Kehidupan Kristiani bukanlah terapi spa “tetap dalam damai sampai surga,” melainkan mengajak kita melangkah keluar ke dunia untuk mewartakan bahwa Yesus “menjadi manusia berdosa” untuk mendamaikan manusia dengan Bapa-Nya. Ini adalah kata-kata Paus Fransiskus dalam homilinya saat Misa Sabtu [15/6/2013] di Casa Santa Martha.
Kehidupan Kristiani bukanlah tinggal diam di sudut untuk membangun jalan yang akan membawa kalian ke surga, melainkan sebuah dinamika yang mendorong seseorang untuk tetap “di jalan” yang mewartakan bahwa Kristus telah mendamaikan kita dengan Allah, dengan menjadi berdosa karena kita. Dengan caranya yang biasa mendalam dan langsung, Paus Fransiskus fokus pada perikop dari Surat kepada jemaat di Korintus, dari bacaan liturgi hari itu, di mana St Paulus sangat mendesak, sampai-sampai “bergegas lekas”, menggunakan istilah “rekonsiliasi” lima kali.
“Apa itu rekonsiliasi? Mengambil satu dari sisi ini, mengambil satu lagi untuk sisi itu dan menyatukan mereka: tidak, itu memang sebagian darinya, tapi bukan itu… rekonsiliasi sejati berarti bahwa Allah dalam Kristus menerima dosa-dosa kita dan Dia menjadi manusia berdosa, untuk kita. Ketika kita mengaku dosa, misalnya, bukanlah kita mengatakan dosa kita dan Allah mengampuni kita. Tidak, bukan itu! Kita bertemu dengan Yesus Kristus dan kita berkata kepada-Nya: ‘Ini [dosa yang telah kulakukan] adalah milik-Mu dan aku telah membuat Engkau menjadi dosa sekali lagi.’ [mengacu kepada 2 Kor 5:20-21, lihat catatan di bawah ini***]. Dan Yesus suka itu, karena itu adalah misi-Nya: menjadi dosa bagi kita, untuk membebaskan kita [dari dosa].”
Ini adalah keindahan dan “skandal” penebusan yang dibawa oleh Yesus dan juga merupakan “misteri”, kata Paus Fransiskus, yang mana darinya St Paulus menarik “semangat” yang memacunya untuk “bergerak maju” memberitahu semua orang sesuatu yang begitu indah “cinta kasih Allah” yang menyerahkan Putra-Nya untuk mati bagiku. Namun, jelas Paus Fransiskus, ada risiko “tidak pernah sampai pada kebenaran ini” dalam momen ketika “kita mendevaluasi mengecilkan kehidupan Kristiani”, mereduksinya menjadi sebuah daftar hal-hal untuk ditaati hingga kehilangan semangat itu, kekuatan dari’ “kasih yang ada di dalamnya”:
“Namun para ahli filsafat mengatakan bahwa damai adalah sebuah ketenangan tertentu yang teratur: semuanya rapi dan tenang … Itu bukan damai Kristiani! Damai Kristiani adalah damai yang gelisah, bukan damai yang tenang: itu adalah damai yang gelisah, yang mana berlanjut dengan membawa pesan rekonsiliasi ini. Damai Kristiani mendorong kita untuk bergerak maju. Hal ini adalah awal permulaan, akar semangat kerasulan. Semangat apostolik adalah bukan melangkah maju untuk membujuk dan membuat statistik: tahun ini orang –orang Kristen di negara ini telah tumbuh berkembang, dalam pergerakan ini sekian…Statistik itu baik, mereka membantu, tapi untuk membujuk itu bukanlah apa yang Allah inginkan dari kita,…Apa yang Tuhan inginkan dari kita adalah untuk mengumumkan rekonsiliasi ini, yang adalah inti pesan-Nya sendiri.
Mengakhiri homilinya, Paus mengingatkan kegelisahan batin Paulus. Paus Fransiskus menggarisbawahi bahwa yang mendefinisikan “pilar” kehidupan Kristiani, yaitu, bahwa “Kristus menjadi berdosa bagiku! Dan dosa-dosaku berada di sana dalam tubuh-Nya, dalam jiwa-Nya! Hal ini – kata Paus – ini gila, tapi indah, itu benar! Ini merupakan skandal Salib-Nya!”
“Kita mohon kepada Tuhan untuk memberi kita keprihatinan ini untuk mewartakan Yesus, untuk memberikan kita sedikit dari ‘kearifan Kristiani itu yang lahir dari lambung cinta-Nya yang tertusuk. Hanya sedikit [dari saya] untuk meyakinkan kita bahwa kehidupan Kristen bukan terapi spa.: terus damai sampai Surga … Tidak, kehidupan Kristiani adalah jalan-Nya dalam hidup dengan keprihatinan Paulus ini. Kasih Kristus mendesak kita terus, mendorong kita terus, dengan emosi ini yang seorang rasakan ketika ia melihat bahwa Allah mengasihi kita. Kita mohon rahmat ini. ”
(AR)
Paus Fransiskus,
Domus Sanctae Marthae, 15 Juni 2013
Diterjemahkan dari: www.news.va
Catatan dari Editor Katolisitas:
Kalimat ini: “Ini [dosa yang telah kulakukan] adalah milik-Mu dan aku telah membuat Engkau menjadi dosa sekali lagi”, mengacu kepada bagian dari surat Rasul Paulus yang mengisahkan tentang rekonsiliasi, yaitu yang menjelaskan arti ‘didamaikan dengan Allah’/be reconciled with God. Teks tersebut berbunyi demikian, “Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah. Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Kor 5:21-21)
Ungkapan tersebut merupakan ungkapan retorik dari Rasul Paulus. Ia mengatakan bahwa Kristus telah membuat Diri-Nya menjadi dosa- sehingga Ia dapat mempersembahkan penebusan bagi dosa-dosa manusia. Dengan demikian, Kristus menempatkan diri-Nya dalam solidaritas dengan manusia dan dengan dosa manusia, supaya dapat membuat, seolah-olah, “doa tobat” demi semua dosa manusia, dan mempersembahkan kepada Allah Bapa, sesuatu yang lebih menyenangkan hati daripada semua dosa manusia yang menyedihkan hati.
Excellent homili. Tapi mesti agak hati hati utk menjelaskan kepada umat serta harus benar2 menekankan makna dari ayat 2Kor5: 21
Syalom semuanya pembaca Katolisitas.
Comments are closed.