Sumber gambar: http://www.thedivinemercy.org/extras.php

[Hari Minggu Kerahiman Ilahi, Kis 2:42-47;  Mzm 118:2-24; 1Ptr 3:9; Yoh 20:19-31]

Hari ini Gereja merayakan Minggu kedua Paska atau Oktaf Paska, dan Minggu Kerahiman Ilahi. Bersama kita merenungkan betapa besar belas kasih Allah, kerahiman-Nya yang memeluk setiap kita yang percaya kepada-Nya. Mari kita resapkan homili dari Paus Fransiskus di Minggu Kerahiman Ilahi tahun 2015 yang lalu:

“St. Yohanes, yang berada di Ruang Atas bersama dengan para murid lainnya di malam menjelang hari pertama setelah hari Sabat, mengatakan kepada kita, bahwa Yesus datang dan berdiri di antara mereka dan berkata, “Damai sertamu!” dan Ia memperlihatkan kepada mereka, tangan-Nya dan lambung-Nya (Yoh 20:19-20); Ia menunjukkan kepada mereka luka-luka-Nya. Dan dengan cara ini, mereka menyadari bahwa itu bukan suatu penglihatan: itu adalah sungguh Dia, Tuhan, dan mereka dipenuhi dengan suka cita.

Di hari ke delapan, Yesus datang sekali lagi ke Ruang Atas dan memperlihatkan luka-luka-Nya kepada Thomas, agar ia dapat menyentuh luka-luka itu seperti yang dikehendakinya, supaya ia dapat percaya dan karena itu ia sendiri dapat menjadi saksi Kebangkitan Kristus.

Kepada kita juga, di hari Minggu ini, yang oleh St. Yohanes Paulus II didedikasikan kepada Kerahiman Ilahi, Tuhan menunjukkan kepada kita, melalui Injil, luka-luka-Nya. Luka-luka itu adalah luka-luka karena belas kasih.  Ini sungguh benar: luka-luka Yesus adalah luka-luka belas kasih.

Yesus mengundang kita untuk memandang luka-luka ini, untuk menyentuhnya seperti yang dilakukan Thomas, untuk menyembuhkan ke-kurangpercaya-an kita. Di atas semua itu, Ia mengundang kita untuk masuk ke dalam misteri luka-luka ini, yang adalah misteri kasih-Nya yang penuh kerahiman.

Melalui luka-luka ini, seperti dalam sebuah bukaan yang dipenuhi terang, kita dapat melihat seluruh misteri Kristus dan Allah: Sangsara-Nya, kehidupan-Nya di dunia—yang dipenuhi oleh bela rasa kepada mereka yang lemah dan sakit—inkarnasi-nya dalam rahim Maria. Dan kita dapat menelusuri keseluruhan rahasia penyelamatan: nubuat-nubuat—khususnya tentang Sang Hamba Allah, kitab-kitab Mazmur,  kitab-kitab Taurat dan Perjanjian; sampai kepada pembebasan dari Mesir, Paska Yahudi yang pertama dan kepada darah dari anak-anak domba yang disembelih, dan lagi dari para Patriarkh sampai ke Abraham, dan sampai kembali kepada Habel, yang darahnya berseru-seru dari bumi. Semua ini dapat kita lihat di dalam luka-luka Yesus, yang disalibkan dan bangkit; dengan Maria, dalam Kidung Magnificat, kita dapat melihat bahwa, “Belas kasih-Nya turun temurun ke seluruh angkatan” (lih. Luk 1:50).

Dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa tragis dalam sejarah manusia, kita kerap kali dapat merasa trenyuh, dan bertanya kepada diri sendiri, “Mengapa?” Kejahatan umat manusia dapat muncul di dunia seperti lubang yang dalam, kehampaan yang besar: kekosongan kasih, kekosongan kebaikan, kekosongan hidup dan kita juga bertanya: bagaimana kita dapat mengisi kekosongan ini? Bagi kita, itu sesuatu yang tidak mungkin. Hanya Allah yang dapat mengisi kekosongan yang dikibatkan oleh kejahatan kepada hati kita dan kepada sejarah manusia. Ia adalah Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia, yang telah wafat di Salib dan yang mengisi kekosongan karena dosa dengan kedalaman belas kasih-Nya.

St. Bernardus, dalam salah satu penjelasannya tentang Kidung Agung (Sermon 61 3-5: Opera Omnia, 2, 150-151) secara tepat merenungkan tentang misteri luka-luka Tuhan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan yang kuat dan bahkan berani yang dapat kita ulangi hari ini. Ia mengatakan bahwa, “melalui luka-luka suci ini kita dapat melihat rahasia hati [Kristus], misteri kasih yang begitu besar, ketulusan belas kasih-Nya yang dengannya Ia mengunjungi kita dari tempat tinggi.”

Saudara dan saudariku, pandanglah jalan yang telah dibukakan Allah kepada kita untuk akhirnya keluar dari perbudakan dosa dan kematian, dan karena itu masuk ke dalam tanah kehidupan dan damai sejahtera. Yesus, yang tersalib dan bangkit, adalah jalan dan luka-luka-Nya secara khusus adalah penuh belas kasih.

Para orang kudus mengajar kita bahwa dunia berubah dimulai dengan pertobatan dari hati seseorang, dan bahwa ini terjadi melalui kerahiman Allah. Dan dengan demikian, meski dihadapkan dengan dosa-dosaku sendiri atau tragedi-tragedi besar dunia, “hati nuraniku akan menderita, tetapi ia tidak akan kacau balau, sebab aku akan mengingat luka-luka Tuhan: ‘Ia terluka karena pelanggaran kita’ (Yes 53:5). Dosa apakah di sana yang begitu mematikan, yang tak dapat diampuni oleh kematian Kristus?” (Ibid.)

Dengan tetap memandang kepada luka-luka Yesus yang telah bangkit, kita dapat bernyanyi bersama Gereja: “Kekal abadi kasih setia-Nya” (Mzm 117:2); kekal lah belas kasih-Nya. Dan dengan kata-kata ini yang tertanam di hati kita, marilah kita maju terus di sepanjang alur sejarah, dengan dipimpin oleh tangan Tuhan dan Penyelamat kita, hidup dan pengharapan kita.”

Yesus, Kerahiman Ilahi, kami mengandalkan Engkau! Amin.