Home Blog

Mengapa Salib?

0

Hai, salam Katolisitas!

Mungkin kita pernah bertanya mengapa Tuhan Yesus memilih Jalan Salib untuk menebus dosa-dosa kita? Mengapa Ia mau menderita sehabis-habisnya sampai wafat bagi kita? Bukankah Ia dapat menebus dosa manusia hanya dengan bersabda,  ‘Aku mengampunimu dan  menghapuskan semua dosamu’, maka semua itu akan terjadi?” 

Ya, tentu saja Tuhan Yesus dapat mengampuni kita hanya dengan bersabda, kalau Ia menghendakinya. Tetapi nyatanya, bukan itu yang dilakukanNya. Ia memilih salib untuk menyatakan kasih-Nya yang begitu besar kepada kita dan untuk mengajar kita suatu pelajaran kehidupan yang sangat berharga. Sebab andaikan Ia hanya mengampuni dengan kata-kata saja, maka kita—umat manusia—tidak akan pernah mengetahui bagaimana dosa itu dapat dikalahkan. Kita tidak dapat belajar bagaimana mengalahkan kejahatan dan melepaskan diri dari keterikatan dosa yang telah kita lakukan. 

Tuhan Yesus memilih jalan yang sempurna untuk mengalahkan dosa yang telah memisahkan kita denganNya. Tuhan tahu bahwa kita, dengan kekuatan sendiri, tidak mampu mengalahkan dosa-dosa kita. Maka Kristus Sang Putra Allah yang mengambil rupa manusia, membayar hutang dosa kita kepada Allah Bapa, dan memohon kepada-Nya atas nama kita umat manusia, agar kita beroleh pengampunanNya. Dan rahmat pengampunan ini mendorong kita mengikuti teladan Kristus, yaitu untuk mengalahkan dosa dan kejahatan dengan kebenaran dan kasih.

“Bapa!” Yesus berseru. “Bapa, ampunilah mereka!” Tuhan Yesus tidak memperhatikan rasa sakit yang  dideritaNya melainkan, Ia memperhatikan kita dan agar dosa-dosa kita dapat diampuni. Karena dosa-dosa melukai hubungan kita dengan Allah, melawan Allah; dan juga, merusak diri kita sendiri. Maka Ia memohon kepada Allah Bapa agar mengampuni kita. Sebab kekerasan dan kejahatan hanya dapat dikalahkan oleh pengampunan dan kasih.

 Mari bertanya kepada diri kita sendiri pertanyaan ini:

“Sudahkah aku bertobat dan memohon pengampunan Allah?

Sudahkah aku mengampuni orang-orang yang menyakiti hatiku? 

Apakah aku memohon kepada Allah Bapa untuk keselamatan jiwa mereka?… 

Apakah yang pertama kali kupikirkan dalam penderitaanku:  diri sendiri, atau orang lain?”

Setiap kali memandang salib Kristus dan merenungkan penderitaan-Nya, kita melihat bahwa Yesus telah melakukan apa yang diajarkanNya sendiri tentang kasih sejati. “Kasihilah musuhmu, berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu….” Juga sabda-Nya: “Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat….” 

Perkataan ini tidak saja menjadi teladan tetapi juga menjadi harapan bagi kita. Sebab suatu hari nanti setiap kita akan berdiri di hadapan Allah Bapa yang telah kita kecewakan dengan dosa-dosa kita. Apa yang dapat kita lakukan, ketika semua kesalahan dan dosa kita dipaparkan dan semua perbuatan itu menuduh kita? Kita tak dapat berbuat apapun selain mengandalkan Tuhan Yesus, Putra Allah dan Juruselamat kita. Mari kita mengingat Kristus yang telah menderita di salib dan mencurahkan darah-Nya bagi kita, ketika Ia berkata, “Bapa, ampunilah mereka….  !” Kitalah yang telah menyebabkan darah Yesus tertumpah di kayu salib itu… Dan betapa oleh belas kasih-Nya yang begitu besar, Yesus mau berkorban untuk menyelamatkan kita dan semua orang.

“Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan!” Di tengah rasa sakit yang luar biasa itu, Yesus lebih memikirkan keselamatan kita umat manusia.  Perkataan-Nya itu adalah perkataan belas kasih bagi semua orang. Ia menggenapi Sabda-Nya sendiri, “Berbahagialah orang yang murah hati….” Sebab kemurahan hati seseorang dibuktikan bukan hanya dengan kerelaan berderma dan berbagi barang-barang jasmani, tetapi terutama, dengan kesediaan untuk mengampuni. Semoga teladan Yesus ini terpatri di dalam jiwa kita, supaya kita pun rela mengampuni. Biar bagaimanapun, luka-luka di hati kita karena disakiti orang lain sungguh bukan apa-apa jika dibandingkan dengan luka-luka Yesus. Ia telah sedemikian terluka, tidak hanya di jiwa tetapi juga di sekujur tubuh-Nya. Tetapi Ia tidak pernah berhenti mengasihi dan mengampuni. Tuhan Yesus tidak pilih-pilih dalam hal mengampuni, sebab Ia mau agar semua orang dapat sampai kepada keselamatan kekal.

Tuhan Yesus tak hanya mengampuni para algojo yang telah menyalibkanNya, tetapi juga, penjahat yang bertobat itu yang disalibkan di sisi-Nya. Sebab sementara penjahat lainnya menghujat Yesus, tetapi ia yang bertobat itu menegurnya dan akhirnya berkata: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai raja.” Maka Yesus berkata kepadanya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di Firdaus.” Yesus tidak hanya mengampuni, tetapi juga menjanjikan keselamatan kekal kepadanya. Maka terbentanglah perbedaan yang mencolok antara kedua orang yang disalibkan bersama Yesus. Yang satu bertobat, sedang yang lainnya menghujat Dia. Ini menunjukkan dua hal yang dapat terjadi sebagai akibat dari penderitaan. Penderitaan dapat membuat orang memberontak terhadap Tuhan, tetapi sebaliknya, dapat menyucikan jiwa dan membawanya untuk lebih dekat kepada Tuhan.

Sejauh ini, apakah yang terjadi dalam hidup kita kala mengalami penderitaan? 

Apakah penderitaan itu menyucikan jiwa kita dan mendekatkan kita pada Tuhan;  atau sebaliknya, malah membuat kepahitan dan menjauhkan kita dari Tuhan? 

Memandang salib Yesus, kita disadarkan bahwa penderitaan  dalam hidup kita mestinya menjadi kesempatan untuk menyatukan diri dengan Kristus. Ia telah lebih dahulu menderita bagi kita, demi kasih-Nya kepada kita. Maka kita pun mesti merangkul penderitaan kita demi kasih kita kepada-Nya. Bersama Yesus, penderitaan maupun pengorbanan menjadi jalan untuk penebusan dosa.   Sebab untuk mengalahkan dosa dalam diri kita, diperlukan kesediaan untuk berkorban, bermati raga dan berbagi kasih, agar kita dilepaskan dari belenggu cinta diri yang berlebihan.  Kalau kita berdosa terhadap orang lain, kita juga harus mau dengan rendah hati meminta maaf dan memperbaiki kesalahan kita. Sedangkan untuk mengalahkan dosa yang ditujukan orang lain kepada kita, itupun dibutuhkan kesediaan  kita untuk berkorban: yaitu mengampuni orang-orang yang telah berbuat salah kepada kita dan mendoakan mereka.  

Yesus, telah memberi teladan dan rahmat-Nya kepada kita. Ia telah lebih dulu mengampuni kita dan kini giliran kita untuk mengampuni sesama kita. Ini tidak mudah, sebab selain membutuhkan rahmat Tuhan, kesediaan mengampuni itu mensyaratkan pengorbanan kita, yang dibarengi dengan niat yang teguh dan kesungguhan untuk mewujudkannya. Kalau niat kita goyah, kita memandang salib Kristus, agar kembali diteguhkan untuk terus berjuang mengampuni, meskipun tidak mudah. Sebab hanya dengan mengampuni sesama, kita dapat memperoleh pengampunan dari Tuhan. 

Marilah berdoa:

+“O Yesus, 

dengan segenap jiwa, kami bersyukur atas pengorbananMu untuk menyelamatkan kami. Sebab begitu besarlah akibat dosa-dosa kami dan betapa mahal harga yang harus Kau bayar untuk menebusnya. Pengorbanan-Mu di kayu salib itu menjadi tanda dan bukti belas kasih-Mu yang tiada terbatas bagi  kami dan semua orang. Salib yang tadinya melambangkan dosa dan kematian, Kau ubah menjadi lambang pengampunan dan kehidupan kekal. Ya, Tuhan Yesus, terimalah pertobatan kami dan niat kami untuk memperbaikinya. Mampukanlah kami untuk berkorban demi kasih kami kepadaMu. Semoga dengan kekuatan yang berasal dari-Mu, kami dapat mengampuni orang-orang yang telah menyakiti hati kami.  Sebab kami berharap, suatu saat nanti kami dapat mendengar perkataan-Mu: “Pada hari ini engkau akan ada bersama-Ku dalam Kerajaan Surga.”

Amin.”
+


Teks Kitab Suci di bagian penutup:

“Sebab memang sesuai dengan keadaan Allah–yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan–yaitu Allah yang membawa banyak orang kepada kemuliaan, juga menyempurnakan Yesus, yang memimpin mereka kepada keselamatan, dengan penderitaan.” (Ibr 2:10)


“For it became Him for whom are all things and by whom are all things, who had brought many children into glory, to perfect the Author of their salvation, by His passion.” (Hebrew 2:10, Douay Rheims Bible)

Mau Dapat Indulgensi Penuh di Tahun Yubileum?

0

Mau menerima indulgensi dan pengampunan di tahun Yubelium ini? Ikuti terus video ini.

Hi, salam Katolisitas! 

Selama Tahun Yubelium 2025, Gereja menawarkan kesempatan istimewa kepada umat beriman untuk menerima indulgensi. Apa itu indulgensi, sudah pernah dibahas di video Katolisitas sebelumnya, jadi tidak diulangi lagi di sini.

Indulgensi di tahun Yubelium ini dimaksudkan untuk membantu kita memperoleh  pengalaman yang lebih mendalam akan belas kasih dan pengampunan Tuhan yang tak terbatas. Indulgensi diberikan kepada umat yang memohonkannya dengan melakukan tindakan kesalehan tertentu, seperti mengunjungi tempat-tempat suci, terlibat dalam doa-doa, dan melakukan karya amal.  Meskipun di tahun 2025 ini diberikan kesempatan perolehan Indulgensi secara khusus, ketentuan Indulgensi lainnya yang sudah pernah ditentukan, tetap berlaku.

Di Tahun Yubelium ini, indulgensi secara khusus dikaitkan dengan tindakan berziarah ataupun mengunjungi tempat-tempat suci dan memasuki pintu-pintu suci. 

Dalam ziarah ke tempat-tempat suci, yang disyaratkan adalah mengikuti Misa Kudus; atau Misa yang menyampaikan sakramen Inisiasi—Baptis, Penguatan, Komuni Pertama— atau Pengurapan Orang Sakit, atau salah satu dari ini: perayaan Sabda Tuhan, Ibadat Harian, Jalan Salib, atau Doa Rosario. 

Atau mengunjungi salah satu dari 4 Basilika di Roma: yaitu 1) Basilika St. Petrus; 2) Basilika St. Yohanes Lateran; 3) Basilika Santa Maria Maggiore dan 4) Basilika St. Paulus di luar tembok. 

Atau mengunjungi sekurang-kurangnya satu dari 3 basilika di Tanah Suci: 1) Basilika Holy Sepulchre di Yerusalem; 2) Basilika Nativity di Betlehem; 3)  Basilika Annunciation di Nazaret.

Atau mengunjungi  gereja-gereja Katedral  atau gereja lainnya yang ditetapkan oleh keuskupan setempat,  tempat-tempat ziarah Bunda Maria, tempat-tempat suci nasional maupun internasional.

Di bawah video ini juga disampaikan nama gereja-gereja di Roma dan di bagian dunia lainnya, yang disebutkan dalam Dekrit tentang Indulgensi 2025 oleh Paus Fransiskus, dan juga gereja-gereja dan tempat-tempat suci lainnya yang ditetapkan oleh keuskupan, contohnya ziarah ke 9 gereja di 9 dekanat yang ada di Keuskupan Agung Jakarta.

Basilika Holy Cross, 

Basilika St. Lawrence, 

Basilika St. Sebastian, 

gereja Holy Spirit di Sassia, 

gereja St. Paulus di Tre Fontane, tempat kemartirannya,

Katakomba-katakomba di Roma, 

basilika Santa Maria sopra Minerva, 

gereja St. Brigita di Campo de’ Fiori, 

gereja Santa Maria della Vittoria,  

gereja Trinità dei Monti, 

Basilika  St. Cecilia di Trastevere,  dan 

Basilika  St. Agustinus di Campo Marzio.

Di bagian dunia lainnya, seperti:

2 Basilika di Assisi, yaitu Basilika St. Fransiskus  dan basilika Ratu para malaikat, 

Basilica Our Lady of Loreto, of Our Lady Pompei, 

St. Antonius dari Padua, 

basilika minor manapun)

Di Indonesia, contohnya:

Keuskupan Agung Jakarta: Ziarah ke 9 gereja di 9 dekanat yang ada di KAJ.

Keuskupan Surabaya: gereja Katedral Hati Kudus Surabaya, gereja Kelahiran St. Perawan Maria Surabaya, tempat ziarah Bunda Maria di Pohsarang, Kediri, Gua Maria Sendangrejo Wereskat Blora, tempat ziarah Sendangrejo Blitar, Gua Maria Fatima Klepu Ponorogo.

Keuskupan Semarang: Gereja Katedral St. Perawan Maria Ratu Rosario Suci Randusari Semarang, gereja St. Ignatius Magelang, gereja St. Perawan Maria Regina Purbowardayan Solo, gereja St. Yohanes Rasul Pringwulung Yogyakarta dan gereja St. Maria Bunda Penasihat Baik Wates, gua Maria Kerep Ambarawa, gua Maria Sendangsono, gua Maria Mojosongo, Candi Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran, dan makam Kerkof Muntilan.

Keuskupan Bandung: gereja St. Petrus Katedral Bandung,  gereja Bunda Maria- Garut;  gereja  HTBSP- Buah Batu; gereja St. Maria Fatima- Lembang, gereja Bunda Tujuh Kedukaan- Pandu, gereja Kristus Raja- Cigugur, gereja St. Yusuf- Cirebon, gereja Salib Suci- Kamuning; gereja Kristus Sang Penabur- Subang. 

Keuskupan Bali: gereja Katedral Roh Kudus, Denpasar.

Selanjutnya, bagi kita umat Katolik, syarat untuk memperoleh Indulgensi Penuh adalah sebagai berikut: (berdasarkan Dekrit Paus https://www.vatican.va/roman_curia/tribunals/apost_penit/documents/rc_penitenzieria-ap_20240513_norme-indulgenza-giubileo2025_en.html; dan Manual Indulgensi, edisi ke 4 )

  1. Telah menyatakan intensi untuk memohon perolehan Indulgensi, dalam doa Pagi ataupun sebelum melakukan tindakan yang disyaratkan.

(contoh doa persembahan pagi:  https://youtu.be/UgTkdo_t_aE )

  1. Sungguh bertobat dan telah menerima sakramen Tobat.
  2. Menerima Komuni Kudus pada hari tersebut.
  3. Melakukan ziarah atau mengunjungi tempat-tempat suci atau Pintu Suci seperti yang telah disebutkan tadi, baik secara pribadi ataupun dalam kelompok. 

Pada saat memasuki Pintu Suci,  dengan hati tulus berdoa, contohnya:

“Tuhan, kasihanilah aku, orang berdosa ini, dan berikanlah rahmat-Mu kepada kami…”

Setelah masuk ke gereja, berdoa Tahun Yubelium 2025

Berdoa untuk intensi Bapa Paus—kalau tidak tahu, ini dapat digantikan dengan doa 1 kali Bapa Kami dan 1 kali  Salam Maria—dilanjutkan dengan doa untuk Bapa Paus dan Gereja

Mengikuti Misa kudus atau

Melakukan Adorasi Sakramen Mahakudus dan meditasi, yang diakhiri dengan doa 1x Aku Percaya, 1x Bapa Kami dan 1x Salam Maria atau doa penghormatan kepada Bunda Maria dan mohon dukungan doanya.

Berdoa untuk memperbarui iman, contoh:

“Tuhan Yesus, aku percaya kepada-Mu… dilanjutkan dengan doa pribadi 

  1. Syarat yang terakhir adalah: Terbebas dari ikatan dosa apapun (termasuk dari dosa ringan), setidak-tidaknya sampai pelaksanaan tindakan yang disyaratkan ini. Kalau syarat ini tidak terpenuhi, maka yang diperoleh adalah Indulgensi Sebagian.

Nah, bagi orang-orang yang karena tugas ataupun keadaan tidak dapat mengunjungi tempat-tempat suci ini, mereka tetap dapat menerima indulgensi yang sama, kalau dengan sungguh bertobat menyatukan hati dengan umat beriman, mereka melakukan hal-hal ini: 1) secara pribadi mengikuti saat pesan Paus/ Uskup disampaikan melalui media komunikasi,  2)  mendoakan  Bapa Kami, Aku Percaya dan doa Yubelium, di rumah atau tempat manapun mereka berada, dengan mempersembahkan penderitaan dan kesulitan yang sedang dihadapi.

  1. Selain ziarah, atau mengunjungi tempat-tempat suci, Indulgensi Penuh juga dapat diberikan kalau kita mau  menjadi tanda harapan bagi sesama yang sedang mengalami kesusahan apapun (Spes non confundit 10), dengan melakukan karya belas kasih dan silih sebagai tanda pertobatan, yaitu:

Karya belas kasih jasmani: memberi makan yang lapar, minum kepada yang haus, memberi pakaian kepada yang tidak punya, tumpangan pada orang asing, mengunjungi orang sakit dan yang di penjara atau kaum manula dan berkebutuhan khusus, atau menguburkan orang yang meninggal.

Karya belas kasih rohani: menasihati yang bimbang, mengajar yang tidak tahu, menegur sesama yang berdosa, menghibur yang berdukacita, mengampuni yang bersalah kepada kita, bersabar kepada orang yang menjengkelkan kita dan mendoakan sesama, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.

Menyumbang orang miskin, mendukung karya sosial atau religius, membantu yatim piatu, orang tua/ lansia yang kesepian atau membutuhkan bantuan.

Meski menurut ketentuan, Indulgensi Penuh hanya dapat diperoleh 1x dalam sehari, (cf. Enchiridion Indulgentiarum, IV ed., norm. 18, § 1), tetapi  umat beriman melakukan perbuatan amal kasih atas nama jiwa-jiwa di Purgatorium, kalau mereka menerima Komuni Kudus yang kedua kali pada hari itu, mereka dapat memperoleh Indulgensi Penuh yang kedua, yang dapat ditujukan hanya kepada jiwa orang yang sudah meninggal.  Di sini orang yang berdoa disatukan dalam Tubuh Kristus dengan orang-orang yang telah meninggal.  Indulgensi Yubelium memang dimaksudkan secara khusus bagi mereka yang telah meninggal agar mereka memperoleh belas kasih Allah yang sepenuhnya (lih. Spes non Confundit, 22).

Perbuatan amal kasih ini dapat dilakukan setiap hari, sehingga kalau syarat-syarat lainnya terpenuhi, maka kita dapat memperoleh indulgensi penuh setiap hari. 

Berpantang minimal sekali seminggu, misal pantang sosial media, pantang daging atau makanan tertentu.

Tentu saja Indulgensi Penuh diperoleh asalkan syarat-syarat lain untuk perolehan Indulgensi penuh terpenuhi, termasuk yang paling sulit, yaitu: ketidakterikatan dengan dosa apapun, termasuk dosa ringan, setidaknya sampai pelaksanaan tindakan yang disyaratkan.

Nah, teman-teman, memohon indulgensi bukan semata-mata menginginkan penghargaan/reward, tetapi ini adalah proses yang dapat mengubah hati. Supaya apa? Supaya kita yang melakukannya dapat lebih bersungguh- sungguh mempraktekkan hidup Kristiani yang sejati.  Dengan demikian hubungan kita dengan Allah dan sesama diperbaharui, dan kita mengalami rahmat Tuhan yang mampu mengubah segala sesuatu. 

Kalau Tuhan ada, kenapa ada penderitaan?

0

Hai, salam Katolisitas! Aku Stefani

Aku pernah ditanya sama temenku,

“Kalo Tuhan beneran ada, terus kenapa ada penderitaan? Kenapa orang hidupnya ga hepi hepi semua aja?”

Abis itu mereka berargumen,karena manusia hidupnya banyak yang menderita, berarti ya ga ada Tuhan, karena kalo ada Tuhan ga mungkin ada penderitaan. Nah tapi sebenernya ini asumsi yang salah, karena sebenernya Tuhan ga nyiptain penderitaan, tapi memang Tuhan bisa izinkan penderitaan terjadi dengan tujuan yang baik. Yuk kita bahas sama-sama!

Jadi, sejak awal mula Allah menciptakan segala sesuatu dengan baik dan teratur. Dalam kitab Kejadian 1:31 dituliskan,

“Allah melihat segala yang dijadikanNya itu, sungguh amat baik”.

Allah yang adalah Sang Kebaikan dan Kasih, ga mungkin menciptakan dunia yang jahat dan ga mungkin juga Allah menjadi sumber kejahatan moral, karena hal itu bertentangan dengan kodratNya. Jadi ga mungkin Allah melakukan atau menghendaki sesuatu yang jahat bagi umat manusia, dan karena itu juga, Allah ga nyiptain dosa dan penderitaan. Ga mungkin Allah sengaja nyuruh manusia berdosa. Justru sebaliknya, manusia-lah yang dengan kehendak bebasnya, memilih berbuat dosa dan menolak taat sama Allah.

Tapi keputusan manusia buat berdosa pun, ga lepas dari pengetahuan Allah. Allah tau manusia akan berbuat dosa dan karena itulah, Allah udah siapin rencana yang luar biasa buat nyelamatin manusia yang jatuh dalam dosa, yaitu dengan mengutus PutraNya, Tuhan kita Yesus Kristus, buat menyelamatkan manusia dari dosa, karena Allah amat sangat mengasihi manusia dan ga akan biarin manusia jatuh dalam dosa dan mati begitu aja.

Allah nggak menciptakan dosa dan penderitaan, dan Ia juga nggak ngedorong manusia supaya jatuh ke dalam dosa dan penderitaan, tapi Allah mengizinkan penderitaan terjadi pada manusia, karena Allah udah punya rencana yang lebih besar, yang bisa nyelamatin manusia dari dosa dan penderitaannya. Umumnya penderitaan adalah akibat dosa manusia, entah dosa orang yang bersangkutan atau dosa orang lain. Tetapi kalau sampai Tuhan izinkan itu terjadi, itu adalah karena Tuhan dapat mendatangkan kebaikan yang lebih besar kepada orang itu, maupun juga kepada orang-orang lain.

Jadi pertama-tama Allah mengizinkan kita ngalamin penderitaan sebagai bentuk pendisiplinan dan pengudusan, seperti apa yang dialami oleh Rasul Paulus yang dituliskan dalam suratnya, 2 Kor 12:7-10. Dan kedua, Allah juga menggunakan penderitaan kita buat menjadi berkat bagi sesama, supaya membantu sesama sampai pada keselamatan kekal. Penderitaan yang kita terima dengan iman bisa menjadi kesaksian buat membawa orang-orang di sekitar kita supaya mereka juga bisa mengenal Kristus yang nguatin kita dalam penderitaan kita. Rasul Paulus juga menuliskan tentang ini dalam Gal 4:13. Dengan kita sharing gimana kita bisa ngelewatin penderitaan kita bersama Kristus, kita juga bisa membawa orang lain menyadari kalo mereka pun bisa ngelewatin penderitaan mereka bersama Kristus yang mengasihi dan nguatin mereka.

Selain itu, St. Paus Yohanes Paulus II juga menulis tentang arti penderitaan dalam surat apostoliknya, Salvifici Doloris. Ia mengajar kita melihat penderitaan seperti Ayub melihat penderitaan yang dialaminya, karena memang penderitaan itu bisa terjadi pada orang-orang yang ga bersalah dengan tujuan buat pertobatan dan membangun kembali kebaikan dalam diri orang yang ngalamin penderitaan itu. Kita cuma bisa memahami misteri penderitaan dalam terang Kristus dan kalo kita bisa merasakan kasih Tuhan yang begitu besar, barulah kita bisa mengerti alasan dari penderitaan yang kita alami. Karena Tuhan Yesus pun ngalamin penderitaan yang begitu luar biasa, mulai dari difitnah, dicaci maki, bahkan juga penderitaan fisik, dicambuk, disuruh manggul salib, dan bahkan sampe akhirnya wafat di kayu salib. Semua itu karena kasihNya yang begitu besar buat kita, sampe Ia mau nyerahin diri sehabis-habisnya dan menderita dengan begitu besar demi menebus dosa-dosa kita. Sebenernya pengorbanan Yesus ini lah yang akhirnya juga tercermin dalam diri para rasul, dan para martirNya, yang dengan heroik, demi cinta pada Tuhan dan sesama, mereka mau nyerahin diri sehabis-habisnya.

Kita pun juga bisa belajar dari kasih Tuhan ini, dengan menerima dengan lapang hati, setiap penderitaan yang Tuhan izinin terjadi di hidup kita, karena Ia punya rencana yang besar buat masing-masing dari kita. Sesuai janji Tuhan sendiri, yang dikatakan dalam Yer 29:11, yaitu bahwa rancangan Tuhan itu adalah

“rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”

Sampe ketemu lagi di video lainnya ya temen-temen, terima kasih dan Tuhan memberkati, babaii

Yubelium 2025: Peziarah pengharapan

0

Tema dari Yubelium 2025 adalah Peziarah Pengharapan. Apa maksudnya?

Hi, selamat datang di Katolisitas.

Dalam bulla Yubelium yang berjudul Spes non Confundit (Pengharapan tidak mengecewakan), Paus mengajak semua umat beriman untuk selalu berharap, di tengah ketidakpastian dunia dan masa depan. Kita diajak untuk memperbarui harapan

“karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus” (Rm 5:1-2,5).

Pengharapan ini lahir dari kasih Allah dan didasarkan pada kasih Allah yang memancar dari hati Tuhan Yesus yang tertikam di kayu salib. Pengharapan ini selalu hidup, karena kurban Kristus itu selalu hidup dan hadir di tengah Gereja-Nya.

Nah, sekarang pertanyaannya, pengharapan apa yang dimaksud oleh Paus?

Pertama, pengharapan akan perdamaian dunia. Kita berdoa dan berharap agar para pemimpin dunia membuat langkah-langkah konkret untuk melakukan diplomasi untuk perdamaian dunia.

Kedua, berharap untuk memiliki semangat hidup dan kemauan untuk berbagi. Keterbukaan terhadap kehidupan dari pasangan suami istri yang bertanggungjawab adalah rencana Allah, yang perlu didukung oleh negara melalui undang-undangnya, dan juga oleh komunitas umat beriman dan masyarakat. Sebab tanpa hal ini, negara pada akhirnya akan mengalami penurunan angka kelahiran yang mengkhawatirkan. Kita perlu mengusahakan masa depan yang diisi oleh tawa bayi dan anak-anak, menemukan kembali sukacita kehidupan dan tidak membatasi keinginan hanya untuk memenuhi kebutuhan material.

Ketiga, kita dipanggil untuk menjadi tanda harapan bagi saudara-saudari kita yang mengalami berbagai kesulitan, contohnya, para tahanan, orang-orang sakit, mereka yang berkebutuhan khusus.

Keempat, kita dipanggil untuk mendukung kaum muda, yang merupakan perwujudan pengharapan, tidak saja bagi Gereja, tapi juga dunia. Gereja perlu menjangkau kaum muda dan peduli kepada mereka. Kaum muda perlu didukung untuk mencapai masa depan yang baik, agar mereka tidak lekas menyerah, melarikan diri ke narkoba dan kesenangan-kesenangan sesaat yang merusak diri sendiri.

Kelima, kita dipanggil untuk menyambut dan menghormati martabat para migran, yang meninggalkan tanah air mereka untuk mencari kehidupan yang lebih baik ataupun menghindari perang dan kekerasan. Mereka tetap perlu diberikan akses kepada pekerjaan dan pendidikan.

Keenam, kita dipanggil untuk memberikan perhatian dan dukungan kepada para lansia, yang dari mereka diperoleh pengalaman, kebijaksanaan dan kontribusi yang masih dapat mereka berikan. Semoga komunitas Kristiani dan masyarakat dapat bekerjasama memperkuat hubungan antar generasi.

Ketujuh, kita dipanggil untuk memberikan harapan kepada kaum miskin yang jumlahnya milyaran, yang berkekurangan dalam kebutuhan pokok. Kita didorong untuk lebih aktif terlibat untuk meringankan beban mereka. Sebab orang miskin selalu ada di sekitar kita, maka kita dipanggil untuk bermurah hati kepada sesama yang membutuhkan bantuan.

Paus Fransiskus menyatakan bahwa kita sebagai umat Kristiani mempunyai dasar kuat untuk berharap, karena Kristus lah yang memberikan kehidupan kekal sebagai kebahagiaan kita. Tanpa dasar yang ilahi ini dan harapan kehidupan kekal, maka segala kesulitan hidup, penderitaan dan kematian dapat membuat orang berputus asa. Tetapi kalau kita punya pengharapan yang menyelamatkan, kita dapat memandang bahwa sejarah kehidupan kita tidak dimaksudkan untuk mencapai jalan buntu tetapi untuk mengalami perjumpaan dengan Kristus yang mulia.

Kristus yang telah wafat dan bangkit inilah yang menjadi dasar pengharapan kita, sebab di dalam Dia lah kita telah dikuburkan dalam Pembaptisan, dan memperoleh anugerah kehidupan baru yang menghantarkan kita kepada hidup kekal. Dalam pengharapan ini kita akan tetap dapat menghadapi realitas kematian dari orang-orang yang kita kasihi, sebab kita percaya akan kehidupan kekal, dan berharap kelak kita akan dipertemukan kembali dengan mereka, dalam kebahagiaan kekal. Para martir adalah para saksi yang terkuat akan pengharapan kehidupan kekal. Mereka memilih melepaskan hidup mereka di dunia daripada mengkhianati Tuhan, karena hati mereka terarah pada kehidupan kekal.

Tetapi tidak terpisah dari kematian dan kehidupan kekal adalah penghakiman Allah. Dalam pengadilan ini kita akan mengenal misteri kemurahan hati Allah, di mana kita akan melihat kebenaran dan kasih Allah dinyatakan. Semua kejahatan yang telah diperbuat setiap orang tidak bisa disembunyikan, dan semua ini perlu dimurnikan sebelum ia dapat mengalami perjumpaan yang definitif dengan Allah. Di sinilah kita melihat perlunya doa-doa kita bagi semua orang yang telah beralih dari dunia ini, karena kita semua sebagai anggota Tubuh Kristus saling terhubung dalam persekutuan para kudus yang saling mendoakan satu sama lain. Indulgensi Yubelium dimaksudkan secara khusus bagi mereka yang telah mendahului kita, agar mereka dapat memperoleh belas kasihan sepenuhnya.

Indulgensi yang di zaman dulu juga sering diartikan sebagai belas kasihan merupakan ungkapan pengampunan Tuhan yang tak terbatas. Tapi tentu pengampunan diperoleh bagi orang yang bertobat, dan disinilah pentingnya Sakramen Tobat. Dalam sakramen Tobat kita memperoleh pengampunan dosa, di mana tergenapi teks Mazmur ini,

“Dialah [Tuhan] yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat … Tuhan adalah Penyayang dan Pengasih…” (Mzm 103: 3-4, 8).

Di sakramen ini kita mengizinkan Tuhan menghapus dosa-dosa kita dan memulihkan kita, memeluk kita kembali, mendamaikan kita dengan diri-Nya dan menikmati pengampunan-Nya.

Namun meski sudah diampuni, setiap dosa meninggalkan bekasnya. Karena setiap dosa mempunyai konsekuensi, bahkan dosa ringan, karena mengandung keterikatan yang tidak sehat pada makhluk ciptaan. Karena itu, kita masih perlu disucikan, entah semasa kita hidup di dunia atau kelak setelah kematian. Di sinilah, perolehan indulgensi dapat membantu kita.

Setelah kita sadari bahwa kita menerima belas kasih Tuhan melalui indulgensi ini, kita pun dipanggil untuk berbelas kasih kepada sesama kita. Kita perlu memaafkan orang lain yang bersalah kepada kita. Sebab dengan demikian kita dapat menjalani masa depan dengan kehidupan yang lebih baik, bebas dari kemarahan dan permusuhan.

Akhirnya, Paus mengajak kita semua melihat teladan Bunda Maria yang merupakan saksi yang paling mulia bagi pengharapan. Pada saat berdiri di kaki salib Yesus itu, ia mengingat kembali apa yang pernah dinubuatkan oleh Simeon, bahwa Putranya itu akan menjadi tanda perbantahan dan bahwa suatu pedang akan menembus jiwanya. Walau hatinya diliputi kesedihan yang sangat mendalam karena menyaksikan Putranya disiksa sampai wafat, Bunda Maria tetap berharap pada Allah.

Tahun Yubelium ini adalah tahun suci yang ditandai pengharapan kita di dalam Tuhan. Melalui kesaksian kita, semoga pengharapan menyebar kepada semua orang yang mencarinya. Semoga kekuatan pengharapan mengisi hari-hari kita sementara kita menantikan kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus. Bagi-Nya pujian dan kemuliaan, sekarang dan selamanya!

Pintu Suci: Misteri dan Simbolisme Yubileum

0

Banyak orang mungkin bertanya, apa hubungannya Yubelium dengan Pintu Suci? Apakah simbolisme dan misteri yang terkandung dalam perayaan Yubelium ini?


Hi, selamat datang di Katolisitas.

Teman-teman, meski secara resmi Tahun Yubelium diperingati Gereja sejak tahun 1300, praktek membuka Pintu Suci sebagai bagian dari perayaan Yubelium baru dimulai oleh Paus Martinus V di tahun 1423.  Itulah pertama kalinya Pintu Suci dibuka secara seremonial untuk menandai dimulainya Tahun Yubelium. Pintu Suci tersebut  melambangkan pembukaan jalan menuju keselamatan dan rahmat, yang mengundang umat beriman untuk masuk dalam pertobatan dan pembaruan rohani. Atau dalam perkataan St. Paus Yohanes Paulus II,  Pintu Suci menandai 

“perjalanan dari dosa menuju kasih karunia yang harus dilakukan oleh setiap orang Kristiani. Dalam Injil, Yesus berkata: ‘Akulah pintu’ (Yohanes 10:7), untuk memperjelas bahwa tidak seorang pun dapat datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Dia.  Yesuslah Juruselamat yang diutus oleh Bapa. Yesus, satu-satunya jalan menuju keselamatan. Dalam Yesuslah Mazmur ini tergenapi secara penuh: ‘Inilah pintu Tuhan, tempat orang-orang benar dapat masuk’ (Mazmur 118:20).”  (Incarnationis Mysterium, 8)

Jadi masuk melalui pintu—menurut Paus—adalah mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan. Dengan ini, iman kita akan Dia dikuatkan, supaya kita dapat hidup sebagai anak-anak Allah. Yaitu untuk berani meninggalkan dosa dan hidup yang lama, karena tahu, yang kita peroleh adalah hidup ilahi (Mat 13:44-46). 


Selanjutnya, Paus Fransiskus menjelaskan tentang makna Pintu Suci ini dalam Bulla Spes Non Confundit.

Pertama, Pintu Suci mempunyai arti Teologis sebagai gambar atau simbol Kristus sebagai Gerbang Keselamatan.  Kristus sering disebut sebagai “pintu” atau “gerbang” menuju keselamatan. Ini disebut dalam Yohanes 10:9. Yesus menyatakan,

“Akulah pintu; jika seseorang masuk melalui Aku, ia akan diselamatkan.”

Tindakan membuka Pintu Suci selama Yubelium adalah pernyataan yang jelas akan kebenaran ayat ini. Umat beriman diundang untuk memasuki hubungan yang lebih dalam dengan Kristus.


Kedua, Pintu Suci  melambangkan undangan untuk pertobatan dan pembaruan:

Yubelium adalah waktu untuk pertobatan dan pembaruan rohani. Pintu Suci mewakili batas antara kehidupan lama dalam dosa dan kehidupan baru dalam rahmat. Melewati pintu adalah tindakan iman dan pertobatan, melambangkan keinginan umat beriman untuk meninggalkan dosa di masa lalu dan merangkul komitmen baru untuk hidup sesuai Injil.


Ketiga, Pintu Suci adalah simbol rahmat Tuhan. Paus Fransiskus menekankan Yubelium sebagai waktu untuk mengalami rahmat Tuhan yang tak terbatas. Pintu Suci adalah simbol yang mengingatkan akan rahmat Tuhan ini, yang membukakan kesempatan unik bagi umat beriman untuk menerima rahmat pengampunan dan rekonsiliasi. Ini adalah panggilan kepada kita untuk percaya akan kasih Tuhan dan meneruskan rahmat itu kepada orang lain.


Keempat, Ziarah memasuki Pintu Suci memiliki dimensi komunal dan Gerejawi.

Sebab ziarah ke Pintu Suci bukan hanya merupakan perjalanan individu tetapi juga perjalanan komunal, bersama komunitas. Ini mencerminkan kesatuan Gereja dan perjalanan iman bersama. Yubelium mendorong umat beriman untuk bersatu sebagai komunitas, saling mendukung dalam pertumbuhan rohani dan komitmen untuk menjalani nilai-nilai Injil.


Kelima, Pintu Suci melambangkan harapan yang mengundang umat beriman untuk  mempercayai janji-janji Tuhan dan untuk menemukan tujuan dan arah baru dalam hidup mereka. Judul bulla Spes Non Confundit berarti “Harapan Tidak Mengecewakan,” menekankan Yubelium sebagai waktu harapan dan pembaruan. Selalu ada pintu pengharapan bagi orang beriman. 


Keenam, Pintu Suci mengingatkan kita akan panggilan untuk membawa  perubahan di dunia, mewujudkan nilai-nilai Injil dalam kehidupan sehari-hari. Paus Fransiskus menyerukan agar Yubelium menjadi waktu untuk bertindak, waktu untuk memasuki keadaan di mana umat beriman melakukan prinsip-prinsip keadilan, perdamaian, dan rekonsiliasi. 

Ketujuh, Pintu Suci adalah simbol dari misteri kasih Tuhan, yang  menawarkan sekilas tentang kedalaman belas kasih Tuhan dan undangan untuk berpartisipasi dalam kehidupan ilahi-Nya. Pintu melambangkan undangan untuk masuk ke dalam. Yubelium mengundang umat beriman untuk merenungkan lebih dalam, misteri kasih Tuhan yang mampu mengubah segala sesuatu.

Sebagai kesimpulan, Pintu Suci, sebagai simbol sentral dari Yubelium, merangkum misteri dan simbolisme dari waktu suci ini. Kita sebagai umat beriman diundang untuk memulai perjalanan iman, melakukan pertobatan, pembaruan diri, dan mewujudkannya dalam tindakan nyata. Kita diingatkan bahwa perayaan Yubelium tetap aktual dan relevan di saat ini, sebab olehnya kita diundang untuk mengalami kekuatan rahmat dan kasih Tuhan yang mampu mengubah hidup kita dan orang-orang di sekitar kita menjadi lebih baik.

Sejarah Tahun Yubileum

0

Ada pertanyaan: Apa sih yang mendasari adanya Tahun Yubelium? Apa ini hanya inovasi Gereja Katolik? Yuk kita bahas…


Hai! Salam Katolisitas!
Tahun Yubelium atau Yobel berakar dari sejarah bangsa Israel yang dicatat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, khususnya di Kitab Imamat bab 25. Tahun Yobel  dirayakan setiap 50 tahun sekali, yang ditandai dengan bermacam ketentuan untuk memperbaiki keadaan sosial dan ekonomi, agar tercapailah keadilan dan keseimbangan dalam komunitas Israel. Ciri utama tahun Yobel ini adalah pengembalian tanah kepada pemilik aslinya, penghapusan hutang dan pembebasan budak Israel. Ketentuan ini dianggap sebagai perintah Allah untuk mencegah pemusatan kekayaan dan kekuasaan pada segelintir orang, supaya tidak ada orang-orang yang miskin selamanya; ataupun yang kehilangan tanah leluhurnya. Prinsip dasarnya adalah bahwa Allah-lah pemilik tanah dan segala segala sesuatunya, sedangkan  manusia hanya pengelolanya saja. Karena itu, tak seorang pun dapat mengklaim kepemilikan secara eksklusif yang dapat menyebabkan ketidakadilan dalam masyarakat. 

Yobel sendiri dirayakan pada hari Pendamaian, yaitu saat komunitas mencari pengampunan dan rekonsiliasi dengan Allah. Dalam Tradisi Yahudi, selama berabad-abad tahun Yobel dirayakan dengan penekanan pentingnya peran komunitas dan kebersamaan untuk memberikan kebebasan dan hak milik kembali kepada orang-orang miskin. Tahun Yobel menjadi kesempatan yang mengingatkan bangsa Israel akan Kerahiman Allah dan pentingnya keadilan sosial, yaitu bahwa komunitas harus peduli kepada anggota-anggotanya yang miskin/ lemah.

Dalam sejarah Gereja, Tahun Yubelium pertama kali dirayakan pada tahun 1300 oleh Paus Bonifasius VIII. Perayaan ini didahului oleh beberapa peristiwa pemberian kemurahan hati untuk memperoleh pengampunan dosa, seperti yang dilakukan oleh Paus St. Celestinus V bagi para peziarah yang mengunjungi Basilika St. Maria di Collemaggio di Aquila, tanggal 28 dan 29 Agustus tahun 1294, atau bahkan sebelumnya tahun 1216,  ketika Paus Honorius III mengabulkan permohonan St. Fransiskus Asisi untuk memberikan indulgensi kepada umat yang mengunjungi Porziuncola pada tanggal 1 dan 2 Agustus. Juga di tahun 1222, Paus Callistus II menetapkan bagi para peziarah ke Santiago de Compostela, bahwa Yubelium dapat dirayakan ketika Pesta Rasul Yakobus jatuh pada hari Minggu (lih. Spes non Confundit, 5). Perayaan Yubelium ini kemudian dirayakan Gereja Katolik setiap 25 tahun sekali.

Selain ziarah, dalam tradisi Kristiani, Yobel/ Yubelium diartikan  sebagai masa rahmat, pertobatan dan rekonsiliasi.  Menjelang tahun 2000, Paus Yohanes Paulus II, dalam surat apostoliknya Tertio Millennio Adveniente, mengatakan,

“Bagi Gereja, Yubelium secara jelas  merupakan ‘tahun rahmat Tuhan’, tahun pengampunan dosa dan hukuman sementara yang harus dijalani karenanya, tahun rekonsiliasi antara pihak-pihak yang berselisih, dan tahun pertobatan …  Tradisi tahun-tahun Yubelium melibatkan pemberian pengampunan dosa dalam skala yang lebih besar daripada waktu-waktu lainnya.” (Tertio Millennio Adveniente, 14)

Jadi Tahun Yubelium adalah waktu untuk pembaruan rohani, pengampunan dosa, dan perayaan belas kasih Allah. Paus menghubungkan praktek tahun Yobel dalam Perjanjian Lama  dengan penggenapannya dalam Perjanjian Baru yaitu dalam ajaran iman tentang keselamatan dan penebusan melalui Kristus. Selama Tahun Yubelium, kita umat Katolik memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk pertobatan dan melakukan penitensi yang  berguna bagi pertumbuhan rohani kita, dan juga bagi kesejahteraan sesama, terutama mereka yang miskin dan tersingkir. 

Paus Fransiskus melanjutkan tradisi ini, dengan menekankan Tahun Yubelium sebagai waktu untuk mengalami belas kasih Tuhan dan harapan. Setelah menyebut dua Tahun Yubelium sebelumnya yaitu tahun 2000 dan 2015, Paus berkata,

“Sekarang saatnya telah tiba untuk Yubelium baru, ketika sekali lagi Pintu Suci akan terbuka lebar untuk mengundang setiap orang kepada pengalaman yang mendalam akan kasih Allah yang membangkitkan dalam hati harapan pasti akan keselamatan dalam Kristus. Tahun Suci juga akan membimbing langkah kita menuju perayaan mendasar lainnya bagi semua orang Kristen: tahun 2033, yang  akan menandai peringatan dua ribu tahun penebusan yang dimenangkan oleh sengsara, wafat, dan kebangkitan Tuhan Yesus” (Spes non Confundit, 6). 

Itulah sebabnya tahun Yubelium ini disebut sebagai Tahun Yubelium Pengharapan.

Paus Fransiskus menekankan perlunya Gereja menjadi tempat penyambutan dan penyembuhan, terutama bagi mereka yang terpinggirkan oleh masyarakat. Tahun Yubelium adalah kesempatan bagi Gereja untuk mewujudkan belas kasih Allah secara nyata dan mendorong tindakan amal dan belas kasih kepada sesama yang membutuhkan. Juga, Yubelium memberi kesempatan untuk berefleksi, baik pribadi maupun kelompok,  untuk mempertimbangkan apa yang dapat dilakukan untuk ikut  menciptakan keadaan masyarakat yang lebih adil dan merata.  Maka nilai inti  Yubelium adalah pengampunan, pemulihan, kesediaan berbagi kepada sesama yang membutuhkan. Prinsipnya, kita yang menerima kemurahan hati Tuhan mesti juga bermurah hati kepada sesama. 

Jadi teman-teman, tahun Yubelium bukan sesuatu yang tiba-tiba diadakan oleh Gereja Katolik. Tahun Yubelium adalah praktek yang sudah diajarkan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, dan telah diterapkan oleh bangsa Israel. Gereja—sebagai bangsa pilihan Allah yang baru—melanjutkan tradisi  tahun Yubelium sebagai cerminan belas kasih Allah, keadilan dalam hubungan antarmanusia dan  rekonsiliasi. Konsep Yubelium tetap relevan dan dapat membawa dampak positif dalam kehidupan religius dan sosial. Mari kita renungkan tanggung jawab kita terhadap Allah dan sesama, demi tatanan masyarakat yang lebih adil dan merata, yang dipenuhi semangat kasih dan persaudaraan. Selamat merayakan Tahun Yubelium 2025!

Keep in touch

18,000FansLike
17,700FollowersFollow
30,300SubscribersSubscribe

Podcasts

Latest sermons