Pertanyaan:

Dear Katolisitas

Pada kesempatan ini saya hendak bertanya mengenai beberapa hal yang kurang begitu saya mengerti;

1. Kita mengetahui bahwa doktrin atau ajaran iman adalah sesuai dengan wahyu Ilahi yang diberitakan kepada manusia dan mencapai kepenuhannya dalam misteri Kristus dan diserahkan kepada Gereja hingga akhir jaman melalui para penjaga iman, Magisterium serta tahta Apostolik yang tak berkesudahan hingga akhir jaman. Apakah fungsi ilmu teologi adalah untuk menjelaskan arti pewahyuan dan doktrin iman agar dapat dicapai oleh seluruh manusia agar memahaminya? Apakah peranan sesungguhnya dari teologi? Benarkah jika teologi dapat didefinisikan sebagai usaha akal budi manusia untuk merasionalisasi doktrin sehingga dapat diterima dan dipahami oleh manusia di segala jaman?

2. Menyusul pertanyaan berikutnya, jika ilmu teologi yang berarti mengacu pada doktrin iman sepanjang jaman, mengapa ada ‘dissenter’ yang tentunya bertentangan serta mengancam dan menimbulkan berbagai kesalahpahaman yang meresahkan, sehingga CDF/Konggregasi untuk Ajaran Iman harus dengan segala upaya mengawasi, menegur dan mengklarifikasi? Apakah ‘dissent’ memang memiliki peranan dalam perkembangan teologi, sedangkan di satu sisi doktrin tetaplah sama dan harus dilestarikan?

3. Apakah ‘dissent’ bisa pula diartikan serupa dengan ‘heterodoks’ dan ‘heretic’?

4. Mengapa Karl Rahner, SJ yang termasuk ‘dissenter’ cukup populer di Indonesia, terutama ketika membahas ‘Anonymous Christian’ atau ‘Kristen Anonim’ yang jelas-jelas bukan ajaran resmi Gereja dan menurut pendapat saya pribadi, terlalu spekulatif dan mengancam semangat evangelisasi? Sejauh yang saya ketahui, ‘Kristen Anonim’ menganggap bahwa pada dasarnya semua orang adalah ‘Kristen’ di mana yang membedakannya adalah antara ia mengakuinya atau menyangkalnya, seringkali teori ini diajukan untuk membenarkan “adanya keselamatan di luar Gereja” yang jelas bertentangan dengan apa yang tertulis dalam KGK.

5. Bagaimanakah sesungguhnya tingkatan berbagai dokumen Gereja? Seperti kita kenal ada Konstitusi Dogmatis, Deklarasi, Dekrit, Ensiklik, Konstitusi Apostolik, Motu Proprio, Bula, bagaimanakah sebenarnya tata urutan dari segi kewibawaan?

6. Saat ini jarang sekali terdengar istilah ‘bula’ sedangkan jika kita melihat dokumen-dokumen terdahulu banyak sekali istilah tersebut dijumpai, apakah ‘bula’ sama dengan ‘konstitusi apostolik’?

7. Kita mengenal adanya ‘infalibilitas’ dalam kuasa mengajar Gereja, apakah ada kemungkinan ajaran dalam suatu dokumen tertentu semisal ensiklik, dsb, bersifat ‘fallible’? Apa sajakah sebenarnya yang bisa digolongkan sebagai ‘infallible’ dan ‘fallible’? Bagaimana membedakannya? Sejauh yang saya ketahui, mohon koreksi bila salah, suatu ajaran bisa disebut sebagai ‘infallible teaching’ jika ia secara resmi dimaklumkan oleh Sri Paus secara ex cathedra dan kepada seluruh Gereja, atau yang lainnya yaitu bahwa ajaran tersebut berulang-kali disebutkan atau dinyatakan dalam berbagai dokumen dan kesempatan. Apakah seperti ini atau ada definisi lain yang lebih lengkap?

8. Begitupula mengenai aksioma “Extra Ecclesiam Nulla Salus” (EENS) yang sudah berulang-kali diungkapkan di setiap dokumen resmi Gereja, semisal “Regnans in Excelsis”, “Quanto Conficiamur Moerore”, “Suprema Haec Sacra”, bahkan juga di “Lumen Gentium art.14” pula “Dominus Iesus”, mengapa masih ada tulisan-tulisan yang menyatakan bahwa EENS telah dibatalkan dan tidak berlaku? Bukankah rasanya terlalu spekulatif untuk menyatakan demikian? Ataukah memang kebetulan cara penyampaiannya yang kurang tepat?

9. Apakah bisa suatu ajaran “dibatalkan” melalui sebuah entah itu konsili atau sinode? Pertanyaan ini muncul setelah membaca keterangan dari wikipedia perihal “Syllabus Errorum” yang diterbitkan oleh Paus Pius IX, di mana terdapat sebuah pendapat bahwa ajaran yang terkandung dalam “Syllabus” tersebut telah di-counter syllabus oleh “Gaudium et Spes”, salah satu dokumen Konsili Vatikan II, sekilas saya membaca “Syllabus” tersebut rasanya masih tetap benar dan berlaku serta disebutkan salah satunya di Katekismus (KGK) no. 285.

Terima kasih kepada Katolisitas yang senantiasa memberikan bahan bermutu dan membuka cakrawala iman Katolik saya, di website ini saya telah menimba banyak hal dan semakin memahami iman Katolik.

Salam dan doa

Albert

Jawaban:

Shalom Albert,

Pertama- tama mohon maaf atas keterlambatan jawaban saya.

1. Peran Teologi.

Dari asal katanya, teologi artinya adalah “teaching concerning God” (Pengajaran tentang Tuhan”. ((Ludwig Ott, Fundamentals of Catholic Dogma, p. 1)). St. Agustinus dari Hippo mendefinisikan Theologi sebagai “pencarian alasan atau diskusi tentang ke- Tuhanan” ((St. Augustine, City of God VIII)). Dengan demikian teologi adalah ilmu pengetahuan tentang Tuhan, atau ilmu pengetahuan akan iman. Seperti halnya iman, Teologi menerima sumbernya dari Sabda Allah yang tertuang dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci, dan penjelasan- penjelasan doktrinal dari Gereja.

Sebagai ilmu pengetahuan tentang iman, maka dengan akal budi manusia, teologi mendalami isi dan konteks dari sistem kebenaran ilahi dan untuk memahaminya sejauh mungkin. St. Agustinus mengajarkan, “Percayalah sehingga kamu dapat mengerti.” ((St. Augustine, Sermo 43, 7,9)). Dengan perkataan lain Teologi adalah “Faith seeking understanding“, seperti yang diajarkan oleh St. Anselmus dari Canterbury ((St. Anselmus, Proslogion))

Sedangkan ajaran iman, itu dapat diklasifikasikan menjadi ajaran yang sifatnya dogmatik (Teologi dogmatik), Teologi biblikal, atau Teologi praktis. Nah, ajaran yang bersifat dogmatis dan sudah dinyatakan secara definitif (De Fide) ini tidak dapat berubah, karena merupakan kebenaran yang diwahyukan Allah seperti yang diajarkan oleh Wewenang Mengajar Gereja, berdasarkan Kitab Suci dan Tradisi Suci. Namun ada juga ajaran yang belum dinyatakan secara definitif, sehingga masih memungkinkan adanya diskusi pandangan teologis. Sedangkan ajaran iman yang sifatnya praksis sifatnya masih dapat disesuaikan dengan keadaan jaman.

Jadi, Teologi adalah ilmu pengetahuan untuk memahami isi ajaran iman. Teologi menjelaskan ajaran iman.

2. Mengapa ada dissenter?

Tidak ada hubungannya antara dogma (dan penjelasannya dalam Teologi dogmatik) dengan dissenter. Sejarah Gereja membuktikan bahwa keberadaan ‘dissenter‘ itu sudah ada sepanjang jaman. Contohnya ajaran sesat Docetism dan Gnosticism di abad ke 1, dan ajaran Arianisme yang menetang ajaran tentang ke- Allahan Yesus, dan otomatis menyerang juga ajaran iman tentang Allah Trinitas. Maka diadakan Konsili Nicea (325) yang mengecam ajaran sesat Arianism dan untuk menegaskan kembali pernyataan iman jemaat yang sudah ada sejak jemaat awal tentang Allah Trinitas dan ke-Tuhanan Yesus.

Jadi tidak berarti bahwa ajaran dogmatik yang sudah dinyatakan secara definitif itu pasti tidak akan ditolak oleh sebagian orang. Itulah sebabnya penting peran CDF/ Kongregasi untuk Ajaran Iman yang menjelaskan ajaran Magisterium Gereja.

3. ‘Dissenter’= ‘heterodoks’ dan ‘heretic’?

Tergantung. Jika heresi yang diajarkan itu termasuk ‘formal heresy’, maka benar, yang mengajarkannya adalah seorang heretik/ bidat; sedangkan jika yang diajarkannya adalah ‘material heresy’ maka ia tidak dapat disebut sebagai bidat. Tentang hal ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik, lihat point 4. a).

4. Mengapa Karl Rahner SJ, seorang dissenter, populer di Indonesia, terutama dengan teorinya ‘Anonymous Christian’?

Hal ini saya tidak tahu persis, namun perkiraan saya karena Indonesia adalah negara yang terdiri dari masyarakat yang majemuk, sehingga konsekuensi pandangan ‘Anonymous Christian‘ tersebut terkesan lebih bersahabat dan mudah diterima daripada konsekuensi melaksanakan amanat agung Kristus untuk mewartakan Injil kepada segala mahluk (Mat 28:19-20). Prinsip Anonymous Christian (Kristen Anonim) ini mengatakan bahwa seseorang yang hidup dalam rahmat Tuhan dan mencapai keselamatan di luar agama Kristen, ia adalah seorang Kristen anonim. Atau menurut Rahner, “orang- orang yang tidak pernah mendengar Injil atau bahkan menolaknya, dapat diselamatkan melalui Kristus.”

Menurut saya pribadi, pernyataan Rahner ini memang tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, sebab rumusannya tidak lengkap, dan kondisi- kondisinya tidak disampaikan seluruhnya, sehingga dapat mengakibatkan pengertian yang distortif. Tentang apakah ajaran Gereja Katolik tentang keselamatan ini sudah pernah dibahas panjang lebar di situs ini, di rubrik TJ (Tanya Jawab) Keselamatan, antara lain:

Apakah yang diselamatkan hanya orang Katolik dan yang lainnya pasti masuk neraka?
Apakah orang Katolik dijamin pasti selamat?
Adakah Keselamatan di luar Tuhan Yesus/ Gereja Katolik?
Siapa saja yang dapat diselamatkan?

Dominus Iesus
Penjelasan tentang Deklarasi Dominus Iesus

Adalah lebih baik kita berpegang pada ajaran Magisterium Gereja tentang keselamatan, dan janganlah berpegang hanya pada teori seorang teolog, walaupun ia terkenal sekalipun, terutama jika rumusannya tidak persis sama dengan yang diajarkan oleh Magisterium.

5 & 6. Tentang tingkatan dokumen Gereja dan Bulla

Berikut ini adalah jawaban dari Romo Wanta:

Tingkatan gradasi atau hirarki keputusan dan ajaran GK:
1. Dogma
2. Konstitusi
3. Dekrit
4. Deklarasi/Pernyataan
5. Ensiklik
6. Surat Apostolik
7. Surat Kongregasi Kuria Romana

MP:Motu Propio artinya hal yang sangat penting. Biasanya ditulis di awal surat apostolik dari Bapa Suci yang urgent penting disampaikan kepada para Uskup Imam dan umar beriman
Bulla: adalah sebuah gulungan surat dalam bahasa latin yang dikeluarkan oleh Bapa Suci, misalnya dalam pengangkatan seorang Uskup Diosesan. Bulla tidak sama dengan konstitusi apostolik.

7. Tentang Infalibilitas

Tentang topik ini sudah pernah dibahas di sini, silakan klik

Secara umum, persyaratan suatu ajaran disebut sebagai infallible adalah: 1) jika dikeluarkan oleh Bapa Paus yang mengajar atas nama Rasul Petrus (bukan atas nama pribadi) atau dikenal dengan istilah “ex-cathedra“/ dari tahta Petrus; 2) pengajaran itu adalah pengajaran definitif tentang iman dan moral, 3) pengajaran ini berlaku untuk Gereja secara universal.

8. Tentang EENS (Extra Ecclesiam Nulla Salus)

Anda benar, bahwa sesungguhnya, tidak benar jika dikatakan bahwa EENS sudah tidak berlaku. EENS tetap berlaku, hanya artinya harus mengacu kepada penjelasan Magisterium Gereja Katolik yang mengajarkannya. Hal ini telah jelas disebutkan dalam link- link di atas, terutama di sini, silakan klik.

9. Tentang apakah ajaran dapat dibatalkan dan tentang “Syllabus of Errors”

Seperti telah disebutkan di atas, maka ajaran yang sifatnya praktis dan non- dogmatis masih dapat disesuaikan dengan jaman, misalnya saja hal- hal yang tercantum dalam Kitab Hukum Kanonik: KHK 1917 secara umum tidak lagi berlaku, dan kini berlaku KHK 1983.

Syllabus of Errors yang dikeluarkan oleh Paus Pius IX adalah daftar inti ajaran- ajaran yang dinyatakan salah oleh Paus IX. Jadi yang dinyatakan di dalam dokumen ini adalah pernyataan yang keliru. Secara keseluruhan dokumen ini menyebutkan kesalahan dalam ke-10 bidang ajaran, yang selengkapnya dapat dibaca di sini, silakan klik. Setiap pernyataan tersebut masih memerlukan penjelasan selanjutnya:

1. Pantheism, naturalism, and absolute rationalism, Propositions 1-7;
2. Moderate rationalism, Propositions 8-14;
3. Indifferentism and latitudinarianism, Propositions 15-18;
4. Socialism, communism, secret societies, Bible societies, and liberal clerical societies, a general condemnation;
5. The church and its rights, Propositions 19-38 (defending temporal power in the Papal States, which were overthrown six years later and reinstituted in far less geographically extensive form in 1929 as the tiny state of the Vatican City);
6. Civil society and its relationship to the church, Propositions 39-55;
7. Natural and Christian ethics, Propositions 56-64;
8. Christian marriage, Propositions 65-74;
9. The civil power of the sovereign Pontiff in the Papal States, Propositions 75-76 and
10. Modern liberalism, Propositions 77-80.

Menanggapi dokumen ini, Kardinal John Henry Newman mengatakan bahwa syllabus ini tidak mempunyai kekuatan dogmatik dan tidak untuk dilihat bagian perbagian, tetapi secara umum dalam keseluruhan. Dokumen ini harus diterima dengan ketaatan, walaupun tidak setingkat dengan ketaatan iman terhadap dogma yang bersifat infallible. Mengapa? Karena ada sebagian dari pernyataan- pernyataan tersebut yang dibuat dalam konteks Gereja di Eropa dan Amerika, seperti disebutkan sendiri oleh Paus di akhir dokumen tersebut, sehingga tidak semuanya ditujukan kepada seluruh Gereja universal. Di samping itu, daftar syllabus ini memperlihatkan daftar pernyataan yang memang masih memerlukan penjelasan selanjutnya, sehingga Paus IX menyebutkan bahwa pernyataan- pernyataan tersebut seumpama “daging mentah yang masih perlu diolah.” Sedangkan dalam pernyataan dogma, tidak ada lagi yang perlu diolah, sebab sudah disampaikan dengan jelas dan definitif.

Memang ada banyak kesalahpahaman yang timbul seiring dengan dikeluarkannya dokumen ini, namun menurut pengetahuan saya, Konsili Vatikan II tidak membatalkan apa yang disampaikan dalam Syllabus ini. Syllabus of Error ini dengan jelas menentang paham pantheism, modernism, liberalism, rationalism, socialism, indifferentism, dst., dan ini tidak dibatalkan oleh Gaudium et Spes.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org

3 COMMENTS

  1. Dear Katolisitas

    Pada kesempatan ini saya hendak bertanya mengenai beberapa hal yang kurang begitu saya mengerti;

    1. Kita mengetahui bahwa doktrin atau ajaran iman adalah sesuai dengan wahyu Ilahi yang diberitakan kepada manusia dan mencapai kepenuhannya dalam misteri Kristus dan diserahkan kepada Gereja hingga akhir jaman melalui para penjaga iman, Magisterium serta tahta Apostolik yang tak berkesudahan hingga akhir jaman. Apakah fungsi ilmu teologi adalah untuk menjelaskan arti pewahyuan dan doktrin iman agar dapat dicapai oleh seluruh manusia agar memahaminya? Apakah peranan sesungguhnya dari teologi? Benarkah jika teologi dapat didefinisikan sebagai usaha akal budi manusia untuk merasionalisasi doktrin sehingga dapat diterima dan dipahami oleh manusia di segala jaman?

    [Dari Katolisitas: ……kami edit. Pertanyaan selengkapnya dan jawaban kami telah tertera di atas, silakan klik]
    Salam dan doa
    Albert

    • Shalom Bu Inggrid,
      Ada hamba Tuhan berpendapat teologi = tolologi […maaf rada kasar] karena terlalu banyak dogma, aturan2 yang membuat kita spertinya diatur untuk dapat mengenal Kristus lebih dalam .
      Memang baik ada teologi sbg dasar-dasar iman supaya kita bisa mengerti apa dan bagaimana iman katolik, arti Ekaristi, perayaan hari besar, santo-santa, Maria juga sakramen2 dll. Tetapi seharusnya kita bisa lebih mengenal Kristus lewat pengalaman pribadi kita masing2 . Saya ingin tahu apakah ada awam katolik yang tahu banyak tentang magestarium, ensiklik , lumen gentium dll [maaf kalau nulisnya salah]

      • Shalom Budi Yoga Pramono,

        Terima kasih atas tanggapannya tentang peran teologi. Kalau ada seseorang yang mengatakan bahwa teologi adalah tidak berguna, bahkan dikatakan bahwa teologi diplesetkan menjadi tolologi, maka orang tersebut tidaklah mengerti apa yang menjadi esensi dari teologi. Dalam teologi, kita mencoba memahami misteri iman dengan lebih baik. Tanpa teologi, kita hanya dapat menerima iman kita tanpa dasar yang kuat. Ibaratnya adalah seperti orang yang mengenal aturan lalu lintas tanpa tahu apa alasan dibaliknya. Seseorang dapat saja berhenti ketika lampu lalu lintas menunjukkan tanda merah. Namun, orang yang mengerti alasan di baliknya, akan berhenti dengan sadar dan bergembira, karena menyadari bahwa kalau dia jalan terus dapat membahayakan keselamatan diri sendiri dan banyak orang. Demikian juga dengan teologi, yang dapat membantu menjelaskan misteri iman, sehingga seseorang dapat lebih beriman dan beriman dengan lebih mendalam dan mengimani dengan damai dan gembira. Dengan teologi yang benar, maka kita akan lebih mengetahui dan mengasihi iman kita, dan sebagai akibatnya, kita akan dapat menjelaskan lebih baik tentang iman kita kepada orang lain.

        Jadi, mengetahui dan mengasihi iman adalah dua hal yang saling berhubungan. Kita tidak dapat mengasihi tanpa mengetahui terlebih dahulu. Sebaliknya kalau kita mengasihi, maka kita ingin mengetahui lebih lanjut. Dan proses ini akan terus berjalan timbal balik. Jadi, mari dapat kapasitas kita masing-masing, kita mencoba untuk mengasihi Allah dengan mengetahui dan mengasihi iman Katolik. Semoga penjelasan ini dapat membantu.

        Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
        stef – katolisitas.org

Comments are closed.