Pertanyaan:

Who was Cain’s wife? Was Cain’s wife his sister?”
Answer: The Bible does not specifically say who Cain’s wife was. The only possible answer was that Cain’s wife was his sister or niece or great-niece, etc. The Bible does not say how old Cain was when he killed Abel (Genesis 4:8). Since they were both farmers, they were likely both full-grown adults, possibly with families of their own. Adam and Eve surely had given birth to more children than just Cain and Abel at the time Abel was killed. They definitely had many more children later (Genesis 5:4). The fact that Cain was scared for his own life after he killed Abel (Genesis 4:14) indicates that there were likely many other children and perhaps even grandchildren of Adam and Eve already living at that time. Cain’s
wife (Genesis 4:17) was a daughter or granddaughter of Adam and Eve.
Since Adam and Eve were the first (and only) human beings, their children would have no other choice than to intermarry. God did not forbid inter-family marriage until much later when there were enough people to make intermarriage unnecessary (Leviticus 18:6-18). The reason that incest today often results in genetic abnormalities is that when two people of
similar genetics (i.e., a brother and sister) have children together, there is a high risk of their recessive characteristics becoming dominant. When people from different families have children, it is highly unlikely that both parents will carry the same recessive traits. The human genetic code has become increasingly “polluted” over the centuries as genetic defects are multiplied, amplified, and passed down from generation to generation. Adam and Eve did not have any genetic defects, and that enabled them and the first few generations of their descendants to have a far greater quality of health than we do now. Adam and Eve’s children had few, if any, genetic defects. As a result, it was safe for them to intermarry.

Haryadi

Jawaban:

Shalom Haryadi,

Saya tidak mengetahui maksud Haryadi mengirimkan tulisan di atas, namun saya menduga anda bertanya tanggapan saya atas pernyataan di atas.

1. Ya, Gereja Katolik Gereja Katolik mengajarkan, berdasarkan Kitab Suci bahwa seluruh umat manusia diturunkan dari Adam dan Hawa, berdasarkan Rom 5:15, ” Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus.” Atas dasar ayat ini, Paus Pius mengajarkan,”Magisterium Gereja Katolik mengajarkan tentang dosa asal, yang berasal dari dosa yang dilakukan oleh seorang Adam [manusia pertama], dan yang diturunkan kepada semua orang….” (Paus Pius XII, Humani Generis 37). Maka, Gereja Katolik mengajarkan monogenism dan menolak polygenism sebab kita percaya bahwa semua manusia diturunkan dari sepasang manusia pertama, yaitu Adam dan Hawa.

2. Oleh karena itu, konsekuensinya, maka memang pada masa awal, terjadi ‘intermarry‘/ perkawinan sesama saudara atau incest. Dalam hal ini Kain menikahi saudara perempuannya sendiri, sebab dikatakan Adam mempunyai anak- anak laki-laki dan perempuan, selain, Kain, Habel dan Set. (lih. Kej 5:4) Walaupun memang kemudian, setelah jumlah manusia sudah mulai banyak, perkawinan sesama saudara tersebut dilarang oleh Tuhan (Im 18:6-18), demi kebaikan manusia itu sendiri. Ilmu pengetahuan pada saat ini menyatakan alasannya mengapa hal tersebut dapat menimbulkan/ mempunyai resiko besar akan ketidaknormalan pada keturunan pasangan dari perkawinan antar saudara tersebut.

Saya tidak mendalami ilmu genetika, namun kelihatannya, pernyataan yang mengatakan bahwa kode genetik manusia dapat mengalami “defect” yang dapat bertambah besar sehubungan dengan regenerasi manusia, adalah sangat masuk akal. Maka jika pada generasi pertama-tama, efek resesif sangat minimal namun semakin ke bawah generasinya, efek ini makin besar. Oleh sebab itu Allah akhirnya melarang incest ini.

3. Berdasarkan firman Tuhan ini, maka dalam Kitab Hukum Kanonik, Gereja Katolik memang tidak memperbolehkan pernikahan sesama saudara kandung, dalam segaris keturunan ataupun sesama saudara dalam garis kolateral/ menyamping sampai dan termasuk tingkat ke empat. Termasuk garis kolateral tingkat ke-empat ini adalah sesama kakak/ adik, saudara sepupu ataupun pernikahan dengan paman/ bibi atau keponakan.

Kan. 1091 – § 1. Tidak sahlah perkawinan antara mereka semua yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah, baik yang sah maupun yang natural.
§ 2. Dalam garis keturunan menyamping, perkawinan tidak sah sampai dengan tingkat keempat.
§ 3. Halangan hubungan darah tidak dilipatgandakan.
§ 4. Perkawinan tidak pernah diizinkan, jika ada keraguan apakah pihak-pihak yang bersangkutan masih berhubungan darah dalam salah satu garis lurus atau dalam garis menyamping tingkat kedua.

Demikian tanggapan saya tentang tulisan anda, semoga berguna.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org

67 COMMENTS

  1. Ibu Inggrid yang terhormat, perkenankan saya mau bertanya seputar pernikahan, apakah boleh jika anak kakak saya no1 menikah dengan anak kakak saya no4, kami berada di jawa tengah, dan di daerah yang kecil dan mengingat kakak semuanya adalah tokoh gereja sebenarnya sudah dilarang oleh keluarga tapi kok akhir2ini orang tua mereka ko lembek. Terima kasih Berkah Dalem

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca artikel di atas, silakan klik, dan Tanya Jawab di bawahnya. Menurut Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik, perkawinan antar sepupu tidak dibenarkan. Karena ketentuannya jelas dalam KHK 1091:
    Kan. 1091 – § 2. Dalam garis keturunan menyamping, perkawinan tidak sah sampai dengan tingkat keempat.
    Nah, perkawinan sesama saudara sepupu, baik dari pihak ayah atau dari pihak ibu, itu termasuk dalam garis keturunan menyimpang tingkat empat, jadi tidak diperbolehkan.]

  2. saya mohon penjelasannya bu…
    apakah saya boleh menikah dengan keponakan dari kakak ipar (suami kakak kandung saya), karna saya sudah 2 tahun menjalani hubungan pacaran dan kami ingin menikah, tapi kami tidak direstui dengan alasan hubungan keluarga terlalu dekat.
    terima kasih.

    • Shalom Agnes,

      Jika dilihat dari diagramnya, maka Anda dapat menikah dengannya, sebab hubungan keluarga antara Anda dengan calon pasangan Anda telah melewati garis ke-4 menyamping. Dari diagram terlihat bahwa jumlah ruas garisnya adalah 5, melewati batas minimal persyaratannya yaitu 4.

      (Orang tua Pasangan Anda)  P                A  (Orang tua Anda)
                                               /   \             /   \
                                             Q     R   +   B      C (Anda)
                                              |
                  (Pasangan Anda)  S

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  3. Shalom Ibu ..

    Ayah saya menikah lagi. Saya jatuh cinta kepada keponakan ibu tiri saya?
    Apakah kami diperbolehkan menikah? Banyak pihak mengatakan tidak apa-apa karena kami berdua sama sekali tidak memiliki hubungan darah.
    Bagaimana secara gerejawi?
    Trima kasih.

    • Mariana yth,

      Secara gerejawi, meskipun ibu tiri, masih ada hubungan darah. Harus meminta dispensasi dari hubungan darah. Karena keponakan ibu tiri masuk ke dalam hitungan keponakan dari ibu kandung anda.

      salam
      Rm Wanta

  4. Saya ingin tanya,bu..maksudnya hingga sampai keturunan ke empat itu bagaimana hitungannya??
    Saat ini, saya sedang berhubungan dengan saudara satu buyut..Maksudnya saya dan pasangan saya merupakan saudara satu buyut.Hanya saja kakek pasangan saya adalah kakak dari kakek saya.Apakah nantinya kami boleh menikah??

    Mohon tanggapannya..Terima kasih

    • Shalom Hana,

      Pertanyaan serupa sudah sering ditanyakan. Cara menghitungnya adalah Anda menjumlah ruas garis yang menghubungkan garis keturunan Anda sampai kepada kakek buyut dan juga ruas garis yang menghubungkan garis keturunan calon Anda sampai ke kakek buyut. Pada kasus anda jumlah ruas garisnya adalah 6. Maka diperbolehkan/ tidak ada halangan, menurut hukum kanonik Gereja Katolik.

      D (kakek buyut Anda)
      / \
      C (Kakek Anda) E (kakak kakek Anda= kakek pasangan Anda)
      / \
      B (ortu Anda) F (ortu pasangan Anda)
      / \
      A (Anda) G (pasangan Anda)

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Wahyu Yth

      Kan 1091, paragraf 2 dari sumber KHK 1917, kan 1076, paragraf 2 dan ajaran St Thomas Aquino Suppl. 54, 3c yang menyatakan bahwa perkawinan pada dasarnya adalah pilihan bebas dari seseorang untuk membangun kehidupan perkawinan, membentuk keluarga baru dengan persahabatan yang baru (bukan membangun persahabatan ke dalam keluarga besar sebab terbangun dari dalam sejak hubungan darah dan kekeluargaan lahir).

      salam
      Rm Wanta

      • yang saya maksudkan, kenapa bukan 1 atau 2 atau 3 atau lebih dari 4? Saya hanya penasaran alasan dibalik 4 nya itu.

        • Shalom Wahyu,

          Saya mengacu kepada buku penjelasan Kitab Hukum Kanonik, The Code of Canon Law: A Text and Commentary, yang dikeluarkan oleh The Canon Law Society of America, ed. James A Coriden, Thomas J. Green dan Donald E. Heintschel, tentang kanon yang Anda tanyakan sehubungan dengan Konsanguinitas sampai tingkat keempat menyamping. 

          Dikatakan di sana bahwa, “Larangan terhadap perkawinan antara saudara yang berhubungan darah, telah ada sejak zaman primitif, meskipun tingkatan larangannya berbeda-beda. Larangan hukum dan budaya tersebut pada dasarnya didasari atas paham tabunya perkawinan incest. Masyarakat umumnya menolak hubungan seksual antar saudara, dan menganggapnya sebagai penyimpangan. Hubungan perkawinan antara orang-orang yang masih mempunyai hubungan kerabat dapat secara sosial diterima, kalau hubungan kerabat itu telah semakin jauh tingkatannya. Hubungan perkawinan antara kerabat dekat secara umum dianggap dapat memberikan akibat negatif secara genetik. Tambahan lagi, hubungan tersebut mempunyai tendensi merusak kesatuan keluarga….

          Derajat konsanguinitas ditentukan menurut sistem Romawi yang digunakan dalam mayoritas sistem hukum sipil….”

          Maka nampaknya patokan 4 itu adalah penetapan berdasarkan prinsip hukum secara umum. Tingkat satu dan dua jelas tidak mungkin, karena masih terlalu dekat (hubungan antar orang tua dan anak, atau hubungan antara kakek/ nenek dengan cucu). Hubungan tingkat tiga antara paman/ tante dengan kemenakan juga dianggap masih terlalu dekat, demikian juga hubungan sepupu. Namun jika sudah lebih daripada itu, dianggap secara umum relatif telah jauh dan dapat diterima secara sosial, dan memperkecil resiko penyimpangan genetik pada keturunannya.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- katolisitas.org

          • Apakah ada landasan pengajarannya dari Bapa Gereja? kalau tidak ada, sebelum ditetapkan sejauh 4, bagaimana aturannya?

          • Shalom Wahyu,

            Silakan Anda membaca sekilas tentang asal usul pelarangan sehubungan dengan hal konsangunitas (aspek hubungan darah dalam perkawinan), di link ini, silakan klik.

            Sejak abad-abad awal Gereja menerima derajat konsangunitas yang ditetapkan oleh Negara, sebagai halangan bagi suatu perkawinan, dalam hal ini sebagaimana ditentukan oleh pemerintah Romawi. Adapun alasan ini berhubungan dengan naluri kodrat manusia yang semakin tajam dan keinginan untuk melindungi keluarga dari bahaya kerusakan keeratan hubungan yang dekat. 

            St. Ambrosius (Ep. lx in P.L., XVI, 1185) dan St. Agustinus (City of God XV.16) menyetujui hukum ketentuan dari Kaisar Theodosius (tahun 384) yang melarang perkawinan antar saudara sepupu. Hukum ini kemudian dipertahankan oleh Gereja Katolik, dalam KHK 1983.

            Silakan Anda membaca link di atas, jika tertarik dengan topik ini. Mohon maaf saya tidak dapat menerjemahkannya untuk Anda, karena masih banyaknya pertanyaan yang lain.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- katolisitas.org

  5. Salam…..Saya mau bertanya, Apakah dalam gereja katolik pernikahan ” Pariban ‘ Itu di setujui? mohon penjelasannya. terimakasih

    [Dari Katolisitas:Tentang Perkawinan dalam satu marga, telah pernah dijawab oleh Romo Wanta, di sini, silakan klik. Yang dilarang oleh Hukum Gereja, adalah perkawinan sesama saudara yang melibatkan garis keturunan menyamping sampai tingkat keempat (KHK kan. 1091, § 2). Sedangkan untuk menghitungnya, silakan klik di sini].

  6. Dear Tim Katolisitas,

    Saya ingin tahu lebih jauh mengenai halangan dalam pernikahan Gereja Katolik yaitu kanon 1091. Seperti apa yang dimaksud dengan hubungan darah menyamping sampai tingkat keempat.
    Terima kasih.

    Salam Damai,
    Agnes

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca jawaban kami di sini, silakan klik]

  7. syaloom…

    pertanyaan ini sebenarnya sudah lama mengganjal dlm diri saya.
    Tp saya tdk pernah menemukan jawabannya.
    saya hanya ingin tahu “siapakah wanita yg dipersunting oleh Kain (anak Adam dan Hawa”?

    Trims. GBU…

    [Dari Katolisitas: Silakan membaca jawaban di atas, silakan klik]

  8. Ibu Ingrid, saya ingin bertanya, apakah boleh seorang anak menikah dengan sepupu ayahnya? Apakah di Katholik mengenal hukum marga? Di mana pasangan semarga tidak boleh menikah, walaupun sudah tingkat 5? Terimakasih. Mohon balasannya

    • Shalom Marissa,

      Menurut Kitab Hukum Kanonik, seperti disebutkan di atas, yang tidak diperkenankan adalah perkawinan yang melibatkan garis keturunan menyamping sampai tingkat ke-empat (kan. 1091, § 2). Jadi perkawinan antara seseorang dengan saudara sepupu ayah sesungguhnya masih diperkenankan, karena melibatkan garis keturunan menyamping tingkat kelima. Cara menghitungnya:

      A anak dari B (ayah), dan B anak dari C (kakek/nenek). C adalah anak dari D (kakek/nenek buyut). Nah D ini, selain punya anak C juga punya anak E, dan E ini mempunyai anak F, yang menjadi sepupu B (yang adalah ayah dari A). Sekarang sambungkan garis yang menghubungkannya: AB, BC, CD, DE, EF (garis keturunan tersebut bertemu di D yaitu yang adalah kakek/ nenek buyut bagi A, dan kakek/nenek bagi F.

      Sepengetahuan saya, ketentuan yang mengatur hubungan perkawinan yang melibatkan hubungan saudara/ kerabat adalah yang tercantum dalam Kitab Hukum Kanonik sebagaimana tercantum di atas. Hubungan darah yang juga dilarang (selain garis keturunan menyamping) adalah hubungan garis keturunan dalam satu garus lurus, misalnya anak dengan orang tua, termasuk dengan ayah angkat/ ibu angkat, atau anak dengan kakek/ nenek.

      Jadi jika ingin tahu apakah suatu hubungan diperkenankan atau tidak silakan menggambarkan silsilahnya, dan temukan titik temu antara pasangan itu (entah di kakek/ nenek, atau buyut, dst) dan hitunglah jumlah ruas garis yang menghubungkan antara pasangan. Jika kurang dari empat atau sama dengan empat, berarti hubungan tersebut tidak diperkenankan menurut KHK, sedangkan jika lebih dari empat, diperkenankan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

    • Marissa yth,

      Menambahkan jawaban yang sudah diberikan Ingrid, di hukum Gereja Katolik tidak dikenal hukum marga, melainkan pernikahan di antara hubungan darah sampai lapis keempat atau sepupu dilarang (bdk Kan.1091). Hukum adat menjadi salah satu hukum yang patut dipatuhi, mengingat perkawinan adalah suatu pengesahan sosial dimana publik ikut memberikan persetujuan. Maka sebaiknya jika hukum adat melarang, jangan dilanggar, sebaiknya mencari pasangan yang sungguh bebas dari aturan adat.

      salam
      Rm Wanta

      [dari Katolisitas: sebaiknya jawaban Romo Wanta yang lebih diperhatikan, sebab walau menurut KHK hal perkawinan sesama marga tidak diatur, namun karena perkawinan menyangkut persetujuan publik, maka hukum marga patut dipatuhi, seperti yg dijelaskan oleh Romo Wanta.]

  9. Bu Inggrid dan pak Stef saya ingin bertanya kebetulan teman saya banyak yg berasal dari suku Batak yang secara adat istiadat sangat memegang teguh prinsip patriarchal yang sering dikenal dengan Marga.
    Contoh kasus bila ada seseorang bermarga X ingin/bahkan menikah dengan seseorang yang bermarga X juga tentu secara moral adat itu dianggap salah ataupun sangat dilarang walaupun mereka berdua tidak memiliki hubungan darah secara langsung dari kakek namun hanya dari nenek moyang saja yang tentunya secara garis keturunan ini bahkan sudah lebih dari garis keturunan tingkat lima ke atas dan ke bawah. Namun melihat kasus di atas tentu saja secara Katolik dibenarkan secara hukum tetapi bila dilihat dari hukum adat dan moral masyarakat setempat ini di sebut dengan “penyimpangan”. Nah apakah Gereja Katolik memperbolehkan seseorang jika memiliki marga yang sama tersebut untuk menikah di gereja Katolik yang berada di lingkungan adat istiadat masyarakat Batak tersebut? (katakan saja mereka berdua ialah Katolik) dilihat dari fakta Banyak juga suku Batak yang Katolik

    • Berto Yth

      Hukum adat harus dihormati sebagai sebuah aturan masyarakat yang mengikat secara sosial dan demi menjaga keharmonisan dalam keluarga yang dibangun, meskipun di dalam KHK hukum Gereja, hukum adat tidak bisa bertentangan dengan hukum Kanonik. Karena itu hukum adat sebagai suatu kebiasaan yang tidak bertentangan dengan Hukum Kanonik, tetap berlaku. Perkawinan semarga asalkan tidak ada hubungan darah sampai lapisan ke empat, dapat saja diakui dan sah secara kanonik. Baca Kan 5 KHK 1983 yang menyatakan bahwa kebiasaan yang baik di luar KHK tetap berlaku asalkan tidak saling bertentangan dengan hukum Gereja.

      salam
      Rm Wanta

  10. shallom,

    Saya mencintai laki2 yang masih memiliki hubungan saudara. Kita berdua memiliki hubungan misanan. Struktur turunan kita seperti ini : ayah saya bersaudara misanan dengan ibunya, kakek saya saudara sepupu dengan neneknya, lalu nenek buyut saya saudara kandung dengan nenek buyutnya. Bagaimana ini apakah ini termasuk dalam hubungan yg menyimpang ?? Dan apakah saya diperbolehkan menjalin hubungan dengan dia ?

    • Shalom Debby,
      Terus terang, saya kurang paham dengan apa yang disebut hubungan misanan, apakah sepupu langsung? Namun nampaknya dari keterangan anda tidak sepupu langsung, jika ayah anda adalah sepupu ibu dari laki-laki tersebut. Jika yang sepupu adalah ayah anda dan ibunya, maka hubungan anda dengan dia tidak melanggar persyaratan yang ditentukan oleh KHK, sebab hubungan keturunan menyamping dalam kasus anda ada di tingkat ke-6.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  11. Salam Kasih…
    Ibu Ingrid, saya ingin bertanya mengenai perkawinan antar paman dan keponakan. Saya memiliki hubungan dengan anak dari adik kandung kakek saya ato dengan kata lain saya jatuh cinta dengan sepupu ayah saya ato paman saya sendiri…. Apakah ini termasuk dalam hubungan yang menyimpang????
    Mohon bantuannya….
    Terima kasih

    • Shalom Clary,

      Hubungan anda dengan sepupu ayah anda termasuk hubungan dalam garis keturunan menyamping dengan tingkat ke-lima, sehingga sudah di luar ketentuan yang disyaratkan dalam KHK kan. 1091- § 2.

      Cara menghitungnya adalah sbb:

      Andaikan anda adalah A; ayah anda adalah B, yang adalah anak dari kakek anda yang adalah C, dan kakek anda adalah anak dari kakek buyut anda yaitu D. Selain punya anak C (yaitu kakek anda), kakek buyut anda (D) juga punya anak E (adik dari kakek anda), dan adik kakek anda ini punya anak yaitu F, yang menjalin hubungan dengan anda.

      Mari menghitung garis keturunan yang menghubungkan anda dengan sepupu ayah tersebut: AB, BC, CD, DE, EF, ada lima garis, sehingga sudah di luar ketentuan minimum yang disyaratkan KHK (Dapat dilihat di sini garis hubungan darah (saudara) bertemu di D, yaitu kakek buyut anda). Dengan demikian anda dapat menikah dengan sepupu ayah anda tersebut, dan tidak ada halangan menikah dari segi hubungan darah.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Dear Bu Inggrid,

        Jika yang sama adalah nenek buyut (bukan kakek buyut). Alias D adalah wanita (yang poliandri maupun kawin lagi karena suami meninggal). Apakah A dan F boleh menikah?

        Mohon dijawab.

        Terima kasih. GBU.

        [Dari Katolisitas: Mohon diperjelas dulu, A itu siapa, dan F itu siapa dalam hubungannya dengan D.]

  12. Mohon penjelasan seputar Perkawinan Dispensasi. Pacar saya seorang Muslim. Pertanyaan saya adl:
    1. Dimanakah prosesi perkawinan itu berlangsung?
    2. Selain Pastor dan wali saya, dari pihak pria nanti siapakah yg harus hadir?
    3. Apakah prosesi perkawinan itu nanti sama dengan perkawinan yg seiman?
    4.Siapakah yang akan mengeluarkan surat nikah?
    5. Saya pernah baca di sebuah Web, di situ di tuliskan bhw Syarat utk bs melakukan perkawinan dispensasi
    adalah bhw keelak jika mempuyai anak maka anak harus ikut Katholik, benarpkah bgt???
    Sekian dulu pertanyaan saya, mohon penjelasaanya dr pengasuh…..

    • Maria Pudji Yth

      Prosesi perkawinan maksudnya apa? Kalau maksudnya adalah perarakan, maka silakan, dari mana saja yang penting masuk ke dalam gereja.
      Pihak pria bisa hadir: orang tua, keluarga dan sahabat-sahabatnya, boleh saja dan tidak dilarang masuk ke gedung gereja meski ada yang tidak mau.
      Sama saja, perkawinan beda agama atau beda Gereja tidak berbeda dengan perkawinan sakramen dalam hal tata cara ibadat/ritus perkawinan Gereja Katolik.
      Surat perkawinan di dalam Gereja Katolik yang mengeluarkan Paroki sedangkan surat perkawinan catatan sipil dikeluarkan oleh pihak kantor Pencatatan sipil (pemerintah).
      Perkawinan campur beda agama atau beda Gereja meminta pihak Katolik untuk membuat perjanjian, salah satunya berusaha sekuat tenaga mendidik anak-anak secara Katolik. Wajar kalau seorang Katolik sebagai orang tua (ibu atau bapak) memiliki kewajiban moral mewariskan iman Katolik pada anak-anak.

      salam
      Rm wanta

  13. Syalom Pak Stefanus,

    Saya ada beberapa pertanyaan yang diajukan oleh anak sel saya, namun saya tidak mau menanggapi secara langsung karena takut berlawanan dengan ajaran Gereja Katolik, mohon tanggapannya :

    1.Apakah Tuhan mengijinkan incest ? Karena kalau Adam & Hawa melahirkan Kain dan Habel, lalu Kain membunuh Habel, dan pada Kejadian 4 : 17 Kain bersetubuh dengan istrinya. Siapakah istri Kain ? kalau ada manusia lain tentunya berarti itu adalah anak dari Adam & Hawa alias saudara kandung Kain sendiri. Apakah berarti Tuhan mengijinkan incest ?

    2.Ketika nabi Nuh dan keluarganya diselamatkan, seluruh makhluk hidup di bumi dibinasakan. Jadi saat Nuh keluar dari bahtera hanya ada : ( Kejadian 6 : 18 )
    *Nuh dan istrinya.
    *Sem dan istrinya.
    *Ham dan istrinya.
    *Yafet dan istrinya.
    Jadi keturunan berikutnya adalah harus dari anaknya Sem menikah dengan anaknya Ham / Yafet. Apakah berarti ini pernikahan antara saudara sepupu dan sudah termasuk Incest ? Apakah ini juga diperbolehkan ?

    3.Pada Kejadian 3 : 22 = Berfirmanlah TUHAN Allah: “Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti SALAH SATU DARI KITA, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya.”
    Apakah definisi SALAH SATU DARI KITA ini kok seperti mitos – mitos yunani ( banyak dewa – dewi namun tunduk pada 1 Tuhan = Zeus ) ? Atau seperti apa pengertian ayat 22 ini ?

    4.Kapan kita menerima Roh Kudus ? Apakah sejak kita diciptakan ( Kejadian 2 : 7 ) atau sejak menerima Sakramen Babtis ?

    5.Tentang karunia Bahasa roh, apakah seseorang yang belum dibabtis bisa berbahasa roh ? Kalau tidak bisa kenapa Santo Cornelius bisa ? Berarti kalau bisa, semua orang siapapun bisa berbahasa roh.

    Mohon bantuan dari Tim Katolisitas, karena hal Ini sedang menjadi perbincangan di dalam anggota sel dan saya tidak ingin memberikan pengajaran berdasarkan hikmat saya sendiri, tapi berdasarkan pengajarah Gereja.

    Terima kasih atas jawabannya, Tuhan Yesus memberkati & Bunda Maria selalu menuntun anda pada putraNYA

    • Shalom Budi Darmawan,

      1. Apakah Tuhan mengizinkan incest/ perkawinan sesama saudara?

      Tuhan tidak mengijinkan incest/ perkawinan sesama saudara, walaupun kita ketahui pada jaman awal penciptaan dunia hal tersebut diijinkan. Penjelasannya, silakan anda membaca artikel di atas, silakan klik.

      2. Perkawinan sesama saudara pada keturunan Nabi Nuh.

      Dengan prinsip di atas, maka perkawinan antara saudara sepupu di kalangan cucu Nabi Nuh nampaknya memang terjadi, dan pada saat itu memang masih dapat dibenarkan. Namun kemudian setelah manusia bertambah banyak, perkawinan sesama saudara ini dilarang oleh Tuhan (lih. Im 18:6-18), demi kebaikan manusia sendiri. 

      3. Kej 3:22

      Ayat Kej 3:22: Berfirmanlah TUHAN Allah: “Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti SALAH SATU DARI KITA, tahu tentang yang baik dan yang jahat; merupakan salah satu teks yang menunjukkan adanya penjelasan tentang Allah Trinitas dalam Perjanjian Lama, seperti halnya yang disebutkan dalam Kej 1:26, Kej 11:7 dan Yes 6:8.

      Ayat- ayat tersebut tidak untuk diartikan bahwa ada banyak Allah atau banyak dewa dewi, sebab “Kita” di sini tidak dimaksudkan untuk menjelaskan para malaikat atau ciptaan yang lain selain Allah itu sendiri. Kej 1:26, mengatakan bahwa “Kita” yang dimaksud adalah Allah Pencipta, – sebab yang menciptakan kita adalah Allah- dan bukan malaikat atau dewa- dewi, sebab Allah sendiri mengatakan bahwa Diri-Nya adalah Satu (lih. Yes 45:5,18,22; Yes 46:9; 1 Raj 8:60; 1 Kor 8:4,6; Gal 3:20). Dengan demikian “Kita” di sini mengacu kepada Pribadi- pribadi Allah dalam Ke-esaan-Nya.

      4. Kapan kita menerima Roh Kudus?

      Kita menerima Roh Kudus sejak kita dibaptis. Saat kita diciptakan, yang dihembuskan oleh Allah adalah jiwa rohani yang memberi hidup kepada tubuh (lih. Kej 2:7); sedangkan tubuh kita terbentuk dari persatuan sel telur ibu dan sel sperma ayah kita. Manusia adalah mahluk rohani, artinya mempunyai jiwa spiritual; dan karenanya manusia memiliki akal budi dan kehendak bebas. Oleh karena itu manusia dikatakan diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, yang juga adalah Roh (Yoh 4:24; 2 Kor 3:5).

      5. Apakah seseorang yang belum dibaptis dapat menerima bahasa roh?

      Kitab Suci mengajarkan bahwa ada kalanya, orang yang belum dibaptis dapat menerima karunia bahasa roh seperti pada kasus Kornelius (Lih Kis 10). Karena, sebelum dibaptis, sesungguhnya Kornelius sudah mempunyai “implicit desire for Baptism” (tentang implicit desire for Baptism dapat dibaca di sini, silakan klik). Artinya,  sebelum menerima Baptisan, Kornelius sudah mempunyai keinginan untuk dibaptis dan mempunyai disposisi hati yang baik untuk menerima Roh Kudus. Hal inilah yang membedakannya dengan orang- orang yang tidak percaya; sebab orang- orang yang tidak percaya atau yang menolak Allah, tidak akan memperoleh manifestasi/ pernyataan Roh Kudus. Sedangkan kepada orang- orang yang berkeinginan tulus dan merindukan Roh Kudus inilah, Tuhan berkenan memberikan manifestasi/ pernyataan karunia Roh Kudus, seperti pada Kornelius yang diberi karunia berdoa dalam bahasa roh, bahkan sebelum ia dibaptis. Di sini terlihat bagaimana Allah dapat melimpahkan rahmat-Nya di luar sakramen- sakramen, walaupun sarana penyampaian rahmat Tuhan yang umum adalah melalui sakramen- sakramen. Tentang hal ini Konsili Vatikan II menjelaskan:

      “Selain itu, tidak hanya melalui sakramen- sakramen dan pelayanan Gereja saja, bahwa Roh Kudus menyucikan dan membimbing Umat Allah dan menghiasinya dengan kebajikan- kebajikan, melainkan, Ia juga “membagi-bagikan” kurnia-kurnia-Nya “kepada masing-masing menurut kehendak-Nya” (1Kor 12:11). Di kalangan umat dari segala lapisan Ia membagi-bagikan rahmat istimewa pula, yang menjadikan mereka cakap dan bersedia untuk menerima pelbagai karya atau tugas, yang berguna untuk membaharui Gereja serta meneruskan pembangunannya, menurut ayat berikut : “Kepada setiap orang dianugerahkan pernyataan Roh demi kepentingan bersama” (1Kor 12:7). Karisma-karisma itu, entah yang amat istimewa, entah yang lebih sederhana dan tersebar lebih luas, hendaknya diterima dengan rasa syukur dan gembira, sebab karunia- karunia tersebut sangat sesuai dan berguna untuk menanggapi kebutuhan-kebutuhan Gereja….” (Lumen Gentium 12)

      Karunia berdoa dalam bahasa roh merupakan salah satu pernyataan/ manifestasi Roh Kudus, yang diberikan untuk membaharui dan membangun Gereja, sebab umumnya karunia bahasa roh tersebut diikuti oleh karunia- karunia lainnya, seperti mendoakan orang lain, melayani jemaat, mengajar dst (lih. 1 Kor 12:28) yang berguna untuk membangun jemaat. Namun karunia Roh Kudus yang menguduskan orang itu sendiri, dan yang memungkinkannya untuk mengambil dalam kehidupan ilahi adalah ketujuh karunia Roh Kudus yang diterima pada saat Pembaptisan, seperti yang disebutkan dalam Yes 11: 1-3, seperti yang telah dijabarkan di artikel ini, silakan klik. Ketujuh/ sapta karunia Roh Kudus dapat kembali dicurahkan/ ditambahkan pada momen- momen tertentu di dalam kehidupan kita, seperti dalam Sakramen Penguatan, pada perayaan hari Pentakosta, dan pada doa- doa pencurahan Roh Kudus.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  14. Dear Bu Inggrid

    Saya mau bertanya, penasaran juga

    Di kitab perjanjian lama (saya lupa ayatnya, di sekitar pentateuch musa kalau tidak salah ayatnya) mengatakan jika saudaramu menikah dan tidak meninggalkan keturunan maka saudara iparnya harus menikah dengan kakak iparnya agar memperoleh keturunan, dan pernyataannya ini juga dibahas oleh orang saduki waktu menanyakan Tuhan Yesus tentang kebangkitan.

    Yang menjadi pertanyaan saya, mengapa hal ini tidak relevan lagi dalam sudut pandang agama katholik(menikah dengan kakak ipar yang kakak kandungnya tidak meninggalkan keturunan)?

    Apakah Yesus sudah menegaskan dengan firmanNya tentang masalah ini sehingga masalah perkawinan dengan kakak ipar yang tidak meninggalkan keturunan tidak perlu dilakukan oleh adik ipar? karena yang ditanyakan orang Saduki adalah tetang kebangkitan.

    Mohon penjelasannya ya, terima kasih.

    • Shalom Ben,

      Pertama- tama, harus diterima terlebih dahulu bahwa Kristus datang untuk menggenapi hukum Taurat dan menyempurnakannya. Menikahi saudara ipar (istri kakak), jika kakaknya meninggal dan tidak meninggalkan keturunan merupakan hukum yudisial (judicial law) yang diperbaharui dan diserahkan oleh Kristus kepada kebijaksanaan Gereja-Nya. Tentang apa itu hukum yudisial, silakan klik di sini. Tentang Yesus menyerahkan kuasa mengikat dan melepaskan dalam artian menetapkan hukum/ peraturan bagi jemaat, itu dilandasi ayat Mat 16:19 dan Mat 18:18.

      Selanjutnya, Gereja Katolik melalui Kitab Hukum Kanonik menentukan bahwa pernikahan yang sah tidak boleh dilakukan antara saudara/ konsanguinitas menyimpang sampai tingkat ke-empat (lih. KHK kan. 1091) dan tidak boleh ada hubungan adopsi (misal ayah tiri menikahi anak tirinya; kakak menikahi adik tirinya, lih. KHK kan. 1094) karena adopsi yang sah menjadikan mereka terikat hubungan kekeluargaan secara langsung. Nah, jika adopsi secara hukum saja dianggap sebagai ikatan kekeluargaan yang sah, apalagi hubungan saudara karena perkawinan. Dengan kata lain, kakak ipar harus diterima sebagaimana kakak kandung, dan adik ipar sebagaimana adik kandung. Dengan demikian, sebagaimana perkawinan antar saudara kandung dilarang oleh Gereja, demikian pula perkawinan antar saudara ipar.

      Untuk menanggapi pertanyaan orang Saduki tentang kebangkitan, Tuhan Yesus sendiri menegaskan bahwa tidaklah penting bahwa sang wanita itu pernah menikah berapa kali untuk menentukan siapakah suaminya pada saat kebangkitan. Sebab pada saat kebangkitan itu orang tidak kawin dan dikawinkan (Mat 22:30). Dengan perkataan lain, di surga nanti tidak ada lagi perkawinan seperti dalam pengertian perkawinan di dunia ini, sebab semua orang beriman akan disatukan dengan Kristus, dan persatuan inilah yang mempersatukan kita dengan sesama kita.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

       

  15. sallom rm wanta
    maaf sebelumnya,,,,,,saya mau tanya ni,,,,ada pasangan yang sudah menikah sah di gereja katolik
    pernikahan mareka di jodohkan ortu mareka ( A dan B ),,setahun kemudian pisah ranjang,,,,lalu si laki – laki (A)kawin lagi dengan perempuan pilihannya,,,lalu perempuan(B) juga kawin lagi dengan laki-laki lain,,,,kira – kira 38 tahun laki dari perempuan(B) itu meninggal,,,,apakah (A) sudah bisa menikah/pemberkatan di gereja katolik,,,,bagaimana pandangan menurut gereja katolik atas soal ini?

    • Bernardus yth

      Ikatan perkawinan putus oleh kematian salah satu diantara pasangan itu. Contoh anda A dan B masih hidup jadi ikatan masih ada. A tetap tidak bisa menikah secara Katolik karena ikatan masih ada. Kalau B meninggal maka A bisa menikah lagi di Gereja Katolik. Harap jelas dan maklum.

      salam
      Rm Wanta

  16. salam damai Kristus

    saya mau menanyakan saya jatuh cinta sama keponakan dari ibu tiri saya (sepupu saya) jika nanti saya menikah bertentangan tidak secara katolik karna status saya tidak ada hubungan darah dengan sepupu saya bisa dikatakan menjadi sodara hasil dari pernikahan bapak kandung saya dgn ibu tiri saya,saya sudah bilang kpd keluarga saya mereka bilang tidak masalah kalo saya cinta dgn keponakan dari ibu tiri saya.
    mohon penjelasan sedetil mungkin,trima kasih dan salam damai kristus

    • Roy Yth

      Secara hukum anda masih memiliki hubungan darah karena ikatan perkawinan maka ada halangan. Dalam kitab hukum kanonik 1983 kan 1091 pargraph ke 1 dan 2 yang menyatakan: tidak sahlah perkawinan antara mereka yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah baik yang sah maupun yang natural. Dalam garis keturunan menyamping perkawinan tidak sah sampai dengan tingkat keempat. Dari sisi biologis masih ada hubungan darah tidaklah bagus bagi keturunan. Semoga mendapat perhatian, karena itu mencarilah kekasih yang bukan keluarga atau ada hubungan keluarga.

      salam
      Rm Wanta

  17. aku mau tanya kak.,
    gini kak, suami kakak kandung ibu aku itu mempunyai adik yg sudah memiliki anak, dan aku mnyukai anak dari adik suami kakak kandung ibu aku…
    Apakah itu dosa ?
    Mhon di jwab…

    Thx k’ sblumnya.,

    • Shalom Rocky,
      Tidak apa- apa Rocky, jika anda menikah dengan anak dari adik suami kakak kandung ibu anda, itu diperbolehkan. Sebab menurut Hukum Kanonik Gereja Katolik yang dilarang adalah pernikahan antar saudara, yaitu yang menyangkut garis lurus (seperti orang tua dengan anak, termasuk jika itu anak angkat, atau nenek dengan cucu atau kakek dengan cucu) dan pernikahan garis menyimpang sampai tingkat ke-4, seperti pernikahan antara saudara sepupu, atau seseorang menikah dengan paman/ bibinya.
      Sedangkan untuk kasus anda itu bukan hubungan darah yang dekat lagi karena hubungan saudara yang ada dalam kasus anda adalah akibat perkawinan, dalam hal ini perkawinan kakak kandung ibu dengan suaminya.

      Jika anda ingin mengetahui cara menghitung hubungan kolateral menyimpang tersebut sudah pernah saya jelaskan di sini, silakan klik.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • makasih yah kak…
        Brarti jka aku mencintainya brarti tdk dosa dong kak?

        [Dari Katolisitas: Ya, anda tidak dosa jika mencintainya. Lagipula secara umum, mencintai adalah suatu tindakan yang baik, dan bahkan merupakan perintah Allah. Selanjutnya, memang perlu diketahui bahwa mencintai di sini maksudnya adalah menginginkan yang terbaik bagi orang yang dicintai, sehingga fokusnya adalah orang yang dicintai, bukannya diri kita yang mencintai. Dengan fokus kepada orang yang dicintai, maka kasih dapat diarahkan menjadi kasih yang murni, yang tidak egois, demi menyenangkan diri sendiri. Selamat belajar mengasihi dengan tulus, dengan bantuan rahmat Tuhan].

  18. Syalom katolisitas…
    Saya ingin bertanya lebih jelas tentang hubungan semenda derajat empat? apakah bisa diberikan contoh nyata? apakah sepupu tiga kali (cucu dari sepupu kakek) termasuk di dalam hubungan semenda yang tidak diizinkan untuk menikah dalam Gereja Katolik menurut KHK? Dimana saya bisa membaca jawaban atas pertanyaan ini? apakah melalui email atau melalui situs ini? Terima kasih sebelumnya, Tuhan memberkati

    • Shalom Eri,
      Ya menurut KHK, perkawinan antara sesama saudara, yaitu dalam garis keturunan menyamping sampai dengan tingkat empat, tidak sah (lihat KHK 1091- § 2). Cara menghitung garis menyimpang ini sudah pernah saya tuliskan di sini, silakan klik
      Namun jika menikah dengan cucu dari sepupu kakek itu ada dalam garis keturunan menyamping tingkat 8, sehingga itu diperbolehkan. Cara menghitungnya sekilas demikian:
      Misal, anda (A), orang tua anda (B), kakek anda (C), maka orang tua kakek anda (D) dan kakek dari kakek anda (E). Nah penghitungan ini berasal dari E, karena yang menghubungkan anda dengan cucu dari sepupu kakek anda adalah kakek dari kakek anda (E) ini, yang selain mempunyai anak D juga adalah F yang adalah orang tua dari sepupu kakek anda (G). Sepupu kakek anda mempunyai anak (H) dan kemudian H ini mempunyai anak (I). Nah I ini adalah cucu sepupu kakek anda, yang akan menikah dengan anda. Maka sekarang hubungkanlah antara A, dan B, dengan garis penghubung, demikian pula B dan C, dan seterusnya sampai I:
      A – B – C – D – E – F – G – H – I
      Kemudian hitung jumlah garis penghubung itu, terdapat 8 buah. Artinya ini hubungan garis keturunan menyamping tingkat 8, dan sudah di luar batas yang disyaratkan dalam KHK, jadi tidak merupakan halangan bagi pernikahan.
      Semoga menjadi lebih jelas bagi anda.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

      • Terima Kasih atas jawabannya Bu Ingrid. Tuhan memberkati selalu. Semangat buat kru katolisitas.

  19. Shalom Ibu Inggrid dan Romo Wanta

    Saya Febe umur 24 thn ingin bertanya, apakah diizinkan jika saya menikah dengan kekasih saya yg masih ada hubungan saudara?? Hubungan saudara yg saya maksud adalah kakek dari kekasih saya adalah adik dari kakek ibu saya. Dengan kata lain kakek kekasih saya bersaudara kandung dengan kakek ibu saya (kakak beradik). Apakah hubungan kami tersebut bs dikategorikan sebagai incest? Apakah jika kami menikah ada kemungkinan anak2 kami lahir dgn kekurangan fisik atau mental? Mohon penjelasannya yah..saya sangat kuatir dan bingung. Terima kasih.Tuhan memberkati

    • Shalom Febe,
      Hubungan anda dengan kekasih anda tidak tergolong incest, walaupun masih ada hubungan kekerabatan. Sebab yang dilarang dalam perkawinan Katolik adalah hubungan konsanguinitas menyimpang sampai tingkat ke-4, sedangkan kasus anda adalah konsanguinitas menyimpang tingkat 7.
      Jadi pernikahan anda tidak dilarang oleh Gereja Katolik, dan semoga juga tidak mengandung resiko kemungkinan kekurangan fisik atau mental pada keturunan anda, seperti resiko perkawinan antar saudara dekat.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- katolisitas.org

  20. Shalom…
    maav sbelumnya klo pertanyaan saya ini bodoh,krna memang saya masih bingung dgn mslah ini…
    disin jika saya menikah dengan anak om saya ( kakak dari ayah saya ) bagaimana hukumnya.??
    dan bila dipaksakan menikah bagaimna nantinya pada anak.???
    terima kasih…
    mohon ditanggapi…

    • Ezha Yth

      Secara kanonis memang melanggar hukum di mana halangan utama pada hubungan darah karena menikah dengan sepupu masih dalam lingkaran hubungan darah menyamping tingkat keempat. Apa lagi kalau dipaksakan itu bertentangan dengan unsur konstitutif dalam consensus: bebas, sadar, tanggungjawab, tanpa rasa takut. Anak yang lahir kemungkinan tidak sehat secara biologis karena organ tubuh yang lemah rapuh mengumpul menjadi satu dalam diri anak yang lahir. Pikirkan baik2 sebelum terlanjur dan lebih bijak melakukan tindakan preventif dari pada kuratif, saya cenderung untuk tidak melakukan. Ingat anda mencintai saudara/i sendiri. Menjadi pasangan seumur hidup tidak baik dalam proses kreatif/ melahirkan keturunan.

      salam
      Rm Wanta

  21. Puji Tuhan Katolisitas.

    Saya tahu tentang larangan pernikahan dalam Kanon 1091 salahsatunya Konsanguitas. Saya telah menikah dengan salah seorang sepupu saya, yakni anak perempuan paman saya (anak perempuan adik laki-laki ibu saya). Bagaimana dengan perkawinan sya tersebut, karena telah disyahkan oleh Gereja Katolik Ratu Rosari karena saya memberikan keterangan yang tidak benar, mengenai tidak adanya hubungan persaudaraan itu. Saya telah memiliki 2 orang anak. Bagaimana dengan perkawinan saya, apakah sah secara Agama Katolik? sya mohon jawaban karena saya sangat bingung. Terima Ksh.

    Semoga Allah Bapa Yang Maha Kuasa memberkati kita semua.

    • Simon Yth

      Tidak usah bingung dan ragu perkawinan anda tetap sah karena ketidaktahuan dan karena kini anda sadar akan halangan tersebut maka halangan itu dapat dihentikan manakala anda menyampaikan masalah ini ke Pastor Paroki dimana anda berdomisili kemudian memintakan surat dispensasi ke Ordinaris wilayah setempat untuk halangan dari hubungan darah seperti yang anda ceritakan. Dengan surat itu maka perkawinan anda menjadi sah dan batin anda menjadi tenang kembali. Tuhan memberkati.

      salam
      Rm wanta

  22. Shalom Bu Inggrid,

    Saya ingin bertanya dan mohon maaf apabila pertanyaan saya ini bodoh. Jika memank manusia awalnya berasal dari Adam dan Hawa, berarti keturunan2 setelahnya melakukan incest, dan disebutkan:

    Oleh karena itu, konsekuensinya, maka memang pada masa awal, terjadi ‘intermarry‘/ perkawinan sesama saudara atau incest. Walaupun memang kemudian, setelah jumlah manusia sudah mulai banyak, perkawinan sesama saudara tersebut dilarang oleh Tuhan (Im 18:6-18), demi kebaikan manusia itu sendiri.

    disebutkan setelah jumlah manusia sudah mulai banyak, perkawinan sesama saudara tersebut dilarang oleh Tuhan–> Bukankah ini berarti semua manusia bersaudara? dan berarti semuanya melakukan incest?

    Terima kasih atas kesediannya menjawab!

    • Shalom Hendri,
      Incest yang dimaksud di sini adalah perkawinan yang melibatkan saudara/ kerabat dekat. Hal ini dikatakan dalam KHK dalam hubungan antar keturunan garis lurus dan garis kolateral meyamping sampai tingkat ke-4. Di luar hubungan tersebut, tidak dapat dikatakan incest.
      Memang di dalam Kristus kita semua bersaudara, tetapi perkawinan di sini mensyaratkan hubungan di luar hubungan saudara/ kerabat dekat, sehubungan dengan adanya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan perkembangan genetik. Maka pelarangan ini mempunyai dasar hukum ilahi demi kebaikan manusia itu sendiri.
      Harap dipahami esensinya.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  23. Shalommm,…..
    Saya Wanita Katholik 30 tahun yang masih bingung dan bimbang dengan pernikahan 2 agama,
    Calon saya pria beragama kristen prostestan, kami sebenarnya sepakat untuk membina rumah tangga dengan dasar iman kristiani Katholik, namun dari pihak calon suami sangat mengharapkan ” harus” menikah dengan cara kristen protestan…, namun selanjutnya setelah peresmian pernikahan di kristen kami di beri hak untuk memilih masuk katholik…
    mohon penjelasan bagaimana langkah kami untuk mengawali dalam mempersiapakan pernikahan tersebut. bagaimana juga dengan istilah pernikahan kanonik antara kristen protestan dan katholik? mohon penjelasnya…saya mengucapkan terimakasih untuk jawaban dan solusinya… Tuhan memberkati…

    • Shan Timur yth.

      Tidak perlu bimbang Gereja Katolik memberi jalan keluar dengan jalan memohon izin kepada Ordinaris wilayah/Uskup dan dispensasi dari forma canonica agar sah diteguhkan di depan Pendeta dan Romo juga bisa hadir dalam upacara itu. Perlu diingat lakukan penyelidikan kanonik di Gereja Katolik agar dua hal diatas dapat dijalankan. Anda harus tetap menjadi katolik dan berusaha mendidik anak sesuai iman anda katolik.

      salam
      Rm Wanta

    • Dear Shan Timur, perlu diingat juga ada implikasi tambahan bila menikah dengan non Katolik. Katolik tidak mengijinkan perceraian, apabila pasangan anda menceraikan anda (amit2 semoga tidak), anda tetap tidak diperbolehkan menikah kembali.

      Agama mempengaruhi pola pikir seseorang, apabila agama tersebut membolehkan perceraian maka si orang tersebut bisa terpengaruh dan berpikir “toh masih bisa cerai”.

      Semoga anda mengambil keputusan terbaik. Doaku besertamu.

  24. Saya mau tanya kalo menikah dengan saudara yang sudah berbeda nenek bagaimana?

    maksudnya nenek saya dan neneknya pacar saya kakak beradik.. saya mau tau apakah pernikahan itu diperbolehkan?

    thx..

    • Shalom Angelika,
      Yang dilarang dalam perkawinan antar saudara adalah sampai tingkatan ke-4, jadi misalnya perkawinan sesama saudara kandung, sesama saudara sepupu, atau antara paman dan keponakan atau bibi dengan keponakan, tidak boleh menikah. Tapi kalau nenek anda dan nenek pacar anda kakak beradik, artinya, hubungan anda dan calon suami anda adalah hubungan tingkat ke- 6, jadinya hubungan perkawinan yang sedemikian diperbolehkan.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas. org

      • Saya mau tanya, bagaimana dengan pernikahan antar sepupu yg berasal dari ibu, bukan dari ayah?
        (jadi ibu dari keduanya adalah kakak beradik). Apakah dilarang secara hukum katolik?
        karena kalau diamati dari firman Tuhan di Imamat 18:6-18, disitu hanya dijelaskan bahwa pernikahan yg dilarang adalah pernikahan antar sepupu yang berasal dari ayah, tetapi tidak dijelaskan adanya larangan untuk pernikahan antar sepupu yang berasal dari ibu.
        Mohon penjelasannya. Terima kasih.

        • Shalom Cinta,
          Menurut Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik, perkawinan antar sepupu tidak dibenarkan. Karena ketentuannya jelas dalam KHK 1091:
          Kan. 1091 – § 2. Dalam garis keturunan menyamping, perkawinan tidak sah sampai dengan tingkat keempat.
          Nah, perkawinan sesama saudara sepupu, baik dari pihak ayah atau dari pihak ibu, itu termasuk dalam garis keturunan menyimpang tingkat empat, jadi tidak diperbolehkan.

          Jika perkawinan antar saudara sepupu tersebut telah dilakukan, maka jika ingin mengikuti ketentuan, maka sedapat mungkin diurus untuk mendapatkan dispensasi dari pihak Ordinaris/ keuskupan. Karena sesungguhnya hal ini merupakan salah satu halangan yang menjadikan perkawinan tidak sah, maka dapat diurus agar perkawinan dapat diteguhkan melalui Konvalidasi perkawinan. Silakan menghubungi romo paroki untuk memperoleh keterangan lebih lanjut, tentang bagaimana pelaksanaannya.

          Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
          Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

          • Shalom Kak Inggrid,

            Terima kasih untuk penjelasannya tentang hukum pernikahan antar saudara. Nah, saya mau tanya bagaimana yg dimaksud dan yang termasuk dalam garis keturunan menyamping dan ke bawah? Lalu bagaimana cara penghitungan tingkatnya. Terima kasih.

          • Shalom Cinta,
            Garis keturunan menyimpang, dihitungnya demikian: misal yang menikah adalah A dan B yang adalah saudara sepupu. A adalah anak dari C, dan B adalah anak dari D. Sedangkan C dan D adalah anak dari E. Maka silakan anda membuat pohon keluarga, mulai dari E (sebagai nenek). Lalu Dari Nenek E buatlah dua garis ke bawah, yang satu ke kiri ke arah C dan satu lagi ke kanan ke arah D, karena C dan D bersaudara/ kakak beradik. Lalu buat lagi garis ke bawah dari masing-masing: C punya anak A (A dan C dihubungkan dengan garis vertikal), dan D punya anak B (B dan D dihubungkan dengan garis vertikal). Nah sekarang hitunglah jumlah garis vertikal maupun garis miring vertikal yang ada dari gambar anda. Maka anda akan melihat ada 4: yaitu dari AC, CE, DE, dan BD, dan jika anda perhatikan garisnya tidak semuanya lurus vertikal, tetapi menyerupai V terbalik, jadi disebut garis menyimpang.

            Lalu garis keturunan langsung ke bawah misalnya jika seseorang menikah dengan ayah tirinya sendiri, maka ini namanya garis langsung satu tingkat, atau menikah dengan kakek tiri, itu garis langsung tingkat dua. Tentu keduanya dilarang oleh Gereja Katolik.

            Demikian keterangan saya, semoga berguna.

            Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
            Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  25. hai ingrid..

    saya ada satu masalah yang telah lama bersarang diminda…jika seseorang itu berkahwin dengan seorang kristian yang bukan katolik adakah perkahwinan itu sah walaupun dilakukan dalam gereja.

    • Meeya Yth.

      Data yang anda ceritakan tidak lengkap sehingga jawabannya bisa macam- macam jenis: kalau perkawinan itu di Gereja Katolik dan semua syarat terpenuhi perkawinan sah dan sakramen apalagi jika pasangan itu telah dibaptis. Jika pasangan itu dibaptis dan anda diteguhkan bukan di sGereja Katolik, artinya melanggar aturan Gereja, maka perkawinan itu tidak sah. Prinsip perkawinan campur beda gereja ada aturan dan syarat tersendiri, itu harus diikuti agar perkawinan dapat dikatakan sah.

      salam
      Rm Wanta

  26. Syalom Ibu Ingrid Listiati.
    Untuk menentukan hari dan tanggal pernikahan dalam tradisi Jawa atau Tionghoa pada umumnya berusaha mencari hari baik. Mereka yang mencari hari baik dilatarbelakangi anggapan bahwa hari baik pernikahan itu menentukan kebahagiaan perkawinan (kelanggengan, rejeki, dsb). Maka masyarakat Jawa biasanya mengadakan pernikahan pada bulan-bulan tertentu yang diyakini membawa berkat.

    Pertanyaan saya :
    1. Bagaimana Penentuan jodoh dan Hari Pernikahan menurut ajaran Gereja Katolik ?.
    2. Apabila seorang Katolik didalam menentukan jodoh dan tanggal pernikahan mengunakan perhitungan neton / pasaran secara adat, apakah termasuk dosa?.

    Terima kasih atas jawaban yang diberikan.
    Dari : Julius Santoso.

    • Shalom Julius,
      1. Terus terang, saya kurang paham dengan maksud “penentuan jodoh” yang anda tanyakan. Sebab jika maksudnya semacam ramalan, tentu hal ini tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik, dan karenanya tidak ada di dalam tradisi Gereja Katolik. Gereja Katolik menghargai setiap orang, dan tiap manusia mempunyai martabat yang sama karena setiap manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Maka tidak ada larangan tertentu bagi seseorang untuk menemukan jodohnya dari suku atau bangsa lain. Hanya saja memang, menurut saya, alangkah baiknya agar seorang Katolik dapat menemukan jodoh yang seiman.
      Mengenai Hari Pernikahan, juga tidak ada ketentuan khusus secara tertulis, kecuali memang dianjurkan agar umat tidak menikah pada hari Jumat Agung atau Sabtu suci. Jika memungkinkan, juga alangkah baik jika umat tidak menikah pada masa Prapaska dan Advent, karena pada masa itu Gereja merayakan masa pertobatan, dan tidak dalam suasana pesta. Seandainya toh perkawinan harus diadakan dalam masa tersebut, maka pasangan yang menikah harus memperhatikan suasana tobat, sehingga perayaan juga harus lebih “subdued” tidak boleh meriah dan berwarna warni.

      2. Maka jika seorang Katolik pergi menentukan jodoh atau mencari hari baik dengan pergi ke tukang ramal, maka ia berdosa. Dalam hal ini ia melanggar perintah pertama dari ke 10 perintah Allah, “Akulah Tuhan Allah-Mu, ….. Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” (Kel 20:2-3) Sebab, dengan pergi ke tukang ramal, maka sebenarnya seseorang menempatkan “hitungan hari baik/ ramalan jodoh” tersebut di atas Allah, seolah ingin mengambil kendali akan apa yang terjadi di masa depan, daripada mempercayakannya ke dalam rencana Allah.
      Namun, jika memang ada tradisi keluarga tertentu, misal, orang tua yang non-Katolik menentukan anaknya yang Katolik untuk menikah pada suatu hari tertentu, maka jika itu memungkinkan dan tidak berbenturan dengan liturgi (tidak jatuh pada hari Jumat Agung dan Sabtu Suci, atau hari-hari penting lainnya dalam tahun liturgi) sang anak dapat mengikutinya, sebab pada dasarnya sebagai umat Kristiani kita meyakini setiap hari yang diciptakan Tuhan itu baik adanya. Larangan untuk menikah pada hari Jumat Agung dan Sabtu Suci sebenarnya adalah konsekuensi logis dari keterlibatan kita dalam menghayati Misteri Paska: yaitu pada saat kita merenungkan wafat Tuhan Yesus, maka tidak selayaknya kita berpesta.
      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

  27. Shalom katolisitas,
    Saya punya satu pertanyaan lagi. Setahu saya GK melarang inses, apakah ini benar? Sebenarnya inses yang bagaimana yang dilarang oleh gereja itu, karena kalau pengertiannya “nikah antar orang yang memiliki hubungan darah” rasanya terlalu luas dan umum.
    Lalu, saya jadi punya pikiran (yang agak “konyol”)… Menurut kitab suci kan first parents manusia itu hanya sepasang (walau namanya menurut saya belum tentu Adam dan Hawa), terus ada lagi kisah air bah di mana yang selamat hanya Nuh sekeluarga. Seandainya kisah itu benar, secara logika bukankah untuk menghasilkan keturunan mereka mau tidak mau harus melakukan inses? Hehehe… Jadi sebenarnya apa alasannya gereja menolak inses? Adakah alasan teologinya?
    Terima kasih.

    • Shalom Irena,
      Ya, memang benar, Gereja Katolik melarang perkawinan sesama saudara yang disebutkan dalam Kan. 1091, seperti yang telah saya jawab di sini, silakan klik.

      Silakan membaca jawaban saya di link tersebut di atas, sebab saya rasa itu sudah menjawab pertanyaan anda juga. Jika masih ada yang kurang jelas, silakan bertanya lagi.

      Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
      Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org

Comments are closed.