Home Blog Page 289

Lectio Divina

42

Pendahuluan

Saya mempunyai seorang sahabat baik yang saya kenal sejak saya SMA kelas 2. Kami masih berhubungan dengan sangat baik sampai sekarang, bahkan seperti saudara sendiri. Usia persahabatan kami bahkan lebih panjang daripada usia kami saat pertama kali bertemu. Banyak sekali suka duka dalam persahabatan kami, namun satu hal yang kami akui, hal itu dimulai dengan saling mendengarkan satu sama lain. Ya, “mendengarkan” merupakan awal yang penting dalam membina persahabatan. Ini adalah suatu permenungan juga dalam hubungan kita dengan Tuhan. Jika sungguh kita ingin mengalami persahabatan yang erat dengan Allah, maka pertanyaannya adalah: sudah cukupkah kita menyediakan waktu untuk mendengarkan Dia?

Lectio Divina, apakah itu?

Tradisi Gereja Katolik mengenal apa yang disebut sebagai “lectio divina” untuk membantu kita umat beriman untuk sampai kepada persahabatan yang mendalam dengan Tuhan. Caranya ialah dengan mendengarkan Tuhan berbicara kepada kita melalui sabda-Nya. “Lectio” sendiri adalah kata Latin yang artinya “bacaan”. ((Lih. M. Basil Pennington, Lectio Divina, (New York: A Crossroad Book, 1998), p. 1)) Maka “lectio divina” berarti bacaan ilahi atau bacaan rohani. Bacaan ilahi/ rohani ini terutama diperoleh dari Kitab Suci. Maka memang, lectio divina adalah cara berdoa dengan membaca dan merenungkan Kitab Suci untuk mencapai persatuan dengan Tuhan Allah Tritunggal. Di samping itu, dengan berdoa sambil merenungkan Sabda-Nya, kita dapat semakin memahami dan meresapkan Sabda Tuhan dan misteri kasih Allah yang dinyatakan melalui Kristus Putera-Nya. Melalui Lectio divina, kita diajak untuk membaca, merenungkan, mendengarkan, dan akhirnya berdoa ataupun menyanyikan pujian yang berdasarkan sabda Tuhan, di dalam hati kita. Penghayatan sabda Tuhan ini akan membawa kita kepada kesadaran akan kehadiran Allah yang membimbing kita dalam segala kegiatan kita sepanjang hari. Jika kita rajin dan tekun melaksanakannya, kita akan mengalami eratnya persahabatan kita dengan Allah. Suatu pengalaman yang begitu indah tak terlukiskan!

Empat hal dalam proses Lectio Divina

Meskipun terjemahan bebas dari kata lectio adalah bacaan, proses yang terjadi dalam Lectio divina bukan hanya sekedar membaca. Proses lectio divina ini menyangkut empat hal, yaitu: lectio, meditatio, oratio dan contemplatio. ((Lih. Ibid., p. 57, 88)).

1. Lectio
Membaca di sini bukan sekedar membaca tulisan, melainkan juga membuka keseluruhan diri kita terhadap Sabda yang menyelamatkan. Kita membiarkan Kristus, Sang Sabda, untuk berbicara kepada kita, dan menguatkan kita, sebab maksud kita membaca bukan sekedar untuk pengetahuan tetapi untuk perubahan dan perbaikan diri kita. Maka saat kita sudah menentukan bacaan yang akan kita renungkan (misalnya bacaan Injil hari itu, atau bacaan dari Ibadat Harian), kita dapat membacanya dengan kesadaran bahwa ayat-ayat tersebut sungguh ditujukan oleh Tuhan kepada kita.

2. Meditatio
Meditatio adalah pengulangan dari kata-kata ataupun frasa dari perikop yang kita baca, yang menarik perhatian kita. Ini bukan pelatihan pemikiran intelektual di mana kita menelaah teksnya, tetapi kita menyerahkan diri kita kepada pimpinan Allah, pada saat kita mengulangi dan merenungkan kata-kata atau frasa tersebut di dalam hati. Dengan pengulangan tersebut, Sabda itu akan menembus batin kita sampai kita dapat menjadi satu dengan teks itu. Kita mengingatnya sebagai sapaan Allah kepada kita.

3. Oratio
Doa adalah tanggapan hati kita terhadap sapaan Tuhan. Setelah dipenuhi oleh Sabda yang menyelamatkan, maka kita memberi tanggapan. Maka seperti kata St. Cyprian, “Melalui Kitab Suci, Tuhan berbicara kepada kita, dan melalui doa kita berbicara kepada Tuhan.” Maka dalam lectio divina ini, kita mengalami komunikasi dua arah, sebab kita berdoa dengan merenungkan Sabda-Nya, dan kemudian kita menanggapinya, baik dengan ungkapan syukur, jika kita menemukan pertolongan dan peneguhan; pertobatan, jika kita menemukan teguran; ataupun pujian kepada Tuhan, jika kita menemukan pernyataan kebaikan dan kebesaran-Nya.

4. Contemplatio
Saat kita dengan setia melakukan tahapan-tahapan ini, akan ada saatnya kita mengalami kedekatan dengan Allah, di mana kita berada dalam hadirat Allah yang memang selalu hadir dalam hidup kita. Kesadaran kontemplatif akan kehadiran Allah yang tak terputus ini adalah sebuah karunia dari Tuhan. Ini bukan hasil dari usaha kita ataupun penghargaan atas usaha kita. St. Teresa menggambarkan keadaan ini sebagai  doa persatuan dengan Allah/ prayer of union di mana kita “memberikan diri kita secara total kepada Allah, menyerahkan sepenuhnya kehendak kita kepada kehendak-Nya.” ((St. Teresa of Avila, The Way of Perfection, text prepared by Kieran Kavanaugh, OCD, Washington DC: ICS Publication, 2000), p. 358.))

Ke-empat fase ini membuat kelengkapan lectio divina. Jika lectio diumpamakan sebagai fase perkenalan, maka meditatio adalah pertemanan, oratio persahabatan dan contemplatio sebagai persatuan.

Bagaimana caranya memulai Lectio Divina

Karena maksud dari lectio divina adalah untuk menerapkan Sabda Allah dalam kehidupan kita, dan dengan demikian hidup kita diubah dan dipimpin olehnya, maka langkah-langkah lectio divina adalah sebagai berikut:

1. Ambillah sikap doa, bawalah diri kita dalam hadirat Allah. Resapkanlah kehadiran Tuhan di dalam hati kita. Mohonlah agar Tuhan sendiri memimpin dan mengubah hidup kita melalui bacaan Kitab Suci hari itu.

2. Mohonlah kepada Roh Kudus untuk membantu kita memahami perikop itu dengan pengertian yang benar.

3. Bacalah perikop Kitab Suci tersebut secara perlahan dan dengan seksama, jika mungkin ulangi lagi sampai beberapa kali.

4. Renungkan untuk beberapa menit, akan satu kata atau ayat atau hal-hal yang disampaikan dalam perikop tersebut dan tanyakanlah kepada diri kita sendiri, “Apakah yang diajarkan oleh Allah melalui perikop ini kepadaku?”

5. Tutuplah doa dengan satu atau lebih resolusi/keputusan praktis yang akan kita lakukan, dengan menerapkan pokok-pokok ajaran yang disampaikan dalam perikop tersebut di dalam hidup dan keadaan kita sekarang ini.

Berdoa Ibadat Harian/ Liturgy of the Hour

Tradisi Gereja Katolik juga mengenal adanya doa “Ibadat Harian/Liturgy of the hour/ Divine office“, yaitu doa yang pada awalnya didoakan oleh para biarawan/ biarawati. Doa ini secara lengkapnya terdiri dari doa pagi, dan doa sore, doa tengah hari, doa menjelang tengah hari, doa sesudah tengah hari, dan doa malam; serta bacaan dan renungan hari itu (Office of the Reading). Setelah Konsili Vatikan ke II, Ibadat Harian ini dianjurkan juga bagi para awam, terutama doa pagi (Laudes/ Morning prayer) dan doa sore (Vesper/Evening prayer). ((lih. Sacrosanctum Concilium, 87, 89)).

Pendarasan doa Ibadat Harian ini mempunyai makna yang sangat dalam, yang jika didoakan bersama-sama dengan imam, dapat merupakan suara Gereja, sebagai Mempelai Kristus kepada Kristus, atau bahkan juga doa kita sebagai anggota-anggota Tubuh Kristus dengan kesatuan dengan Kristus sebagai Kepalanya, kepada Allah Bapa. ((lih. Sacrosanctum Concilium, 84))

Begitu indahnya doa Ibadat Harian ini, doa ini terdiri dari kutipan-kutipan mazmur yang kemudian diikuti oleh perikop singkat dari Kitab Suci. Selanjutnya baru diikuti oleh Kidung Zakaria (untuk doa pagi) atau Kidung Magnificat (untuk doa sore) dan baru kemudian doa-doa permohonan, dan diakhiri oleh doa Bapa Kami dan doa penutup. Selanjutnya silakan klik di sini untuk memperoleh keterangan lebih lanjut tentang doa Ibadat Harian/ “Liturgy of the Hour” ini.

Contoh merenungkan Alkitab dengan Lectio divina

Mari kita melihat bacaan Injil kemarin, Kamis 13 Agustus 2009, yang diambil dari Mat 18:21-19:2. Di dalam perikop tersebut diceritakan perumpamaan tentang pengampunan. Pada saat kita merenungkan perikop ini, maka kita dapat bertanya pada diri sendiri, apakah yang Tuhan inginkan agar kita terapkan dalam kehidupan kita sehari hari?

Maka kita bisa membayangkan salah satu tokoh dalam perikop itu, misalnya, kita menjadi hamba itu yang berhutang sepuluh ribu talenta. Namun oleh belas kasihan raja [yaitu Tuhan], maka hutang hamba itu dihapuskan. Namun kemudian kita berjumpa dengan orang yang telah menyakiti hati kita, dan kita merasa sulit untuk mengampuni. Dengan demikian, kita bersikap seperti hamba itu, yang walaupun sudah diampuni dan dihapuskan hutangnya, namun tidak dapat/ sukar mengampuni orang lain. Mari dengan jujur melihat, apakah kita pun pernah atau sering bersikap seperti hamba yang tidak berbelas kasihan ini?  Siapakah kiranya orang yang Tuhan inginkan agar kita ampuni? Tanyakanlah kepada Tuhan dalam hati, “Tuhan, tunjukkanlah kepadaku, adakah aku pernah bersikap demikian? Siapakah yang harus kuampuni…?

Sambil terus merenungkan ayat demi ayat dalam perikop tersebut, bercakap-cakaplah dengan Tuhan dalam keheningan batin. Mungkin Tuhan ingin mengingatkan kita akan ayat ini, “Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti Aku telah mengasihani engkau?” (Mat 18:33). Jika ayat itu yang sungguh berbicara pada kita hari ini, maka kita mengingatnya dan mengulanginya kembali dalam hati, sebagai perkataan Tuhan yang ditujukan kepada kita. Dan semakin kita merenungkannya, semakin hiduplah perkataan itu di batin kita, dan bahkan kita dapat mendapat dorongan untuk menerapkannya.

Atau jika pada saat ini kita masih terluka atas perlakuan seseorang kepada kita, maka, kitapun dapat membawanya ke hadapan Kristus. Kita dapat pula menyatakan kepada-Nya, betapa kita ingin mengampuni, namun rasa sakit masih begitu mendalam dan nyata dalam hati kita. Maka, mungkin ayat yang berbicara adalah beberapa ayat sesudahnya yang berkata, “Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan mereka di sana.” (Mat 19:2). Kita dapat membayangkan bahwa kita berada di antara orang yang berbondong-bondong itu, dan memohon agar Ia menyembuhkan luka-luka batin kita. Biarlah ayat Mat 19:2 meresap dalam hati kita, dan kita ulangi berkali-kali sepanjang hari, “…. dan Tuhan Yesus-pun menyembuhkan luka-luka batinku di sana.” Biarkan jamahan Tuhan yang menyembuhkan banyak orang pada 2000 tahun yang lalu menyembuhkan kita juga pada saat ini. Dengan kita mengalami kesembuhan batin, maka sedikit demi sedikit Tuhan membantu kita untuk mengampuni, sebab kekuatan kasih-Nya memampukan kita melakukan sesuatu yang di luar batas kemampuan kita sebagai manusia.

Memang, pada akhirnya, lectio divina ini tidak akan banyak berguna jika kita berhenti pada meditatio/ permenungan, tapi tanpa langkah selanjutnya. Kita harus menanggapi apa yang Tuhan sampaikan lewat sabda-Nya, dan membuat keputusan tentang apakah yang akan kita lakukan selanjutnya, setelah menerima pengajaran-Nya. Maka langkah berikut, kita dapat mengadakan percakapan/ oratio yang akrab dengan Tuhan Yesus, entah berupa ucapan syukur, pertobatan, atau permohonan, yang semua dilakukan atas dasar kesadaran kita akan besarnya kasih Tuhan kepada kita.

Kesadaran akan kasih Kristus inilah yang sedikit demi sedikit mengubah kita, dan mendorong kita untuk juga memperbaiki diri, supaya dapat mengikuti teladan-Nya untuk hidup mengasihi orang-orang di sekitar kita, terutama anggota keluarga kita sendiri: suami, istri, orang tua, dan anak-anak. Kasih-Nya ini pula yang membangkitkan di dalam hati kita rasa syukur, atas pengampunan dan pertolongan-Nya pada kita. Dengan memandang kepada Yesus, kita dapat melihat dengan jujur ke dalam diri kita sendiri, untuk menemukan hal-hal yang masih harus kita perbaiki, agar kita dapat hidup sesuai dengan panggilan kita sebagai murid- murid-Nya.

Jika melalui lectio divina akhirnya kita mampu mengalahkan kehendak diri sendiri untuk mengikuti kehendak Allah, maka  kita perlu sungguh bersyukur. Sebab sesungguhnya, ini adalah karya Roh Kudus yang nyata dalam hidup kita. Perubahan hati, atau pertobatan terus menerus yang menghantar kita lebih dekat kepada Tuhan dengan sendirinya mempersiapkan kita untuk bersatu dengan-Nya dalam contemplatio. Dalam contemplatio ini, hanya ada Allah saja di dalam hati dan pikiran kita. Kerajaan-Nya memenuhi hati kita, sehingga kehendak-Nya sepenuhnya menjadi kehendak kita. “Jadilah padaku ya Tuhan, menurut kehendak-Mu….” Dan dalam keheningan dan kedalaman batin kita masuk dalam persatuan dengan Dia.

Jika arti doa yang sesungguhnya adalah “turun dengan pikiran kita menuju ke dalam hati, dan di sana kita berdiri di hadapan wajah Tuhan, yang selalu hadir, selalu memandang kita, di dalam diri kita.” ((Henri J.M. Nouwen, The Way of the Heart, (New York: Ballantine Books, 1991), p.59)), maka contemplatio adalah puncak doa. Ini adalah saat di mana kita memandang Yesus dengan pandangan iman: “Aku memandang Dia dan Dia memandangku.” ((KGK 2715)) Pandangan kepada Yesus ini adalah suatu bentuk penyangkalan diri, di mana kita tidak lagi menghendaki sesuatu yang lain daripada kehendak Allah. Dengan pandangan ini kita mempercayakan seluruh diri kita ke dalam tangan-Nya, dan kita semakin terdorong untuk mengasihi dan mengikuti Dia yang terlebih dahulu mengasihi kita.

Apa buah-buah dari Lectio divina?

Buah-buah dari Lectio divina adalah Compassio dan Operatio. ((lih. M. Basil Pennington, Lectio Divina, Ibid., p. 89)). Dengan persatuan kita dengan Tuhan, maka kita membuka diri juga untuk lebih memperhatikan dan mengasihi sesama dan ciptaan Tuhan yang lain. Kita juga didorong untuk melakukan tindakan nyata untuk membantu sesama yang membutuhkan pertolongan, ataupun untuk selalu mengusahakan perdamaian dengan semua orang. Dengan demikian perbuatan kita menjadi kesatuan dengan doa kita, atau dengan perkataan lain kita memiliki perpaduan sikap Maria dan Martha (lih. Luk 10:38-42).

Mari, memulai perjalanan iman dengan Lectio divina

Jika kita membaca pengalaman para orang kudus, kita mengetahui bahwa banyak dari mereka menerapkan lectio divina dalam kehidupan rohani mereka. Diakui bahwa perjalanan menuju contemplatio bukan sesuatu yang mudah, karena memerlukan disiplin dan kesetiaan kita untuk menyediakan waktu untuk berdoa. Namun demikian, sesungguhnya setiap orang dapat mulai menerapkan lectio divina ini dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak orang keliru jika berpikir bahwa membaca dan merenungkan Alkitab secara pribadi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu yang tingkat pendidikan yang tinggi tentang Alkitab. Kenyataannya, sebagian besar perikop Kitab Suci tidak sulit di-interpretasikan. Bahkan perikop yang mengandung ayat yang sulit sekalipun, akan tetap berguna untuk direnungkan. Maka sesungguhnya, tidak ada alasan bagi kita untuk malas membaca dan merenungkan Kitab Suci. Kita dapat menggunakan ayat-ayat Kitab Suci untuk berdoa dan untuk menjadi penuntun sikap kita sehari-hari. Membaca atau menghafalkan ayat- ayat Alkitab adalah sesuatu yang baik, tetapi alangkah lebih baik jika kita meresapkannya dan membiarkan hidup kita terus menerus diubah olehnya. Tentu, ke arah yang lebih baik, agar kita semakin dapat mengikuti teladan Kristus Tuhan kita.

“O, Tuhan Yesus, tambahkanlah di dalam hatiku, kasih kepada-Mu; sehingga aku dapat setia menginginkan persahabatan dengan Engkau melalui doa dan Sabda.”

Apakah mohon doa dari para orang kudus bertentangan dengan firman Tuhan?

32

Pertanyaan:

Salam Damai Sejahtera

Dear Ingrid

Anda menulis :
1. Yang ada, memang adalah kita diperkenankan memohon agar para jiwa orang beriman yang ada di surga untuk mendoakan kita (KGK 956)
2. Maka, meskipun kita dapat memohon para beriman yang telah meninggal dunia untuk mendoakan kita, namun yang mengabulkan doa tetap Tuhan saja.

Pertanyaannya :
1. Untuk apa kita memohon para beriman yang telah meninggal dunia untuk mendoakan kita, jika mereka tidak bisa mengabulkan doa kita. Apakah hal ini tidak membuat Allah cemburu ?

2. Didalam kitab Ulangan ditulis sbb :
ULANGAN 18:10 Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir,
18:11 seorang pemantera, ataupun seorang yang BERTANYA KEPADA ARWAH atau kepada roh peramal atau yang MEMINTA PETUNJUK KEPADA ORANG-ORANG MATI .
18:12 Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini ADALAH KEKEJIAN bagi TUHAN, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.

Mengacu pada ayat-ayat ini , apakah penjelasan Ingrid yang diberikan pada Ririn tidak bertentangan dengan Firman Allah ?

Terima kasih
Mac

Jawaban:

Shalom Machmud,

Pertama-tama, memang harus diakui terlebih dahulu, adanya perbedaan pandangan antara umat Protestan dan umat Katolik tentang Pengantaraan Yesus. Walaupun baik Protestan maupun Katolik sama-sama memegang ayat ini, “… Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus.” (1 Tim 2:5). Menurut ajaran Protestan, Pengantaraan esa Yesus ini merupakan sesuatu yang eksklusif milik Yesus saja. Sedangkan menurut ajaran Katolik, Pengantara yang satu-satunya ini memiliki sifat inklusif, yang melibatkan juga para orang kudus-Nya, yang telah bersatu dengan-Nya di surga. Justru karena persatuan yang sungguh erat antara para kudus di surga ini dengan Yesus, maka mereka tidak dapat untuk menginginkan sesuatu di luar kehendak Yesus. Para kudus akan mendoakan sesama umat beriman yang lain yang masih berziarah di dunia agar mereka-pun dapat selamat sampai ke surga, karena mereka mengetahui bahwa hal ini pulalah yang dikehendaki oleh Yesus.

1. Maka memang benar bahwa yang mengabulkan doa-doa hanya Tuhan saja, dan bukannya para orang kudus itu. Karena perantaraan mereka bergantung kepada Pengantaraan Kristus yang satu-satunya itu, atau, doa syafaat mereka tergantung sepenuhnya pada Doa Syafaat yang dilakukan Yesus bagi Gereja-Nya, yaitu kita semua.
Namun hal ini tidak berarti bahwa mereka tidak dapat mendoakan kita. Sebab, prinsipnya tetap sama, seperti kita sering meminta sesama saudara seiman untuk mendoakan kita, misalnya kepada imam, pendeta, atau sesama rekan komunitas. Apakah dengan demikian Allah cemburu? Tentu tidak! Allah malah menyuruh kita untuk saling mendoakan (lih. 1 Tim 2:1),  dan saling tolong menolong dalam menanggung beban (Gal 6:2).

Masalahnya memang yang kita mintai pertolongan untuk mendoakan kita itu sudah tidak hidup di dunia ini, tetapi di surga. Ajaran Protestan memang menganggap mereka itu sudah mati, namun bagi Gereja Katolik, mereka yang di surga itu malah orang-orang yang telah memperoleh hidup ilahi. Mereka malah sesungguhnya “lebih hidup” daripada kita, sebab mereka itu telah bersatu dengan Sang Hidup, yaitu Kristus (Yoh 14:6). Yesus bersabda, “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.” (Yoh 11:25). Maka orang-orang kudus itu adalah mereka telah menerima penggenapan janji Kristus akan kehidupan kekal yang diberikan kepada orang percaya (lih. 1 yoh 5:13; 1Tim 1:16). Orang-orang kudus itu bukan orang “mati” tetapi orang-orang yang “hidup”, sebab Tuhan Yesus yang mengatakan demikian.

Jika kita percaya bahwa mereka yang di surga itu adalah orang-orang yang “hidup”, yang telah lebih dekat dengan Yesus daripada kita semua yang masih hidup di dunia ini, maka, bukanlah sesuatu yang menyedihkan hati Tuhan jika kita memohon agar mereka mendoakan kita. Sebab pada akhirnya, merekapun akan mempersembahkan doa mereka bagi kita di hadapan altar Tuhan, dengan kesatuan dengan Kristus Sang Anak Domba, seperti doa-doa para tua-tua yang terdapat dalam penglihatan Rasul Yohanes dalam Kitab Wahyu 5:8.

2. Maka hal ini sama sekali berbeda dengan konteks yang disampaikan dalam kitab Ulangan:

Ul 18:10- 12 Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api, ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir, seorang pemantera, ataupun seorang yang bertanya kepada arwah atau kepada roh peramal atau yang meminta petunjuk kepada orang-orang mati. Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi Tuhan, dan oleh karena kekejian-kekejian inilah TUHAN, Allahmu, menghalau mereka dari hadapanmu.

Pada perikop tersebut,  Allah melarang umat Israel untuk pergi ke peramal dan bertanya kepada arwah. Dan memang, perikop ini masih berlaku, bahwa Gereja Katolik juga melarang umat untuk pergi ke peramal untuk meminta petunjuk dari arwah. Sebab di sini para peramal tersebut bukan hamba Allah,  atau mungkin lebih tepatnya, hamba Allah tidak ada yang menjadi peramal/ penyihir pemanggil arwah. Maka tentu, hal ke peramal dan meminta petunjuk dari arwah seperti ini dilarang oleh Gereja Katolik.

Namun mohon untuk didoakan oleh para orang kudus itu tidak sama dengan pergi ke peramal dan minta petunjuk arwah seperti disebutkan dalam kitab Ulangan tersebut. Jika orang Katolik memohon doa dari para orang kudus, tidak melibatkan korban persembahan seperti disebutkan di ayat Ul 18:10, dan juga tidak ada pemanggilan arwah. Yang ada hanyalah, pada saat kita berdoa, kita membawa diri ke dalam hadirat Tuhan, dan karena di dalam hadirat Tuhan di surga, para kudus itu ada, maka kita dapat juga mohon mereka mendoakan kita. Jadi prinsipnya hampir sama dengan memohon dukungan doa kepada sesama umat beriman. Namun karena kedekatan mereka dengan Yesus, dan karena mereka telah dibenarkan oleh Tuhan, maka doa mereka sangat besar kuasanya (lih. Yak 5:16)

Lalu, pada konteks kitab Ulangan itu, memang orang-orang yang mati pada saat itu belum ada yang masuk ke surga. Jadi dalam hal ini mereka memang layak disebut sebagai orang-orang “mati”. [Orang-orang benar yang wafat sekalipun masih menunggu di pangkuan Abraham, dan belum sampai ke surga]. Karena Yesus Kristus Penyelamat belum lahir ke dunia pada saat itu, sehingga otomatis hasil dari wafat dan kebangkitan-Nya yang membuka pintu surga belum terjadi. Kita ketahui bahwa Kristus adalah yang sulung (Kol 1:15-dst) yang pertama bangkit dari mati dan membuka jalan bagi persatuan Allah dan manusia di surga.

Maka dalam konteks kitab Ulangan, memang benar hal berkomunikasi dengan orang mati melalui peramal merupakan kekejian, karena itu bersifat menduakan Allah. Hal itu dilakukan, karena orang Israel tidak lagi mengandalkan Allah, namun mencari petunjuk di luar Allah. Namun dalam kasus memohon agar para orang kudus mendoakan kita itu tidak demikian. Kita tetap melakukannya dalam hadirat Allah, dan para kudus itupun bukan saingan Allah, namun kawan sekerja Allah (1 Kor 3:9). Dengan melibatkan doa-doa sesama umat beriman itu malah Pengantaraan Yesus yang satu-satunya itu sungguh kelihatan lebih agung dan luar  biasa. Karena Yesus melibatkan para orang kudus-Nya, sebagai anggota-anggota Tubuh-Nya, yang dulunya juga manusia biasa yang lemah, namun karena persatuan-nya dengan Kristus, dapat juga memberi teladan dan menyemangati sesama saudaranya yang masih hidup di dunia.

Bayangkan saja, sebagai contoh, Rasul Petrus yang pernah menyangkal Yesus tiga kali, namun akhirnya dapat menyerahkan nyawanya demi iman dan kasihnya kepada Tuhan, dengan disalibkan terbalik. Hal ini hanya dapat terjadi karena Kristus, dan sesungguhnya lewat teladan para kudus ini kita malah semakin melihat kemuliaan dan kebesaran Allah, yang memampukan mereka melakukan hal-hal yang sedemikian luar biasa. Mereka tidak menjadi saingan Allah yang membuat Allah cemburu. Sebaliknya malah mereka adalah “kawan sekerja Allah”  (1 Kor 3:9) yang turut mendukung Allah dalam menyelamatkan manusia dan yang membuat kemuliaan dan kuasa Allah semakin terlihat nyata.

Demikianlah yang saya ketahui sebagai ajaran Gereja Katolik tentang memohon doa pada orang kudus, untuk menanggapi pertanyaan anda.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Hal Gereja, Alkitab yang terpenting, doktrin kurang penting?

1

Pertanyaan:

Hi, Izinkan saya untuk memberi Komentar.
Pada dasarnya Gereja adalah Umat umat Allah Yang percaya KepadaNya,
Dalam hal ini Kita masih bersumber pada satu sumber yaitu alkitab. Perbedaan pelaksanaan hanya merupakan artifisial saja.
Dalam Hal ini kita adalah satu Keluarga Kudus,Yesus,maria dan Santo Yosep.
Jadi disini saya pikir apa yg di jalankan dan praktek yang kadang Kita2 melihat itu suatu perbedaan hanya merupakan aturan-aturan Tambahan Manusia (Doktrin) Dan bukan merupakan aturan Tuhan (Dogma).
Salam, Kristoforus

Jawaban:

Shalom Kristoforus,

Terima kasih atas komentar anda. Namun, boleh ya saya juga menanggapi komentar anda tersebut.

1. Definisi Gereja

Sebenarnya definisi Gereja tidak hanya “Umat Allah yang percaya kepada-Nya”. Katekismus Gereja Katolik memberikan kepada kita pengertian tentang Gereja yang memang lebih mendalam dari pada hanya sekedar himpunan umat Allah.

KGK 777  Istilah biblis untuk Gereja [ekklesia] secara harafiah berarti “undangan untuk berkumpul”. Itu berarti himpunan orang-orang, yang dipanggil oleh Sabda Allah, supaya mereka membentuk satu Umat Allah, dan dipelihara oleh Tubuh Kristus, menjadi Tubuh Kristus sendiri.

KGK 778     Gereja adalah serentak jalan dan tujuan keputusan Allah. Dipralambangkan dalam ciptaan, disiapkan dalam Perjanjian Lama, didirikan oleh perkataan dan perbuatan Kristus, dilaksanakan oleh salib-Nya yang menebuskan dan kebangkitan-Nya, ia dinyatakan oleh curahan Roh Kudus sebagai misteri keselamatan. Ia sebagai persatuan semua orang yang ditebus di dunia, Bdk. Why 14:4. akan disempurnakan dalam kemuliaan surga.

KGK 779     Gereja itu serentak tampak dan rohani, masyarakat hierarkis dan Tubuh Mistik Kristus. Ia membentuk satu kesatuan, terdiri atas unsur manusiawi dan ilahi.

KGK 780     Di dunia ini Gereja adalah Sakramen keselamatan, tanda dan sarana persekutuan dengan Allah dan di antara manusia.

Karena Gereja adalah Tubuh Mistik Kristus, maka Kristus sendirilah yang memberikan hidup kepada GerejaNya dengan memberinya makan dengan Tubuh-Nya sendiri, yaitu Ekaristi. Di sinilah bedanya, mengapa ibadah Gereja Katolik tidak hanya menitik beratkan kepada Sabda Allah (pembacaan Alkitab) namun juga Ekaristi. Maka, dalam Misa kita mempunyai 2 liturgi yaitu Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi.

2. Gereja Katolik dan Protestan bersumber pada Alkitab?

Ya, sumber ajaran Gereja Katolik adalah Alkitab. Namun memang, bagi Gereja Katolik Alkitab bukan satu-satunya sumber diperolehnya Wahyu Ilahi. Karena Wahyu Ilahi diberikan secara tertulis, yaitu dalam Kitab Suci, dan juga diberikan secara tidak tertulis, yaitu bersumber pada pengajaran lisan dari Kristus dan para Rasul; dan ini yang disebut Tradisi Suci. Karena sumbernya sama, Tradisi Suci dan Kitab Suci tidak mungkin bertentangan. Silakan membaca di sini tentang hubungan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium, silakan klik

Ajaran yang termasuk dalam Tradisi Suci di sini dapat berupa ajaran Dogma (yang berasal dari Kristus, Para Rasul ataupun Gereja), namun juga dapat berupa doktrin-doktrin pelaksanaan pada tingkat di bawahnya. Walaupun bukan Dogma, doktrin tentang iman dan moral yang dikeluarkan oleh pihak Magisterium Gereja secara definitif, tetaplah tidak dapat kita katakan ‘hanya ajaran buatan manusia’, sebab sumbernya tetap dari Kristus sendiri, dan karenanya tidak mungkin bertentangan dengan Kitab Suci. Pihak Magisterium hanya menjabarkannya, berdasarkan prinsip-prinsip pengajaran Kristus. Silakan membaca di sini untuk melihat tingkatan pengajaran Magisterium, silakan klik dan juga daftar Dogma, silakan klik

Maka di sini, sebagai orang Katolik, kita tidak dapat mengatakan bahwa doktrin Gereja yang bersumber dari Tradisi Suci sebagai hal yang artifisial, sebab kedudukan keduanya (Alkitab dan Tradisi Suci) adalah saling mendukung dan saling melengkapi. Ingatlah bahwa Alkitab terbentuk dari kanon yang ditetapkan oleh Magisterium Gereja dalam Tradisi Suci. Di Kitab Suci sendiri tertulis, bahwa yang menjadi tiang penopang dan dasar kebenaran adalah Gereja (jemaat) (lih. 1 Tim 3:16); maka kita tidak boleh mengecilkan peran Gereja seolah-olah Gereja ada di bawah Kitab Suci. Kita justru harus melihatnya sebagai yang utama, karena fakta menunjukkan bahwa Kitab Suci terbentuk karena Gereja. Sebelum terbentuk Kitab Suci (dariabad 1-4), Gereja sudah ada, dan itu suatu bukti bahwa agama Kristiani bukan agama yang tergantung semata-mata pada buku/ kitab, tetapi justru kepada iman yang hidup di dalam jemaat (Gereja). Pada akhir nanti, tujuan hidup kita yang terakhir- pun adalah persatuan dengan Tuhan, yang secara definitif dalam KGK 778 dan 780 disebut sebagai Gereja.

3. Kita satu Keluarga Kudus dengan sesama pengikut Kristus?

Ya, benar, seharusnya memang kita merupakan satu keluarga kudus, sebagai pengikut Kristus. Hal persatuan ini memang merupakan doa Yesus sendiri sebelum sengsara dan wafatnya, “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (Yoh 17:20-21)

Namun harus diakui, bahwa persatuan dalam keluarga itu tidak sepenuhnya terwujud secara sempurna, karena terdapat perbedaan-perbedaan doktrin di antara Gereja Katolik dan gereja-gereja non- Katolik. Hal yang paling prinsip adalah gereja Protestan tidak mengakui Ekaristi, yang justru menjadi sumber dan puncak spiritualitas Kristiani seperti yang diajarkan oleh Gereja Katolik, yang sesungguhnya sangat jelas diajarkan Yesus sendiri dalam Perjamuan Terakhir dan dalam Injil Yohanes 6.

Marilah kita berdoa untuk persatuan Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus, seperti yang diinginkan oleh Tuhan Yesus Kristus. Namun juga, janganlah karena maksud ingin berdialog lalu kita mengaburkan apa yang menjadi ajaran Kristus seperti yang dinyatakan oleh Gereja Katolik. Marilah kita mohon agar hidup kita dapat dipimpin oleh kasih, namun juga kasih ini tidak mengaburkan kebenaran.

Kehancuran Yerusalem dan akhir dunia

56

Diskusi tentang akhir dunia yang tidak berakhir

Berapa sering kita mendengar tentang nubuat akhir jaman, bahkan ada yang malah mengikuti beberapa seminar tentang akhir jaman. Berapa banyak ramalan tentang kedatangan Kristus yang ke-dua dibuat, dan ternyata tidak pernah terbukti kebenarannya. Silakan melihat beberapa ramalan tentang kedatangan Kristus yang ke-dua di sini (silakan klik). Begitu banyak orang yang mencoba untuk mencari tahu kapan saat kedatangan Kristus yang ke-dua atau akhir dunia, walaupun Kristus sendiri mengatakan “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu..” (Mt 24:36) atau “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang” (Mt 24:42). Banyak orang mendasarkan argumentasi tentang akhir dunia dari Matius 24, terutama ayat 1-39. Oleh sebab itu, dalam tulisan ini akan dibahas perikop Matius 24:1-39, seperti: kejadian apakah yang dinubuatkan oleh Yesus, kapan terjadinya, dan apakah tanda-tandanya.

Manakah yang telah terjadi dan manakah yang akan terjadi?

Banyak orang mengartikan bahwa perikop ini menceritakan tentang akhir jaman, tanpa menyadari bahwa sebenarnya nubuat ini bukan hanya tentang akhir jaman. Secara prinsip, ada tiga kejadian yang hendak disampaikan dalam perikop ini, yaitu 1) kehancuran Yerusalem, 2) kedatangan Kristus yang ke dua, dan 3) akhir dunia, dimana kedatangan Kristus dan akhir dunia berlangsung dalam satu kejadian. Kalau kita mengartikan bahwa ayat 1-39 seluruhnya menceritakan tentang akhir jaman, maka kita akan terjebak dalam banyak kesalahan yang tidak perlu. Kunci dari perikop ini adalah ayat 36, dimana Yesus mengatakan bahwa tidak ada yang tahu tentang hari dan saat nubuat tersebut terjadi. Dan sikap yang paling bijak dalam menyikapi nubuat ini adalah dengan mengikuti apa yang dikatakan oleh Yesus dalam dua perikop berikutnya, yaitu nasihat supaya berjaga-jaga (ay. 37-44) dan perumpamaan tentang hamba yang setia dan hamba yang jahat (ay. 45-51).

Oleh sebab itu, kita perlu mengidentifikasikan ayat mana yang telah terjadi – yang mengacu pada kehancuran Yerusalem – dan ayat mana yang belum terjadi – yang mengacu kepada kedatangan Kristus yang ke-dua atau hari kiamat. Mari kita bersama-sama menganalisa ayat-ayat ini. Secara prinsip ayat-ayat ini dibagi menjadi:

  • 1-2: Yesus menceritakan tentang kehancuran Yerusalem
  • 3-14: Permulaan dari kesengsaraan dan penyiksaan serta pemberitaan Injil
    • 3: Tiga pertanyaan para murid, yaitu: a) kapan kehancuran Yerusalem, b) kapan kedatangan Kristus yang ke-dua, dan c) kapan akhir dari dunia ini.
    • 4-12: Tanda-tanda dari kehancuran Yerusalem.
    • 13: Yesus memberikan kunci, yaitu untuk tetap bertahan sampai pada akhirnya.
    • 14: Tanda akhir jaman maupun kehancuran Yerusalem, yaitu dengan tersebarnya Injil ke seluruh bangsa.
  • 15-22: Menceritakan tentang runtuhnya Yerusalem
  • 23-28: Tentang akhir jaman
    • 23-26: Menceritakan tentang tanda-tanda akhir jaman atau kedatangan Anak Manusia.
    • 27: Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan-Nya.
    • 28: Menceritakan bahwa baik kehancuran Yerusalem maupun akhir dunia pasti akan terjadi.
  • 29-36: Kedatangan Anak manusia dan perumpaman pohon ara
    • 29-31: Menceritakan bagaimana Anak Manusia akan datang yang kedua kali.
    • 32-35: Akhir dunia pasti akan terjadi, seperti pohon ara yang tunasnya tumbuh menjelang musim panas.
    • 36: Tidak ada yang tahu waktu kedatangan Kristus yang ke-dua
  • 37-51: Nasihat supaya berjaga-jaga.
    • 37-44: Berjaga-jagalah, karena hari kedatangan Yesus yang kedua adalah seperti pencuri.
    • 45-51: Berjaga-jagalah, agar ketika Yesus datang, kita didapatinya sebagai hamba yang setia.

1-2: Yesus menceritakan tentang kehancuran Yerusalem

Sungguh suatu perkataan yang begitu mengejutkan hati para murid, ketika Yesus berkata “Kamu melihat semuanya itu? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak satu batupun di sini akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan.” (ay. 2). Tentu saja tidak terbayangkan oleh para murid, yang melihat bahwa bait Allah yang begitu kudus, tempat di mana mereka mempersembahkan persembahan kepada Allah, dan bangunan yang begitu kokoh dan megah akan hancur tak berbekas. Namun para murid belum mendapatkan wahyu yang penuh bahwa pada akhirnya akan tiba saatnya bahwa mereka akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem, namun mereka akan menyembah Bapa di dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:21-23).

3-14: Permulaan dari kesengsaraan dan penyiksaan serta pemberitaan Injil.

3: Tiga pertanyaan para murid.

Ketika sampai sampai di bukit Zaitun, para murid yang masih terkejut dan seakan tak percaya akan perkataan Yesus kemudian mendekati Yesus. Mungkin para murid berfikir bahwa Bait Allah yang begitu megah akan hancur adalah bersamaan dengan akhir dunia, atau juga mungkin mereka bertanya tentang dua hal yang berbeda. Oleh sebab itu, mereka bertanya “Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi dan apakah tanda kedatangan-Mu dan tanda kesudahan dunia?” (ay. 3). Karena Roh Kudus belum dicurahkan kepada mereka, maka mereka belum mengerti secara jelas akan hal ini (lih. Yoh 14:26).

Dalam Catena Aurea, St. Thomas Aquinas mengutip St. Jerome yang mengatakan “They ask Him three things. First, The time of the destruction of Jerusalem, saying, Tell us when shall these things be? Secondly, The time of Christ’s coming, saying, And what shall be the sign of your coming? Thirdly, The time of the consummation of this world, saying, And of the end of the world?

atau “Mereka bertanya kepada-Nya [Yesus] tiga hal. Pertama, waktu dari kehancuran Yerusalem, dengan mengatakan “Katakanlah kepada kami, bilamanakah itu akan terjadi?Kedua, waktu kedatangan Kristus, dengan mengatakan “Dan, apakah tanda kedatangan-Mu?Ketiga, waktu dari akhir dunia ini, dengan mengatakan “Dan tanda kesudahan dunia?

St. Hillary mengatakan “And because the questions of the disciples are threefold, they are separated by different times and meanings. That concerning the destruction of the city is first answered, and is then confirmed by truth of doctrine, that no seducer might prevail with the ignorant.” St. Hillary mempunyai pendapat yang sama dengan St. Jerome bahwa ada tiga hal yang ditanyakan oleh para murid.

Namun perlu digarisbawahi, hal kedua (kedatangan Kristus yang ke-dua) dan ketiga (akhir dunia) adalah terjadi secara bersamaan dan bukan dua kejadian yang terjadi secara terpisah. Untuk pembahasan tentang hal ini, silakan melihat artikel tentang akhir jaman dan rapture (bagian-1, bagian-2, dan rapture).

4-12: Tanda-tanda dari Kehancuran Yerusalem.

4-7: Memang terdapat beberapa interpretasi tentang apakah tanda-tanda yang dijelaskan oleh Yesus – seperti: mesias palsu (ay. 5), perang (ay. 6), bangsa melawan bangsa (ay. 7) – merupakan tanda-tanda kehancuran Yerusalem atau tentang akhir jaman. St. Agustinus mengatakan “To this inquiry of the disciples the Lord makes answer, declaring all things which were to come to pass from that time forwards, whether relating to the destruction of Jerusalem, which had given occasion to their inquiry; or to His coming through the Church, in which He ceases not to come to the end of time; for He is acknowledged as coming among His own, while new members are daily born to Him; or relating to the end itself when He shall appear to judge the quick and the dead. When then He describes the signs which shall attend these three events, we must carefully consider which signs belong to which events, lest perchance we refer to one that which belongs to another.

Memang begitu sulit untuk mengidentifikasikan bagian mana yang merupakan tanda kehancuran Yerusalem dan bagian mana yang merupakan tanda akhir dunia. Namun banyak ahli Kitab Suci yang setuju bahwa semua ini adalah tanda-tanda tentang kehancuran Yerusalem. Dan tanda-tanda tentang kehancuran Yerusalem juga merupakan tanda-tanda sebelum kedatangan Anak Manusia yang kedua (lih. ay 23-24).

8: Apa yang dikatakan di dalam ayat 8 “Akan tetapi semuanya itu barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru” lebih memperkuat bahwa bagian ini mengacu kepada kehancuran Yerusalem. Permulaan bukanlah suatu akhir, namun suatu awal dari sesuatu. Kita dapat menghubungkan hal ini dengan apa yang dikatakan oleh Mikha “9 Maka sekarang, mengapa engkau berteriak dengan keras? Tiadakah raja di tengah-tengahmu? Atau sudah binasakah penasihatmu, sehingga engkau disergap kesakitan seperti perempuan yang melahirkan? 10 Menggeliatlah dan mengaduhlah, hai puteri Sion, seperti perempuan yang melahirkan! Sebab sekarang terpaksa engkau keluar dari kota dan tinggal di padang, terpaksa engkau berjalan sampai Babel; di sanalah engkau akan dilepaskan, di sanalah engkau akan ditebus oleh TUHAN dari tangan musuhmu.” (Mik 4:9-10, lih. Yoh 16:20-22). ((Dom Orchard, gen ed., A Catholic Commentary on Holy Scripture, (New York: Thomas Nelson and Sons, Ltd, 1953), p. 894))

9: Yesus juga menubuatkan apa yang akan dialami oleh para murid. Kita mengingat bahwa setelah Pentakosta, para murid mengalami begitu banyak siksaan, seperti yang diceritakan dalam Kisah Para Rasul. Oleh sebab itu, Yesus berkata “Pada waktu itu kamu akan diserahkan supaya disiksa, dan kamu akan dibunuh dan akan dibenci semua bangsa oleh karena nama-Ku“. Para rasul memang mengalami siksaan dan dibunuh karena bersaksi tentang Kristus Tuhan.

10-12: Tanda-tanda kehancuran Yerusalem di ayat 5-7 ditambah lagi dengan tanda-tanda yang lain, yaitu: orang yang murtad dan saling membenci (ay. 10), nabi palsu (ay. 11), durhaka sampai kasih menjadi dingin (ay. 12). Kita melihat bahwa tanda-tanda ini terpenuhi beberapa tahun sebelum kehancuran Yerusalem (tahun 70), seperti yang diceritakan di: Rm 16:17-18; Gal 1:6-9; 2 Kor 11:13, dll. ((ibid)) Namun tanda ini juga dapat menjadi tanda akhir jaman, sehingga Katekismus Gereja Katolik berkata,

Sebelum kedatangan Kristus, Gereja harus mengalami ujian terakhir yang akan menggoyahkan iman banyak orang (Bdk. Luk 18:8. Mat 24:12.). Penghambatan, yang menyertai penziarahannya di atas bumi (Bdk. Luk 21:12. Yoh 15:19-20.), akan menyingkapkan “misteri kejahatan”. Satu khayalan religius yang bohong memberi kepada manusia satu penyelesaian semu untuk masalah-masalahnya sambil menyesatkan mereka dari kebenaran. Kebohongan religius yang paling buruk datang dari Anti-Kristus, artinya dari mesianisme palsu, di mana manusia memuliakan diri sendiri sebagai pengganti Allah dan mesias-Nya yang telah datang dalam daging (Bdk. 2 Tes 2:4-12; 1 Tes 5:2-3; 2Yoh 7; 1 Yoh 2:18.22.).” ((KGK, 675))

13: Yesus memberikan kunci, yaitu untuk tetap bertahan sampai pada akhirnya.

Kemudian di ayat 13 dikatakan bahwa orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat. Bagi yang merujuk ayat ini terhadap kehancuran Yerusalem, maka yang bertahan sampai kesudahannya mengacu kepada sampai akhir hidup mereka, yaitu mereka yang sampai akhir hidupnya tetap setia terhadap pengajaran Kristus dan bukan seperti yang digambarkan di ayat 5-7 dan 10-12 (tidak tergoda dan jatuh pada nabi palsu, kemurtadan, kebencian, kedurhakaan, dll). Bagi yang merujuk ayat ini kepada akhir jaman, maka yang bertahan sampai kesudahannya mengacu kepada orang-orang yang bertahan dan setia pada iman mereka sampai kedatangan Anak Manusia yang ke-dua.

14: Tanda akhir jaman dan kehancuran Yerusalem, yaitu dengan tersebarnya Injil ke seluruh bangsa.

Ayat 14 juga dapat diartikan dalam dua hal, yaitu mengacu kepada kehancuran Yerusalem dan juga akhir dunia. Dikatakan bahwa “Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” Kita juga dapat melihat bahwa Injil memang telah diberitakan ke hampir seluruh kerajaan Roma sebelum kehancuran Yerusalem, seperti yang diceritakan dalam Kisah Para Rasul. Oleh karena itu, semua bangsa mengacu kepada banyak bangsa yang diketahui pada saat itu (lih. Kol 1:6, 23).

Namun, secara lebih luas, ayat ini juga dapat mengacu kepada tanda akhir jaman. St. Jerome menegaskan ayat ke-14 menceritakan tentang tanda dari berakhirnya dunia ini atau kedatangan Kristus yang ke dua, yaitu ketika Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi seluruh bangsa, sehingga mereka tidak mempunyai alasan apapun karena tidak pernah mendengar tentang Kristus. ((St. Thomas Aquinas, Catena Aurea))

15-22: Menceritakan tentang runtuhnya Yerusalem

15: Menceritakan tentang “desolating sacrilege“, penghancuran tempat kudus, seperti yang telah terjadi dalam nubuat Daniel (Dan 9:27; 11:31; 12:11). Sebagian nubuat Daniel terpenuhi ketika Antiochus IV menduduki bait Allah dan mendirikan patung berhala. Dan nubuat Yesus terpenuhi ketika pada tahun 70 AD, tentara Romawi menghancurkan bait Allah di Yerusalem dan kemudian di bawah perintah Hadrian, mereka mendirikan patung Yupiter.

16:19: Menceritakan bagaimana kekacauan melanda Israel ketika tentara Roma menduduki Yerusalem.

20: Ayat 20 mengatakan “Berdoalah, supaya waktu kamu melarikan diri itu jangan jatuh pada musim dingin dan jangan pada hari Sabat.“. Hal in berhubungan dengan kesengsaraan besar yang dinubuatkan oleh Yesus sendiri (ay. 15-28). Ayat Mt 24:20 telah terpenuhi pada tahun 70, dimana tentara Roma menghancurkan Yerusalem. Jemaat perdana yang percaya akan nubuat tersebut kemudian melarikan diri ke Pella, sehingga mereka selamat. ((Eusebius, Ecclesiastical History, 3,5.))
Yesus mengatakan untuk berdoa, sehingga kesengsaraan besar itu tidak terjadi pada musim dingin dan hari Sabat, karena musim dingin menghalangi perjalanan mereka untuk melarikan diri dan hari Sabat membuat sebagian dari mereka tidak dapat berjalan terlalu jauh (Ex 16:29). Kita mengingat bahwa jemaat perdana dari Yahudi, sebagian masih terpengaruh tradisi Sabat.

21: Dikatakan di ayat 21 “Sebab pada masa itu akan terjadi siksaan yang dahsyat seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia sampai sekarang dan yang tidak akan terjadi lagi.” Ahli sejarah bangsa Yahudi, Flavius Josephus, mengatakan bahwa ada sekitar satu juta, seratus ribu orang meninggal pada waktu terjadinya penyerbuan tentara Roma ke Yerusalem di tahun 70. ((Flavius Josephus, The Jewish War, 6, 420)) Jumlah yang begitu besar dikarenakan pada waktu itu banyak peziarah dari seluruh negeri yang datang untuk merayakan hari raya Paskah. ((Universidad de Navarra., The Navarre Bible : the gospels and acts of the apostles., Reader’s ed. (Dublin ;Princeton NJ: Four Courts Press ;Scepter Publishers, 2000), p. 185))

22: Dikatakan “Dan sekiranya waktunya tidak dipersingkat, maka dari segala yang hidup tidak akan ada yang selamat; akan tetapi oleh karena orang-orang pilihan waktu itu akan dipersingkat.” Dalam hubungannya dengan kehancuran Yerusalem, maka kalau pada waktu itu perang dilanjutkan, maka tidak ada orang Israel yang hidup. Dalam hubungannya dengan akhir dunia, kalau masa anti Kristus diperpanjang, maka akan menjadi berbahaya bagi seluruh umat beriman. Yesus mengatakan “…jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?” (Lk 18:8).

23-28: Tentang akhir jaman.

23-26: Menceritakan tentang tanda-tanda akhir jaman atau kedatangan Anak Manusia.

23-24, 26: Tanda-tanda akan kedatangan Kristus. Tanda ini adalah begitu banyak mesias-mesias dan nabi-nabi palsu yang mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mukjijat-mukjijat. Dan akan begitu banyak orang yang tersesat.

25: Peringatan kepada dunia. Yesus mengatkan “Camkanlah, Aku sudah mengatakannya terlebih dahulu kepadamu.” Apa yang dikatakannya adalah tanda-tanda yang mendahului kedatangan Kristus yang ke-dua dan juga “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.” (ay. 13).

27: Tanda kedatangan Kristus. “Sebab sama seperti kilat memancar dari sebelah timur dan melontarkan cahayanya sampai ke barat, demikian pulalah kelak kedatangan Anak Manusia.” Maka kedatangan Yesus yang kedua pastilah merupakan sesuatu yang publik[bukan rahasia] dan diketahui oleh semua orang.

28: Dikatakan “Dimana ada bangkai, di situ burung nazar berkerumun.” Beberapa orang mengartikan ayat ini secara literal dan menghubungkannya dengan kehancuran Yerusalem, karena pada waktu itu begitu banyak orang yang meninggal sehingga burung nazar berkerumun. Namun kalau dihubungkan dengan hari kiamat, “dimana ada bangkai” atau “Wherever the body is, there the eagles will be gathered together” dapat juga dimengerti sebagai Kristus yang telah mati dan bangkit dan pada penghakiman terakhir Kristus akan mengadili seluruh bangsa dengan diiringi para malaikat (sebagai arti dari the eagles).

29-36: Kedatangan tentang Anak Manusia dan perumpamaan pohon ara

29-31: Menceritakan bagaimana Anak Manusia akan datang yang kedua kali.

29: Tanda sebelum kedatangan Kristus dan akhir dunia. Dikatakan “Segera sesudah siksaan pada masa itu, matahari akan menjadi gelap dan bulan tidak bercahaya dan bintang-bintang akan berjatuhan dari langit dan kuasa-kuasa langit akan goncang.” Ini adalah akhir dunia yang berarti adalah kedatangan Kristus yang ke-dua. Siksaan mengacu kepada penyiksaan dan derita yang diakibatkan oleh anti- Kristus. Namun hal ini tidak berlangsung lama, seperti juga yang dikatakan di ayat 22 “Dan sekiranya waktunya tidak dipersingkat, maka dari segala yang hidup tidak akan ada yang selamat; akan tetapi oleh karena orang-orang pilihan waktu itu akan dipersingkat.” Oleh karena itu dikatakan “segera” (ayat 29), yang mengindikasikan bahwa penyiksaan tidak berlangsung lama demi orang-orang yang percaya.

30: Kedatangan Anak Manusia yang ke-dua. Ayat ini menceritakan tentang kedatangan Anak Manusia dalam kemuliaan-Nya. Ini juga mengingatkan akan transfigurasi, dimana Anak Manusia dipermuliakan dan Bapa berkata “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia” (Mt 17:5) Yesus yang dipermuliakan oleh Bapa akan datang dalam kemuliaan-Nya, dimana semua bangsa harus mendengarkan Dia, karena Yesuslah yang akan mengadili orang hidup dan mati pada saat pengadilan terakhir.

31: Kedatangan-Nya diiringi dengan para malaikat dan tiupan sangkakala. Semua orang, baik yang percaya maupun yang tidak percaya, akan menyaksikan kedatangan Yesus yang ke-dua, karena kedatangan-Nya dinyatakan secara mulia dengan diiringi para malaikat. Dan tiupan sangkakala melambangkan kebangkitan badan dan semua yang telah dan akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga akan dikumpulkan dari empat penjuru untuk menyambut kedatangan Kristus. Inilah saat dimana Tubuh Mistik Kristus, sebagai mempelai wanita menyambut mempelai Pria, yaitu Yesus. Inilah saatnya di mana Yesus sendiri akan mempersembahkan Gereja-Nya sebagai mempelai yang tak bercela. (lih. Ef 5:27).

32-35: Akhir dunia pasti akan terjadi, seperti pohon ara yang tunasnya tumbuh menjelang musim panas.

32-33: Semua orang di Israel tahu kapan musim panas akan datang, yaitu dari tanda-tanda alam, seperti yang ditunjukkan oleh pohon ara. Pada saat ranting-ranting melembut dan terlihat tunas-tunas baru muncul, maka mereka tahu bahwa musim panas sudah dekat. Kalau mereka tahu akan datangnya musim panas sebagai bagian dari hukum alam, maka Yesus telah memberikan tanda-tanda tentang kedatangan-Nya yang ke-dua.

34: Dikatakan di ayat 33 “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya ini terjadi.” Karena Yesus berbicara tentang kehancuran Yerusalem dan kedatangan-Nya yang ke-dua, maka kita dapat menyimpulkan bahwa angkatan ini dapat merujuk kepada orang-orang tetap hidup setelah kehancuran Yerusalem di tahun 70, dimana para rasul memang tetap hidup menyaksikan kehancuran Yerusalem. Dalam hubungannya dengan kedatangan Kristus yang ke-dua, “angkatan ini” merujuk kepada angkatan orang yang percaya, yang akan bertahan sampai akhir dunia.

St. Yohanes Krisostom mengatakan “Tuhan tidak hanya berbicara tentang generasi ketika [Yesus] hidup, melainkan juga generasi orang percaya; karena Dia tahu bahwa generasi dibedakan bukan hanya dengan waktu tapi juga dengan cara penyembahan dan praktek religiusnya” ((St. John Chrisostom, Hom. on St. Matthew, 76)).

35: Dikatakan di ayat 35 “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.” Ini adalah suatu penegasan dari Kristus tentang nubuat yang pasti akan terjadi. Sama seperti nubuat kehancuran Yerusalem telah terjadi di tahun 70, maka nubuat akan akhir jaman yang bersamaan dengan kedatangan-Nya yang ke-dua akan terpenuhi dan tidak mungkin gagal.

36: Tidak ada yang tahu waktu kedatangan Kristus yang ke-dua

Kalau kedatangan-Nya yang kedua atau akhir dunia pasti terjadi, maka pertanyaannya adalah kapan hal ini akan terjadi? Mengapa Yesus mengatakan “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.” Apakah benar bahwa Yesus tidak tahu? Untuk mengerti hal ini, kita harus mengerti bahwa dalam diri Yesus ada dua kodrat: kodrat manusia dan kodrat Allah. Dalam kodrat-Nya sebagai Allah, Dia tahu kapan terjadinya akhir dunia. Kalau Allah tidak tahu, maka Dia bukan lagi Allah. Namun pengetahuan tentang hal ini bukan didapatkan-Nya dari kodrat-Nya sebagai manusia. Untuk keterangan tentang hal ini, silakan untuk melihat tanya jawab ini (silakan klik). Walaupun Yesus tahu kapan hari kiamat terjadi, namun di dalam kebijaksanaan-Nya, Dia memilih untuk tidak menyatakannya kepada manusia.

37-51: Nasihat supaya berjaga-jaga.

37-44: Berjaga-jagalah, karena hari kedatangan Yesus yang kedua adalah seperti pencuri.

Setelah Yesus selesai dengan pengajarannya tentang nubuat kehancuran Yerusalem dan akhir dunia, maka Yesus masuk kepada pengajaran yang paling penting. Hal yang paling penting adalah bukan tahu kapan hari kiamat terjadi, namun persiapan apa yang harus dilakukan kalau sampai kita mengalami hari kiamat. Persiapan yang paling baik adalah berjaga-jaga dan bukan dengan terus-menerus menerka-nerka kapan hari kiamat terjadi. Kalau Yesus, dalam kebijaksaan-Nya tidak ingin menyatakannya kepada manusia, mengapa manusia harus terus-menerus mencoba meramal dan berspekulasi tentang kedatangan Kristus yang ke-dua?

Yesus menegaskan sekali lagi dengan mengatakan “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang” (ay. 42). Dan di ayat 44, Yesus mengatakan sekali lagi “Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga.

45-51: Berjaga-jagalah, agar ketika Yesus datang, kita didapatinya sebagai hamba yang setia.

Setelah Yesus memberikan pengajaran bahwa sikap yang paling penting adalah berjaga-jaga, karena kedatangan-Nya seperti pencuri di malam hari dan tidak ada yang tahu, maka pengajaran yang berikutnya adalah “apa yang harus dilakukan dalam berjaga-jaga.” Apakah kita harus duduk diam, apakah harus terus bekerja, apakah harus terus merenung dan tidak melakukan apa-apa? Untuk memperjelas tentang hal ini, Yesus memberikan perumpamaan tentang hamba yang setia dan hamba yang jahat. Untuk berjaga-jaga dalam menyambut kedatangan Kristus, maka kita harus menjadi hamba yang baik. Dan hamba yang baik adalah yang melaksanakan apa yang dikehendaki Tuan-nya.

Tugas apa yang dipercayakan kepada hamba tersebut? Yesus mengatakan dalam perumpamaan tersebut “Siapakah hamba yang setia dan bijaksana, yang diangkat oleh tuannya atas orang-orangnya untuk memberikan mereka makanan pada waktunya?” (ay. 45) Dari sini kita melihat bahwa kita semua yang menjadi hamba dipercayakan oleh Tuhan menjadi orang kepercayaan-Nya, yang dipercaya dengan harta-benda yang harus dibagikan kepada orang-orangnya. Harta benda yang dibagikan adalah kekayaan spiritual dan orang-orang-Nya adalah orang-orang yang percaya dan juga orang-orang yang belum percaya. Setiap orang dipercaya sesuai dengan talenta yang diberikan, dan harus mengembangkan talenta yang dipercayakan sehingga dapat membawa orang-orang-Nya untuk juga siap dalam menyambut kedatangan Kristus. Kristus mengajarkan bahwa memikirkan keselamatan diri sendiri saja tidaklah cukup, namun juga harus mempersiapkan orang-orang yang dipercayakan kepada kita, sehingga mereka juga siap menyambut kedatangan Kristus yang ke-dua.

Diskusi tentang kapan terjadinya akhir dunia yang seharusnya berakhir

Kita melihat bahwa nubuat tentang kehancuran Yerusalem dan akhir dunia atau kedatangan Kristus yang ke-dua saling tumpang tindih, yang mungkin dapat membuat banyak kebingungan. Namun di satu sisi, kita juga melihat bahwa kehancuran Yerusalem telah dinubuatkan terjadi, sehingga umat manusia pada akhirnya akan memperoleh Yerusalem yang baru (lih. Why 3:12; 21:2). Kehancuran Yerusalem membuat umat Allah dapat menyembah Allah di dalam Roh dan kebenaran (Yoh 4:23). Dan kita juga mengingat akan apa yang dikatakan oleh Yesus sendiri “Aku akan merubuhkan Bait Suci buatan tangan manusia ini dan dalam tiga hari akan Kudirikan yang lain, yang bukan buatan tangan manusia” (Mk 14:58). Dan Yerusalem memang rubuh tak berbekas di tahun 70, sama seperti tubuh Kristus yang mati pada hari Jum’at Agung. Dan sama seperti pada hari ke-tiga, Yesus dibangkitkan, maka pada akhir dunia, kita akan melihat tempat kudus yang baru, Yerusalem baru, di Sorga.

Yerusalem yang baru inilah yang seharusnya menjadi fokus utama kita dan bukan kapan terjadinya. Dari perikop ini, kita dapat melihat bahwa kedatangan Kristus yang ke-dua atau hari kiamat adalah pasti akan terjadi. Begitu banyak orang yang telah mencoba meramalkan akan hari dan tanggal hari kiamat, namun tidak ada satupun yang terbukti benar. Kalau Yesus, di dalam kebijaksanaan-Nya memilih untuk tidak mengatakannya kepada manusia, mengapa manusia masih terus berusaha untuk menebak dan berspekulasi tentang hal ini? Yesus menegaskan, yang penting bukan tahu hari kiamat, namun adalah berjaga-jaga dan melaksanakan kehendak Allah, sehingga pada saatnya Yesus datang untuk yang ke-dua kali, kita semua dapat menjadi hamba yang setia. Mari, kita bersama-sama mempergunakan waktu yang diberikan oleh Tuhan dengan bijaksana, sehingga kita benar-benar dapat menjadi hamba yang setia, sehingga pada saatnya nanti, Yesus akan berkata “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Mt 25:23).

Tentang “the Lost Gospel”

2

Beredarnya buku “The Lost Gospel” tidak perlu mengguncangkan iman kita. Sebab sebenarnya, jika kita perhatikan terdapat kejanggalan- kejanggalan terhadap injil Yudas tersebut:

1) Pertama dikatakan bahwa teks papyrus yang ditemukan tersebut diperkirakan berasal dari abad ke 2 AD. Kita mengetahui bahwa Yudas sendiri wafat pada sekitar tahun 33AD, dengan bunuh diri dengan menggantungkan diri (Mat 27: 5) setelah menyerahkan Yesus kepada kaum Yahudi. Maka dapat diperkirakan [atau bahkan besar kemungkinan] bahwa tulisan di papyrus itu bukan karangan Yudas sendiri.
Sedangkan ke-4 Injil lainnya dituliskan sendiri oleh para rasul Yesus, yaitu Matius (38-45) dan Yohanes (90-100), dan para murid dari para rasul, yaitu Markus (murid Rasul Petrus) dan Lukas (murid Rasul Paulus), kedua Injil ini dituliskan sekitar 64-67. Kita ketahui memang rasul Yohanes adalah rasul yang wafat paling akhir dari antara para rasul, sehingga tak mengherankan bahwa Injilnya dituliskan paling akhir.

2) Isi dari Injil Yudas ini kental mengajarkan aliran Gnosticism, yaitu yang mengajarkan kematian sebagai ‘pembebasan jiwa dari tubuh’. Aliran ini memang marak berkembang di abad-abad pertama, sehingga Rasul Paulus juga telah memberikan peringatan keras kepada umat tentang bahaya ajaran sesat ini dalam Injilnya:

“Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia.” (Gal 1:6-9)

3) St. Irenaeus (180) juga mengingatkan umat akan bahaya ajaran sesat Gnosticism ini. Kesaksiannya terhadap ke-empat Injil yang mempunyai hubungan langsung dengan para rasul memberikan alasan penting untuk otoritas ke-empat Injil.

4) Yesus sendiri dalam Injil Matius dan Markus mengecam Yudas, dengan mengatakan demikian:

“Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” (Mat 26:24)

“Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” (Mrk 14:21)

Tidak mungkin Yesus yang telah mengatakan demikian, dan direkam oleh Matius dan Petrus (yang kemudian diajarkan kepada Markus), ternyata mengatakan hal yang sebaliknya kepada Yudas. Yesus yang mengecam Yudas karena  pengkhianatannya, tidak mungkin kemudian memujinya dan mengatakan bahwa sesungguhnya Yudas telah melakukan sesuatu yang benar. Yesus yang adalah kebenaran (Yoh 14:6), tidak mungkin mengatakan dua hal yang bertentangan sebagai kebenaran.  Maka, jika ada pernyataan yang berlawanan demikian, kita mengetahui bahwa salah satu pernyataan pasti salah/ bukan perkataan Yesus. Dan jika kita meyakini apa yang tertulis dalam Injil Matius dan Markus sebagai kebenaran, karena otoritas Gereja Kristus yang menentukannya, maka konsekuensinya, apa yang disebutkan dalam injil Yudas (pseudo- Yudas- karena kemungkinan besar tidak ditulis oleh Yudas) tersebut adalah salah. Injil Yudas ini tidak memiliki otoritas apapun, karena ajarannya berlawanan dengan pengajaran para rasul dan para Bapa Gereja, dan bahkan sulit membuktikan bahwa injil ini adalah karangan rasul Yudas sendiri. Ini seperti tulisan seseorang yang memakai nama Yudas, dan ingin menentang keseluruhan Tradisi Suci, semacam Da Vinci Code, yang mengutip fakta sejarah yang fiktif pada jaman ini, untuk menyerang kebenaran Injil. Maka, dengan akal sehat dan iman, kita sesungguhnya dapat mengetahui bahwa yang tertera dalam injil Yudas tersebut adalah ajaran yang salah, seperti juga kita melihat tulisan tulisan anti- Gereja yang lain.

Pada akhirnya kita percaya bahwa Gereja Katolik telah dipercaya oleh Kristus untuk menjaga keaslian pengajaran-Nya. Maka kita ketahui bahwa Kitab Suci yang ada sekarang berasal dari kanon yang ditetapkan oleh Gereja Katolik. Maka, jika injil Yudas tidak ada di dalamnya, itu bukan karena injil itu ‘hilang’ dan tidak ditemukan, namun karena ajaran yang tertera di dalamnya ‘asing’ dan bertentangan dengan ajaran Kitab-kitab yang lain. Jika kita dapat melihat bahwa yang disampaikan dalam injil Yudas tersebut adalah sesuatu yang salah, maka iman kita tidak perlu terguncang oleh ajaran yang tertulis di dalamnya. Karya tulis itu tidak diilhami oleh Roh Kudus, karena tidak mengandung kesatuan pengajaran dengan kitab-kitab yang lain dalam Alkitab.

Mat. 26:24 Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.”
Mrk. 14:21 Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.”

Apakah kematian seseorang sudah ditentukan Allah?

11

Pertanyaan:

Dear katolisitas,

Saya ingin bertanya, manusia pada akhirnya akan meninggal. Apakah kematian setiap orang itu memang sudah waktunya atau adakah orang yg bisa dikatakan meninggal sebelum waktunya? Bagaimana pendapat Gereja mengenai hal ini? Mohon penjelasannya. Trims, Thomas.

Jawaban:

Shalom Thomas,

Kematian adalah berakhirnya kehidupan kita di dunia ini. Rasul Paulus menggambarkan kematian sebagai peralihan hidup manusia: “kemah tempat kediaman kita di bumi” dibongkar, untuk menuju “suatu tempat kediaman di sorga” yang kekal (2 Kor 5:1).Maka, melalui kematian, memang tubuh kita akan binasa, namun jiwa kita akan tetap hidup selamanya. Pertanyaannya apakah berakhirnya kehidupan seseorang di dunia ini sudah waktunya atau adakah kematian sebelum waktunya?

Pertanyaan ini mensyaratkan kita mengetahui secara prinsip pengetahuan ilahi Tuhan (the divine foreknowledge of God) yang tiada terbatas (Sumber: Dr. Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p. 41):

1. Tuhan mengetahui semua kejadian yang nyata, baik di masa lalu, sekarang maupun yang akan datang (scientia visionis). – De fide.
Dalam hal ini, Tuhan melihat semuanya itu sebagai ‘saat ini’, sebab Ia tidak terbatas oleh waktu.

2. Dengan pengetahuan akan penglihatan (scientia visionis), Tuhan telah melihat terlebih dahulu dengan kepastian yang tidak mungkin salah,  segala tindakan di masa yang akan datang yang ditimbulkan dari kehendak bebas manusia. – De fide.
Dalam pengertian inilah Yesus telah lebih dahulu mengetahui bahwa Yudas Iskariot akan mengkhianati-Nya, namun Ia tidak men-takdirkan Yudas untuk mengkhianati-Nya. Yudas menggunakan kehendak bebasnya untuk mengkhianati Yesus, dan Yesus mengizinkan hal itu terjadi, untuk mendatangkan kebaikan yang lebih besar dari kejahatan Yudas. [Oleh pengkhianatan Yudas, Yesus wafat dan bangkit dari mati, untuk mendatangkan keselamatan bagi manusia dengan mengalahkan kuasa dosa dan maut].

Maka dengan kedua prinsip ini, kita mengetahui bahwa Allah telah mengetahui dari sejak awal mula, akan segala yang akan terjadi dalam kehidupan tiap-tiap orang, termasuk kapan dan bagaimana kita akan meninggal dunia. Namun Ia tidak mentakdirkannya demikian, karena sedikit banyak ada faktor kehendak bebas manusia yang terlibat, ataupun ada faktor penderitaan yang diizinkan oleh Tuhan untuk terjadi dalam kehidupan seseorang dengan tujuan untuk mendatangkan kebaikan yang lebih besar. Karena Tuhan Maha tahu, Ia sudah terlebih dahulu mengetahui semuanya ini.

Manusia dapat meninggal dunia karena sesuatu yang kelihatannya tiba-tiba dan tak terduga, seperti kecelakaan lalu lintas atau bencana, tetapi juga dapat terjadi karena akumulasi kebiasaan hidup yang kurang baik, misalnya bekerja tanpa istirahat, makan tidak teratur atau tidak seimbang, kurang berolah raga, terkena polusi, dst. Hal-hal ini kemudian menjadikan seseorang jatuh sakit, dan kemudian meninggal. Allah sudah mengetahui sejak awal, akan apa yang menjadi pilihan kita dalam hidup ini yang dapat menghantar kepada kematian kita. Maka tidak ada yang menjadi “surprise” bagi Tuhan; dan dengan demikian, kita tidak dapat berkata bahwa seseorang meninggal sebelum waktunya, seolah-olah Tuhan sudah menentukan suatu waktu, tapi kemudian terjadi sesuatu yang di luar rencana/ pengetahuan Tuhan. Maka yang benar adalah Tuhan mengizinkan kematian seseorang terjadi, yang jika diperhatikan merupakan akibat dari sesuatu yang telah lebih dahulu terjadi, entah itu penyakit, kecelakaan, kejadian tragis, dst., namun semua kejadian yang negatif tersebut bukan rancangan Allah. Allah hanya mengizinkan semua itu terjadi, untuk membongkar ‘kemah manusia di bumi’ untuk  memberikan kehidupan abadi.

Memang pada akhirnya kita harus menerima hal penderitaan dan kematian sebagai suatu misteri yang tak sepenuhnya dapat kita pahami pada saat kita masih hidup di dunia ini. Namun sebagai orang beriman, mari berpegang pada ajaran Kristus, “Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, …..takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka.” (Mat 10: 28)

Sebab kehidupan kita yang sesungguhnya bukan yang di dunia ini, tetapi kehidupan yang kekal bersama Tuhan di surga. Dan memang yang menentukan apakah kita bisa masuk dalam surga atau tidak adalah Tuhan. Maka “takut kepada Tuhan”/ fear of the Lord, ini harusnya membawa kita kepada kebijaksanaan yang mengakui bahwa hidup kita ini ada di tangan Tuhan, dan kita harus mengisinya dengan sebaik-baiknya dengan menjalankan kehendak dan perintah-perintah-Nya, agar pada saatnya nanti Tuhan menerima kita sebagai milik-Nya dan mengizinkan kita memasuki kehidupan ilahi bersama-Nya di surga.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab