Home Blog Page 248

1 Pet 3:1 Istri taat kepada suami

8

Pertanyaan:

Dear Stef dan Ingrid

Salam damai

Saya tertarik dengan ayat yang ada di 1 Petrus 3 : 1 seperti tersebut di bawah :

Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, [ 1 Petrus 3: 1 ]

Mohon penjelasannya apa yang dimaksud / makna dari ayat tsb di atas.
Atas penjelasannya diucapkan terima kasih

Salam
Bagas R

Jawaban:

Shalom Bagas,

Ayat 1 Pet 3:1  ini tidak terpisah dari kenyataan yang terjadi pada bangsa- bangsa di abad pertama, bahwa setelah menikah, seorang istri berada di bawah kepemimpinan suami dan tunduk kepadanya. Maka apa yang diajarkan oleh Rasul Petrus di sini tidaklah berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Rasul Paulus, seperti dalam Ef 5:22-24 dan Kol 3:18. “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu.” Di sini kita melihat bahwa ajaran para rasul tidak menentang keteraturan sosial yang sudah ada.

Rasul Petrus mengajarkan kepada jemaat, agar para istri tunduk dan taat kepada suaminya dalam segala hal, sepanjang diijinkan/ sesuai dengan hukum Allah. Sehingga seandainya seorang istri menikah dengan suami yang belum percaya kepada Kristus, yaitu yang tidak/ belum dapat menerima pengajaran Kristiani melalui argumen- argumen, dapat dipengaruhi oleh kesaksian hidup istrinya, yaitu jika istrinya itu hidup di dalam kesederhanaan, dan mempunyai tingkah laku yang penuh hormat kepadanya. Ada banyak kesaksian hidup di mana seorang suami yang belum percaya kepada Kristus akhirnya dapat terpanggil untuk menjadi Kristen, dan bergabung dalam Gereja Katolik, melalui kesaksian hidup istrinya. Kesaksian hidup memang merupakan cara yang sangat kuat untuk mewartakan Kristus.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Post Format: Aside

0

“I never tried to prove nothing, just wanted to give a good show. My life has always been my music, it’s always come first, but the music ain’t worth nothing if you can’t lay it on the public. The main thing is to live for that audience, ’cause what you’re there for is to please the people.”

Ujian kasih

8

Hari ini teman saya bercerita ia sedang mengamati dengan seksama apakah anak lelakinya yang berusia 5 tahun mengalami demam setelah mendapat imunisasi campak seminggu yang lalu. Dokter anaknya mengatakan bahwa respon tubuh anak terhadap vaksin campak biasanya akan berupa suhu badan yang meningkat dan timbul tanda-tanda merah di badan, yang akan hilang setelah tubuhnya berhasil melawan virus yang telah dilemahkan dalam bentuk vaksinasi itu. Namun bila tubuh si anak lebih kuat daripada vaksin virus campak, ia akan baik-baik saja dan tidak akan merasakan apapun. Umumnya campak akan menjangkiti manusia sekali dalam hidup pada saat masih anak-anak.

Saya membayangkan bahwa seorang manusia pada awal-awal hadirnya dalam dunia akan berkenalan dengan banyak sekali hal baru. Termasuk mengalami terjangkit penyakit untuk pertama kalinya, sembari beranjak menuju manusia dewasa yang perlahan namun pasti semakin kuat pula daya tahan tubuhnya. Demikian juga semakin kaya pula pengetahuan dan ketrampilannya.

Seringkali Tuhan membiarkan saya mengenal berbagai perlakuan yang buruk dari sesama, atau mengalami peristiwa yang tidak enak karena sifat sesama manusia yang kurang baik dan tidak mengenakkan bagi saya. Sesama itu juga bisa termasuk anggota keluarga besar saya sendiri.

Kebanyakan yang terjadi mungkin sebenarnya bukan maksudnya untuk menjahati / melukai tetapi karena cara pandang, latar belakang, situasi kehidupan, pengalaman hidup, dan kepribadian yang berbeda. Mengenali adanya kemungkinan itu sangat penting supaya kita tidak terlalu cepat menghakimi seseorang yang kita anggap berbuat kurang baik kepada kita atau bertingkah laku tidak menyenangkan.

Tuhan tidak selalu mempertemukan saya dengan situasi yang enak dan mudah serta dengan orang-orang yang baik atau orang yang sepaham dan sepikiran dengan saya. Tetapi pengalaman-pengalaman yang buruk dan perlakuan sesama yang tidak mengenakkan membentuk ketahanan iman saya kepada Tuhan. Menguji kemurnian kasih saya kepada Tuhan dan sesama. Ujian itu bagaikan vaksin campak yang disuntikkan sebagai imunisasi ke tubuh anak teman saya.

Karena ego dan kesombongan manusiawi, daya tahan iman dan kasih saya seringkali lebih lemah dari ujian itu dan hasilnya hati saya menjadi panas. Saya mengalami demam hati. Apa yang saya lakukan dalam keadaan hati panas adalah membalas perlakuan yang buruk dari sesama dengan keburukan juga atau memutuskan sebuah hubungan yang sebelumnya telah terjalin. Walau tidak selalu jelas berupa putusnya sebuah hubungan, setidaknya saya mungkin mendiamkan sesama itu, atau dalam hati tidak ingin berhubungan dan sering bertemu lagi dengannya. Hasilnya mudah ditebak. Saya dan sesama sama-sama terluka dan sama-sama merasa sakit. Dan pasti itu bukan situasi yang Bapa inginkan terjadi di antara anak-anakNya, apalagi di antara anak-anak yang sama-sama mengakui, mencintai, dan mengikutiNya.

Ceritanya akan lain bila saya selalu berusaha untuk bersikap rendah hati, sabar, introspeksi diri, dan mencoba untuk mengerti. Dengan berpikir sedemikian, sesungguhnya saya melindungi diri saya sendiri dan orang lain terhadap luka-luka yang tidak perlu. Saya menyiapkan diri saya untuk mengampuni. Itulah pertahanan jiwa yang sesungguhnya. Seperti sistem kekebalan tubuh yang terbentuk ketika tubuh sudah tidak lagi mempan terhadap ‘virus’ perbedaan nilai, kekurangan kasih, atau kebencian dari luar diri kita. Mother Teresa menggambarkannya sedemikian, “If I love until it hurts, then there will be no more hurts, only more love.”

Itu juga situasinya kalau kita sudah berusaha konsisten bersikap baik dan tulus namun tetap saja mendapat perlakuan yang tidak enak atau tidak adil. Kita sudah melakukan apa yang kita ingin sesama lakukan kepada kita, tapi yang terjadi tidak timbal balik seperti yang kita harapkan.

Jika saya ingat kepada Kristus yang mendoakan para penyalibNya di saat Dia sedang sangat menderita di atas kayu salib itu, saya menyadari bahwa Tuhan melihat kita dengan kacamata belaskasihan dan penuh pengertian. Demikian juga terbayang oleh saya pandangan mata Bapa yang rindu dalam kisah ‘Anak Yang Hilang’ ketika anaknya itu baru tampak di kejauhan untuk pulang. Jika kita berhasil sampai pada belaskasihan seperti yang Tuhan sendiri ajarkan dan lakukan, maka kita bisa mencintai dan mengampuni dengan bebas, lepas dari apakah orang lain itu membalas kasih dan pengampunan kita atau tidak. Kebahagiaan kita tidak lagi tergantung kepada reaksi sesama. Kita bebas dari ekspektasi apapun, dan itu adalah pengalaman yang memerdekakan. Itulah kasih agape, yang bersumber dari Tuhan. Kasih yang menyembuhkan segala jenis kepahitan dan luka.

Itulah yang sebenarnya Tuhan ingin anak-anakNya mengalaminya dan menjadi sembuh sepenuhnya. Jika kita membaca dalam Yohanes 15 : 9 – 17, Yesus menegaskan supaya kita saling mengasihi. Mengapa Yesus ingin kita saling mengasihi? Walaupun kadang terasa sulit dan tidak adil bagi kita? TujuanNya semata adalah demi kebahagiaan kita sendiri. Tuhan selalu menginginkan kebahagiaan jiwa kita. Hal-hal inilah yang Yesus katakan yang menggambarkan apa yang sebenarnya Dia inginkan dialami oleh anak-anakNya melalui perbuatan saling mengasihi, betapapun sukarnya. Yang pertama yaitu supaya kita bisa terus ada dan tinggal dalam kasihNya (ayat 9). Kedua, supaya sukacita kita menjadi penuh (ayat 11), dan selanjutnya yang ketiga, supaya kita selalu ada bersama-sama Dia dan BapaNya (ayat 15), dan yang terakhir, supaya kita menghasilkan buah dan buah itu tetap (ayat 16) sehingga akhirnya apapun yang kita minta dari Tuhan akan diberikanNya karena apa yang kita minta itu akan sesuai dengan apa yang Dia inginkan juga, sebab kita telah menjadi sangat dekat padaNya .

Seperti halnya vaksin diberikan supaya tubuh anak menjadi kuat, demikianlah ujian kasih melalui perjumpaan dengan sesama yang saya anggap mengganggu dan berseberangan sebenarnya adalah bagian dari rencana Tuhan untuk pertumbuhan saya sendiri. Supaya saya utuh dan mengalami kebahagiaan yang sejati, yang hanya dapat dialami bersama Dia dan di dalam Dia. Sebuah persiapan menuju hidup kekal bersamaNya kelak.

Dalam menilai sesama, saya sering lupa bahwa saya sendiri tidak sempurna dan sering menyakiti hati sesama juga, walau tidak selalu saya sadari. Itulah sebabnya di saat kita berjumpa dengan sesama yang menjengkelkan atau tidak tahu berterimakasih, atau membalas kebaikan kita dengan kejahatan, adalah saat dimana Tuhan ingin kita sendiri belajar melihat balok di mata kita sendiri sebelum melihat selumbar di mata sesama kita dan menjadi marah atau kecewa. Apalagi kita tidak selalu memahami keseluruhan kisah dan latar belakang mengapa seseorang bisa menjadi begitu sulit, kasar, sombong, atau keras kepala. Kesadaran itu membuat saya seringkali justru berterimakasih kepada sesama yang sulit, yang membuat saya menyadari bahwa saya sendiri ini juga masih terus perlu bebenah dan memperbaiki kekurangan saya di hadapan Tuhan. Hanya saja saya perlu terus bergantung kepada Tuhan dan menyerap teladan kasihNya di jalan salibNya sehingga saya mampu memenangkan latihan iman itu dan ‘lulus ujian’.

Di dalam Lukas 6 : 32, Tuhan juga mengingatkan “Dan jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka.“ Tuhan ingin saya menjadi manusia yang berbeda, unggul dalam cinta dan kerendahan hati. Memang ini sebuah perjuangan yang tidak ringan dan merupakan suatu seni tersendiri. Betapa menyenangkan mengikuti Yesus, yang penuh dengan citarasa seni dan kreativitas dalam mengasihi…! Ia menghendaki supaya kita menjadi sempurna, seperti Bapa di Surga sempurna adanya. Itulah cita-cita Yesus bagi kita semua, cita-cita yang amat indah bagi setiap kita, mahakarya ciptaanNya.

Tapi semua itu tidak mudah. Ya, tentu saja. Untuk hal-hal yang berharga, tidak ada yang mudah, perlu perjuangan. Tetapi bukan berarti tidak mungkin. Kalau Yesus meminta saya melakukan sesuatu, itu pasti sesuatu yang bisa saya lakukan. Tuhan tidak akan meminta sesuatu yang tidak bisa kita kerjakan, termasuk saat Yesus meminta saya mengampuni tujuh kali tujuh kali dalam sehari (Lukas 17: 4). Saya perlu terus berdialog dengan Tuhan melalui firmanNya dan bertekun dalam doa, supaya saya menemukan kekuatan dan damai untuk terus berjalan bersama Yesus. Berpegang terus pada kasihNya dan belajar dari hatiNya yang lemah lembut, penuh belaskasihan, rendah hati, dan semangat pengampunan. Karena dengan kekuatan kita sendiri, kita memang belum mampu. Bersama Santo Paulus dalam Filipi 4: 13 yang mengatakan: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”, saya dapat berkata, ya, Yesus ada di sini, di hati saya. Selama Yesus di hati saya, saya pasti bisa. (uti)

Tentang penyelidikan mukjizat Ekaristi

26

Pertanyaan:

Dear Pengelola katolisitas

Salam, Berkah Dalem

Saya mohon penjelasan dan tanggapan Gereja Katolik tentang beberapa keajaiban-keajaiban sehubungan dengan ‘Perubahan’ dari roti dan anggur menjadi Tubuh dan darah Kristus, atau istilah ‘transubtansiasi’. Saya melihat beberapa video singkat tentang ‘Eucharistic Miracle’ yang terjadi di Eropa, Korea dll, sekaligus kesaksian2 romo, suster dan penyelidikan2 berikutnya oleh ahli2 biologi dsb. Pertanyaan saya, bagaimana pandangan resmi Gereja Katolik tentang hal2 seperti itu.
Terima kasih

Salam
Paulus Pamungkas

Jawaban:

Shalom Paulus Pamungkas,

Kejadian- kejadian mukjizat sehubungan dengan ‘perubahan’ roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus memang banyak terjadi sepanjang sejarah Gereja. Sepanjang pengetahuan saya, Gereja Katolik terbuka akan diadakannya penelitian atas mukjizat tersebut. Salah satu mukjizat yang terkenal dari Ekaristi tersebut terjadi sekitar abad ke 8 di Lanciano, Italia. Saya pernah menuliskan kisahnya sekilas di artikel ini, silakan klik. Di sana Gereja memberikan izin untuk diadakannya penelitian terhadap potongan ‘hosti’ yang sudah berubah menjadi irisan daging hati manusia; demikian pula pada gumpalan darah manusia yang membeku yang kini tersimpan di piala tembus pandang. Fakta bahwa kedua specimen itu tetap eksis (dari abad ke 8 sampai sekarang- berarti sudah 12 abad) dan tidak busuk padahal tanpa adanya bahan pengawet apapun, sudah menjadi mukjizat tersendiri. Mukjizat- mukjizat serupa ini tidak hanya terjadi satu dua kali, tetapi banyak kali, terjadi di banyak tempat di dunia. Dan jika dicocokkan, misalnya, sample darah yang ada di Lanciano, misalnya, cocok juga dengan tipe darah yang diteliti di kain Kafan Turin. Ini adalah suatu fakta, yang mestinya menjawab sikap skeptis dari para peneliti, maupun juga umat beriman secara umum.

Mukjizat Ekaristi tidak hanya terlihat dari bukti specimen potongan daging dan gumpalan darah beku yang sekarang masih eksis. Mukjizat lain yang cukup menarik perhatian adalah misalnya adanya fakta bahwa ada orang- orang tertentu yang dapat hidup sampai bertahun- tahun hanya dengan memakan Tubuh Kristus dalam Ekaristi, tanpa makanan lainnya. Berikut ini adalah sekilas ringkasan dari apa yang dituliskan oleh Fr. M. Piotrowski, S Chr, dalam majalah Love one Another, 5th issue, 2005, yang berjudul, “Eucharistic Miracle in the Life of Martha Robin“, p. 14-18)

Kisah mukjizat Ekaristi ini terjadi dalam hidup Martha Robin (1902- 1981), seorang Katolik yang sangat taat dan beriman. Ia lahir tanggal 13 Maret 1902 di Chateauneuf-de- Galaure, Perancis, di desa kecil Drome, di lembah Rhone Valley. Pada usia 16 tahun (tahun 1918) ia jatuh sakit yang membuatnya coma selama 20 bulan. Setelah ia sadar, penyakitnya tidaklah membaik, malahan memburuk, yang membuatnya tidak dapat menggerakkan kakinya. Pada tanggal 2 Januari 1929 sampai wafatnya 6 Feb 1981, ia lumpuh, tidak dapat menggerakkan kaki, lengan, bahu dan tenggorokannya, sehingga ia tidak dapat menelan, tidak dapat makan dan minum. Kondisinya ini kemudian diperiksa oleh dokter, seorang profesor dari fakultas kedokteran di Lyons, Dr Jan Dechaume, da Dr. Andre Ricard. Adalah suatu misteri tersendiri bahwa Martha Robin ini dapat hidup tanpa makanan selama 50 tahun, kecuali dari Ekaristi.

Suatu hari seorang filsuf atheis dan dokter bernama Paul Louis Chouchoud mengunjunginya, untuk memeriksanya. Gereja Katolik tidak menghalanginya, dan Dr. Chouchoud mendapat ijin dari uskup setempat untuk menyelidiki keadaan Martha Robin. Dr. Chouchoud mengkonfirmasi bahwa Martha mengalami lumpuh/ paralysis total sehingga ia bahkan tidak dapat menelan air walaupun hanya setetes saja. Yang ajaib adalah, apa yang dituliskan oleh Chouchoud, pada saat Martha menerima Komuni kudus. Dia tidak dapat menelan ‘Hosti’ tersebut, sebab otot tenggorakannya tidak dapat bergerak. Namun Hosti itu lewat secara misterius melalui bibirnya yang tertutup dan menuju saluran kerongkongannya. Martha tidak dapat makan makanan atau minuman duniawi apapun, karena ketidakmampuannya menelan dan membuka mulutnya, namun ia tidak dapat hidup tanpa Ekaristi.

Maka bagi Martha, menerima Ekaristi adalah sesuatu yang terpenting. Ia menerima Komuni sekali seminggu pada hari Selasa (dan pada hari Rabu pada menjelang wafatnya) yang didahului dengan Sakraman Pengakuan Dosa. Setelah itu ia mengucapkan doa penyerahan dirinya kepada Tuhan Yesus yang dikarangnya sendiri pada tahun 1925. Setelah menerima Komuni, ia ‘mengucapkan’ syukur dan sukacita dalam keheningan dan tenggelam dalam keadaan ‘ekstasi’, dan wajahnya bersinar dengan keindahan yang tak terukur.

Mereka dalam komunitas sains, mengungkapkan keheranan mereka bahwa sejak masa kelumpuhan totalnya tahun 1929 sampai wafatnya tahun 1981 selama lebih dari 50 tahun, Martha tidak makan dan minum (dan tidak tidur juga), namun organ dalam tubuhnya masih dapat berfungsi. Ekaristi merupakan satu- satunya makanan yang menguatkan bagi Martha. Dengan mukjizat ini Yesus ingin menunjukkan kekuatan Ekaristi yang luar biasa, jika diterima dengan iman yang dalam dan teguh. Keadaan yang dialami oleh Martha ini menggenapi apa yang dikatakan oleh Yesus dalam Injil Yohanes, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.” (Yoh 6:53-54)

Martha Robin juga menerima karunia stigmata, yaitu kelima luka- luka Yesus, pada tahun 1930. Sejak tahun 1931, secara teratur ia menerima karunia untuk turut merasakan penderitaan Kristus setiap hari Jumat, dan mengalami suka cita kebangkitan Kristus pada hari Minggu pagi. Demikianlah ia mempersembahkan hidupnya untuk mendoakan ribuan orang yang mengunjunginya. Kata-kata sederhana yang keluar dari bibirnya yang nyaris tidak dapat bergerak itu dapat mengubah hidup orang yang mengunjunginya. Martha membawa banyak orang kepada Kristus, melalui doa- doanya dan teladan hidupnya bahwa tidak ada suatu penyakit, kesesakan, atau kuasa apapun yang dapat memisahkan kita dari kasih Kristus (lih. Rom 8:35-39).

Demikianlah kisah Martha Robin, yang merupakan salah satu dari kisah mukjizat Ekaristi. Gereja Katolik tidak pernah melarang diperiksanya keadaan atau bukti- bukti yang menunjukkan tentang keajaiban Ekaristi. Sebab jika itu rekayasa, akan terlihat dengan sendirinya, namun jika itu fakta, maka juga akan bersinar dengan nyata. Prinsipnya Gereja Katolik tidak menghalang- halangi pemeriksaan apapun, karena percaya bahwa “Truth will speak for itself“. Memang bagi orang yang sudah percaya, mukjizat- mukjizat tidaklah penting; namun bagi orang yang memutuskan untuk tidak percaya, bahkan mukjizat yang terbesar sekalipun tidak akan pernah cukup. Jadi akhirnya terpulang pada kita masing- masing bagaimana kita menyikapinya, sebab Tuhan juga tidak pernah memaksa.

Semoga kita yang sudah percaya akan kehadiran Yesus dalam Ekaristi, dibimbing oleh Roh Kudus sehingga kita dapat semakin menghayatinya. Semoga setiap kali kita menyambut Ekaristi, kita dapat juga menyebutkan doa ini, yang diucapkan oleh Martha Robin,

Tuhan ada di dalamku, betapa dalamnya misteri ini!… O Yesus, semoga suatu saat nanti kasih-Mu menyalakan aku, bukan karena hasil usahaku, tetapi karena rahmat-Mu. Tuhan, jika Engkau memberikan damai sejahtera dan kebahagiaan semacam ini di dunia, bagaimanakah indahnya nanti kebahagiaan di surga?

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Tentang tugas kenabian

9

Pertanyaan:

Salam damai sejahtera

Pengasuh Katolisitas
Mohon tanya :

Pada waktu Tuhan Yesus hidup dibumi (sampai naik ke Sorga) tidak pernah disebutkan adanya NABI kecuali Yohanes Pembaptis.

Tetapi di dalam Kisah Para Rasul 11 : 27 (Pada waktu itu datanglah BEBERAPA NABI dari Yerusalem ke Antiokhia.), disebutkan ada beberapa NABI.

Pertanyaannya :
1. SIAPAKAH yang menyebut mereka NABI ?
2. Apakah zaman sekarang ini masih ada lagi NABI ?

Terima kasih
Salam
Mac

Jawaban:

Shalom Mac,

Berikut ini adalah keterangan yang saya ambil dari sumber utama: The Navarre Bible, Gospel and Acts:

1. Kisah para rasul memang menyebutkan adanya nabi- nabi di dalam jemaat Kristen pertama, seperti yang disebutkan dalam Kis 11:27, dan Kis 13:1.

Para nabi di jaman jemaat perdana menerima penerangan dari Allah, melalui apa yang dikenal sebagai karisma- yaitu untuk berbicara di dalam nama-Nya atas dorongan Roh Kudus. Tugas mereka bukan saja menubuatkan kejadian di waktu yang akan datang )lih. Kis 11:28, 21:11) tetapi juga untuk menunjukkan jalan bagaimana janji- janji ilahi dan rencana Allah yang tertulis dalam Kitab Suci digenapi.

Kisah para rasul menyebut ‘nabi’ beberapa kali. Yudas dan Silas disebut sebagai nabi (Kis 15:32), demikian juga Agabus (Kis 21:10) dan juga para anak perempuan Filipus, yang mempunyai karunia bernubuat (Kis 21:9). Rasul Paulus-pun mempunyai karunia untuk bernubuat (lih. 1 Kor 12-14). Pada jaman para rasul, karunia bernubuat ini tunduk dan berada di bawah pelayanan para rasul dan dilaksanakan di bawah pengawasan para rasul untuk melayani tugas membangun komunitas Kristiani. “Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar.” (1 Kor 12:28).

Maka yang menyebut mereka sebagai nabi adalah para jemaat pertama, seperti yang dituliskan oleh Lukas dalam Kisah para rasul tersebut.

2. Dewasa ini, hirarki Gereja dengan Bapa Paus sebagai kepalanya, juga mempunyai misi kenabian untuk menyatakan ajaran Gereja baik di dalam Gereja mupun di luar Gereja. Demikian pula semua umat beriman, melalui Pembaptisan menerima tugas untuk meneruskan misi Kristus yang mencakup: tugas imamat bersama, tugas kenabian dan tugas kepemimpinan sebagai raja melalui pelayanan. Mengenai tugas kenabian dan karisma- karisma Roh Kudus, Konsili Vatikan II (tentang Gereja, Lumen Gentium 12) mengajarkan:

Umat Allah yang kudus mengambil bagian juga dalam tugas kenabian Kristus, dengan menyebarluaskan kesaksian hidup tentang-Nya terutama melalui hidup iman dan cinta kasih, pun pula dengan mempersembahkan kepada Allah korban pujian, kesaksian ucapan bibir yang mengakui nama-Nya (lih. Ibr 13:15). Keseluruhan kaum beriman, yang telah diurapi oleh Yang Kudus (lih 1 Yoh 2:20 dan 27), tidak dapat sesat dalam beriman; dan mereka menyatakan sifat yang istimewa ini melalui ketajaman iman adikodrati segenap umat, ketika dari Uskup hingga para awam beriman yang terkecil”[22], secara keseluruhan menyatakan kesepakatan mereka tentang perkara-perkara iman dan moral. Ketajaman (discernment) dalam hal iman tersebut dibangkitkan dan dipelihara oleh Roh Kebenaran. Discernment ini dilakukan dalam bimbingan wewenang mengajar yang suci, dalam ketaatan yang setia dan penuh hormat, di mana Umat Allah menerimanya tidak sebagai perkataan manusia, melainkan sungguh sebagai sabda Allah (lih. 1Tes 2:13). Melalui hal ini, Umat Allah tanpa menyimpang berpegang teguh pada iman, yang sekali dan selama- lamanya telah diserahkan kepada para kudus (Yud 3);menyelaminya dengan semakin mendalam dengan pemikiran yang benar, dan menerapkannya dengan semakin penuh dalam kehidupan mereka.

Selain itu, tidak hanya melalui sakramen- sakramen dan pelayanan Gereja saja, bahwa Roh Kudus menyucikan dan membimbing Umat Allah dan menghiasinya dengan kebajikan- kebajikan, melainkan, Ia juga “membagi-bagikan” kurnia-kurnia-Nya “kepada masing-masing menurut kehendak-Nya” (1Kor 12:11). Di kalangan umat dari segala lapisan Ia membagi-bagikan rahmat istimewa pula, yang menjadikan mereka cakap dan bersedia untuk menerima pelbagai karya atau tugas, yang berguna untuk membaharui Gereja serta meneruskan pembangunannya, menurut ayat berikut : “Kepada setiap orang dianugerahkan pernyataan Roh demi kepentingan bersama” (1Kor 12:7). Karisma-karisma itu, entah yang amat istimewa, entah yang lebih sederhana dan tersebar lebih luas, hendaknya diterima dengan rasa syukur dan gembira, sebab karunia- karunia tersebut sangat sesuai dan berguna untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan Gereja. Namun kurnia-kurnia yang luar biasa janganlah dikejar-kejar begitu saja; jangan pula terlalu banyak hasil yang pasti diharapkan daripadanya untuk karya kerasulan. Adapun keputusan tentang tulennya karisma-karisma itu, begitu pula tentang pengalamannya secara teratur, termasuk dalam wewenang mereka yang bertugas memimpin dalam Gereja. Terutama mereka itulah yang berfungsi, bukan untuk memadamkan Roh, melainkan untuk menguji segalanya dan mempertahankan apa yang baik (lih. 1Tes 5:12 dan 19-21).

Jadi Gereja Katolik mengajarkan, bahwa setiap umat beriman yang tergabung dalam Gereja mengambil bagian dalam tugas kenabian Kristus; yaitu untuk memberikan kesaksian hidup berdasarkan iman dan cinta kasih; dan dengan mempersembahkan kurban pujian kepada Tuhan. Tugas memberikan kesaksian hidup berdasarkan iman ini tercermin dalam kesatuan dengan para pemimpin Gereja untuk melaksanakan ajaran- ajaran tentang iman dan moral yang diajarkan oleh wewenang mengajar (Magisterium) Gereja. Dengan melaksanakan ajaran Gereja yang disampaikan oleh Magisterium ini, para beriman memberikan kesaksian iman Kristiani kepada dunia sekitarnya, dan dengan demikian turut mengambil bagian dalam tugas kenabian. Sebab tugas nabi adalah untuk menyampaikan pengajaran yang berasal dari Allah atas dorongan Roh Kudus, kepada masyarakat luas. Sebagai satu kesatuan Umat Allah, Gereja memberi kesaksian akan ajaran Kristus yang dipercayakan kepada para Rasul, seperti yang diteruskan di sepanjang sejarah umat beriman oleh Magisterium Gereja Katolik.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Apakah malaikat diciptakan melihat Tuhan?

13

Pertanyaan serupa pernah dijawab oleh St. Thomas Aquinas, tentang apakah malaikat diciptakan dalam beatitude, yaitu keadaan melihat Tuhan dengan sempurna (beatific vision). St. Thomas menjawab: tidak. Kita sering membayangkan kondisi ‘melihat’ ini, karena menghubungkannya dengan kondisi kita manusia yang perlu untuk melihat dengan mata, sebelum kita dapat mengetahui sesuatu. Namun para malaikat itu adalah ciptaan Tuhan yang berada di atas kita, karena mereka adalah mahluk yang murni rohani, tidak terbatas oleh tubuh dan organ penglihatan untuk mengetahui sesuatu. Para malaikat itu diciptakan dengan pengetahuan tentang Allah, sehingga cukup bagi mereka untuk memutuskan akankah memilih untuk taat kepada Tuhan atau tidak.

Demikian saya terjemahkan dari tulisan St. Thomas Aquinas, Summa Theology, Part II, q.62, a.1: (seperti biasa, St. Thomas menuliskan dahulu keberatan- keberatan tentang topik yang dibicarakan, dan baru kemudian menjelaskan jawabannya)

Artikel 1. Apakah para malaikat diciptakan dalam kondisi melihat Allah dengan sempurna (beatitude)?

Keberatan 1. Kelihatannya para malaikat diciptakan dalam kondisi melihat Allah (beatitude). Sebab dikatakan ((De Eccl. Dogm. xxix) bahwa “para malaikat yang terus berada dalam kondisi beatitude di mana di dalamnya mereka diciptakan, tidak dari kodratnya mempunyai kesempurnaan yang mereka miliki. Karena itu para malaikat diciptakan di dalam beatitude.

Keberatan 2. Selanjutnya kodrat malaikat lebih sempurna daripada ciptaan yang bertubuh (corporeal). Tetapi ciptaan yang bertubuh, sesaat setelah penciptaannya dibuat dengan sempurna dan lengkap… seperti dikatakan oleh St. Agustinus (Gen. ad lit, i, 15). Oleh karena itu, Tuhan tidak menciptakan kodrat malaikat dengan tidak sempurna dan tidak lengkap. Sebab pembentukan dan kesempurnaan diperoleh dari kondisi melihat Tuhan… Karena itu, malaikat diciptakan dalam kondisi beatitude.

Keberatan 3. Selanjutnya menurut St. Agustinus (Gen ad lit. IV, 34; v,5), semua ciptaan diciptakan dalam enam hari, diciptakan bersama- sama pada saat yang sama; sehingga seluruh enam hari pasti terjadi segera sejak saat permulaan penciptaan dunia. Tetapi menurut penjelasannya, di dalam enam hari tersebut, “pagi hari” adalah pengetahuan para malaikat, yang olehnya mereka mengetahui Sang Sabda dan segala sesuatu di dalam Sang Sabda. Oleh karena itu, segera setelah penciptaan mereka, mereka mengetahui Sang Sabda, dan segala sesuatu di dalamNya. Tetapi kebahagiaan para malaikat tercapai melalui melihat Sang Sabda. Karenanya, para malaikat berada dalam kondisi beatitude (melihat Allah) sejak dari awal mula penciptaan mereka.

Sebaliknya, untuk didirikan atau diteguhkan di dalam kebaikan adalah sesuatu yang dihasilkan oleh kodrat beatitude. Tetapi para malaikat tidak diteguhkan di dalam kebaikan sesaat setelah mereka diciptakan; kejatuhan beberapa dari mereka [ke dalam dosa menolak Allah] menunjukkan tentang ini. Oleh karena itu, para malaikat tidak diciptakan dalam kondisi melihat Allah dengan sempurna (beatitude) pada saat mereka diciptakan.

Saya menjawab bahwa, Dengan istilah beatitude maksudnya adalah puncak kesempurnaan dari rasio atau dari kodrat intelektual; dan karenannya, hal itu adalah sesuatu yang diinginkan secara kodrati, sebab setiap ciptaan secara kodrati menginginkan puncak kesempurnaan. Sekarang, terdapat dua sisi dalam sebuah puncak kesempurnaan rasio atau kodrat intelektual. Yang pertama adalah yang dapat diperoleh melalui kekuatan kodrati dari diri sendiri; dan ini disebut sebagai beatitude atau kebahagiaan. Oleh karena itu Aristotle (Ethic. x) mengatakan bahwa puncak kebahagiaan manusia terletak pada kontemplasi yang paling sempurna, di mana di dalam hidup ini seseorang dapat memandang obyek yang dimengerti dengan sempurna; dan obyek itu adalah Allah. Di atas kebahagiaan ini masih ada sesuatu yang lain, yang kita nantikan di masa yang akan datang, di mana “kita melihat Tuhan sebagaimana adanya Dia”. Ini adalah sesuatu yang di atas kodrat setiap mahluk rasional (lih, q.12,a.4).

Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa mengenai kebahagiaan yang pertama ini, di mana malaikat dapat memperolehnya dengan kekuatan kodratinya, ia diciptakan dalam keadaan terberkati. Sebab malaikat tidak memperoleh kebahagiaan melalui rangkaian tindakan, seperti yang dilakukan manusia, tetapi seperti yang telah dibahas di atas, (58,3,4) kebahagiaan tersebut telah dimiliki sesaat setelah diciptakan, sesuai dengan kodrat martabatnya. Tetapi sejak dari penciptaannya, para malaikat tidak mempunyai puncak kebahagiaan yang hanya dapat dicapai di luar kekuatan kodratinya; sebab kebahagiaan sedemikian (beatitude/ beatific vision) tidak menjadi bagian dari kodrat mereka tetapi sebagai tujuan akhirnya; dan akibatnya, mereka tidak memilikinya segera dari saat awal mula mereka diciptakan.

Jawaban terhadap keberatan 1. Beatitude/ kebahagiaan di sini diartikan adalah sebagai kesempurnaan kodrat yang dimiliki oleh malaikat di dalam tingkat kemurnian (state of innocence).

Jawaban terhadap keberatan 2. Mahluk yang bertubuh (corporeal) segera pada awal penciptaan tidak dapat mempunyai kesempurnaan yang [baru dapat] dicapainya melalui proses operasi/ perbuatan; akibatnya, menurut St. Agustinus (Gen. ad. lit. v, 4,23; viii, 3), kemampuan tanah untuk menumbuhkan tanaman tidak segera ada di antara karya penciptaan yang pertama, di mana kekuatan bumi [pertama- tama] hanyalah kekuatan untuk menumbuhkan biji. Dengan cara yang sama malaikat pada saat awal mula penciptaannya mempunyai kesempurnaan kodratnya, tetapi tidak mempunyai kesempurnaan yang [baru dapat] dicapainya setelah proses operasi/ tindakan.

Jawaban terhadap keberatan 3. Malaikat mempunyai dua sisi pengetahuan akan Sang Sabda; pertama adalah secara kodrati dan kedua adalah menurut kemuliaan. Malaikat mempunyai sebuah pengetahuan kodrati yang olehnya ia mengetahui Sang Sabda melalui persamaan/ kemiripan cahaya dengan kodratnya; dan ia mempunyai pengetahuan menurut kemuliaan di mana ia mengetahui Sang Sabda melalui hakekat Tuhan sendiri. Dengan kedua pengetahuan ini malaikat mengetahui segala sesuatu di dalam Sang Sabda; yaitu, tidak dengan sempurna oleh pengetahuan kodratinya, dan dengan sempurna oleh pengetahuan menurut kemuliaan. Oleh karena itu, jenis pengetahuan yang pertama telah ada pada saat penciptaannya; namun jenis yang kedua tidak; [jenis yang kedua ini tercapai] hanya ketika para malaikat menjadi terberkati oleh karena memilih yang Baik. Dan inilah yang disebut sebagai pengetahuan pagi (morning knowledge) bagi mereka.

Jadi kesimpulannya, para malaikat itu diciptakan dengan kondisi rahmat, yang membuat mereka dapat mempunyai pengetahuan akan Allah. Pengetahuan ini tidak diperoleh dari langkah- langkah penelitian/ pembelajaran seperti halnya pada manusia, karena pada malaikat, mereka menerima pengetahuan tersebut berbarengan dengan penciptaan mereka. Kemudian sesaat setelah mereka diciptakan, mereka mengalami semacam pengadilan malaikat (seperti halnya manusia diadili setelah wafatnya) untuk memilih antara menaati Allah atau menolak-Nya. Bagi malaikat, pengadilan ini bukan berkaitan dengan hal percaya atau tidak percaya kepada Allah (karena mereka telah memiliki pengetahuan akan Allah), namun apakah mereka mau taat kepada Allah atau tidak. Sebagian dari para malaikat ini, dipimpin oleh Lucifer, memilih untuk menolak Allah, sehingga memisahkan diri dari Allah; sedangkan sisanya dipimpin oleh Mikael, memilih untuk menaati Allah. Para malaikat yang taat ini kemudian diberi karunia oleh Tuhan untuk melihat Allah dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (beatitude/ beatific vision). Karunia inipun akan diberikan kepada manusia yang ditentukan Allah untuk bersatu dengan-Nya di surga.

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab