Berikut ini adalah keterangan yang kami peroleh dari RD. Dr. Indra Sanjaya, salah seorang pakar Kitab Suci di tanah air, setelah menerima keterangan dari LAI (Lembaga Alkitab Indonesia):
“Penerjemahan kata ‘gune‘ menjadi ‘Ibu’ dan bukan ‘perempuan’ tampaknya demi pertimbangan bahasa sasaran, yaitu bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, menyapa ibu dengan kata ‘perempuan’ dapat dianggap terlalu kasar dan tidak pantas -apalagi kalau yang menyapa adalah Tuhan Yesus. Memang dalam Terjemahan Lama, digunakan kata terjemahan ‘perempuan’ dalam Yoh 2:4 dan 19:26. Namun terjemahan ini diganti dengan ‘ibu’ dalam Terjemahan Baru -TB 1 dan TB 2.
Memang ada penafsiran yang mengatakan bahwa penggunaan ‘gune‘ dalam Yoh 2:4 dan 19:26 merupakan hal yang tidak biasa; oleh karena itu perlu diberi penjelasan. Di sini penafsiran memainkan peranan. Saya sendiri tidak ada keberatan dengan penggunaan kata ‘ibu’ yang dalam bahasa Indonesia justru menunjukkan suatu relasi yang lebih hangat.
Dalam hal ini, kemungkinan penerjemah mengambil patokan penerjemahan Kitab Suci dari ketentuan A Handbook for Translation, dari UBS (United Bible Societies) tentang ayat Injil Yohanes tersebut:
“Penggunaan kata “perempuan” oleh Yesus (RSV/ versi Revised Standard Version) secara langsung adalah sesuatu yang normal dan sopan (bandingkan dengan Mat 15:28). Itu tidak menunjukkan sikap kurang hormat ataupun kurang mengasihi, seperti yang dapat dilihat dengan jelas melalui penggunaan dalam Yoh 19:26. Versi TEV (Today’s English Version) telah menghilangkan sebutan “woman” sebagai kata benda yang menunjukkan ‘sebutan’, sebab itu tidak harus dalam bahasa Inggris, dan cenderung menyampaikan kesan bahwa Yesus menunjukkan sifat kurang hormat. Terdapat banyak masalah serius yang terjadi sebagai akibat dari menerjemahkan kata “woman“/ perempuan secara literal.
Dalam beberapa bahasa, seorang laki-laki menyebut istrinya sendiri dengan cara demikian, namun arti ini tidak dapat diterapkan di sini. Di bahasa-bahasa lainnya, untuk menyebut ibu seseorang dengan sebutan “woman“/ perempuan, adalah cara yang kasar… Padanan yang paling dekat dalam banyak bahasa adalah “ibuku” atau “ibu”, tetapi dalam bahasa-bahasa lainnya, ekspresi yang serupa untuk menunjukkan penghormatan yang sesuai akan mensyaratkan penghapusan ekspresi apapun untuk menyebut orang yang dipanggil, sebagaimana pada terjemahan TEV.
Perempuan, adalah sebutan yang sama yang digunakan dalam Yoh 2:4 dan 19:26. Itu adalah bentuk panggilan yang sopan dan dalam konteks ini nampaknya sesuai. Namun demikian, dalam sejumlah bahasa, menjadi kurang pas, atau merendahkan. Meskipun begitu, dalam beberapa bahasa kata “woman/ perempuan” ketika digunakan sebagai panggilan langsung, artinya sama dengan “istri”. Jika demikian halnya, ekspresi lainnya harus digunakan, atau istilah itu [woman] harus dihilangkan.”
Demikianlah nampaknya harus dipahami dan diterima, bahwa dalam penerjemahan Kitab Suci ada banyak hal yang harus diperhatikan. Sebab bahasa yang satu dengan bahasa lainnya tidak mempunyai aturan yang sama. Demikian juga, untuk satu istilah yang artinya sama, dapat memberi kesan yang berbeda. Di zaman Yesus, panggilan ‘gune‘ (kata asli dalam bahasa Yunani yang berarti perempuan), tidak menimbulkan kesan kasar/ kurang hormat, tetapi untuk beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia, panggilan sedemikian termasuk tidak umum digunakan atau cenderung kasar. Sebab kita tidak memanggil seorang wanita secara langsung dengan sebutan, ‘Wanita’ atau ‘Perempuan’, tetapi umumnya, ‘Ibu’. Demikian juga kita tidak memanggil pria dengan ‘hai pria’, tetapi, ‘bapak’. Untuk itu jika LAI menerjemahkan “Woman/ gune” sebagai ‘ibu’, nampaknya karena alasan penyesuaian dengan kelayakan penggunaan istilah dalam bahasa setempat, dalam hal ini bahasa Indonesia.