Home Blog Page 290

Bolehkah memohon leluhur mendoakan kita?

31

Pertanyaan:

Shallom bu inggrid dan pak stef,

Berkaitan dengan api penyucian ini, apakah berlaku sebaliknya orang yang sudah meninggal (bukan santo/santa) dan dlm api penyucian bisa mendoakan kita yang masih hidup? terus terang saya bingung karena ada yang bilang leluhur kita menyertai kita. Lebih bingung lagi dengan kebiasaan keluarga suami pada waktu berdoa untuk pindah rumah. Mamanya membuat makanan dan minuman yang ditaruh dengan harapan leluhur atau orang tua atau keluarga yang sudah meninggal datang dan mendoakan/memberkati keluarga saya. Bahkan sepertinya mereka percaya bahwa leluhur dan keluarga yang sudah meninggal itu bisa “membantu” atau ikut campur tangan dalam kehidupan kita yang masih di dunia. Mohon penjelasannya. Terimakasih. Tuhan memberkati, Ririn

Jawaban:

Shalom Ririn,

Sebenarnya, tidak ada pengajaran definitif dari Magisterium Gereja Katolik yang menyebutkan boleh atau tidaknya kita memohon agar jiwa-jiwa yang masih ada di dalam Api Penyucian untuk mendoakan kita. Yang ada, memang adalah kita diperkenankan memohon agar para jiwa orang beriman yang ada di surga untuk mendoakan kita (KGK 956). Gereja memang mengumumkan Para Santa/ Santo sebagai para beriman yang sudah pasti berada di surga setelah melalui proses kanonisasi Gereja. Sedangkan walaupun kita dapat mempunyai pengharapan bahwa kerabat kita yang telah mendahului kita dapat masuk surga, namun sesungguhnya kita tidak dapat mengetahui secara pasti apakah mereka saat ini sudah berada di surga, atau masih berada dalam Api Penyucian.

Namun demikian, jika kita melihat prinsip adanya kesatuan Gereja yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu Gereja yang 1) masih berziarah di dunia, 2)yang sudah jaya di surga, maupun 3) yang masih harus dimurnikan di Api Penyucian, maka, sesungguhnya, kita diikat oleh satu kesatuan (lih. KGK 954, Lumen Gentium 49). Dengan pengertian ini, maka, sebetulnya kita dapat mendoakan para jiwa yang masih dimurnikan di Api Penyucian, dan dapat juga memohon agar mereka mendoakan kita yang masih berziarah di dunia. Praktek mendoakan jiwa para beriman yang masih berada dalam Api Penyucian ini dan memohon agar mereka mendoakan kita, diajarkan oleh beberapa Orang Kudus, diantaranya adalah St. Alfonsus Liguori, St. Katharina dari Siena, dan Padre Pio.

Teks doa devosi kepada jiwa-jiwa yang dalam Api Penyucian,  seperti yang diajarkan oleh St. Alfonsus adalah sebagai berikut:

O most sweet Jesus,
through the bloody sweat which Thou didst suffer in the Garden of Gethsemane,
have mercy on these Blessed Souls.
Have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.

O most sweet Jesus,
through the pains which Thou didst suffer during Thy most cruel scourging,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.

O most sweet Jesus,
through the pains which Thou didst suffer in Thy most painful crowning with thorns,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.

O most sweet Jesus,
through the pains which Thou didst suffer in carrying Thy cross to Calvary,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.

O most sweet Jesus,
through the pains which Thou didst suffer during Thy most cruel Crucifixion,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.

O most sweet Jesus,
through the pains which Thou didst suffer in Thy most bitter agony on the Cross,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.

O most sweet Jesus,
through the immense pain which Thou didst suffer in breathing forth Thy Blessed Soul,
have mercy on them.
R. Have mercy on them, O Lord.

(State your intention(s) here while recommending yourself to the souls in Purgatory.)
Blessed Souls, I have prayed for thee;
I entreat thee, who are so dear to God,
and who are secure of never losing Him,
to pray for me a miserable sinner,
who is in danger of being damned,
and of losing God forever.

Amen.

Maka dengan prinsip bahwa 1) kita sebagai sesama umat beriman dapat dan bahkan dianjurkan untuk saling mendoakan (1 Tim 2: 1), dan 2) tidak ada sesuatupun yang dapat memisahkan kita umat beriman (baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal) dari kasih Kristus (Rom 8:38). Maka sangatlah masuk akal bahwa kita dapat saling mendoakan dengan sesama umat beriman, tidak hanya antar sesama umat yang masih hidup, namun juga dengan sesama umat beriman yang telah meninggal dunia dalam kondisi rahmat. Memang, mereka yang sudah berada di surga tidak membutuhkan doa-doa kita, namun kita dapat memohon pertolongan mereka untuk mendoakan kita, justru karena persatuan mereka dengan Tuhan. Mereka yang masih di Api Penyucian membutuhkan doa-doa kita, sebab mereka masih dalam proses pemurnian atas cinta diri, sehingga tidak dapat mendoakan diri mereka sendiri. Namun, mereka dapat mendoakan kita yang masih berziarah di dunia ini, terutama jika intensinya adalah untuk pertobatan. Selanjutnya, jika mereka sampai di surga, merekalah yang nantinya akan mendoakan kita, agar kitapun dapat sampai ke surga.

Maka, meskipun kita dapat memohon para beriman yang telah meninggal dunia untuk mendoakan kita, namun yang mengabulkan doa tetap Tuhan saja, dan bukan mereka. Maka menurut saya, sudah terjadi ‘salah kaprah’  jika diadakan persembahan makanan dalam acara sembahyangan kepada arwah leluhur, dan mohon intensi doa yang nadanya seolah-olah mereka itulah yang bisa mengabulkan doa kita. Sebab, persembahan kita hanya ditujukan kepada Tuhan saja, dan yang boleh kita lakukan hanya memohon agar mereka mendoakan kita (itupun dengan catatan kita tahu bahwa leluhur kita adalah orang yang sungguh beriman dan wafat dalam keadaan rahmat). Jadi prinsipnya, sama seperti jika kita mohon kepada sesama umat beriman yang masih hidup untuk mendoakan kita. Jika pihak keluarga ingin mengenang leluhur dengan membuat makanan kesukaan mereka, boleh-boleh saja, tetapi tidak untuk dipersembahkan dalam upacara sembahyangan. Setelah meninggal, mereka baik yang di surga maupun di Api Penyucian tidak lagi mempunyai tubuh yang dapat menikmati makanan.

Semoga ini dapat menjadi masukan bagi Ririn. Ya, memang terdapat tantangan tersendiri jika anda berasal dari keluarga yang masih berpegang pada tradisi leluhur yang demikian. Tetapi jika kita sudah mengikut Kristus, mari kita dengan rela hati mengikuti aturan Kristus. Kita boleh, bahkan harus menghormati dan mendoakan jiwa-jiwa leluhur kita, terutama dengan mempersembahkan ujud Misa Kudus, khususnya pada tgl 1- 8 November, dan kita dapat pula mendoakan doa yang diajarkan oleh St. Alfonsus Liguori, seperti tertulis di atas. Namun selebihnya, mari jangan kita mencampur-adukkan dengan cara penghormatan leluhur yang tidak sesuai dengan tradisi Katolik.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Berkarya bagi Tuhan melalui hal-hal sederhana

26

Berikut ini adalah kesaksian saudari kita, Teresa Sigrit Rahayu Kusumawati, yang akrab dipanggil Sigrit. Sigrit berasal dari keluarga Protestan, dan dari sanalah timbul kerinduan untuk melayani Tuhan. Seiring dengan waktu dan pengalaman bersekolah di sekolah Katolik, Sigrit mengisahkan perjalanan imannya sampai akhirnya ia menjadi seorang Katolik. Berawal dari ketertarikannya pada ketenangan ibadah dalam gereja Katolik, Sigrit kemudian tertarik untuk lebih mempelajari tentang iman Katolik. Ternyata, semakin dipelajari, semakin hatinya menemukan kedamaian dan keutuhan ajaran tentang iman dan kasih yang tak terpisahkan.

Sigrit sekarang menjalani panggilan hidupnya sebagai ibu yang bekerja dari dua orang anak, dan ia melakukan juga tugas-tugas kerasulan dengan keterlibatannya dalam perkumpulan Katolik di tempatnya bekerja. Terima kasih, Sigrit, atas kesaksianmu. Semoga penghayatan imanmu yang tak terpisahkan dari perbuatan kasih mengilhami banyak orang. Sebab benar, sebagai murid Kristus, kita harus mengingat ayat ini:

Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2:17)

Semoga iman yang kita miliki dapat menjadi pedoman yang menuntun hidup dan perbuatan kita, yang tak terpisahkan dari pergaulan, pembicaraan dan kehendak kita, baik di dalam keluarga di rumah, maupun juga di tempat kerja, dan di manapun juga.

Shalom, nama saya Sigrit. Lengkapnya Sigrit Rahayu Kusumawati (banyak yang bilang semakin ke belakang namanya semakin jawa, padahal saya bukan orang Jawa loh). Saya dilahirkan di Denpasar 10 Juni, 28 tahun yang lalu. Papi saya orang Bali asli seorang pekerja keras, dan sangat disiplin. Mami saya orang Finlandia, seorang ibu rumah tangga, seorang pelayan Tuhan yang sejati. Keluarga besar saya di Bali adalah keluarga Kristen Protestan yang giat melayani, bahkan rumah kami di kampung dijadikan gereja. Dari merekalah saya mengenal Kristus, sebagai seorang Protestan. Saya hanya mengetahui sedikit sekali tentang kampung halaman saya, karena setelah saya berumur lima tahun, kami sekeluarga pindah ke Jakarta, awal-awal di Jakarta pun kami harus berpindah-pindah tempat untuk kontrak rumah atau numpang dirumah saudara, sebelum akhirnya setelah saya duduk dikelas 3 SD saya benar-benar merasakan punya rumah sendiri. Tidak banyak kenangan yang saya dapat ingat mengenai masa kecil saya, mungkin karena terlalu sering pindah rumah.

Boleh dikatakan keadaan keluarga saya adalah broken home, karena komunikasi antar keluarga terutama suami istri tidak berjalan sebagaimana mestinya. Broken home bukan karena orang tua bercerai. Saya anak ke dua dari tiga bersaudara. Saya memiliki kakak perempuan dan adik laki-laki. Saya dan Kakak saya berjarak tiga tahun, sedangkan dengan adik saya, emapat tahun. Ada yang khusus dengan adik saya, dia penderita Down Syndrome (mungkin disinilah awal kekecewaan papi terhadap anak harapannya). Mungkin anda beranggapan saya pastilah memiliki panutan seorang kakak perempuan. Namun anda salah besar, karena kakakku adalah seorang pemberontak. Ya, karena pergaulan yang tidak benar dan kurangnya control dari orangtua, dia hamil di luar nikah waktu SMA (saya masih SMP waktu itu). Saking kecewanya, Papi akhirnya memborbardir saya dengan pernyataan yang diulang-ulang seperti ini: “Lihat, kakakmu sudah begitu, dan adikmu sudah tidak mungkin diandalkan, maka kamu harus jadi orang yang berhasil supaya ada yang bisa dibanggakan dari keluarga ini.” Bayangkan, anak ABG 14 tahun sudah didoktrinasi semacam ini. Saya pun tumbuh menjadi orang yang sangat penurut karena takut, seorang yang tidak dapat mengambil keputusan sendiri, seorang pencemas dan pemikir, seorang yang selalu penuh dengan kekhawatiran. Jadilah saya seperti orang yang merasa tidak mempunyai pegangan, tidak memiliki seseorang yang dapat saya andalkan, selain teman-teman saya.

Namun, saya adalah anak yang pintar dan di balik kecemasan saya, saya berpura-pura menjadi seseorang yang sangat ramah, agar orang-orang tidak tahu saya sedang sedih. Ya, seperti memiliki dua kepribadian yang berbeda. Sejak SMP, setiap selesai sekolah saya tidak pernah langsung pulang ke rumah. Saya pasti ke rumah teman sampai sore, dan baru pulang rumah setelah jam enam sore. Saya paling malas ke sekolah minggu karena saya berpikir dari Senin sampai Sabtu saya sudah sekolah, masak hari Minggu saya harus sekolah lagi, kapan liburnya…..? Dengan berbagai alasan saya selalu menolak.

Sampai pada suatu hari saya berkenalan dengan seorang teman baru di SMP saya. Dia yang akhirnya memperkenalkan kembali konsep keTuhanan dan Gereja kepada saya. Saya diajak ke gereja tempat dia biasa kebaktian, sebuah Gereja Pantekosta. Hasilnya luar biasa, saya lama-lama menjadi aktif sekali di sana, malah lebih aktif dari teman saya itu, entah itu merupakan suatu panggilan atau hanya pelarian. Saya menjadi singer, menjadi Guru Sekolah Minggu dan mengajar menari. Hal tersebut berlanjut samapai saya di SMA. Saya aktif di organisasi Kristen di sekolah, termasuk anak yang paling berpengaruh di lingkungan organisasi tersebut, tapi anehnya, cara hidup dan tingkah laku saya sama sekali tidak memcerminkan anak Tuhan. Tetapi toh menurut saya waktu itu, melayani Tuhan dan pergaulan saya adalah dua hal yang sangat berbeda dan keduanya tidak dapat dicampuradukkan.

Menjelang kelas 3 SMA Papi saya bertanya, karena beliau merasa ‘aneh’ melihat saya sangat santai, tidak pernah ikut bimbingan belajar untuk UMPTN. “Sigrit, kamu mau kuliah di mana nanti?” Dengan enteng saya menjawab, “Mau di Tarakanita saja Pi, jurusan sekretaris, biar kuliah tiga tahun saja bisa langsung kerja, jadi Papi ga repot”. Ya, saya sudah menyiapkan semuanya, saya sudah tau saya akan kuliah di Tarakanita. Karena jarak antara kampus dan rumah sangat jauh, maka saya minta masuk asrama. Alasannya,  supaya tidak terlambat kuliah. Padahal ini hanya merupakan salah satu alasan untuk “melarikan diri dari rumah”. Dengan tekad bulat saya tidak ikut UMPTN, saya tidak ikut test masuk perguruan tinggi manapun, kecuali test masuk Tarakanita. Malamnya sesudah selesai test saya berdoa dengan sungguh-sungguh. Sepertinya hanya doa ini yang pernah saya doakan dengan paling sungguh-sungguh masa itu! Tuhan menjawab doa saya, saya lulus dan berhasil masuk asrama.

Di asrama, saya terkaget-kaget dengan sistem pengajaran di sebuah akademi Katolik, luar biasa disiplin dan ketat. Kami semua satu angkatan terdiri dari 600 orang, jadi total di kampus itu ada 1800 orang calon sekretaris yang semuanya perempuan. Hanya segelintir orang yang masuk asrama, hanya 120 orang dari tiga angkatan. Di asrama sendiri tidak ketat, hubungan antar kami dekat sekali seperti kakak-beradik. Namun di sinilah iman Katolik saya bertumbuh. Karena menjadi anak Asrama Mediatrix, saya harus mengikuti semua kegiatan yang diprogramkan termasuk doa malam di kapel.

Saya termasuk anak yang rajin ke kapel. Pertama-tama, saya melihat dan berkata dalam hati, “Cara berdoa orang Katolik aneh sekali, membosankan, begitu hening, tidak ada tepuk-tepuk tangannya, tapi kok pada tahan ya?” Itu anggapan saya pertama kali ikut doa malam. Anehnya lagi ketika saya ikut doa rosario, batin saya berperang… apa saya sudah benar ikut-ikut doa begini, kan ngga boleh menyembah yang lain selain Tuhan, tapi kenapa kita berdoa dengan menyebut nama Maria? Kan dia juga manusia sama seperti kita… Berbulan-bulan hati saya berkecamuk.. tidak tenang, gelisah.

Tetapi pelan-pelan saya penasaran, saya belajar sendiri, saya bertanya dengan teman-teman, dengan pastur, dengan para biarawati yang tinggal di biara belakan kapel, lewat buku dan sebagainya. Saya belajar, bahwa orang-orang Katolik tidak menyembah Maria. Mereka menghormatinya karena Maria adalah Bunda Kristus yang sudah dipersiapkan Allah sejak awal untuk dikuduskan bagi Kristus. Orang Katolik juga menghormati Malaikat dan Orang Kudus karena mereka dekat kepada Allah dan mereka senantiasa berkomunikasi kepada Allah. Sebuah konsep yang sama sekali asing buat saya sebagai seorang Protestan, yang sama sekali tidak pernah mengenal konsep Maria dan orang Kudus, malaikat, dan sebagainya. Yang saya pelajari selama ini di gereja Protestan adalah bahwa Maria adalah manusia biasa yang dipakai Tuhan untuk melahirkan Kristus. “Kita tidak menyembah atau berdoa kepada yang lain selain kepada Kristus saja. Tidak juga berdoa kepada santo/santa karena mereka juga manusia yang pasti ada dosanya,” itu kata Pendeta saya waktu itu. Bagi gereja tempat saya beribadah, menjadi Katolik adalah sesuatu yang murtad dan “haram” karena sudah jelas-jelas menyembah patung. (Setelah saya menjadi Katolik, saya menyadari betapa kelirunya pandangan ini. Orang Katolik tidak berdoa kepada Maria dan orang Kudus, dan juga tidak menyembah patung. Orang Katolik hanya berdoa memohon agar Maria dan para orang kudus itu mendoakan mereka).

Tetapi anehnya, semakin diyakinkan oleh Pendeta saya, saya semakin merasa penasaran ingin tahu lebih banyak lagi tentang kebenaran Gereja Katolik. Saya tidak pernah ke gereja saya lagi sejak tahun kedua saya di Tarakanita. Saya jarang pulang karena situasi di rumah juga sangat tidak nyaman, karena banyak pertengkaran orang tua. Setiap minggu pagi saya selalu antusias untuk ke gereja St. Anna bersama teman-teman saya yang Katolik, walaupun tidak ikut komuni. Saya mendengarkan homili, saya merasakan tenangnya keheningan gereja, saya berdoa minta petunjuk pada Tuhan, saya harus bagaimana. Tuhan tidak langsung menjawab atau memberikan jalan. Menurut saya, Tuhan hanya ingin melihat kesungguhan saya untuk menjadi seorang Katolik.

Selepas kuliah saya belum juga menjadi Katolik, tapi saya dipertemukan Tuhan oleh seorang yang luar biasa yang menunjukkan jalannya kepada saya.  Dia seorang Katolik yang taat. Darinyalah saya belajar berdoa kembali setelah lama sekali tidak berani berdoa karena bingung dan takut salah. Dia meminjamkan buku doa kecil kepada saya, dan berkata, “Buku ini adalah hadiah krisma dari pastur parokiku waktu itu. Isinya banyak doa-doa. Kamu bisa belajar berdoa lagi dari buku ini.” Dia menyarankan kalau saya serius untuk menjadi Katolik lebih baik saya belajar dalam kursus katekumen di gereja.  Akhirnya saya mendaftar kursus di Gereja dekat rumahnya. Ternyata dia yang mengajakku itu akhirnya menjadi suami saya.

Tuhan menjawab doa saya, saat saya minta izin menjadi Katolik kepada Mami saya. Beliau senang sekali, katanya pada calon suami saya waktu itu: “Terimakasih, kamu sudah mengembalikan Sigrit ke jalan Tuhan.” Wow, saya tidak pernah mengira akan semulus ini jalannya. Lain cerita dengan reaksi Pendeta saya. Beliau hanya diam, tapi sejak saat itu, setiap kali bertemu, beliau selalu “menyempatkan diri” untuk mengajak saya kembali ke kebaktian di gerejanya dengan berbagai cara. Sampai-sampai saya merasa kok sepertinya dia berfikir saya dan suami saya adalah orang yang paling berdosa dan paling perlu diselamatkan dari Gereja Katolik.

Teman-teman kantor juga mulai bertanya, kenapa saya berpindah ke Gereja Katolik. Mereka pikir saya ikut-ikutan hanya karena ingin menikah dengan suami saya. Lalu saya bercerita tentang mengapa saya menjadi Katolik, mereka malah berkata, “Kamu kan tahu Gereja Katolik itu kayak apa bobroknya, masak dosa bisa dihapus pake surat?” (Setelah saya menjadi Katolik, saya mengetahui, yang dibicarakan adalah penyimpangan ajaran tentang Indulgensi, yang terjadi di abad ke-16). Saya hanya tersenyum dan berkata, “Memang di jaman dahulu terjadi penyimpangan dalam penerapan ajaran Gereja, walaupun sebenarnya, ajarannya tidak salah. Lagipula,  sekarang sudah tidak ada lagi penyimpangan itu. Dan Bapa Paus bahkan mengakui bahwa hal tersebut adalah kesalahan yang dilakukan oleh putera- puteri Gereja Katolik di masa lalu. Selanjutnya Gereja memperbaiki diri dan bertumbuh dari situ, untuk menjadi Gereja yang lebih baik. Sama seperti kita, Paus-paus terdahulu juga manusia biasa, yang bisa juga berdosa dan melakukan kesalahan, namun jangan lupa, mereka itu sudah dipilih Tuhan untuk menggantikan Rasul Petrus. Maka walaupun mereka dapat melakukan kesalahan sebagai manusia, namun pada waktu melaksanakan wewenang mengajar, mereka tidak dapat salah, karena kuasa Kristus sendiri yang menjamin demikian.” Pertanyaan seperti ini bukan hanya satu atau dua kali. Bahkan ada yang mengajak berdebat, namun saya menolak. Menurut saya percuma saja, maka saya katakan padanya, “Kalau mau cari info lebih lanjut, tanyalah kepada Pastur yang lebih tahu banyak atau baca buku, tapi jangan ajak saya debat, saya tidak mau”.

Saya diterima secara resmi di Gereja Katolik 31 Juli 2004 dengan mengambil nama baptis Theresa (St. Teresa dari Kanak-kanak Yesus) karena saya sebenarnya dibaptis di gereja protestan pada bulan Oktober, bulannya St. Teresa dan saya mau meneladani semangat St. Teresa berkarya bagi Tuhan melalui hal-hal yang kecil, untuk mengasihi Tuhan dan semua orang karena Tuhan mengasihiku.

Yang saya pelajari dari menjadi Katolik adalah menjadi pribadi yang lebih stabil, tidak melayani Tuhan hanya karena pelarian, tetapi karena Tuhan sendiri. Selanjutnya, saya belajar bahwa iman harus nyata dalam perbuatan, dan bukan hanya dalam perkataan saja, agar hidup kita dapat menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Saya menyanggupi panggilan hidup berkeluarga, menjadi istri dan ibu yang bekerja dari dua orang anak, Sebastian 3,5 thn dan Rafael 5 bulan. Saya melayani keluarga untuk Tuhan, dan aktif menjadi pengurus Perkumpulan Katolik di gedung Sentra Mulia tempat saya bekerja.

Saya, suami dan anak pertama kami Sebastian, biasanya mengikuti misa kedua di Gereja kami St. Matius Penginjil Bintaro. Anakku selalu berusaha untuk mengikuti dengan khidmat keseluruhan misa (dengan gaya kanak-kanaknya yang menggemaskan tentunya) dan selalu antusias untuk bersalaman dengan “Opa Pastur-nya” setiap kali habis misa. Pastur Paroki ingat sekali padanya, dan selalu berpesan…, “Jadi Uskup ya kalau sudah besar.” Sebastian tersenyum senang dan saya mengaminkannya. Semoga Tuhan mengijinkan…

Tentang Bunda Maria dan St. Yusuf

17

Pertanyaan:

Hi Mba Inggrid, Pak Stef dan semuanya,

mau nanya nih..soalnya sampe sekarang masih penasaran:

1 . setelah Yesus bangkit dari antara orang mati, kemana Bunda Maria pergi. apakah Bunda Maria itu meninggal dulu baru kemudian di angkat ke surga?? dimana kuburnya? hidup sampai umur berapa??

2. Santo Yosef (suami Bunda Maria) perannya bersama Yesus berdasarkan KS PB hanya sampai pada saat mereka menemukan Yesus yang waktu itu umur 12 thn di dalam Bait Allah. setelah itu kemana st.Yosef pergi? apakah Dia tetap hidup membesarkan Yesus bersama Bunda Maria di nazareth?

thanks atas jawabannya.

Jawaban:

Shalom Bellarminus,

1. Memang tidak dapat diketahui dengan pasti di mana Bunda Maria hidup setelah hari Pentakosta. Dikatakan mungkin ia hidup di Yerusalem seterusnya sampai ia wafat, atau bisa juga, dia tinggal selama beberapa saat di Efesus, sehingga ada tradisi yang mengatakan Maria wafat dan dikubur di sana. Namun tradisi yang umum dipegang oleh para Bapa Gereja sampai abad ke-2 adalah bahwa Maria wafat di Yerusalem. Tradisi ini diperoleh dari tulisan St. Klemens dari Alexandria (136) dan Apollonius (137) yang mengisahkan perintah dari Tuhan Yesus kepada para rasul untuk mengajar di Yerusalem dan Palestina selama 12 tahun sebelum pergi seluruh dunia. Catatan ini menyimpulkan bahwa Bunda Maria wafat sekitar tahun 48, sebelum Rasul Yohanes pergi meninggalkan Yerusalem.

Memang tradisi mengatakan Bunda Maria wafat, sebelum ia diangkat ke surga oleh Tuhan. Walaupun demikian, wafatnya Bunda Maria bukan karena ia berdosa, namun kerena ingin mempersatukan dirinya dengan Kristus, yang juga mengalami kematian, meskipun Dia tidak berdosa. Kematian Bunda Maria adalah juga merupakan puncak yang melengkapi kehidupannya yang penuh dengan pengorbanan. Menurut Tradisi Gereja Katolik, setelah wafatnya, Bunda Maria segera diangkat ke surga tubuh dan jiwanya, sehingga memang tidak ditemukan secara pasti di mana kuburannya, ataupun jenazahnya. Jika anda ingin mengetahui dasarnya mengapa Gereja Katolik mengajarkan Bunda Maria diangkat ke surga, silakan klik di sini. Menurut tradisi, dikatakan bahwa kubur Bunda Maria ada di lembah Kidron, meskipun ada juga yang mengatakan kemungkinan kuburnya ada di Efesus. Tetapi di sini yang ada tentu hanya ‘kubur kosong’. Silakan membacanya lebih lanjut di link ini, silakan klik.

2. Tentang St. Yusuf. Memang di Kitab Suci ia tidak lagi dibicarakan setelah kisah Yesus diketemukan di Bait Allah pada usia 12 tahun. St. Yusuf sudah tidak disebutkan pada waktu Yesus mengajar, ataupun pada saat Ia wafat di salib. Maka tradisi mengatakan St. Yusuf meninggal dunia sebelum Yesus mulai mengajar. Sebab tidak mungkin Yesus (pada saat terakhirnya di kayu salib) memasrahkan Bunda Maria kepada Yohanes murid yang dikasihi-Nya, jika St. Yusuf masih hidup. Memang ada beberapa tradisi tentang St. Yusuf, ada yang menceritakan ia sudah tua saat mengambil Maria sebagai istrinya, namun ada juga yang tidak mengatakan demikian. Menurut kisah penglihatan seorang biarawati dari Agreda (Spanyol),  bernama Maria yang terberkati (1602-1665),  St. Yusuf mengambil Bunda Maria sebagai istrinya ketika ia berumur sekitar umur 33 tahun, sedangkan Bunda Maria umur sekitar 14 tahun.  Jika anda ingin membaca lebih lanjut mengenai hal ini, silakan klik di link ini, yang  juga menceritakan kematian St. Yusuf yang damai/ menyenangkan. St. Yusuf meninggal dunia di usia perkawinan ke 27 tahun, jadi sebelum Yesus mengajar.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listati, www.katolisitas.org

Apakah arti kutuk?

43

Pertanyaan:

Apa dan bagaimana sebenarnya ajaran Gereja Katolik tentang KUTUK seperti yang misalnya tersebut baik di Perjanjian Lama (mis. Ul.11: 26, 28) atau di Perjanjian Baru (mis. Yak.3: 9,10 dll).
Terima kasih banyak atas tanggapannya.
Soenardi Djiwandono

Jawaban:

Shalom Pak Soenardi,

Terima kasih atas pertanyaannya tentang kutuk. Kutuk dapat kita definisikan sebagai “to call down evil on someone or something“. Dan hal ini dapat berupa suatu perintah, dan dapat juga dalam bentuk keinginan yang diekspresikan dalam kata-kata yang begitu kuat. “Evil” dapat bersifat spiritual atau fisik dan dapat berupa sementara atau selamanya.

Di dalam Perjanjian Lama kita sering menjumpai kutuk, seperti yang kita baca di “14 Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: “Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu. 17 Lalu firman-Nya kepada manusia itu: “Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu:” (Kej 3:14,17)
Namun kalau kita lihat motif dari semuanya itu adalah berkat, seperti yang kita baca “22 Lalu Allah memberkati semuanya itu, firman-Nya: “Berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air dalam laut, dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak.” 28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kej 1:22,28)

Kita melihat bahwa berkat dan kutuk adalah dua hal yang memang terbentang di hadapan manusia, dua hal yang ditawarkan oleh Tuhan. Kutuk adalah jalan kematian, karena mengikuti dosa, yang berarti mengikuti jalan yang bertentangan dengan Tuhan. Dan berkat adalah merupakan konsekuensi untuk mengikuti jalan Tuhan, sehingga manusia memperoleh hidup. Tuhan mengatakan “26 Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: 27 berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; 28 dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal.”  (Deu 11:26-28). Oleh karena itu, kutuk merupakan satu paket dengan dosa, karena memang kodrat dari dosa yang membawa maut. (lih. Rm 6:23).

Kita melihat beberapa contoh di Perjanjian Lama bagaimana Tuhan mengutuk barang / orang-orang yang berdosa (lihat sumber ini – silakan klik), seperti Tuhan mengutuk: a) ular (Kej 3:14); b) bumi (Kej 3:17); Kain (Kej 4:11); c) orang yang tidak tidak menjalankan hukum Tuhan (Im 26:14-25; Ul 27:15). Lebih lanjut kita juga menjumpai a) Nabi Nuh mengutuk Kanaan (Kej 9:25); b) Yoshua mengutuk orang yang akan membangun kota Yerikho (Yos 6:26-27). Di dalam Perjanjian Baru, Yesus juga mengutuk pohon ara (Mk 11:13-14), mengutuk Khorazim, Betsaida (Mt 11:21), mengutuk orang kaya, farisi, juga mengutuk orang-orang yang akan dimasukkan ke dalam api neraka (Mt 25:41).

Namun demikian, Yesus memerintahkan para murid untuk memberkati orang yang mengutuk mereka (Lk 6:28), yang juga dipertegas oleh rasul Paulus untuk memberkati siapa yang menganiaya mereka (Rm 12:14). Namun demikian rasul Paulus juga mengutuk mereka yang berkotbah tentang Injil yang lain selain yang dikotbahkannya (Gal 1:8) dan juga orang yang tidak mengasihi Tuhan (1 Kor 16:22) dan juga (Kis 23:3). Namun sekali lagi rasul Paulus juga mengatakan bahwa Kristus telah menebus manusia dari kutuk hukum taurat (Gal 3:13).

Dari beberapa contoh di atas tentang berkat dan kutuk, maka kita dapat menyimpulkan bahwa:

1) Ada kutuk yang ditujukan kepada manusia maupun kepada alam. Namun, kita tidak dapat mengartikan kutuk secara literal. Sebagai contoh, kalau Tuhan mengatakan terkutuklah tanah (Kej 3:17), maka kita harus melihat bahwa alam yang harus diolah terlebih dahulu untuk dapat menghasilkan adalah suatu hukuman bagi manusia karena dosa manusia. Atau kalau kita melihat Ayub yang mengutuk hari kelahirannya (Ay 3:1), maka kita harus mengartikannya sebagai suatu ungkapan yang merujuk kepada penderitaan yang harus ditanggungnya.

2) Kutuk (dalam arti yang lebih luas) dalam bentuk suatu perintah dari orang yang mempunyai kuasa atas kita, yang merupakan manifestasi keadilan adalah bukan suatu dosa. Hal ini dapat dilihat misalkan seorang hakim menjatuhkan hukuman kepada penjahat. Dan dalam supernatural order (adi-kodrati), Tuhan juga memanifestasikan keadilan dengan memberikan hukuman abadi kepada orang-orang yang melawan kasih dan kebenaran (Mt 25:41). Pada saat Tuhan memberikan kutuk, seperti yang tercatat di Alkitab, maka Tuhan pada saat yang bersamaan memberikan jalan kepada manusia untuk bertobat. Dalam konteks ini, sama seperti Gereja Katolik yang memberikan ekskomunikasi seseorang dengan harapan bahwa orang tersebut sadar dari kesalahannya dan kemudian kembali ke pangkuan Gereja, dan orang tersebut dapat menghindari kutuk abadi di neraka. Silakan klik di sini untuk mengetahui tentang ekskomunikasi. Atau contoh yang lain adalah seorang dokter dengan terpaksa memotong kaki pasien yang terkena suatu penyakit untuk menyelamatkan nyawanya.

3) Kutuk yang menginginkan seseorang mengalami kecelakaan, dll. adalah bertentangan dengan kasih dan keadilan. Rasul Paulus mengatakan “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.” (Rm 12:1).
Kita tidak boleh membalas kejahatan dengan kutuk. Kita harus meniru apa yang dicontohkan oleh martir pertama, Stefanus, dan juga yang dilakukan oleh martir-martir yang lain. Dan inilah yang ditunjukkan oleh Yesus, pada waktu Dia sendiri mengampuni segala kekejaman yang dilakukan oleh orang-orang yang menyalibkan-Nya (lih. Lk 23:34). Ini adalah suatu tantangan bagi kita semua yang telah menerima Kristus melalui pembabtisan. Dan hal ini adalah merupakan perjuangan seumur hidup.

Rasul Yakobus mengingatkan kita semua bahwa sulit sekali untuk mengendalikan lidah. Dia berkata “9 Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, 10 dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi.” (Yak3:9-10). Hal ini dikarenakan “Lidahpun adalah api; ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang dapat menodai seluruh tubuh dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka.” (Jm 3:6). Kalau kita menghitung mungkin ada begitu banyak “profanity” (kata-kata kotor dan tidak baik), yang tidak seharusnya diucapkan oleh anak-anak Tuhan. Kita sering mendengar, seperti di film-film yang mengeluarkan bahasa-bahasa yang tidak baik dan tidak santun, yang dianggap menjadi suatu bahasa yang normal. Walaupun orang tersebut tidak mempunyai maksud seperti apa yang diucapkan – misalkan “go to hell” -, maka orang tersebut tetap berdosa karena melakukan “vain speech” atau kata-kata yang sia-sia, yang tidak membangun.

4) Akhirnya, kita semua yang telah dibaptis tidak usah takut akan kutuk dari turunan sebelumnya, atau hal-hal lain, karena Sakramen Baptis telah memurnikan kita. Dengan menerima Sakramen Baptis, maka kita telah mengenakan Kristus, yang telah mengambil kutuk hukum Taurat (Gal 3:13). Oleh karena itu, retret pohon keluarga yang bertujuan untuk menghapus kutuk dari nenek moyang tidaklah sesuai dengan daya guna dari Sakramen Baptis. Untuk pembahasan tentang hal ini silakan untuk membaca link ini (silakan klik).

Semoga pembahasan singkat tentang kutuk dapat membantu.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

Tentang Patung, Bunda Maria dan Pengakuan dosa

25

Pertanyaan:

saya seorang kristiani, saya ingin tanya, mengapa di katolik masih ada patung2 dalam rupa manusia ataupun Allah?padahal kan di alkitab disebutkan “jangan membuat bagimu patung dalam bentuk apapun, apalagi dalam bentuk rupa ALLAH””karena Allah kita adalah Allah yang cemburu”, apalagi berdoa di depan patung dan tradisi mengarak-arak patung, karena Yesus tidak suka itu, karena Yesus ada di dalam hati kita tak perlu lagi dibuat patung.
Lalu mengapa katolik menyembah Maria?yang kita tahu bahwa maria adalah manusia biasa dan juga manusia berdosa sama seperti kita, dan Yesus berkata bahwa hanya pada Dia saja ada kebenaran dan kekekalan, dan jangan menyembah siapapun selain Tuhan.Bukan berarti saya mengejek, saya pun tetap menghormati Maria sebagai Ibu Yesus, tapi ingat hanya dalam Yesus saja kita berdoa.
Lalu mengapa harus ada pengakuan dosa di depan rohaniawan gerjawi?padahal pengakuan dosa merupakan pengakuan yang seharusnya tidak harus di suru, tetapi dengan hati.Karena saya pernah sekolah di sekolah katolik, murid katolik sering ada pengakuan dosa, tetapi setelah kembali dari kapel, mereka berkata-kata kasar lagi, dan mencontek, bahkan mereka mengaku kepada saya bahwa mereka berat dan malu mengakui kesalahan mereka kepada manusia.Hanya pada Yesus sajalah seharusnya kita datang secara pribadi dan hati yang tak terpaksa, karena Ia hanya memaafkan orang yang datang kepadaNya dengan spenuh hati tanpa paksaan.
Terima kasih.Yesus memberkati

NB:tanpa mengurangi rasa hormat, saya harap katolik dan protestan dapat bersatu, tanpa adanya perpecahan.karena kita satu dalam Kristus.

Jawaban:

Shalom Chong,

Ya benar, saya juga setuju dengan Chong, bahwa selayaknya sebagai sesama murid Kristus kita saling mengasihi dan menghormati. Oleh sebab itulah maka kami berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk dengan semangat kasih, untuk menjelaskan apa yang kami ketahui tentang ajaran Gereja Katolik. Harapannya, agar penjelasan kami dapat menanggapi kesalahpahaman yang ada, sehingga tercapai saling pengertian di antara kita.

1) Tentang mengapa ada patung di gereja Katolik.
Pertanyaan ini sudah pernah saya jawab dalam artikel Orang Katolik tidak menyembah patung, silakan klik. Gereja Katolik memang melihat ayat Kel 20: 3-5 sebagai satu kesatuan, yaitu, agar kita tidak mempunyai allah lain di hadapan Allah, dan tidak membuat patung yang menyerupai apapun untuk disembah sebagai allah. Namun Gereja Katolik tidak melarang pembuatan patung/ penggunaan patung untuk ibadah, karena Tuhan sendiri tidak melarangnya. Di Alkitab kita ketahui Allah berfirman kepada Nabi Musa dan menyuruh orang Israel membuat patung malaikat, yaitu dua kerub (‘cherubim’/ angels) yang menjadi bagian dari tabut perjanjian Allah (lih. Kel 25:1, 18-20). Perintah serupa juga diberikan kepada Salomo (lih. Taw 28:18-19). Lalu Allah juga menyuruh Nabi Musa untuk membuat patung ular tembaga untuk menjadi alat yang mendatangkan kesembuhan jasmani bagi umat Israel (lih. Bil 21:8), dan hal ini menjadi gambaran akan salib Tuhan Yesus di PB yang mendatangkan kesembuhan rohani (penebusan dosa) bagi manusia (Yoh 3:14).

Pada PL memang penggambaran Allah dilarang, namun kemudian setelah PB, peraturan tentang ‘penggambaran Tuhan’ ini diubah oleh Allah sendiri. Sebab dalam PB, Allah mengutus Putera-Nya, Yesus, yang adalah gambaran Allah yang hidup. Yesus adalah “gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan.” (Kol 1:15).

Maka, jika di gereja Katolik ada patung-patung, itu bukan karena orang Katolik menyembah patung. Patung itu hanya merupakan gambaran saja, alat bantu bagi umat untuk memusatkan hati dan pikiran kepada Tuhan Yesus yang digambarkannya. Atau jika itu patung Maria atau orang kudus, agar umat dapat menyadari bahwa umat berada dalam persekutuan seluruh umat beriman, termasuk mereka yang sudah mendahului kita di surga.

Atau, jika ada upacara arak-arakan patung, itu bukan ditujukan untuk menyembah patungnya sebagai allah. Sebab jika demikian, maka kita menyembah berhala, dan sungguh benar, Tuhan pasti tidak senang (Ini jelas kita lihat misalnya pada kisah Kel 32). Tetapi arak-arakan di dalam Gereja Katolik itu hanya merupakan ungkapan kasih dan doa penyembahan kepada Allah yang dilakukan bersama-sama dan dinyatakan secara publik. Ini sama seperti pada waktu Perjanjian Lama, di mana orang Israel mengarak tabut perjanjian, dan bahkan Raja Daud menari-nari dalam pujian kepada Tuhan mengiringi tabut perjanjian itu (lih. 2 Sam 6; 1 Taw 13:8). Tentu bentuk ibadah yang semacam ini bukan menyembah berhala, karena definisi berhala adalah “mempunyai allah lain di hadapan Allah” (Kel 20:3), atau menempatkan benda ciptaan sebagai tuhan. Sedangkan dalam kasus Daud dan ibadah umat Katolik, itu tidak demikian. Tidak ada yang lain yang disembah di sana kecuali Tuhan saja. Penghormatan umat kepada orang kudus, juga sebenarnya terarah kepada Tuhan yang telah menciptakan mereka; sebagai ucapan syukur atas kebaikan-Nya menciptakan orang-orang yang dapat kita jadikan teladan untuk hidup kudus dalam kasih.

Maka kesimpulannya menurut Gereja Katolik adalah: Allah tidak melarang pembuatan patung, asalkan tidak untuk disembah, dan apalagi malah membantu orang untuk lebih dekat kepada Allah. Sejarah dan fakta sendiri mengatakan kita membutuhkan gambar dan patung untuk membawa seseorang mengenal Allah, dan ini terbukti dengan digunakannya gambar-gambar (boneka/ patung) untuk menjelaskan kepada anak-anak tentang Allah misalnya di sekolah minggu/ bina iman. Jika Allah melarang sama sekali orang untuk membuat patung, tentu seharusnya Ia sendiri tidak menyuruh umat-Nya membuat patung, dan dari Alkitab, kita melihat tidak demikian halnya. Maka yang terpenting adalah jangan membuat patung untuk disembah sebagai allah.

2) Tentang mengapa orang Katolik ‘menyembah’ Maria.
Ini adalah pernyataan yang sangat keliru. Orang Katolik tidak menyembah Maria, melainkan hanya menghormatinya sebagai ibu rohani kita seturut teladan Yesus yang telah terlebih dahulu menghormatinya. Silakan membaca artikel ini, silakan klik, dan artikel ini, silakan klik, untuk mengetahui dasar-dasar Gereja Katolik menghormati Bunda Maria sebagai ibu Tuhan Yesus dan ibu Gereja.

Sama seperti umat Kristen lainnya, umat Katolik juga berdoa kepada Allah Bapa, melalui Kristus dan oleh Roh Kudus. Orang Katolik tidak pernah berdoa dalam nama Maria. Tidak ada doa yang seperti itu. Namun kita dapat memohon Bunda Maria untuk mendoakan kita, sama seperti kita memohon saudara-saudari kita seiman untuk mendoakan kita. Ini dimungkinkan karena kita percaya akan adanya persekutuan para orang kudus, dan persekutuan ini tidak terputus oleh kematian, sebab kematian tidak bisa memisahkan kita dari kasih Kristus (Rom 8:38-39). Doa penghormatan kepada Bunda Maria dan memohon agar ia mendoakan umat beriman diucapkan dalam doa ‘Salam Maria’.

Umat Katolik menghormati Bunda Maria secara khusus karena perannya yang istimewa dalam rencana keselamatan Allah, yaitu sebagai ibu Yesus, Putera Allah sendiri. Karena perannya yang sangat istimewa itu, Gereja Katolik mengajarkan bahwa Bunda Maria dibebaskan dari dosa sejak dalam kandungan dan selama hidupnya tidak berdosa, karena kepenuhan rahmat Allah di dalam dirinya, dan rahmat ini diberikan oleh Kristus. Silakan klik di sini, untuk mengetahui dasar pengajaran Gereja Katolik dalam hal ini.

3) Tentang mengapa dalam Sakramen Pengakuan Dosa/ Tobat.
Sebenarnya orang Katolik mengaku dosanya di hadapan imam karena demikianlah yang sesungguhnya yang menjadi kehendak Yesus bagi kita untuk mengaku dosa. Benar bahwa Yesus tidak memaksa bahwa kita untuk harus mengaku dosa, maka memang tidak seharusnya seseorang terpaksa mengaku dosa. Namun, jika seseorang sungguh mengasihi Yesus, maka akan ada dorongan di dalam hati-Nya untuk mengaku dosa, karena mengetahui bahwa dosa-lah yang memisahkannya dengan Kristus. Pertobatan yang tulus semacam ini akan mengubah seseorang menjadi lebih baik dan lebih kudus. Jika seseorang sungguh-sungguh menghayati makna sakramen Pengakuan Dosa dan melakukannya secara teratur, maka akan ada banyak yang diperolehnya untuk pertumbuhan imannya. Silakan klik di sini untuk membaca dasar-dasar Kitab Suci dan pengajaran para Bapa Gereja yang mendasari ajaran Gereja Katolik tentang sakramen Pengakuan Dosa, dan mengapa kita perlu mengaku dosa di hadapan imam.

Pengalaman anda semasa kecil waktu di sekolah, di mana anak-anak seolah diwajibkan mengaku dosa, bukan menjadi patokan ideal untuk melihat manfaat Sakramen Pengakuan dosa. Ada kemungkinan, anak-anak pada saat itu belum terlalu memahami dan menghayati sakramen tersebut, sehingga tidak mempunyai sikap batin yang benar dalam menerima sakramen Tobat tersebut. Namun kita dapat melihat manfaat Sakramen Tobat tadi pada orang-orang yang melakukannya dengan sikap batin yang baik. Ini dapat secara jelas dilihat dalam diri para orang kudus, seperti Ibu Teresa dari Kalkuta, Padre Pio, Paus Yohanes Paulus II dan Paus Benediktus XVI. Mereka mengaku dosa dalam sakramen Tobat (di hadapan imam) minimal satu minggu sekali. Dan lihatlah bagaimana kudusnya hidup mereka, dan bagaimana bukti iman dan perbuatan kasih mereka melimpah dalam karya pelayanan mereka!

Demikianlah yang dapat saya tuliskan untuk masukan bagi anda. Saya tidak memaksakan pandangan saya, namun hanya menyampaikan apa yang saya ketahui tentang ajaran Gereja Katolik mengenai hal yang anda tanyakan. Ya, marilah kita selalu mengingat, walaupun kita mungkin berbeda, namun kita mempunyai lebih banyak persamaan karena kita sama-sama percaya dan mengimani Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat kita.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Bendahara yang tidak jujur

12

Lukas 16:1-13: “1 Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. 2 Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. 3 Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. 4 Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka. 5 Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? 6 Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan. 7 Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul. 8 Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang. 9 Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.10 Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. 11 Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? 12Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? 13 Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”

Perikop yang mengundang pertanyaan

Ada begitu banyak orang-orang yang mempertanyakan tentang perikop ini, karena kalau dibaca sekilas, seolah-olah Tuhan menginginkan agar kita mengikat persahabatan dengan mempergunakan mamon yang tidak jujur (lih. ayat 9). Dan kenapa pada ayat ke- 8 disebutkan bahwa tuan itu memuji kecerdikan bendahara yang tidak jujur? Bagaimana kita dapat mengartikan ayat-ayat ini, apakah ayat-ayat ini tidak bertentangan dengan nilai-nilah Kristiani? Apakah dapat dikatakan bahwa perikop ini sebenarnya mengajarkan kita untuk mempunyai sikap yang benar terhadap benda-benda duniawi, seperti kekayaan, kekuasaan, kepandaian, bakat, dll.?

Perikop yang seolah-olah sulit diartikan ini dapat mudah dimengerti, kalau kita mencoba mengerti siapakah “tuan” dan “hamba” yang disebutkan di ayat 1-8. Pada akhirnya, Yesus sendiri memberikan kunci untuk mengerti ayat ini, yaitu ketika Dia mengatakan “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.” (Lk 16:9).

Kita semua adalah bendahara yang dipercaya oleh Tuhan

Pada saat saya membaca tentang bendahara yang tidak jujur ini, ingatan saya melayang kepada pembantu rumah tangga, ketika Ingrid dan saya tinggal di Jakarta. Kami cukup dekat dengannya dan sering makan bersama-sama satu meja dengannya. Bahkan kalau kami pergi bekerja, kami tidak pernah mengunci kamar tidur, lemari, dll. Namun, suatu saat, kami begitu terkejut, karena kami menemukan dompet pembantu kami di dalam tas Ingrid yang berada di lemari pakaian kami. Ini berarti, pembantu kami ternyata pernah memakai tas Ingrid ketika kami sedang bepergian keluar rumah. Sungguh, kami tidak habis berpikir, kenapa pembantu yang sungguh kami perlakukan dengan baik dapat menyalahgunakan kepercayaan kami.

Namun, kalau kita merenungkan lagi, bukankah apa yang dilakukan oleh pembantu kami juga sama seperti apa yang dilakukan oleh masing-masing dari kita? Kita, yang dipercayai sebagai bendahara dari orang yang paling kaya dan berkuasa untuk selama-lamanya, yaitu Tuhan, namun sering menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh Tuhan. Kita sering gagal dalam mengemban tugas untuk menjadi bendahara yang baik. Bendahara (Yun: “Oekonomos“) rumah tangga adalah seseorang yang dipercaya untuk mengelola keuangan rumah tangga, mengatur pembantu-pembantu yang lain dalam rumah tangga tersebut, dan juga dipercaya untuk membantu mengatur anak-anak dari tuan rumah (Gal 4:2). Pada prinsipnya, seorang bendahara mengatur sesuatu yang sebenarnya bukan miliknya sendiri.

Kita dapat mengkaitkan perumpamaan ini dengan perumpaan talenta, dimana seorang raja memberikan talenta kepada masing-masing orang, yang satu diberi 5, yang lain 2, dan yang terakhir 1. (lih Mt 25:14-30). Masing-masing dari kita dipercaya dengan talenta yang berbeda-beda dan dalam jumlah yang berbeda. Sama seperti bendahara yang mengatur kekayaan yang bukan miliknya, maka kita harus mengembangkan talenta yang sebenarnya bukan milik kita, sehingga talenta tersebut dapat lebih berdaya guna, semakin bertumbuh dan semakin menjadi alat untuk memuliakan Tuhan. Karena talenta ini diberikan oleh Tuhan dan bukan milik kita, maka sudah seharusnya kita tidak bermegah dan menyombongkan diri. Rasul Paulus mengingatkan kita, bahwa kalau kita ingin bermegah, maka kita dapat bermegah di dalam kelemahan kita (lih. 2 Kor 12:9) dan juga bermegah di dalam Tuhan (lih. 2 Kor 10:17). Ini berarti bahwa kita diingatkan untuk senantiasa mempunyai kerendahan hati, yaitu menyadari kelemahan kita, namun pada saat yang sama menyadari kuasa dari Tuhan, yang telah bekerja secara luar biasa dalam diri kita yang begitu lemah dan terbatas. Kerendahan hati inilah yang akan mengantar kita kepada kekudusan, karena kerendahan hati adalah ibu dari semua kebajikan yang dapat mengalahkan kesombongan, yang menjadi ibu dari semua dosa. Oleh karen itu, setiap kali kita melakukan perbuatan baik, melakukan pelayanan, kerasulan awam, ada orang yang memuji sesuatu yang baik dari kita, maka kita harus mengingat apa yang dikatakan oleh Yesus “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.” (Lk 17:10). Dan dasar dari “kami harus melakukan apa yang kami harus lakukan” adalah kasih kepada Tuhan. Dengan demikian perbuatan kasih kita kepada sesama mempunyai nilai adi-kodrati (supernatural), yaitu penerapan dari salah satu kebajikan Ilahi – kasih.

Yesus mengatakan bahwa siapa yang diberi dan dipercaya banyak, maka kepadanya akan dituntut lebih banyak (Lk 12:48). Yesus mengingatkan kita bahwa talenta yang diberikan kepada kita datang bersamaan dengan tanggung jawab. Inilah sebabnya, walaupun St. Fransiskus dari Asisi dikenal karena kesuciannya, dia mengatakan bahwa dia adalah manusia yang paling berdosa di dunia ini. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa dia menerima rahmat yang begitu besar dari Tuhan, dan kalau rahmat yang sama diberikan kepada orang lain, mungkin orang lain tersebut akan berkarya jauh lebih besar darinya. Kerendahan hati seperti inilah yang membuat St. Franciskus menjadi salah satu Santo yang terbesar sepanjang sejarah Gereja yang turut membangun Gereja dengan luar biasa, yang dampaknya dapat kita rasakan sampai saat ini.

Kerendahan hati yang membuat kita bertumbuh dalam kekudusan akan mengantar kita kepada keselamatan kekal. Sama seperti tuan yang memanggil hamba yang tidak setia (ay. 2), maka kita pada akhirnya akan dipanggil oleh Tuhan untuk mempertanggungjawabkan apa yang kita buat. Harapan dan perjuangan bagi kita semua, yang telah menerima terang Kristus untuk dapat bertindak sebagai anak-anak terang di dunia ini, dan memperoleh keselamatan kekal di Sorga. Hal ini hanya dapat dicapai kalau kita sebagai murid Kristus senantiasa bersiap-siap, karena tidak seorangpun tahu kapan hari penghakiman akan tiba (lih. Mk 13:32). Dan pada saat itulah, Tuhan sendiri yang akan mengatakan “Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu.” (ay. 2)

Satu dosa akan mengakitkan dosa yang lain

Apakah yang dilakukan oleh anak-anak dunia ini dalam perkara dunia pada saat tuan dari hamba yang tidak setia memanggilnya? Hamba yang tidak setia itu mengatakan “Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu.” (ayat 3). Dia menyadari bahwa dia tidak dapat bekerja dengan keras, karena terbiasa bekerja dengan mudah, dengan tidak jujur serta menghambur-hamburkan uang milik tuannya. Dia juga tidak dapat mengemis, karena akan merendahkan derajatnya yang terbiasa dihormati. Dia takut untuk menjadi miskin dan bekerja keras, namun dia tidak takut untuk melakukan kebohongan dan kejahatan. Dia yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang menghambur-hamburkan uang tuannya mencoba menyelesaikan persoalannya dengan kembali menghambur-hamburkan uang dari tuannya ditambah dengan kebohongan. Tendensi seseorang yang harus mempertanggungjawabkan kesalahan adalah dengan berbuat kesalahan yang lain. Hamba yang tidak setia ini telah memanifestasikan tiga keinginan dari dunia ini, yang disebutkan oleh rasul Yohanes, dalam tindakan nyata.

Rasul Yohanes mengatakan “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.” (1 Jn 2:16). Tiga keinginan inilah yang menjadi tanda-tanda anak-anak dunia. Keinginan daging adalah mengejar kesenangan, keinginan mata adalah mengejar kekayaan, dan keangkuhan hidup adalah keinginan yang salah berfikir tentang kesempurnaan diri sendiri. Hamba yang tidak setia mencoba mengejar kesenangan dengan menghambur-hamburkan uang tuannya. Dia juga mengejar kekayaan dengan berbohong, dengan harapan orang yang ditolongnya akan menampungnya di rumah mereka, kalau dia telah kehilangan pekerjaannya. Akhirnya keangkuhannya membuat dia berbohong, karena dia tidak mau sampai jatuh miskin yang dia pikir dapat menurunkan derajatnya. Hamba itu berusaha dengan segala cara untuk menyelamatkan dirinya, termasuk dengan berbuat dosa.

Mengapa tuan itu memuji hambanya yang jahat

Dari ayat 1-7, kita masih dapat mengikuti perumpamaan ini dengan jelas tanpa ada pertanyaan apapun, karena kita juga dapat menhubungkannya dengan keadaan di dunia ini dan mungkin juga dari pengalaman kita. Namun, yang membuat kita sulit untuk menerima adalah, tuan dari hamba yang tidak setia memuji kecerdikan dari hamba tersebut, yang sebenarnya perbuatan itu dapat dikategorikan culas. Kalau kita beranggapan bahwa tuan tersebut mewakili Tuhan, maka akan sulit bagi kita menerima perkataaan ini, karena Tuhan tidak akan mungkin memuji kebohongan hamba yang tidak setia tersebut. Sesuai dengan prinsip bahwa “means cannot justify an end” atau cara tidak dapat membenarkan tujuan, maka tujuan dari hamba itu yang dilakukan dengan cara yang tidak jujur adalah tindakan yang tidak terpuji dan secara moral tidak dapat dipertanggungjawabkan. Namun, kenapa tuan dari hamba itu memuji tindakan dari hamba yang tak setia itu?

Ada beberapa interpretasi tentang hal ini. Banyak orang menginterpretasikan bahwa tuan di sini adalah mewakili Tuhan. Hal ini mungkin karena seringnya perumpamaan tentang tuan, tuan tanah, yang memang berarti Tuhan, seperti yang terjadi dalam perumpamaan tentang: a) raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya (Mt 18:23-35), b) tuan yang bepergian ke luar negeri dan mempercayakan hartanya kepada mereka (Mt 25:14-30). Namun, kalau kita teliti, dua perumpamaan tersebut menggambarkan kerajaan Sorga, seperti yang Yesus katakan pada awal dari dua perumpamaan tersebut (lih. Mt 18:23, Mt 25:14).

Namun, di dalam perumpamaan hamba yang tidak setia, tidak ditemukan pertanyaan tentang kerajaan Sorga. Oleh karena itu, mungkinkah kalau “tuan” dalam perumpamaan ini bukan mewakili Tuhan? Kalau hamba yang tidak setia disebut secara jelas bahwa dia adalah anak dari dunia ini (ay 8), maka kalau kita teliti, “tuan” di sini juga termasuk anak-anak dunia ini. Tuan di dalam perikop ini bukanlah mewakili Tuhan, namun mewakili orang-orang yang mengandalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Jadi, tidaklah heran, kalau tuan, yang juga dari dunia ini memuji kecerdikan hambanya. Yesus ingin memakai perumpamaan ini untuk menyampaikan kepada kita bahwa anak-anak dunia ini memang mempunyai kecerdikan untuk urusan dunia. Dan kecerdikan inilah yang seharusnya juga diterapkan untuk urusan-urusan Sorgawi, untuk tugas perutusan dalam mewartakan Kabar Gembira, seperti yang Yesus katakan “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.“(Mt 10:16).

Anak-anak dunia dan anak-anak terang

Setelah perumpamaan itu berakhir di ayat 8a, maka Yesus memberikan komentar “anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang” (ay. 8b). Jadi pada saat tuan itu memuji kecerdikan hambanya, maka Yesus memberikan komentar bahwa memang anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang. Kalau kita amati keadaaan di lingkungan dan masyarakat modern ini, maka kita melihat bagaimana setiap orang berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan kehidupan finansial yang lebih baik; membanting tulang dari pagi sampai malam untuk mencukupi kebutuhan jasmani; memperjuangkan posisi atau kekuasaan dengan segenap kekuatan; mempunyai kesabaran yang luar biasa untuk meniti karir dan menanggung segala sesuatu demi tercapainya tujuan, dan masih begitu banyak usaha yang luar biasa yang dilakukan oleh manusia untuk urusan dunia ini, urusan yang bersifat sementara dan tidak kekal.

Pertanyaannya adalah sampai seberapa jauh, kita berusaha untuk juga sempurna di bidang spiritual yang jauh lebih penting dari urusan dunia ini, karena yang dipertaruhkan adalah kehidupan kekal? Beberapa santa dan santo mengatakan bahwa kalau saja manusia mempunyai usaha yang sama untuk hal-hal spiritual, seperti yang dilakukannya untuk mencapai kebutuhan duniawi, maka tidak ada manusia yang masuk neraka.

Untuk urusan pekerjaan, berapa banyak dari kita yang ingin mendapatkan pekerjaan yang bagus dengan berjuang untuk mendapatkan pendidikan yang baik, bahkan sering harus belajar di luar negeri yang berarti harus mengorbankan waktu, tenaga dan uang? Namun berapa banyak orang yang mencari kebenaran dengan sungguh-sungguh, mempertanyakan imannya, belajar untuk mengetahui imannya, dan mengasihi imannya? Begitu banyak orang yang berlomba-lomba untuk mencapai karir yang bagus, berlomba-lomba untuk mendapatkan kedudukan yang mapan dan gaji yang besar. Namun, berapa banyak orang yang menaruh perhatian untuk berlomba-lomba dalam melakukan perbuatan kasih dengan mata yang terfokus pada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, pengharapan dan kasih (lih Ib 12:1-2)?

Untuk urusan pekerjaan, banyak orang menghabiskan waktu 8 – 12 jam sehari, dimana sisanya digunakan untuk bersenang-senang dan beristirahat. Namun, berapa banyak yang setiap hari benar-benar menyisihkan waktu untuk berdoa pribadi, menerima Sakramen Ekaristi dan secara teratur mengaku dosa dalam Sakramen Tobat? Jangan sampai, kalau dibuat tabel seluruh kegiatan yang kita lakukan setiap hari, maka lalu kita terperanjat karena melihat waktu yang kita sisihkan untuk Tuhan ternyata kurang dari 15 menit sehari, yang berarti kurang dari 1% dari waktu yang diberikan oleh kepada kita. Ah, seandainya tiap-tiap dari kita menyadari bahwa jika ini terjadi, maka kita melakukan ketidakadilan terhadap Tuhan. Dia telah memberikan dan mencukupi segala kebutuhan kita namun kita tidak memberikan cukup perhatian kepada Tuhan.

Mungkin ada yang pernah mendengar tentang pepatah “ora et labora“, yang berarti berdoa dan bekerja. Pepatah ini datang dari ordo Benediktus, yang mempunyai kehidupan biara yang ketat, dimana mereka bekerja selama 8 jam, beristirahat selama 8 jam, dan berdoa selama 8 jam (yang dibagi menjadi tujuh kali). Mungkin kaum awam yang memang mempunyai tanggung jawab untuk bekerja tidak dapat melakukan hal ini, namun dapatkah kita memutuskan untuk berbicara dengan Tuhan dalam doa selama minimal 30 menit atau satu jam sehari?

Persahabatan dengan mamon yang membawa kepada kehidupan kekal

Setelah kita mengetahui akan perbedaan anak-anak dunia dan anak-anak terang yang disebutkan pada ayat 8, maka hal yang cukup sulit untuk dipahami adalah di ayat 9, dimana Yesus berkata “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.” Bagaimana mungkin Yesus mengatakan bahwa kita harus mengikat persahabatan dengan mamon yang tidak jujur? Bukankah Yesus mengajarkan untuk tidak mengabdi kepada mamon (lih. Mt 6:24)?

Mamon yang berasal dari bahasa Aramaic berarti “something confided or deposited” (sesuatu yang dipercayai atau disimpan), yang sering dikonotasikan dengan kekayaan. Kekayaan memang sering mendatangkan godaan besar untuk berbuat dosa, namun kekayaan sendiri adalah sesuatu yang netral, karena dapat dipergunakan untuk sesuatu yang baik, walaupun sering dipergunakan untuk sesuatu yang buruk. Kekayaan juga dapat berupa bakat dan kemampuan, yang juga merupakan sesuatu yang bersifat netral. Berapa banyak kita melihat orang-orang yang jenius yang membangun dunia, namun ada juga yang orang yang jenius yang menggunakan kepintarannya untuk berbuat kriminal. Kuncinya adalah kita semua adalah bendahara yang dipercayakan oleh Tuhan dengan berbagai macam talenta dan karunia, yang dapat berupa kekayaan, kepandaian, dll. Pada waktu seseorang dipercaya oleh Tuhan dengan kekayaan atau kepandaian, maka sikap yang benar adalah menyadari bahwa semua itu bukan milik pribadi, namun merupakan titipan Tuhan, yang harus dipergunakan dengan bijaksana.

Kalau kita menganggap sebaliknya, percaya bahwa semua itu adalah milik pribadi kita yang tidak perlu dibagikan kepada orang yang membutuhkan, dan seluruh kehidupan kita berpusat pada kekayaan atau kepandaian, maka kita telah mengabdi kepada mamon, seperti yang dikatakan oleh Yesus di Mt 6:24. Pada waktu Yesus mengatakan “Ikatlah persahabatan dengan mamon yang tidak jujur“, ini berarti bahwa kita harus berhati-hati dengan mamon yang tidak jujur, karena kekayaan memang sering mengecoh manusia dengan memberikan ide bahwa kebahagiaan terletak pada kekayaan dan bukan pada Tuhan. Kebahagian semu inilah yang sering mengecoh banyak orang. Di ayat ini, Yesus hendak mengkontraskan antara orang kaya yang tidak benar, yang diperbudak oleh uang dan orang kaya yang benar, karena mempergunakan kekayaannya untuk semakin memuliakan nama Tuhan. Tentu saja ada banyak cara untuk memuliakan nama Tuhan dengan kekayaan, seperti: membantu Gereja, membantu proses evangelisasi, namun yang terutama adalah membantu yang miskin dan kekurangan.

Persahabatan dengan mamon dan bukan diperbudak mamon, seperti yang diterangkan di atas, maka diharapkan jika mamon tidak dapat menolong lagi – yaitu pada saat dipanggil oleh Tuhan melalui kematian – maka orang tersebut dapat diterima dalam kemah abadi dalam kerajaaan Sorga (ay. 9). Tobit mengatakan “Memang sedekah melepaskan dari maut dan tidak membiarkan orang masuk ke dalam kegelapan” (Tob 4:10). Mari, kita yang diberi kekayaan dan talenta yang berbeda-beda oleh Tuhan, dengan sukacita membagikannya kepada orang lain, sehingga kekayaan dan talenta kita dapat menjadi salah satu cara untuk membawa kita kepada kebahagiaan sejati.

Kesetiaan dalam perkara kecil menjadi tanda kesetiaan dalam perkara besar

Seseorang diketahui setia dari perkara- perkara yang kecil. Contohnya seorang majikan yang melihat bahwa pelayannya tidak mencuri benda- benda yang kecil, akan percaya bahwa pelayannya itu tidak akan mencuri benda- benda yang lebih besar/ berharga. Nah, hal- hal duniawi dikatakan sebagai hal yang kecil, dan hal- hal rohani sebagai hal yang lebih berharga, maka mereka yang tidak menggunakan hal- hal duniawi bagi kemuliaan Tuhan, tidak akan menggunakan karunia- karunia rohani sebagaimana mestinya. Selanjutnya  Luk 16:11 mengatakan, “Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” Hal Mamon yang tidak jujur di sini maksudnya adalah kekayaan yang sementara dan semu, seperti halnya pada kasus yang tidak adil dan tidak halal — siapa yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Jika demikian, Tuhan tidak akan mempercayakan kepadamu kekayaan rohani dari rahmat-Nya.

Setia mengelola harta orang lain sebelum mengelola harta sendiri

Jika kamu tidak setia dalam hal harta milik orang lain, yang disebut sebagai harta dunia yang tidak halal yang diberikan dari satu orang kepada yang lain; sehingga bukan milikmu sendiri; siapa yang akan memberikan apa yang menjadi milikmu? Bagaimana kamu berharap bahwa Tuhan akan memberikan kepadamu harta rohani yang jika dikelola dengan baik akan menjadi milikmu selamanya? ((lih. St. Augustine, lib. ii. qq. Evang. q. 35. p. 263. -Witham))

Kekayaan dunia dikatakan sebagai milik orang lain, karena itu milik Tuhan; kita hanya pengelola: sehingga ketika kita memberi sedekah, kita membebaskan apa yang menjadi milik orang lain. Jika kita tidak berbuat demikian, bagaimana kita dapat memberikan apa yang menjadi milik kita?

Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan

Tidak ada pelayan yang dapat mengabdi pada dua tuan. Untuk membagikan harta milik kita sesuai dengan kehendak Tuhan, kita harus membebaskan pikiran kita dari keterikatan terhadap harta milik tersebut (Theophylactus)— “Biarkan orang- orang yang serakah belajar, bahwa para pencinta harta duniawi adalah musuh Kristus “(Bede yang terberkati), sebab akar dari segala dosa adalah cinta akan uang (lih. 1 Tim 6:10)

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab