Home Blog Page 263

Apakah Hukum Kanonik membuat umat Katolik terkekang?

39

Pertanyaan:

Pengikut Yesus seharusnya hidup bebas dari hukum-hukum Musa yang membelenggu manusia. De facto di dalam Gereja Katolik terdapat Hukum Kanonik yang jelimet banyak. Bukankah hal itu justru berbalik memenjarakan umat Kristus?
Terima kasih – Herman Jay

Jawaban:

Shalom Herman Jay,

Terima kasih atas tanggapannya tentang Kitab Hukum Kanonik. Memang benar apa yang dikatakan oleh Herman bahwa pengikut Kristus tidak terbelenggu oleh hukum Taurat, seperti yang rasul Paulus tuliskan “Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.” (Rm 7:6). Maksud dari ayat ini adalah kita telah dibebaskan dari hukum karena rahmat yang bersumber dari misteri Paskah Kristus.

Kalau anda menyamakan Kitab Hukum Kanonik seperti hukum Taurat, maka mungkin ada kesalahpahaman akan apa sebenarnya Kitab Hukum Kanonik (KHK). KHK adalah theology in action, dimana karena Gereja mempercayai doktrin A, maka harus melakukan sesuatu yang berhubungan dengan A. Sebagai contoh, karena Gereja Katolik mengajarkan akan perkawinan antara pria dan wanita yang tidak terpisahkan selama berada di dunia ini (seperti yang diajarkan oleh Allah – divine and natural law), maka perkawinan yang sah tidaklah terceraikan. Dan semuanya ini dijabarkan dalam KHK, termasuk juga kondisi yang membuat suatu perkawinan tidak sah. Dengan demikian semua umat Katolik tahu secara persis apakah yang menjadi kewajiban dan hak-nya.

Bayangkan, dalam kehidupan gereja yang tidak mempunyai Hukum Kanonik. Tanpa KHK, maka yang dilakukan dalam menangani perkawinan adalah bergantung pada kebijaksanaan dari gembala. Kalau gembala tersebut bijaksana, maka keputusan yang diberikan akan baik sekali. Namun, kalau ada gembala yang kurang bijaksana, maka keputusan menjadi tidak baik. Dalam kondisi seperti ini, apa dapat dilakukan oleh umat yang merasa diperlakukan tidak adil? Pegangan apakah yang dipegang dalam menyelesaikan masalah perkawinan, administrasi, dll? Kalau ada umat yang tidak setuju dengan keputusan gembalanya, maka apakah yang dapat dilakukan oleh umat tersebut? Ini baru dalam tingkat satu gereja atau denominasi. Bagaimana kalau gereja tersebut mencakup seluruh dunia? Bagaimana cara mengaturnya? Semua hal-hal ini diatur dalam KHK. Dengan demikian, kalau dipahami dengan baik, KHK justru memberikan keadilan kepada seluruh anggota Gereja Katolik dan menghindari terjadinya penyimpangan dogma dan doktrin. Gereja tanpa sistem hukum yang jelas, sama seperti negara Indonesia tanpa Kitab Hukum perdata/pidana, yang akan memicu kekacauan dan perpecahan.

Bahkan kalau kita mempelajari lebih lanjut, maka Kitab Hukum Kanonik (KHK) justru bersumber pada 1) hukum Allah (baik Divine positive law maupun Divine natural law), 2) dogma dan pengajaran dari Gereja Katolik, 3) Roman law, Germanic law, 4) kebiasaan dan tradisi serta beberapa hukum sekular. Dengan dasar-dasar tersebut, maka KHK mempunyai kaitan erat dengan ekklesiologi, misi gereja, teologi gereja. Dan pada akhirnya KHK justru membuat suatu atmosfir sehingga rahmat Allah dapat mengalir secara bebas dalam kehidupan menggereja, menciptakan suatu keadaan dimana kebaikan bersama (common good) dapat tercapai dalam satu Tubuh Mistik Kristus, dan akhirnya KHK menciptakan suasana dimana setiap umat Allah dapat bertumbuh dalam kekudusan, sehingga pada akhirnya setiap umat Allah dapat bersatu dengan Tuhan sendiri di dalam Kerajaan Sorga. Dengan demikian, KHK bukan memenjarakan umat Kristus, sebaliknya justru memerdekakan umat Kristus untuk dapat turut membangun Gereja.

Semoga Herman dapat melihat bahwa bahwa KHK justru harus ada, karena tanpa hukum yang jelas, maka tidak mungkin kehidupan menggereja dapat terlaksana dengan baik, apalagi dalam konteks mengatur umat Allah di seluruh dunia. Kalau KHK dipandang rumit, memang kehidupan menggereja dan perkawinan adalah tidak mudah. Kita tahu ada begitu banyak situasi dan masalah dalam perkawinan yang memang rumit dan memerlukan kebijaksanaan dan keadilan untuk menyelesaikannya. Namun, sebenarnya KHK tidaklah rumit, bahkan sebenarnya sangat terstruktur. Dengan demikian, KHK menjamin agar seluruh anggota Gereja mengetahui kewajibannya, sehingga mereka juga mengerti haknya. Semoga dengan penjelasan ini, Herman dapat melihat KHK secara lebih positif.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

Penjelasan tentang penampakan Tuhan Yesus

4

Pertanyaan:

Stef dan Inggrid Yth.
Saya ingin menanyakan perihal bacaan minggu ini yang diambil dari Kor 15:1-11. Disana diceritakan mengenai peristiwa sepanjang kebangkitan Kristus. Yang membuat saya bertanya-tanya, mengapa peristiwa itu tidak sama dengan kisah di Injil (termasuk yang di Injil Lukas, padahal Lukas disusun dalam bimbingan Paulus).
1. ayat 5 bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya.
– Injil mengisahkan Yesus menampakkan diri pertama kepada wanita-wanita (Mrk 16:9, Mat 28:5, Luk 24:5), bukan Kefas (bahkan yang dilihat Kefas hanyalah kain kafan saja (Luk 24:12, Yoh 20:6)
– jumlah murid Yesus hanya 11, karena Yudas Iskariot sudah mati sebelum Yesus bangkit
2. ayat 6 Sesudah itu Ia menampakkan diri kepada lebih dari lima ratus saudara sekaligus; kebanyakan dari mereka masih hidup sampai sekarang, tetapi beberapa di antaranya telah meninggal.
– kisah ini tidak ada di Injil
3. ayat 7 Selanjutnya Ia menampakkan diri kepada Yakobus, kemudian kepada semua rasul.
– kisah ini tidak ada di Injil. Siapa yang dimaksud Yakobus disini?
– siapa yang dimaksudkan semua rasul? kalo maksudnya 12 murid, hal ini sudah disebutkan di ayat sebelumnya (ayat 5)

Bagaimana menurut Stef dan Inggrid untuk merekonsiliasi kisah tersebut. Terima kasih atas bantuannya. Semoga Tuhan senantiasa memberkati karya Stef dan Inggrid. Amin.

Jawaban:

Shalom Thomas,

Terima kasih atas pertanyaannya tentang perbedaan kisah kebangkitan Kristus di 1 Kor 15:1-11 dan Injil. Mari kita melihatnya satu-persatu:

1) Di ceritakan bahwa Yesus menampakkan diri kepada perempuan-perempuan, yaitu Maria Magdalena, Yohana (Mrk 16:9, Mat 28:5, Luk 24:5) namun tidak diceritakan di 1 Kor 15:5, yang mengatakan “bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya.” Rasul Paulus menuliskan kisah ini kepada jemaat di Korintus, yang kemungkinan tidak tahu siapa itu Maria Magdalena maupun Yohana, sehingga kemungkinan dia memilih untuk tidak menuliskannya. Dengan demikian, rasul Paulus mengatakan bahwa Yesus menampakkan diri kepada rasul Petrus, sesuai dengan Lk 24:34 yang mengatakan “Kata mereka itu: “Sesungguhnya Tuhan telah bangkit dan telah menampakkan diri kepada Simon.” Namun, memang tidak diceritakan bagaimana Yesus menampakkan diri kepada Petrus. Oleh karena itu, tidaklah bertentangan bahwa Petrus hanya melihat kain kafan (Luk 24:12, Yoh 20:6), dan kemudian Yesus menampakkan diri kepada Petrus, sebelum menampakkan diri kepada dua murid dalam perjalanan ke Emaus (lih. Lk 24:13-34). Dan ini terlihat dari ayat Lk 24:34, yang menegaskan bahwa Yesus telah menampakkan diri kepada Petrus.

2) Dalam 1 Kor 15:5 rasul Paulus mengatakan bahwa setelah Yesus menampakkan diri kepada Petrus kemudian kepada keduabelas murid-Nya. Kita tahu bahwa penampakan Yesus kepada para murid adalah pada saat hari pertama minggu itu pada malam hari, seperti yang diceritakan “Ketika hari sudah malam pada hari pertama minggu itu berkumpullah murid-murid Yesus di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Pada waktu itu datanglah Yesus dan berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!”” (Yoh 20:19). Dan kalau kita mau meneliti, sebenarnya bukan sebelas rasul yang hadir di tempat tersebut, namun sepuluh, karena rasul Tomas tidak hadir pada saat itu (lih. 20:24). Namun perkataan kedua belas rasul tetap digunakan untuk menunjukkan kelompok 12 orang yang dipilih oleh Yesus sendiri. Jadi dalam hal ini keduabelas murid bukan mengacu kepada jumlah namun kepada kelompok para rasul yang dipilih oleh Yesus.

3) Kisah penampakan kepada lima ratus saudara sekaligus seperti yang disebutkan di 1 Kor 15:6 memang tidak diceritakan di dalam Injil. Demikian juga penampakan Yesus kepada Yakobus (James the less), saudara Yesus, uskup pertama Yerusalem (Kis 15) tidak diceritakan di dalam Injil. Namun hal ini tidak menjadi masalah, karena Injil tidak menceritakan semua kejadian, seperti yang dituliskan oleh rasul Yohanes “Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.” (Yoh 21:25)

Di 1 Kor 15:7 juga diceritakan bahwa Yesus menampakkan diri kepada rasul, walaupun telah disebutkan di ayat 5. Hal ini dikarenakan Yesus menampakkan diri kepada para rasul beberapa kali, seperti: (Yoh 20:26-31, 21:1-25, Mt 28:16-20, dan Lk 24:44-49).

Semoga keterangan di atas dapat menjawab pertanyaan Thomas.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

Keaslian dari Matius 28:19 – baptisan dalam Trinitas

16

Pertanyaan:

Terima kasih kepada bapak Stefanus, mudah2an Bapak sabar atas banyaknya pertanyaan saya, saya senang karena tim katolisitas khususnya Bapak Stefanus dan Ibu Ingrid mau membagi pengetahuannya dengan saya.

Ok baiklah, bapak bertanya apakah menurut saya Mt 28:19 bukan bagian dari alkitab? jawaban saya:
Menurut penganut Trinitarian kata-kata Bapa dan Anak dan Roh Kudus tercatat dalam codex-codex tertua, abad V CE, tapi berdasarkan catatan Eusebius dari Cesaria yang hidup 270 A.D., – 340 A.D ia tidak pernah memasukkan kata-kata patros kai ton uiou kai ton agiou pneumatos Bapa dan Anak dan Roh Kudus ketika ia menquote Matt 28:19.

Woodrow Whidden, Ph. D., Jerry Moon, Ph. D., and John W. Reese dalam buku mereka “The Trinity”, menulis bahwa Constantin yang menuliskan Matt 28:19 dalam bible http://english.sdaglobal.org/research/mt2819.htm

Menurut info dibawah ini Joseph Ratzinger yang sekarang menjadi Paus pun mengakuinya.
He makes this confession as to the origin of the chief Trinity text of Matthew 28:19. “The basic form of our profession of faith took shape during the course of the second and third centuries in connection with the ceremony of baptism. So far as its place of origin is concerned, the text (Matthew 28:19) came from the city of Rome.” The Trinity baptism and text of Matthew 28:19 therefore did not originate from the original Church that started in Jerusalem around AD 33. It was rather as the evidence proves a later invention… Quoted from: Cardinal Joseph Ratzinger, Introduction to Christianity, pp.50-53.

Coba Bapak Stefanus check kebenarannya, tapi sejauh pencarian saya tidak ada sanggahan dari Vatican

Bahkan
Fr. Boismard insists that the Trinitarian formula in Matthew 28:19 does not go back to Jesus but was added by the “final redactor” of Matthew,….

silahkan klik link yang saya berikan dibawah ini:

http://www.catholicculture.org/culture/library/view.cfm?id=2851&CFID=20570655&CFTOKEN=58222882

Klik http://www.youtube.com/watch?v=i-XkAijKg44

Jawaban:

Shalom Kusno,

Terima kasih atas pertanyaannya tentang apakah Mt 28:19 adalah merupakan bagian dari Matius sejak Alkitab ini dituliskan atau merupakan penambahan. Secara prinsip argumentasi Kusno adalah Mt 28:19 tidaklah asli walapun terdapat dalam Codex Vaticanus, karena 1) tulisan dari Eusebius yang tidak mendukung keaslian Mt 28:19 dan 2) Karena tiga orang ahli yang menuliskan bahwa Mt 28:19 ditulis oleh kaisar Constantine, 3) Cardinal Ratzinger mengatakan bahwa Mt 28:10 adalah merupakan ayat tambahan.

Jawaban saya untuk membuktikan keaslian dari ayat Mt 28:19 adalah dari: 1) Penyusunan Codex, 2) Analisa tulisan dari Eusebius, 3) Kesaksian dari para Bapa Gereja, 4) Analisa dari tulisan Cardinal Ratzinger. Mari kita melihatnya secara lebih mendalam.

1) Penyusunan Codex: Kita tahu bahwa tidak ada naskah asli dari seluruh Alkitab yang asli yang masih tertinggal, termasuk kitab Matius. Kitab Matius yang dituliskan dalam bahasa Ibrani (mungkin Aram) tidak ditemukan aslinya. Namun, kita mendapatkan kitab Matius dari codex tertua dari Alkitab yang kita kenal saat ini, seperti Codex Vaticanus adalah dari abad ke-empat. Kesenjangan waktu dari abad 1 sampai abad ke-4 disebabkan karena kaisar Diocletian pada tahun 303 memerintahkan untuk menghancurkan dan membakar seluruh Kitab Suci. Dan hal ini dituliskan sendiri oleh Eusebius yang mengatakan “I saw with mine own eyes the houses of prayer thrown down and razzed to their foundations, and the inspired and Sacred Scriptures consigned to the fire in the open market place” (H.E. VIII 2).

Dengan demikian, maka untuk mengatakan bahwa Mt 28:19 bukanlah menjadi text asli tidak akan dapat dibuktikan secara absolut kebenarannya, karena tidak ada text asli yang menjadi pegangannya, bahkan ada banyak kesaksian yang justru mendukung keaslian ayat Mt 28:19. Gereja Katolik yang mendapatkan mandat dari Kristus sendiri untuk memimpin umat Allah kepada keselamatan serta menjanjikan bahwa kuasa maut tidak akan mengalahkan Gereja (lih. Mt 16:18-19), menentukan kitab-kitab mana yang menjadi bagian dari Kitab Suci dan mana yang tidak menjadi bagian dari Kitab Suci. Penentuan kitab-kitab yang asli, bukanlah berdasarkan pada satu kesaksian dari Bapa Gereja saja, namun dari banyak kesaksian. Dan terutama, Gereja Katolik percaya bahwa Roh Kudus sendiri yang melindungi Gereja dari kesalahan.

2) Tentang tulisan Eusebius: Dikatakan bahwa ketika Eusebius mengutip Mt 28:19, dia tidak pernah mengutip dengan formula Trinitas (Bapa, Putera, dan Roh Kudus), namun hanya menggunakan kata “Yesus”. Hal ini dapat dilihat dari tulisannya “Demonstration of the Gospel“, Book I, Ch. 3,6, Ch 5,9, Ch 6,24; Book III, ch 6,132; ch 7,138, 236; book IX, Ch. 11.

a) Kita sebenarnya tidak dapat mengatakan bahwa karena kesaksian satu orang Church Father (dalam hal ini Eusebius) membuat Mt 28:19 menjadi tidak valid dan dipandang tidak asli. Rev. H.S. Miller, M.A General Biblical Introduction from God to us, (Houghton, N.Y: The Word-Bearer Press, 1947), hal 259), menganalisa berapa banyak tulisan dari Injil, Kisah Para Rasul, Surat-surat umum, Surat-Surat Paulus, dan Wahyu yang dikutip oleh beberapa Bapa Gereja. Berikut ini adalah data berapa banyak para Bapa Gereja mengutip Injil (Matius, Markus, Lukas, Yohanes): Justin Martyr (268), Irenaeus (1,038), Clement Alexandria (1,017), Origen (9,231), Tertullian (3,822), Hippolytus (734), Eusebius (3,258). Eusebius mengutip 3,258 dan Bapa Gereja lain mengutip sebanyak 16,110 ayat-ayat di dalam Injil. Dengan demikian, akan salah menjadi kurang kuat kalau menggantungkan kesimpulan hanya pada satu Bapa Gereja. Apakah Kusno dapat menemukan lagi dari Bapa Gereja lain yang mengatakan hal yang sama seperti yang dikatakan oleh Eusebius?

Mari kita melihat apa yang ditulis oleh Eusebius dalam tulisannya yang lain di “Letter on the Council of Niceae“, dimana dia menuliskan “We believe . . . each of these to be and to exist: the Father, truly Father, and the Son, truly Son, and the Holy Ghost, truly Holy Ghost, as also our Lord, sending forth his disciples for the preaching, said, ‘Go teach all nations, baptizing them in the name of the Father and of the Son, and of the Holy Ghost.’ Concerning whom we confidently affirm that so we hold, and so we think, and so we have held aforetime, and we maintain this faith unto the death, anathematizing every godless heresy” (Letter to the People of His Diocese 3 [A.D. 323]).” Silakan membaca dokumen lengkap dari tulisannya di sini (silakan klik). Jadi, kita dapat melihat bahwa pengarang yang sama (Eusebius), yang digunakan sebagai argumentasi untuk mengatakan bahwa tidak ada baptisan dengan formula Trinitas, ternyata juga menuliskan dengan jelas tentang baptisan dengan formula Trinitas di tulisan “Letter on the Council of Niceae“. Dengan demikian, dapat saja terjadi bahwa dalam beberapa tulisan sebelumnya, Eusebius mungkin ingin memberikan penekanan dari sisi Kristologi. Dan jangan juga melupakan bahwa tulisan “Demonstration of the Gospel” hanya ditemukan setengahnya saja – yaitu hanya 10 buku terakhir dari 20 buku – , sehingga tulisan yang diberikan tidak lengkap.

Untuk mengatakan bahwa Mt 28:19 ditulis oleh Kaisar Constantine adalah kurang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk menyanggah hal ini, saya akan mengutip beberapa dokumen dan para Bapa Gereja yang hidup sebelum kaisar Constantine (306-337), dimana pada tahun 313, dia mentoleransi agama Kristen melalui Edict of Milan.

3) Kesaksian beberapa Bapa Gereja tentang Mt 28:19: Mari kita melihat apa yang dikatakan dalam tulisan Didache dan para Bapa Gereja sampai sekitar pertengahan abad ke-4. Sebagai catatan, Didache adalah ajaran para rasul yang dipakai sebagai pegangan bagi jemaat perdana.

Didache, The [70-100 AD] The Didache
“After the foregoing instructions, baptize in the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit, in living [running] water. If you have no living water, then baptize in other water, and if you are not able in cold, then in warm. If you have neither, pour water three times on the head, in the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit. Before baptism, let the one baptizing and the one to be baptized fast, as also any others who are able. Command the one who is to be baptized to fast beforehand for one or two days” (Didache 7:1 [A.D. 70]).
Tatian the Syrian [120-180 AD] The Diatessaron (Section 55)
“Then said Jesus unto them, ‘I have been given all authority in heaven and earth; and as my Father has sent me, so I also send you. Go now into all the world, and preach my gospel in all the creation; and teach all the peoples, and baptize them in the name of the Father and the Son and the Holy Spirit; and teach them to keep all whatsoever I commanded you: and lo, I am with you all the days, unto the end of the world’ [Matt. 28:18-20]” (The Diatesseron 55 [A.D. 170]).
Hippolytus [170-236 AD] The Antichrist
“When the one being baptized goes down into the water, the one baptizing him shall put his hand on him and speak thus: ‘Do you believe in God, the Father Almighty?’ And he that is being baptized shall say: ‘I believe.’ Then, having his hand imposed upon the head of the one to be baptized, he shall baptize him once. Then he shall say: ‘Do you believe in Christ Jesus . . . ?’ And when he says: ‘I believe,’ he is baptized again. Again shall he say: ‘Do you believe in the Holy Spirit and the holy Church and the resurrection of the flesh?’ The one being baptized then says: ‘I believe.’ And so he is baptized a third time” (The Apostolic Tradition 21 [A.D. 215]).
Tertullian [160-240 AD] Against Praxeas
“After his resurrection he promises in a pledge to his disciples that he will send them the promise of his Father; and lastly, he commands them to baptize into the Father and the Son and the Holy Ghost, not into a unipersonal God. And indeed it is not once only, but three times, that we are immersed into the three persons, at each several mention of their names” (Against Praxeas 26 [A.D. 216]).
Origen [185-254 AD] De Principiis (Book IV)
The Lord himself told his disciples that they should baptize all peoples in the name of the Father and of the Son and of the Holy Spirit . . . for indeed, legitimate baptism is had only in the name of the Trinity” (Commentary on Romans 5:8 [A.D. 248]).
Cyprian of Carthage [200-270 AD] Epistle 22
“He [Jesus] commanded them to baptize the Gentiles in the name of the Father and of the Son and of the Holy Spirit. How then do some say that though a Gentile be baptized . . . never mind how or of whom, so long as it be done in the name of Jesus Christ, the remission of sins can follow-when Christ himself commands the nations to be baptized in the full and united Trinity?” (Letters 73:18 [A.D. 253]).
Eusebius of Caesarea [265-340 AD] Letter on the Council of Nicaea
“We believe . . . each of these to be and to exist: the Father, truly Father, and the Son, truly Son, and the Holy Ghost, truly Holy Ghost, as also our Lord, sending forth his disciples for the preaching, said, ‘Go teach all nations, baptizing them in the name of the Father and of the Son, and of the Holy Ghost.’ Concerning whom we confidently affirm that so we hold, and so we think, and so we have held aforetime, and we maintain this faith unto the death, anathematizing every godless heresy” (Letter to the People of His Diocese 3 [A.D. 323]).
Athanasius, St [296-373 AD] De Synodis (Part II)
“And the whole faith is summed up, and secured in this, that a Trinity should ever be preserved, as we read in the Gospel, ‘Go ye and baptize all the nations in the name of the Father and of the Son and of the Holy Ghost’ (Matt. 28:19). And entire and perfect is the number of the Trinity (On the Councils of Arminum and Seleucia 2:28 [A.D. 361]).

Dari beberapa tulisan para Bapa Gereja di atas, maka kita melihat bahwa ada cukup banyak tulisan Bapa Gereja yang mengutip Mt 28:19, termasuk kutipan baptisan dengan formula Trinitas – dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Karena beberapa tulisan di atas dituliskan sebelum kaisar Constantine, maka ini juga membuktikan bahwa tidak mungkin kaisar Constantine yang menambahkan Mt 29:19.

4) Tentang tulisan dari Cardinal Ratzinger: Beberapa website dalam bahasa Inggris mengutip tulisan Cardinal Ratzinger untuk membuktikan bahwa Mt 28:19 adalah ayat tambahan dan bukan merupakan bagian dari Injil Matius. Mungkin Kusno mengambil kutipan ini dari beberapa website, yang menuliskan “He makes this confession as to the origin of the chief Trinity text of Matthew 28:19. “The basic form of our profession of faith took shape during the course of the second and third centuries in connection with the ceremony of baptism. So far as its place of origin is concerned, the text (Matthew 28:19) came from the city of Rome.” The Trinity baptism and text of Matthew 28:19 therefore did not originate from the original Church that started in Jerusalem around AD 33. It was rather as the evidence proves a later invention… Quoted from: Cardinal Joseph Ratzinger, Introduction to Christianity, pp.50-53.” Dapatkah Kusno memberikan referensi secara spesifik buku cetakan tahun berapakah dari Introduction to Christianity yang dikutip? Atau kalau Kusno mengutip dari suatu website, tanyakan sumbernya secara jelas.

a) Saya telah mengecek dari buku yang sama dari penerbit Ignatius Press, 2004, dengan ISBN: 1-58617-029-5. Dan di buku tersebut hal. 50-53 tidak memberikan kutipan seperti yang disebutkan di atas. Hal 50-53 membahas tentang apa yang disebut dengan “I believe“. Kalau kita mau mengaitkan dengan Trinitas, maka Cardinal Ratzinger di buku yang sama membahasnya di “bab V – Belief in the Triune God“, hal 162-190. Dan di halaman tersebut dia meninjau dari beberapa sisi untuk menerangkan ajaran Trinitas, serta mencoba menjawab keberatan-keberatan tentang doktrin Trinitas.

b) Kemudian, kalau kita melihat di bagian belakang, buku ini memberikan index ayat-ayat yang dikutip dalam buku ini. Di hal 378 dikatakan bahwa kutipan Mt 28:19 terdapat di hal 83 dan 331.
Mungkin maksud dari kutipan di atas adalah dari hal 83, yang mengatakan “The basic form of our profession of faith took shape during the course of the second and third centuries in connection with the ceremony of baptism. So far as its place of origin is concerned, the text comes from the city of Rome; but its internal origin lies in worship; more precisely, in the conferring of baptism. This again was fundamentally based on the words of the risen Christ recorded in Matthew 28:19: “Go therefore and make disciples of all nations, baptizing them in the name of the Father and of the Son and of the Holy Spirit.” In accordance with this injunction, three questions are put to the person to be baptized: “Do you believe in God the Father Almighty? Do you believe in Jesus Christ, the Song of God…? Do you believe in the Holy Spirit…?” The person being baptized replies to each of these three questions with the word “Credo” – I believe – and is then each time immersed in the water. Thus the oldest form of the confession of faith takes the shape of a tripartite dialogue, of question and answer, and is, moreover, embedded in the ceremony of baptism.

1) Kalau ini yang menjadi dasar dari kutipan di atas, yang ingin menyatakan bahwa Cardinal Ratzinger percaya bahwa text Mt 28:19 berasal dari Roma dan bukanlah merupakan ayat yang asli, maka saya perlu mempertanyakan penyimpangan dari pengutipan paragraf tersebut. Apakah kesalahan yang dibuat dari kutipan di atas adalah karena penulis tidak dapat menyimpulkan secara benar tulisan dari Cardinal Ratzinger atau memang mempunyai maksud yang tidak baik dengan memberikan kesimpulan yang tidak jujur.

2) Mari kita menganalisa satu-persatu dari kalimat yang dikutip. Dikatakan “The basic form of our profession of faith took shape during the course of the second and third centuries in connection with the ceremony of baptism.” Ini adalah kutipan yang benar.

Kemudian di kalimat selanjutnya dikatakan “So far as its place of origin is concerned, the text (Matthew 28:19) came from the city of Rome.” Ini adalah kutipan yang tidak jujur. Cardinal Ratzinger mengatakan “So far as its place of origin is concerned, the text comes from the city of Rome.” Setelah kata “The text” tidak diberikan kutipan “(Matthew 28:19)”. Jadi “The text” yang merujuk kepada Mt 28:19 adalah kesimpulan dari penulis yang jelas-jelas salah. Kalau kita melihat tulisan Cardinal Ratzinger, maka kita dapat menyimpulkan bahwa “the text” merujuk kepada kalimat sebelumnya, yang mengatakan “The basic form of our profession of faith took shape during the couse of the second and third centuries in connection with the ceremony of baptism.” Jadi “the text” merujuk bukan kepada Mt 28:19, namun kepada “the ceremony of baptism“. Dengan demikian, the ceremony of baptism berasal dari Roma, yang diperjelas di footnote, dimana beberapa pertanyaan dalam the ceremony of baptism menggunakan “Sacramentarium Gelasianum” dan juga dari text yang ditulis oleh St. Hippolytus dalam bukunya “Traditio Apostolica“. Dan kalimat selanjutnya yang mengatakan “The Trinity baptism and text of Matthew 28:19 therefore did not originate from the original Church that started in Jerusalem around AD 33. It was rather as the evidence proves a later invention… ” adalah tidak pernah ditulis oleh Cardinal Ratzinger. Dengan cara pengutipan yang tidak jujur, seolah-olah kalimat terakhir adalah bagian dari tulisan Cardinal Ratzinger, namun hal ini tidaklah benar, seperti yang dibuktikan dari text yang saya kutip dari buku Cardinal Ratzinger.

3) Bahkan kalau kita melihat tulisan dari Cardinal Ratzinger, beliau menegaskan bahwa sumber dari doa aku percaya, yang juga dimanifestasikan dalam liturgi dan upacara baptisan, sesungguhnya bersumber pada perkataan Kristus sendiri yang mengatakan “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,” (Mt 28:19). Dan dengan demikian Cardinal Ratzinger tidak mempertanyakan Mt 28:19, namun justru sebaliknya mempercayai bahwa perkataan “baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mt 28:19) adalah asli dan tidak perlu dipertanyakan.

4) Halaman lain yang memuat Mt 28:19 adalah hal 331, dimana Cardinal Ratzinger menuliskan “After all, we saw in our introductory reflections that the whole Creed grew up out of the triple baptismal question about faith in the Father, Son, and Spirit, a question that for its part rests on the baptismal formula recorded in Matthew (Mt 28:19). To that extend the oldest form of the Creed with its tripartite arrangement is indeed one of the main roots of the trinitarian image of God.

Dengan demikian, paragraf tersebut (hal 331) merupakan penegasan dari apa yang dikatakan di hal 83.

5) Hal-hal lain: Tentang kutipan anda yang ini “Fr. Boismard insists that the Trinitarian formula in Matthew 28:19 does not go back to Jesus but was added by the “final redactor” of Matthew,….” tidak perlu saya tanggapi lebih jauh, karena tidak berarti teolog Katolik yang anda kutip menyuarakan ajaran Gereja Katolik resmi. Kalau Kusno dapat mengutip ajaran Gereja Katolik dari dokumen resmi Gereja Katolik, saya akan menanggapinya dengan panjang lebar. Apakah anda percaya kutipan dari Fr. Boismard tersebut? Apakah dasar bahwa tulisan dari Fr. Boismard adalah benar? Anda dapat membaca sanggahan tentang hal ini di sini (silakan klik). Dan link dari catholicculture.org di sini (silakan klik), justru untuk menyanggah apa yang ditulis oleh Fr. Boismard, maka artikel itu ditulis, dimana pada akhir dari artikel tersebut dituliskan “All this would be laughable if it were not so sad—and if the stakes for the faith were not so high. It would certainly appear, though, that the faith of the Church is being challenged by scholars far beyond the ranks of the Jesus Seminar; the faith of the Church is evidently being equally challenged by some of the scholars supposedly within the Church’s own ranks.” Jadi kesimpulan dari artikel tersebut adalah ingin menunjukkan bahwa Fr. Boismard adalah salah satu biblical scholar yang mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan pengajaran dari Gereja Katolik. Namun, umat Katolik percaya bahwa Roh Kudus akan melindungi Gereja-Nya dari kesalahan-kesalahan pengajaran dan Gereja telah memberikan pondasi yang kuat untuk menginterpretasikan Alkitab dengan baik.

KESIMPULAN:

Dari pemaparan di atas, maka terlihat bahwa Mt 28:19 adalah asli, berdasarkan kesaksian dari beberapa Bapa Gereja dan terutama karena janji Kristus sendiri untuk melindungi Gereja-Nya, sehingga tidak salah dalam menentukan buku-buku mana yang menjadi bagian dari Alkitab. Tuduhan yang mengatakan bahwa bahwa Eusebius tidak percaya akan keaslian dari Mt 28:19 karena di salah satu bukunya (Demonstration of the Gospel) tidak memuat formula baptisan Trinitas tidaklah cukup kuat, karena di buku yang lain (Letter on the Council of Niceae), dia justru memuat kutipan Mt 28:19 secara lengkap. Tuduhan bahwa Mt 28:19 ditulis oleh Kaisar Constantine tidaklah mendasar, karena kita melihat kutipan dari para Bapa Gereja sebelum masa Kaisar Constantine, telah mengutip Mt 28:19 dengan formula baptisan Trinitas. Tuduhan bahwa Cardinal Ratzinger mengatakan bahwa text Mt 28:19 adalah berasal dari Roma menurut saya adalah paling tidak dapat dipertanggungjawabkan, yang menandakan ketidaktahuan atau ketidakjujuran. Saya percaya Kusno tidak bermaksud tidak baik, karena saya pikir Kusno juga mengutip dari banyak website dalam bahasa Inggris yang menuliskan tentang hal ini. Bagi saya, sekali seorang penulis melakukan kutipan yang tidak jujur dan mencoba untuk membelokkan maksud dari tulisan aslinya, maka penulis tersebut tidak dapat dipercaya (kecuali hal ini dilakukan karena ketidaktahuan si penulis). Jadi, kalau Kusno melihat ada orang yang menuliskan tentang Cardinal Ratzinger tidak percaya akan keaslian Mt 28:19 berdasarkan bukunya “Introduction to Christianity” padahal dia justru menuliskan sebaliknya, maka saran saya adalah agar Kusno tidak mempercayai penulis dan sumber dari kutipan tersebut, karena telah sengaja memutarbalikkan apa yang dituliskan oleh Cardinal Ratzinger.

Semoga dengan jawaban ini, minimal Kusno dapat melihat bahwa kepercayaan umat Kristen terhadap Trinitas bukanlah sekedar sebuah spekulasi, namun berdasarkan Wahyu Allah, dimana Tuhan sendiri yang mengatakannya kepada manusia.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

Hal pertumbuhan iman

3

[Berikut ini adalah kesaksian dari salah seorang pembaca, Machmud, yang mengalami mukjizat kesembuhan atas kemurahan Allah. Machmud membagikan renungan tentang iman, dan Ingrid akan menambahkannya dari pengajaran Gereja Katolik].

Pertanyaan:

Salam damai sejahtera

Dear Stef

Lama saya tidak mengunjungi situs ini , disebabkan datangnya serangan penyakit yang membawa saya hampir2 kembali kerumah Bapa.
Tumor bersarang di kantung kemih sehingga menyebabkan ginjal sebelah kanan tidak berfungsi, sebab salurannya tertutup oleh tumor tsb.
Dokter menganjurkan saya untuk dioperasi dan harinya sudah diputuskan,sehari sebelumnya diadakan check up seluruh tubuh dan hasilnya TROMBOSIT saya tinggal 50.100.
Dokter bedah tidak berani melaksanakan operasi dan harus menunggu paling kurang trombosit saya naik jadi 100.000.
Tiba-2 muncul penyakit lain HEPATITIS B dan menurut dokter yang merawat saya trombosit saya akan memerlukan waktu yang lama untuk bisa mencapai angka 100.000 karena dihambat oleh Hepatitis B.
Pada akhirnya saya memutuskan untuk pulang saja sambil mengadakan berobat jalan.
Didalam penderitaan dan kelemahan itu saya berserah, apapun yang terjadi biarlah kehendak Tuhan saja yang jadi.
Didalam pergumulan itu saya mendengar suara : Kalau engkau mempunyai iman, maka semua penyakit itu akan berlalu, lalu saya teringat akan Firman Tuhan : iman sebesar biji sesawi bisa memindahkan gunung.
Saya jadi ber-tanya2 apakah saya ini punya iman atau tidak ?
Dari semua yang telah saya pelajari dari Alkitab ,saya jadi tahu bahwa saya masih punya iman.
Tetapi apakah iman saya itu cukup besar atau hanya iman yang kecil saja ?
Akhirnya Tuhan memberikan jawaban bagi saya melalui doa yang saya panjatkan, dan kembali saya mendengar suara : minum TEMULAWAK pagi dan malam selama 30 hari.
Sebenarnya saya ingin membantah, sebab jika saya tidak minum obat anti biotik se-hari saja , maka kencing saya yang keluar darah serta gumpal2 darah yang beku.

Tiga hari saya minum rebusan temulawak , kencing saya tetap ber-darah2 dan membeku
Tetapi sebab saya yakin bahwa itu suara Roh, maka saya kerjakan sesuai dengan yang saya dengar.
Heran, semua berjalan dengan baik, saya tidak lagi kencing darah; bahkan hasil dari lab semua baik .
Trombosit saya naik menjadi 184.000, Hepatitis B lenyap, Tumor dikantung kemih hilang serta ginjal kanan sudah normal kembali (sesuai hasil dari USG dan I V P).
Tangan Tuhan sudah menjamah kehidupan saya dan saya masih diberikan kesempatan untuk melayani Dia, puji nama Tuhan.
Saya sangat yakin bukan karena Temulawak yang menyebabkan saya sembuh, tetapi tangan Tuhan yang melakukan dalam diri saya, lewat temulawak.

Itulah sedikit keterangan mengapa saya menghilang selama ini, dan dari sana timbul pertanyaan dalam pikiran saya : Bagaimana kita tahu iman kita itu bertumbuh atau tidak ?

I M A N

Sebab tidak ada buku nilai, tidak ada kelas2 yang mudah dilihat, maka ada bahaya bahwa iman orang beriman mungkin tidak bertambah atau makin luntur.
Bagaimana dengan iman kita setelah sekian lama mengikut Yesus ?

IMAN KECIL SAMPAI BESAR.
Tuhan Yesus mengatakan bahwa iman murid2 kecil
(Mat 8 : 26 Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali). (little faith),

atau iman yang besar
(Mat 8 : 10 Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel.), iman yang teguh (great faith)

Tuhan mencela iman yang kecil dan menghargai iman yang besar, mengapa ?
Sebab kita menerima sesuai dengan iman kita
(Mat 8 : 13 Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya.” Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya) .
Iman kecil tidak bisa menerima banyak dan hidup orang yang seperti ini lemah, baik dalam segi jasmani dan rohani lemah sebab dari Tuhan hampir2 tidak menerima apa-apa, hampir sama seperti orang dunia.
Dalam segi rohani sulit hidup suci,jujur,rendah hati,dll,padahal Tuhan mempunyai limpah kekuatan bahkan sempurna.
Betapa hati Tuhan sedih melihat Putra2 Allah lemah2 dan bagaimana hidupnya begitu tidak berarti.
Allah begitu sedih melihat anak2Nya mempunyai iman yang kecil dan tidak bisa menerima apa2 dari Bapa Yang Maha Besar

Kita hidup ini dengan iman
(Roma 1 : 17 = Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.);

Berjalan dengan iman
(2Kor5 : 7 = sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat)
dan mendapat segala kelimpahan Allah jasmani dan rohani dengan iman
(Mat 8 : 13 = Lalu Yesus berkata kepada perwira itu: “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya.” Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya).

Sebab itu Allah sangat menghendaki iman kita tumbuh sebesar mungkin.
Iman berarti yakin, percaya bahwa Tuhan sanggup mengolah kita dan yakin kita sanggup dan bisa berubah dengan pertolongan Tuhan meskipun lewat jalan salib dan kita betul2 akan mengalaminya.
Ini iman termasuk jalan salib, tetapi hasilnya gilang gemilang, itu yang dikehendaki Tuhan.
Hiduplah dengan sukacita, limpah jasmani dan rohani di dalam jalan sempit, jalan salib diatas mezbah, dengan iman, yakin bisa dan sungguh akhirnya berhasil penuh

TIGA MACAM IMAN
Dari sudut lainnya, pertumbuhan iman itu bisa dilihat dari 3 macam iman sbb :

A. Iman biasa, permulaan, iman yang menyelamatkan karena percaya kepada Tuhan Yesus
(Roma 10 : 10-11 Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan Karena Kitab Suci berkata: “Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan ).
Iman tingkat ini sudah ajaib, sudah bisa menerima banyak janji2 Allah seperti
(Mar 16 : 17 Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka) .
Dengan iman ini kita sudah selamat dan iblis diusir, dikalahkan.
Jadi semua orang beriman mempunyai iman ini, tetapi kita perlu meningkat lebih lanjut dalam tingkat berikutnya yaitu :

B. Karunia iman
(1Kor12 : 9 Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan).
Ini iman yang diberikan tiba2 oleh Rohkudus pada waktu menghadapi problem yang membutuhkan iman, baik dalam pelayanan maupun dalam hidup se-hari2.
Sama seperti karunia2 Roh lainnya, itu diberikan tiba2 pada saat diperlukan.
Iman ini tampak sangat menonjol, se-olah2 pada waktu itu orang ini punya iman yang sangat kuat dan pasti terjadi.
Nabi ELISA tiba2 berkata kepada janda murid nabi supaya ia meminjam tempayan besar2 se-banyak2nya untuk tempat minyak dan itu semua betul2 terjadi.
Ini tingkatan iman yang sangat tinggi, yang belum bisa dicapai oleh tingkat rohani orang itu, tetapi dengan karunia Rohkudus ini jadi..
Jadi orang2 biasa, bahkan orang barupun bisa bertindak dengan iman besar yang diberi Rohkudus pada saat2 kritis yang sangat.
Kalau tingkatan orang itu sudah tinggi, hal ini bisa rutin terjadi seperti iman yang biasa..
Sebab itu dalam keadaan kritis berdoalah sungguh2, lebih2 di dalam Roh, maka iman kita bisa tiba2 berubah menjadi besar dan kuat, sebab ditambahi karunia Roh tiba2.

C. Iman Yang sempurna
(Yak 2 : 22 Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna).
Ini seperti iman yang ada didalam Tuhan Allah.
Dengan iman yang sempurna, Ia mengatakan barang yang tidak ada menjadi ada.
Ini adalah bagian dalam ke-Ilahian Allah yang seringkali tidak bisa dimengerti akal manusia sebab terlalu tinggi bagi pikiran manusiawi.
Sebab itu rindukanlah meningkat dalam iman sehingga hidup jadi sangat indah dihadapan Tuhan dan bisa mengerjakan hal2 yang besar2 dengan Tuhan
(Maz 60 : 14 Dengan Allah akan kita lakukan perbuatan-perbuatan gagah perkasa, sebab Ia sendiri akan menginjak-injak para lawan kita)

IMAN TIRUAN
Iman itu ajaib dan indah, kalau orang mengerti, apalagi sesudah mendengar kasaksian2, bisa timbul kerinduan untuk memiliki iman, sehingga banyak orang me-ngejar2 kesaksian dan mencari kesaksian2 yang hebat2 untuk menumbuhkan imannya.
Baik kesaksian pertobatan, kesembuhan, berkat,pertolongan dll sangat dicari orang, tidak heran kalau juga timbul kesaksian2 palsu atau di-buat2, tetapi ini hanya menimbulkan iman manusiawi seperti iman Thomas yang kalau ada bukti baru percaya dan tidak bahagia.
(Yoh 20 : 29 Kata Yesus kepadanya: “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya).,
Kesaksian yang sesuai dengan Firman Tuhan dan disaksikan sebagai hasil Firman Tuhan dalam pengurapan Rohkudus itu sangat penting, bagian dari pelayanan kita dan itu bisa membangkitkan iman dan menjadi berkat.
Dalam kesaksian2 harus ada kejujuran, mereka yang me-nambah2i, itu pendusta dan Rohkudus tidak bisa bekerja, sebab itu jangan memompa iman supaya cepat jadi besar hanya dari kesaksian2 yang kemurniannya seringkali kurang, tetapi dari pekerjaan Firman Tuhan dan Rohkudus, dan hidup yang bertobat supaya Rohkudus bisa bekerja.
Berkat Tuhan dan hasil iman selalu lewat jalan halal, sesuai Firman Tuhan.
Cari iman dalam Alkitab dan doa kepada Tuhan, lebih2 dalam Roh dan kebenaran.
Ini yang menghasilkan iman ilahi, bukan dimanipulasi dengan macam2 cara yang tidak tepat .
Untuk orang beriman, tempat menumbuhkan iman adalah gereja .
Tujuan kita menumbuhkan iman bukan untuk mendapatkan keuntungan yang fana tetapi Kerajaan Sorga yang kekal (yang sebab tidak tampak, banyak dipalsukan dan mudah dijanjikan dengan limpah dalam proyek2 perangkap setan)
Iman Ilahi itu dari Firman Tuhan dan Rohkudus, ada sejahtera dan keyakinan dari Tuhan, penuh dengan syukur dan bisa tahan dalam pencobaan dan ujian
Iman Manusiawi itu dari bukti2 (yang seringkali di-buat2 tetapi masuk akal), bisa yakin tetapi seringkali kurang sejahtera dan baru penuh syukur kalau sudah dapat, tetapi ternyata tidak dapat malah undur dan menghojat, tidak tahan ujian.
Istri Ayub imannya hanya ikut2an, lebih2 melihat Ayub yang keberkatan luar biasa (orang terkaya di Urkasdim), maka bukti2 yang besar itu meneguhkan imannya.
Tetapi iman istri Ayub sama denga imannya Thomas, manusiawi.
Pada waktu masuk dalam pencobaan, ia jadi bingung.
Ayub yang begitu tekun beribadah, memasang Mezbah, menyebut Tuhan, sekarang jadi miskin dan celaka.
Sebab itu , karena melihat bukti2 ini, ia mengambil kesimpulan bahwa ibadah kepada Tuhan itu sia2 dan ia menghojat Tuhan seenaknya.
Ini iman akal, iman manusiawi, tidak tahan uji dan hancur.
Ayub yang mempunyai iman yang sungguh, sekalipun melihat bukti2 yang tidak sesuai, tetap percaya dan memuliakan Tuhan, tidak terpengaruh istrinya.
Betapa indahnya orang yang mempunyai iman yang sungguh kepada Tuhan, tetapi iman manusiawi itu tidak bahagia dan sia2.
Iman manusiawi itu sia2, tidak bahagia.
Begitu juga iman karena emosi, sugesti, ikut2an, semua ini iman palsu yang banyak beredar, tetapi akan gugur satu persatu dalam ujian.

MENUMBUHKAN IMAN
Iman itu berasal dari Firman Tuhan yang dikerjakan Rohkudus didalam hati orang yang mau percaya dan disucikan.
(Rom 10 ; 17Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus).;
(2Kor 3: 6 Ialah membuat kami juga sanggup menjadi pelayan-pelayan dari suatu perjanjian baru, yang tidak terdiri dari hukum yang tertulis, tetapi dari Roh, sebab hukum yang tertulis mematikan, tetapi Roh menghidupkan.)

Tetapi iman ini juga harus ditumbuhkan, dilatih dengan perbuatan iman
(Yak 2 : 22 Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna).

Sebab itu miliki perbuatan iman kalau tidak ada iman bisa mati, hanya tinggal iman tradisionil yang mati
(Yak 2 : 17 Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati)

Bagaiman kita melatih iman ?
Tuhan yang menolong. Ia mengizinkan banyak peristiwa terjadi menimpa kita, semua itu tidak ada satupun yang kebetulan
(Mat 10 : 30-31Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.).

Sebab itu jangan kita lengah, hadapi dengan perisai iman
(Ef 6 : 16-17 dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat, dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah) .

Mulai ber-kata2 dengan iman, ini sudah termasuk tindakan atau perbuatan iman
(Rom 10 : 8 Tetapi apakah katanya? Ini: “Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu.” Itulah firman iman, yang kami beritakan dan Tuhan Yesus adalah iman besar untuk pengakuan iman kita)

(Ibr 3 : 1 Sebab itu, hai saudara-saudara yang kudus, yang mendapat bagian dalam panggilan sorgawi, pandanglah kepada Rasul dan Imam Besar yang kita akui, yaitu Yesus Dia yang membela sehingga iman itu menjadi kenyataan).

Jangan meremehkan kata2 iman, itu sama dengan tindakan iman, kata2 itulah perbuatan mulut sama seperti tindakan kaki tangan kita, sebab itu kita makan hasil perkataan kita
(Ams 18 : 20 Perut orang dikenyangkan oleh hasil mulutnya, ia dikenyangkan oleh hasil bibirnya).

Kalau kita belum yakin mengatakan kata2 iman atau tindakan iman, jangan paksa, sia2.
Lebih baik periksa diri, check rencana iman itu dalam terang Firman Tuhan, apa ada ayat2 janji Tuhan sebagai landasannya, periksa diri, apa ada halangan (dosa) bagi pekerjaan Rohkudus.
Kalau semua beres, terus berdoa dalam roh dan kebenaran, maka iman akan dipompakan oleh Rohkudus sampai timbul keyakinan maka kita mulai ber-kata2 / bertindak dengan iman.
(1Kor 14: 4 Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, ia membangun dirinya sendiri, tetapi siapa yang bernubuat, ia membangun Jemaat.)

Dengan demikian, lewat kasus demi kasus kesukaran demi kesukaran Tuhan melatih iman kita untuk mrengatasinya sehingga iman kita tumbuh dan kita makin kuat dan indah dihadapan Tuhan.
Ingat pertummbuhan iman tidak satu kali lompat, tetapi tumbuh sedikit demi sedikit dalam setiap segi hidup, sehingga iman makin bertambah besar untuk melakukan se-banyak2nya hal2 yang besar dengan Tuhan sehingga kesaksian pelayanan kita makin ber-buah2 lebat memuliakan Allah
(Yoh 15 : 8 Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku).

Orang yang imannya tumbuh, hidupnya akan kuat dalam semua pencobaan
(ingat 1Kor 10 : 13 Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.)
dan dalam pimpinan Rohkudus akan selalu menang.

Kalau takut stress, panic, putus asa dsb,itu berarti imannya tidak cukup, terlalu kecil
(seperti Mat 8 : 26 Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali.).
Perbaiki , minta bantuan saudara2 seiman, berseru kepada Tuhan, Tuhan pasti menolong

Mac : 5.February.2010

Jawaban:

Shalom Machmud,

Terima kasih atas kesaksian anda yang luar biasa. Terpujilah Tuhan, atas segala kebaikan-Nya yang ditunjukkan kepada anda! Saya dan Stef turut bersuka cita atas kesembuhan yang Tuhan berikan kepada anda. Ya, kita patut bersyukur atas segala perbuatan-Nya yang ajaib. Tuhan kita memang luar biasa, besar kasih setia-Nya kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya. Terima kasih juga untuk sharing ayat- ayat Kitab Suci yang dibagikan tentang iman. Sebenarnya apa yang anda tuliskan benar, namun memang Gereja Katolik memiliki penekanan yang sedikit berbeda dalam hal iman pemula, iman yang bertumbuh dan iman yang sempurna.

Tentang pertumbuhan iman ini, demikianlah yang dapat saya sampaikan dari ajaran Gereja Katolik, berdasarkan Kitab Suci:

1. Pengertian/ definisi iman

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita.” (Ibr 11:1-2).
Maka, kita mengetahui bahwa iman menjadi dasar pengharapan akan sesuatu yang tidak kita lihat, dan iman itu timbul dari kesaksian tentang kebenaran. Karena yang memberikan kesaksian tersebut pertama- tama adalah Allah sendiri melalui Kristus  dan para rasul-Nya, maka kita mempunyai alasan yang kuat untuk percaya. Sebab jika kesaksian diberikan oleh manusia, maka kita tidak dapat yakin akan kebenaran sepenuhnya, namun jika Allah sendiri yang memberikan kesaksian tersebut, maka kita dapat yakin akan kebenarannya.

Dengan demikian iman berhubungan dekat dengan ketaatan. Tak heranlah bahkan di Alkitab sendiri Rasul Paulus mengajarkan tentang keduanya sekaligus, yaitu tentang “ketaatan iman” (Rom16:26 ; lih. Rom1:5 ; 2 Kor 10:5-6) kepada Tuhan. Maka Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:

KGK 1814    Iman adalah kebajikan ilahi, olehnya kita percaya akan Allah dan segala sesuatu yang telah Ia sampaikan dan wahyukan kepada kita dan apa yang Gereja kudus ajukan supaya dipercayai. Karena Allah adalah kebenaran itu sendiri. Dalam iman “manusia secara bebas menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah” (Dei Verbum 5). Karena itu, manusia beriman berikhtiar untuk mengenal dan melaksanakan kehendak Allah. “Orang benar akan hidup oleh iman” (Rom 1:17); Iman yang hidup “bekerja oleh kasih” (Gal 5:6).

Terlihatlah di sini bahwa iman yang sesungguhnya, haruslah iman yang disertai dengan kasih, sebab tanpa kasih, iman itu mati (Yak 2:17, 26). Atau dengan perkataan lain, iman tidak terpisahkan dari kasih, atau tanpa kasih sesungguhnya iman orang itu tidak nyata.

2. Iman di tahap para pemula, harus terus dipupuk agar tidak hilang/ melemah. Beberapa syaratnya adalah:

a. Menyadari bahwa iman adalah karunia, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah…” (Ef 2:8); dan karenanya tekun memohon kepada Allah agar memperoleh karunia untuk meningkatkan dan memperkokoh iman.

b. Menghidupkan iman oleh kasih, sehingga mengakibatkan kebajikan-kebajikan yang lain untuk turut bertumbuh. Dua akibat yang terbesar yang dihasilkan oleh iman yang hidup oleh kasih adalah: 1) kasih hormat seorang anak kepada Allah Bapa di surga, yang membantunya untuk menghindari dosa; 2) pemurnian hati yang mengangkat pikiran dan hati kepada hal-hal surgawi yang membersihkannya dari keterikatannya kepada kesenangan duniawi.

c. Menolak sedapat mungkin, dengan bantuan rahmat ilahi, apapun yang dapat membahayakan iman: yaitu keragu-raguan, dan pencobaan- pencobaan yang menolak iman, segala bacaan yang bertentangan dengan iman Kristiani, dst. Sebaliknya, selalu tekun dalam iman dan teguh tidak bergoncang (lih. Kol 1:23).

d. Berusaha sedapat mungkin untuk meningkatkan pengetahuan iman dan kebenaran-kebenaran iman, sesuai yang diajarkan oleh Gereja Katolik (lih. 1 Tim 3:15).

e. Meningkatkan iman dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan penghayatan iman (lih. Yak 2:18), dalam doa- doa dan ketaatan kepada pengajaran Magisterium Gereja Katolik.

3. Sedangkan iman yang bertumbuh adalah iman yang tahan uji terhadap kesukaran dan penderitaan, dengan menempatkan hal-hal spiritual di atas segala yang bersifat duniawi, untuk menilai segala sesuatu. Beberapa prinsipnya adalah:

a. Melihat Tuhan selalu dalam terang iman, tanpa mendahulukan cinta diri atau pandangan diri sendiri. Orang bertumbuh imannya percaya bahwa Tuhan itu selalu sama (lih. Ibr 13:8), Ia baik dan penuh belas kasihan, dalam keadaan apapun, pada saat kita sehat maupun sakit, kelimpahan ataupun kekurangan.

Adalah lebih mudah untuk mengatakan kita beriman, pada saat tidak ada hidup dalam kelimpahan. Namun justru ketahanan iman itu harus dibuktikan, pada saat kita mengalami ujian hidup. Adakalanya Tuhan mengizinkan kita mengalami mukjizat dan berkat-berkat-Nya saat kita menghadapi ujian ini, namun adakalanya, Ia mengizinkan penderitaan itu tetap kita alami. Ujian hidup itu dapat berhubungan dengan diri kita, misalnya penyakit, ataupun bermacam pergumulan hidup. Sebagai contohnya, seseorang memang dapat mengalami mukjizat kesembuhan jasmani, namun mukjizat ini ada batasnya, dan tidak selalu jika kita sakit maka pasti kita akan menerima mukjizat kesembuhan. Akan tiba saatnya bahwa Tuhan mengizinkan penyakit itulah yang menghantar kita pulang ke rumah-Nya. Maka di sini kita ketahui bahwa yang terpenting adalah kita memiliki iman yang kokoh, akan segala yang menjadi kehendak Tuhan, bahwa situasi apapun tidak akan memisahkan kita dari-Nya. Jika kita disembuhkan, “Puji Tuhan”, namun jika Tuhan memutuskan tidak demikian, kitapun harus tetap mengatakan, “Puji Tuhan!” Kelapangan hati yang demikian itulah yang menunjukkan kedewasaan iman, iman yang menunjukkan kepercayaan penuh kepada Tuhan yang mengasihi kita dalam situasi apapun. Kita melakukan apa yang bisa kita lakukan, namun selebihnya kita serahkan kepada Tuhan.

Sikap ini tidak untuk dikacaukan dengan sikap apatis, yang tidak percaya bahwa Tuhan dapat menyembuhkan/ melakukan mukjizat. Orang yang bertumbuh imannya, tetap percaya bahwa Tuhan dapat melakukan melakukan mukjizat-Nya, namun ia dengan kelapangan hati tidak “memaksakan” bahwa Tuhan harus melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendaknya. Maka di sini, kita meneladani sikap Bunda Maria, “Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu” (lih. Luk 1:38), yang juga sesuai dengan perkataan doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus (lih. Mat 6:10).

b. Menilai segala sesuatu di dalam hidup dalam terang pengajaran iman, dan tak berkompromi dengan ajaran dunia. Sebagai contohnya, orang yang bertumbuh dalam iman yakin bahwa kemiskinan di hadapan Allah, kerendahan hati, kelemahlembutan, pertobatan, belas kasihan, kemurnian hati, damai sejahtera (lih. Mat 5:3-10) adalah lebih berguna bagi kehidupan kekal daripada semua yang ditawarkan dunia.

c. Teguh beriman di tengah-tengah ujian hidup dan penganiayaan dari mereka yang menentang iman kita kepada Yesus.  Hal ini kita lihat dari perjuangan para rasul yang demi iman dan kasih mereka kepada Allah, mereka rela menderita demi mengabarkan Injil (Kis 5:41).

Katekismus Gereja Katolik mengajarkan demikian:

KGK 1816    Murid Kristus harus mempertahankan iman dan harus hidup darinya, harus mengakuinya, harus memberi kesaksian dengan berani dan melanjutkannya; Semua orang harus “siap-sedia mengakui Kristus di muka orang-orang, dan mengikuti-Nya menempuh jalan salib di tengah penganiayaan, yang selalu saja menimpa Gereja ” (Lumen Gentium 42) Bdk. DH 14. Pengabdian dan kesaksian untuk iman sungguh perlu bagi keselamatan: “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di surga. Tetapi barang siapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di surga” (Mat 10:32-33).

4. Iman yang sempurna pada jiwa-jiwa orang yang sempurna adalah yang iman yang dilengkapi oleh rahmat pengertian, pengetahuan yang telah mencapai tingkat yang sempurna, sebagai permulaan/ prelude dari “beatific vision“/ pandangan Ilahi di mana kita dapat melihat dan memahami Allah dalam arti yang sesungguhnya di surga (1 Yoh 3:2). Pandangan surgawi ini dialami oleh Stefanus (lih. Kis 7:54-60) sebelum ia menyerahkan nyawanya karena imannya. Maka, kesempurnaan iman juga tampak  dari perjuangan para rasul, martir  dan para misionaris yang demi iman dan kasih mereka kepada Allah, mereka rela mengorbankan segala sesuatu termasuk mengorbankan nyawa mereka dengan lapang hati dan suka cita. Dengan demikian mereka menjadi sungguh serupa dengan Kristus.

Demikian yang dapat kami tuliskan menanggapi pernyataan anda. Mari kita berjuang untuk bertumbuh dalam iman dan pengenalan akan Allah, dengan disertai perbuatan- perbuatan kasih, seperti yang diajarkan dan dicontohkan oleh Tuhan Yesus dan para rasul.

Salam ksih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Pintu hati kita tidak punya gagang dari luar?

0

Pertanyaan:

Salam sejahtera,

Saya baru pertama kali ini masuk ke dlam web ini. Hal ini juga karena saran dari seorang Imam. Dari awal melihatnya, saya merasa bahwa inilah yang saya butuhkan untuk pertumbuhan iman saya. Saya jadi bingung inginmulai darimana untuk menjelajahinya… hahaha… Saya ada pertanyaan yg mungkin cuma sekedar ingin tahu saja, begini… apakah benar dalam gambar Yesus mengetuk pintu sebuah rumah sebenarnya GAGANG PINTUNYA HANYA ADA DI DALAM, SEDANGKAN DI LUAR TIDAK ADA. Jadi apakah betul bahwa itu artinya, jika ingin Tuhan mau masuk ke dalam hati kita, kita harus mau membukakannya? Krena Tuhan Yesus tidak dapat masuk dan hanya bisa mengetuk sebab tidak ada gagang pintu di luar? Thnx. Mikael Stefanus.

Jawaban:

Shalom Mikael Stefanus,

Gambar Yesus yang mengetuk pintu itu merupakan karya imaginasi sang pelukis yang menggambarkan Yesus mengetuk pintu hati kita. Memang digambarkannya dalam lukisan itu tidak ada gagang pintu dari luar, sehingga menyampaikan makna bahwa Yesus hanya bisa masuk ke dalam hati kita, jika kita membukakan pintu dari dalam dan mempersilakan Dia masuk. Kemungkinan, lukisan Yesus ini diinspirasikan oleh ayat ini:

Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Why 3:20)

Jadi memang ayat ini menunjukkan bahwa Yesus hanya dapat masuk ke dalam hati kita, jika kita menghendakinya. Yesus tidak memaksa kita untuk membukakan pintu bagi-Nya. Yesus tidak memaksa kita untuk menerima-Nya sebagai Juru Selamat dan Tuhan kita.Ini sejalan dengan pengajaran St Agustinus:

God who created you without you cannot save you without you” atau terjemahannya, “Tuhan yang telah menciptakanmu tanpa-mu, tidak dapat menyelamatkanmu tanpa-mu.” (Sermon 169, 11,13).

Maka di sini kita mengetahui bahwa agar diselamatkan, kita harus mengambil bagian atau bekerjasama dengan rahmat Tuhan. Kita harus “membuka pintu hati” dan membiarkan Tuhan Yesus masuk dan menguatkan kita. Adalah sesuatu yang menarik di ayat Why 3:20 itu, bahwa Tuhan Yesus menguatkan kita dengan cara “makan” bersama Dia. Bagi kita umat Katolik, ini mengingatkan kita akan perjamuan Ekaristi, di mana kita mengenangkan Perjamuan Terakhir antara Yesus dengan para rasul-Nya. Perjamuan tersebut bukan hanya merupakan kenangan semata, namun juga merupakan kehadiran Yesus kembali secara nyata, untuk membagikan kepada kita rahmat-Nya. Di perjamuan Ekaristi- lah, kita menerima Kristus sendiri, sang Roti Hidup, dalam rupa hosti; dan dengan menyambut Ekaristi inilah kita sungguh-sungguh bersatu dengan Tuhan Yesus.

Pertanyaan berikutnya, apakah kalau kita sudah mempersilakan Dia masuk, maka Yesus akan selalu tinggal di hati kita? Jawabnya tergantung kita juga. Sebab jika kita melakukan dosa berat, maka sesungguhnya kita “mengusir” Yesus keluar dari dalam hati kita. Karena definisi dosa adalah pelanggaran terhadap hukum Tuhan (1 Yoh 3: 4). Maka jika kita tidak melakukan firman dan hukum/perintah-perintah Tuhan, kita tidak sungguh- sungguh mengenal dan mengasihi-Nya (lih. 1 Yoh 2:4-5). Dengan perkataan lain, kita berdosa saat kita menempatkan sesuatu atau seseorang di hati kita di tempat yang seharusnya menjadi tempat Tuhan, dan jika ini yang terjadi, maka hati kita tidak lagi menjadi tempat kediaman-Nya.

Mungkin kita bertanya: jika kita telah menyadari bahwa kita telah berdosa, dan kita bertobat, adakah kemungkinan bagi kita untuk meminta Yesus agar masuk kembali ke dalam hati kita? Tentu saja dapat! Sebab seandainya Yesus keluar (atau tepatnya kita membuat-Nya keluar) maka yang dilakukan Yesus adalah berdiri di depan pintu hati kita dan kembali mengetuk dan mengetuk. Yesus selalu menunggu sampai saatnya kita kembali membukakan pintu dan membiarkan Dia masuk. Bagi umat Katolik, hal ini nyata setiap kali kita menerima Sakramen Tobat, yaitu saat kita menerima rahmat pengampunan Allah seperti kisah Anak yang hilang dalam Luk 15:11-32.

Dengan demikian lukisan Tuhan Yesus yang berdiri di depan pintu dan mengetuk, itu selayaknya mengingatkan kita akan besarnya kasih Tuhan yang menantikan tanggapan kita. Semoga kita selalu siap sedia untuk membukakan pintu bagi-Nya, agar Ia dapat selalu tinggal dalam hati kita. Namun, jika oleh kelemahan kita, kita jatuh ke dalam dosa, semoga kita teringat untuk secepatnya memohon pengampunan Tuhan, dan kembali membukakan pintu bagi-Nya. Semoga inilah yang menjadi doa kita setiap hari:

“Maranatha! Datanglah Tuhan Yesus, masuklah ke dalam rumah hati kami dan tinggalah selalu di dalamnya.”

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org


Mengasihi Allah dan mengasihi sesama Luk 10:25-37

8

Pertanyaan:

setelah membahas ‘mengenal Tuhan’ dalam PL dan PB diatas boleh juga diteruskan pembahasan ‘mengenal sesama’ dalam Lukas 10: 25-37 agar kita mengetahui cara memperoleh hidup yang kekal dan melakukannya.
‘pergilah, dan perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup’

Lukas 10:25-37

25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: ”Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
26 Jawab Yesus kepadanya: ”Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?”
27 Jawab orang itu: ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
28 Kata Yesus kepadanya: ”Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.”
29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: ”Dan siapakah sesamaku manusia?”
30 Jawab Yesus: ”Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati.
31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.
33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?”
37 Jawab orang itu: ”Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: ”Pergilah, dan perbuatlah demikian!”

besok-besok dilanjutkan ‘mengenal diri sendiri’

terima kasih
salam bahagia dan damai sejahtera
hendro

Jawaban:

Shalom Hendro,

Tuhan Yesus memberikan perintah utama kepada kita, yaitu perintah kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama (Luk 10:27), maka kita mengetahui bahwa prioritas utama bagi kita adalah mengasihi Allah dan baru kemudian kita mengasihi sesama demi kasih kita kepada Allah. Berikut ini saya sampaikan renungan yang mengambil sumber utama dari Kitab Navarre Bible:

ay. 25-28: Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita, bahwa jalan untuk mencapai keselamatan adalah dengan menaati hukum Tuhan. Kesepuluh perintah Allah yang diberikan kepada Musa (Kel 20:1-17) itu menyampaikan hukum kodrat yang sudah Tuhan tanamkan di dalam hati nurani manusia. Misalnya, seseorang dalam hatinya pasti sudah tahu bahwa membunuh atau berbohong itu dosa. Maka hukum kodrat ini yang dinyatakan dalam kesepuluh perintah Allah tidak mungkin menjadi “kuno” atau perlu disesuaikan dengan kehendak manusia/ kehendak jaman.

Dalam kesepuluh perintah Allah itu yang tertulis di atas dua loh batu, kita mengetahui terdapat dua macam perintah. Ketiga perintah pertama adalah perintah untuk mengasihi Tuhan, sedangkan perintah ke-empat sampai kesepuluh adalah  perintah untuk mengasihi sesama. Maka kedua jenis perintah ini yang ditekankan kembali oleh Yesus sebagai hukum yang terutama yang di mana tergantung seluruh hukum yang diajarkan oleh para nabi (lih. Mat 22:40 , lih. Rom 13:8-9; Gal 5:14).

Jadi prioritas pertama bagi kita umat beriman adalah mengasihi Tuhan dan ditempat kedua adalah mengasihi sesama, sebagai bukti kasih kita kepada Tuhan, karena Tuhanlah yang meminta agar kita berbuat demikian (1 Yoh 4:21). St. Agustinus mengatakan kasih kepada sesama merupakan konsekuensi kasih kepada Tuhan karena manusia adalah gambaran Allah, maka jika kita mengasihi sesama, kita mengasihi Tuhan. Jika kita mengasihi Tuhan, maka kita juga akan mengasihi sesama, karena memandang mereka sebagai saudara/i di dalam Tuhan yang sama- sama ditebus oleh Kristus. Namun tentu, kasih kepada sesama ini tidak berdiri sendiri/ terlepas dari kasih kepada Tuhan, sebab jika demikian, malah sebenarnya kita melanggar perintah yang pertama, yaitu mengasihi Tuhan di atas segala sesuatu.

Melalui perintah kasih yang diajarkan oleh Tuhan Yesus ini, kita mengetahui suatu prinsip yang lain yang diajarkan dalam Injil; yaitu Hukum Tuhan bukanlah merupakan sesuatu yang negatif, “Jangan ini, jangan itu….” tetapi sesuatu yang positif, “Kasihilah….” Oleh karena itu kekudusan, yang merupakan panggilan hidup kita, tidak untuk diartikan “asalkan saya tidak melakukan dosa ini dan itu”, tetapi untuk diartikan “saya harus melakukan sesuatu yang baik”, yaitu untuk menghasilkan buah-buah di dalam bentuk kasih kita kepada Allah. Kita harus menyadari perbuatan kasih yang didasari oleh iman kita kepada-Nya itulah yang akan diperhitungkan Allah pada saat penghakiman terakhir (lih. Mat 25: 31-46)

ay 27. Maka kita mengetahui bahwa “pekerjaan” kita di dunia ini adalah mengasihi Tuhan. Mungkin ada yang bertanya: mengapa kita musti mengasihi Tuhan? Jawabnya adalah karena kita menemukan kebahagiaan kita di dalam kasih kepada Tuhan, dan tidak di dalam hal-hal lainnya. Pembahasan tentang hal ini, sudah pernah ditulis di artikel: Kebahagiaan kita hanya ada dalam Tuhan, silakan klik. Maka kalau kita ingin mendapat penghiburan dan kekuatan di dalam hidup ini kita harus kembali kepada Tuhan, kita harus mengasihi Tuhan.

Cobalah kita cari orang yang terlihat sebagai orang yang paling berbahagia di dunia: tiliklah, apakah dia mengasihi Tuhan? Sebab jika ia tidak mengasihi Tuhan, ia sebenarnya tidak sungguh-sungguh berbahagia. Itulah sebabnya banyak di antara orang-orang yang demikian kemudian dapat melakukan hal-hal yang tragis dalam hidup mereka. Sedangkan sebaliknya, jika kita menemukan orang kelihatannya paling tidak bahagia di mata dunia, namun kalau ia mengasihi Tuhan, maka ternyata ia adalah orang yang paling bahagia, dalam arti yang sesungguhnya, dalam segala sesuatu. Maka sudah selayaknya kita berdoa memohon agar Tuhan membuka mata hati kita agar dapat mencari kebahagiaan di mana kita dapat sungguh menemukannya, yaitu di dalam Tuhan sendiri.

ay. 29-37. Setelah menjelaskan tentang kasih kepada Tuhan, sebagai yang mendasari kasih kepada sesama, Yesus kemudian menjelaskan perumpamaan Orang Samaria yang baik hati, yang menjelaskan siapakah sebenarnya “sesama” kita dan bagaimana sesungguhnya kita harus mengasihinya, bahkan jika ia adalah musuh kita.

St. Agustinus (De verbis Domini sermones, 37), seperti juga para Bapa Gereja yang lain, mengidentifikasikan orang Samaria itu sebagai Yesus dan orang yang dirampok itu sebagai Adam yang mewakili kita semua manusia yang berdosa. Karena belas kasihan-Nya, Kristus datang ke dunia, untuk menyembuhkan luka-luka manusia akibat dosa (Is 53:4, Mat 8:17, 1 Pet 2:24, 1 Yoh 3:5). Yesus memang sangat berbelas kasihan kepada manusia yang menderita (lih. Mat 9: 36, Mrk 1:41, Luk 7:13). Rasul Yohanes mengatakan, “Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.” (1 Yoh 4: 9-11)

Maka di sini kita mengetahui bahwa “sesama” kita adalah siapapun juga, tanpa pembedaan dari suku apa atau agama apa, yang memerlukan bantuan kita. Dan kasih ini bukan terlihat dari bagaimana kita mengasihinya, seperti merasa kasihan, atau mempunyai perasaan simpati; tetapi kita harus berani melakukan sesuatu yang nyata, yaitu untuk melayani mereka, membantu meringankan beban mereka yang membutuhkan bantuan.

Jadi kita umat beriman harus mempunyai kasih yang semacam ini, yang peduli kepada kebutuhan orang lain, terutama jika kita sudah diberkati oleh Tuhan. Salah satu cara untuk menyatakan kasih kepada sesama adalah dengan melakukan “perbuatan- perbuatan belas kasihan”, yang semuanya ada empat belas macam: tujuh hal secara rohani; dan tujuh hal lainnya secara jasmani. Perbuatan kasih secara rohani yang dapat kita lakukan kepada sesama kita yang membutuhkan adalah: untuk membantu mereka kepada pertobatan, untuk mengajar mereka yang tidak tahu, untuk membantu menguatkan mereka yang ragu-ragu, untuk menghibur mereka yang berduka, untuk dengan sabar menerima kesalahan/ kekurangan orang lain, untuk mengampuni kesalahan, dan untuk mendoakan mereka yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Sedangkan tujuh perbuatan kasih secara jasmani adalah: memberi makan mereka yang kelaparan, memberi minum untuk mereka yang haus, memberikan pakaian kepada mereka yang telanjang, memberikan tumpangan tempat tinggal kepada mereka yang tidak punya rumah, mengunjungi mereka yang sakit, mengunjungi mereka yang ada di dalam penjara, dan menguburkan orang yang meninggal dunia. Di antara perbuatan kasih yang menyangkut rohani dan jasmani ini, tentu yang rohani mempunyai tempat yang lebih utama, walaupun yang jasmani juga bukannya tidak penting. Sebab perbuatan kasih yang menyangkut rohani ini berkaitan dengan membawa seseorang kepada keselamatan.

ay. 31-32. Kemungkinan Yesus mengajarkan perumpamaan ini untuk memperbaiki kesalahan- kesalahan yang ada pada waktu itu, di mana orang lebih menghindari diri terhadap apa yang disebut dengan hal yang najis. Imam, dan orang suku Lewi itu tidak yakin bahwa orang yang terluka itu hidup atau mati, maka mereka menghindarinya karena menganggap orang itu akan mati. Mereka menghindarinya agar tidak dianggap najis. Namun Yesus mengajarkan bahwa hukum kasih berada di atas segalanya, dan di atas segala hukum ritual, sebab justru di dalam kasih kepada sesamalah seseorang dapat menyatakan kasihnya kepada Tuhan.

Ya, memang kasih Tuhan dan kasih kepada sesama merupakan hakekat dari kekudusan, yang kepadanya kita dipanggil. Selanjutnya, jika anda belum pernah membaca rangkaian artikel kekudusan, silakan anda membacanya (silakan klik pada tulisan yang berwarna ungu):

Kekudusan itu sangat penting dalam kehidupan rohani kita, karena kekudusan adalah kehendak Tuhan untuk semua orang. Kekudusan menjadi tanda yang nyata bagi kita sebagai pengikut Kristus, dan kekudusan adalah sesuatu yang diperhitungkan pada saat akhir hidup kita (Apa itu Kekudusan?). Marilah kita memeriksa diri sendiri, sudahkah kita hidup kudus (Refleksi praktis tentang Kekudusan), dan mulai mempraktekkannya dengan belajar untuk lebih rendah hati (Kerendahan hati Dasar dan Jalan menuju Kekudusan)

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab