Sumber gambar: http://en.cafa.com.cn/rubens-van-dyck-and-the-flemish-school-of-painting-masterpieces-from-the-collections-of-the-prince-of-liechtenstein-debuts-in-the-china-art-palace-museum.html

[Hari Minggu Prapaska V: Yeh 37:12-14; Mzm 130:1-8; Rm 8:8-11; Yoh 11:1-45 ]

Allah yang kudus, kudus dan berkuasa,
kudus dan kekal, kasihanilah kami,
dan seluruh dunia….
Yesus, Raja Kerahiman Ilahi, Engkaulah Andalanku….”

Kami mengakhiri doa Koronka itu dengan linangan air mata… Tak lama kemudian, terdengarlah nada biiip yang panjang dari alat pengukur denyut jantung yang terpasang di sisi ranjang Papiku. Nampak gambar garis hijau yang rata di layar monitor. Seketika itu kutahu,  Papiku sudah beralih dari dunia ini. Kupandangi wajahnya yang seperti tertidur… Kucium pipi dan tangannya, “Selamat jalan, Papi… semoga kelak kita bertemu lagi di Surga…” Begitu dalamlah duka cita yang kurasakan karena kepergiannya. Ada rasa kehilangan sosok ayah yang senantiasa memperhatikan dan mengasihi setiap anggota keluarganya. Namun syukurlah, aku memperoleh penghiburan dari pengharapan iman, bahwa Tuhan Yesus pasti memberikan yang terbaik bagi ayahku. Dan meski kami tak dapat lagi bersamanya dalam kehidupan di dunia ini, selalu ada harapan bahwa kami akan bertemu lagi dengannya, kelak dalam kebahagiaan kekal bersama Tuhan, dalam Kerajaan Surga.

Kebahagiaan kekal di Surga.  Inilah pengharapan kita sebagai umat beriman. Hari ini kita diingatkan kembali akan pengharapan iman kita itu, saat kita semakin mendekati Pekan Suci. Atas jasa Kristus yang telah dengan rela menderita, wafat di salib demi menebus dosa-dosa kita, dan kemudian bangkit dari kematian-Nya, kita dapat memperoleh kehidupan kekal di Surga. Bagaikan terang yang menghalau kegelapan harus pertama-tama mau datang menghampiri kegelapan, Kristus Sang Terang, turun ke dalam kegelapan maut, untuk mengalahkannya. Kristus rela mati, supaya kita dapat hidup. Hidup yang kekal, yang tak dapat mati lagi. Kristus telah menyerahkan hidup-Nya sendiri, agar kita dapat memperoleh hidup-Nya itu. Oleh Kristus, janji Allah yang dinyatakan oleh Nabi Yehezkiel, digenapi. “Aku akan memberikan Roh-Ku ke dalam dirimu, sehingga kamu hidup kembali…” (Yeh 37:14). Dengan kebangkitan-Nya, Kristus mengalahkan maut; dan setelah Ia naik ke Surga, dalam kesatuan dengan Allah Bapa, Ia mengutus Roh Kudus-Nya kepada Gereja. Kini melalui sakramen Baptis yang diberikan Gereja, kita dapat menerima Roh Kudus. Oleh Baptisan, Roh Kudus berdiam di dalam diri kita, dan kita memperoleh hidup ilahi; yaitu Roh Allah yang menghidupkan itu. Tergenapilah apa yang dikatakan Rasul Paulus, “Jika Roh Allah, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam dirimu, maka Ia yang telah membangkitkan Yesus Kristus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana oleh Roh-Nya yang diam dalam dirimu” (Rm 8:11). Oleh Roh Allah yang berdiam di dalam diri kita inilah, kita mempunyai pengharapan, bahwa kelak kita akan dibangkitkan, dan kita akan tetap hidup, meskipun kita sudah mati (lih. Yoh 11:25). Roh Allah inilah yang memungkinkan kita mengambil bagian dalam kehidupan Allah sendiri, dalam kebahagiaan-Nya yang tanpa akhir.

Maka permenungan akan kematian, semestinya membuat kita semakin menyadari ketergantungan kita kepada Tuhan dan belas kasih-Nya; namun juga bagaimana kita membiarkan Roh Allah memimpin kita semasa hidup kita di dunia ini. Sebab hanya jika hidup kita dipimpin oleh Roh, Allah akan berkenan kepada kita, dan memberikan penggenapan atas apa yang dijanjikan-Nya. Yaitu bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, tetapi merupakan suatu peralihan menuju kehidupan kekal bersama Allah, jika kita telah mengikuti kehendak-Nya dengan setia sepanjang hidup kita.       Masa Prapaska ini adalah masa yang khusus untuk menilik diri kita, sejauh mana kita telah mematikan kedagingan kita, untuk hidup menurut kebenaran yang dikehendaki Allah, seperti yang kita dengar dalam Surat Rasul Paulus di Bacaan Kedua.

Selanjutnya, Bacaan Injil hari ini tentang peristiwa Kristus yang membangkitkan Lazarus dari kubur, setidak-tidaknya mengingatkan kita akan dua hal penting. Pertama adalah makna literalnya, yaitu, Tuhan Yesus berkuasa atas hidup kita; dan sebagai Sang Hidup, Ia berkuasa membangkitkan orang yang sudah mati sekalipun (seperti contohnya, Lazarus). Kedua, makna rohaninya, yaitu bahwa kematian dapat pula diartikan sebagai kematian rohani, akibat dosa tertentu, yaitu dosa berat yang telah mengikat. Untuk menghidupkannya kembali dibutuhkan rahmat pengampunan Tuhan, dan ikatan dosa itu harus dilepaskan. Menurut St. Gregorius, Kristus yang berkata kepada para murid-Nya, “Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia [Lazarus] pergi” (Yoh 11:45) menunjukkan tugas para imam-Nya untuk melepaskan ikatan dosa dan membebaskan orang-orang berdosa yang bertobat; meskipun tetap Yesus sendirilah yang mengampuni dosa-dosa mereka. Para murid itu hanya melepaskan ikatan dosa atas dasar kuasa Yesus yang diberikan kepada mereka.  St. Sirilus dan St. Agustinus pun mengatakan hal yang sama dalam penjelasan mereka tentang ayat tersebut (lih.  St. Cyril, lib. vii. in Joan. and St. Augustine, Tract. 49 in Joan).

Minggu depan kita akan merayakan Minggu Palma. Tak terasa, sebentar lagi kita akan memasuki Pekan Suci yang merayakan peristiwa-peristiwa puncak karya keselamatan Allah bagi kita. Dengan menyadari keterbatasan hari-hari kita di dunia ini, semoga kita diberi rahmat pertobatan oleh Allah. Semoga kita dimampukan untuk mengakui segala dosa kita, agar beroleh rahmat pengampunan yang kembali “menghidupkan” kita secara rohani. Terlepas dari ikatan dosa, diharapkan kita dapat menyongsong Pekan Suci dengan hati lapang. Mari kita bersyukur untuk besarnya kasih Allah yang dinyatakan kepada kita melalui Yesus Kristus, Putra-Nya, yang rela menyerahkan nyawa-Nya demi membebaskan kita dari dosa dan kesalahan kita. Mari bersama pemazmur kita daraskan Mazmur hari ini, sebagai doa yang mengalir dari hati kita yang merindukan pengampunan-Nya:

Dari jurang yang dalam kuberseru ya, Tuhan!
Tuhan, dengarkanlah suaraku!
Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian,
kepada suara permohonanku.
Jika Engkau mengingat-ingat kesalahan,
ya Tuhan, siapakah yang dapat tahan?
Tetapi pada-Mu ada pengampunan,
maka orang-orang bertakwa kepada-Mu.

Aku menanti-nantikan Tuhan, jiwaku menanti-nanti
dan aku mengharapkan firman-Nya.
Jiwaku mengharapkan Tuhan,
lebih daripada pengawal mengharapkan pagi,
lebih daripada pengawal mengharapkan pagi.

Sebab pada Tuhan ada kasih setia,
dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan.
Dialah yang akan membebaskan Israel
dari segala kesalahannya.

Tuhan kumohon, bebaskanlah hamba-Mu,
dari segala kesalahannyaAmin.