274), seorang santo dan teolog Gereja yang ternama, menolak doktrin ini.

The doctrine (Immaculate Conception) as defined was debated by theologians during the Middle Ages and was rejected by St. Thomas Aquinas (Grolier Academic Encyclopedia, 1991, Vol. 11, hal. 54).

Adalah cukup mengejutkan, bahwa Thomas Aquinas menolak (rejected) doktrin immaculate Maria ini! Beliau adalah seorang teolog Kristen yang sangat kredibel dan berpengaruh dalam sejarah Kekristenan. Ia sudah masuk biara Benediktin sejak berusia 5 tahun. Beberapa karyanya seperti Summa Theologiae (1267-73) menjadi referensi bagi perkembangan ajaran dogmatik Gereja Katolik. Ia hadir sendiri dalam Konsili Lyon tahun 1274, dikanonisasikan oleh Gereja pada tahun 1323 dan dianugerahi gelar Doctor of the Church pada tahun 1567. Melihat kredibilitasnya tersebut, penolakan Aquinas (yang notabene seorang santo menurut Gereja Katolik) secara khusus terhadap doktrin Immaculate Conception merupakan suatu representasi yang patut dicatat.

Selain itu, bagaimana mungkin, seorang yang telah dinobatkan sendiri sebagai santo oleh Gereja Katolik, menolak doktrin Immaculate Conception Maria yang disahkan melalui sebuah konstitusi dogmatis pada 1854? Ini tidak masuk akal. Perhatikan pendapat Romo Pidyarto Gunawan, O. Carm tentang konsekuensi dari menolak putusan dogmatis semacam ini:

Ajaran Gereja yang dimuat dalam suatu konstitusi dogmatis (misalnya ajaran Konsili Vatikan II tentang Gereja, Lumen Gentium) mempunyai bobot dogmatis yang mengikat: kalau orang mau disebut Katolik, harus menerima ajaran ini (Gunawan 2000:110).

Dengan opini tersebut, secara tidak langsung kita dapat menilai bahwa orang yang menolak keputusan dogmatis Gereja (Katolik) dapat secara normatif dianggap bukan lagi seorang Katolik. Bagaimana dengan St. Thomas Aquinas, seorang santo yang menolak dogma Maria Immaculata, apakah dengan demikian dapat dianggap tidak lagi seorang Katolik karena penolakannya tersebut? Ini tidak masuk akal dan merupakan kesalahan historis yang fatal! Paus Pius IX pasti kurang teliti dalam mempertimbangkan keputusan doktrinal tersebut.

Terlepas dari berbagai kontroversi tersebut, kita perlu menguji apakah ketidakberdosaan Maria tersebut memang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara Alkitabiah.

Apakah Maria berdosa?
Mari kita perhatikan teks “Magnificat” dalam Luk 1:46-49 berikut:

Lalu kata Maria:
“Jiwaku memuliakan Tuhan,
dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku,
sebab Ia telah memperhatikan
kerendahan hambaNya.
Sesungguhnya, mulai dari sekarang
segala keturunan akan menyebut
aku berbahagia,
karena Yang Mahakuasa telah
melakukan perbuatan-perbuatan
besar kepadaku dan namaNya
adalah kudus.”

Dalam teks diatas Maria menyebut Tuhan, Allah, sebagai Juruselamatnya. Dalam terjemahan Inggris (Gideon International 1999/2001) digunakan kata ‘Savior’ yang berarti penyelamat untuk menunjukkan kebutuhan Maria akan pelepasan dari Allah. Hal ini menunjukkan, bahwa Maria adalah mahluk yang sama yang membutuhkan keselamatan. Ia masih berdosa. Kalimat-kalimat dalam nyanyian tersebut juga tidak menunjukkan adanya sukacita atas pembebasan dari dosa, tetapi atas rahmat Allah yang mengaruniakan dirinya keterpilihan sebagai ibu manusiawi Juruselamat kita, Tuhan Yesus Kristus. Adakah nyanyian tersebut menunjukkan keterlepasan Maria dari dosa asal yang mungkin telah terjadi? Tidak ada bukti yang menguatkan dari bacaan sebelumnya. Tidak ada satu ayatpun dalam Alkitab yang mendukung atau mengindikasikan bahwa Maria telah dilepaskan dari dosa asal.

Alkitab berkata:

Sesungguhnya , di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa! (Pengkhotbah 7:20)

“Semua orang telah bebuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23).

Tidak ada seorang pun, selain Kristus di dunia (Yoh 8:46; 2 Kor 5:21; Ibr 4:15), yang tidak berbuat dosa. Dalam konteks inilah penghormatan terhadap Maria tersebut seharusnya diletakkan sebagai koridor iman.

Doktrin Katolik ini sangat lemah, dan bahkan bertentangan dengan Alkitab sebagai standar kebenaran. Sebagaimana dikemukakan diatas, doktrin ini menimbulkan keraguan secara histories bahkan di kalangan Katolik. Dengan demikian, doktrin ini harus dipertimbangkan kembali untuk dipegang sebagai acuan iman.

PENGANGKATAN MARIA KE SURGA
Doktrin Maria Assumpta (Maria terangkat ke surga) mengajarkan bahwa Bunda Maria terangkat ke surga dalam kemuliaan secara sempurna setelah wafatnya. Ajaran ini diteguhkan sebagai dogma pada tahun 1950 oleh Paus Pius XII.

Tentang pengangkatan Maria ini, Pidyarto Gunawan, O. Carm (2000), rohaniwan Katolik, menggambarkan:

Maria diangkat ke surga dengan badan dan jiwanya (hal.103).

Denzinger dan Schonmetzer (1976):

Pada akhir hidupnya di dunia ini, Maria diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya, masuk ke dalam kemuliaan abadi.

Gunawan (2000) mengemukakan alasan penetapan doktrin tersebut sebagai berikut.

Ajaran tersebut berdasarkan penalaran teologis berikut ini. Dalam Perjanjian Baru (PB) jelas sekali diwartakan bagaimana Maria berjasa dalam pelaksanaan karya keselamatan. Maria erat sekali dikaitkan dengan seluruh hidup dan karya Yesus, PuteraNya. Maka dari itu, tentunya sudah sejak sekarang Maria bersatu dengan Puteranya yang sudah mulia dengan badan dan jiwanya di surga. Jadi seperti Yesus, Maria pun sudah berada di surga dengan badan yang dimuliakan. Ini tentu saja suatu anugerah khusus bagi Maria. Sebab apa yang sudah dialami Maria baru akan dinikmati oleh manusia-manusia benar lainnya sesudah pengadilan terakhir (hal. 105).

Ini rancu. Jika Maria diangkat ke surga atas hak keistimewaan oleh karena jasanya yang besar dalam karya keselamatan Yesus, lalu bagaimana dengan tokoh berjasa yang lain? Mengapa St. Yosef, Yohanes Pembaptis, atau bahkan Yudas Iskariot tidak mengalaminya? Alasan ini sangat lemah.

Kedua. Biasanya, teolog-teolog Katolik akan berargumen bahwa hal itu adalah sebuah karunia. Tetapi bukan itu persoalannya. Memang karunia Allah boleh saja terjadi, tetapi “Bawalah dua atau tiga orang saksi, supaya perkara tersebut tidak disangsikan” (Mat 18:16) seperti imbauan Tuhan Yesus, jauh lebih penting. Bahwa penalaran teologis (bukan fakta) yang menjadi dasar munculnya doktrin ini sebagaimana diungkapkan oleh Gunawan (2000) diatas, semakin memperkuat kesan adanya spekulasi teologis dalam kalangan Gereja Katolik atas kebenaran faktual doktrin Maria ini. Dengan kata lain, doktrin ini adalah hasil ciptaan belaka.

Paus Pius XII bahkan tidak dapat mengkonfirmasikan kebenaran faktual pengangkatan Maria ke surga ini. Pius XII berspekulasi, bahwa Maria ‘mungkin’ (might be) telah diangkat tubuh dan jiwanya ke surga. Dalam konstitusi apostolic Munificentissimus Deus, 1 November 1950, Pius XII menyatakan:

26. “Hence the revered Mother of God, from all eternity joined in a hidden way with Jesus Christ in one and the same decree of predestination, immaculate in her conception, a most perfect virgin in her divine motherhood, the noble associate of the divine Redeemer who has won a complete triumph over sin and its consequences, finally obtained, as the supreme culmination of her privileges that she should be preserved free from the corruption ot the tomb and that, like her own Son, having overcome death, she might be taken up body and soul to the glory of heaven where, as Queen, she sits in splendor at the right hand of her Son, the immortal King of the Ages.”

Hal ini menunjukkan bahwa Paus Pius XII tidak dapat memastikan kebenaran kenaikan tersebut! Semua hanya spekulasi.

Lebih jauh, penetapan doktrin ini bukan tanpa kontroversi dari kalangan Katolik sendiri. Para paus saling menyalahkan perihal kelayakan ajaran ini. Tahun 495, Paus Gelasius menyatakan ajaran Maria terangkat ke surga sebagai sesat. Hal ini ditegaskan kembali oleh Paus Hormisdas pada abad ke-6 yang juga menyatakannya sesat. Hal ini menunjukkan, bahwa pada masa awal Gereja, doktrin Maria Terangkat ke Surga memang sudah tidak memiliki dasar yang kuat. Doktrin ini setara dengan kesesatan. Barulah kemudian Paus Pius XII yang menetapkannya sebagai ajaran sah Roma pada tahun 1950 (William Webster, “The Church of Rome at the Bar of History”, hal. 81-85).

Kenyataan sejarah tersebut menunjukkan bahwa doktrin pengangkatan Maria tidak memiliki landasan sejarah yang kuat, apalagi Alkitabiah. Tantangan terbesar yang harus dibuktikan oleh Roma adalah adanya jejak faktual peristiwa tersebut, baik dari segi historis maupun Alkitab, yang memang tidak ada.

Alkitab mencatat semua nama tokoh yang diangkat oleh Allah ke surga: Henokh (Kej 5:22-24), Elia (2 Raj 2:1-11) dan Yesus sendiri (Luk 24:50-53). Rasanya janggal, jika setidaknya sampai abad ke-2, tidak ada catatan dari para rasul termasuk Rasul Paulus, atau Bapa-Bapa Gereja, tentang peristiwa kenaikan ini. Padahal, Maria adalah figur sentral yang tentunya sangat kita hormati.

Selanjutnya Gunawan (2000:104) menyebutkan, bahwa basis kebenaran faktual pengangkatan Maria tersebut TIDAK TERDAPAT dalam kitab suci. Lalu, dari mana sumber inspirasi penetapan dogma tersebut mungkin berasal? Grolier Academic Encyclopedia, 1991, Vol. 13 hal. 184 menyebutkan, bahwa ide tersebut berasal dari kitab-kitab apokrif!

The doctrine of Mary’s bodily assumption into heaven can be traced to apocryphal documents dating from the 4th century, but this doctrine was not officially formulated and defined for Roman Catholics until 1950.

Ya, dokumen-dokumen apokrif, surat-surat yang kurang dapat dipertanggungjawabkan kewibawaannya, dimungkinkan menjadi sumber inspirasi doktrin tersebut. Hal itu menunjukkan, bahwa konsep pengangkatan Maria (bodily assumption) ke surga tidak memiliki landasan Alkitabiah yang valid. Doktrin ini bahkan, berasal dari kitab-kitab apokrif, yang secara otomatis telah ditolak oleh Gereja setelah Alkitab dikodifikasikan secara final dalam Konsili Kartago tahun 397. Hampir semua bapa Gereja menolak penempatan kitab-kitab apokrif dalam kanon, kecuali Agustinus. Beliaupun memberi catatan, kitab-kitab tersebut dapat diterima, namun TIDAK SEPENUHNYA BERWIBAWA.

Para bapa Gereja menerima 39 kitab dari Perjanjian Lama. Kecuali satu yaitu Agustinus yang juga menerima buku-buku apokrif (buku-buku tambahan yang ditaruh di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam beberapa terbitan Alkitab). Tetapi ia mengakui bahwa buku-buku Apokrif tidak sepenuhnya berwibawa (Ryrie, 1991, hal. 140).

Menerima sumber dari kitab-kitab tersebut berarti membuka diri terhadap informasi-informasi yang tidak valid, tidak autoritatif dan tidak berwibawa. Kitab-kitab tersebut tidak layak dijadikan acuan.

Adalah Romanisme, yang kemudian memberi tempat bagi kitab-kitab Apokrif tersebut:

Buku-buku Apokrif tidaklah diakui secara resmi sebagai bagian dari kanon sampai Konsili Trente (1546) dan hanya oleh Gereja Roma Katolik (Ryrie, Vol. 1, hal. 140)

Perihal kenaikan Maria ini, bagaimana komentar Injil?
Tuhan Yesus sendiri bersabda:

“Tidak ada seorang pun yang naik ke sorga, selain dari pada Dia yang telah turun dari sorga, yaitu Anak Manusia” (Yoh 3:13).

MARIA TETAP PERAWAN (SEMPER VIRGO)?
Ajaran bahwa Maria adalah tetap perawan setelah kelahiran Yesus muncul dalam keputusan Konsili Lateran tahun 649 dan Konsili Vatikan II (Lumen Gentium No. 53 dan 63).

Mengenai ini, umat Protestan tidak keberatan dengan keadaan Maria yang adalah perawan sebelum kelahiran Yesus. Hal ini menunjukkan kesuciannya.

Namun ajaran Katolik Roma bahwa Maria senantiasa perawan setelah kelahiran Yesus perlu mendapat perhatian khusus. Roma secara berlebihan menyebut Maria sebagai “the all-holy ever-virgin Mother of God” (Catechism of The Catholic Church, 721), yang berarti selalu perawan.

Apa tujuan doktrin ini? Apa guna/relevansi nya bagi keselamatan?
Tidak jelas. Muncul hipotesa, bahwa Roma Katolik sebenarnya ingin menyiratkan keunggulan hidup perawan (selibat) sebagai pilihan yang lebih mulia daripada pernikahan. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa Gereja Katolik mengutuk setiap pemikiran yang menyatakan bahwa hidup selibat tidak lebih baik daripada pernikahan:

“If any one saith, that the marriage state is to be placed above the state of virginity, or of celibacy, and that it is not better and more blessed to remain in virginity, or in celibacy, than to be united in matrimony; let him be anathema” (Council of Trent, session 24, Canons On The Sacrament Of Matrimony, canon 10).

BERDOA KEPADA MARIA?
Pendapat John N. McCormick, C. SS. R. dan Joseph E. Ritter (Uskup Agung St. Louis, AS) dalam Why Catholics Pray to the Blessed Virgin Mary (1960) menarik untuk disimak:

Rosario yang didaraskan umat Katolik merupakan ungkapan kepercayaan mereka terhadap kedua kebenaran di atas. Umat Katolik yakin bahwa jika Maria berbicara kepada Putra Ilahi-nya bagi mereka, tak perlu diragukan lagi mereka pasti akan menerima jawab atas doa-doa mereka.

Jadi, Maria dipandang sebagai intermediator bagi doa-doa manusia. Paham ini diperkenalkan pertama kali oleh St. Andreas dari Kreta (wafat tahun 740) dan diinkorporasikan ke dalam Gereja dengan memberi gelar kapada Maria sebagai ‘Mediatrix’ (pengantara). Denzinger dan Schonmetzer (1976) menyebut Maria sebagai “pengantara dalam arti relatif”. Rupanya, ada semacam pengantara primer dan pengantara sekunder dalam Gereja Katolik (doktrin tentang derajat pemujaan Latria, Hyperdulia, dan lain sebagainya).

Paus Benediktus XVI, dalam surat ensiklik pertama di masa kepausannya, “Deus Caritas Est”, menyebut Maria sebagai orang kudus yang berperan paling jelas setelah kematian mereka:

The lives of the saints are not limited to their earthly biographies but also include their being and working in God after death. In the saints one thing becomes clear: those who draw near to God do not withdraw from men, but rather become truly close to them. In no one do we see this more clearly than in Mary (Roma, 25 Desember 2005)

Jadi jelas, keyakinan paham Roma bahwa orang-orang kudus dapat menjadi perantara doa menjadi dasar pemikiran bagi peran Maria sebagai intersessor bagi Gereja.

Tentang pengantaraan Maria ini, cukup sudah Alkitab berbicara:

Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus (1 Tim 2:5).

Pengantara kita umat Kristiani hanya satu, Tuhan Yesus sendiri! Tuhan Yesus dapat menjadi pengantara karena Dia ilahi sekaligus manusiawi.

Akhirnya, saya melihat, melalui Konsili Vatikan II, ada semacam kemauan dari Gereja Katolik, untuk secara rendah hati mengakui bahwa Maria memiliki ketergantungan terhadap Yesus, Puteranya. Grolier Academic Encyclopedia, 1991, Vol. 13 hal. 185:

The Second Vatican Council (1962-1965) included a chapter on Mary in the constitution of the Church that emphasizes Mary’s complete dependence on her son.

PENDAPAT LUTHER TENTANG MARIA
Martin Luther, tokoh reformator Gereja pada abad ke-16 berpendapat bahwa Maria ibunda Yesus, adalah wanita biasa sebagaimana layaknya seorang ibu yang lain. Perhatian kita seharusnya lebih mengarah kepada Anak-Nya, Tuhan Yesus Kristus. Dalam berbagai tulisannya yang telah dirangkum kembali dalam “Works of Luther” (terjemahan dari “Werke” dalam bahasa Jerman) , Vol. 22, Luther menulis:

“[…] since His mother, Mary, the virgin, was known to be a plain carpenter’s wife, no more respect was shown to her than to any ordinary woman. […] For the greater the men of God and the larger the measure of the Spirit in them, the greater the diligence and attention they devote to the Son rather than to the mother.”

Luther kurang meyakini perlunya doktrin Maria tetap perawan (semper virgo) setelah kelahiran Yesus. Baginya, doktrin tersebut tidak membawa implikasi apapun terhadap keselamatan.

Luther kurang meyakini kebenaran doktrin pengangkatan Maria ke surga (Assumption of Mary). Baginya, doktrin tersebut kurang memiliki basis kebenaran faktual. Tidak ada informasi tentang hari-hari akhir Maria menjelang kematiannya.

“we have no knowledge of the death of Mary, the mother of Christ. Sarah alone has this glory, that the definite number of her years, the time of her death, and the place of her burial are described. Therefore this is great praise and very sure proof that she was precious in the eyes of God.” (Martin Luther, Luther’s Works, 4:189).

PENGARUH KITAB-KITAB APOKRIF
Kitab-kitab apokrif banyak berpengaruh terhadap berbagai doktrin pengultusan Maria. Beberapa apokrif yang sering disebut antara lain:
1. Protevangelium of James atau Infancy James (Dongeng Yakobus Kecil)
2. Injil-injil Maria
3. Kisah Kenaikan Maria (The Assumption of the Virgin)
4. Wahyu kepada Maria (the Revelation of Mary)

Brian Moynahan, pakar sejarah Kristiani Inggris dalam bukunya The Faith: A History of Christianity (2002) mencatat, pengultusan Sang Perawan untuk pertama kalinya muncul pada tahun 150, melalui kitab apokrif yang disebut Protevangel Yakobus (Protevangelium of James). Dalam kitab ini Maria digambarkan kudus, selalu perawan, dan ibunya Anna berjumpa dengan malaikat sebelum kelahirannya.

Moynahan menukilkan secuplik kisah dari apokrif Protevangelium tersebut. Bidan yang meragukan keajaiban Maria yang lahir kemudian mengalami musibah. Berikut kutipan ‘injil’ tersebut dimana sang bidan dikisahkan berteriak mendapat hukuman:

“I have put the living God on trial. Look! My hand is disappearing! It’s being consumed by the flames…” (Infancy James 20:2, disadur kembali oleh Miller, R. J., h. 393.)

Moynahan (2002) melaporkan tentang ‘saudara-saudara Yesus’ dari kitab yang sama:

The problem of the “sisters” and “brothers” of Jesus is solved by making Joseph an elderly widower who already has children when he marries Mary (hal. 48).

Jadi, dikisahkan bahwa Yosef (Yusuf) telah memiliki anak sebelum menikahi Maria. Anak-anak inilah yang kemudian disebut sebagai ‘saudara-saudara Yesus’ tersebut.

Apokrif kedua, Kisah Kenaikan Perawan (The Assumption of the Virgin), mengisahkan bahwa Kristus yang telah bangkit mengabarkan tentang kematian Maria yang akan datang segera dan transformasinya ke surga. Pada abad ke-4, banyak beredar kisah-kisah penyembuhan yang dilakukan oleh Maria. Beberapa menganggapnya bida’ah, sementara yang lain meyakininya benar (Moynahan 2002).

Bahkan, Maria dikabarkan juga menerima wahyunya sendiri. Ibarat Rasul Yohanes, Maria konon menerima wahyu yang dituangkan dalam kitab Revelation of Mary (Wahyu kepada Maria). Dalam kitab ini dikisahkan Maria menjadi perantara doa orang-orang yang terkutuk, yang tetap berbaring di rumah di hari Minggu dan tidak bangkit berdiri ketika pelayan jemaat datang (Moynahan 2002).

Lihat bahwa kisah-kisah apokrif diberi tempat oleh Roma Katolik sampai dengan Konsili Trente:

Buku-buku Apokrif tidaklah diakui secara resmi sebagai bagian dari kanon sampai Konsili Trente (1546) dan hanya oleh Gereja Roma Katolik (Ryrie, Vol. 1, hal. 140)

Kisah-kisah apokrif tersebut mirip dengan doktrin-doktrin ciptaan Paus Roma pada abad-abad sekarang. Kenaikan Maria ke surga, keterbebasannya dari dosa, ke-tetapperawan-an nya sepanjang masa, dan lain sebagainya, semuanya ada dalam apokrif.

Inilah bahayanya tradisi. Bila ajaran banyak dipengaruhi oleh dongeng-dongeng yang tidak jelas kebenarannya, Tanpa sadar, Romanisme tidak dapat lagi membedakan mana tradisi yang berbasis kebenaran dan mana yang tidak layak dijadikan pijakan iman, termasuk doktrin Maria.

MARIA DAN ALLAH TRITUNGGAL
Adalah Paus Pius XII (Ad Caeli Reginam, 11 Oktober 1954) yang berpendapat bahwa Maria mempunyai posisi hypostasis (‘hypostatic union’) dalam Trinitas:

“Mary is indeed worthy to receive honour and might and glory. She is exalted to hypostatic union with the Blessed Trinity.”. she is a Queen, since she bore a son who, at the very moment of His conception, because of the hypostatic union of the human nature with the Word, was also as man King and Lord of all things

Saya pribadi risih sekali membacanya.

Dalam pesannya melalui radio pada upacara ‘coronation of the statue of Our Lady of Fatima’, 13 Mei 1946, Pius XII berkata:

“. . . the glorious Virgin, entering triumphantly into heaven, was elevated above the hierarchies of the blessed and angelic choirs to the throne of the most Holy Trinity who, placing on her brow a triple diadem of glory, presented her to the heavenly court seated at the right hand of the immortal King of the ages and crowned ‘Queen of the Universe.’ ” (http://ourmotherofmercy.org/devoteesofmary/discus/questions/popeqnshp.html)

Maria disejajarkan dengan Trinitas!

Pius XII. Apostolic Constitution Munificentissimus Deus, November 1, 1950:

“Hence the revered Mother of God, from all eternity joined in a hidden way with Jesus Christ in one and the same decree of predestination, immaculate in her conception, a most perfect virgin in her divine motherhood, the noble associate of the divine Redeemer who has won a complete triumph over sin and its consequences, finally obtained, as the supreme culmination of her privileges that she should be preserved free from the corruption ot the tomb and that, like her own Son, having overcome death, she might be taken up body and soul to the glory of heaven where, as Queen, she sits in splendor at the right hand of her Son, the immortal King of the Ages.”

Perhatikan apa yang dimaksud dengan ‘hypostatic union’ menurut O’Collins, SJ dan Farrugia SJ (1996):

Kesatuan antara ke-Allah-an dan kemanusiaan yang penuh dalam satu pribadi (ilahi) Yesus Kristus, yang terjadi ketika ‘Sabda menjadi daging’

Jadi, Gereja Katolik menyejajarkan Maria dengan Trinitas! Ibarat Kristus, Maria dipandang memiliki kodrat hipostatis. Sebagai orang Kristiani, iman saya sangat terusik dan risau membaca pernyataan Paus tersebut.

Alkitab mengajarkan kepada kita kesempurnaan pengenalan akan Allah Bapa, Putra dan Roh Kudus yang mengaruniakan keselamatan kepada kita. Tuhan Yesus sendiri befirman untuk membaptiskan setiap orang yang percaya kepadaNya:

“…dalam nama Bapa, dan Anak, dan Roh Kudus” (Mat 28:19)

Itulah Tritunggal (Trinity) atau Trinitas yang benar. Mengikutsertakan Maria ke dalam nya sama dengan menyejajarkannya dengan Allah Tritunggal dan menganggapnya sebagai Tuhan! Saya menilai, doktrin ciptaan Paus Pius XII tersebut telah membuat Trinity menjadi Quaternity!

Lagi, Maria dianugerahi kekuasaan tertinggi di surga (highest summit of power).

Paus Leo XIII. Encyclical Supremi Apostolatus, September 1, 1883:

“We consider that there can be no surer and more efficacious means to this end than by obtaining through devotion and piety the favor of the Virgin Mary, the Mother of God, the guardian of our peace and the minister to us of heavenly grace, who is placed on the highest summit of power and glory in heaven, in order that she may bestow the help of her patronage on men who through so many labors and dangers are striving to reach that eternal city.”

Bahwa Maria diberi atau dianugerahi oleh Yang Lebih Tinggi, tentu bukan masalah karena ini menunjukkan subordinasi. Tetapi dianugerahi kekuasaan (power) dan kemuliaan (glory) yang TERTINGGI? Ingat firman Allah:

“Aku tidak akan membagi kemuliaanKu kepada yang lain” (Yes 42:8)

Majalah Katolik Fatima Crusader (edisi Winter, 1994) menulis bahwa gadis Maria (Madonna) berbagi kekuasaan dengan Allah, dan memasukkannya sebagai salah satu dari Trinitas!

“Madonna has a share in the royalty of God.” She is quoted there as having said – as to where, when and to whom, your guess is as good as mine: “I am she who is in the Divine Trinity.

Kardinal Alphonsus de Liguori (1931) bahkan menyebutkan, bahwa segala sesuatu tunduk kepada Maria, termasuk Allah!

“all things, even God, obey the commands of Mary” [The Glories of Mary, Vol. 1, p. 265].

MARIA – RATU SURGA?

Romanisme menciptakan gelar Ratu Surga (Queen of Heaven) bagi Maria. Dikatakan bahwa Allah meninggikan dia sebagai Ratu Surga dan bumi (”Catechism” 966). Maria layak dipuja dengan devosi khusus (”Catechism” 971, 2675).

Benarkah demikian?
Kitab Wahyu menceritakan suasana surga dalam penglihatan Yohanes (Wahyu 4-5).
Perhatikan ayat-ayat berikut:
Allah bersemayam diatas takhta di tengah lingkaran (Why 4:2),
dikelilingi oleh 24 tua-tua (Why 4:4),
dan keempat binatang (Why 4:6),
serta para malaikat mengelilingi dan menyanyikan puji-pujian.
Di tengah lingkaran itulah, di hadapan takhta Allah, berdiri Anak Domba (Why 5:6)

Di manakah posisi Maria dalam takhta surga tersebut, jika memang ia adalah Ratu Surga yang memiliki posisi signifikan? Tidak ada. Alkitab tidak melukiskannya samasekali.

Siapakah yang layak ditinggikan menurut Kitab Wahyu tersebut? Perhatikan ayat berikut:

“Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya!” (Why 5:13)

Bukan Maria.

BEBERAPA FAKTA
Mary Ann Collins (2006), mantan biarawati yang beralih memeluk Protestan, melaporkan hukuman inkuisisi terakhir yang terjadi di Spanyol pada tahun 1826. Seorang kepala sekolah digantung karena mengganti kalimat “Salam Maria” (Salam Maria) dalam sebuah acara doa dengan “Terpujilah Allah” (Praise be to God).
(http://www.catholicconcerns.com/MaryWorship.html#Devotion)

Kedua penulis berikut adalah mantan Katolik yang telah meninggalkan keyakinannya dengan baik. Mereka tetap menghormati Gereja Roma. Bukunya berisi tentang kontradiksi ajaran-ajaran Katolisisme dengan Alkitab, layak dijadikan referensi:
(1) James G. McCarthy . “The Gospel According to Rome: Comparing Catholic Tradition and the Word of God,”.
(2) William Webster . “The Church of Rome at the Bar of History”.

2) http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?t=78&start=0
AJARAN MENGENAI MARIA (MARIOLOGI)

Di dalam sejarah, penghormatan umat Kristen terhadap Maria sebagai ibu Yesus adalah wajar dan sepatutnya, tetapi bagi umat Katolik Roma tidak demikian. Mereka mengangkat kedudukan Maria bahkan setara dengan Tuhan Yesus. Dari jajaran orang-orang suci, Maria, ibu Yesus menempati kedudukan yang paling utama bahkan sentral. Semula ibadat mengenai Maria timbul dari penghormatan sebagai ibu Yesus yang melahirkan Yesus, tetapi berkembang ajaran-ajaran yang makin meluas yang tidak dijumpai datanya dari Alkitab, tetapi dari tradisi.

“Sebutan ‘Bunda Allah’ dan ‘Perawan’ sangat erat berhubungan satu dengan yang lain. Kedua sebutan itu mengungkapkan keluhuran Yesus, sekaligus kesucian Maria. Maka di samping kedua gelar tersebut Gereja juga menyatakan bahwa Maria secara total bebas dari dosa dan karena itu juga dari kehancuran maut. Ada empat dogma atau pernyataan iman Gereja yang menyangkut Maria.

(1) Maria adalah Bunda Allah.

(2) Maria adalah Perawan.

(3) Maria terkandung tanpa dosa.

(4) Maria diangkat ke surga dengan jiwa dan badannya.

…keempat kebenaran itu berkaitan, yang satu tidak lengkap tanpa yang lain”. (ibid. hal. 231).

A. Maria menggantikan atau menggeser tempat Allah / Yesus.

1. Maria dijadikan obyek doa.

Orang Katolik menganggap bahwa dengan berdoa kepada Maria, doa mereka lebih manjur untuk dikabulkan daripada kalau mereka berdoa kepada Allah / Yesus. Alasannya adalah Maria melahirkan Yesus. Karena Yesus adalah Putra Allah maka Maria disebut Bunda Allah.

Orang Katolik memang berdoa kepada Maria terbukti dari doa Salam Maria:

“Salam Maria penuh rahmat

Tuhan sertamu

Terpujilah engkau di antara wanita

dan terpujilah buah tubuhmu Yesus

Santa Maria Bunda Allah

Doakanlah kami yang berdosa ini

Sekarang dan waktu kami mati.

Amin.”

“Bunda Maria, hatimu selalu tertuju pada Allah. Oleh karenanya engkau selalu bisa mengalahkan bujuk rayu setan. Dampingilah ya Bunda, supaya hati kami pun selalu tertuju kepada Allah. Kami ingin selalu waspada terhadap godaan setan dan menjauhinya. Kami ingin memelihara hati kami supaya tetap bersih.

Tak lupa juga, ya Bunda, doakanlah kakek-nenek dan saudara-saudari kami yang telah dipanggil Tuhan, supaya mereka mendapatkan kebahagiaan kekal. Antarlah mereka kepada Tuhan Yesus Putramu. Dan jangan lupa jemputlah kami semua pada saat kematian kami nanti. Hantarlah pula kami menuju Yesus Putramu.

Bunda, doamu adalah harapan kami. Doa yang engkau lambungkan untuk kami tentu menjadi kesukaan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus pasti mengabulkannya. (Fx. Wibowo Ardhi, Mari Berdoa Salam Maria, Kanisius, hal. 45-46).

“Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin.” (ibid. hal. 233).

“Maria tidak hanya merupakan pola utama dan teladan yang menunjukkan keadaan yang kita cita-citakan bagi kita, dengan meneladan iman, harapan dan kasihnya, tetapi ia juga aktif mendoakan kita supaya Roh Kudus diarahkan berlimpahan pada kita.” (George A. Maloney SJ, Maria Rahim Allah, Kanisius, hal. 147).

Sanggahan kristen:

a. Kitab Suci tidak pernah mengajar kita untuk berdoa kepada Maria. Rasul-rasul juga tidak pernah berdoa / meminta apapun kepada Maria. Doa hanya boleh ditujukan kepada Allah.

b. Maria harus menjadi Allah yang maha tahu untuk bisa mendengar doa-doa orang Katolik yang begitu banyak. Dan ia harus menjadi Allah yang maha kuasa untuk bisa mengabulkan doa-doa itu.

c. Kalaupun ada doa kepada Maria yang dikabulkan, pengabulan doa itu pasti datang dari setan. Setan bisa mengabulkan doa yang salah, supaya manusia terus berdoa dengan cara yang salah itu. Jangan lupa bahwa juga ada banyak orang berdoa kepada patung berhala dan mendapatkan pengabulan doa! Jadi, ada pengabulan doa, tidak berarti bahwa doa itu benar!

2. Maria dianggap sebagai perantara antara Allah dan Manusia.

Bahwa Katolik Roma memang mempercayai hal ini terbukti dari: [= Dan ia (Maria) betul-betul merupakan perantara perdamaian antara orang-orang berdosa dan Allah. Orang-orang berdosa menerima pengampunan oleh … Maria saja] – ‘The Glories of Mary’, hal 82-83.

Sanggahan Kristen:

a. 1Tim 2:5 dan 1Yoh 2:1-2, menunjukkan bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya perantara antara Allah dan manusia. Karena itu jelas bahwa Maria bukanlah perantara! Kalau Maria adalah perantara, maka kedua ayat tersebut adalah salah!

b. Hanya Yesus yang bisa menjadi perantara antara Allah dan manusia, karena Dialah satu-satunya Pribadi yang adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sunggguh manusia.

c. Seorang pengantara harus mempunyai kurban. Yesus mengurbankan nyawa-Nya, sehingga Ia bisa menjadi perantara / Imam Besar (Ibr 9:11-15). Sebaliknya, Maria tidak punya kurban apapun.

d. Kalau karena Yesus datang kepada kita melalui Maria, maka kita harus datang kepada Yesus melalui Maria, maka argumentasi ini bisa dilanjutkan sebagai berikut: karena Maria datang kepada kita melalui orang tuanya, kita pun harus datang kepada Maria melalui orang tua Maria. Dan karena orang tua Maria datang kepada kita melalui kakek dan nenek Maria, kita pun harus datang kepada orang tua Maria melalui kakek dan nenek Maria. Kalau ini diteruskan maka akhirnya untuk datang kepada Yesus kita harus melalui Adam dan Hawa! Ini adalah suatu konsekwensi yang pasti tidak akan diterima oleh orang Katolik sekalipun!

3. Maria dianggap sebagai pintu gerbang ke surga / jalan keselamatan, bahkan sebagai satu-satunya pintu gerbang ke surga / jalan keselamatan.

Perhatikan kutipan-kutipan di bawah ini:

(= Maria disebut … pintu gerbang surga karena tidak seorang pun bisa memasuki kerajaan yang mulia itu tanpa melewati dia) – ‘The Glories of Mary’, hal 160.

(= jalan keselamatan tidak terbuka bagi siapapun selain melalui Maria. … Keselamatan kita ada dalam tangan Maria … Ia yang dilindungi oleh Maria akan selamat, ia yang tidak dilindungi oleh Maria akan terhilang) – ‘The Glories of Mary’, hal 169-170.

Sanggahan Kristen:

a. Yoh 10:1,7,9 Yoh 14:6 Kis 4:12 menunjukkan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga / jalan keselamatan. Kalau Maria adalah jalan keselamatan, apalagi kalau Maria adalah satu-satunya jalan keselamatan, maka ketiga ayat tersebut di atas adalah salah!

b. Kalau memang Maria adalah pintu gerbang ke surga / jalan keselamatan, untuk apa Yesus harus datang ke dunia dan mati di salib? Bandingkan dengan Gal 2:21 yang menyatakan bahwa seandainya ada jalan keselamatan melalui ketaatan pada hukum Taurat, maka kematian Kristus adalah sia-sia! Analoginya, seandainya melalui Maria orang berdosa bisa mendapatkan keselamatan, maka kedatangan dan kematian Kristus juga sia-sia!

4. Maria dianggap mempunyai kuasa di bumi dan di surga.

Ajaran ini terlihat dari kutipan di bawah ini:

(= segala kuasa diberikan kepadamu di surga dan di bumi sehingga terhadap perintah Maria semua taat – bahkan Allah … dan demikianlah … Allah telah meletakkan seluruh Gereja di bawah kekuasaan Maria) – ‘The Glories of Mary’, hal 180-181.

Sanggahan Kristen:

a. Kuasa di surga dan di bumi hanya diberikan kepada Tuhan Yesus (Mat 28:18), bukan kepada Maria! b. Dengan pemberian kuasa semacam itu kepada Maria akan menjadikan Maria sebagai Allah!

5. Maria dijadikan obyek penyembahan.

“Bunda Maria berjanji mau membantu kita berdoa, tetapi ia juga mengharapkan supaya kita memohon kepadanya. Bunda Maria akan lebih mudah dalam membantu kita menjadi murid Yesus yang baik, bila kita sungguh-sungguh berniat mau menjadi baik” (Fx. Wibowo Ardhi, Mari Berdoa Salam Maria, Kanisius, hal. 43).

Secara resmi Gereja Katolik Roma menyangkal menyembah Maria dan membedakan 3 macam penyembahan:

a. LATRIA: Ini adalah penyembahan yang tertinggi, dan ini hanya ditujukan kepada Allah.

b. DULIA: Ini adalah pemujaan terhadap malaikat / orang-orang suci.

c. HYPER-DULIA: Ini adalah pemujaan yang lebih tinggi dari DULIA, dan ini ditujukan kepada Maria.

Tetapi dalam prakteknya, orang-orang awam Katolik Roma tidak tahu apa-apa tentang hal ini.

Sanggahan Kristen:

a. Kitab Suci tidak pernah mengajarkan adanya 3 macam penyembahan seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik itu. Jadi disini lagi-lagi terlihat adanya ajaran Katolik Roma yang sama sekali tidak punya dasar Kitab Suci!

b. Sekalipun mereka tidak menamakan ‘penyembahan’, tetapi mereka berdoa kepada Maria, berlutut di bawah patung Maria, menyanyi memuji Maria. Semua itu jelas tidak bisa disebut sebagai penghormatan, tetapi harus dianggap sebagai penyembahan.

c. Kitab Suci jelas melarang penyembahan pada manusia maupun malaikat (Mat 4:10 Kis 10:25,26 Kis 12:20-23, Kis. 14:14,15 Why. 19:10 Why. 22:8,9). Perhatikan bahwa dalam Kis 10:25-26, Kornelius jelas bukan menyembah Petrus karena menganggapnya sebagai Allah! Ia menyembah Petrus sebagai penghormatan kepada Petrus sebagai rasul Tuhan. Tetapi, Petrus tetap menolak sembah itu, karena sebagai manusia biasa ia tidak layak menerima sembah, dan sembah hanya boleh diberikan kepada Allah! Demikian juga dalam Why. 19:10 dan Why. 22:8-9, pada waktu rasul Yohanes menyembah malaikat, rasanya tidak mungkin ia menyembah malaikat itu karena menganggapnya sebagai Allah. Mungkin ia menyembahnya hanya sebagai pernghormatan, atau sekedar karena takutnya melihat malaikat, tetapi malaikat menolak sembah dan mengalihkannya kepada Allah!

d. Kitab Suci melarang kita yang masih hidup untuk mengadakan kontak dengan orang yang sudah mati (Ul 18:9-12 Im 20:6 Yes 8:19-20). Sekalipun Maria adalah ibu Yesus, tetapi ia tetap sudah mati, sehingga kita tidak boleh berdoa ataupun mengadakan kontak dengan dia. Ini tidak berbeda dengan orang-orang yang mengadakan kontak dengan orang yang sudah mati dengan menggunakan jai-langkung, permainan cucing, dsb.

B. Maria dianggap sebagai perawan yang abadi

Orang Katolik Roma bukan hanya mengakui bahwa Maria adalah seorang perawan pada waktu mengandung dan melahirkan Kristus, tetapi juga bahwa keperawanan Maria bersifat abadi. Dengan kata lain, setelah kelahiran Yesus pun Yusuf, suami Maria, tetap tidak pernah berhubungan sex dengan Maria.

“Dalam dirimu, ya Perawan tak bernoda,

batas-batas alam terlangkahi,

melahirkan, namun tetap perawan.

Kematian menjadi jaminan hidup.

Sesudah melahirkan, engkau tetap perawan,

sesudah mati engkau tetap hidup.

Ya, pengandung Allah.

Engkau menyelamatkan kami, warisanmu,

Tak henti-hentinya!”

(George A. Maloney SJ, Maria Rahim Allah, Kanisius, hal. 156).

Sanggahan Kristen:

a. Dalam Mat 1:24-25 dikatakan bahwa Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria sampai Yesus lahir. Sekarang pikirkan sendiri bagaimana saudara menggunakan kata ’sampai’. Kalau misalnya dikatakan bahwa kita libur sampai tanggal 1 Januari, maka bukankah itu berarti bahwa setelah itu kita tidak lagi libur? Jadi, kalau dikatakan bahwa Yusuf tidak bersetubuh dengan Maria sampai Yesus lahir, ini berarti bahwa sesudah kelahiran Yesus mereka hidup sebagai suami istri biasa / bersetubuh.

b. Tidak ada perlunya / gunanya mempertahankan keperawanan Maria setelah Yesus lahir. Kristus memang harus lahir dari seorang perawan untuk menggenapi Yes 7:14 dan supaya Yesus bisa lahir tanpa dosa. Tetapi setelah Yesus lahir, keperawanan Maria itu tidak lagi perlu dipertahankan.

C. Immaculate Conception / Lahir dan hidup tanpa dosa (1854):

Doktrin Immaculate Conception ini artinya:

Maria dikandung dan lahir tanpa dosa asal.

Maria juga tidak berbuat dosa dalam sepanjang hidupnya.

Maria bahkan dianggap sebagai ‘tidak bisa berbuat dosa’ (NON POSSE PECCARE (= not possible to sin).

Doktrin ini dikeluarkan oleh Paus Pius IX tanggal 8 Desember 1854.

Sanggahan Kristen:

1. Alkitab berkata bahwa sejak kejatuhan Adam ke dalam dosa semua manusia dikandung dan lahir dalam dosa dan bahkan berbuat dosa (Ayb 25:4 Mzm 51:7 Mzm 58:4 Pkh 7:20 Rm 3:10-12,23 Rm 5:12,19). Yang dikecualikan hanyalah Tuhan Yesus sendiri (2Kor 5:21 Ibr 4:15). Karena itu haruslah disimpulkan bahwa Maria adalah manusia berdosa seperti kita.

2. Dalam Luk 1:46-47, Maria menyebut Allah sebagai Juruselamatnya. Mengapa Maria membutuhkan Juruselamat kalau ia memang sama sekali tidak berdosa?

3. Dalam Luk 2:22-24, Maria mempersembahkan korban penghapus dosa (bdk. Im 12:1-8). Sekalipun kenajisan / ketidak-tahiran karena melahirkan anak itu bukanlah suatu dosa moral, tetapi bagaimanapun tidak tahir / najis sangat kontras dengan suci / tidak berdosa!

4. Mengapa Maria harus mati (catatan: orang Katolik Roma pun percaya bahwa Maria mengalami kematian) kalau ia tidak berdosa? Kematian adalah upah dosa (Kej 2:16-17 Kej 3:19 Rm 5:12 Rm 6:23). Kristus memang juga mati meskipun Ia tidak berdosa, tetapi Ia mati untuk menebus dosa umat manusia. Bagaimana dengan Maria?

5. Tuhan Yesus suci karena Maria mengandung dari Roh Kudus, tetapi Maria dikandung oleh seorang perempuan yang mengandung dari laki-laki biasa. Bagaimana mungkin ia dikandung tanpa dosa dan dilahirkan tanpa dosa pula? Bandingkan dengan ayat-ayat Ayub 25:4, Ro 3:23, Ro 5:12, Ro 5:19a. Kalau Maria dikandung dan lahir tanpa dosa, maka semua ayat-ayat di atas ini adalah salah!

6. Orang Katolik Roma menekankan kesucian Maria karena mereka berpendapat bahwa kalau Yesus itu suci, maka Maria, yang melahirkan-Nya, juga harus suci. Tetapi doktrin ini mempunyai konsekwensi logis sebagai berikut: kalau karena Yesus itu suci maka Maria harus suci, maka karena Maria suci kedua orang tua Maria harus suci. Dan kalau kedua orang tua Maria suci, maka keempat kakek nenek Maria harus suci. Kalau ini diteruskan maka akan menunjukkan bahwa Adam dan Hawa pun harus suci! Ini adalah konsekwensi logis yang orang Katolik Roma pun tidak akan mau menerimanya!

7. Doktrin Immaculate Conception ini baru muncul pada tanggal 8 Desember 1854. Mengapa dibutuhkan 18 abad untuk menemukan doktrin ini? Jelas karena memang tidak pernah ada dalam Kitab Suci!

D. Assumption of Mary (1950)

Doktrin tentang The Assumption of Mary (= Kenaikan Maria ke surga secara jasmani) dikeluarkan oleh Paus Pius XII dengan embel-embel ‘EX CATHEDRA’ (=dari kursinya) pada tanggal 1 Nopember 1950. Di surga Maria menduduki tempat yang lebih tinggi dari para orang suci atau penghulu malaikat. Ia dinobatkan sebagai Ratu Surga oleh Allah Bapa sendiri dan ia diberi tahta di sebelah kanan Anaknya.

“Bunda Maria diangkat ke surga dengan seluruh jiwa raganya oleh Allah” (Fx. Wibowo Ardhi, Mari Berdoa Salam Maria, Kanisius, hal. 39).

Sanggahan Kristen:

1. Doktrin ini baru muncul tanggal 1 Nopember 1950. Mengapa dibutuhkan waktu 19 abad untuk menemukan doktrin ini? Jelas karena tidak pernah ada dalam Kitab Suci!

2. Perlu dipertanyakan pertanyaan ini: dengan tubuh apa Maria bangkit dan masuk ke surga? Sampai saat ini hanya Kristus yang mempunyai tubuh kebangkitan. Semua manusia akan menggunakan tubuh ke-bangkitan pada saat Kristus datang kali kedua (Yoh 5:28-29 1Kor 15:20-23,50-55 1Tes 4:13-17)!

Dari ajaran-ajaran mengenai Maria tersebut di atas tradisi makin lama semakin berkembang, sehingga makin sukar membedakan mana ajaran Alkitab dan mana ajaran tradisi gereja.

Pesan Penutup:

Kalau Katolik Roma mengambil pandangan extrim kiri dengan memuliakan Maria lebih dari seharusnya, janganlah orang Kristen Protestan lalu mengambil pandangan yang extrim kanan dengan menghina atau merendahkan Maria. Maria tetap adalah orang beriman yang saleh, yang rela dipakai Tuhan sebagai alat-Nya untuk melahirkan Kristus!

Kalau ada mujizat-mujizat yang berhubungan dengan Maria dan mendukung pandangan Katolik Roma tentang Maria (misalnya Maria menampakkan diri dan mengaku sebagai Perawan tanpa dosa), maka sadarilah bahwa mujizat yang bertentangan dengan Kitab Suci itu pasti datang dari setan! Kitab Suci mengatakan bahwa Iblis bisa menyamar sebagai malaikat terang (2Kor 11:14), dan karena itu tidak terlalu mengherankan kalau ia bisa menyamar sebagai Maria atau bahkan Yesus sendiri.

Oleh: Budi Asali
http://www.geocities.com/reformed_movement/

Salam, Ben

Jawaban:

Shalom Benedict,

Berhubungan dengan panjangnya pertanyaan yang diajukan, kami mencoba menjawabnya dengan membagikan beberapa topic.

Pertama -tama, dari pendapat tersebut, saudara/i kita yang Protestan mempertanyakan tentang mengapa Gereja Katolik menempatkan Bunda Maria di tempat istimewa, jika dibandingkan dengan para orang kudus lainnya. Sebab bagi mereka Bunda Maria sama dengan tokoh di Alkitab yang lainnya. Hal ini pernah saya jawab di sini (silakan klik). Beberapa kutipan pengajaran dari para Bapa Paus dan Konsili Vatikan II tentang Bunda Maria disertakan, namun sayangnya, saudara/i kita yang Protestan tidak mengakui otoritas Bapa Paus, dan juga tulisan para Bapa Gereja. Sedangkan Gereja Katolik memperoleh pengajaran tentang keistimewaan Bunda Maria melalui pengajaran yang memang sudah dituliskan sejak abad- abad awal oleh para Bapa Gereja. Figur Bunda Maria memang tidak dominan dijabarkan dalam Alkitab, karena memang fokus Alkitab adalah Yesus sendiri.

Kedua, saudara-saudari kita yang Protestan menganggap bahwa pengajaran Bapa Paus tersebut sebagai ‘adat istiadat’ yang berasal dari manusia, dengan mengutip Mat 15:6. Tentu saja, menurut Gereja Katolik tidaklah demikian, sebab konteks yang disampaikan dalam Mat 15:6 adalah peraturan yang dibuat oleh manusia yang malah bertentangan dengan perintah Allah (untuk menghormati orang tua), sedangkan pengajaran tentang Bunda Maria oleh pihak Magisterium Gereja itu malah berdasarkan perintah Allah untuk menghormati orang tua (dalam hal ini ibu); dan Magisterium yang mengajarkan adalah juga penerus para rasul yang diberikan kuasa oleh Kristus untuk ‘mengikat atau melepaskan’ (Mat 16:19) dalam hal pengajaran tentang iman dan moral.

Ketiga, dari pengajaran para Bapa Paus ini, yang tidak dapat mereka terima adalah Immaculate Conception (Maria dikandung tanpa noda) dan Asumption of Mary (Maria diangkat ke surga, sebab menurut mereka hal ini tidak Alkitabiah. Memang, perkataan ‘Asumption of Mary’ atau ‘Immaculate Conception’ tidak ditemukan di dalam Alkitab, sama seperti perkataan “Trinity” ataupun “Bible” tidak ada dalam Alkitab. Namun prinsipnya ada diajarkan di dalam Alkitab. Saya pernah menuliskan artikel tentang Maria dikandung tanpa noda (silakan klik) dan tentang Bunda Maria diangkat ke surga (silakan klik).Umat Katolik percaya bahwa yang paling berwewenang menginterpretasikan Alkitab adalah para rasul dan para penerus mereka yang kita sebut sebagai Magisterium. Kepada Magisterium-lah kita percaya, Tuhan Yesus telah memberikan wewenang untuk menginterpretasikan Alkitab, sesuai dengan kuasa yang diberikan kepada para murid-Nya.

Secara khusus, saya ingin menanggapi tentang kutipan yang diambil dari tulisan Pius XII. Apostolic Constitution Munificentissimus Deus, November 1, 1950:

“Hence the revered Mother of God, from all eternity joined in a hidden way with Jesus Christ in one and the same decree of predestination, immaculate in her conception, a most perfect virgin in her divine motherhood, the noble associate of the divine Redeemer who has won a complete triumph over sin and its consequences, finally obtained, as the supreme culmination of her privileges that she should be preserved free from the corruption of the tomb and that, like her own Son, having overcome death, she might be taken up body and soul to the glory of heaven where, as Queen, she sits in splendor at the right hand of her Son, the immortal King of the Ages.”

Saudara kita yang mengutip perikop ini mengatakan karena perkataan ‘might be’ tersebut, maka disimpulkan bahwa Bapa Paus Pius XII hanya berspekulasi bahwa Bunda Maria hanya ‘mungkin’ di angkat ke surga. Saya ingin melihatnya secara objektif saja, sebab konteks kalimat tersebut, sebenarnya bukan demikian. Maksudnya ‘might be’ di sini adalah, ‘supaya ia dapat’/ so that it is possible for her to be.‘Might’ di sini sama artinya seperti yang disebut dalam Jn 1:7, “that through Him [Jesus] all men might believe.” / “Ia [Yohanes] sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh Dia semua orang menjadi percaya.” (Yoh 1:7). Atau, 1Pet 2:24, “so that we might die to sins and live…”/ “Ia telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran (1 Ptr 2:24). Atau 1 Jn 3:5, “so that He [Jesus] might take away our sins”/ “bahwa Ia telah menyatakan diri-Nya, supaya Ia menghapus segala dosa…”(1 Yoh 3:5). Dan masih ada banyak lagi ayat dalam Alkitab yang memakai kata ‘might’, tapi maksudnya bukan ‘mungkin’ tetapi ‘supaya sesuatu terjadi’ akibat dari pernyataan sebelumnya.

Keempat, ada yang mempertanyakan bagaimana St. Thomas Aquinas yang dinobatkan menjadi Santo dam Doktor/ Pujangga Gereja-pun tidak sepaham dalam hal doktrin Immaculate Conception ini. Maka menurut mereka, ini suatu tanda bahwa dokrtin ini tidak mempunyai dasar yang kuat.

Dalam bukunya Summa Theologica III, q. 27, a. 2, yang dipermasalahkan oleh St. Thomas adalah:

1) apakah Bunda Maria dikuduskan sebelum ‘animation’/ conception. Maka, nampaknya, diskusi di sini adalah mengenai kapankah tepatnya Bunda Maria dijadikan tidak bernoda sejak di dalam kandungan oleh Allah? Karena St. Thomas Aquinas tidak meragukan bahwa oleh rahmat Allah yang khusus diberikan kepada Bunda Maria, maka sejak dalam kandungan Maria dikuduskan oleh Allah. Silakan membaca lebih lanjut mengenai hal ini dalam Summa Theologica, III, q. 27, dari a. 1 sampai 6 (silakan klik)
2) St. Thomas melihat bahwa karena Yesus adalah Juru Selamat semua orang, maka selayaknya Bunda Maria juga menerima warisan dosa asal ini, seperti manusia yang lainnya.  Namun pada diskusi selanjutnya, St. Thomas mengajarkan bahwa oleh rahmat pengudusan Allah Bunda Maria segera disucikan dari segala dosa sejak dari kandungan, sehingga ia kemudian terbebas dari dosa asal maupun dosa pribadi/ dosa aktual (lihat artikel 3 dan 4). Maka dari sini kita melihat kesulitan/ keberatan St. Thomas berpusat pada pertanyaan, bagaimana mungkin Bunda Maria tidak berdosa (menerima dosa asal), sebab jika demikian ia tidak membutuhkan Yesus sebagai Juru selamatnya. Padahal, sebenarnya, dengan memegang logika berpikir St. Thomas, bahwa Tuhan tak terikat oleh ruang dan waktu, dan Tuhan memang menyediakan rahmat khusus kepada Maria sehubungan dengan perannya sebagai Bunda Allah, maka Tuhan dapat memberikan rahmat khusus kepada Maria agar ia terbebas dari dosa asal sejak conception; dan dengan demikian Maria malah lebih lagi memerlukan Yesus sebagai Juru Selamatnya. Sebab hal ‘dibebaskan dari dosa asal sejak di dalam kandungan’ tidak mungkin terjadi tanpa jasa Kristus yang menyelamatkannya dan menguduskannya. Don Scotus (1308) adalah teolog yang pertama yang mengajarkan demikian, dan Gereja Katolik memegang ajarannya untuk mengkoreksi dan menyempurnakan pengajaran St. Thomas.

Maka, Bunda Maria sangat membutuhkan Yesus sebagai Juru Selamat-nya, sebab justru hanya karena kuasa Kristuslah maka Bunda Maria dapat dikandung tanpa noda sejak conception dan dibebaskan dari dosa seumur hidupnya. Jadi hal ‘tidak berdosa’ ini bukan disebabkan karena kekuatannya sendiri, tetapi karena rahmat Allah. Pengudusan Maria ini terjadi bukan sebelum conception dan juga bukan sesudah conception, tetapi pada saat conception. Keistimewaan ini memang hanya diberikan kepada Bunda Maria, dan hal ini diberikan secara antisipatif (sebelum Yesus wafat dan bangkit dari kematian-Nya) karena sebagai Allah, kuasa Kristus tidak terbatas oleh waktu dan tempat, dan Ia dapat memberikan kuasa-Nya sesuai dengan kehendak-Nya. Rahmat pengudusan pada saat conception ini tidak bertentangan dengan pengajaran St. Thomas pada ST III, q. 27, a. 2 tersebut, yang memang mengatakan bahwa Allah menguduskan tabernakel-Nya, yaitu Bunda Maria yang [akan] mengandung-Nya, yaitu pada saat terbentuknya tubuh dan jiwa Maria, sang tabernakel/ tabut Perjanjian Baru.

Diperlukan keterbukaan hati untuk melihat bahwa memang hanya kepada Bunda Maria lah satu-satunya kesempatan diberikan, bahwa seorang ciptaan dapat melahirkan Pencipta-Nya (yaitu Firman yang menjadi manusia). Tokoh Alkitab yang lainnya tak ada yang dapat memiliki kesempatan untuk melahirkan Kristus. Maka Maria disebut sebagai Tabut Perjanjian Baru, yang membawa di dalam tubuhnya, Kristus sendiri, sebagai tanda dari Perjanjian Baru. Jika Allah begitu spesifik pada saat menentukan persyaratan tabut Perjanjian Lama (lih. Kel 25-31), dengan menentukan ukurannya (dengan angka-angka yang sangat detail), bahannya, bentuknya, warnanya, bahkan senimannya,  ‘hanya’ untuk menjadikan tabut itu tempat menyimpan Kitab Taurat Musa, tongkat Harun dan roti manna, sebagai lambang Perjanjian Lama; betapa kita selayaknya menerima, betapa Allah juga akan mensyaratkan kesempurnaan dari Tabut Perjanjian Baru yang akan mengandung Putera-Nya sendiri! Ia yang adalah pemenuhan hukum Taurat Musa, dan Ia yang adalah Sang Imam Agung dan Sang Roti Hidup. Justru karena kekhususan peran Maria inilah maka memang ia tidak termasuk dalam ayat yang mengatakan bahwa ‘semua orang berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah’ (Rom 3:23). Ini bukannya mengatakan bahwa keistimewaan Maria membatalkan ayat-ayat Alkitab di atas. Sebab memang konteks ayat-ayat tersebut adalah untuk menunjukkan kontras akan umat manusia yang secara umum baik bangsa Yahudi maupun bangsa –bangsa lain jatuh dalam dosa, dan hanya dapat dibenarkan jika percaya kepada Yesus. Maka dalam ayat Rom 3:23 ini gaya bahasa yang dipergunakan adalah hiperbolisme. (Lebih lanjut tentang cara-cara Gereja Katolik menginterpretasikan ayat Alkitab, silakan klik di sini). Maka ‘Semua orang’ pada Rom 3:23 memang tidak termasuk kondisi khusus Bunda Maria [dan juga Yesus, sebab Yesus juga adalah sungguh-sungguh manusia, di samping sungguh-sungguh Allah]. Inilah prinsip interpretasi yang dipegang oleh Gereja Katolik.

Saya ingin pula mengutip akan ketaatan St. Thomas Aquinas kepada Magisterium Gereja Katolik, sebab ia menyerahkan keputusan kepada Gereja untuk menyikapi semua ajaran yang dituliskannya. Kutipan perkataannya sesaat sebelum wafatnya, ketika ia menerima Sakramen Perminyakan suci, dan ketika Viaticum suci diberikan kepadanya, ia mengatakan sebagai berikut:

If in this world there be any knowledge of this sacrament stronger than that of faith, I wish now to use it in affirming that I firmly believe and know as certain that Jesus Christ, True God and True Man, Son of God and Son of the Virgin Mary, is in this Sacrament . . . I receive Thee, the price of my redemption, for Whose love I have watched, studied, and laboured. Thee have I preached; Thee have I taught. Never have I said anything against Thee: if anything was not well said, that is to be attributed to my ignorance. Neither do I wish to be obstinate in my opinions, but if I have written anything erroneous concerning this sacrament or other matters, I submit all to the judgment and correction of the Holy Roman Church, in whose obedience I now pass from this life.

Kelima,  saudara/i kita yang Protestan mempertanyakan bagaimana Bunda Maria juga dikatakan sebagai perantara doa-doa umat beriman, sedangkan di Alkitab dikatakan kita hanya memiliki Pengantara yang satu-satunya, yaitu Kristus (1 Tim 2:5). Di sini memang perlu diterima bahwa terdapat pemahaman yang berbeda tentang pengertian arti “pengantaraan/ mediation” menurut Gereja Katolik dan Protestan. Menurut gereja Protestan, pengantaraan ini terbatas/eksklusif diberikan hanya kepada Yesus, sedangkan, menurut Gereja Katolik, Pengantaraan Yesus ini melibatkan anggota-anggota Tubuh-Nya yang lain, yaitu para kudus-Nya, dan secara khusus adalah Bunda Maria. Namun pengantaraan dari para kudus tersebut hanya mungkin terjadi karena Pengantaraan Kristus, jadi memang tidak pernah terlepas dari Kristus sang Kepala (lih. 1 Kor 12). Ini membawa implikasi yang sangat besar, dalam pengertian kita jika kita berdoa dengan melibatkan para kudus dan Bunda Maria. Kita berdoa memohon agar mereka mendoakan kita, sama seperti kita memohon kepada Pastor atau Pendeta mendoakan kita. Pada akhirnya, yang mengabulkan doa kita hanya Tuhan saja. Namun besarlah peran mereka (para kudus) tersebut, karena mereka orang-orang yang telah dibenarkan Allah dan telah bersatu dengan Allah di surga.

Permasalahannya, umat Protestan menganggap bahwa mereka yang sudah mati tidak bisa mendoakan kita/ berdoa syafaat bagi kita. Sedangkan bagi kita orang Katolik, mereka yang telah mendahului kita dan bersatu dengan Tuhan di surga adalah orang-orang yang ‘hidup’, dan bahkan lebih ‘dekat bersatu dengan Tuhan’ daripada kita yang masih berziarah di dunia ini. Sangatlah berbeda konteksnya dengan pengajaran pada kitab Perjanjian Lama dalam Ul 18:9-12 Im 20:6 Yes 8:19-20, dimana Tuhan memang melarang umat Israel memanggil arwah/ meminta petunjuk arwah. Jika kita memohon para kudus untuk medoakan kita, kita tidak memanggil arwah orang mati. Juga, tidak seperti dalam kisah PL, kita tidak menjadikan mereka ‘saingan’ Tuhan. Juga, karena kita mengetahui bahwa para kudus itu tidak ‘mati’ dalam arti binasa, karena mereka sudah memasuki kehidupan kekal di surga, maka mereka sebenarnya dalam arti keilahian lebih ‘hidup’ dari pada kita. Karena itu, maka kita dapat memohon kepada mereka untuk turut mendoakan kita, walaupun tetap kita yakini bahwa yang akhirnya mengabulkan doa kita hanyalah Tuhan saja. Prinsipnya, jika kita mengaku bahwa kita ini sahabat Kristus, maka“friends of Christ are also friends of mine.” Mereka yang telah berada di surga telah diangkat menjadi sahabat/ saudara/i Kristus dalam arti yang lebih penuh, karena mereka telah memasuki keabadian bersama Kristus. Dan dengan pengertian inilah maka kita menghormati mereka, tanpa mengurangi hormat yang kita berikan kepada Kristus.

Ke-enam, umat Protestan menganggap bahwa pembedaan cara penyembahan Latria (penyembahan hanya kepada Tuhan) dan Dulia (penyembahan kepada orang-orang kudus/ malaikat) adalah karangan Gereja Katolik dan tidak ada dalam Alkitab. Saya rasa, mungkin ada baiknya kita lihat, bahwa sebenaranya ada, walaupun memang perkataan ‘latria’ dan ‘dulia’ tersebut tidak secara literal disebutkan dalam Alkitab [sama dengan perkataan ‘Trinitas’ juga tidak ada secara literal ada dalam Alkitab]. Silakan lihat jawaban ini (silakan klik). Perbedaannya terletak di sini, bahwa umat Protestan menganggap bahwa nyanyian dan doa yang melibatkan Maria, dianggap sebagai ‘penyembahan’, sedangkan bagi umat Katolik, hal ini bukanlah penyembahan, tetapi penghormatan. Seperti jika kita menyanyikan lagu kebangsaan, itu juga tak berarti kita menyembah negara/ bangsa, tapi hanya menghormatinya.

Ke-tujuh, umat Protestan mempertanyakan tentang keperawanan Maria, dan bagi mereka, tidak mungkin Maria tetap perawan pada saat dan setelah melahirkan Yesus, atau tepatnya tidak penting, apakah Bunda Maria tetap perawan atau tidak sesudah melahirkan Yesus. Silakan membacanya dalam artikel Bunda Maria, tetap perawan, mungkinkah? (silakan klik) Hal keperawanan Maria ini juga diakui oleh para pendiri Gereja Protestan, yaitu Martin Luther, John Calvin, Zwingli dan John Wesley.

Sebenarnya, jika kita percaya bahwa bagi Allah tiada yang mustahil, tidak sulit untuk menerima hal ini. Selanjutnya, diperlukan juga kaca mata iman untuk melihat, bahwa adalah sangat ‘fitting’ bahwa Allah Sang ‘Incorruptible’ tidak akan lahir ke dunia dengan mengoyakkan keperawanan (to corrupt her virginity) bunda yang melahirkan-Nya. Sama seperti pada setelah kebangkitan-Nya, tubuh-Nya dapat masuk ke dalam ruangan tanpa merusak pintu, demikian juga tubuh-Nya lahir ke dunia tanpa merusak keperawanan Bunda Maria. Demikianlah interpretasi Para Bapa Gereja, secara khusus, St. Bernardus dari Siena. Keperawanan Maria ini tidak untuk dimaksudkan untuk merendahkan kehidupan pernikahan. Hal keperawanan Maria selamanya ini lebih terarah kepada kenyataan peran Maria sbagai Tabut Perjanjian Suci yang tidak mungkin ditempati oleh siapapun kecuali oleh sang Putera Allah sendiri. Maka hal keperawanan Maria ini sesungguhnya berhubungan dengan penghormatan kepada Kristus yang dikandungnya.

Ke-delapan, umat Protestan beranggapan bahwa umat Katolik mensejajarkan Maria dengan Allah Trinitas. Kutipan yang diambil oleh teman anda itu katanya diambil dari perkataan Bapa Paus Pius XII, (Ad Caeli Reginam, 11 Oktober 1954):

“Mary is indeed worthy to receive honour and might and glory. She is exalted to hypostatic union with the Blessed Trinity.” She is a Queen, since she bore a son who, at the very moment of His conception, because of the hypostatic union of the human nature with the Word, was also as man King and Lord of all things.

Berikut ini saya sertakan kutipan langsung dari surat ensiklikal tersebut (silakan klik), agar anda dapat membacanya, sebab saya tidak menemukan kutipan di atas dalam surat ensiklik tersebut. Jika saya kurang teliti membacanya mohon koreksi, dan tolong sertakan juga mengutipnya paragraph nomor berapa. Secara umum dokumen tersebut menjabarkan Bunda Maria sebagai Ratu Surga, yang diperolehnya bukan saja dari perannya sebagai Ibu yang melahirkan Tuhan Yesus, melainkan juga perannya sebagai Hawa yang baru, yang bekerja sama dengan Adam yang baru (Yesus) untuk mendatangkan keselamatan bagi dunia. Para Bapa Gereja yang mengajarkan tentang Maria sebagai Hawa yang baru (the new Eve) ini adalah:

  • Justin (Dialogue with Trypho 100),
  • Irenaeus (Against Heresies III.22.4),
  • Tertullian (On the Flesh of Christ 17),
  • Julius Firmicus Maternus (De errore profan. relig xxvi),
  • Cyril of Jerusalem (Catecheses 12.29),
  • Epiphanius (Hæres., lxxviii, 18),
  • Theodotus of Ancyra (Or. in S. Deip n. 11), and
  • Sedulius (Carmen paschale, II, 28).

Pada akhirnya, memang kita harus menerima, bahwa tidak mudah menyakinkan seseorang yang non- Katolik untuk menerima pengajaran tentang Bunda Maria ini. Kita sebagai umat Katolik hanya dapat mendoakan mereka, dan memohon pada Tuhan Yesus untuk menyatakan kebenaran ini, jika ini sesuai dengan kehendak-Nya. Menarik jika kita simak, pengalaman Scott Hahn, seorang pendeta Presbytarian dengan istrinya Kimberly Hahn, yang akhirnya menjadi Katolik, setelah sungguh-sungguh mempelajari Alkitab dan sejarah Gereja. Dalam buku yang memuat kesaksian iman mereka, Rome Sweet Home, (Ignatius Press, San Francisco, 1993, p. 143 ff.- Buku ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia) Scott dan Kimberly Hahn juga mengalami pergumulan yang sangat tentang bagaimana menerima pengajaran tentang Bunda Maria ini, disebabkan oleh latar belakang mereka yang sangat menentang hal ini. Namun, rahmat Allah sendiri yang menuntun mereka untuk membuka hati dan menerima pengajaran tentang Bunda Maria yang disampaikan oleh Dr. Miravalle, seorang  pakar Mariologist yang secara garis besar adalah sebagai berikut:

  1. Maria bukanlah ditempatkan sebagai ‘dewi’/ goddest yang disembah, sebab penyembahan kita hanya ditujukan kepada Allah. Kita hanya menghormati Maria.
  2. Maria diciptakan secara istimewa sebagai ibu yang melahirkan Kristus, dan pengalaman ini tidak pernah diberikan dan tidak akan pernah diberikan kepada ibu manapun.
  3. Maria bersuka ria karena Kristus Juruselamatnya, seperti yang dikatakannya dalam Kidung Magnificat, sebab Ktristus menyelamatkannya dari dosa asal pada saat ia terbentuk dalam kandungan ibunya.
  4. Maria dikatakan sebagai Ratu surga, bukan karena ia ‘menikah’ dengan Allah, tetapi karena ia menjadi Ibu Yesus. Sama seperti Raja Salomo, anak Raja Daud yang memuliakan ibunya Betsheba, sebagai “Queen Mother”, demikian pula Yesus memuliakan ibu-Nya di sisi kanan-Nya di surga.
  5. Tugas/ misi Maria adalah untuk membawa banyak orang kepada Yesus, dengan mengatakan, “Apa yang dikatakan Yesus kepadamu, buatlah itu” (Yoh 2: 5).

Maria adalah karya agung Allah, ‘a masterpiece’. A masterpiece tidak akan ‘mengumpulkan’ pujian bagi dirinya sendiri, tetapi mengarahkan pujian tersebut kepada siapa yang menciptakannya.

Suatu pengalaman iman yang hanya dapat dialami, ketimbang didiskusikan, terjadi dalam hidup Scott dan Kimberly Hahn. (Scott Hahn adalah bekas seorang pendeta Presbyterian yang kemudian menjadi Katolik setelah mempelajari Alkitab dan tulisan para Bapa Gereja). Pengalaman berdoa Salam Maria, malah membawa mereka untuk lebih dekat kepada Yesus, sesuatu yang tak pernah mereka sangka dari semula. Inilah suatu kebenaran yang bicara lebih lantang dari pada tuduhan negatif tentang devosi kepada Bunda Maria, bahkan yang mengatakan bahwa mukjizat yang diperoleh melalui devosi kepada Bunda Maria itu berasal dari setan, seperti yang dituduhkan oleh tulisan teman Ben itu. Bagaimana mungkin setan malah membawa seseorang kepada pertobatan untuk lebih dekat kepada Tuhan Yesus? Lihatlah bahwa pengalaman Scott Hahn ini tidak terjadi satu atau dua orang saja, tetapi ini terjadi pada banyak orang. Banyaknya mukjizat yang terjadi di Lourdes ataupun di tempat-tempat ziarah penghormatan kepada Bunda Maria, tidaklah berupa mukjizat kesembuhan fisik semata, [walaupun memang beberapa mukjizat bahkan mendapat konfirmasi dari pihak medis, karena tidak dapat lagi dijelaskan secara medis]; sebab kelanjutannya adalah pertobatan secara rohani.

Sebenarnya, sebagai orang Katolik, kita menghormati Bunda Maria, karena Tuhan Yesus terlebih dahulu menghormatinya, maka kita hanya mengikuti teladan- Nya. Kita menghormati Maria, tanpa mengurangi penghormatan kita kepada Allah. Kita mengasihi Bunda Maria dan menerimanya sebagai Bunda kita juga, sebab itulah yang menjadi salah satu pesan Yesus yang terakhir sebelum wafat-Nya kepada murid-murid-Nya (lih. Yoh. 19: 27). Maka, dengan menghormati Maria, sebenarnya kita juga menghormati Allah, sebab kita menghormati dia yang dikaruniakan-Nya kepada kita untuk menjadi Ibu kita, yang akan menghantar kita untuk lebih dekat kepada Allah, dengan doa-doa-nya.

 

Memaknai Penderitaan: Memahami Kasih Allah yang Tak Terpahami

23

Dari Editor:

Terima kasih kepada Uti dan Yoyok yang telah bermurah hati membagikan kesaksian hidup mereka. Memang, masa penantian yang panjang akan kelahiran seorang anak dalam sebuah perkawinan, dapat mendatangkan bermacam perasaan dalam jiwa pasangan suami istri. Segala upaya dapat dilaksanakan, namun akhirnya, Tuhanlah yang menentukan. Dalam hal ini akhirnya, tiada yang dapat mendatangkan damai dan pengharapan, selain dari Allah itu sendiri.

Semoga kesaksian ini membuka mata banyak orang, bahwa dalam situasi apapun, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Terutama dalam penderitaan batin, di mana tak seorangpun memahami kesusahan kita, di sanalah Allah secara lebih lagi mengasihi, menopang dan memberikan rahmat-Nya kepada kita. Bagi kita orang yang percaya kepada Allah, tiada yang dapat memisahkan kita dari kasih-Nya. “Sebab aku yakin, bahwa baik maut maupun hidup, ….baik kuasa-kuasa, yang di atas maupun yang di bawah… tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita,” (Rom 8:38-39)

Uti dan Yoyok, semoga pengalaman imanmu menguatkan juga banyak pasangan suami istri lain. Agar, mereka yang sudah dikaruniai anak-anak, dapat lebih mensyukuri rahmat anak-anak mereka, dan bagi mereka yang belum dikaruniai anak agar juga mempunyai pengharapan dan iman akan pertolongan Tuhan. Satu hal yang pasti, Tuhan akan memberi segala sesuatunya, indah pada waktu-Nya… (Pkh 3:11)


Bagian satu : Penderitaan kecilku, penderitaan sesamaku

“Hallo Bu Uti, selamat Natal ya…gimana dengan kemajuan pengobatannya ?” seorang kawan guru di sekolah menegurku selepas mengajar.

“Heei,… Bu Tineke sendiri bagaimana, sudah hamil nih ya sekarang ?” aku bertanya sepintas lalu pada kawan yang baru menikah kira-kira enam bulan lalu ini. Sebelumnya kuterangkan bahwa inseminasi ketiga yang baru saja kujalani kembali gagal, dan aku sampai berobat ke Singapura dengan hasil masih harus dioperasi (lagi). Karena aku sudah sempat menjalani operasi laparoskopi di Jakarta untuk problem endometriosis yang ternyata ditemukan dalam rahimku. Lalu Ibu Tineke menjawab pertanyaanku dengan pelan, seolah mau menjaga perasaanku, “Aku sudah Bu Uti, ini sudah jalan tiga bulan “ katanya lirih. Aku kaget, lalu segera menyahut spontan “Waah…senangnya….selamat yaa, semoga semuanya berjalan lancar dan baik, aduh, aku ikut senang”, kataku dengan tulus. Aku tidak mengira karena sesaat sebelum menikah rekanku Tineke ini baru saja menjalani operasi pengangkatan kista sebesar kepala bayi dari rahimnya. Kini ia sudah hamil tiga bulan. Setelah kami berpisah, aku berdoa dalam hati untuk keselamatan kehamilannya.

Kalau mau dihitung-hitung, potongan adegan seperti di atas sudah terjadi belasan kali, karena rekan-rekan guru di sekolah adalah orang-orang muda pada usia menikah dan melahirkan. Mereka semua tahu aku berganti status dari guru tetap menjadi tenaga honorer seperti ini dalam rangka usahaku untuk menjadi hamil. Tetapi tiga tahun telah lewat sejak aku berhenti bekerja sebagai guru penuh, dan aku masih mereka dapati berobat saja terus, tanpa ada berita tentang kehamilan. Kadang-kadang aku merasa tidak enak karena kabar kemajuanku sendiri mengenai usaha untuk menjadi hamil seringkali membuat suasana gembira pada teman-temanku yang baru saja menikah dan kemudian hamil menjadi berkurang. Tampaknya mereka menjadi prihatin atau merasa kasihan. Ah, benarkah demikian ? Atau itu hanya perasaanku saja sendiri ? Sambil berjalan sepanjang koridor, aku menelisik batinku sendiri, mencari rasa perih yang biasanya menelusup manakala aku mendengar teman-teman yang baru menikah sebulan atau beberapa minggu mengabarkan kehamilannya. Aku ingin tahu, masihkah perih itu ada di sana ? Masihkah pertanyaan ‘aku kapan ya?’ itu menggema mengiringi kegembiraanku kepada kawan ? Sekalipun aku banyak melupakan mengenai kehamilan saat aku pulang ke Malang kemarin (seperti biasa, lupa kesedihan bila sedang berada dekat Bapak Ibu dan kampung halaman), tetapi ternyata aku masih menemukan kepedihan itu di sana, jauh tersembunyi di dalam relung hatiku yang berkelok-kelok seperti labirin. Aku menghela napas panjang, seperti berusaha untuk mengusir perih itu jauh-jauh dari labirin hatiku. “Apa-apan kamu, jangan bersedih dong, harus bergembira dengan orang yang bergembira”. Lalu aku melanjutkan lagi kegiatanku sambil mengubur perasaan sedih itu dalam-dalam.

Sampai di rumah, aku menghidupkan televisi. Sambil melepas lelah, aku memperhatikan, hampir semua stasiun TV masih memberitakan mengenai tragedi Aceh. Sudah hari keduabelas, pikirku, dan keprihatinan dunia belum luntur juga. Aku melihat anak-anak yang kehilangan orang tua, orang tua yang berusaha mencari anaknya yang hilang tak tentu rimbanya, menyaksikan orang-orang selamat yang begitu kosong tatapannya karena masih trauma. Seandainya aku ada di posisi mereka, duh, tak terbayangkan beratnya. Sejenak aku memanggil kesedihanku dari labirin hati dan larut dalam kesedihan yang kulihat di televisi. Sebelum mataku terpejam untuk tidur siang, hatiku bertanya, “Tuhan, apa sebenarnya rencanaMu yang penuh misteri ? Mengapa kami harus melihat dan mengalami kepahitan-kepahitan hidup seperti ini ? Mengapa tidak Kau permudah hidup kami yang sudah lelah dengan keluh kesah ini ?” Sebelum aku tertidur, masih tertangkap olehku gambar Yesus yang begitu tegas tetapi damai penuh wibawa menatapku dari meja doa di ujung tempat tidurku. Seandainya aku boleh bermimpi bertemu Engkau, Tuhan, dan mendengarkan suaraMu menerangkan semua pertanyaanku ini. Tetapi Tuhan tetap diam, dan gambar Yesus itu tetap tidak berubah, seperti biasanya. Sudah sifat Tuhan untuk tidak berbicara terang-terangan kepada manusia barangkali, pikirku, kecuali kepada orang-orang kudus pilihanNya. Lalu bagaimana kami dapat survive ?

Bila aku menengok kembali usahaku selama 6 tahun aku menikah untuk bisa menjadi hamil, entah sudah berapa jenis dan tempat pengobatan alternatif yang kami datangi, entah sudah berapa nama dokter yang kami kunjungi, berapa jenis suplemen yang sudah kami telan, berapa banyaknya jenis pemeriksaan yang menyakitkan, serta berapa panjangnya doa yang kami panjatkan siang dan malam nyaris tak pernah putus supaya Tuhan berbelaskasihan, tetapi rasanya Tuhan tetap diam. Sepertinya Dia tak bergeming.

Sementara aku berjuang tak pernah putus, setiap saat aku harus berhadapan dengan teman-teman yang begitu mudah menjadi hamil. Baik teman-teman guru di sekolah maupun para tetangga. Tak berapa lama setelah mereka menikah, kehamilan itu pun datang. Atau kapanpun mereka menginginkan anak kedua, dengan sedikit sekali upaya, mereka pun hamil. Entah apa namanya, mungkin iri hati. Tetapi setiap aku tersenyum lebar memberi selamat kepada mereka, jauh di dalam hatiku, aku menangis. Setelah sekian lama peristiwa itu terjadi, lama-lama aku menjadi kebal dan telah terbiasa, walaupun perasaan sedih itu tidak pernah sama sekali hilang. Paling aku hanya menghibur diri “Tiap orang punya jalan hidupnya sendiri-sendiri”

Pertanyaan “Mengapa saya” sudah lama berlalu dari benakku. Aku menyadari bahwa orang lain pun punya beban yang jauh lebih berat dari bebanku. Dan bahwa hidup ini memang penuh dengan harapan-harapan yang tak terpenuhi. Bukannya aku tak menyadari itu semua. Aku juga bukannya tidak bersyukur atas karunia Tuhan pada hidupku yang begitu berlimpah, dan rasanya tak pantas manusia penuh dosa seperti aku ini menerima berkat sebegitu banyaknya. Bukan, aku bukannya tidak bersyukur dan tidak mau menanggung salib kehidupan. Yang terjadi sebenarnya adalah bahwa penderitaan yang kualami dan kulihat pada sesamaku selalu menggiringku pada pertanyaan “Tuhan, Engkau di mana ? Semua kehidupan ini, Kau maksudkan kemana ? Kau ingin kami bagaimana, Tuhan ? “ Karena Tuhan tidak pernah menjawab secara verbal dan gamblang, aku menyadari bahwa aku harus aktif mencari sendiri jawabannya. Kehendak bebas yang menjadi bukti nyata kasihNya yang tidak pernah memaksa itulah kurasa yang membuatku yakin bahwa kita bebas memaknai hidup kita sendiri. Musibah dan penderitaan hidup memang bukan pilihan bagi setiap orang. Pilihan manusia adalah mau tetap menjadi optimis, penuh harapan, dan tenang dalam penderitaan itu, atau mau memilih untuk menjadi putus asa, meratap, dan menggerutu berkepanjangan. Ngomong memang enak, tetapi melaksanakan, apakah bersukacita dan berpengharapan dalam kesesakan itu bukan sesuatu yang musykil untuk dilakukan ?

Bagian dua : Penderitaan Kristus memaknai penderitaanku

Benarkah Tuhan tak bergeming ? Benarkah Ia hanya diam melihat ratapan manusia dengan berbagai pergumulannya yang sering tak tertahankan ?

“Tetapi penderitaan kitalah yang ditanggungNya, dan penyakit kitalah yang dipikulNya. Dan oleh bilur-bilurNya, kita menjadi sembuh.” Melihat kepada hidup Yesus memang sarat dengan penderitaan. Ditolak oleh bangsanya, dibenci oleh pemuka Yahudi, dan diakhiri hidupNya dengan paksa dan sadis. Hidup Yesus dan Maria pun penuh dengan penderitaan sejak Yesus hadir di tengah-tengah mereka. Dikejar-kejar Herodes sampai ke Mesir, dicibir oleh orang sekampung halaman, dan puncaknya harus melihat putera satu-satunya disiksa dengan keji sampai mati di depan mata. Jadi apa sebenarnya pesan Tuhan dalam penderitaan ? Apakah justru lewat penderitaan Ia mencurahkan kasih dan rahmatNya yang begitu besar ? Sulit sekali pikiran manusiawi kita memahami kalimat seperti itu. Tetapi paling tidak kita melihat solidaritas Tuhan kepada penderitaan manusia. Bila kita sengsara, kita tahu bahwa Tuhan sudah lebih dulu mengalaminya untuk kita. Kita tahu bahwa Tuhan bukan cuma semena-mena membiarkan kita sengsara. Ia sudah tahu apa itu sengsara, dan sudah mengalaminya bagi kita. Lalu bila kita renungkan, kapan manusia merasakan Tuhan begitu dekat dan hangat ? Apakah pada saat segala sesuatu berjalan lancar, semua anggota keluarga sehat berkumpul, rejeki mengalir, dan hidup terasa mulus tiada hambatan ? Di manakah Tuhan kita tempatkan dalam keadaan seperti itu ? Biasanya Tuhan hanya hadir dalam rutinitas yang sering menjadi kering makna oleh kesibukan dan kedamaian kita.

Jadi, apakah penderitaan dipakai Tuhan untuk menarik kita lebih dekat lagi kepadaNya ? Bukan sekedar dekat di mata dan di bibir, tetapi dekat di hati yang terdalam ? Mungkin saja. Kalau begitu, dari kacamataNya, yang paling penting bukan situasi hidup di dunia ini, tetapi hidup kita di akhirat nanti. Bila hidup di dunia baik-baik saja, tetapi tidak membawa manusia kepada Tuhan, maka lebih baik hidup di dunia menderita, tetapi hidup di akhirat bahagia bersama Tuhan di surga. Tapi bukankah kita akan memilih hidup bahagia di dunia dan di akhirat ? Di sinilah pilihan bebas kita berperan. Kita bisa memilih untuk tetap bahagia karena kasih Tuhan yang selalu menyertai kita, sekalipun secara fisik kita menderita. Oh, semudah itukah ? Tentu saja tidak. Kita harus punya strategi untuk menghadapinya. Jadilah tulus seperti merpati, tetapi cerdik seperti ular, kata Kitab Suci.

Bagian tiga : Pilihan bebas kita adalah benih-benih kekekalan

Hidup kita yang pendek di dunia ini adalah masa untuk menabur. Lalu semua orang akan mengalami kematian. Tanpa terkecuali. Seandainya tidak ada kebangkitan orang mati, segala sesuatu yang kita hidupi di dunia ini akan lenyap. Bagaimana kita dapat mempercayai Allah yang mencintai kita tanpa syarat, kalau segala suka duka hidup kita sia-sia, lenyap bersama dengan matinya tubuh kita ? Karena Allah mencintai kita tanpa syarat sejak kekal sampai kekal, Ia tidak dapat membiarkan tubuh kita lenyap dalam kehancuran.

Hidup di dunia adalah masa ditaburkannya benih-benih kebangkitan. St. Paulus berkata, ditaburkan dalam kebinasaan, dibangkitkan dalam ketidakbinasaan. Ditaburkan dalam kehinaan, dibangkitkan dalam kemuliaan. Ditaburkan dalam kelemahan, dibangkitkan dalam kekuatan. Yang ditaburkan adalah tubuh alamiah, yang dibangkitkan adalah tubuh rohaniah. Jadi, tidak ada yang sia-sia dalam hidup badani kita, semua suka duka yang ditanggungnya memuat panggilan bagi kita untuk menghayati setiap saat dalam hidup kita sebagai benih-benih keabadian di surga kelak. Bagaimana kita mempercayai semua ini ? Itulah iman. “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11 : 1). Iman adalah untuk kita orang-orang di dunia. Para Kudus di surga tidak lagi mempunyai atau membutuhkan iman, karena mereka sudah melihat Allah, bersama Allah. Seperti dalam Alkitab : “Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya ? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun” (Roma 8 : 24b-25).

Bagian empat : Menderita jasmani tidak harus berarti menderita rohani

Jadi bagian kita dalam hidup ini utamanya adalah bersama Tuhan. Pilihan-pilihan kita terhadap situasi apapun dalam hidup kita, akan menentukan apakah kita mau menjalaninya di dalam Tuhan atau tidak. Bayangkanlah sebuah keluarga yang semuanya baik dan segala kebutuhan terpenuhi. Tetapi mereka tidak merasa membutuhkan Tuhan, tidak merasa perlu untuk berbagi kekuatan dan iman antar sesama anggotanya, membiarkan relasi dengan Tuhan digerogoti pelan-pelan. Ini memang keluarga yang sehat jasmani, tetapi tidak sehat rohani. Keluarga yang lain menderita sakit secara fisik, keprihatinan karena penderitaan, tetapi semuanya menyatu dalam iman dan pengharapan kepada Tuhan. Berelasi setiap saat dalam doa. Keluarga kedua ini memang sakit fisiknya, tetapi tidak sakit rohaninya. Rohaninya justru sehat walafiat karena terlatih oleh berbagai-bagai penderitaan yang dilaluinya bersama Tuhan. Mana yang menabur benih-benih kekekalan ? Tentu keluarga kedua walaupun secara jasmani menderita penyakit. “Jadi, karena Kristus telah menderita penderitaan badani, kamu pun harus juga mempersenjatai dirimu dengan pikiran yang demikian-karena barangsiapa telah menderita penderitaan badani, ia telah berhenti berbuat dosa, supaya waktu yang sisa jangan kamu pergunakan menurut keinginan manusia, tetapi menurut kehendak Allah (1 Petrus 4: 1-2)

Bagian lima : Sepenuhnya tak berdaya = tak berjarak lagi dengan Tuhan

Betapa indahnya bila kita diijinkan memikul salib bersama Tuhan. Ia mengijinkan kita ambil bagian dalam penderitaanNYa. Bila kita sabar dan setia, tak pelak lagi, Ia juga akan memberi kita bagian dalam kemuliaanNYa. Sampai di sini, menjadi jelaskah arti penderitaan hidup itu bagi keselamatan jiwa kita ? Tidakkah kita justru menganggap kesedihan dan kesengsaraan adalah benih-benih yang mempersiapkan kita untuk memasuki kehidupan yang sesungguhnya kelak ? Sebuah kesempatan emas untuk hanya bergantung kepada Tuhan dan merasakan kekuasaan kasihNya sepenuh-penuhnya, tanpa halangan. Kita menjadi sepenuhnya tak berdaya. Sepenuhnya bergantung. Kita menjadi tidak berjarak lagi dengan Tuhan. Seperti hewan, mereka adalah mahluk tak berdaya yang tidak berjarak dengan Tuhan. Sepenuhnya bergantung. Seekor ayam dapat makanannya langsung dari kemurahan Tuhan. Gajah-gajah di Thailand yang tak berdaya selamat dari gelombang tsunami. Mereka selamat karena insting mereka, langsung dari kemurahan Tuhan. Saat gempa pertama terjadi di Aceh, ribuan mil dari tempat mereka berada, para gajah itu tiba-tiba mengeluarkan suara seperti menangis. Sejam kemudian mereka lari tunggang langgang menjauhi pantai. Para turis dan pawang keheranan. Tapi tak lama, karena setelah gajah-gajah itu berhenti lari di dalam hutan, gelombang laut pertama menerjang masuk ke daratan. Terjangan air itu berhenti tepat di belakang rombongan gajah-gajah yang berlarian itu berhenti.

Seandainya kita tidak berjarak dengan Tuhan, sungguh-sungguh hanya bergantung kepadaNya, percaya dan berserah total akan penyelenggaraanNYa, pasti kita akan mempunyai insting iman dalam segala perkara hidup ini, bak gajah dan ayam yang hanya mengandalkan kemurahan Tuhan saja. Dalam ketidakberdayaan itu, bukan hanya segala keangkuhan, kesombongan, dan tinggi hati tidak mendapat tempat lagi, tetapi juga segala bentuk kekhawatiran dan kecemasan, tidak eksis lagi.

Bagian enam : Makan iman ganti makan kekhawatiran

Bersama Tuhan, jasmani atau hati kita boleh sakit, tapi rohani aman. Selama rohani kita aman bersama Tuhan, bukan hanya kita mampu menghadapi sakit hati dan jasmani kita, tetapi bahkan jasmani dan hati itu pun bisa ikut-ikutan jadi sembuh seperti halnya rohani kita yang selalu terpelihara sehat dekat Tuhan. Mengkhawatirkan hari esok adalah makanan sehari-hari manusia modern. Setelah 6 tahun berjuang tanpa hasil, hari-hari belakangan ini aku mulai dirambati pegel linu kekhawatiran. Aku mulai bertanya “Bagaimana bila aku tidak akan pernah bisa punya anak ? “ “Bagaimana hari tuaku bersama Yoyok nanti ?” “Alangkah sepinya rumah kami nanti, sampai kapan kesepian ini akan terus berlangsung” dan sejumlah pertanyaan bagaimana-bagaimana yang lain.

Dalam Kitab suci, kekhawatiran diibaratkan sebagai seekor singa yang mengaum-ngaum mencari mangsa di sekeliling kita. Kita bisa habis olehnya sebelum peristiwa apapun benar-benar terjadi pada kita. Betapa sia-sianya kegiatan khawatir itu. Tetapi juga betapa sulitnya mengelolanya agar tidak menguasai kita.

Stress manusia modern terbesar adalah mereka tidak pernah berada pada saat ini, di tempat ini, sekarang ini. Pikirannya terus melayang ke masa depan. Bukan hanya masa depan yang jauh, tapi juga nanti siang makan apa, nanti sore dalam meeting harus bicara apa, besok presentasi ke atasan harus bagaimana. Tentu saja hal itu perlu untuk perencanaan dan atisipasi. Namun tidak berarti kita mendahului waktu untuk tiba lebih dulu di masa depan yang belum tiba. Hanya sedikit sekali manusia yang sungguh hadir pada saat ini, detik ini, dan menikmatinya sepenuh-penuhnya. Sebab, tahu apa kita tentang hari esok ? Sudah susah-susah mikir gimana kalau tua kelak nggak punya anak, eh, tahu-tahu dalam semenit ada gelombang tsunami menggulung semuanya habis tak bersisa. Stress memikirkan harus berargumen dengan bos besok pagi ? Sudah sulit tidur semalaman, eh,.. tahu-tahu esok pagi itu matahari tidak terbit, seluruh bumi gelap gulita karena ada awan debu muntahan gunung berapi, dan sebagainya. Hari esok, termasuk semenit ke depan, adalah abstrak. Satu-satunya yang nyata dan kita miliki secara riil adalah saat ini, detik ini. Nikmatilah itu sebaik-baiknya, hayatilah setiap detik hidup ini dengan penuh syukur. Kita tidak perlu bersusah memikirkan hari esok yang belum tentu terjadi, dan belum tentu terjadi seperti yang kita pikirkan. What a waste ! Tuhan kita adalah Tuhan atas hari esok. Seperti burung pipit yang selalu diberi makan oleh Allah tetap hidup nyaman walaupun tidak pernah pusing oleh hari esok.

Berikut adalah petikan ilustrasi Anthony de Mello, SJ tentang pengelolaan kekhawatiran akan hari esok :

1) Buddha pernah ditanya : ‘Siapakah yang disebut orang suci ?’ Jawabnya : “Setiap jam terbagi atas sejumlah detik tertentu, dan setiap detik ada bagian-bagiannya lagi. Barang siapa mampu memberi perhatian penuh pada setiap bagian detik itu, sungguh pantas disebut orang suci. ‘

2) Seorang prajurit Jepang ditangkap oleh musuhnya dan dimasukkan ke dalam penjara. Semalaman ia tidak dapat tidur, karena yakin bahwa keesokan harinya ia akan disiksa dengan kejam. Tiba-tiba kata-kata Guru Zen-nya terlintas dalam ingatan. “Hari esok bukanlah kenyataan . Satu-satunya kenyataan adalah saat sekarang ini.’ Maka ia kembali pada saat sekarang – dan tertidur lelap.

3) Orang yang tidak dikuasai oleh masa depan bagaikan kawanan burung di angkasa dan rumpun bunga bakung di padang. Ia tidak kuatir akan hari esok. Segalanya adalah hari ini. Sungguh, dia itulah orang suci.

Dan bagaimana kita menikmati hari ini, saat ini, detik ini ? Tuhan sudah menyediakan begitu banyak untuk kita nikmati dan syukuri. Bangun pagi ada kehangatan matahari, kicauan burung yang merdu. Dengarkanlah, nikmatilah, syukurilah. Bangkit dari tempat tidur ada kamar yang bersih, terlindung dari panas dan hujan, ada perlengkapan tidur yang baik, perhatikanlah, nikmatilah, syukurilah. Keluar dari kamar ada senyum orang rumah, sehat, hidup, kaya akan keunikan. Sapalah, nikmatilah, syukurilah. Lalu mulailah kerjakan satu demi satu apapun yang kau kerjakan dengan penuh penghayatan. Ambil gelas, mengaduk gula, menuang teh, penuh konsentrasi, penuh syukur. Jangan biarkan pikiran mengelana ke masa depan, bahkan sejam ke depan. Kerjakan dan hayati penuh syukur apa yang kau lakukan saat ini, detik ini. (Catatan : cara hidup seperti itu dalam ilmu kesehatan mental India disebut meditasi Vipassana, jadi itu adalah meditasi sebenarnya, mencoba memusatkan perhatian detik demi detik apapun yang kita lakukan)

Jangan kita menganggap biasa bila orang bangun pagi, terus ke kantor, lalu pulang lagi ke rumah dengan selamat, lalu makan dan tidur. Jangan sekali-kali menganggap itu biasa, rutin, dan membosankan. Itu adalah luar biasa ! Itu adalah hadiah ! Itu adalah pemberian ! Bagi para korban tsunami di Aceh yang selamat, hanya dalam beberapa menit mereka tidak lagi pergi ke kantor, tidur dengan normal, dan makan dengan cukup. Bagi orang yang sedang sakit parah di rumah sakit, kegiatan buang air kecil dan buang air besar yang bagi kita biasa bisa menjadi sangat menyakitkan dan tidak enak. Hidup ini adalah hadiah, dan setiap hari yang baru adalah kesempatan indah yang tidak pernah sama. Diberikan oleh Tuhan untuk kita syukuri dan nikmati dengan baik, sambil belajar menangkap suara Allah lewat berbagai peristiwa yang tidak pernah sama setiap hari, dalam rutinitas sekalipun, bila kita mau menghayatinya. Setiap detik adalah berharga, dan setiap karakter orang yang kita jumpai adalah unik dan berharga, begitu kaya, tak pernah sama setiap hari. Oh, betapa kayanya hidup itu ! Terlalu kaya untuk kita lewatkan begitu saja. Selalu ada yang bisa kita syukuri pada detik ini. Bila berpikirnya melayang ke depan, tidak bisa bersyukur, karena hanya kekhawatiran yang ada. Bila menjalaninya setiap detik, maka yang ada hanya syukur karena masih diberi hidup, teman, udara pagi, dan lain-lain. Dan dengan begitulah kita menabur benih-benih kekekalan untuk hidup yang akan datang, karena hidup yang diberikan Tuhan saat ini tidak pernah kita sia-siakan.

Percayakan hari esok kita kepada Tuhan. Ia adalah Tuhan atas hari esok. Karena cintaNya, Ia punya rencana yang indah di hari esok, buat masing-masing kita. Tak peduli betapapun beratnya penderitaan kita saat ini, rencana Tuhan hanyalah indah semata. KasihNya terlalu besar dan kuasaNya terlalu agung, untuk membiarkan kita hanyut dalam arus kehidupan yang memisahkan kita dari kasihNya yang tak terpahami. Tak terpahami karena besarnya dan agungnya, sehingga setiap detik hidup ini terasa begitu berharga. Dan di balik setiap peristiwa hidup adalah tak lain tuntunan kebijaksanaanNya bagi kita.

Dalam perjalanan pengobatan medis yang kami jalani di 6 tahun pertama pernikahan, kami akhirnya juga mempunyai kesempatan dan memenuhi syarat untuk menjalani program bayi tabung yang disarankan dokter sebagai alternatif terakhir dari perjalanan usaha kami yang panjang. Tetapi kami sadar Gereja tidak menyetujuinya. Kami tidak ingin melukai hati Tuhan. Maka kami pun memutuskan untuk tidak akan pernah melakukannya. Karena kami yakin Tuhan tahu apa yang sedang Dia lakukan dan sedang Dia ijinkan terjadi pada kami, kami percaya sepenuhnya bahwa Dia sedang bekerja melalui segala sesuatu bagi kebaikan kami

Bagian tujuh : Penutup

Bagi aku dan Yoyok, filsafat hidup yang ingin kami pegang erat adalah filsafat “Wis Embuh” (bahasa Jawa yang artinya : nggak tahu deh). Hari depan kami ada di tangan Allah. Karenanya kami tidak perlu merasa khawatir. Bahkan memikirkannya pun tidak perlu. Kami tahu siapa yang memegang hidup kami. Wis Embuh adalah pegangan kami mengarungi hidup ini. Wis embuh berarti percaya dan pasrah total kepada penyelenggaraan Allah. Tak berjarak lagi dengan Allah. Seperti ayam, seperti burung pipit, yang dipelihara Allah. Kami mau menyerahkan semua ke dalam tangan Allah. Bila kami sibuk memikirkan atau mengkhawatirkannya lagi, berarti kami mengambilnya lagi dari tangan Allah, mengulik-uliknya lagi, mengotak-atiknya lagi. Berarti kami tidak percaya Allah sudah dan akan selalu menghandle-nya dengan baik. Kekhawatiran dan kesedihan adalah persembahan yang Allah berkenan. Serahkan saja semuanya itu kepadaNya, biar jadi milikNYa, bukan milik kita. Dia yang akan mengurus dan menghandlenya untuk kita. Kini telah sepuluh tahun kami mengarungi bahtera rumahtangga berdua saja, belum lagi bersama kehadiran tawaria dan canda anak-anak buah cinta yang kami rindukan. Namun kasih Allah Bapa yang tak terukur mendampingi kami dengan cara yang luar biasa unik dan nyata, yang sulit kami ceritakan dengan singkat karena kaya dan halusnya, sehingga kami tak sedikitpun merasakan kekurangan kasih Allah yang maha Hadir.

SABAR MENANTI WAKTU TUHAN
Di dalam hidup ini, semua ada waktunya.
Ada waktunya kita menabur….. ……… ……… ….
Ada juga waktu menuai…… ……… ……… ……… …….
Mungkin dalam hidupmu bagai datang menyerbu,
Mungkin doamu bagai tak terjawab !
Namun yakinlah tetap.
Tuhan tak’kan terlambat!
Juga tak akan lebih cepat
Semuanya…. ……… ……… ……… ….
Dia jadikan indah tepat pada waktuNya.
Tuhan selalu dengar doamu !
Tuhan tak pernah tinggalkanmu !
PertolonganNya pasti’kan tiba tepat pada waktuNya.
Bagaikan kuncup mawar pada waktunya mekar
Percayalah.. ……… ……… ……… ……… …..
Tuhan jadikan indah pada waktuNya.
Hendaklah kita s’lalu hidup dalam firmanNya.
Percayalah kepada Tuhan !
Nantikan Dia bekerja pada waktuNya.
Tuhan tak akan terlambat
Juga tak akanterlalu cepat
Ajarlah kami setia slalu menanti waktuMu Tuhan
(1 Korintus 10 : 13 & Pengkotbah 3 : 11a)

Uti-

Serpong, 8 Januari 2005

Diedit di Milan, 3 Juni 2009

Mengapa manusia pertama jatuh dalam dosa?

22

Pertanyaan:

bu Ingrid,
bila manusia sekarang punya kecenderungan berdosa/concupiscence akibat dari dosa manusia pertama, lalu kenapa manusia pertama bisa berbuat dosa bukankah waktu itu dia belum punya concupiscence?
kalau manusia pertama tanpa concupiscence tapi tetap berbuat dosa, bukankah itu artinya ada kesalahan pembuatan (spt mobil yg cacat produksi, walaupun dipakai dgn baik tetapi mogok)?

waktu Allah melihat semua ciptaan Nya baik: apakah waktu itu Allah tidak tahu bahwa manusia pertama akan berdosa dan keturunannya akan mempunyai concupiscene, shg Allah memutuskan beristirahat pada hari berikutnya?

bolehkah kita beranggapan bahwa penciptaan tidak langsung selesai ketika Allah menciptakan manusia pertama, tetapi karya penciptaan baru benar-benar selesai ketika Yesus disalib. Karena hanya dengan adanya Yesus yg mematahkan dosa awal & mengalahkan concupiscence, yg mendamaikan manusia di dalam diriNya, maka Allah dapat melihat semua ciptaanNya baik… dan dari salib Yesus berkata: “Sudah selesai” lalu baru saat itu Tuhan beristirahat?

Jawaban:

Shalom Fxe,
1) Manusia pertama jatuh ke dalam dosa, memang bukan karena concupiscence. Karena concupiscence/ ‘kecenderungan berbuat dosa’ itu hanya terjadi sebagai akibat dari kejatuhannya di dalam dosa. Menurut St. Thomas Aquinas, dalam Summa Theologica II-II, q. 163, a.1, mengutip Sir 10:13, “Kecongkakan adalah permulaan dari dosa.” “dosa masuk ke dalam dunia oleh dosa satu orang…” Maka dosa pertama dari manusia adalah kesombongan.

Kita ketahui bahwa Allah menciptakan manusia pertama baik adanya, dengan diberikannya 4 rahmat yang disebut 4 peternatural gifts, yang adalah: (a) immortality/ tidak tunduk terhadap kuasa maut, (b) immunity from suffering / tidak dapat menderita, (c) infused knowledge, (d) integrity, yaitu harmoni dan tunduknya segala macam keinginan dan emosi dari kedagingan kita kepada reason (akal budi) (Lih KGK, 405, 337).

Maka dosa kesombongan di sini tidak disebabkan oleh concupiscence, yang mengacu kepada ketidakteraturan keinginan daging, karena sebelum jatuh dalam dosa, Adam dan Hawa mempunyai yang disebut sebagai the gift of integrity, yaitu segala keinginan daging yang tunduk kepada akal budi.
Menurut St. Thomas, dalam hal ini yang ada adalah ketidakteraturan keinginan rohani yang melampaui takaran yang ditetapkan Allah.
Hal ini dimungkinkan karena manusia selain diciptakan dengan akal budi, juga diberi kehendak bebas. Akal budi dan kehendak bebas inilah yang juga terdapat pada para malaikat, dan kita ketahui bahwa ada sejumlah malaikat yang juga yang memilih untuk tidak taat kepada Allah.
Oleh karena itu, kenyataan bahwa manusia jatuh ke dalam dosa kesombongan ini, bukan disebabkan pertama-tama karena Hawa ‘terpikat’ oleh buah itu secara fisik, tetapi karena Hawa ‘terpikat’ oleh janji yang disebutkan oleh Iblis, bahwa setelah makan buah itu maka ia akan “menjadi seperti Allah” (Kej 3:5).

2) Jadi dengan pengertian ini, maka bukan berarti manusia diciptakan seperti ‘barang salah produksi’ sehingga jatuh dalam dosa. Alkitab malah menyebutkan bahwa setelah menciptakan manusia, “Allah melihat semua yang dijadikan-Nya itu sangat baik” (Kej 1: 31), padahal pada hari- hari sebelumnya ‘hanya’ dikatakan “baik”. Justru karena diciptakan secitra dengan Allah, maka manusia dapat memilih sendiri apa yang menjadi keinginannya, yaitu untuk taat kepada-Nya maupun menolak-Nya. Sayangnya manusia pertama memilih untuk menolak kasih Allah dan menolak taat kepada Allah, karena lebih percaya kepada bujukan Iblis. Oleh karena itulah, Yesus, sebagai Adam ke-dua ‘memperbaiki’/ memulihkan kejatuhan ini dengan menyatakan kasih kepada Allah Bapa dengan ketaatan yang sempurna terhadap kehendak Allah Bapa, dengan menyerahkan nyawa-Nya di kayu salib demi menyelamatkan umat manusia.

3) Allah yang Mahatahu sudah mengetahui bahwa menciptakan manusia dengan akal budi dan kehendak bebas dapat menyebabkan manusia dapat menolak Dia. Tuhan tidak terkejut dengan dosa manusia pertama tersebut, yang akhirnya diturunkan kepada semua manusia. Maka sudah menjadi rencana-Nya pula bahwa Ia akan mengutus Putera-Nya Yesus untuk menebus dosa umat manusia.

4) Maksud Allah beristirahat pada hari ke-tujuh adalah untuk memberikan teladan kepada kita untuk beristirahat pada hari Tuhan yaitu pada hari Minggu [hari Sabbath pada Perjanjian Lama].

Memang ini ada kaitannya dengan wafat dan kebangkitan Kristus.  Hari kebangkitan Kristus yang terjadi pada ‘hari pertama dalam minggu itu’ (Yoh 20:1), bagi orang Kristen akhirnya menggantikan hari Sabbath Yahudi. Hari Sabbath yang dimaksudkan sebagai hari beristirahat setelah Penciptaan manusia disempurnakan oleh Kristus melalui hari Minggu Paskah yang menandai hari Keselamatan yang menjadikan manusia menjadi ciptaan yang baru.

5) “Sudah selesai” sebagai perkataan Yesus yang terakhir sebelum wafat-Nya lebih mengacu kepada pernyataan sudah dipenuhinya segala tugas yang dipercayakan oleh Allah Bapa kepada-Nya di dunia. Atau dengan kata lain misi Inkarnasi-Nya sudah selesai.
Tuhan sendiri tidak pernah beristirahat dalam arti yang harafiah, sebab Ia terus berkarya, baik dalam penciptaan maupun dalam penyelenggaraan Ilahi-Nya.
Oleh wafat Kristus di salib, kuasa maut dan dosa dipatahkan. Oleh karena itu di dalam Pembaptisan, kita dikuburkan bersama Yesus (maksudnya meninggalkan segala dosa/ mati terhadap dosa) untuk dibangkitkan dan hidup bersama dengan Dia (lihat Rom 6:5-11). Maka melalui Pembaptisan, dosa asal dan dosa pribadi dihapuskan, walaupun concupiscence masih  tetap tinggal pada kita, agar kita dapat berjuang untuk mencapai kekudusan dengan mengalahkan kecenderungan berbuat dosa tersebut (silakan melihat KGK 1264).

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Tentang pertanyaan dari teman Protestan

40

Pertanyaan:

Salam Romo dan pengelola situs ini,

Saya baru mengalami perdebatan dengan org karismatik Protestan. Emank saya sempat sangat kesel atas sikapnya yang tidak mau menerima tapi menghardik saya. Saya tau kalo saya hny membuang waktu dan tenaga, tapi saya tidak bisa nerima kalo bunda maria dihina.

Saya meminta sodara seiman untuk membantu saya, seandainya saya diserang lagi. ini pertanyaan dari dia.
1. kenapa kita harus berdoa di dpn bunda maria? berarti kita menyembah berhala.
2. di roma ada gereja yg dibangun oleh kekuatan iblis, kata dia.
3. kenapa kita katolik boleh memakan makanan yg telah disembah kepada nenek moyang?
4. kenapa saya tidak mewartakan kabar katolik buat agama lain, napa harus ke dia?
5. kenapa alkitab katolik itu tidak sama dgn kristen? Dengan nada melecehkan alkitab Katolik.

ini jawaban saya:
1. katolik tidak menyembah ke bunda maria, tapi hanya menghormati. Dan di reply oleh temen aku, maria uda di surga, jd tidak usah doa melalui dia. katanya kita bisa doa lsg ke yesus atau minta pendeta doa ke yesus. Emank di sini, aku menyerang balik dia, kalo dia menyembah salib jg di gerejanya, sebab semua gereja kristen psti ada salib. Aku bertanya balik, apakah kamu meyembah salib, bknkah salib itu dari kayu? Dia tidak menjawab pertanyaan aku ini.

2. ttg gereja ini, saya tidak ada ide. dan aku balasin, apakah kamu uda meliat? dan katanya dia kalo dia punya bukti (hanya berdasarkan buku).

3. aku tidak menjawab ini secara jelas, tapi aku merefer ke persembahan makanan di waktu misa.

4. saya menjawab kalo aku tidak suka meliat org memaksakan agama ke org lain dan merasa agamanya plg bener dan pasti masuk surga, serta merasa agama lain itu masuk neraka. Dan dia berkata kalo dia sangat yakin akan hal ini serta mengatakan sungguh kasihan meliat saya tersesat ke dlm sini (agama Katolik).

5. taukah kamu alkitab itu pertama kali dibuat oleh katolik, dan hny Martin Luther yg mengganti kitab kalian, jd kitab protestan. Dan juga saya menyuruh dia membaca kitab Mat 16:16-18, dia ngotot kalo malas dan biilang aku sombong. dia suruh aku terus membaca, dan pasti ketemu kalo katolik kita itu bobrok. Jujur saja, saya sungguh kesel and malas ngomong ama dia. Tapi kalo gereja katolik dijelekin oleh karismatik dia, aku tidak bisa terima.

6. Serta bolehkah tolong dijelasin soal EENS? Bagaimana EENS di masa ini? Sebab ada yg bilng Vatican mengoreksi ttg pemahaman EENS, karena byk yg mengakibatkan orang jd salah arah dan bertindak seperti Karismatik Protestan (bukan saya mo menjelekkan karismatik protestan, tapi saya sudah cukup dengan tindak tanduk mereka). Thank you. felix

Jawaban:

Shalom Felix,
Pertama-tama, jika kita bertukar pikiran dengan teman kita yang Protestan, kita harus mengingat bahwa sebenarnya kita saudara dan saudari seiman dalam Kristus. Sebenarnya kita memiliki banyak persamaan di dalam Kristus.

Sekarang tentang pertanyaan anda:
1. Kenapa kita harus berdoa di depan Bunda Maria? Berarti kita menyembah berhala.
Jawab:  Gereja Katolik tidak mengharuskan umatnya berdoa di depan patung Bunda Maria. Jika umat Katolik berdoa di depan patung Bunda Maria, itu tidak berarti berdoa kepada patung itu, sebab kita berdoa menghormati Bunda Maria, yang digambarkan dengan patung itu, dan bukannya patung itu sendiri. Ini sangat berbeda dengan kisah-kisah Perjanjian Lama, di mana orang menyembah berhala dengan menyembah patung lembu tuangan, di mana mereka menganggap patung itulah tuhan mereka. Selanjutnya tentang penjelasan bahwa kita tidak menyembah patung, silakan baca artikel ini (silakan klik) dan tentang bagaimana pengertian memohon doa dari Bunda Maria silahkan klik di sini.

2. Di Roma ada gereja yg dibangun oleh kekuatan iblis, kata dia.
Silakan tanyakan apa sumbernya, sampai ia mengatakan demikian.

3. Kenapa kita katolik boleh memakan makanan yg telah disembah kepada nenek moyang?
Mengenai hal ini pernah dibahas dengan panjang lebar di tanya jawab (termasuk 8 komentar di bawahnya), link ini-silakan klik. Persembahan di Misa Kudus (yaitu hosti dan anggur) itu tidak sama dengan makanan sembahyangan di kuil. Karena hosti dan anggur dalam Misa Kudus akan diubah pada saat konsekrasi sehingga menjadi Tubuh dan Darah Kristus, sehingga meskipun wujudnya tetap hosti dan anggur, namun hakekatnya sudah bukan hosti dan anggur. Sedangkan makanan sembahyangan yang lain, itu tetap berupa makanan.

4. Kenapa saya tidak mewartakan kabar katolik buat agama lain, kenapa harus ke dia?
Hal ini memang perlu menjadi permenungan, sebab memang evangelisasi harus dikabarkan, baik kepada mereka yang sudah mengenal Kristus, agar lebih mengenal Dia, namun terutama juga kepada mereka yang belum mengenal Kristus, agar mereka mengenal Dia.

5. Kenapa alkitab Katolik itu tidak sama dgn kristen? Dengan nada melecehkan alkitab Katolik.
Alkitab yang dipakai oleh saudara-saudari kita yang beragama Kristen sebenarnya berasal dari Gereja Katolik. Sebab pada tahun 393 melalui Konsili Hippo, dan tahun 397 melalui Konsili Carthage, Gereja Katolik menentukan Kanon Kitab Suci. Selengkapnya, silakan melihat ke artikel ini (silakan klik). Bahwa pada akhirnya Alkitab Kristen Protestan berbeda dengan Alkitab Katolik, itu disebabkan karena pada abad ke 15, para pendiri gereja Protestan (dipelopori oleh Martin Luther) tidak mengikutsertakan beberapa kitab (yang disebut sebagai Deuterokanonika).

6. Penjelasan mengenai EENS (Extram Ecclesiam nula salus/ Tidak ada keselamatan di luar Gereja Katolik).
Untuk mengenai EENS, silakan lihat di sini, silakan klik. Jika ada yang belum jelas, silakan bertanya di sana. Dan untuk menjawab pertanyaan, kalau begitu, siapa yang dapat diselamatkan, silakan klik di sini.

Felix, memang menyedihkan, jika kita melihat kenyataan bahwa banyak orang yang mengaku menjadi pengikut Kristus, namun pemarah, atau berbicara kasar dan menuduh, dan tak mau mendengarkan. Ini malah seharusnya menjadikan kita lebih waspada agar jangan kita juga bersikap demikian.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati – www.katolisitas.org

Apa arti 70 minggu dalam Kitab Daniel, apakah kedatangan Yesus yg kedua terjadi 2 tahap?

5

Pertanyaan:

Salam damai sejahtera, Kitab Daniel menulis tentang 70 minggu atau yang umumnya dikatakan sebagai Minggu ke 70 Daniel.

Yang ingin saya tanyakan :
1. Kalau seandainya Minggu ke:70 Daniel tsb dimulai tahun 2012 ( Kalender bangsa Maya berakhir di tahun 2012) , maka kapankah YESUS datang kedunia untuk yang kedua kalinya 2.Apakah kedatangan YESUS yang kedua kali tsb terdiri dari 2 tahapan ?
Tahap pertama YESUS datang untuk menjemput mempelainya seperti yang dinubuatkan oleh HENOKH sebelum dia diangkat hidup2 naik ke Surga.
Tahap kedua YESUS datang untuk memerangi si Dajal dalam perang Harmagedon

Salam, Machmud

Jawaban:

Shalom Machmud,
1) Menurut interpretasi dari A Catholic Commentary on Holy Scripture, gen ed. Dom Orchard p. 637-638, 70 minggu tahun yang disebut dalam Kitab Daniel tersebut bukan untuk dipakai sebagai patokan menghitung kedatangan Yesus yang kedua kali (kiamat). Ke 70 minggu tersebut adalah untuk menghitung pemenuhan janji Allah tentang kedatangan Yesus yang pertama di dunia yang membawa keselamatan kepada umat manusia. Malaikat Gabriel mengatakan kepada nabi Daniel bahwa Mesias akan datang dalam waktu 70 minggu tahun dari saat pembangunan kembali Yerusalem (Dan 9:1-27). 70 minggu tahun (490 tahun) dari saat pembangunan kembali Yerusalem (sekitar tahun 458 BC), membawa kita kepada sekitar tahun 32 AD, tahun dimana Yesus disalibkan.
Kita percaya bahwa kedatangan Yesus yang kedua akan datang tiba-tiba, dan memang tidak menjadi bagian kita untuk berusaha meramalkannya. Sepanjang sejarah manusia, banyak orang sudah meramalkannya, dan tidak ada yang benar.
Nubuat nabi Daniel ini hanya salah satu saja dari nubuat nabi-nabi yang lain di sepanjang sejarah manusia, yang menunjuk kepada kelahiran Kristus sebagai Putera Allah yang menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia. Selanjutnya tentang nubuat-nubuat nabi tentang Kristus ini, sudah pernah dituliskan dalam artikel ini, silakan klik

2) Alkitab sebenarnya jelas mengatakan bahwa kedatangan Yesus yang kedua terjadi hanya sekali saja:
– Kedatangan Kristus akan dapat kelihatan oleh banyak orang:
“Lihat, Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia.” (Why 1:7)
“… semua bangsa di bumi…. akan melihat Anak Manusia itu datang di atas awan-awan di langit dengan kekuasaan dan kemulianNya.” (Mat 24:30)
Kedatangannya akan diiringi dengan bunyi sangkakala (Mat 24:31)
“…. dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia” (Mat 25:31)
-Kedatangan-Nya yang kedua akan sama seperti saat Ia naik ke surga:
“Yesus ini, yang terangkat ke surga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke surga” (Kis 1:9-11).
– Kedatangan Kristus akan menjadi akhir dunia dan membawa semua manusia kepada Pengadilan Terakhir (Mat 25) ….”Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas tahta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia  akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang …” (Mat 25:31-32)

Jadi menurut ajaran Gereja Katolik, kedatangan Yesus yang kedua kali di akhir jaman nanti hanya akan terjadi satu kali, dan itupun tidak rahasia, tetapi langsung terlihat oleh semua orang. Yesus akan datang kembali dalam kemuliaan-Nya dengan diiringi oleh para malaikat-Nya.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab