Home Blog Page 246

Agama Universal adalah kemanusiaan?

3

Pertanyaan:

Untuk setiap poin yang saya tuliskan dan diambil dari Alkitab alangkah baiknya jika dikatakan bukan atas perkataan saya. Sebab saya hanya menulis apa yang telah terilham oleh para penulis kitab suci.

Dan untuk bahasan mengenai Agama Universal..

inilah penjelasan saya..

Agama Universal…

Anda menuliskan bahwa Agama adalah suatu ikatan antara manusia dengan Tuhan.
Agama adalah sesuatu yang mengikat seseorang dengan apa yang dipercayainya(Tuhan)

Lalu apakah kemanusiaan kita tidak mengikat kita pada Allah yang menciptakan kita segambar denganNya?

Saya tidak mengatakan bahwa Tidak ada Protestan, Tidak ada Katolik, Tidak ada Koptik.

Tapi yang ingin saya tekankan adalah..

Jangan batasi diri kita dengan identitas agama, suku bangsa, dan kelahiran.
Jangan batasi diri kita untuk mengasihi satu sama lain dengan apa yang paling kita sakralkan dan oleh karenanya kita bahkan sanggup saling membunuh, menjatuhkan dan menghina..yaitu AGAMA.

Saya mengatakan Agama Universal..

Karena secara Universal keagamaan kita adalah Kemanusiaan kita..
Karena kita manusialah maka Kristus datang…
Agar kita kembali pada kemanusiaan kita.
Kembali pada citra awal kita..”

Dan kedatangan Kristus ke dunia bukan saja misi kemanusiaan/ penyembuhan belaka..
Tapi juga misi Keselamatan..

Oleh Karena itu saya mengatakan bahwa Agama Universal kita adalah Kemanusiaan dan jalan keselamatan kita adalah Yesus Kristus.

Karena pada dasarnya yang mengikatkan diri saya pada Tuhan adalah kemanusiaan saya bukan?

tidak ada yang akan selamat karena menjalankan Taurat, tapi yang selamat adalah yang menerima Kristus sebagai Juruselamatnya.

Dan karena itulah saya juga menekankan bagi setiap umat kristiani untuk lebih Fokus kepada ajaran Kristus, mengenali siapakah Kristus, dan apakah yang Kristus ingin kita lakukan.

Demikianlah saya kembali menekankan bahwa saya tidak akan menjadi kaum Farisi yang mengklaim Bait Allah di Yerusalem tapi menolak seorang yang dirampok.

Tapi saya akan menjadi seorang Samaria yang mencari keselamatan melalui kehendak Kristus di Dunia, yaitu menolong seseorang yang bahkan menganggap rendah dirinya, bangsanya dan kepercayaannya.

Karena sesungguhnya bagi seorang Samaria, kemanusiaan adalah agamanya..
Agama yang mengikatkan dirinya kepada sang pencipta.
Agama yang menghapuskan batas identitas egoisme dan bukan keimanan.

Karena iman berbeda dengan agama..”

Salam..

^_^ Yunan Nabhan

Jawaban:

Shalom Yunan Nabhan,

1. Definisi agama

Izinkan saya mengutip apa itu definisi agama:

“In its widest sense the union of man with God. Objectively, it consists in doctrines and precepts by which man seeks to bring about this union. Religion is true when its doctrines and precepts are either dictated by right reason or revealed by God; if the former, it is called natural religion, if the latter, supernatural religion. Religion is false if, when claiming to be revealed, it is unable to show a divine guarantee, or when its dogmas and practises sin against right reason and conscience. Subjectively, religion is the attitude of the man who rules his thoughts, words, and actions according to right reason and revelation. In this latter sense religion is a special virtue allied to justice, because it prompts man to render to God what is due Him by strict right from His rational creatures. As such, religion is a strict obligation incumbent on every man. It is also the means by which man is to work out his final destiny.” (Sumber: 1909 Catholic Dictionary)

Maka agama memang adalah sesuatu yang mengikat (binding) antara manusia dengan Tuhan yang mempersatukan antara Allah dan manusia. Karena ada dua pihak yang terlibat dalam persatuan ini, maka hakekat ikatan ini (binding/ religat) ini tidak dapat dilihat dari satu arah saja. Dengan demikian, walaupun kemanusiaan memang mengikat kita dengan Allah- karena kita diciptakan oleh Allah sesuai dengan gambaran-Nya; namun kita tidak dapat membatasi agama hanya terbatas kepada kemanusiaan. Sebab, hal kemanusiaan baru menyangkut sisi manusia, namun belum dari sisi Allah. Dari sisi Allah, kita harus juga melihat awal dan tujuan akhir penciptaan manusia, yaitu bahwa manusia berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Manusia diciptakan Allah karena Allah ingin menyampaikan kemuliaan-Nya kepada manusia, dan setelah manusia berdosa, Allah ingin memulihkannya dan membawanya kembali kepada persatuan dengan-Nya dalam kemuliaan-Nya. Untuk ini, Allah telah memberikan jalannya, yaitu melalui Yesus Kristus; dan ini kita ketahui dari Wahyu Ilahi yang dinyatakan oleh Allah sendiri kepada manusia. Untuk segala kebaikan dan kasih-Nya ini, maka Allah layak menerima segala penyembahan dan ucapan syukur kita; dan penyembahan kepada Allah yang sesuai dengan apa yang diwahyukan-Nya inilah yang disebut ‘agama’.

Oleh karena itu, agama (religion) yang mengikat kita dengan Allah tidak dapat hanya diartikan sebagai kemanusiaan. Sebab kemanusiaan itu tidak hanya mengikat kita dengan Allah, tetapi juga dengan sesama manusia. Jika kemanusiaan adalah agama, maka dengan sendirinya kita mensejajarkan Tuhan dengan sesama manusia; dan ini tidaklah benar. Yang benar menurut firman Tuhan sendiri, adalah kita harus menempatkan Tuhan terlebih dahulu di atas segala sesuatu, mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, dan baru sesudah itu mengasihi sesama, demi kasih kita kepada Tuhan. Inilah sebabnya, dalam hukum kasih yang diajarkan Yesus, kasih kepada Allah ditempatkan lebih dulu daripada kasih kepada sesama (lih. Mat 22: 34- 40; Mrk 12: 28-34, Luk 10:25-28). Ini juga sesuai dengan tingkatan dalam kesepuluh Pertintah Allah; di mana tiga perintah pertama berhubungan dengan kasih kepada Allah dan perintah ke- empat sampai ke sepuluh, berhubungan dengan kasih kepada sesama (lih. Kel 20).

2. St. Thomas Aquinas juga mengajarkan bahwa walaupun agama berkaitan dengan makna kemanusiaan yang mengikat antar sesama manusia, namun secara layak/ ‘properagama merupakan ikatan antara manusia dengan Tuhan, yang berkaitan dengan bagaimana manusia menyembah Tuhan.

Dalam Summa Theology, Bab II-II, q.81, a.1, ia mengajarkan demikian:

….”agama terdiri dari pelayanan persembahan dan ritus- ritus upacara yang ditujukan kepada sebuah kodrat yang mengatasi segala sesuatu, yang disebut orang sebagai Sang Ilahi.”

….. seperti dikatakan oleh Isidore (Etym X), “menurut Cicero, seseorang dikatakan religius, berdasarkan kata ‘religio‘, sebab ia sering merenungkan dan sepertinya membaca kembali (relegit), segala sesuatu yang berkenaan dengan penyembahan kepada Tuhan, “maka agama (religion) kelihatannya memperoleh namanya dari pembacaan kembali segala sesuatu yang berkenaan dengan penyembahan Ilahi, sebab kita harus kerap kali merenungkan tentang hal- hal itu di dalam hati kita, seperti disebutkan dalam Ams 3:6, “Akuilah Dia dalam segala lakumu.” [“In all thy ways think on Him.”]. Menurut St. Agustinus (De Civ. Dei x, 3), kata agama diperoleh dari fakta bahwa “kita harus mencari Tuhan kembali (reeligere), karena kita telah kehilangan Dia oleh karena kealpa-an (negligere) kita” [St. Agustinus melihat asal kata ‘reeligere‘, yaitu untuk memilih kembali, dan ‘negligere‘, yaitu alpa/ khilaf.] Atau juga, agama dapat berasal dari kata “religare” [untuk mengikat bersama], di mana St. Agustinus mengatakan (De Vera Relig. 55): “Semoga agama mengikat kita dengan Tuhan Maha Besar yang Esa.” Maka, entah agama diartikan sebagai “pembacaan kembali” ataupun “pemilihan kembali” ataupun sebagai sebuah “ikatan”, agama menunjukkan sebuah hubungan dengan Tuhan. Sebab adalah Ia [Tuhan] yang kepada-Nya kita harus terikat sebagai prinsip yang tidak mungkin gagal; yang kepada-Nya pilihan kita harus diarahkan sebagai tujuan akhir kita; dan yang akan Dia kita kehilangan, saat kita menolak Dia oleh karena dosa, dan harus dipulihkan dengan iman kepercayaan di dalam Dia dan pengakuan iman kita.

….Agama mempunyai dua jenis kegiatan. Beberapa kegiatan merupakan kegiatan- kegiatan langsung, yang timbul darinya [agama], yang olehnya manusia diarahkan kepada Tuhan saja, contohnya, kurban, penyembahan dan hal- hal lain serupa dengan itu. Tetapi agama juga mempunyai kegiatan- kegiatan lain, yang dihasilkannya melalui media kebajikan- kebajikan yang diperintahkannya, untuk mengarahkan mereka kepada penghormatan terhadap Tuhan, sebab kebajikan yang berkenaan dengan tujuan akhir memerintah kebajikan- kebajikan yang berkenaan dengan cara/ sarananya. Oleh karena itu, “untuk mengunjungi para yatim piatu dan janda- janda dalam kesukaran mereka” adalah kegiatan agama sebagai perintah, dan kegiatan belas kasihan sebagai kegiatan yang diperoleh darinya [agama]; dan “untuk menjaga diri tanpa cela dari dunia ini” adalah kegiatan agama sebagai perintah, tetapi pengendalian diri dan kebajikan- kebajikan lainnya adalah kebajikan yang diperoleh daripadanya [agama].

….[Maka] agama mengacu kepada hal- hal yang dinyatakan oleh seseorang kepada sesamanya, jika kita mengambil istilah agama dalam arti luas, tetapi tidak demikian jika kita mengartikan agama dalam arti yang sesungguhnya…. “

Dengan uraian di atas, terlihat bahwa kemanusiaan/ kasih kepada sesama merupakan sesuatu yang terjadi sebagai akibat dari kasih kepada Tuhan. Perihal bagaimana ajaran Gereja Katolik tentang agama, dapat dibaca dalam dokumen ajaran Dominus Iesus, silakan klik, dan yang ringkasan dan penjelasannya sudah pernah dituliskan di sini, silakan klik. Kita memang tidak dapat membatasi kasih kita kepada sesama dengan memandang agama, suku bangsa atau budaya. Tetapi sebaliknya, kitapun tidak dapat mengatakan bahwa agama kita adalah kemanusiaan, karena kemanusiaan tidak sama artinya dengan agama. Walaupun demikian, benarlah bahwa agama mempunyai andil yang besar untuk membangun kemanusiaan; sebab semakin seseorang menghayati agamanya, seharusnya ia menjadi semakin mengasihi sesamanya manusia, secara universal/ tanpa pandang bulu.

3. Iman memang tidak sama dengan agama, namun pemahaman iman akan sangat tergantung pada agama yang dianut oleh seseorang.

Mari sekarang kita melihat definisi iman. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr 11:1). dalam iman, akal budi dan kehendak manusia bekerja sama dengan rahmat Ilahi (KGK, 155). Lebih jauh St. Thomas mengatakan bahwa “Iman adalah satu kegiatan akal budi yang menerima kebenaran ilahi atas perintah kehendak yang digerakkan oleh Allah dengan perantaraan rahmat” (ST, II-II, q.2, a.9). Jadi iman adalah merupakan kegiatan akal budi, dimana kita bekerja sama dengan rahmat Allah, sehingga kita dapat menjawab panggilan-Nya dan percaya akan apa yang difirmankan-Nya. Namun kepercayaan ini bukan hanya asal percaya, atau percaya berdasarkan perasaan saja. Iman dapat didefinisikan sebagai suatu persetujuan akal budi yang kokoh kepada kebenaran, yang bukan berdasarkan perasaan, namun berdasarkan kesaksian saksi. Artinya kalau seseorang masih ragu-ragu akan kebenaran tersebut, maka dapat dikatakan ia belum sungguh-sungguh beriman. Dan saksi di dalam kebajikan ilahi iman adalah Tuhan sendiri, yang bersaksi dengan perantaraan para nabi, dan akhirnya Tuhan sendiri menjelma menjadi manusia, yang selanjutnya karya-Nya diteruskan oleh Gereja Katolik. Jadi seseorang beriman dengan benar, kalau seseorang telah melihat imannya berdasarkan motive of credibility, yang keterangannya dapat di baca di artikel berikut, di bagian akhir.

Demikian, Yunan, tanggapan yang dapat saya tuliskan berdasarkan ajaran Gereja Katolik, terhadap pernyataan anda. Semoga dapat juga menjadi masukan bagi anda.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Doa menghadapi kematian

8

Doa memohon kematian yang membahagiakan

Tuhan Yesus, Penyelamatku,
engkau memilih untuk mati di kayu salib untuk menghapus dosa umat manusia. Aku menerima dengan tenang dari tangan Tuhan, apapun cara kematian yang diizinkan Allah agar terjadi padaku, termasuk segala kesakitannya, kesedihan dan penderitaan yang menghantarku ke sana. Semoga aku, melalui rahmat-Mu, dapat kembali kepada-Mu dengan pertobatan yang sempurna, sekarang ini, dan di saat ajalku.

Bunda Maria yang terberkati,
Aku memohon agar engkau mendoakan aku sekarang dan pada saat aku mati. Semoga oleh doamu, Tuhan berkenan memberikan rahmat-Nya kepadaku agar aku dapat mempersiapkan kematianku setiap hari.

St. Yusuf, Santo pelindung dalam hal kematian yang membahagiakan, Engkau diberkati dengan kematian yang membahagiakan di dalam pelukan Yesus dan Bunda Maria. Doakanlah aku agar akupun dapat memperoleh rahmat Tuhan, supaya akupun dapat mati dalam pelukan Yesus dan Bunda Maria.

Ya Tuhan, kumohon agar Engkau mendukungku dan semua orang beriman, sepanjang hari sampai pada akhirnya, ketika senja datang, dan kesibukan dunia terhenti dan kehidupan yang hiruk pikuk ini berlalu, dan pekerjaan kami telah selesai. Dan dalam belas kasihan-Mu, kumohon Engkau memberikan tempat kediaman yang aman dan istirahat yang kekal dan kudus dan kedamaian abadi pada akhirnya.

Doa memohon kepasrahan akan kematian

O Tuhanku, yang berkuasa atas hidup dan maut, oleh kehendak-Mu dan keadilan-Mu, Engkau menentukan bahwa semua manusia yang berdosa harus wafat dan beralih dari dunia ini. Lihatlah kepadaku yang berlutut di hadapan-Mu, berserah diri atas kehendak dan hukum keadilan-Mu. Dengan segenap hatiku, Aku menolak segala dosa- dosaku di masa yang lalu. Untuk alasan ini, aku menerima kematian sebagai silih atas segala dosaku, dan di dalam ketaatanku akan apa yang menjadi kehendak-Mu.

Sementara menunggu saat ajalku, bantulah aku untuk menggunakan kesempatan yang telah Engkau berikan kepadaku dengan sebaik- baiknya, untuk melepaskan diriku dari keterikatan terhadap dunia ini, untuk memutuskan belenggu apapun yang mengikatku dengan dunia ini, dan untuk mempersiapkan diriku untuk berdiri dengan pengharapan dan keyakinan yang teguh di hadapan tahta pengadilan-Mu. Karena itu, aku menyerahkan diriku tanpa syarat ke dalam tangan-Mu. Terjadilah kehendak-Mu, sekarang dan selama- lamanya.

Amin.

Usia menerima Komuni Pertama

11

Pertanyaan:

Bu Ingrid,
Melanjutkan jawaban ibu pada point pertama, apakah ada syarat tertentu dalam persiapan komuni pertama, misalnya dalam batasan usia, dsb ? Adakah dokumen yang mendasari hal tersebut ?

Salam,
Lisa

Jawaban:

Shalom Lisa,

Peraturan tentang penerimaan Komuni pada anak- anak adalah sebagai berikut adalah sebagai berikut, (berdasarkan dalam Kitab Hukum Kanonik 1983):

Kan 913 § 1 Agar Ekaristi mahakudus dapat diterimakan kepada anak-anak, dituntut bahwa mereka memiliki pemahaman cukup dan telah dipersiapkan dengan seksama, sehingga dapat memahami misteri Kristus sesuai dengan daya-tangkap mereka dan mampu menyambut Tubuh Tuhan dengan iman dan khidmat.

Kan 913 § 2 Tetapi anak-anak yang berada dalam bahaya maut dapat diberi Ekaristi mahakudus, bila mereka dapat membedakan Tubuh Kristus dari makanan biasa serta menyambut komuni dengan hormat.

Gereja mensyaratkan bahwa orang yang ingin menerima Komuni harus dapat memiliki pemahaman akan apa yang disambutnya, yaitu Kristus sendiri. Ini sesuai dengan pengajaran Rasul Paulus tentang penerimaan Ekaristi, yaitu harus dengan iman dan kesadaran bahwa yang disambutnya adalah benar Kristus sendiri (lih. 1 Kor 10: 16); dan bahwa seseorang harus menyambut Ekaristi dalam keadaan rahmat (tidak dalam dosa berat). Sebab tanpa persyaratan ini maka seseorang menerima Ekaristi dengan tidak layak, dan dengan demikian mendatangkan hukuman kepada dirinya sendiri (1 Kor 11: 27-29).

Maka batas ketentuan yang umum dipakai bagi anak- anak, adalah apa yang disebut sebagai “age of reason“, di mana sang anak sudah dapat menggunakan akal budinya, untuk dapat mengetahui dan mengimani Ekaristi; dan mengetahui apakah dirinya tidak sedang dalam keadaan berdosa berat, agar ia dapat menerima Ekaristi. Batas usia ini adalah tepat tujuh tahun (yaitu minimal, pada hari pertama setelah ulang tahunnya yang ketujuh).

Kan 97 § 2 Yang belum dewasa, sebelum genap tujuh tahun, disebut kanak-kanak dan dianggap belum dapat bertanggungjawab atas tindakannya sendiri (non sui compos); tetapi setelah berumur genap tujuh tahun diandaikan dapat menggunakan akal-budinya.

Harap diingat bahwa terdapat 4 syarat bagi seseorang untuk dapat menerima Komuni kudus:

1. Dalam keadaan rahmat, tidak dalam keadaan berdosa berat.
2. Telah mengaku dosa dalam Sakramen Pengakuan Dosa jika sebelumnya melakukan dosa berat.
3. Percaya kepada doktrin Transubstansiasi, di mana yang disambut dalam Ekaristi adalah Tubuh dan Darah, Jiwa dan Ke-Allahan Yesus.
4. Berada dalam kesatuan dengan Gereja Katolik.
5. Puasa (tidak makan dan minum kecuali air dan obat) sedikitnya satu jam sebelum Komuni kudus (Kan. 919 § 1); kecuali pada kondisi orang jompo/ sakit (Kan. 919 § 3)

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Kalau Tuhan maha tahu, kenapa Dia bertanya dimanakah engkau?

17

Pertanyaan:

yang lebih aneh lagi,manusia kok bisa sembunyi dari pandangan tuhan wktu di sorga?? bukankah tuhan maha melihat dan maha tahu?? tuhan pun bertanya DIMANAKAH KALIAN? seandainya saja saya yang jadi adam waktu itu,maka saya pun akan balik nanya ama tuhan..KEMANA SIFAT MAHA TAHU DAN MAHA MELIHAT MU TUHAN?? – Perumbra.

Jawaban:

Shalom Perumbra,

Terima kasih atas pertanyaannya tentang Tuhan yang Maha Tahu. Saya pikir kesimpulan anda yang mengatakan bahwa Alkitab mempertentangkan hakekat Tuhan yang maha tahu adalah terlalu terburu-buru. Anda menyimpulkan hal ini berdasarkan Kej 3:9, yang tidak dimengerti secara benar. Dikatakan di dalam Kitab Kejadian “Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?” (Kej 3:9). Untuk mencoba mengerti pesan di dalam Alkitab, maka kita tidak dapat menafsirkan semua kata-kata di dalam Kitab Suci secara literal, karena maknanya dapat berupa spiritual. Untuk itu, silakan melihat metode yang dipakai dalam mengartikan Alkitab di sini – silakan klik dan klik ini. Di dalam artikel tersebut, kita dapat melihat bahwa mengerti gaya bahasa yang digunakan sangat membantu kita dalam mengerti Alkitab secara lebih baik.

1. Mengerti gaya bahasa yang digunakan untuk mengerti pesan Alkitab

Seperti halnya pada sebuah karya tulis pada umumnya, peran gaya bahasa adalah sangat penting. Demikian juga pada Alkitab, sebab Allah berbicara pada kita dengan menggunakan bahasa manusia. Maka kita perlu memahami gaya bahasa yang digunakan, agar dapat lebih memahami isinya. Secara umum, gaya bahasa yang digunakan dalam Alkitab sebenarnya tidaklah rumit, sehingga orang kebanyakan dapat menangkap maksudnya. Dalam hampir semua perikop Alkitab, sebenarnya cukup jelas, apakah pengarang Injil sedang membicarakan hal yang harafiah atau yang rohaniah. Memang ada kekecualian pada perikop-perikop tertentu, sehingga kita perlu mengetahui beberapa prinsipnya:[7]

1. Simili: adalah perbandingan langsung antara kedua hal yang tidak serupa. Misalnya, pada kitab Dan 2:40, digambarkan kerajaan yang ke-empat ‘yang keras seperti besi’, maksudnya adalah kekuatan kerajaan tersebut, yang dapat menghancurkan kerajaan lainnya.

2. Metafor: adalah perbandingan tidak langsung dengan mengambil sumber sifat-sifat yang satu dan menerapkannya pada yang lain. Contohnya, “Jiwaku haus kepada Allah Yang hidup” (Mzm 42:3). Sesungguhnya, jiwa yang adalah rohani tidak mungkin bisa haus, seperti tubuh haus ingin minum. Jadi ungkapan ini merupakan metafor untuk menjelaskan kerinduan jiwa kepada Allah.

3. Bahasa perkiraan: adalah penggambaran perkiraan, seperti jika dikatakan pembulatan angka-angka perkiraan. Misalnya,“Yesus memberi makan kepada lima ribu orang laki-laki” (Mat 14: 21; Mrk 6:44; Luk 9:14; Yoh 6:10) dapat berarti kurang lebih 5000 orang, dapat kurang atau lebih beberapa puluh.

4. Bahasa fenomenologi: adalah penggambaran sesuatu seperti yang nampak, dan bukannya seperti mereka adanya. Kita mengatakan ‘matahari terbit’ dan ‘matahari terbenam’, meskipun kita mengetahui bahwa kedua hal tersebut merupakan akibat dari perputaran bumi. Demikian juga dengan ucapan bahwa ‘matahari tidak bergerak’ (Yos 10: 13-14).

5. Personifikasi: adalah pemberian sifat-sifat manusia kepada sesuatu yang bukan manusia. Contohnya adalah ungkapan ‘wajah Tuhan’ atau ‘tangan Tuhan’ (Kel 33: 20-23), meskipun kita mengetahui bahwa Tuhan adalah Allah adalah Roh (Yoh 4:24) sehingga tidak terdiri dari bagian-bagian tertentu.

6. Hyperbolisme: adalah pernyataan dengan penekanan efek yang besar, sehingga kekecualian tidak terucapkan. Contohnya adalah ucapan rasul Paulus, “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Rom 3:23); di sini tidak termasuk Yesus, yang walaupun Tuhan juga sungguh-sungguh manusia dan juga tidak termasuk Bunda Maria yang walaupun manusia tetapi sudah dikuduskan Allah sejak dalam kandungan (tanpa dosa asal).

2. Yang ingin disampaikan di Kej 3:9.

Dengan demikian, kalau kita mengartikan semua yang dituliskan di Alkitab secara literal, maka kita dapat salah dalam mengerti pesan yang ingin disampaikan. Dalam ayat yang anda permasalahkan “Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: “Di manakah engkau?” (Kej 3:9), kita dapat melihat adanya gaya bahasa personafikasi. Di sini Tuhan seperti berbicara kepada manusia, sebagaimana layaknya manusia berbicara kepada manusia. Dan pertanyaan yang diajukan oleh Tuhan bukanlah menyatakan bahwa Tuhan tidak tahu, namun sebaliknya Dia tahu segalanya.

Tentu saja, semua orang tahu, bahwa Tuhan, yang maha tahu, pasti tahu di mana keberadaan dari Adam dan Hawa. Di satu sisi yang lain, kita juga dapat melihat adanya suatu arti spiritual. Alkitab ditulis bukan untuk Tuhan, namun ditulis untuk manusia, sehingga manusia dapat mengerti wahyu Allah. Di ayat tersebut, terungkap bagaimana Tuhan senantiasa menjadi penggerak utama, yang mengambil inisiatif agar manusia dapat bersatu dengan Tuhan. Dan di ayat tersebut juga terungkap bagaimana Tuhan bertanya “di manakah engkau” untuk memberikan kesempatan kepada manusia, agar manusia dapat mengakukan dosanya kepada Tuhan, mengakui kesalahan dan kemudian bertobat. Hal ini terlihat dari ayat berikutnya, yaitu “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” (Kej 3:11). Semua pertanyaan-pertanyaan tersebut bukan menunjukkan bahwa Tuhan tidak tahu apa yang diperbuat oleh Adam dan Hawa, namun Tuhan memberikan kesempatan kepada Adam dan Hawa untuk mengaku dosa dan memperbaiki kesalahannya. Namun, kesempatan yang diberikan oleh Allah, justru tidak dapat dimanfaatkan oleh Adam dan Hawa, karena bukannya bertobat, namun mereka saling menyalahkan satu sama lain. Dan inilah yang sering dilakukan oleh manusia sampai saat ini. Dengan demikian, apa yang ditulis di Alkitab senantiasa dapat kita hubungkan dengan apa yang terjadi dalam kehidupan kita.

3. Alkitab menyebutkan bahwa Tuhan adalah maha tahu.

Dan tentang Tuhan yang maha tahu, juga disebutkan di dalam Alkitab, seperti yang dapat dilihat di Maz 139:1-6; Ams 5:21:

“1. TUHAN, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; 2 Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. 3 Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi. 4 Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya TUHAN. 5 Dari belakang dan dari depan Engkau mengurung aku, dan Engkau menaruh tangan-Mu ke atasku. 6 Terlalu ajaib bagiku pengetahuan itu, terlalu tinggi, tidak sanggup aku mencapainya.” (Mzm 139:1-6)

Karena segala jalan orang terbuka di depan mata TUHAN, dan segala langkah orang diawasi-Nya.” (Ams 5:21)

4. Kesimpulan.

Jadi, tidak ada kebingungan untuk mengerti Allah yang maha tahu, karena Alkitab juga menyebutkannya dengan jelas, bahwa dengan akal budi, kita juga dapat membuktikan bahwa Tuhan adalah maha tahu. Kebingungan akan terjadi, kalau kita membaca Alkitab dan mengasumsikan bahwa semuanya harus diartikan secara literal – tanpa mempertimbangkan gaya bahasa yang dipakai – walaupun pada awalnya kita senantiasa harus melihat terlebih dahulu pengertian secara literal. Untuk menghindari kebingungan interpretasi, maka kita dapat melihat konteks ayat-ayat tersebut secara keseluruhan, mengerti apa yang dituliskan (literal), melihatnya dalam terang Perjanjian Baru, dan melihat interpretasi secara spiritual. Semoga hal ini dapat menjawab keberatan anda.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org

Bolehkah belajar seni bela diri?

13

Pertanyaan:

Saya baru inget. sekitar… setengah tahun yang lalu. pernah saya bertanya-tanya kepada seseorang (protestan) yg pernah belajar teologi. waktu itu, yang saya tangkap dari pembicaraan itu adalah kita tidak boleh belajar bela diri, seperti karate, wushu, taekwondo, dll.

kalau di Katolik, bolehkah kita belajar seni bela diri?
Alexander Pontoh

Jawaban:

Shalom Alexander,

Sebenarnya pertanyaan anda mirip dengan apakah boleh ikut belajar yoga dan Tai-chi. Nampaknya, kita harus dapat secara kritis menyikapinya. Karena jika hanya terbatas pada hal ‘gerak badan’ ataupun aktivitas fisik, hal itu dapat dibenarkan. Karena misalnya, gerakan tersebut (seperti Tai-chi atau yoga) yang umumnya dipelajari oleh kalangan umum serupa dengan gerakan senam pagi. Dengan karate atau seni bela diri lainnya, jika hanya sebatas gerakan tubuh, juga tidak membahayakan secara rohani.

Namun adakalanya, seni bela diri tersebut, ada yang melibatkan meditasi pengosongan jiwa, pengulangan mantra- mantra tertentu, atau semacam ‘mengisi’ diri dengan suatu kekuatan tertentu; dan inilah yang bertentangan dengan ajaran Kristiani, sehingga harus dihindari. Lagipula, seni bela diri sesungguhnya dapat merangsang naluri seseorang untuk menyerang lawan, dan bukan hanya sekedar bertahan. Nah, perihal naluri ‘menyerang’ inilah yang juga harus diwaspadai karena jika tidak dilakukan dalam konteks arena pertandingan, maka hal ini bertentangan dengan kebajikan ‘penguasaan/ pengendalian diri’, yang menjadi salah satu buah Roh Kudus.

Maka dewasa ini, ada kelompok yang mengadakan seni bela diri, namun dengan menggunakan prinsip Kristiani, artinya dengan meditasi yang sesuai dengan prinsip spiritualitas Kristiani, tidak menggunakan mantra- mantra tertentu, namun menggunakan ayat- ayat Kitab Suci. Jadi dalam hal ini, sangat tergantung kepada instruktur-nya. Jika instrukturnya tidak menggabungkan Eastern mysticism (unsur- unsur mistis kepercayaan Timur) ke dalamnya, maka latihan Karate, Yudo, Tae Kwon Do, dapat diperbolehkan. Selanjutnya, memang diperlukan kebijaksanaan (prudence) untuk menentukan sejauh mana orang dapat melibatkan diri dalam latihan seni bela diri ini. Peran  suara hati di sini sangatlah penting. Jangan sampai pula, komitmen untuk berlatih seni bela diri ini menyita seluruh waktu, sehingga mengatasi komitmen seseorang kepada Tuhan (lih. Ibr 10:25).

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

Ibuku di Surga

4

Di negeri tempat saya tinggal, pada hari Minggu yang lalu, dirayakan Hari Ibu atau Mother’s Day. Di Indonesia Hari Ibu dirayakan di bulan Desember, namun di banyak negara Barat, hari untuk menghormati para ibu dirayakan di hari Minggu kedua di bulan Mei. Sejarah lahirnya peringatan ini adalah keinginan untuk menghormati figur seorang ibu dan menghargai jasa-jasa seorang ibu dalam melahirkan dan membesarkan anak-anaknya, seringkali juga dalam situasi yang penuh dengan tantangan dan kesulitan. Perayaan yang indah yang juga dilakukan di komunitas Katolik tempat saya merayakan Misa hari Minggu menyadarkan saya kembali, betapa indah dan patut disyukuri arti dan peran seorang Ibu dalam kehidupan, yang sesungguhnya adalah mitra Allah sendiri dalam melanjutkan generasi manusia yang utuh dan berkelimpahan, sesuai citra Allah Bapa yang menjadikan manusia indah dan baik sejak semula, seturut gambarNya.

Karena saya sendiri belum lagi menjadi seorang ibu, setelah usia pernikahan saya yang telah melewati angka 11 tahun, kemudian ibu kandung saya sendiri yang sangat saya cintai sedang berjarak ribuan kilometer dari tempat saya hidup dan tinggal saat ini, sedangkan ibu mertua saya telah kembali ke rumah Bapa sejak suami saya masih di awal masa remaja, maka pada Hari Ibu ini saya ingin merenungkan karunia Ibu yang sangat istimewa dari Allah Bapa.  Beliau berdiam di Surga. Saya sangat mensyukuri hadiah Allah Bapa ini. Bapa tidak hanya mengaruniakan PutraNya yang tunggal untuk menebus dunia, tetapi juga memberikan Bunda dari PutraNya, Yesus,  menjadi Bunda yang selalu berdoa bagi saya dan semua umat manusia. Tuhan Yesus mengatakannya menjelang wafatNya di kayu salib. Yesus sebagai seorang manusia, memang selalu ingat akan orang lain, terutama yang sangat dikasihiNya. Ia tidak pernah memikirkan diriNya sendiri, padahal saat itu Ia sedang menderita luar biasa hebat di atas kayu salib. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!”  Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya : “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu,  murid itu menerima dia di dalam rumahnya (Yoh 19 : 26 – 27).

Itulah Ibu Yesus Tuhanku yang telah dikaruniakanNya menjadi ibu saya juga. Sesuai amanat Yesus Tuhanku, saya pun menerima BundaNya di dalam rumah hati saya, untuk selamanya. Betapa indahnya. Saya tak akan pernah sendirian lagi di dalam perjuangan hidup dan iman saya. Seorang ibu yang tiada duanya, ibu Tuhan saya sendiri, selalu hadir menemani dan menguatkan saya. Dialah Ibu Maria, yang selalu ada di hati saya, menjadi teladan saya, dan setia menghantarkan doa-doa saya kepada Tuhan. Saya bersyukur dan memuji Tuhan bahwa di tengah kerinduan saya kepada ibu kandung saya dan kepedihan hati saya karena rindu untuk menjadi seorang ibu bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan, saya selalu merasakan kekuatan dan penghiburan dalam doa dan teladan bunda saya di Surga, Bunda Maria.

Sama halnya dengan kenangan-kenangan manis bersama ibu kandung saya, yang dapat saya gali lagi dari foto-foto maupun surat-surat dari ibu, atau ketika saya berbicara melalui telpon dengannya, saya juga mempunyai sarana untuk berjumpa dengan Ibu Maria di Surga. Saya menyapa dan berbicara dengan beliau melalui Doa Rosario saya setiap malam, dan saya senang sekali menggali lagi kenangan indah teladan kasih dan ketaatannya kepada Bapa, melalui Kitab Suci.

Kenangan akan ibu saya yang selalu memikirkan apakah semua anggota keluarga sudah tercukupi kebutuhan makan dan minumnya, tanpa memikirkan dirinya sendiri kadang juga belum makan, baik ketika sedang di rumah maupun saat sedang berlibur bersama, juga mengingatkan saya akan kepedulian yang sama dari Bunda Maria di dalam peristiwa perjamuan pernikahan di Kana, yang saya baca di dalam Yoh 2 : 1 – 11. Bunda Maria dengan naluri keibuan, kepedulian, dan kasihnya kepada sesama, segera mengetahui bahwa saat itu tuan rumah perjamuan sedang menghadapi kemungkinan mendapat malu karena kehabisan anggur. Tergerak oleh belas kasihan dan kepeduliannya, Bunda Maria segera mengatakan sebuah kalimat yang sangat dalam maknanya kepada PuteraNya. “Mereka kehabisan anggur” (Yoh 2 : 3).

Kalimat itu sangat singkat dan sederhana, namun maknanya amat dalam. Di sana ada kepedulian, kasih, dan iman yang begitu besar kepada Yesus, Puteranya, bahwa Puteranya itu dapat melakukan apa pun yang dianggapNya perlu, dalam waktuNya, dan dengan caraNya. Bunda yang sangat mengenal Puteranya, tidak perlu berkata-kata dengan panjang, mereka telah begitu saling memahami. Inilah kasih dan kepedulianku, lakukanlah apa yang perlu untuk mereka, Anakku. Hal itu ditegaskan Bunda Maria dengan melanjutkan kepada para pelayan perjamuan, “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yoh 2 : 5). Dan Yesus, yang walau telah mengatakan kepada BundaNya bahwa waktuNya belum tiba, akhirnya memberikan instruksi kepada para pelayan, untuk mengisi penuh-penuh tempayan-tempayan pembasuhan dengan air. Yang kemudian secara mukjizat, telah menjadi anggur terbaik setelah dibawa kepada pemimpin pesta. Itu adalah mukjizat Tuhan yang pertama selama perjalanan karyaNya di tengah-tengah manusia. Kasih dan penghormatan Tuhan Yesus kepada ibuNya, telah mengubah keputusanNya untuk membuat mukjizat  sebelum waktu yang dirancangNya tiba. Oh, betapa aku pun rindu menghormati dan mengasihi ibu Tuhanku.

Kepedulian dan kepekaan Bunda Maria melihat kebutuhan anak-anakNya di dalam kesulitan, dan mukijizat yang terjadi karena anak-anakNya patuh melakukan instruksi Bunda untuk melakukan apapun yang menjadi kehendak Allah (dan bukan kehendaknya sendiri), adalah kisah kenangan indah iman Bunda Maria dan keterlibatan Bunda di dalam seluruh pergumulan hidup anak-anak Tuhan termasuk saya, selama pengembaraan saya di dunia ini. Keindahan hidup dan mukijizat kehidupan akan terjadi bila saya mendengarkan kata-kata Bunda Maria, meneladan imannya, untuk selalu mendengarkan dan melakukan kehendak Tuhan. Maka Bunda Maria sesungguhnya selalu mengingatkan saya untuk beriman sepenuhnya kepada Tuhan dan membawa saya makin dekat kepadaNya untuk mengalami mukjizat-mukjizatNya. Bunda selalu peduli kepada kesulitan dan pergumulan manusia, dan membawanya kepada Puteranya. Inilah kasih dan kepedulianku, lakukanlah apa yang perlu untuk mereka, Anakku.

Bunda Maria telah hadir sepanjang seluruh hidup Yesus, sejak Yesus dikandung di dalam rahimnya (Luk 1 : 31), hingga Dia wafat penuh derita di kayu salib (Yoh 19 : 25). Dan bersama para muridNya, Bunda Maria berdoa menantikan kedatangan Roh Kudus (Kis 1 : 14), menjelang peristiwa terbentuknya Gereja perdana di dunia ini.  Bunda Maria yang selalu taat dan rendah hati, sesungguhnya adalah murid Yesus yang pertama, yang mengatakan “ya” kepada kehendak Allah. Keteguhan Bunda untuk terus berjalan dalam iman, adalah karena kebiasaan kudusnya untuk menyimpan segala sesuatu di dalam hatinya, dan merenungkannya. (Luk 2 : 19 dan Luk 2 : 51b).

Demikianlah juga sesuai amanat Puteranya, Bunda Maria senantiasa menemani perjalanan hidup dan pergumulan iman umat manusia, dengan doa dan teladannya yang kudus. Teladan ketaatan, kerendahan hati, dan kesetiaan. Itulah misi kudus yang diemban Ibuku di Surga, sejak awal kedatangan Tuhan ke dunia untuk menjadi sama dengan manusia, hingga kesudahannya, dimana Bunda Maria menghantar semua yang percaya dan mengasihi Yesus, Puteranya, untuk berkumpul kembali di Surga dan bersatu dengan Tuhan untuk selama-lamanya.  (uti)

Keep in touch

18,000FansLike
18,659FollowersFollow
32,900SubscribersSubscribe

Artikel

Tanya Jawab