Pertanyaan:
Romo, mengapa Tuhan menciptakan manusia berbeda? Kenapa harus ada yang cacat dan yang miskin ? Terima kasih !
Jawaban:
Shalom Jocelyn,
Sejak awal mula penciptaan dunia, kita mengetahui Allah menciptakan segala sesuatunya dalam keanekaragaman. Ada terang ada gelap, ada matahari, ada bulan dan bintang, pegunungan maupun pantai/ laut, aneka tumbuhan dan hewan, baik di darat dan di laut. Demikian juga pada saat menciptakan manusia, ada pria dan wanita. Tubuh manusia-pun terdiri dari anggota-anggota tubuh yang berbeda baik sifat maupun fungsinya. Maka Allah menciptakan keaneka- ragaman manusia, dan seluruh alam ciptaan-Nya, karena dalam keanekaragaman itu kemuliaan, keindahan dan kebesaran Tuhan semakin terlihat.
Namun keberagaman yang begitu indah pada awalnya, ternoda oleh akibat dosa manusia pertama. Maka, sebagai akibat dosa asal ini, Tuhan mengizinkan manusia bersusah payah menghadapi kehidupannya: para perempuan dengan sakit melahirkan (lih. Kel 3:16) dan para laki-laki dengan susah payah mencari rezeki seumur hidup (lih. Kel 3:17) dan menusia akhirnya akan mati dan kembali menjadi debu (lih. Kel 3:19). Akibat dari dosa inilah, terdapat sakit penyakit dan usaha keras manusia mencari nafkah, yang dengan sendirinya mengakibatkan bermacam perbedaan kondisi pada setiap orang, yaitu terdapat orang-orang yang miskin dan kaya, ataupun yang sakit/ menderita dan yang sehat. Orang-orang yang terlahir dalam keluarga miskin atau keluarga kaya, memang terbawa oleh kondisi orang tuanya masing-masing, dan Tuhan mengizinkan hal itu terjadi, walaupun tidak secara aktif menakdirkannya. Mengenai ‘takdir’ sudah pernah dituliskan di tanya jawab ini, silakan klik
Dalam pengajaranNya, Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Allah memberikan kepada manusia talenta yang berbeda-beda, ada yang diberi lima, dua dan satu talenta, sesuai dengan kesanggupan mereka (Mat 25:15). Maka, bagi Tuhan, yang terpenting bukannya miskin atau kaya, sakit atau sehat, namun adalah hakekat manusia yang diciptakan sesuai dengan gambaran Allah, dan bagaimana mereka menggunakan talenta/ kemampuan mereka sesuai dengan rencana-Nya.
Hal miskin dan kaya dan yang lemah dan kuat di dalam masyarakat merupakan fenomena kodrati manusia. Keadaan semacam ini tidak bisa dihapuskan, karena menentang hukum alam. Ibaratnya, seperti yang terjadi di dalam tubuh manusia, terdapat organ-organ internal yang halus dan tersembunyi, dan bagian tubuh eksternal yang bertugas melindungi. Maka perbedaan ini tidak dapat begitu saja dihapuskan.
Namun tentu saja, tidak berarti bahwa orang yang miskin tidak perlu berusaha untuk memperbaiki taraf hidup. Tidak demikian! Sebab seperti dalam perumpamaan talenta, setiap orang pada akhirnya harus berusaha untuk mengembangkan talenta/ kemampuan yang ada padanya, walaupun takarannya berbeda-beda pada setiap orang. Orang yang mempunyai kelebihan harus dengan murah hati membagi kepada yang berkekurangan, dan yang berkekurangan juga perlu menghargai bantuan itu dengan bekerja keras dengan prinsip keadilan dan kedamaian. Inilah sebenarnya salah satu prinsip dari ajaran sosial Gereja Katolik.
Mari kita melihat apa yang diajarkan oleh Paus Leo XIII dalam surat ensikliknya yang terkenal itu, Rerum Novarum, 1891, yang menanggapi dampak revolusi industri di Eropa dan Amerika. Paus menyadari adanya gerakan-gerakan yang bertujuan untuk menghapuskan perbedaan golongan dalam masyarakat untuk menjadikan masyarakat menjadi satu tingkatan- yang menjadi tujuan negara komunis. Hal ini dipandangnya sebagai sesuatu yang menentang hukum alam, apalagi karena demi tujuan itu, maka hak milik setiap orang tidak diakui.
Untuk itu Paus Leo XIII mengajarkan,
“Pertama-tama perlu diakui bahwa kondisi hal-hal yang melekat di dalam urusan manusia harus dipikul/ ditanggung, sebab adalah tidak mungkin untuk mereduksi masyarakat menjadi hanya satu tingkatan yang mati. Kaum sosialis dapat saja berusaha sekeras mungkin, namun semua kerja keras yang melawan hukum kodrat itu akan sia-sia. Secara alamiah, di antara manusia [memang] terdapat berbagai perbedaan…. orang-orang berbeda dalam kemampuan, keahlian, kesehatan dan kekayaan yang tidak sama sebagai hasil dari kondisi yang berbeda. Perbedaan ini jauh dari merugikan, baik terhadap individu maupun masyarakat. Kehidupan sosial dan publik hanya dapat dipertahankan dengan adanya bermacam bentuk kemampuan usaha dan peran dari banyak bagian-bagian; dan setiap orang memilih bagian yang sesuai dengan kondisi khususnya masing-masing……” (Rerum Novarum, 17)
“Dengan demikian, sakit dan kesulitan dalam hidup tidak akan pernah berakhir atau berhenti di dunia; sebab akibat dosa adalah pahit dan sulit untuk ditanggung, dan hal-hal tersebut akan selalu menyertai manusia sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, untuk menderita dan bertahan adalah bagian [yang harus ditanggung oleh] manusia; biarkan mereka berjuang seperti seharusnya, tidak ada kekuatan atau kecerdasan yang dapat berhasil untuk menghapuskan dari kehidupan manusia segala penyakit dan kesulitan-kesulitan yang menimpanya….. ” (Rerum Novarum, 18)
“Hal-hal dan kekayaan duniawi tidak dapat dipahami atau dihargai dengan benar tanpa memperhitungkan pertimbangan kehidupan kekal …. Sebab dalam hal kekayaan dan segala hal yang dipandang baik dan diperlukan, apakah itu kita punyai dengan limpahnya, atau tidak -asalkan kebahagiaan kekal yang menjadi perhatian kita- maka kedua kondisi itu [kaya atau miskin] tidaklah berbeda; hal yang terutama adalah untuk mempergunakan apa yang kita miliki dengan benar….. Yesus Kristus, ketika menebus kita… tidak menghapuskan sakit dan duka cita yang dalam takaran yang besar terjalin di dalam kehidupan kita. Ia mengubah hal-hal itu menjadi motivasi kebajikan dan kesempatan untuk berbuat baik, dan tidak seorangpun dapat berharap untuk menerima penghargaan kekal tanpa mengikuti jejak pengorbanan Penyelamat-nya. “Jika kita menderita bersama Dia, kita akan bangkit bersama Dia.” (lih. 2 Tim 2:12). Kerja keras dan penderitaan Yesus yang diterima-Nya dengan kehendak bebas-Nya telah menjadikan manis segala penderitaan dan kerja keras manusia. Dan tidak hanya dengan teladan-Nya, tetapi dengan rahmat dan pengharapan akan kehidupan kekal, maka Ia telah membuat penyakit dan penderitaan/ duka cita menjadi lebih dapat dipikul; “sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kita kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kita.” (2 Kor 4:17) (Rerum Novarum, 21)
“Siapapun yang menerima dari Tuhan kelimpahan berkat-berkat duniawi, baik berkat eksternal dan material, atau karunia-karunia pemikiran, telah menerima berkat-berkat itu dengan maksud agar digunakan untuk menyempurnakan kodratnya, dan pada saat yang sama, agar ia mengembangkannya, sebagai pelayan bagi penyelenggaraan Tuhan, demi kebaikan sesamanya. “Mereka yang mempunyai talenta,” kata St. Gregorius Agung, “biarlah ia tidak menyembunyikannya; ia yang mempunyai kelimpahan, biarlah ia bergegas dalam belas kasihan dan kemurahan hati; ia yang mempunyai bakat seni dan keahlian, biarlah ia melakukan yang terbaik untuk membagikan penggunaan dan manfaatnya dengan sesamanya.” (Rerum Novarum, 22)
“Kepada mereka yang tidak mempunyai kekayaan, mereka diajarkan oleh Gereja bahwa di mata Tuhan, kemiskinan bukan suatu aib/ kutuk, dan tidak ada sesuatu yang memalukan tentang bekerja keras untuk mencari nafkah. Ini dibuktikan dengan apa yang terjadi dalam Kristus sendiri, yang “oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” (2 Kor 8:9); dan Ia yang adalah Putera Allah dan Allah sendiri, memilih untuk dilihat dan dianggap sebagai anak tukang kayu… tidak merasa terhina untuk menghabiskan sebagian besar hidup-Nya sebagai tukang kayu. (lih. Mrk 6:3)” (Rerum Novarum, 23).
“Dengan melihat Teladan Ilahi ini, lebih mudah dimengerti bahwa nilai dan kehormatan sejati manusia terletak pada kualitas moralnya, yaitu di dalam hal kebajikan…. yang adalah warisan umum manusia, yang sama terjangkaunya oleh mereka yang tinggi dan rendah, kaya dan miskin …. yang akan diikuti dengan ganjaran kebahagiaan abadi. Tuhan sendiri kelihatan berpihak pada mereka yang menderita kemalangan; sebab Yesus Kristus menyebut mereka yang miskin sebagai yang terberkati/ berbahagia (Mat 5:3); Ia mengundang mereka yang bekerja keras dan berbeban berat untuk datang kepada-Nya untuk memperoleh kelegaan…” (Mat 11:28) (Rerum Novarum, 24).
Sedangkan secara khusus tentang penyakit dan cacat yang diizinkan Tuhan terjadi di dalam hidup manusia, juga dimaksudkan Tuhan untuk menyatakan perbuatan-perbuatan-Nya atas orang itu dan keluarganya (lih. Yoh 9:3) Yesus sendiri menjawab demikian ketika ditanya oleh para murid-Nya mengapa ada seorang dilahirkan buta. Kita harus melihat kejadian ini dalam kesatuan dengan rencana Tuhan untuk membawa umatnya kepada kehidupan kekal. Dengan adanya orang-orang cacat dan sakit, maka kita yang sehat diberi kesempatan untuk mengasihi, memperhatikan, dan merawat mereka. Kasih tanpa pamrih yang memperhatikan orang-orang yang sakit dan menderita adalah perbuatan kasih yang menguduskan. Sedangkan dari pihak orang yang sakit, maka kesetiaannya memikul salib/ penderitaannya bersama Kristus, akan menjadi berkat bagi keselamatan dirinya dan orang lain yang didoakan olehnya. Dalam hal inilah, maka dapat dikatakan bahwa melalui penderitaan dan sakit penyakit perbuatan-perbuatan Allah dinyatakan. Karena dengan setia memikul segala penderitaan dan penyakit yang diizinkan Allah terjadi di dalam hidup kita, dan mempersatukannya dengan penderitaan Kristus, maka kita dapat bangkit bersama Tuhan Yesus dan memperoleh keselamatan (lih. 1 Ptr 4:13; Ibr 2:10). Sedangkan dengan memperhatikan orang-orang kecil, sakit, menderita dan terbuang, kita melakukan perintah kasih yang akan diperhitungkan dalam Penghakiman Terakhir (Mat 25:45). Juga pelayanan kasih tanpa pamrih kepada mereka yang terhina, menjadi kesaksian yang sangat lantang akan Kabar Gembira/ Injil, seperti yang dilakukan oleh Bunda Teresa dari Kalkuta dan para biarawati Missionaris Cinta Kasih yang dipimpinnya.
Maka kembali ke pertanyaan di atas, mengapa Tuhan mengizinkan perbedaan, orang miskin dan kaya, sehat dan sakit? Jawabnya adalah untuk menyatakan perbuatan-perbuatan-Nya demi membawa orang-orang yang percaya kepada-Nya kepada keselamatan kekal. Karena dengan adanya perbedaan itu terdapatlah kesempatan bagi yang kuat untuk menolong yang lemah, yang lemah mendukung yang kuat, dengan kedua pihak mensyukuri rahmat yang Tuhan berikan kepada mereka. Tuhan dengan keadilan-Nya mempercayakan talenta-talenta kepada tiap-tiap orang sesuai dengan kesanggupannya; dan yang terpenting adalah bagaimana mengembangkan talenta-talenta itu sesuai dengan kehendak Tuhan.
Demikianlah yang dapat saya tuliskan tentang pertanyaan anda, semoga dapat berguna bagi kita semua.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- www.katolisitas.org
Shalom Ibu Inggrid
Saya barusan membaca artikel MENGAPA TUHAN MENCIPTAKAN PERBEDAAN, ORANG CACAT DAN MISKIN?
tapi masih ada ganjalan dalam hal ini.
1. Mengapa Tuhan membeda2kan nasib dan tallenta seseorang, bukankah itu tidak adil. jika bisa memilih pasti kita semua ingin disamakan dalam semua hal.
2. Jika Tuhan penuh cinta kasih kepada umatnya mengapa Ia menciptakan orang cacat. Bila seseorang sudah diciptakan buta dan tuli maka dia tidak akan bisa mengenal Tuhan dan ajaran Nya, jadi bagaimana ia dapat diselamatkan?
3. Ada banyak bayi yang hanya berusia beberapa hari atau bahkan langsung meninggal sejak dilahirkan. Apakah ini termasuk karya dari Tuhan? Sungguh saya merasa ketidak adilan dari tuhan dalam hal ini. bukankah sebagai anak yang baru lahir mereka tidak berdosa ” merekalah empunya kerajaan Allah”.
4. Ada banyak orang mengatakan kalau hal2 diatas adalah akibat perbuatan orangtua dan anaklah yang harus menanggungnya. Hal ini justru semakin membuat hati saya bergejolak, mengapa seorang anak yang tidak berdosa bisa menanggung perbuatan orang tua mereka.
Mohon penjelasan,
Terima Kasih
Shalom Kristian,
Memang tidaklah mudah untuk mengerti dan menyelami penderitaan dan ketidakadilan di dunia ini. Namun, kita tahus melihat bahwa Tuhan tidak menginginkan ketidakadilan dan penderitaan di dunia ini. Namun, tidak ada sesuatupun yang terjadi di dunia ini tanpa seizin Allah. Dan kalau Allah mengizinkan, maka itu karena Allah tahu bagaimana mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih baik dan indah. Dan perubahan ini dapat terjadi di dunia ini dan kalaupun tidak terjadi di dunia ini, maka pasti akan terjadi di dalam Pengadilan Terakhir – di mana Allah akan menyatakan keadilan dengan seadil-adilnya dan hak-hak orang yang menderita akan dipulihkan dan yang jahat akan dihukum. Jadi kunci untuk mengerti penderitaan dan ketidakadilan di dunia ini adalah melihatnya secara totalitas, baik kehidupan di dunia ini maupun di kehidupan mendatang. Kita mungkin tidak dapat mengerti sepenuhnya, namun kita dapat terus menaruh pengharapan akan keadilan Tuhan. Mari kita melihat beberapa pertanyaan yang Anda ajukan:
1. Nasib dan talenta: Akan tidak adil kalau Tuhan memberikan talenta yang berbeda namun menuntut hasil yang sama. Dalam perumpamaan tentang talenta (Mat 25:14-30), Tuhan sendiri tidak menuntut bahwa orang yang mempunyai talenta yang berbeda-beda harus menghasilkan yang sama secara absolut. Yang diberikan 2 talenta dan menghasilkan tambahan 2 dianggap baik seperti orang yang mempunyai 5 talenta dan menghasilkan tambahan 5 talenta. Yesus juga menegaskan demikian “Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.” (Luk 12:48) Inilah bentuk keadilan Tuhan. Pemberian talenta yang berbeda-beda macam dan jumlahnya juga menyadarkan manusia bahwa kita dituntut untuk saling melengkapi dan membantu satu sama lain.
2. Orang cacat: Kita harus kembali kepada prinsip awal, bahwa Tuhan membiarkan hal ini terjadi untuk mendatangkan kebaikan yang lebih tinggi. Ketika ada orang buta sejak lahir, maka murid-murid-Nya bertanya kepada Yesus, kesalahan siapa sehingga hal ini bisa terjadi? Yesus kemudian menjawab “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (Yoh 9:3). Dengan demikian, walaupun sulit untuk mengerti keadilan Tuhan untuk orang-orang yang terlahir cacat, namun dalam iman kita dapat melihat bahwa bahwa Tuhan akan dapat menggunakan keadaan yang terlihat tidak baik ini untuk dapat mendatangkan kebaikan. Hal ini bisa terjadi, kalau mereka dapat memikul beban ini bersama dengan Yesus, sehingga mendapatkan kekuatan untuk menghadapi kondisi yang sulit ini. Terutama kalau mereka juga dapat melihat bahwa kehidupan di dunia ini bersifat sementara dan dengan demikian mereka dapat memikirkan hal-hal yang di atas. Tentu saja, diperlukan bimbingan dari orang tua maupun orang-orang yang dekat dengan orang-orang yang malang ini, sehingga orang-orang dilahirkan cacat tubuh tetap dapat menghadapi hidup ini secara lebih positif terutama dengan tetap menaruh pengharapan di dalam Tuhan.
3. Bayi yang lahir dan meninggal: Jangan semua hal yang jelek dilimpahkan tanggung jawabnya kepada Tuhan. Bahwa Tuhan membiarkan itu terjadi bukan berarti Tuhan yang menyebabkan itu terjadi. Dapat saja bayi tersebut lahir dan karena kelalaian dokter atau suster atau orang tua atau siapa saja, sehingga terjadi kematian bayi tersebut. Namun, dalam kacamata iman, maka yang terpenting adalah keselamatan jiwa dari bayi tersebut. Bayi-bayi tersebut belum mengenal dosa pribadi, sehingga kita dapat menaruh pengharapan yang besar akan belas kasih Allah terhadap bayi-bayi yang malang ini.
4. Siapa yang menanggung? Kita harus membedakan antara dosa dan konsekuensi dosa. Kalau orang tua berdosa, maka orang tua harus menanggung dosanya sendiri. Namun, konsekuensi dosa dapat saja ditanggung oleh orang-orang sekitarnya, karena dosa mempunyai dimensi sosial. Sebagai contoh: walaupun seorang ayah yang mencuri, namun istri dan anak-anaknya akan turut menanggung kerugian finansial dan juga menanggung malu.
Semoga uraian singkat ini dapat membantu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Ibu Inggrid,
Saya ingin bertanya mengenai Matius 25, 41 – 46. Jika kita di jalan mengendarai mobil lalu ada seorang pengemis minta-minta sedekah, pengemis tsb duduk bersimpuh di pinggir jalan karena kakinya lumpuh/buntung sambil meminta uang dengan memohon belas kasihan kita. Maka jika menurut Matius 25: 41-46 maka kita harus memberikan sedekah kepada pengemis tsb untuk makan. Tetapi di sisi lain banyak orang (bahkan pemerintah) mengatakan jangan memberikan sedekah kepada orang (pengemis) di jalanan karena justru akan mendidik mereka untuk tetap berada di jalanan menjadi pengemis. Nah, bagaimana seharusnya yang kita lakukan?
Terima kasih,
Shalom,
Yohanes HS
Shalom Yohanes HS,
Intinya, kita juga harus patuh kepada penguasa, karena mereka memikirkan kebaikan bersama (common good) untuk seluruh masyarakat. Kalau memang itu dilarang oleh pemerintah, kita jangan melakukannya. Namun, kita dapat membantu dengan cara yang lain, seperti aktif dalam kegiatan untuk memberikan pelatihan bagi orang yang miskin, menyalurkan sumbangan lewat gereja, lewat organisasi tertentu, atau mengunjungi langsung panti asuhan, dll. Namun, yang harus dihindari adalah kita tidak memberi kepada pengemis di jalan, namun kita juga tidak menyalurkan bantuan dengan cara lain.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Jadi, kemampuan manusia didapat dari dirinya sendiri atau diberikan oleh Tuhan? Kalau diberikan oleh Tuhan, berarti sudah menjadi nasib kalau kita ingin menguasai sesuatu, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk itu, sekuat apapun kita berusaha, karena memang Tuhan tidak memberi kita kemampuan untuk itu, dan bukankah itu berarti kita tidak ditakdirkan untuk itu?
Shalom Werry,
Dalam perumpamaan tentang talenta, kita mengetahui bahwa talenta atau kemampuan manusia memang merupakan pemberian Tuhan, tetapi manusiajuga memiliki andil untuk mengembangkannya. Semakin besar talenta yang diberikan, semakin besar pula Tuhan mengharapkan agar kita mengembangkannya. Sebab kepada siapa yang lebih banyak diberi, lebih banyak ia dituntut (lih. Luk 12:48). Dalam perumpamaan tentang talenta itu juga dikatakan bahwa yang diberi lima talenta mengembangkannya sehingga beroleh laba lima talenta, yang diberi dua talenta juga mengembangkannya sehingga memperoleh laba dua talenta, sedangkan yang memperoleh hanya satu talenta, tidak mengembangkannya, tetapi menguburkannya (Luk 25:14-30). Tuhan berkenan kepada hamba-hamba yang mengembangkan talenta yang dipercayakan kepada mereka, dan tidak berkenan kepada yang menguburkannya.
Tuhan itu Maha Adil. Maka kepada orang yang dipercayakan banyak talenta, Ia juga memberikan kemampuan yang sepadan untuk mengembangkannya. dengan kata lain, kemampuan untuk mengembangkan talenta itu sepadan dengan jumlah talenta yang diberikan. Maka jika manusia tidak menjalankan tugasnya untuk mengembangkannya, kesalahan bukan dari pihak Tuhan (sebab Tuhan yang menakdirkannya demikian), tetapi kesalahannya ada di pihak manusia. Sebab kalau manusia mau turut melaksanakan bagiannya, sesungguhnya ia tetap dapat mengembangkan talentanya, bahkan yang diberi sedikit sekalipun. Sebab walau mungkin perkembangannya tidak sama besarnya dengan perkembangan dari orang yang kepadanya dipercayakan banyak talenta, tetapi orang yang dipercaya dengan sedikit talenta tetap dapat mengembangkannya. Tuhan tidak menilai dari segi hasilnya, yaitu berapa banyak laba talenta yang diperoleh, tetapi dari kesediaan orang itu, apakah ia mau bekerja sama untuk mengembangkan talenta yang dipercayakan kepadanya. Maka jika orang yang diberi satu talenta itu mengembangkannya hingga beroleh laba satu talenta, ia sudah melaksanakan tugasnya. Hanya sayangnya kisah di Injil menyatakan bahwa ia malah menguburkannya, sehingga Tuhan tidak berkenan kepadanya.
Sebab “kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus.” (Ef 4:7) Tuhan yang mengenal setiap kita, telah memberikan kasih karunia, seturut ukuran-Nya. Memang karunia yang diberikan Allah, bisa tidak sama antara seorang dengan yang lain, tetapi pasti adil dan sesuai dengan kemampuan dari setiap orang untuk mengembangkannya.
Mari kita memohon kepada Tuhan untuk dapat mengenali talenta kita masing-masing, dan berjuang untuk mengembangkannya, supaya kelak Tuhan dapat berkata demikian kepada kita, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba-Ku yang baik dan setia, …. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.” (Mat 25:21).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- katolisitas.org
Salam Damai Sejahtera
Saya mau tanya, apakah benar natal bkan ajaran Yesus tapi ajaran Paulus yg diadopsi dr ajaran pagan mesir yg mrembet ke pagan romawi..
berikut nama dewa2 yg lhir tgl 25 des n dlhrkan oleh Gadis perawan(tnpa bpk), mengalami kematian (slib) dan dprcyai sbg Juru Selamat (pnbus dsa)..
dewa mithras (mitra) dr iran, apollo, hercules, ba-al,dwa Ra..
jadi konsep bahwa Tuhan dilahirkan Seorang perawan pd tgl 25 des, dislib/dibunuh, kmdian dbgkitkan sudah ada sjak zman dlu ? Trims
[dari katolisitas: silakan melihat jawaban ini – silakan klik]
Saya sangat setuju dengan penjelasan Ibu Ingrid di atas, Masalah yang berkaitan dengan miskin dan kaya, nasib dan takdir, dari dahulu memang selalu berulang-kali menjadi salah satu bahan topik yang berkaitan dengan iman kita dan bagaimana mempertahankannya.
Saya memiliki banyak teman yang mengaku bahwa mereka tidak percaya dengan keberadaan Tuhan, dan selalu menggunakan argumen “mengapa banyak anak miskin menderita di Afrika kalau Tuhan memang ada” dan argumen-argumen lain yang mirip. Saya mengerti bahwa masalah semacam ini memang rumit apabila hanya dilihat sekilas dengan pikiran yang penuh, tapi saya percaya sedikit penjelasan dan pencarian akan Tuhan dengan pikiran yang kosong dan rendah hati akan menemukan jalan dan mengerti sebagian dari rencana Tuhan yang besar.
Bravo buat admin, moderator, web master, dan semua pihak yang ikut membantu kelangsungan web site ini, saya yakin Tuhan melihat apa yang rekan-rekan lakukan dalam nama-Nya dan akan membalas semuanya dengan berkat.
Tuhan memberkati..
Semua pengunjung katolisitas,
Ijinkan saya menulis sekelumit ini…
Satu kali saya pernah membaca buku: “Memaafkan: Kekuatan yang Menyembuhkan” – kalau tidak salah terbitan Kanisius.
Salah satu bagiannya menyangkut pertanyaan di manakah Tuhan saat orang-orang baik itu mengalami penderitaan yang luar biasa.
Dikisahkan kira-kira seperti ini yang terjadi pada orang-orang yang masuk ke dalam camp konsentrasi Nazi pada PD II:
Malam itu kami semua dikumpulkan di lapangan untuk menyaksikan eksekusi mati terhadap seorang anak kecil yang dituduh telah mencuri. Kami semua diharuskan menyaksikannya.
“Tuhan ada di mana?” hatiku bertanya.
“Sedang tergantung bersama anak itu” jawab suara dalam hatiku.
Setelah membaca kisah ini – yang saya ceritakan ulang dengan kata-kata sendiri di atas – saya menjadi sedikit sadar ternyata Tuhan pun turut mengalami penderitaan yang dialami oleh orang-orang baik itu. Atau, kalau dirasakan terlalu berlebihan menyebut ‘Tuhan pun turut mengalami penderitaan’, paling tidak, bolehlah saya rasa mengatakan ‘Tuhan turut merasakan penderitaan yang dialami oleh orang-orang baik itu’.
Maka, moga-moga saya termasuk orang-orang baik itu, kalau saya mengalami sedikit penderitaan, saya tidak akan lagi berteriak-teriak: “Tuhan, Engkau di mana? Mengapa Engkau biarkan semuanya ini terjadi atas diriku?”. Namun, saya akan berusaha menerima semuanya dengan rela, karna yakin bahwa Tuhan turut merasakan apa yang saya alami.
Demikian.
Lukas Cung
Banyak orang dengan mudah mengatakan alasan keberadaan sesuatu dengan menunjukkan lawannya.Contoh: gelap ada karena terang ada dan sebaliknya. Tanpa terang tidak ada gelap.Begitu pula wanita ada karena ada pria. Mirip pola keseimbangan ying dan yang. Pola logika yang sama nampak dalam hal berikut. Orang miskin dan orang kaya memang diadakan Tuhan supaya memberi kesempatan bagi orang kaya untuk berbuat baik kepada orang miskin. Apakah pola pikir antagonis semacam itu dibenarkan oleh ajaran iman Katolik dan Alkitab ( Contoh:Mat 19:16-26 dan Mrk 10:17-27)?
Shalom Herman Jay,
Pertanyaan serupa sudah pernah saya jawab di atas, silakan klik
Maksud Tuhan mengizinkan adanya perbedaan- perbedaan di dunia ini (ada orang kaya dan miskin, sehat dan sakit, dst) adalah untuk menghantar orang-orang yang percaya kepada-Nya kepada keselamatan kekal. Sebab perbedaan ini memberi kesempatan adanya hubungan timbal balik antara keduanya; yang kuat menolong yang lemah, dan yang lemah mempunyai kesempatan berkembang oleh pertolongan ini. Dengan kerjasama ini kedua golongan bekerja sama dengan rahmat Allah dan memuliakan Allah.
Konsep ini tidak sama dengan konsep keseimbangan yin yang, yang mempunyai prinsip seolah adanya perbedaan antagonis itu terjadi dengan sendirinya, kebetulan, atau harus memang ada terjadi seperti itu. Maka yang ditekankan umumnya dalam konsep ajaran ini adalah konsep keseimbangan energi. Tak mengherankan, bahwa di sini konsep Tuhan direduksi menjadi Energi yang mengatur keseimbangan tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan ajaran Kristiani, sebab umat Kristen mengimani Allah sebagai Pribadi.
Konsep keseimbangan energi ini yang kini marak diajarkan dalam New Age Movement (NAM); dan hal ini tidak sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Pembahasan tentang NAM, sudah pernah dituliskan di sini, silakan klik.
Demikian keterangan saya, semoga berguna.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Mengapa Orang Orang ingin Menyamakan Kedudukan antara Orang Hitam dan putih Atau antara Wanita Dan pria , Padahal Tuhan jelas Jelas Telah Membedakan Kita Secara Fisik Ataupun Lainnya?? Tuhan Saja Sudah membedakan Kita Kenapa Kita Harus Menyamakannya??
Mohon Reply
Victor Vland
Shalom Victor,
Perbedaan fisik adalah merupakan sesuatu yang bersifat sementara dan bukanlah bersifat esensial dari manusia. Dengan demikian, perbedaan fisik – termasuk kaya dan miskin, sakit dan sehat – tidaklah menentukan seseorang untuk mendapatkan keselamatan. Namun, menjadi satu pertanyaan bagi banyak orang, mengapa Tuhan mengizinkan hal ini terjadi. Itulah yang ingin dijawab. Jadi, tidak ada yang menyamakan perbedaan fisik, namun hanya mencoba memberikan penjelasan di balik perbedaan tersebut, terutama dalam kaitannya dengan penderitaan fisik.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
stef – katolisitas.org
Hi,
Saya ada pertanyaan tentang beberapa ajaran2 gereja tetangga yang mengajarkan bahwa anak anak Allah akan hidup berkelimpahan, berkecukupan, dll (kalau tidak salah begitu, termasuk Joel Osteen yang podcast nya ssering saya dengarkan)
Apakah di Katolik ada ajaran seperti ini dan apakah Vatikan setuju dengan ajaran seperti ini?
Thanks
Shalom Jesus_follower,
Saya mengundang anda untuk membaca artikel di atas, silakan klik, secara khusus pernyataan Machmud yang mewakili pandangan Teologi Kemakmuran ini, silakan klik seperti yang diajarkan oleh Joel Osteen, dan banyak lagi para pengkhotbah Protestan lainnya. Gereja Katolik tidak mengajarkan prinsip teologi kemakmuran ini, karena sesungguhnya pengajaran ini menekankan satu saja aspek dalam Alkitab (umumnya yang dipakai adalah Yoh 10:10) tanpa melihat keseluruhan pean dari Kitab Suci, yang tidak pernah menekankan kepada kemakmuran jasmani semata. Silakan anda membacanya, dan jika masih ada yang mau ditanyakan silakan bertanya kembali.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Tuhan menciptakan kemiskinan dan cacat atau suatu penderitaan supaya ada orang yang minta bantuan atau pertolongan. Orang yang memberikan pertolongan akan dapat pahala ( ….apa yang engkau berikan pada saudaramu yang hina dina adal;ah sama seperti yang engkau berikan padaKU….) Jadi penderitaan itu dapat kita jadikan tiket untuk dapat pahala ( masuk surga ) Kalau Tuhan menyuruh kita untuk memberi pasti DIA juga menciptakan orang yang meminta. Kalau Tuhan meminta kita untuk mengampuni ,pasti DIA juga menyediakan orang yang berbuat salah pada kita
dear katolisitas,
sebelum saya membaca sampai akhirnya membaca… saya setuju dengan uraian katolisitas… saya merasa itulah spiritualitas gereja kita yang tidak dimiliki oleh yang lainnya. terhadap hal ini saya bangga… hingga suatu ketika… saya mendapatkan penilaian dari seorang teman saya yang beragama lain: “…itu namanya filosofi orang bodoh…” ketika saya berdiskusi tentang bagaimana menjalani kehidupan “salib” dan dengan rasa bangga saya mengutarakan ajaran Yesus yang saya miliki: jika pipi kirimu ditampar, berilah juga pipi kananmu.
jadi sekali lagi saya bangga jadi umat Gereja Katolik, dan kita emang beda dengan yang lain…
selamat telah menjadi anggota Tubuh Mistik Kristus…
Tuhan mecintai dengan kerahiman-Nya
Halo Bu!
Kenapa orang Katolik yang ada di Flores atau di daerah-daerah lain di Indonesia Timur hidupnya sangat miskin? Apakah Tuhan Yesus tidak memberkati mereka? Bagaimana dengan agama-agama lain yang tidak mengimani Yesus sebagai Allah tetapi mereka meraih kekayaan, kebahagiaan, dsbnya, seperti negara-negara Arab, dan kawasan teluk sana, RRC yang komunis. Mohon penjelesannya, terima kasih.
Salam Damai
Konradus Pedhu
Anak Petani Miskin
Kemiskinan umat Flores
Shalom Konradus,
Pertanyaan anda mirip dengan pertanyaan yang ada di atas, sehingga jika anda belum membacanya, saya mohon anda membaca artikel di atas dan rangkaian tanya jawab di bawah ini terlebih dahulu, silakan klik.
Jika anda bertanya kepada saya pribadi, maka saya juga tidak dapat menjawabnya, mengapa mayoritas penduduk Flores sampai saat ini hidup sangat miskin. Tentu jika saya boleh berharap, dan terlebih lagi anda yang mungkin juga berasal dari Flores, tentu kita menginginkan mereka bisa terlepas dari kemiskinan. Maka itulah memang yang harus kita usahakan dengan kapasitas kita masing-masing. Misalnya di paroki kami yang dulu, kami kenal beberapa teman dari Flores yang sedang mencari pekerjaan, maka sebisa mungkin kami mencarikan pekerjaan kepada mereka melalui beberapa teman yang mempunyai perusahaan, sehingga mereka dapat bekerja di perusahaan itu. Kami menyadari bahwa masih banyak hal yang seharusnya dapat dilakukan, dan sesungguhnya memang itu menjadi PR bagi kita semua. Mungkin anda dapat menghubungi paroki anda dan mendiskusikannya, bagaimana caranya untuk menolong saudara/i dari Flores itu.
Namun, ada juga sesuatu yang perlu diketahui bahwa janganlah menghitung berkat Tuhan Yesus dari kemakmuran jasmani saja. Namun, kita juga dapat berharap bahwa jika kita bekerja keras, berdoa dan menyerahkan hidup kita ke dalam tangan Tuhan, maka Tuhan akan memberikan rejeki yang cukup untuk setiap hari. Mungkin sesungguhnya dapat dijadikan sebagai permenungan juga, bagaimana sikap hidup masyarakat di Flores. Sebab saya juga mendengar kesaksian dari teman-teman saya yang dari Flores itu, bahwa banyak orang di Flores yang kurang rajin bekerja, percaya tahyul dan dukun-dukun, mabuk-mabuk… walaupun saya menyadari bahwa ini belum tentu mewakili semua/ kebanyakan orang Flores. Namun secara obyektif, realitas ini merupakan permenungan tersendiri. Sebab, jika demikian halnya, maka akan sulit bagi masyarakat itu terlepas dari kemiskinan. Dari kisah teman-teman saya yang telah bertobat, maka mereka sekarang hidup lebih bahagia, walaupun belum dapat dikatakan makmur/ kaya, tetapi Tuhan memenuhi kebutuhan mereka tiap-tiap hari, dan menuntun mereka sedikit demi sedikit keluar dari kemiskinan yang sangat. Namun ini biar bagaimanapun memerlukan usaha sungguh-sungguh, kerja keras dan kesetiaan dalam beriman kepada Tuhan Yesus.
Bagi saya, kita tidak perlu merasa heran ataupun iri hati, jika melihat negara- negara yang tidak beriman kepada Yesus bisa ‘lebih diberkati’ secara material. Karena bukan kekayaanlah yang membuat manusia bahagia, sebab sebenarnya kebahagiaan manusia hanya ada dalam Tuhan, silakan klik di sini untuk membaca lebih lanjut. Lagipula, di akhir nanti yang diperhitungkan oleh Tuhan bukanlah kekayaan atau apapun yang kita peroleh di dunia ini, namun kasih yang ada di dalam kita, baik kasih kepada Tuhan maupun kasih kepada sesama (Mat 25:45) yang didasari iman kepada Kristus. Kasih inilah yang menghantarkan kita ke surga, di mana kita akan mengalami kebahagiaan yang sesungguhnya dan yang bersifat kekal selamanya.
Negara-negara yang kaya secara jasmani juga mempunyai permasalahannya sendiri. Tak jarang kekayaan itu malah menghantar manusia ke dalam dosa, entah dosa menjadi hamba uang, atau dosa-dosa yang lain, yang memisahkan mereka dari Allah. Kekayaan tanpa iman dapat membuat orang tidak mengasihi sesamanya karena menganggap orang lain bukan sebagai saudara tetapi saingan/ musuh. Jika seseorang menempatkan kekayaan di atas segalanya, maka ada satu titik ia dapat terasing bahkan dari dirinya sendiri, kesepian, putus asa, dan bahkan mau bunuh diri. Maka ini juga bukan hal yang baik. Fakta juga menunjukkan bahwa di negara-negara yang kaya dan negara komunis, angka bunuh diri begitu tinggi. Maka dari sini saja kita mengetahui bahwa kemakmuran jasmani tidak menjamin kebahagiaan seseorang.
Maka Konradus, marilah pertama-tama kita bersyukur atas karunia iman kita akan Allah Tritunggal yang kita terima dari Yesus Kristus. Sungguh ini karunia yang luar biasa, sebab di dalam Kristus kita dapat menjalani kehidupan kita dengan lebih positif. Kita dimampukan untuk menghadapi tantangan hidup dengan iman dan pengharapan yang teguh, bahwa jika kita tetap setia kepada-Nya dan melaksanakan segala perintah-Nya, maka Tuhan akan menuntun kita kepada kebahagiaan yang sesungguhnya. Tuhan akan memelihara kita tiap-tiap hari, dan akan menuntun kita sampai kepada keselamatan kekal yang dijanjikan-Nya dan ini tidak dapat dibandingkan dengan kebahagiaan apapun di dunia.
Kita yang telah dibaptis sepantasnya terus mensyukuri akan rahmat Tuhan ini, yang telah mengangkat kita menjadi anak- anak Allah, yang artinya ahli waris, “maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji- janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.” (Rom 8:17). Dari sini kita ketahui bahwa kemuliaan kita di surga dicapai jika kita menghadapi hidup dengan segala penderitaan yang ada di dalamnya bersama dengan Yesus. Maka jika kita mengalami kesulitan dan penderitaan di dunia ini, baiklah kita mengingat, bahwa segala penderitaan itu bahkan dipakai oleh Tuhan, untuk menjadikan kita menjadi lebih beriman dan bersatu dengan Yesus. Dan persatuan kita dengan Yesus di dalam penderitaan ini, akan menghantar kita kepada kemuliaan di surga bersama-Nya kelak. Perihal dalam perjalanan hidup di dunia ini kita hidup berkelimpahan secara jasmani atau tidak, tidaklah menjadi terlalu penting. Namun kita percaya, karena Allah yang adalah yang Empunya segala sesuatu, maka jika kita hidup teguh beriman, melaksanakan perintah-Nya, kita hidup jujur, bekerja keras, maka Tuhan akan memberikan rejeki yang kita perlukan tiap-tiap hari. Tuhan akan melindungi kita dan mencukupkan kita dengan berkat dan rahmat-Nya sampai akhir hidup kita di dunia, dan menghantar kita kepada kebahagiaan surgawi yang dijanjikan-Nya kepada kita yang percaya kepada-Nya.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Dear Mba,
Indah sekali penjelasannya. Saya sudah lebih mengerti apa itu kekayaan dan kemiskinan. Semua yang dijabarkan mengenai Flores dengan masalah kemiskinannya tidak salah lagi. Mba, terima kasih banyak ya, semoga Tuhan Yesus Memberkati Mba dan kru web katolisitas ini. Salam Damai.
Konradus Pedhu
Anak Petani Miskin
Syalom Ibu Ingrid Listiati
Saya tidak dapat berkomentar lagi terhadap semua tulisan yang ada dalam web ini, saya hanya bisa bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan untuk semuanya serta mohon semoga apa yang telah ibu dan semua pengasuh web ini perbuat senantiasa diberkati oleh Tuhan Yesus dan senantiasa diberi kesehatan agar dapat meneruskan pekerjaan ini saya sungguh merasakan betapa kaya dan luhurnya ajaran dalam “iman Katolik” yang baru saya ketahui setelah mengikuti web Katolisitas ini . Terima kasih Tuhan memberkati. Edward Sihombing
Romo , mengapa Tuhan menciptakan manusia berbeda? Kenapa harus ada yang cacat dan da yang miskin ?Terima kasih !
[Dari Admin Katolisitas: Pertanyaan ini sudah dijawab di atas, silakan klik]
Salam damai sejahtera
Dear pengasuh katolisitas.org
APAKAH KAYA ATAU MISKIN ITU NASIB ?
Banyak orang yang tidak mengerti sehingga yakin bahwa kaya atau miskin itu adalah bawaan dari orang tua atau nasib.
Kalau lahir dalam keluarga miskin, biasanya tetap miskin, kalau lahir dalam keluarga kaya, ya kaya, sudah nasib
Apakah kaya atau miskin itu nasib ?
Salam
mac
Shalom Machmud,
Silakan membaca dahulu jawaban di atas, semoga dapat menjadi masukan bagi anda.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid
Tapi Ingrid Allah menghendaki supaya kita hidup berkelimpahan seperti ayat berikut ini :
Yohanes 10 : 10 = Adapun pencuri itu datang hanya akan membinasakan; Aku ini datang supaya domba itu memperoleh hidup dan supaya mereka memperolehnya dengan berkelimpahan
Salam
mac
Shalom Machmud,
Ayat Yoh 10:10, yaitu, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan" selayaknya kita lihat dalam konteksnya dalam perikop Gembala yang baik yaitu Yoh 10:1-18. Berikut ini saya sampaikan dahulu penjelasan mengenai Gembala yang baik, dan selanjutnya baru menjelaskan ayat Yoh 10:10:
1. Gambaran Gembala yang baik adalah tema yang sudah ada dalam kitab Perjanjian Lama. Tuhan adalah Sang Gembala, dan bangsa pilihan-Nya adalah kawanan domba-Nya. (lih Mzm 23). Maka para raja, dan imam digambarkan juga sebagai gembala. Nah, kenyataanya, ada di antara mereka yang seharusnya menjadi gembala umat, namun tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Nabi Yeremia memperingatkan umat terhadap adanya gembala-gembala yang jahat ini, karena telah mencerai-beraikan kawanan domba. Ia menjanjikan dalam nama Tuhan bahwa Allah menjanjikan para gembala yang akan membimbing umat-Nya (lih. Yer 23: 1-6; 2:8; 3:15; 10:21). Janji Allah ini juga dituliskan oleh nabi Yesaya (lih. Yes 40:1-11).
Nabi Yehezkiel mengecam para gembala yang berbuat jahat dan malas, yang karena keserakahannya mengabaikan tanggung jawabnya. Allah akan mengambil kawanan domba-Nya dari mereka dan Ia sendiri akan menggembalakan kawanan ini. Seorang gembala yang unik akan datang dari keturunan Daud yang akan menggembalakan dan melindungi mereka (Yeh 34).
Gembala yang baik ini adalah Yesus sendiri. Ia adalah yang menggembalakan kawanan domba-Nya, mencari domba yang tersesat, mengobati yang terluka dan menggendong yang lemah (lih. Mat 18:12-14; Luk 15:4-7). Ia menjadi Sang Gembala yang sangat berbeda dengan gembala-gembala yang lain, sebab Ia adalah pemilik domba-domba itu, dan bukan sekedar orang upahan. Maka Ia menjaga dan melindungi kawanan domba-Nya, sampai kepada menyerahkan nyawa-Nya bagi mereka.
Demikian pula pada Yoh 10:7, ketika Yesus mengumpamakan diri sebagai pintu menuju domba-domba itu. Ketika ia mengatakan bahwa orang-orang yang datang sebelumnya adalah pencuri dan perampok, Ia tidak mengatakan demikian terhadap Musa dan para nabi lainnya, tetapi kepada nabi-nabi palsu yang mengelabui umat-Nya, dan termasuk di antaranya adalah pengajar hukum Taurat, sebagai orang buta menuntun orang buta (lih. Mat 23:16-24), yang menghalangi umat untuk datang kepada Yesus.
2. Maka ayat Yoh 10:10 adalah merupakan bagian dari penjelasan dari akibat kita mempunyai Tuhan Yesus sebagai Gembala yang baik. Kita mengetahui bahwa Yesus adalah Putera Allah yang diutus oleh Allah Bapa menyelamatkan kita manusia. Ia menyelamatkan kita dengan cara menyerahkan nyawa-Nya bagi kita di kayu salib. Jika kita memahami misteri kasih ini, yaitu bahwa Tuhan Allah Putera, telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita, agar kita memperoleh keselamatan kekal, maka kita akan sungguh bersyukur tanpa henti atas segala kasih dan kebaikan-Nya. Oleh wafat dan kebangkitan-Nya, Yesus mengampuni dosa kita, dan membuka jalan bagi kita kepada kehidupan ilahi di surga. Bagi kita yang percaya, dan hidup seturut iman kita, maka janji keselamatan kekal ini merupakan suatu kekayaan yang tidak dapat diukur oleh apapun juga. Sebab hidup kita di dunia ini adalah sementara, namun Tuhan menjanjikan kepada kita yang percaya, kehidupan kekal yang berkelimpahan di surga selama-lamanya. Betapa kita dapat mengatakan, jika kita percaya kepada janji Tuhan Yesus sang Gembala yang Baik, maka kita, tak peduli sekarang miskin atau kaya secara jasmani, dapat mempunyai hidup dalam segala kelimpahan (Yoh 10:10)!
Kita akan dapat berkata bersama Rasul Paulus, "…namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Gal 2:20).
Jika Yesus yang adalah Putera Allah mengasihi kita sampai te tingkat menyerahkan nyawa-Nya untuk kita, maka kita akan hidup dalam kelimpahan, sebab kita memang berada di dalam kelimpahan kasih-Nya. Maka Tuhan tidak saja berjalan bersama kita, tetapi ada di dalam kita. Ia tidak saja wafat di salib agar dosa-dosa kita diampuni, namun Ia juga bangkit agar segala duka cita kita dihapuskan. Ia mengutus Roh Kudus-Nya sehingga suka cita kita menjadi penuh, tidak peduli apapun yang sedang kita hadapi di dunia ini. Kristus berkenan hadir, dan tinggal di dalam kita saat ini: adakah yang lebih indah daripada hal ini? Itulah sebabnya Gereja Katolik mengajarkan bahwa Ekaristi menjadi sumber dan puncak kehidupan Kristiani, sebab dengan menyambut Ekaristi, kita menyambut Kristus sendiri.
Di dalam Kristus, kita dapat bersuka cita meskipun sedang dalam kesengsaraan, sebab, "kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." (Rom 5:3-5) Dengan Tuhan Yesus yang ada di dalam kita, kita memiliki segalanya. Ia begitu berkuasa, begitu baik, begitu mengasihi, dan begitu bijaksana, sehingga bahkan kesalahan, kegagalan, dosa kita, musibah dan tragedi yang kita alami dapat diubah-Nya menjadi sesuatu yang mendatangkan kebaikan bagi kita (lih. Rom 8:28). Jadi dalam hal ini kita dapat mengatakan, ya dan amin, bahwa dengan Yesus, ‘Sang Hidup’, yang hidup di dalam kita, maka kita memiliki hidup dalam segala kelimpahan.
Maka Gereja Katolik tidak memandang ayat Yoh 10:10 sebagai janji Tuhan untuk mendatangkan kelimpahan kemakmuran secara duniawi kepada setiap murid Kristus. Bahwa jika Tuhan memandang itu baik bagi kita, Tuhan dapat memberikannya, namun Tuhan lebih mengetahui jalan mana yang terbaik bagi kita untuk mencapai keselamatan kekal. Lagipula, kemakmuran duniawi jika tidak dimiliki dan ditangani dengan bijaksana, bukannya mendekatkan diri kita kepada Tuhan, malahan sebaliknya. Bahkan Tuhan Yesus mengatakan, kita tidak boleh ‘tergiur’ dengan segala harta duniawi, apalagi terikat kepadanya. Kesempurnaan kasih yang diajarkan Yesus adalah mengikuti Dia, dan melepaskan segala keterikatan terhadap harta duniawi (lih. Mat 19:20). Juga, rasul Paulus mengajarkan, "Akar dari segala kejahatan adalah cinta uang" (1 Tim 6:10). Maka kemakmuran duniawi tidaklah pernah menjadi fokus pewartaan Injil. Jika seandainya Tuhan mempercayakan harta duniawi kepada kita, itu disertai tanggung jawab untuk menggunakannya demi kebaikan sesama juga. Oleh karena itu, yang diajarkan oleh Tuhan Yesus dalam doa Bapa Kami, adalah memohon rejeki pada hari ini, (atau ‘secukupnya’, dan bukan ‘dalam kelimpahan’). Dan benarlah Tuhan menjanjikan akan memenuhi kebutuhan jasmani rohani kita setiap hari, jika kita melaksanakan segala perintah-Nya.
Marilah kita mensyukuri rahmat dan berkat- berkat yang Allah berikan kepada kita. Namun di atas semuanya itu, mari kita tunduk bersyukur akan kasih-Nya yang tak terbatas, sebab Kristus Allah Putera telah menyerahkan nyawa-Nya kepada kita, supaya kita memiliki hidup-Nya, dan karena itu, kita memiliki kelimpahan di dalam segala sesuatu.
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
[Dari Admin Katolisitas: Berikut ini adalah pandangan Sdr. Machmud, yang mewakili pandangan saudara/i kita dari gereja Protestan bahwa setiap orang percaya, jika beriman dengan benar seharusnya hidup di dalam kelimpahan/ termasuk kemakmuran materi dan fasilitas. Pandangan ini umum dikenal dengan Teologi Kemakmuran. Walau ayat-ayat Alkitab yang dikutip juga diakui oleh Gereja Katolik, namun tidak semua penjelasannya sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. Simaklah, mengapa demikian.]
Salam damai sejahtera
Dear Ingrid
Berikut ini tanggapan saya atas pertanyaan : APAKAH KAYA ATAU MISKIN ITU NASIB ?
N A S I B
Banyak orang yang tertipu oleh iblis sehingga yakin bahwa kaya atau miskin itu adalah bawaan dari orang tua atau nasib.
Kalau lahir dalam keluarga miskin, biasanya tetap miskin, kalau lahir dalam keluarga kaya, ya kaya, sudah nasib ! Apakah kaya atau miskin itu nasib ?
Apalagi untuk orang beriman yang harus hidup jujur, apakah sudah ditentukan nasibnya menjadi miskin atau kaya ? Tidak !
Allah tidak menentukan orang menjadi miskin atau kaya, miskin atau kaya itu bukan nasib yang jatuh dari langit atau suratan tangan.
Keselamatan itu kekal, suatu hal yang amat besar, meskipun demikian Allah tidak menentukan apakah seorang selamat atau tidak, kita sendiri yang harus menentukan, Allah menghendaki setiap orang selamat, tetapi tidak semua orang mau percaya, apa lagi tentang kaya miskin yang fana.
Kaya atau miskin itu tergantung terutama dari kita sendiri, lebih2 orang beriman !
Roma 8 : 32 = Ia yang tidak menyayangkan Putra-Nya sendiri, melainkan menyerahkan Dia bagi kita semua, bagaimana mungkin Ia tidak mengaruniakan ber-sama2 dengan Dia segala sesuatu bagi kita ?
Kalau Allah memberikan keselamatan yang begitu besar, Allah memberi Sorga bahkan Putra-Nya yang tunggal, apa lagi segala hal yang fana, Tuhan pasti juga memberikannya, ini hanya suatu hal yang kecil saja di hadapan Allah.
Ini Tuhan janjikan, ini diberikan Tuhan dan Tuhan tidak menentukan, tergantung dari kita, kita sendiri yang harus menentukannya.
Allah memberi peraturan, hukum2 dan syarat2 untuk menjadi kaya atau miskin. Kita boleh memilih.
Kalau seorang menggenapi peraturan2 ini (dengan sadar atau tidak) maka ia pasti akan menjadi kaya atau miskin sesuai dengan pilihan dan apa yang dilakukannya !
Kaya atau miskin bukanlah nasib atau suratan tangan atau takdir, tetapi kaya atau miskin itu tergantung dari kita sendiri
ALLAH TIDAK MERENCANAKAN ANAK-ANAK- NYA MELARAT
Tuhan tidak membedakan orang.
Ia memberikan Firman-Nya untuk semua orang, baik miskin atau kaya. Termasuk hukum2 dan peraturan tentang menjadi kaya atau miskin.
Tergantung dari masing2 orang itu sendiri.
Kalau ia mengerti dengan betul hukum2 Allah dan mau mentaatinya, ia pasti akan menjadi seperti yang dijanjikan Firman Tuhan.
Allah selalu menghendaki dan siap membantu sepenuhnya setiap orang untuk menjadi suci,menang,selamat,sukacita,sejahtera dst, begitu juga dengan hidup berkelimpahan.
Tetapi apakah kita betul2 hidup suci atau najis, menang atau kalah, berkelimpahan atau melarat, sukacita atau dukacita, selamat atau binasa dan seterusnya, itu semua terutama tergantung dari keputusan dan perbuatan masing2 kita sendiri, bukan ditentukan Allah, sebab Allah selalu menghendaki semua yang baik bagi semua anak2-Nya.
Kita harus mengerti ini baik2 supaya kita berusaha dan tidak hidup ngawur apa lagi menyalakan siapapun.
Allah menyediakan kelimpahan yang tak terbatas untuk setiap anak-Nya.
Yohanes 10 : 10 = Adapun pencuri itu datang hanya akan membinasakan; Aku ini datang supaya domba itu memperoleh hidup dan supaya mereka memperolehnya dengan berkelimpahan.
Allah tidak saja menghendaki tetapi juga menyediakan supaya setiap anak-Nya dapat hidup dengan beruntung dan berkelimpahan.
Allah merindukan hal itu tetapi tidak memaksakannya.
Tuhan menghendaki kita beruntung dalam semua segi hidup kita termasuk dalam pekerjaan dan keuangan.
Kelimpahan itu sudah disediakan Allah di dalam Kristus bagi setiap orang beriman, tetapi berapa yang kita nikmati itu tergantung dan sesuai dengan iman kita masing2.
Matius 8 : 13 = Lalu Yesus berkata kepada perwira itu : “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya”. Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya.
Orang yang tidak percaya tidak mengalaminya, tetapi yang percaya pasti mengalaminya.
Kita menerima dari Tuhan sesuai dengan iman kita.
Tuhan menyediakan dengan limpah tetapi iblis menipu sehingga beberapa banyak orang berpikir keliru misalnya “miskin itu suci, kaya itu duniawi atau dosa”, lebih2 sebab melihat di dalam dunia kalau tidak korupsi,menipu,suap dll, tidak bisa lekas jadi kaya. Ini tidak benar.
Dalam duniapun masih ada orang yang menjadi kaya dengan jujur.
Tetapi bagi orang2 beriman yang benar,miskin itu bukan suci tapi bodoh, malas, tidak percaya dan akibat dari dosa.
Kaya bagi orang beriman yang hidup benar/suci tidak jahat, tetapi kaya itu alat dan kesempatan untuk bisa hidup lebih memperkenankan Tuhan.
Kalau seorang lekat dengan Tuhan dan mau dipimpin oleh-Nya, maka semakin kaya pasti semakin indah.
Tetapi tanpa Tuhan, makin kaya berarti makin banyak dosanya, sebab uang itu alat/sarana untuk semakin menguatkan dosa2nya;tergantung dari yang memakainya.
Allah menghendaki semua orang hidup suci, tetapi tidak semua orang bisa hidup suci, sebab tidak mengerti atau tidak mau, sehingga tidak taat.
Begitu juga Allah menghendaki semua anak2Nya cukup bahkan limpah, tetapi tidak semua bisa. Prinsipnya sama.
Allah menghendaki : nomor satu : SUCI, nomor dua : mempunyai semua fasilitas , termasuk kaya, juga sehat,sukacita dll.
Allah tidak menghendaki bahwa anak2-Nya menjadi melarat sampai minta2 dan berhutang. (Kalau untuk sementara, misalnya karena ujian seperti AYUB, itu masih mungkin, tetapi sesudah itu AYUB diberkati Tuhan menjadi dua kali lebih kaya).
Kalau sama2 suci, lebih kaya lebih baik, sebab itu berarti punya kesempatan dan fasilitas untuk memuliakan Tuhan.
Kalau tambah kaya lalu kesucian hilang, itu berarti orang itu belum tahan.
Kalau sama2 dosa, lebih baik miskin daripada kaya, sebab kalau orang berdosa makin kaya,makin limpah kesempatan dan fasilitas untuk menuruti hawa nafsunya, sehingga hidupnya menjadi semakin keji/najis.
Sebab itu Tuhan berfirman di dalam injil
Matius 19 : 24 = Dan lagi pula Aku berkata kepadamu; Lebih mudahlah seekor unta masuk ke lubang jarum daripada seorang yang kaya masuk ke dalam kerajaan Allah.
Tuhan memberi kuasa untuk mendapatkan harta .
Ulangan 8 : 18 = Tetapi haruslah engkau ingat kepada Tuhan,Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkanNya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini.
Yang dimaksud disini adalah kemampuan dan cara yang halal, jujur bukan dengan dosa, sebab Allah itu suci adanya.
Ada cara2 (lewat hukum2 dan peraturan2 yang disebut dalam Firman Tuhan) untuk mendapatkan fasilitas rohani dan jasmani termasuk harta dan segala keperluan kita.
Kalau Allah memberi kita kuasa untuk mendapatkan harta itu, itu berarti Allah menghendaki kita menggunakan kuasa itu dan kalau dipakai pasti akan jadi.
Ada banyak hukum2 dan syarat untuk menjadi kaya atau miskin, dan Tuhan memberi kita kuasa atau kemampuan untuk mendapatkannya.
Sebab itu kita bisa melihat dengan jelas bahwa Allah menghendaki orang2 beriman kalau sudah kuat, menjadi kaya, bukan miskin dan melarat.
MENGAPA TIDAK SEMUA ORANG BERIMAN KAYA ?
Sebab tidak mengerti kebenaran Ilahi, termasuk disini juga salah mengerti.
Misalnya orang2 beriman yang hidup berpada dalam kemiskinan, ia merasa ini memang kehendak Tuhan, padahal disebabkan oleh kemalasannya atau sebab tidak jujur dll sehingga ia menjadi tetap miskin.
Sebetulnya kalau ia mengerti dan mau hidup menurut Firman Tuhan, Ia akan dapat hidup dalam taraf yang lebih baik/lebih tinggi, mempunyai fasilitas lebih banyak bagi kemuliaan nama Tuhan.
Begitu juga beberapa banyak orang beriman yang hidup dalam kemelaratannya, dalam penderitaan yang tidak perlu oleh sebab kebodohannya.
Kalau seorang mengerti bahwa Allah sanggup dan menghendaki memberi kelimpahan dan kalau ia tahu cara2 dan syarat2nya, maka ia bisa menjadi kaya dan tidak perlu terus hidup dalam kemiskinan dan penderitaan karena ketidak mengertiannya.
Ia bisa menjadi makin kaya pada waktunya dan makin ber-buah2 dengan limpah untuk kemuliaan nama Tuhan.
Tidak memakai haknya.
Banyak orang beriman yang tidak mengenali haknya sendiri sebagai putra2 Allah yang sah.
Kalau seorang mengerti dan percaya, lalu memakai haknya, ia pasti mendapatkan semua janji yang dijanjikan oleh Allah.
Ini berlaku baik bagi hal2 rohani, juga hal2 jasmani termasuk uang, pekerjaan dll. Itu semua disediakan Allah bagi kita, sudah dijatahkan bagi setiap anak2Nya dan kita mempunyai hak atasnya.
Kalau kita mengerti, percaya dan bertindak sesuai dengan Firman Tuhan, maka pada waktunya kita akan mendapatkannya karena Tuhan.
Hidup dalam dosa akan hancur.
Iblis juga bisa memberi miskin atau kaya, tetapi tujuan dan caranya lain.
Tujuan yang terutama adalah iblis ingin membinasakan setiap orang.
Sebab itu meskipun hidup di dalam dosa, bisa makin lama makin kaya tetapi ini bukan dari Tuhan.
Kalau di pihak Tuhan, pasti setiap dosa dihajar, sebab Allah pasti menghajar anak2Nya yang bersalah. Ini adalah peraturan Allah.
Orang yang hidup di dalam dosa akan dibiarkan Allah sehingga menjadi mangsa iblis.
Ada banyak ayat2 seperti ini, dan kalau orang2 beriman tidak mau bertaubat dari dosanya, celaka dan kerugian itu akan terus menerus mengejarnya sampai hancur dan habis.
Kita tidak bisa hidup dalam dosa dan mengharapkan berkat Allah
Dengan jalan dosa , beberapa orang bisa menjadi kaya, tetapi itu berkat iblis, pada saatnya orang2 seperti ini akan habis.
Sebab menyembah MAMMON. Berkat Allah yang limpah ini tidak direncanakan atau disediakan untuk orang yang cinta uang (yang tamak,yang ingin lekas kaya dan haus akan uang), tetapi untuk orang yang cinta Tuhan.
Ibrani 13 : 5 = Lepaskanlah dirimu daripada kasih akan uang, dan padakanlah dengan barang yang ada padamu; karena Tuhan sendiri sudah berfirman : Bahwa se-kali2 tiada Aku akan membiarkan engkau, dan se-kali2 tiada Aku meninggalkan engkau.
Orang yang haus akan uang akan mudah kecewa dan Tuhan tidak memberi apa2 kepadanya.
Orang yang cinta Tuhan itu tandanya bisa berpada, dengan kaya atau miskin, dengan kelimpahan atau kekurangan.
Cinta akan uang itu akar dari segala jenis kejahatan dan segala usahanya itu menjadi dosa dan jerat.
1.Timotius 6 : 9 – 10 = Tetapi orang yang berkehendak menjadi kaya itu jatuh ke dalam pencobaan dan jerat dan banyak keinginan yang bodoh dan yang mendatangkan bencana, yang menenggelamkan manusia ke dalam kerusakan dan kebinasan. Karena tamak akan uang itulah akar segala jenis kejahatan;maka orang yang merebutnya itu telah tersesat dari pada iman, sehingga menikamkan banyak dukacita ke dalam dirinya.
Ada beberapa orang mengharap mendapat banyak untung dengan cara memberi bagi Tuhan (mancing).
Kadang2 kemurahan Tuhan masih berlaku, mereka masih mendapat berkat dari pancingannya.
Tetapi kalau terus menerus tidak bertaubat dari berhala MAMMON, akhirnya mereka akan undur.
Belum tahan.
Amsal 30 : 8 = Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku.
Orang beriman yang diberkati makin kaya menjadi semakin suci dan makin banyak ber-buah2 bagi Tuhan serta makin limpah menyimpan pahala di Sorga, itu berarti ia sudah tahan.
Tetapi kalau ia semakin kaya lalu mulai timbul macam2 dosa dan hawa nafsunya, kedagingannya bertambah kuat (zinah,sombong,suka puji,mudah tersinggung,makin jauh dari Tuhan) itu berarti ia belum tahan.
Tuhan tahu lebih dahulu, sebab itu Ia belum membukakan pintu2 berkatNya dengan lebar2.
Tetapi orang2 lain yang tidak mengerti, kadang2 heran, mengapa tampaknya sudah beribadah tetapi hidupnya masih pas2an saja, belum diberkati dengan limpah seperti janji Tuhan.
Sebab ia belum tahan dan Tuhan tahu lebih dahulu.
Oleh karena itu kita perlu banyak berdoa dengan sungguh2 dan banyak belajar Firman Tuhan supaya kita makin disucikan, makin dikuatkan dan makin mengerti betapa indahnya jalan Tuhan kalau kita mau mentaati segala kehendakNya. Kalau sudah tahan pasti Tuhan mempercayakan lebih banyak, baik hal2 rohani juga hal2 jasmani, supaya hidup kita makin indah dan makin meningkat.
Selidikilah baik2 dalam Firman Tuhan segala kebenaran2 tentang kaya dan miskin dalam pengurapan Rohkudus, maka kita akan sampai pada kebenaran2 itu dan dapat memilih untuk menjadi orang beriman yang kaya sehingga limpah dengan kesempatan dan fasilitas dari Tuhan.
Apakah kita akan memilih hidup dalam kemiskinan kalau kita sudah tahu bahwa Allah menyediakan segala kelimpahan hidup bagi kita ?
Tentu tidak,bagaimana dengan jawaban saudara ?
Tuhan Yesus memberkati
Salam
mac
Shalom Machmud,
Menjawab pertanyaan: Apakah Kaya atau Miskin itu Nasib? Memang jawabnya bukan. Sebab secara keseluruhan memang iman Kristiani tidak mengajarkan adanya nasib ataupun takdir, dalam arti Tuhan sudah menentukan segalanya dalam kehidupan manusia dan manusia hanya "boneka" saja. Selanjutnya tentang hal ini silakan klik di sini.
Namun harus diakui, bahwa Tuhan mengizinkan, bahwa kondisi seseorang dipengaruhi oleh kondisi orang tuanya, misal sifat-sifat atau kebiasaan kita diturunkan dari orang tua, dst, dan termasuk di sini adalah cara hidup dan kondisi keuangan, walaupun kemudian, atas usaha orang itu, dan kesempatan yang diberikan oleh Tuhan, hal itu kemudian dapat berubah. Namun tidak berarti bahwa hal demikian ini pasti terjadi pada setiap orang, seolah-olah kalau seseorang belum diberkati secara keuangan berarti "masih ada yang salah" dari iman orang itu. Kita tidak bisa menghakimi keadaan seseorang dengan melihat keadaan dari luar seperti demikian. Memang bisa saja seseorang miskin karena kesalahannya sendiri, malas, kurang bekerja keras, dan sebagainya. Tetapi bisa juga, orang yang sudah bekerja keras tidak menjadi berkelimpahan secara materi. Dalam kondisi demikian, menurut ajaran Gereja Katolik, kita tidak bisa mengatakan bahwa ‘iman orang itu belum benar’ atau orang itu tidak sungguh menggunakan haknya sebagai anak Allah yang harusnya hidup di dalam kelimpahan.
Perlu kita mengingat kenyataan berikut ini:
1. Pada saat menjelma menjadi manusia, Tuhan Yesus memilih untuk dilahirkan dalam keluarga miskin, menjadi tukang kayu dan Ia tetap hidup miskin sampai akhir hayat-Nya. Jika teori Teologi kemakmuran ini benar, mengapa Yesus yang adalah Jalan dan Kebenaran dan Hidup itu, tetap miskin secara materi sampai wafat-Nya? Demikian pula dengan para rasul, dan Rasul Paulus, mereka semua hidup miskin sampai akhir hayat mereka. Apakah dengan demikian ‘iman’ mereka belum benar? Tentu jika kita memiliki kerendahan hati, kita tidak akan mengatakan demikian. Semoga kita dapat mengakui bahwa mereka justru mempunyai iman yang lebih sempurna daripada kita yang menyebabkan mereka mau menyerahkan nyawa mereka demi Kristus.
2. Maka ayat Yoh 10:10, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan," seharusnya dibaca sesuai dengan konteksnya, yang sudah pernah saya tuliskan dalam jawaban saya di sini, silakan klik.
3. Matius 8:13, “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya”. Jika kita percaya bahwa jika kita mempunyai Yesus yang hidup di dalam kita, kita akan hidup di dalam kelimpahan, meskipun secara material hidup kita tidak berlimpah. Betapa banyak contoh membuktikan bahwa tidak semua orang kaya hidup bahagia, sedangkan orang yang hidup sederhana, dapat lebih berbahagia.
Gereja Katolik tidak mengajarkan bahwa orang kaya itu berdosa. Benar, orang kaya dapat menggunakan kekayaannya untuk memperluas Kerajaan Allah dan menolong sesama yang berkekurangan. Jika demikian, tentu ia melakukan kebaikan, dan menerapkan apa yang diajarkan Kristus. Namun sebaliknya, harus diakui, bahwa orang kaya mempunyai ‘godaan’ yang lebih besar untuk terikat kepada apa yang dimilikinya. Untuk mengalahkan godaan inilah maka Kristus mengajarkan agar kita jangan sampai terikat pada kekayaan, seperti yang diajarkan-Nya dalam Mat 19:21-24.
Anda menulis, "Tetapi bagi orang-orang beriman yang benar, miskin itu bukan suci tapi bodoh, malas, tidak percaya dan akibat dari dosa." Sekali lagi menurut hemat saya, sebaiknya kita tidak mengatakan demikian, sebab jika anda berkata demikian, anda sebenarnya mengatakan bahwa para rasul (yang hidup miskin sampai akhir hayat mereka) itu bodoh, malas, tidak percaya dan menanggung akibat dosa. Para rasul itu malah tidak saja hidup miskin, malahan sampai dikejar-kejar, dan disiksa sampai mati, demi mempertahankan iman mereka kepada Kristus. Selayaknya kita tidak menghakimi mereka dengan kesimpulan seperti di atas. Mereka adalah contoh yang hidup dalam menerapkan kasih kepada Allah, dengan ‘memikul salib’ mereka bersama Kristus untuk mengambil bagian dalam kemuliaan-Nya.
Jangan lupa, bahwa para rasul (dan banyak orang kudus lainnya) yang memilih meninggalkan segala sesuatu itu untuk mengikuti Kristus, juga tetap dapat dikatakan hidup dalam kelimpahan. Karena biar bagaimanapun mereka tidak kelaparan, Tuhan memelihara mereka tiap-tiap harinya; dan lebih dari itu, Tuhan menjanjikan lipat kali ganda dan kehidupan kekal (lih. Mat 19:29). Sebab bagi mereka, turut mengambil bagian dalam rencana keselamatan Allah dan janji kehidupan kekal itu merupakan suatu kebahagiaan yang jauh melampaui kelimpahan rejeki duniawi. Dan kebahagiaan sejati inilah yang lebih tepat untuk menjelaskan arti ‘kelimpahan’ itu.
4. Menurut Rasul Paulus, sudah sejak jemaat awal, sudah terdapat pengajaran yang menekankan tentang kemakmuran jasmani. Para pengkhotbah ini seolah ‘membenci’ penderitaan/ salib Kristus, sehingga tidak mengajarkan bahwa kita perlu ‘memilku salib’ untuk mengikuti Kristus, seperti yang diajarkan Kristus sendiri (Mat 16:24, Mrk 8:34). Untuk hal ini Rasul Paulus mengatakan,
"Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus. Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi. Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya." (Flp 3:18-21)
5. Jadi, berjuang di dalam hidup, berjuang untuk memperbaiki taraf hidup, tentu merupakan sesuatu yang baik. Namun tentang hasilnya, apakah kita menjadi kelimpahan atau tidak secara duniawi, bukanlah yang menjadi fokus utama dalam kehidupan umat beriman. Sebab bukan itu yang menjadi janji Tuhan yang terutama. Kalau Tuhan memberi rejeki duniawi berkelimpahan, puji Tuhan. Kalau tidak, juga tetap puji Tuhan! Tuhan mengetahui yang terbaik bagi kita.
Tuhan memang tidak melarang, bahkan mengajarkan kita untuk memohon rejeki/ makanan secukupnya setiap hari, dan ini kita ucapkan dalam Doa Bapa Kami. Janji inilah yang ditepati-Nya pada orang-orang yang percaya kepada-Nya. Namun Tuhan tidak menjanjikan kelimpahan materi kepada setiap orang, dan marilah kita menghormati kebijaksanaan penyelenggaraan Tuhan ini.
Sewaktu saya dan Stef tinggal di Jakarta, salah satu kelompok sel kami berada di daerah Muara Baru (perkampungan nelayan), Jakarta Utara. Tiap minggu kami bertemu dengan sekitar 3-4 keluarga di sana, berdoa bersama dan merenungkan Alkitab. Kehidupan mereka sungguh sangat miskin. Mereka adalah para pekerja keras, dan dari keterbatasan pendidikan dan kondisi mereka, mereka tidak begitu saja dapat menjadi ‘kaya’/ berkelimpahan secara materi, walaupun telah mendapat bantuan dari seksi sosial paroki. Namun Tuhan mencukupkan kebutuhan mereka tiap-tiap hari, dan mereka dapat hidup lebih berbahagia daripada beberapa keluarga lain mempunyai kelimpahan materi.
Agaknya Tuhan mempercayakan bagi kita ‘salib’ dalam kehidupan kita masing- masing, entah kita hidup kaya atau miskin. Kita perlu memikulnya dengan setia bersama Kristus. Kita tidak perlu mencari-cari ‘salib’ ini, sebab akan datang sendiri dalam hidup kita. Agaknya pengalaman Rasul Paulus baik untuk menjadi contoh bagi kita; ketika di samping segala karunia yang diberikan Tuhan kepadanya, Tuhan mengizinkan adanya ‘duri dalam dagingnya’ supaya ia tidak menjadi tinggi hati (lih. 2 Kor 12:7-9). Kita tidak bisa mengharapkan segala sesuatunya di dunia ini akan tetap selamanya. Sekalipun sekarang kita hidup dalam kelimpahan materi, jangan lupa bahwa hal itu sifatnya sementara dan dapat hilang. Jika Tuhan mengizinkan hal itu terjadi dalam kehidupan kita, jangan sampai kita menyalahkan Tuhan, sebab semuanya itu pasti ada maksudnya, dan Tuhan dapat menjadikan indah pada akhirnya. Maka yang terpenting adalah bagaimana kita mengalami kelimpahan rohani, yaitu kehidupan bersama Tuhan Yesus, baik di dunia ini, maupun di kehidupan yang akan datang. Sebab bersama Yesus, sungguh kita tidak akan berkekurangan (Mzm 23:1).
Salam kasih dalam Kristus Tuhan,
Ingrid Listiati- http://www.katolisitas.org
Comments are closed.