Iman dan akal budi, St. Agustinus dan Plato, St. Thomas Aquinas dan Aristoteles

Pertanyaan:

Dalam Filsafat ada pandangan yang mengklaim bahwa kristianitas mungkin saja dipengaruhi pula oleh pandangan filosofis Yunani Kuno. Hal ini dapat dirujuk pada pandagan St. Thomas Aquinas dan juga Agustinus apakah memang benar demikian? Kemudian apakah filsafat Plato, Aristoteles dan Plotinos juga menjadi dasar bagi pengungkapan identitas Allah dari sudut pandang filosofis bagi kedua pemikir tersebut? Mohon penjelasannya. Sekian dan Trims utk penjelasannya. Salam – William.

Jawaban:

Shalom William,

Terima kasih atas pertanyaannya tentang kekristenan dan filsafat. Secara prinsip, Gereja Katolik percaya bahwa tidak ada pertentangan antara akal budi (reason) dan iman (faith), karena keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu Tuhan. Kalau sampai akal budi bertentangan dengan iman, maka manusia tidak menggunakan akal budi sebagaimana mustinya atau tidak mempercayai iman yang Ilahi. Karena Tuhan tidak dapat mempertentangkan Diri-Nya sendiri, maka anugerah akal budi dan iman juga tidak mungkin saling bertentangan. Banyak Bapa Gereja yang yang dapat menerangkan misteri iman dengan baik dengan bantuan filosofi. Dan sintesis dari keduanya memuncak dalam tulisan St. Thomas Aquinas, Summa Theology. Berikut ini adalah hubungan antara iman dan akal budi:

1) Kita harus mendudukkan iman dan akal budi pada posisi masing-masing. Akal budi mempunyai keterbatasan, karena memang pemikiran manusia terbatas. Sedangkan iman memberikan kepada kita rencana Allah yang tak mungkin dapat dicapai hanya dengan menggunakan akal budi. Sebagai contoh, dengan akal budi, kita dapat mengetahui bahwa Tuhan adalah satu, Tuhan adalah baik, dll. Namun akal budi tidak dapat mencapai pemahaman bahwa Tuhan adalah satu dalam tiga pribadi. Hal ini hanya mungkin kalau Tuhan sendiri menyatakannya kepada manusia. Setelah Tuhan menyatakannya kepada manusia, maka manusia dapat menguak misteri ini dengan akal budi, misalnya dengan filosofi. Oleh karena itu, akal budi melalui filosofi membantu manusia untuk dapat menguak misteri iman dengan lebih baik dan dengan penjelasan yang masuk diakal. Sedangkan iman menjadi suatu panduan bagi akal budi, sehingga tidak salah arah. Katekismus Gereja Katolik mengatakan:

KGK 50: “Dengan bantuan budi kodratinya, manusia dapat mengenal Allah dengan pasti dari segala karya-Nya. Namun masih ada lagi satu tata pengetahuan, yang tidak dapat dicapai manusia dengan kekuatannya sendiri: yakni wahyu ilahi (Bdk. Konsili Vat I: DS 3015.). Melalui keputusan yang sama sekali bebas, Allah mewahyukan dan memberikan Diri kepada manusia, dan menyingkapkan rahasia-Nya yang paling dalam, keputusan-Nya yang berbelas kasih, yang Ia rencanakan sejak keabadian di dalam Kristus untuk semua manusia. Ia menyingkapkan rencana keselamatan-Nya secara penuh, ketika Ia mengutus Putera-Nya yang terkasih, Tuhan kita Yesus Kristus dan Roh Kudus.

KGK 156: “Alasan untuk percaya tidak terdapat dalam kenyataan bahwa kebenaran yang diwahyukan itu kelihatan benar dan jelas dalam cahaya budi kodrati kita. Kita percaya “karena otoritas Allah yang mewahyukan, yang tidak dapat keliru dan tidak dapat menyesatkan” (Konsili Vatikan I: DS 3008). Namun, “supaya ketaatan iman kita sesuai dengan akal budi, maka Allah menghendaki agar bantuan batin Roh Kudus dihubungkan dengan tanda bukti lahiriah bagi wahyu-Nya” (DS 3009). Maka mujizat Kristus dan para kudus (Bdk. Mrk 16:20; Ibr 2:4), ramalan, penyebaran dan kekudusan Gereja, kesuburannya dan kelanjutannya, “dengan sesungguhnya adalah tanda-tanda wahyu ilahi yang jelas dan sesuai dengan daya tangkap semua orang” (DS 3009), alasan-alasan bagi kredibilitas (Bdk. DS 3013.), yang menunjukkan bahwa “penerimaan iman sekali-kali bukanlah suatu gerakan hati yang buta” (DS 3010).”

KGK 157: “Iman itu pasti, lebih pasti dari setiap pengertian manusiawi, karena ia berdasarkan Sabda Allah yang tidak dapat menipu. Memang kebenaran-kebenaran yang diwahyukan dapat kelihatan gelap bagi budi dan pengalaman manusiawi, tetapi “kepastian melalui cahaya ilahi itu lebih besar daripada kepastian melalui cahaya akal budi alamiah” (Tomas Aqu., s.th. 2-2,171,5 obj.3). “Ribuan kesukar-sulitan tidak sama dengan kebimbangan” (J.H. Newman, apol.).

KGK, 158: “Iman berusaha untuk mengerti (Anselmus prosl.prooem). Orang yang benar-benar percaya, berusaha untuk mengenal lebih baik dia, kepada siapa ia telah memberikan kepercayaannya, dan untuk mengerti lebih baik apa yang telah dinyatakannya. Pengertian yang lebih dalam pada gilirannya akan membangkitkan iman yang lebih kuat, iman yang semakin dijiwai oleh cinta. Rahmat iman membuka “mata hati” (Ef 1:18) menuju suatu pengertian yang hidup mengenai isi wahyu, artinya, mengenai keseluruhan rencana Allah dan misteri iman, demikian juga hubungannya antara yang satu dengan yang lain dan dengan Kristus, pusat misteri yang diwahyukan. “Supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga senantiasa menyempurnakan iman melalui karunia-karunia-Nya” (DV 5). Maka, benar apa yang dikatakan santo Agustinus: “Aku percaya supaya mengerti, dan aku mengerti supaya percaya lebih baik” (serm. 43,7,9).”

KGK, 159: “Iman dan ilmu pengetahuan. “Meskipun iman itu melebihi akal budi, namun tidak pernah bisa ada satu petentangan yang sesungguhnya antara iman dan akal budi: karena Allah sama, yang mewahyukan rahasia-rahasia dan mencurahkan iman telah menempatkan di dalam roh manusia cahaya akal budi; tetapi Allah tidak dapat menyangkal diri-Nya sendiri, dan tidak pernah yang benar bisa bertentangan dengan yang benar” (Konsili Vatikan I: DS 3017). “Maka dari itu, penyelidikan metodis di semua bidang ilmu, bila dijalankan dengan sungguh ilmiah dan menurut kaidah-kaidah kesusilaan, tidak akan pernah sungguh bertentangan dengan iman karena hal-hal profan dan pokok-pokok iman berasal dari Allah yang sama. Bahkan barang siapa dengan rendah hati dan dengan tabah berusaha menyelidiki rahasia-rahasia alam, kendati tanpa disadari pun ia bagaikan dituntun oleh tangan Allah yang melestarikan segala sesuatu dan menjadikannya sebagaimana adanya” (GS 36,2).

KGK 274: “Karena itu, iman kita dan harapan kita dengan paling kuat diteguhkan, kalau kita membawa dalam hati kita keyakinan bahwa Allah sanggup melakukan segala sesuatu. Apa saja yang harus diimani – meskipun mulia, mengagumkan, dan jauh melampaui segala susunan dan takaran ciptaan – budi manusia akan menyetujuinya dengan mudah dan tanpa ragu-ragu, apabila ia telah memahami kabar mengenai Allah yang maha kuasa (Catech.R. 1,2,13).

KGK, 1706: “Oleh akal budinya, manusia mendengarkan suara Allah yang mengajaknya “untuk mencintai serta melakukan yang baik dan mengelakkan yang jahat” (GS 16). Setiap manusia diwajibkan untuk mematuhi hukum ini, yang menggema di dalam hati nurani dan dipenuhi dengan cinta kepada Allah dan kepada sesama. Dalam tindakan moral tampaklah martabat manusia.

2) Dalam sejarah perkembangan Gereja, ada begitu banyak Bapa Gereja yang menggabungkan filosofi dengan iman. Kita melihat pada masa awal ada banyak orang Yunani yang juga menjadi Kristen. Dan dengan pengetahuan filosofinya, mereka menjadi pengkotbah dan penulis yang ulung. Kita juga melihat ada yang terjebak dalam filosofi yang bertentangan dengan iman, seperti Origen. Origen, mengikuti Plato mengajarkan akan jiwa-jiwa yang sudah ada sebelumnya (pre-existent souls). Ada yang sama sekali tidak mau menyentuh filosofi, seperti yang ditunjukkan oleh Tertullian, dengan perkataannya yang terkenal “What indeed has Athens to do with Jerusalem?” Tapi akhirnya Tertullian terjebak dalam aliran Montanism. Jadi, pada akhirnya, kita harus membedakan filosofi yang baik dan filosofi yang jelek. Dan peran dari Magisterium Gereja menjadi sangat penting untuk mempertahankan iman yang murni, sehingga iman yang murni dapat diteruskan dari generasi ke generasi.

3) Para Bapa Gereja sampai sekitar jaman St. Agustinus banyak mengambil filosofi dari Plato. Sedangkan sekitar abad ke-13, yang memuncak pada St. Thomas Aquinas, banyak mengambil manfaat dari cara berfikir Aristoteles. Pengaruh dari Plato dan Aristoteles memang dapat kita telusuri dari begitu banyak tulisan Bapa Gereja yang hidup dari satu generasi ke generasi yang lain.

a) Dalam tulisan St. Agustinus di Confessions, dia mengatakan bahwa dia kehilangan iman ketika dia mencari Tuhan di luar dirinya tanpa melihat ke dalam jiwanya. Karena pengaruh filosofi materialism, maka dia sulit menangkap sisi spiritual dari Tuhan dan jiwa. Dan melalui bacaan Neo-Platomist filsuf, maka dia mengatasi hambatan ini, dan dia menuliskan:

Being admonished by these books to return into myself, I entered into my inward soul, guided by thee. This I could do because thou wast my helper. And I entered, and with the eye of my soul—such as it was—saw above the same eye of my soul and above my mind the Immutable Light of God. . . . Nor was it above my mind in the same way as oil is above water, or heaven above earth, but it was higher, because it made me, and I was below it, because I was made by it. He who knows the Truth knows that Light, and he who knows it knows eternity. Love knows it.” (Confessions, 7.10.16)

Dari sini, kita melihat bahwa St. Agustinus menangkap Tuhan yang tidak bersifat material, namun spiritual, Kebenaran yang Utama dan mahluk yang kekal, yang memberikan “being” dan “essence” kepada semua ciptaan-Nya. walaupun neo-platonists memberikan sesuatu yang berharga, namun tidak memberikan apa yang paling dibutuhkan oleh St. Agustinus, yaitu: Jalan kepada Tuhan, Pengantara antara Tuhan dan manusia, yaitu Yesus Kristus. Untuk ini, dia menemukannya di di dalam Perjanjian Baru. Dari sini, kita melihat bagaimana filosofi dan iman menuntun St. Agustinus kepada Kebenaran.

b) Untuk perbandingan antara Aristoteles dan St. Thomas Aquinas, silakan membaca Summa Theology. Di dalam Summa Theology, terlihat bagaimana St. Thomas menggabungkan logic Aristoteles dengan iman, sehingga menghasilkan iman yang dapat dipertanggungjawabkan.

Jadi, memang para Bapa Gereja banyak menggunakan dasar-dasar filosofi, terutama dari Plato dan Aristoteles untuk dapat memasuki misteri iman dengan lebih baik. Gereja mengambil apa yang baik dari filosofi tersebut, sehingga membantu manusia untuk memahami iman dengan lebih baik. Kalau kita dapat mengerti alasan mengapa kita percaya akan apa yang kita percayai, maka kita dapat mempercayai apa yang kita percayai dengan lebih kuat lagi dan pada akhirnya akan membantu kehidupan spiritual kita.

Semoga uraian di atas dapat membantu.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – www.katolisitas.org

4.7 3 votes
Article Rating
19/12/2018
11 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Rius Tallo
Rius Tallo
11 years ago

saya tertarik dg diskusi tentang iman dan akal budi ini. Memang iman dan akal budi tdk bertentangan. Iman mencari pemahamannya dalam akal budi. Dmikian jg akal budi diarahkan oleh iman agar tdk salah arah. . .

marvin boy lobet
marvin boy lobet
12 years ago

Bagaimana menurut bapak penjelasan dari akal budi manusia, manusia sebagai makhluk yang bebas, manusia misteri

Ingrid Listiati
Reply to  marvin boy lobet
12 years ago

Shalom Marvin, 1. Pada prinsipnya akal budi dan kehendak bebas manusia menjadikan manusia menjadi serupa dengan Allah; atau tepatnya, jika dikatakan manusia diciptakan menurut gambar Allah, maksudnya adalah bahwa manusia diciptakan dengan memiliki akal budi dan kehendak bebas, sehingga manusia dapat berpikir untuk menentukan tingkah lakunya dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan tentang hal ini demikian: KGK 1730    Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berakal budi dan telah memberi kepadanya martabat seorang pribadi, yang bertindak seturut kehendak sendiri dan menguasai segala perbuatannya. “Allah bermaksud menyerahkan manusia kepada keputusannya sendiri” (Sir 15:14), supaya ia dengan sukarela mencari… Read more »

trisnaning
trisnaning
14 years ago

apa saja pemikiran filsafat St. Agustinus dan bagaimana pengaruhnya

reiki
reiki
14 years ago

Shalom pak stefanus, baru2 ini saya mendapatkan penjelasan dari seorang tentang laku spritual menyangkut kepada akal budi/ akal sehat/ intelektual, yang memperkuat Iman / Keyakinan kita kepada Kristus, penjelasannya sbb : ————————————– Tiga kategori orang menurut kemampuan alamiah laku spiritual, yang menunjukkan ciri-ciri orang yang paling cocok untuk mencapai manfaat dalam praksis spiritual. Satu idealnya pribadi yang layak dalam praksis, yaitu mereka yang tidak hanya dianugerahi intelektual(akal budi), namun juga memiliki dedikasi dan iman yang fokus dan bijaksana. Orang seperti ini layak untuk laku spiritual. Pribadi di kelompok kedua, yaitu mereka yang tidak tinggi intelektualnya (akal budinya), namun memililiki fondasi… Read more »

reiki
reiki
Reply to  Stefanus Tay
14 years ago

Salam sejahtera dalam Kristus Yesus, Apa yang bapak katakan benar, bahwa penjelasan tersebut adalah artikel tanya jawab yang di jelaskan oleh Dalai lama yang kebetulan saya baca dan menemukan juga ada kebenarannya, namun karena masih binggung, maka saya mencoba menanyakan kepada bapak dengan kaitannya kepada Iman Kekristenan kita. Dan jawaban atau penjelasan bapak sungguh sangat memuaskan dan menambah pengertian saya. Oleh karena itu saya mengucapkan banyak terima kasih. Kesimpulan yang saya ambil dari jawaban bapak, senjata pamungkasnya adalah apa yang di katakan oleh rasul Paulus IMAN – PENGHARAPAN – KASIH, dan semua itu harus kita minta pertolongan semata-mata dari Tuhan… Read more »

fransiskus
fransiskus
14 years ago

Terima kasih atas pertanyaan Williams dan jawaban Pak Stef yang begitu menarik dan informatif. saya merasa cukup puas dengan jawaban atas pertanyaan ini. seakli lagi saya mengucapkan proficiat. satu premise yang menurut saya bisa dijadikan ringkasan dari jawaban diatas, yaitu, “Pengertian yang lebih dalam pada gilirannya akan membangkitkan iman yang lebih kuat, iman yang semakin dijiwai oleh cinta.” (lih. KGK, 158) saya membaca pernyataan ini begini. kita tahu dan sadar bahwa akal budi, gudang dari segala pengertian, mempunyai keterbatasan untuk memahami rahasia Iman. walaupun demikian, a relentless search for an understanding faith, kelak akan membantu kita dalam menghayati iman kita… Read more »

Williams
Williams
14 years ago

Dalam Filsafat ada pandangan yang mengklaim bahwa kristianitas mungkin saja dipengaruhi pula oleh pandangan filosofis Yunani Kuno. Hal ini dapat dirujuk pada pandagan St. Thomas Aquinas dan juga Agustinus apakah memang benar demikian? Kemudian apakah filsafat Plato, Aristoteles dan Plotinos juga menjadi dasar bagi pengungkapan identitas Allah dari sudut pandang filosofis bagi kedua pemikir tersebut? Mohon penjelasannya. Sekian dan Trims utk penjelasannya.
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban di atas – silakan klik]

Romo pembimbing: Rm. Prof. DR. B.S. Mardiatmadja SJ. | Bidang Hukum Gereja dan Perkawinan : RD. Dr. D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr. | Bidang Sakramen dan Liturgi: Rm. Dr. Bernardus Boli Ujan, SVD | Bidang OMK: Rm. Yohanes Dwi Harsanto, Pr. | Bidang Keluarga : Rm. Dr. Bernardinus Realino Agung Prihartana, MSF, Maria Brownell, M.T.S. | Pembimbing teologis: Dr. Lawrence Feingold, S.T.D. | Pembimbing bidang Kitab Suci: Dr. David J. Twellman, D.Min.,Th.M.| Bidang Spiritualitas: Romo Alfonsus Widhiwiryawan, SX. STL | Bidang Pelayanan: Romo Felix Supranto, SS.CC |Staf Tetap dan Penulis: Caecilia Triastuti | Bidang Sistematik Teologi & Penanggung jawab: Stefanus Tay, M.T.S dan Ingrid Listiati Tay, M.T.S.
top
@Copyright katolisitas - 2008-2018 All rights reserved. Silakan memakai material yang ada di website ini, tapi harus mencantumkan "www.katolisitas.org", kecuali pemakaian dokumen Gereja. Tidak diperkenankan untuk memperbanyak sebagian atau seluruh tulisan dari website ini untuk kepentingan komersial Katolisitas.org adalah karya kerasulan yang berfokus dalam bidang evangelisasi dan katekese, yang memaparkan ajaran Gereja Katolik berdasarkan Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Situs ini dimulai tanggal 31 Mei 2008, pesta Bunda Maria mengunjungi Elizabeth. Semoga situs katolisitas dapat menyampaikan kabar gembira Kristus. 
11
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x