Pertanyaan:

Shalom Romo, Bpk Stefanus Tay & Bu Inggrid Listiati,

dari hati yang paling dalam Surya amat sangat bersyukur adanya website ini yang buanyak menggali pengetahuan, sharing, dan pandangan bijak dari teman-teman seiman, terlebih dipandu oleh pasutri Stefanus Tay & Inggrid Listiati.
Ada beberapa hal yang Surya mau ungkapkan disini, diantaranya adalah sebagai berikut :

Liturgi Sabda
seringkali homili yang disampaikan kurang persiapan bahkan banyak yang saya jumpai isi homili mengambil dari standard baku dari buku homili tahun A,B,C.
sepertinya kurang mendapat perhatian bahwa Sabda Tuhan yang disampaikan bertujuan membangun umat untuk lebih mengenal dan merenungkan serta dapat di implementasikan dalam hidupnya sehari-hari. (baca Roma 10:17).
Bu Inggrid, keseragaman dalam misa ekaristi dalam bagian liturgi sabda ini menurut saya “membatasi Roh Tuhan” bekerja. Saya pernah bertanya dan mendapat jawaban dari seorang Pastur bahwa ada aturan dalam penyampaian homili yaitu :
* 5 menit pertama = Pastur menceritakan ulang isi bacaan pertama,kedua,dan bacaan Injil
* 5 menit kedua = Pastur jelaskan maksud dari bacaan pertama,kedua,dan bacaan Injil
* 5 menit kedua = Pastur menyampaikan pesan-pesan sesuai korelasi dengan isi bacaan 1,2,bacaan Injil
sering didengungkan bahkan menjadi suatu ‘kebanggaan semu’ bahwa gereja katholik di seluruh dunia tema 3 bacaannya sama… oleh karena harus mengikuti aturan seperti ini sehingga kehilangan makna yang hendak disampaikan supaya umat yang mengikuti misa ekaristi mengalami sentuhan iman karena bobot homili yang disampaikan.
Beberapa Pastur tidak menyangkal bahwa tidak mungkin dapat menjelaskan Sabda Tuhan dalam waktu sangat singkat dan harus mencakup kebutuhan bagi umatnya dari segala kelompok umur. Saya pernah usulkan supaya diperpanjang waktu homili tetapi Pastur bersangkutan mengatakan “tidak bisa diubah” karena sudah demikian peraturannya.
mohon maaf para Pastur, saya sangat memaklumi bahwa tidak mudah memberitakan kabar Injil dikaitkan dengan keadaan hidup jaman sekarang. Namun tolonglah dicari solusinya supaya firman Tuhan ini harus disampaikan kepada umat…
di Paroki saya pernah dicoba oleh Pastur mengadakan pertemuan pendalaman alkitab setiap hari rabu namun kenyataannya tidak banyak yang hadir dan pada akhirnya sekarang “MUNTABER= mundur tanpa berita” alias tidak diadakan lagi… sungguh sangat memprihatinkan. bandingkan jika diselenggarakan doa rosario atau doa novena…. buanyaaakkk yang hadir. Setelah saya selidiki ternyata motivasinya adalah berkat. ketika memohon kepada perantaraan Bunda Maria lebih sering dikabulkan daripada
berdoa memohon kepada Tuhan Yesus (atau kepada BAPA).
Persekutuan Doa Kharismatik sering memanggil pewarta dari awam untuk mengisi renungan sebab seringkali Pastur kurang meresponi jika diminta membawakan renungan di PDKK karena sekali lagi mohon maaf … biasanya Pastur sangat tidak siap membawa renungan lebih dari 15 menit karena sudah terbiasa membawa homili hanya 15 menit.

Maksud saya mengangkat topik mengenai liturgi sabda ini supaya ada perbaikan atau bila mungkin ada perubahan baik dari sisi waktu homili maupun dari efektifitas materi yang disampaikan agar supaya umat banyak tergerak hatinya untuk mencintai firman Tuhan. memang sih ada bulan kitab suci yaitu setiap bulan september setiap tahunnya… tapi itu tidak cukup. Harus digalakkan setiap hari membaca dan merenungkan kitab suci.
Intisari perjalanan iman seseorang paling tidak mencakup :
– Doa
– Firman
– Persekutuan
– Pelayanan
harus mau bersaksi bagaimana Yesus hidup dalam dirinya…. dapat menjadi garam dan terang bagi keluarga, lingkungan sekitar dimana kita berada bahkan menjadi saksi Kristus bagi banyak orang.

Sudah terlalu banyak metoda-metoda yang disampaikan seperti misalnya 7 step, kontemplasi, meditasi dan sebagainya. yang dibutuhkan adalah bagaimana membangun kecintaan umat kepada kitab suci. setelah itu dibimbing untuk juga meng-implementasikan firman Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari.
metoda dan peraturan, tata terbit dalam misa ekaristi tidak salah sih tetapi ada yang lebih penting yaitu memberikan waktu bagi Roh Tuhan bekerja seluas-luasnya dalam hidup kita.
Tidak terlalu kaku dan ketat dengan segala macam narasi doa-doa yang sudah di standarkan dalam teks-teks yang dibacakan tetapi alangkah indahnya jika doa-doa yang kita sampaikan itu adalah dari kata-kata hati kita sendiri yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam…. jadi tidak hanya berupa aturan bacaan doa BAPA KAMI atau SALAM MARIA semata-mata…

sementara ini dulu kita diskusikan dan saya mohon bapak dan ibu memakai kata-kata sederhana saja supaya mudah dicerna oleh kami ini orang awam.
Terima kasih. Jesus Bless You.

Salam Sejahtera,
Surya Darma

Jawaban dari Romo Wanta:

Surya Yth
Keluhan anda sebagai kritik terhadap homilist/ orang yang membawakan homili dalam Misa adalah wajar dan saya pribadi bisa menerimanya. Tidak mudah membawakan homili yang bisa memenuhi kebutuhan rohani semua umat. Komisi Liturgi KWI baru saja selesai rapat para dosen untuk membahas hal yang serupa, bahkan kami di KWI sudah pernah membahas paling tidak lebih dari 3 kali bagaimana menyiapkan calon imam dan imam membawakan homili secara benar dan baik mewartakan sabda Tuhan untuk memenuhi kebutuhan umat beriman. Harus ditinjau dari pelbagai aspek antara lain: imam/awam yang membawakan, pendidikan bagi para homilist, pendengar komunikan yang menerima sabda Tuhan, dengan konteksnya, media/sarana penyampaian (sound system, audio) yang memadai hingga pesan sabda Tuhan terdengar secara baik.

Tentang Liturgi bacaan (Perayaan Sabda Hari Minggu) anda bisa baca di majalah Liturgi Vol 18 2007 dan vol 21 2010. Saya berharap anda mencarinya agar memahami secara utuh. Benar Gereja Katolik menetapkan tahun A B C secara teratur dengan mengambil lingkaran tahun keselamatan dari penginjil agar umat beriman memahami sejarah keselamatannya dengan ciri khasnya masing-masing dari tahun liturgi satu pindah ke yang lain. Itu memang baku dan sesuai dengan ajaran Gereja Sacrosanctum Concilium, Redemptionis Sacramentum, tidak bisa diubah. Kecuali anda memberikan homili/kotbah tematis silakan mencari teks yang kontekstual dan cocok dengan pendengar itu lain hal, tapi Perayaan Ekaristi tidaklah demikian. Semua teratur di situ; sebagai anggota Gereja Katolik saya pribadi patut bersyukur bahwa merayakan iman memiliki kesatuan dan keseragaman, bukan seenaknya sendiri.

Soal pastor yang membawakan homili tidak menarilk dan umat ‘muntaber’ tidak mau datang kalau ada pendalaman Kitab Suci, sudah menjadi keprihatian lama dan memang perlu bersama membenahi, dan tidak menyalahkan pihak tertentu. Mungkin kita kurang mengerakkan umat mencintai Kitab Suci, bahasa kita kurang pas dengan pendengar dll. Coba kita bersama membangun jemaat yang setia dan mencintai Kitab Suci. Doa dalam Misa baku karena harus mendapat approbasi konferensi Uskup dan recognisi dari Takhta Suci sesuai ritusnya kita di Indonesia ritus latin. Sekali lagi ini perayaan iman jadi penting.

Kalau mau berdoa spontan bisa dalam kelompok pendalaman Kitab Suci, PDKK dll tapi tidak di dalam Perayaan Ekaristi, termasuk memilih teks KS semaunya. Soal pastor yang tidak siap, saya mengakui tapi tidaklah semua pastor demikian dan jika anda mengundang saya, saya akan menyiapkannya dengan baik. Homili tidak bisa lebih dari 15 menit dalam perayaan Ekaristi, tapi kalau kotbah tematis bisa 30 menit, kalau sampai 1 jam namanya ceramah. Pendengar memiliki kemampuan terbatas dia bisa menerima dengan konsentrasi penuh pada 6 menit pertama setelah itu dia bisa lupa. Mohon baca dengan baik artikel yang akan saya sampaikan di katolisitas.

salam
Rm Wanta

Jawaban dari Ingrid:

Shalom Surya,

1. Tentang Liturgi Sabda

Keseragaman Liturgi Sabda dalam perayaan Ekaristi di gereja Katolik manapun, hendaknya tidak diartikan sebagai “membatasi Roh Tuhan bekerja” seperti yang anda katakan. Sebab jangan lupa bahwa Roh Kudus adalah Roh Kasih Allah yang mempersatukan, sehingga Roh Kudus itu akan lebih leluasa berkarya di dalam kesatuan. Roh Kudus yang satu itulah yang mempersatukan semua anggota Kristus menjadi satu tubuh, yang dipanggil kepada satu pengharapan (Ef 4:4). Nah bukti yang paling kuat akan adanya persatuan itu adalah kesatuan dalam ibadah dari seluruh Tubuh Kristus di seluruh dunia. Maka yang diperlukan adalah meningkatkan penghayatan akan karya Roh Kudus di dalam kesatuan liturgi tersebut, dan bukannya ingin merombaknya karena kurangnya penghayatan maknanya. Ibaratnya, yang perlu diperbaiki adalah antenanya dan bukan membuang TV-nya.

2. Tentang Homili dan pendalaman Kitab Suci

Soal Homili, Romo Wanta sudah menanggapinya. Memang menjadi tugas para imam untuk juga meningkatkan kualitas homili, dan mungkin ini dapat dicapai jika para imam teratur melakukan Lectio Divina dalam kehidupan rohaninya.

Tidak mudah untuk menyampaikan homili yang singkat, padat namun relevan dan menyentuh hati umat. Oleh karena itu para imam membutuhkan juga dukungan doa dari kita para umat. Pertanyaannya adalah, sudahkah kita mendoakan para imam paroki kita, agar mereka memperoleh bimbingan Roh Kudus supaya dapat menyampaikan homili dengan baik?

Lalu tentang pendalaman Kitab Suci. Adalah sesuatu yang baik jika diadakan pendalaman Kitab Suci. Namun perlu juga ditentukan topik dan pembicaranya yang baik, agar berguna dan membangun iman umat. Jika anda terpanggil untuk berkarya membantu imam di paroki anda, silakan anda mengambil tugas ini, mengkoordinasikannya bersama dengan seksi katekese/ Kitab Suci di paroki. Jadi sebaiknya janganlah terlalu cepat menyampaikan kritik, jika kita sendiri belum melakukan bagian kita, yaitu mendukung para imam dengan doa dan jika perlu membantu dengan mendukung karya- karya kerasulan di paroki.

3. Acara doa rosario dan novena lebih banyak yang hadir?

Doa rosario, jika didoakan dengan benar, itu merupakan permenungan akan peristiwa hidup Yesus sendiri yang tertulis dalam Injil. Jadi doa rosario sebenarnya merupakan pendalaman Kitab Suci juga, namun arahnya lebih kepada penghayatan pribadi, dan bukan kepada pembelajaran bagi kelompok. Demikian pula dengan novena, jika novena ini disertai dengan Perayaan Ekaristi Kudus, maka ini sungguh bermakna sangat dalam, dan sebenarnya bahkan lebih sempurna daripada pendalaman Kitab Suci [tentu jika dibarengi dengan penghayatan akan makna Ekaristi]. Sebab, dalam setiap Perayaan Ekaristi, tidak hanya ada Liturgi Sabda yang merenungkan Sabda Allah (bacaan dari PL/ PB, Mazmur dan Injil) tetapi juga Liturgi Ekaristi di mana umat dapat menyambut Kristus dan bersatu dengan Kristus sendiri dalam Komuni Kudus.

4. Pastur tidak bisa membawakan renungan di PDKK?

Saya rasa kita perlu melihat hal ini secara lebih obyektif. Pastur paroki mempunyai tugas yang sangat banyak dalam paroki, bukan saja hanya untuk berkhotbah. Ia juga harus menjalankan tugas penggembalaan umat, mempersiapkan umat menerima sakramen- sakramen lainnya, termasuk Ekaristi, Baptis, Pengakuan dosa, Penguatan, Pernikahan (dan persiapan pernikahan), dan Pengurapan Orang sakit; juga tugas pastoral lainnya, kunjungan, manajerial paroki. Maka bukannya Romo tidak bisa khotbah panjang, tetapi karena waktunya yang memang sangat terbatas. Tentu saja Romo bisa menyampaikan khotbah dalam PDKK, dan saya sudah sering mendengarkannya. Jadi masalahnya, saya rasa, lebih cenderung kepada apakah Romo tersebut mempunyai waktunya atau tidak.

5. Intisari perjalanan iman: Doa, Firman, Persekutuan, dan Pelayanan?

Ya, saya juga mengetahui tentang ke-empat hal ini yang sering diajarkan juga dalam SHBDR. Namun sebenarnya ada satu jari- jari “roda” pertumbuhan yang terlupakan di sini, yaitu SAKRAMEN. Pertumbuhan rohani akan menjadi lebih baik dan sempurna, jika mengandalkan rahmat Allah sendiri yang tercurah di dalam sakramen- sakramen, karena sakramen merupakan cara yang dipilih Allah untuk menyampaikan rahmat-Nya. Secara khusus di sini adalah Ekaristi dan Pengakuan Dosa. Dengan rahmat Allah inilah maka kita dapat menjadi saksi Kristus yang lebih baik, dan bertumbuh dalam iman, pengharapan dan kasih.

Maka sebagai umat Katolik kita tidak dapat meletakkan pertemuan apapun di atas Perayaan Ekaristi, yang menjadi puncak dan sumber kehidupan Kristiani. Persekutuan doa, pendalaman Kitab Suci, Rosario, atau apapun bentuk kegiatan rohani lainnya tidak ada yang nilainya lebih tinggi daripada Ekaristi, dimana Kristus hadir dan bersatu dengan umat-Nya. Umat Katolik yang lebih memilih persekutuan doa daripada Misa Kudus, sesungguhnya menunjukkan bahwa ia tidak sungguh- sungguh menghayati imannya. Silakan memeriksa diri sendiri, sejauh mana kita sudah mempersiapkan diri menyambut Ekaristi, seperti yang pernah dituliskan di sini, silakan klik. Atau jika anda belum membaca artikel Ekaristi, silakan juga membacanya di sini, silakan klik dan di sini, silakan klik

Maka komentar anda bahwa membangun kecintaan umat kepada Kitab Suci, itu memang penting, tetapi juga sebaiknya itu dibarengi juga dengan membangun kecintaan umat kepada Ekaristi dan sakramen- sakramen lainnya. Karena dengan demikian, kita dapat mempunyai pertumbuhan iman yang lebih baik.

6. Doa yang keluar dari lubuk hati lebih berarti daripada doa Bapa Kami dan Salam Maria?

Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang keliru. Kalau seandainya doa Bapa Kami dihayati dengan sungguh- sungguh dan menjadi doa yang keluar dari lubuk hati, maka doa Bapa Kami menjadi doa yang sempurna dan berkuasa, sebab itu adalah doa yang diajarkan oleh Kristus sendiri. Lagipula, semua doa spontan yang baik, sesungguhnya menyerupai doa Bapa Kami, hanya penyampaiannya saja yang berbeda. Silakan anda membaca di artikel ini, silakan klik, untuk merenungkan kebenaran ini. Jika Tuhan Yesus lebih memilih doa spontan daripada doa yang dirumuskan, tentu Dia tidak perlu mengajarkan doa Bapa kami. Fakta bahwa Ia mengajarkan doa ini, adalah karena Ia ingin mengajarkan kepada kita bagaimana sebenarnya kita harus berdoa. Jadi marilah kita berusaha meresapkan doa Bapa Kami ini di dalam hati kita dan menjadikannya doa yang keluar dari lubuk hati kita, di samping mengucapkan doa- doa yang spontan.

Demikian juga tentang doa Salam Maria, yang pernah dibahas di sini, silakan klik. Sudah saatnya kita yang telah diperbaharui oleh Roh Kudus, belajar bertumbuh di dalam kerendahan hati; dan ini termasuk juga dengan menghargai pengajaran Gereja tentang doa dan sakramen. Kalau kita yang mendapat pencurahan Roh Kudus hanya sekejap saja menjadi sangat bersemangat dan mempunyai kasih yang berkobar kepada Tuhan; apalagi Bunda Maria yang sejak awal dikandung tanpa noda, dipenuhi oleh Roh Kudus dengan sempurna, mengandung Kristus Sang Allah Putera di dalam rahim-Nya, hidup 30 tahun di bawah satu atap dengan-Nya! Semoga Roh Kudus semakin menjadikan kita rendah hati dan mengakui, bahwa kita masih perlu banyak belajar dari banyak orang yang lebih kudus dari kita; dan terutama di sini adalah Bunda Maria, yang memang telah dikuduskan oleh Allah.

Demikianlah Surya, yang dapat saya tuliskan untuk menjawab pertanyaan/ komentar anda. Semoga saya sudah memakai kata- kata yang sederhana dan mudah dicerna. Jika belum, mohon maaf, dan silakan bertanya kembali.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

12 COMMENTS

  1. Shalom bu…

    Menanggapi bhwa kta sering b’rsa bosan t’utama pd wktu Homili dpd father. Agaknya kbnyakan father2 kta k’kurangan karisma @ aura dlm b’bicara utk mnarik prhatian kta utk m’dngar pnjelasan2 ttg ssuatu p’bacaan. Wlupn kdang kta mmg awlnya b’minat utk m’dngar krn sikap ingn tahu akn firman2 Tuhan t’sbut, tp smpai 1 wktu skiranya father m’beri homili dlm tona @ rentak yg ‘slow’, kta mlah jd mlas utk trus m’dngar. Ini s’snguhnya brlaku kpd kbnyakan kita…

    Sya hrap smoga kta sntiasa b’doa utk para father kta spy dbimbing utk m’pnyai suatu bntuk upaya dlm b’suara, spy dpt mnarik p’hatian kta dlm mrenug’n firman Tuhan…

    Shalom
    Tuhan m’berkati…

    [dari katolisitas: Ya, mari kita bersama-sama berdoa untuk mereka. Namun, terlebih, mari kita juga mencoba membuka hati kita dengan sungguh-sungguh, sehingga kita juga akan mendapatkan sesuatu dari kotbah yang disampaikan.]

    • Shalom John,

      Sejujurnya, jika kita memahami sungguh makna perayaan Ekaristi, maka kita tidak akan bosan, walaupun homili dari Pastornya, menurut Anda, membuat bosan. Walaupun homili sesungguhnya juga penting, tetapi Perayaan Ekaristi di Gereja Katolik memang puncaknya bukan Homili oleh pastor, melainkan Kristus sendiri yang hadir dalam Ekaristi. Mungkin kalau di kebaktian gereja non-Katolik, memang khotbahnya yang terpenting, namun kalau di Gereja Katolik tidak demikian.

      Masukan Anda tentang homili ini, nanti akan kami teruskan kepada para Romo di Katolisitas, dan saya percaya hal ini sesungguhnya juga telah menjadi perhatian para Romo. Namun dari pihak kita, umat, mari kita juga melakukan bagian kita, agar kita tetap dapat mengalami kehadiran Tuhan dalam perayaan Ekaristi, tanpa tergantung apakah homilinya menarik atau tidak. Pertama-tama kita sendiri harus mempersiapkan diri sebelum mengikuti perayaan Ekaristi: 1) dengan pemeriksaan batin, jika ada dosa berat, mengaku dosa terlebih dulu dalam sakramen Pengakuan; 2) dengan membaca dan merenungkan terlebih dahulu bacaan Kitab Suci yang akan dibacakan dalam Misa. Silakan membeli buku renungan ini di kantin rohani di kota Anda; 3) datang lebih awal, jangan terlambat, dan berdoalah mohon bantuan rahmat Tuhan agar Anda dapat mengarahkan hati/ mengikuti perayaan Ekaristi dengan baik dan mengalami kehadiran-Nya dalam perayaan tersebut. Selanjutnya tentang hal ini, klik di sini.

      Silakan membaca beberapa artikel berikut ini:

      Sakramen, apa pentingnya dalam kehidupan iman kita?
      Apa yang harus kuketahui tentang liturgi?
      Sudahkah kita pahami pengertian Ekaristi?
      Ekaristi sumber dan puncak kehidupan Kristiani
      Ekaristi adalah Komuni kudus
      Apa artinya menjadi Katolik?

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  2. Met malam team pengasuh Katolisitas, Saya pribadi mengucap syukur bahwa masih ada orang-orang yang tergerak hatinya untuk berbagi ilmu dengan saudara seiman lainnya.
    Memang kita menyadari banyak sekali tentang ajaran-ajaran gereja katolik yang masih awam buat kami. Mudahan-mudahan dengan adanya forum seperti ini, bisa membantu kami yang awam lebih memahami seperti apa ajaran gereja katolik lebih detail.
    Terima kasih.
    Tuhan memberkati kita semua……………………

    • Niko Yth,

      Tiga bacaan itu khusus untuk Hari Minggu dan Hari Raya. Pada hari-hari lain (pesta, peringatan, harian) hanya ada dua bacaan. Perubahan ini dibuat sesudah Konsili Vatikan II karena sebelumnya hanya ada dua bacaan baik pada hari Minggu dan Hari Raya maupun pada misa harian dalam lingkaran satu tahun saja. Itu berarti sebelum Vatikan II umat mendengar bacaan yang sama setiap tahun dalam liturgi Sabda maka hanya sebagian saja dari isi Kitab Suci yang dimaklumkan dalam liturgi. Tata bacaan Sabda dalam liturgi dan ibadat sesudah Konsili Vatikan II ditinjau kembali dengan tujuan menolong umat yang merayakan liturgi atau ibadat pada Hari Minggu dan Hari Raya serta misa harian sepanjang Tahun Liturgi, untuk mendengar dan merenungkan hampir seluruh isi Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru. Untuk itu ada lingkaran tiga tahun bacaan Hari Minggu dan Hari Raya: tahun A, B dan C (yang berubah adalah semua bacaan: pertama, kedua dan Injil). Selain itu ada lingkaran dua tahun untuk bacaan Misa Harian: tahun I dan II (yang berubah hanya bacaan pertama, Injil tidak berubah). Dalam lingkaran tiga tahun itu hampir seluruh isi Kitab Suci (Lama dan Baru) dimaklumkan dalam liturgi Sabda.

      Salam dan doa. Gbu.
      Pst. Boli.

  3. Salam damai sejahtera

    Saya tidak bermaksud untuk mencampuri pengajaran ataupun liturgi di dalam gereja Katolik, tetapi ada kalimat yang ditulis oleh Romo Wanta yang menurut saya kurang pas.
    Tetapi sebelumnya saya mohon maaf, sebab menanggapi tulisan Romo Wanta berikut ini :

    tapi kalau kotbah tematis bisa 30 menit, kalau sampai 1 jam namanya ceramah.
    Pendengar memiliki kemampuan terbatas dia bisa menerima dengan konsentrasi penuh pada 6 menit pertama setelah itu dia bisa lupa

    Dalam sesi pendalaman Alkitab waktu yang 30 menit (menurut saya) kurang dari cukup.
    Di gereja kami untuk kebaktian biasa uraian tentang Alkitab disampaikan minimal 1 jam dan untuk pendalaman Alkitab biasanya minimum 2,5 jam.

    Rata-rata umat yang mengikutinya tidak merasakan kebosanan atau jenuh dan mereka pulang dengan penuh suka cita sebab menerima kelimpahan Firman Tuhan yang tidak terbatas.

    Jadi kalau menurut saya (sekali lagi mohon maaf) waktu yang 30 menit itu tidak cukup untuk pendalaman Alkitab.
    Alasan umat bisa menerima dengan konsentrasi penuh pada 6 menit pertama setelah itu bisa lupa , itu bisa terjadi jika firman yang disampaikan tidak dengan pengurapan Rohkudus.
    Maka umat yang mendengarkan akan mengantuk dan hilang konsentrasi sehingga lupa semuanya, pulang tidak mendapat apa-apa.

    Kalau kita mempunyai kecintaan akan Tuhan dan FirmanNya, maka seumur hiduppun tidak cukup untuk selalu mendengar firmanNya.

    Salam
    Mac

    • Machmud Yth

      Terimakasih untuk semangatmu merespons mengomentari apa yang ada di dalam web katolisitas. Saya memberikan apresiasi pada anda yang mencari dan berusaha hidup menjadi orang kristiani yang baik dalam katolisitas. Soal pendalaman Kitab Suci itu berbeda dengan Liturgi Ekaristi (Misa) coba sesekali datang ikut hadir merayakan ekaristi di Gereja Katolik agar jangan salah persepsi. Pendalaman Kitab Suci ada di dalam kelompok misalnya Komunitas Basis, Lingkungan di Paroki atau di Persekutuan Doa. Bagi saya, pendalaman Kitab Suci harus dimulai dengan berdoa, membuka hati untuk bimbingan Roh Kudus, membaca Sabda Allah, Meditasi dan Kontemplasi Sabda Allah. Selanjutnya, kemudian bisa seorang pemandu memberikan renungan di sini, sekitar 30 menit atau lebih. Kalau sampai 2,5 jam, menurut saya terlalu lama; karena biasanya kegiatan ini diadakan malam hari. Kalau peserta banyak, dapat diadakan 1 jam dengan sharing dari peserta, kemudian doa permohonan atau syukur sebagai tanggapan Sabda Allah (doa syafaat di tempat anda), kemudian doa penutup nyanyian penutup dan bisa pulang diharapkan membawa buah buah dari pendalaman Kitab Suci. Jadi konteks pendalaman Kitab Suci memang berbeda dengan Misa/ perayaan Ekaristi. Dalam perayaan Ekaristi liturgi sabda diututup dengan homili, kemudian masih ada liturgi ekaristi. Sedangkan pendalam iman Kitab Suci khusus mendengarkan dan merenungkan Kitab Suci. Kalau dibandingkan dengan ibadat sabda di Gereja Protestan (Gereja anda) tidaklah klop pasti berbeda dan tidak perlu disamakan, masing masing memiliki kekhasannya yang harus dihormati.
      Semoga anda semakin memahami dan tetap semangat membaca katolisitas.

      salam
      Rm Wanta

      Tambahan dari Ingrid:

      Shalom Machmud,
      Saya hanya ingin menambahkan demikian. Memang di Gereja Katolik, ibadah yang tertinggi adalah Misa Kudus (perayaan Ekaristi), yang di dalamnya terdapat liturgi Sabda, dan liturgi Ekaristi. Maka pada Misa kudus, fokusnya tidak hanya merenungkan Sabda Tuhan/ membahas Kitab Suci. Oleh karena itu memang ada keterbatasan waktu, sehingga homili tidak dapat dibuat sampai satu jam atau lebih, seperti pada kebaktian gereja Protestan, yang memang fokus utamanya, sepanjang saya ketahui, adalah pengajaran/ khotbah.

      Kebaktian dalam gereja Protestan lebih menyerupai Persekutuan Doa dalam Gereja Katolik. Persekutuan Doa dalam Gereja Katolik umumnya diadakan terpisah dari Misa Kudus, biasanya pada malam hari, di hari biasa. Umumnya ibadah persekutuan doa ini dimulai dengan lagu- lagu pujian dan penyembahan, dan baru kemudian diadakan pembacaan Kitab Suci, lalu pengajaran yang dapat dilakukan oleh imam atau awam Katolik. Lamanya pengajaran ini bervariasi, namun sepanjang pengetahuan saya, berkisar 1 jam. Sesudah pengajaran biasanya diikuti oleh doa umat/ doa syafaat, atau kadang juga bisa diisi oleh sharing umat dan baru kemudian pujian penutup. Nah total lamanya acara ini sekitar 2 sampai 2,5 jam.

      Selain persekutuan doa, di paroki Gereja Katolik juga umum diadakan yang disebut sebagai Pendalaman Kitab Suci, kursus Evangelisasi ataupun pengajaran rohani lainnya. Nah, umumnya ini merupakan rangkaian pengajaran, semacam kursus misalnya seminggu sekali pada hari biasa selama 3 bulan atau lebih. Nah kalau memang tujuannya Pendalaman Kitab Suci, maka memang acaranya bisa sampai 2,5 jam khusus mendengarkan pengajaran, hanya mungkin diselingi oleh break/ istirahat 10 menit di pertengahan acara. Dalam acara ini maka, benar, walaupun panjang, namun tidak bosan. Apalagi biasanya yang hadir memang mereka yang sudah berminat untuk mendalami/ mempelajari Kitab Suci.

      Jadi yang Romo maksudkan di sini adalah bahwa homili dalam Misa Kudus tidak sama dengan acara Pendalaman Kitab Suci; maka lamanya tidak dapat disamakan. Homili itu lebih merupakan permenungan sejenak tentang maksud Sabda Allah yang baru saja dibacakan; dan untuk pembelajarannya secara mendalam memang diperlukan kesempatan lain. Karena Misa Kudus dihadiri oleh umum, baik orang tua maupun anak- anak dari berbagai latar belakang, maka semestinya homili dapat dimengerti oleh semua golongan, dan memang ini salah satu tantangan para imam. Homili dalam misa Kudus, merupakan bagian dari rangkaian ibadah, yang puncaknya adalah Ekaristi, di mana Kristus sendiri hadir dan dapat disambut oleh umat dalam Komuni Kudus [oleh yang sudah dibaptis Katolik]. Jika perayaan besar, seperti Trihari Suci Paska, dan Natal, memang umumnya Misa Kudus lebih panjang (bisa sampai 2 jam lebih) tetapi pada Misa Minggu biasa umumnya 1 jam sampai 1 jam 15 menit.

      Demikian informasi dari saya. Semoga berguna.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Syalom Machmud.

      Saya ingin menanggapi tentang pewartaan firman TUHAN yang mungkin 15 menit di Ekaristi.

      Saya seorang Katolik yang aktif di persekutuan doa kharismatik katolik. Pengalaman pribadi saya, bahwa justru masalah – masalah besar di dalam hidup saya itu dijawab dalam SABDA 15 menit itu. sedangkan permasalahan – permasalahan kecil dalam kehidupan sehari – hari itu dijawab dalam komunitas persekutuan doa Katolik yang ceramah sampai 2,5 jam. Saya anjurkan anda datang ke persekutuan doa Katolik Kharismatik ( kalo di Surabaya ada di WTC lantai 3 Jam 19:00 hari Jum’at ), anda akan melihat kebaktian PERSIS kayak Kristen ( tapi yang ini Katolik )

      Jadi intinya adalah bukan lama atau pendeknya suatu ceramah, tapi bagaimana kita menghayati dan menyadari bahwa Roh Kudus sedang bekerja pada ceramah tersebut. meskipun ceramah cuma 1 menit, tapi Roh kudus bekerja maka hasilnya akan luar biasa daripada cerama 10 jam tapi tidak ada roh kudus.

      Sedangkan di Ekaristi, Roh Kudus & YESUS sendiri bekerja sepenuhnya, karena disitu terjadi persatuan antara kita dengan YESUS, sedangkan di kebaktian – kebaktian atau persekutuan doa yang terjadi hanyalah jamahan YESUS sendiri. Yang sudah saya pernah ungkapkan pada thread sebelumnya, bahwa Ekaristi itu DOA, PUJIAN & PENYEMBAHAN tertinggi / top / paling atas. Karena :

      *Sakramen Ekaristi = YESUS bersatu dengan Kita
      *Kebaktian / Persekutuan Doa = YESUS menjamah kita

      Jelaslah Ekaristi menduduki posisi puncak & tertinggi

      Jadi kesimpulan saya bahwa yang terpenting adalah penghayatan itu sendiri dan kesadaran bahwa Roh Kudus sedang menegur kita melalui ceramah ( berapapun waktunya ), sehingga kita akan menerima banyak hal.

      TUHAN YESUS MEMBERKATI & BUNDA MARIA selalu menuntun anda pada putraNYA

    • Shalom,

      Saya menyampaikan pertanyaan melalui fasilitas “reply” ini, karena tidak melihat ada fasilitas khusus.

      Semakin jelas visi seseorang melihat bahwa betapa berharganya, betapa bermanfaatnya atau betapa beruntungnya dia jika berhasil mencapai tujuannya, maka semakin bersemangat dan teguhlah dia memperjuangkan pencapaian tujuannya tersebut.

      Dalam kekristenan juga, seandainya umat dapat melihat betapa berharganya, betapa indahnya menjadi anggota kerajaan Allah, saya yakin, umat akan lebih teguh dalam memperjuangkannya.

      Bolehkah Bapak/Ibu, membantu saya dan mungkin banyak yang lain, untuk dapat memiliki visi yang lebih jelas mengenai betapa tidak ternilainya tujuan akhir itu ? Saya “iri” dengan santo/santa atau martir yang mampu bersukacita dalam penderitaannya menjadi pengikut Kristus. Saya juga ingin memiliki “sesuatu” yang telah memampukan mereka seperti itu.

      Salam.

      • Shalom Anthonius,

        Adalah suatu yang baik dan indah, jika anda telah memiliki pengharapan (anda mengatakannya sebagai ‘visi’) tentang tujuan akhir kita sebagai umat beriman, yaitu kehidupan kekal bersama Allah di surga. Dalam hal ini, sesungguhnya kita tidak perlu ‘iri’ dengan para Santo/ santa dan para martir, sebab bekal yang mereka miliki adalah rahmat bersumber dari Allah, yang juga dapat kita peroleh saat ini. Bagi umat Katolik, secara khusus kita menerima rahmat Allah ini melalui sakramen- sakramen; secara khusus sakramen Ekaristi dan Pengakuan dosa; demikian pula dalam kehidupan doa dan merenungkan Sabda Tuhan.

        Jika kita membaca riwayat hidup para kudus itu, kita akan mengetahui bahwa banyak di antara mereka mempunyai kehidupan rohani yang berakar dari doa, firman dan sakramen, secara khusus Ekaristi. Jadi jika kita ingin mengikuti jejak mereka, marilah kita meniru teladan mereka dalam hal ini. Semoga Tuhan membentuk kita tiap- tiap hari untuk menjadi semakin menyerupai para kudus tersebut, yang hidupnya memang mengikuti teladan Kristus.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        Ingrid Listiati- katolisitas.org

  4. Shalom Bpk Stefanus Tay & Bu Inggrid Listiati,

    dari hati yang paling dalam Surya amat sangat bersyukur adanya website ini yang buanyak menggali pengetahuan, sharing, dan pandangan bijak dari teman-teman seiman, terlebih dipandu oleh pasutri Stefanus Tay & Inggrid Listiati.
    Ada beberapa hal yang Surya mau ungkapkan disini, diantaranya adalah sebagai berikut :

    . Liturgi Sabda
    [dari Katolisitas: Diedit]
    Salam Sejahtera,
    Surya Darma

    [Dari Katolisitas: Pertanyaan selengkapnya dan jawabannya sudah disampaikan di atas, silakan klik]

    • Shalom Sdr. Surya Darma,

      Sama seperti Anda, sayapun sangat menyukai doa-doa spontan. Karna dengan berdoa spontan, saya bisa berdoa sebebas mungkin tanpa terikat oleh aturan-aturan doa baku. Dengan berdoa spontan, saya bisa mengutarakan dengan berulang-ulang apa yang saya kehendaki, saya bisa mengutarakan dengan panjang lebar apa yang saya pintakan, saya bisa sebebas-bebasnya menghaturkan pujian-pujian kepada Tuhan, Juru Selamat saya secara pribadi. Saya bisa mengucapkan dengan lantang dan penuh semangat: “Yesus, aku mencintaiMu! Yesus, aku mencintaiMu! Yesus, aku mencintaiMu!” – sebagai pengakuan imanku yang besar kepada Yesus.
      Prinsip saya, semakin banyak saya mengucapkan kata-kata, maka semakin banyak sudah saya berdoa. Dan, yang paling penting: saya bisa memerintahkan Tuhan untuk diam mendengarkan doa saya. Inilah kesempatan buat saya untuk berkata, “Tuhan, sekarang datanglah, duduklah di dekatku, dan diamlah mendengarkan semua doaku yang panjang dan tulus ini.”

      Lalu, setelah banyak membaca di website ini, saya menemukan, ternyata…. sejak awal berdirinya, Gereja Katolik telah mempunyai cara berdoa yang lain, yaitu secara meditatif-kontemplatif – yang mana cara berdoa ini menggunakan Kita Suci, contohnya doa rosario.
      Cara berdoa seperti inilah yang sekarang ini berusaha saya latih terus-menerus.
      Rupanya, dengan metode doa ini, saya bisa masuk ke dalam keheningan untuk diam mendengarkan Tuhan yang berbicara kepada saya. Dengan doa ini, saya bisa berkata “Tuhan, aku percaya Engkau sudah tahu semua permohonan yang ada dalam hatiku. Saat ini, aku mau diam untuk mendengarkan Engkaulah yang berbicara.” Maka, saya yang sebelumnya sudah membaca bacaan liturgi untuk hari itu, kemudian berdiam diri – berusaha masuk ke dalam keheningan batin untuk mendengarkan suara-suara Tuhanku di sana, yang berusaha berbicara kepadaku.

      Seperti bacaan liturgi kemarin, Kamis, 17 Juni 2010, Matius 6:14 “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga.”
      Oh Tuhan, lewat bacaan Kitab Suci ini, Engkau berkata kepadaku agar aku mau mengampuni. Oleh sebab itu, berikanlah kekuatanMu kepadaku agar aku mampu mengampuni, karna tanpa Roh KudusMu, aku takkan mampu mengampuni. Tuhan, hanya mengandalkan kekuatanku saja, aku takkan mampu mengampuni.
      Dengan cara doa ini, saya menemukan: doa permohonan tetap bisa saya sampaikan, namun yang paling penting adalah Tuhan terlebih dahulu berbicara kepada saya dan saya mendengarkanNya, baru kemudian saya berbicara kepada Tuhan untuk menyampaikan permohonan-permohonan saya – bukan sebaliknya, dari awal sampai akhir doa, sayalah yang sibuk berbicara sedangkan Tuhan, saya suruh diam mendengarkan saya.

      Dan, menjadi kesukaanku sekarang, mendaraskan: “Tuhan Yesus, Putra Daud, kasihanilah aku orang yang berdosa ini.”

      Salam kasih dalam Tuhan Yesus,
      Lukas Cung

Comments are closed.